You are on page 1of 7

DOI: 

http://dx.doi.org/10.25181/jofsa.I17i3.1510
Journal of Food System and Agribusiness Vol. 3 (1): 50-56 pISSN 2654-5853
https://www.jurnal.polinela.ac.id/JFA eISSN 2597-9426

Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu di Kecamatan Tulang


Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat
Analysis Income Farming Of Cassava in Tulang Bawang Tengah,
Tulang Bawang Barat Regency
Gagah Wicaksono1*, Wan Abbas Zakaria1, dan Achdiansyah Soelaiman1
Jurusan Agribisnis / Universitas Lampung
1

E-mail : wicaksonogagah2@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to analyze income farming and comparing the actual condition with the
condition that should be in income farming of cassava in Tulang Bawang Tengah district,
Tulang Bawang Barat regency. This research uses a survey method. This research was
intentionally (purposive) in Tulang Bawang Tengah district with the consideration that the
location was cassava production center in Tulang Bawang Barat Regency and has a tapioca
factory as market location. Farmer respondents were chosen randomly. The results showed
a R/C ratio of >1, meaning that the farming of cassava was worthy to be cultivated and gave
benefit. Comparison between actual conditions with the simulated conditions both gave
benefit to cassava farmers (RC>1) with an increase in cassava income from cash costs and
total costs reaching 34-80%. The condition for increasing income is to use a simulation by
assuming that the price of cassava follows the farmer's wishes, namely Rp. 1,000/Kg, the
maximum productivity of cassava reaches 40,000 tons/Ha and the prices of production
facilities follow the prevailing HET. The Incremental Benefit Cost Ratio value in the
simulation results is 532.35 (IBCR>1), meaning that the simulation will provided significant
benefits.

Keywords: cassava, income, simulation

Disubmit : Diterima: ,Disetujui :

PENDAHULUAN
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sangat populer sebagai pengganti
sumber pangan utama setelah beras. Ubi kayu memiliki daya adaptasi tinggi terhadap tanah yang kurang
subur seperti tanah kering sehingga budidaya ubi kayu cukup populer di Provinsi Lampung. Hal ini
didukung dengan dengan oleh iklim, kondisi tanah dan ketersediaan lahan yang sangat luas sehingga
Provinsi Lampung menjadi sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia. Namun sepanjang tahun 2014-
2018 produksi, luas lahan dan produktivitas ubi kayu di Provinsi Lampung mengalami penurunan
(Kementerian Pertanian, 2019).
Data produksi, luas panen dan produktivitas ubi kayu per kabupaten/kota Provinsi Lampung Tahun
2017 menunjukkan bahwa Tulang Bawang Barat menjadi sentra produksi ubi kayu terbesar pada regional
utara jika mengikuti pembagian regional Provinsi Lampung menurut Zakaria (2000). Kecamatan Tulang
Bawang Tengah menjadi lokasi sentra produksi ubi kayu di Kabupaten Tulang Bawang Barat karena 33%
luas panen ubi kayu terletak di Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Hal ini didukung dengan adanya pabrik

50
Journal of Food System and Agribusiness

tapioka PT BW Penumangan sebagai lokasi pemasaran ubi kayu. Oleh karena itu Kecamatan Tulang
Bawang Tengah dinilai cukup ideal dalam pembudidayaan usahatani dan pemasaran ubi kayu.
Tingkat produksi, luas panen dan produktivitas menurun setiap tahunnya mengindikasikan adanya
permasalahan terhadap usahatani ubi kayu. Secara spesifik, permasalahan tersebut disebabkan dengan
penyediaan sarana produksi yang mahal. Berdasarkan hasil prasurvei, harga pupuk yang biasa digunakan
lebih mahal dibandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Selain itu tingkat produktivitas ubi kayu yang rendah yaitu <30 ton/Ha sangat jauh dengan tingkat
produktivitas ubi kayu yang seharusnya yaitu 30-40 ton/Ha sehingga tingkat pendapatan usahatani ubi kayu
tidak dapat tercapai dengan maksimal (Ma’ruf, 2019).
Permasalahan selanjutnya yaitu terdapat marjin harga ubi kayu antara di tingkat petani dan pabrik
yang semakin lebar sepanjang tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2018-2020)
harga ubi kayu selama tahun 2013-2020 menunjukkan harga ubi kayu berfluktuatif cenderung menurun.
Lebarnya marjin pemasaran ini membuat petani semakin terpuruk karena terdapat berbagai macam biaya
pemasaran yang dikenakan kepada petani. Secara psikologis, petani sangat terpuruk dengan keaadan ini
sehingga petani perlu untuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, kinerja
usahatani ditentukan dengan saluran pemasaran yang dipilih oleh petani, sehingga perlu untuk
membandingkan tingkat pendapatan usahatani serta pemasaran ubi kayu pada setiap saluran pemasaran
dengan kondisi seharusnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi kayu dan
membandingkan kondisi aktual usahatani ubi kayu dengan kondisi seharusnya di Kecamatan Tulang Bawang
Tengan, Kabupaten Tulang Bawang Barat

METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksankan di Kecamatan Tulang Bawang Tengan, Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa
Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar pada regional utara
Lampung, dan di lokasi penelitian terdapat pabrik tapioka PT BW Penumangan sebagai lokasi
pemasarannya. Teknik pengambilan sampel petani dilakukan secara acak sederhana ( simple random
sampling). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 50 petani ubi kayu dan 2 agen dan 1 lapak.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari 2021.
Penelitian dilakukan dengan metode survai dan pengamatan langsung di lapang. Data yang
digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara
dengan responden dengan penggunaan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data sekunder
diperoleh dari publikasi lembaga/instansi terkait, laporan-laporan, dan pustaka lainnya yang berhubungan
dengan penelitian.
Menurut Suratiyah (2015), analisis pendapatan usahatani ubi kayu yang menggunakan rumus :
π = Y.Py – (∑Xi.Pxi + BTT)............................................................................................................................(1)
Keterangan:
π = Pendapatan (Rp)
Y = Hasil produksi
Py = Harga output
Xi = Faktor produksi
Pxi = Harga faktor produksi
BTT = Biaya tetap total
Menurut Suratiyah (2015), R/C rasio dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
R/C = TR/TC....................................................................................................................................................(2)

Hal 51 Volume 3, Nomor 2,Tahun 2019


Penulis : Judul artikel…………………….

Keterangan:
R/C = Nisbah penerimaan dan biaya
TR = Penerimaan total (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Kriteria yang digunakan adalah
1) Jika R/C > 1 maka usahatani ubi kayu layak untuk diusahakan dan menguntungkan.
2) Jika R/C < 1 maka usahatani ubi kayu belum menguntungkan.
3) Jika R/C = 1 maka usahatani ubi kayu mengalami titik impas.
Perhitungan perbandingan kemanfaatan usahatani ubi kayu di lokasi penelitian pada kondisi aktual
dengan kondisi simulasi menurut Soekartawi (2001) dalam skripsi Dharmaningtyas (2011) menggunakan
rumus Increamental Benefit Cost Rasio (IBCR) sebagai berikut:
IBCR= (∆B )/∆C..............................................................................................................................................(3)
Keterangan:
∆B = selisih antara pendapatan usahatani ubi kayu aktual dengan pendapatan ubi kayu simulasi (Rp)
∆C = selisih antara biaya usahatani ubi kayu aktual dengan biaya ubi kayu simulasi (Rp)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Usahatani
Kinerja usahatani ditentukan oleh kinerja pemasaran dan sebaliknya, sehingga biaya, penerimaan dan
pendapatan petani ubi kayu berbeda pada setiap saluran yang ada. Dominan 45 responden menggunakan
saluran I (Petani-Pabrik) dan hanya 5 responden menggunakan saluran II (Petani-Lapak-Pabrik).

Tabel 1. Penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani ubi kayu per 1 hektar pada saluran I di lokasi
penelitian
Usahatani Ubi Kayu per 1 ha pada saluran I
Uraian (Petani-Pabrik)
Satuan Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp)
Penerimaan        
Produksi sebelum rafaksi Kg 22.681,08 826,33 18.408.516,52
Produksi sesudah rafaksi Kg 18.178,89 826,33 15.021.819,87
Rafaksi (19,85%) dan (22,60%) Kg 4.502,19   3.335.676,40
Biaya Produksi        
I. Biaya Tunai        
Bibit Ikat 149,98 10.277,78 1.539.987,99
Pupuk Kg 130,41 2.268,79 165.649,94
Pestisida L 4,86 66.394,44 336.981,98
TKLK HOK 49,04 7.340.655,56 3.967.921,92
Transportasi ke lahan Rp     125.165,17
Pajak Lahan Rp/MT     15.510,18
Biaya pemasaran Rp     1.822.793,27
Total Biaya Tunai       8.967.910,06
II. Biaya Diperhitungkan        
TKDK HOK 1,98 40.407,05 147.710,21
Penyusutan Alat Rp     82.033,86
Sewa Lahan Rp/tahun     72.072,07
Total Biaya Diperhitungkan       301.816,14
III. Total Biaya       9.269.726,20
Pendapatan        
I. Pendapatan Atas Biaya Tunai       6.053.909,81
II. Pendapatan Atas Biaya Total       5.752.093,67

Volume 3 Nomor 2,Tahun, 2019 Hal 52


Journal of Food System and Agribusiness

R/C Atas Biaya Tunai       1,68


R/C Atas Biaya Total       1,62
Sumber : Olah data primer

Data pada Tabel 1 menunjukkan nilai penerimaan yang didapatkan petani pada saluran I setelah
pemotongan rafaksi (19,85%) yaitu sebesar Rp 15.021.819,87. Total biaya tunai adalah Rp 8.967.910,06 dan
biaya total adalah Rp 9.269.726,20. Selanjutnya hasil perhitungan pendapatan usahatani ubi kayu atas biaya
tunai dan biaya total berturut-turut adalah Rp 6.053.909,81 dan Rp 5.752.093,67. Perhitungan R/C ratio
dihasilkan atas biaya tunai dan biaya total berturut-turut adalah 1,68 dan 1,62.

Tabel 2. Penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani ubi kayu per 1 hektar pada saluran II di lokasi
penelitian
Usahatani Ubi Kayu per 1 ha pada saluran II
Uraian (Petani-Lapak-Pabrik)
Satuan Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp)
Penerimaan        
Produksi sebelum rafaksi Kg 15.200,00 876,00 12.956.000,00
Produksi sesudah rafaksi Kg 11.764,80 876,00 10.305.964,80
Rafaksi (19,85%) dan (22,60%) Kg 3.435,20   2.650.035,20
Biaya Produksi        
I. Biaya Tunai        
Bibit Ikat 166,00 10.000,00 1.660.000,00
Pupuk Kg 55,43 1.140,00 121.228,57
Pestisida L 2,20 52.000,00 116.000,00
TKLK HOK 31,58 80.443,39 2.540.000,00
Transportasi ke lahan Rp     140.000,00
Pajak Lahan Rp/MT     5.600,00
Biaya pemasaran Rp     1.649.560,00
Total Biaya Tunai       6.959.760,00
II. Biaya Diperhitungkan        
TKDK HOK 8,73 76.461,32 667.125,00
Penyusutan Alat Rp     148.083,33
Sewa Lahan Rp/tahun     200.000,00
Total Biaya Diperhitungkan       1.015.208,33
III. Total Biaya       7.974.968,33
Pendapatan        
I. Pendapatan Atas Biaya Tunai       3.346.204,80
II. Pendapatan Atas Biaya Total       2.330.996,47
R/C Atas Biaya Tunai       1,48
R/C Atas Biaya Total       1,29
Sumber : Olah data primer

Data pada Tabel 2 menunjukkan nilai penerimaan yang didapatkan petani pada saluran II setelah
pemotongan rafaksi (22,60%) yaitu sebesar Rp 10.305.964,80. Total biaya tunai adalah Rp 6.959.760,00 dan
biaya total adalah Rp 7.974.968,33. Selanjutnya hasil perhitungan pendapatan usahatani ubi kayu atas biaya
tunai dan biaya total berturut-turut adalah Rp 3.346.204,80 dan Rp 2.330.996,47. Perhitungan R/C ratio
dihasilkan atas biaya tunai dan biaya total berturut-turut adalah 1,48 dan 1,29.
Hasil perhitungan pada data Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan R/C ratio > 1 atas biaya tunai dan biaya
total pada saluran I dan saluran II sudah menguntungkan yaitu sebesar 1,68 dan 1,62, sedangkan untuk R/C
ratio pada saluran II sebesar 1,48 dan 1,29. Meskipun usahatani sudah menguntungkan, namun hasil
usahatani tersebut masih belum cukup bagi petani untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitriana et al (2019) bahwa penerimaan sebesar Rp
23.861.345,19, Total biaya tunai adalah Rp 16.830.108,87 dan biaya total adalah Rp 22.989.888,34.

Hal 53 Volume 3, Nomor 2,Tahun 2019


Penulis : Judul artikel…………………….

Perhitungan R/C ratio dihasilkan atas biaya tunai dan biaya total berturut-turut adalah 1,42 dan 1,04.
Usahatani ubi kayu di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan sudah menguntungkan namun hasil
usahatani tersebut dinilai masih sangat kurang bagi petani.

Kondisi Aktual dan Seharusnya Pendapatan Usahatani Ubi Kayu di Kecamatan Tulang Bawang
Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat

Subsistem usahatani dan pemasaran saling berkaitan erat. Oleh karena itu pada penelitian ini, besarnya
pendapatan usahatani ditentukan oleh petani pada saluran pemasaran yang dipilihnya. Struktur pasar pada
kondisi aktual bersifat oligopsonistik, yang artinya jumlah pembeli lebih sedikit dibandingkan jumlah
produsen sehingga munculnya perantara pemasaran seperti lapak dan agen untuk menyalurkan ubi kayu ke
pabrik. Dengan demikian, semakin panjangnya saluran pemasaran akan menimbulkan biaya pemasaran
lainnya. Pada kenyataannya, petani hanya dapat mengetahui informasi harga ubi kayu dari lapak atau agen.
Secara psikologis, petani terpuruk karena mereka tidak dapat mengestimasikan pendapatan yang akan
dihasilkan.
Perbandingan kondisi aktual dan kondisi seharusnya pendapatan usahatani ubi kayu menggunakan 2
simulasi, simulasi A menerapkan produktivitas dan biaya total eksisiting atau aktual, namun menggunakan
asumsi harga yang diharapkan petani ubi kayu yaitu Rp. 1.000/Kg. Kemudian Simulasi B menerapkan
produktivitas maksimum yakni 40 ton/Ha, harga ubi kayu mengikuti harga yang diharapkan petani yakni Rp
1.000/Kg, biaya sarana produksi berupa pupuk-pupuk subsidi mengikuti Harga Eceran Tertinggi (HET) dan
biaya lainnya dianggap sama. Perbandingan kondisi aktual dengan simulasi A dan simulasi B usahatani ubi
kayu disajikan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Perbandingan kondisi aktual dengan simulasi A usahatani ubi kayu


Deskripsi Satuan Kondisi aktual Simulasi A %
Produksi sebelum rafaksi Kg 23,108.24 23,108.24 0.00%
Produksi sesudah rafaksi Kg 18,514.32 18,514.32 0.00%
Rafaksi (19,88%) Kg 4,593.92 4,593.92 0.00%
Biaya Tunai Rp 9,471,678.31 9,471,678.31 0.00%
Biaya Diperhitungkan Rp 1,863,683.27 1,863,683.27 0.00%
Biaya Total Rp 11,335,361.59 11,335,361.59 0.00%
Harga ubi kayu Rp/Kg 831.30 1,000.00 16.87%
Penerimaan Rp 15,390,952.65 18,514,318.12 16.87%
Pendapatan atas biaya tunai Rp 5,919,274.34 9,042,639.80 34.54%
Pendapatan atas biaya total Rp 4,055,591.06 7,178,956.53 43.51%
R/C atas biaya tunai 1.62 1.95 16.87%
R/C atas biaya total   1.36 1.63 16.87%
Sumber : Olah data primer

Pada simulasi A yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat kenaikan pendapatan
16,87% jikalau asumsi harga ubi kayu mengikuti harga yang diharapkan petani ubi kayu yaitu sebesar Rp
1.000/Kg. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total akan meningkat menjadi berturut-turut 1,95 dan 1,63.

Tabel 4. Perbandingan kondisi aktual dengan simulasi B usahatani ubi kayu


Deskripsi Satuan Kondisi aktual Simulasi B %
Produksi sebelum rafaksi Kg 23,108.24 40,000.00 42.23%
Produksi sesudah rafaksi Kg 18,514.32 32,048.00 42.23%
Rafaksi (19,88%) Kg 4,593.92 7,952.00 42.23%

Volume 3 Nomor 2,Tahun, 2019 Hal 54


Journal of Food System and Agribusiness

Biaya Tunai Rp 9,471,678.31 9,502,561.64 0.33%


Biaya Diperhitungkan Rp 1,863,683.27 1,863,683.27 0.00%
Biaya Total Rp 11,335,361.59 11,366,244.92 0.27%
Harga ubi kayu Rp/Kg 831.30 1,000.00 16.87%
Penerimaan Rp 15,390,952.65 32,048,000.00 51.98%
Pendapatan atas biaya tunai Rp 5,919,274.34 22,545,438.36 73.75%
Pendapatan atas biaya total Rp 4,055,591.06 20,681,755.08 80.39%
R/C atas biaya tunai 1.62 3.37 51.82%
R/C atas biaya total   1.36 2.82 51.84%
Sumber : Olah data primer

Pada simulasi B yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan
atas biaya tunai sebesar 73,75% dan peningkatan pendapatan atas biaya total sebesar 80,39%. Jika asumsi
produktivitas ubi kayu maksimal dapat diraih mencapai 40.000 Kg/Ha, harga ubi kayu mengikuti ahrga yang
diharapkan petani ubi kayu yaitu sebesar Rp 1.000/Kg, dan sebagian harga sarana produksi mengikuti HET
yang berlaku maka R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total akan meningkat menjadi berturut-turut 3,37 dan
2,82.
Perhitungan Increamental Benefit Cost Ratio (IBCR) bertujuan untuk mengetahui perbedaan manfaat
dengan pengorbanan atau pengeluaran antara kondisi aktual dengan kondisi simulasi usahatani ubi kayu di
lokasi penelitian. Pada perhitungan IBCR hanya terdapat perhitungan yaitu perbandingan kondisi aktual
dengan simulasi B saja. Perhitungan IBCR pada kondisi aktual dengan simulasi A tidak dapat dihitung
karena tidak ada penambahan input.
Berdasarkan data pada Tabel 4, perhitungan IBCR adalah sebagai berikut

Increamental B/C Ratio = .......................................................................(34)

Increamental B/C Ratio = ..........................................................(35)


Increamental B/C Ratio = 538,35...................................................................(36)
Keterangan :
∆B = selisih antara pendapatan usahatani ubi kayu aktual dengan pendapatan ubi kayu simulasi (Rp)
yakni ∆B = Rp 16.626.164,02
∆C = selisih antara biaya usahatani ubi kayu aktual dengan biaya ubi kayu simulasi (Rp) yakni ∆C = Rp
30.883,33.

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa nilai IBCR sebesar 532,35 yang menunjukkan
bahwa nilai tersebut lebih dari 1. Artinya usahatani ubi kayu pada simulasi B akan jauh bermanfaat dan
memberikan dampak yang signifikan dibandingkan usahatani ubi kayu pada kondisi aktual.

KESIMPULAN
Usahatani ubi kayu di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat sudah
menguntungkan pada setiap salurannya dengan nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total sudah lebih besar
dari 1. Keuntungan aktual usahatani ubi kayu adalah sebesar Rp 5,816,377.33/ha/MT dan keuntungan ubi
kayu pada kondisi optimal dapat mencapai Rp 20.671.959,34/ha/MT. Perbandingan kondisi aktual dengan
kondisi simulasi keduanya menguntungkan petani (RC>1) dengan menganggap harga ubi kayu mengikuti
keinginan petani yaitu Rp 1.000/Kg, produktivitas ubi kayu maksimum mencapai 40.000 ton/Ha dan harga-
harga sarana produksi mengikuti HET yang berlaku. Nilai Increamental Benefit Cost Rasio pada simulasi
menghasilkan nilai 532,35 (IBCR>1) artinya simulasi tersebut akan memberikan manfaaat yang signifakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Hal 55 Volume 3, Nomor 2,Tahun 2019


Penulis : Judul artikel…………………….

Ucapan terimakasih atas bantuan dan kerjasama baik moril maupun materil kepada Lembaga
Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Lampung, serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM) Universitas Lampung sehingga penelitian dapat dilakukan sesuai rencana dan sukses.

DAFTAR PUSTAKA
BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Lampung. 2020. Statistik Harga Produsen Pertanian Provinsi Lampung
2019. https://www.lampung.bps.go.id [5 Maret 2021]

BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Lampung. 2019. Statistik Harga Produsen Pertanian 2018.
https://www.lampung.bps.go.id [5 Maret 2021]

BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Lampung. 2018. Statistik Harga Produsen Pertanian 2017.
https://www.lampung.bps.go.id [5 Maret 2021]

Dharmaningtyas, K.S. 2011. Analisis Perbedaan Pendapatan Antara Usahatani Pola Rotasi Jagung-Padi-
Kacang Tanah dengan Usahatani pola Rotasi Padi-Padi-Padi Pada Lahan Sawah di Kabupaten
Sukoharjo (Skripsi). Jurusan Agribisnis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Fitriana, MD, Zakaria, WA, dan Kasymir, E. 2019. Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Ubi Kayu di
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. JIIA. 7(1): 22-27. Available at
https://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/3327/0

Kementerian Pertanian RI. 2019. Data Lima Tahun Terakhir : Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Ubi
Kayu Menurut Provinsi. https://www.pertanian.go.id. [5 Maret 2021]

Ma'ruf, A. 2019. Budidaya Ubi Kayu. Balai Penyuluhan Pertanian Wonopringgo. Pekalongan

Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Swadaya. Yogyakarta

Zakaria, W. A. 2000. Analisis Penawaran dan Permintaan Produk Ubi Kayu di Propinsi Lampung
[Disertasi]. Program Pascasarjana, IPB. Bogor

Volume 3 Nomor 2,Tahun, 2019 Hal 56

You might also like