You are on page 1of 8

‫‪Khutbah Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431H‬‬

‫‪BERKORBAN ADALAH KUNCI KESUKSESAN‬‬


‫‪Oleh : Hasan Collong, SE‬‬

‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بِ ْس ِم اهلل ال َّر ْحم ِن ال َّرح ْي ِم‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ‬
‫ِ‬
‫َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اَهللُ َأ ْكَب ُر‪َ ،‬وهلل ال َ‬
‫ْح ْم ُد‪.‬‬

‫ص ْي َن لَهُ الدِّيْ َن‪َ ،‬ولَ ْو َك ِر َه الْ َك افِ ُر ْو َن‪ ،‬آل اِلَ َه‬ ‫آل اِلَهَ اِالَّ اهلل والَ َن ْعب ُد ِإالَّ ِإيَّاهُ م ْخلِ ِ‬
‫ُ‬ ‫َُ ُ‬
‫اب َوح َدهُ‪.‬‬ ‫ص َر َع ْب َدهُ‪َ ،‬واَ َع َّز ُج ْن َدهُ َو َه َز َم اَْأل ْح َز َ‬
‫ص َد َق َو ْع َدهُ‪َ ،‬ونَ َ‬ ‫ِإالَّ اهللُ َو ْح َدهُ‪َ ،‬‬
‫ص َم ُه ْم ِم َن اللَّغْ ِو َواللَّ ْه ِو‬ ‫هلل الَّ ِذي منَح َأحباب هُ حالَو َة الطَّ َ ِ‬
‫اع ة‪َ ،‬و َع َ‬ ‫ْ َ َ َْ َ َ َ‬
‫اَلْحم ُد ِ‬
‫َْ‬
‫واِإل ض اع ِة‪ ،‬ودع ِ‬
‫ك‬‫اع ِة‪َ ،‬فنَ الُْوا بِ َذلِ َ‬‫اه ْم الَى َح ِّج َب ْيتِ ِه فَ َأ ْقَبلُ ْوا َعلَْي ِه بِاِإل ْس تِطَ َ‬ ‫َ َ َ َََ ُ‬
‫َأسبَ َغ َعلَْي ِه ُج ْو َدهُ‬
‫الى‪َ ،‬ح ْم َد َم ْن َح ِم َد اهللَ‪ ،‬فَ ْ‬ ‫َ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ت‬
‫َ‬ ‫و‬‫َ‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫ن‬
‫َ‬ ‫ا‬ ‫ح‬
‫َ‬ ‫ب‬
‫ْ‬ ‫س‬
‫ُ‬ ‫ُ‬‫ه‬‫د‬‫ُ‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫َأح‬
‫ْ‬ ‫‪.‬‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫ي‬
‫ْ‬
‫الن َِّعيم الْم ِ‬
‫ق‬ ‫َْ ُ‬
‫اب‬ ‫ِ‬ ‫َأش ُكرهُ ُش ْكر من َأ ْخلَ ِ‬ ‫ِإ‬
‫ص ا َن قيَ َام هُ‪َ ،‬ف َوقَ اهُ اهللُ َع َذ َ‬ ‫ص هلل َح َّجهُ فَ َ‬ ‫َ‬ ‫َ َْ‬ ‫َو ْن َع َام هُ‪َ ،‬و ْ ُ‬
‫ْج ِح ْي ِم‪.‬‬
‫ال َ‬
‫َأش َه ُد َّ‬
‫َأن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬ ‫ك لَهُ‪َ ،‬و ْ‬ ‫َأ ْش َه ُد َأ ْن آل ِإلَهَ ِإالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ص ِّل َو َس لِّ ْم َعلَى َه ذاَ النَّبِ ِّي الْ َك ِريْ ِم‪َ ،‬س يِّ ِدنَا َو َم ْوالَنَ ا ُم َح َّم ٍد‪َ ،‬و َعلَى آلِ ِه‬ ‫اَللّ ُه َّم َ‬
‫َأج َم ِع ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬
‫َأص َحابِه ْ‬
‫َو ْ‬
‫اد اهلل‪ِ ،‬إَّت ُق ْوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه‪َ ،‬والَ تَ ُم ْوتُ َّن اِالَّ َواَْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‪.‬‬
‫عبَ َ‬
‫ِ‬

‫‪Puji syukur senantiasa kita tujukan kehadirat Ilahi Rabbi, Allah swt, yang‬‬
‫‪telah memberikan nikmat umur panjang, yang diiringi nikmat kesehatan, kekuatan‬‬
‫‪serta kesempatan sehingga kita masih sempat berkumpul, bermunajah dengan‬‬
‫‪gerakan yang sama, ucapan sama, berdiri tegak dan sujud hanya kepada Allah‬‬
‫‪semata.‬‬
‫‪Sholawat dan taslim senantiasa kita persembahkan kepada junjungan kita‬‬
‫‪Rasulullah saw, para sahabat, keluarga dan insya Allah segala limpahan rahmat yang‬‬
‫‪ada pada beliau akan sampai kepada kita sekalian.‬‬

‫‪،‬هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‪ ،‬هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‪ ،‬هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‪َ ،‬وهللِ ا ْل َح ْم ُد‬
‫! ‪Kaum muslimin . . .‬‬

‫‪1‬‬
Di pagi hari yang sejuk ini, umat muslim di seluruh penjuru dunia
berbondong-bondong, beriringan dengan pakaian yang serba indah, dengan
berbagai macam corak pakaian, menuju masjid-masjid, lapangan dan mushollah-
mushollah untuk memenuhi panggilan Sang Penguasa dunia, pemilik alam semesta
Allah swt. Ini berarti betapa kecilnya kita dihadapan-Nya, betapa kotornya kita ini
sebagai para hamba-Nya di bawah pengawasan Allah Yang Maha Suci. Betapa
lemahnya kita semua ini dihadapan Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kita
semua ditengah gemuruhnya suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil kita bersimpuh
dihadapan Allah Rabbul Jalil, penguasa jagad raya serta isinya. Dialah zat yang
senantiasa menebarkan sifat rahmat-Nya kepada semua makhluk dan mencurahkan
sifat Rahim-Nya hanya kepada orang-orang yang dikehendaki. Oleh karena sifat
Rahmat dan Rahim-Nyalah, Dia persatukan umat Islam ini dalam sebuah ikatan cinta
kasih dan jalinan persaudaraan yang suci dengan saling menolong, saling
mengunjungi, saling bersilaturahim, dan saling memaafkan.
Sementara nan jauh di sana, ditanah suci Makkah Al-Mukarramah, kemarin
jutaan umat islam dari segenap penjuru dunia termasuk Jama’ah Haji Indonesia,
mereka telah menyempurnakan ibadah hajinya dengan wukuf di padang Arafah.
Dengan pakaian “seragam putih yang menyerupai kain kafan”, tanpa membedakan
sikaya atau miskin, berpangkat atau tidak, pejabat atau rakyat biasa. Mereka
bersimpuh dan bersujud bagai Prajurit Perkasa, bertarung dan berjuang di bawah
sengatan terik matahari yang sangat panas. Wukuf di Arafah merupakan “Gladi
bersih” (latihan Pamungkas) yang dialami jama’ah haji untuk makin membayangkan
kejadian yang akan dialami sendiri oleh masing-masing kita sebagai anak cucu Nabi
Adam ketika hari perhitungan (Hisab) amal kita di padang “Mahsyar” kelak.

Artinya :
“Kami sambut panggilan-Mu ya Allah. Kami datang memenuhi panggilan-Mu
ya Allah. Tiada syerikat dan sekutu bagi-Mu hanya kepada-Mulah puji dan
sayang. Pantang bagi kami mengemis dan menjual diri dan akidah kepada
orang yang telah Engkau beri kekuasaan padanya, sekedar mencicipi
kenikmatan dunia yang fana’, karena kekuasaan mutlak hanya milik-Mu. Tiada
syerikat dan sekutu begi-Mu.

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،
Jama’ah Id yang berbahagia . . . !
Dalam suasana syahdu yang diliputi oleh kekhusyuan serta dipadu dengan
kesadaran dan kehinaan manusia dihadapan sang pencipta, mereka merangka
menggapai, memohon belas kasih dan ampunan Allah SWT. Kalimat-kalimat talbiyah

2
yang keluar dari mulut mereka berubah menjadi dengungan suci menembus lapisan-
lapisan langit. Suara-suara mereka terdengar oleh Allah langsung dari lubuk hati
mereka yang paling dalam. Tanpa terasa butiran-butiran air mata membasahi
gersangnya padang arafah. Pada saat itu Allah terasa begitu dekat dan bahkan
sangat dekat, lebih dekat dari urat nadi mereka.
Semua yang mereka lakukan berdasarkan cinta kepada Allah semata.
Sementara cinta akan bermakna jika ada kesediaan untuk berkorban. Karena
demikian kuatnya dorongan cinta untuk bertemu dengan Allah dan Rasul-Nya
mereka rela mengorbankan segala sesuatu demi keinginan suci dan tulus ikhlas.
Mereka korbankan harta benda, mereka jual apa yang bisa dijual, mereka berusaha
peras keringat banting tulang untuk mendapatkan biaya agar bisa berziarah ke
Baitullah memenuhi panggilan-Nya, menunaikan ibadah haji, mereka tinggalkan
tanah air tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, mereka tinggalkan anak, istri
dan suami tercinta ketempat yang jauh, yang mereka sendiri tidak tahu apakah
mereka masih dapat bertemu kembali dengan keluarga atau tidak, mereka
tinggalkan sanak saudara yang turut mengantarkan kepergiannya dengan lambaian
tangan dan cucuran air mata. Bukankah ini sebuah pengorbanan yang luar biasa?
Pengorbanan yang tidak hanya diukur dengan materi tetapi juga pengorbanan
rohani. Cinta memang memerlukan pengorbanan.

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،
Kaum muslimin yang berbahagia . . . !
Rangkaian ibadah yang dilaksanakan pada hari raya idul Adha ini, selain
sebagai alat komunikasi antara manusia dengan Tuhannya yang mengandung makna
sosial, juga merupakan suatu kejadian yang mengingatkan kita, akan suatu peristiwa
sejarah kemanusiaan yang terjadi ribuan tahun yang silam. Peristiwa yang perlu kita
renungkan bersama.
Dalam kisah tersebut, diabadikan keberhasilan seorang manusia kekasih Allah
SWT. sebagai pimpinan yang membawa suksesnya pembangunan bangsanya tanpa
meninggalkan pembinaan keluarga yang merupakan modal dasar keberhasilan
pembangunan selanjutnya. Unsur pelaku pembangunan dibina dalam kesatuan
akidah, Ibarhim, Siti Hajar dan Ismail bersatu melawan godaan syetan, guna
melaksanakan perintah Allah.
Di dalam Al-Qur’an, Nabi Ibrahim a.s. digambarkan sebagai seorang yang
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga perintah apapun dari Allah,
tetap ia laksanakan walaupun harus mengalami cobaan yang teramat berat, akan
tetapi ia tetap pasrah dan tunduk kepada perintah Allah SWT.

3
           
       
Artinya :
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)".

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،
Jama’ah Id yang Berbahagia . . . !
Nabi Ibarhim a.s. merupakan contoh teladan sejati sebuah pengorbanan yang
tiada taranya sepanjang sejarah umat manusia, cintahnya kepada Allah mengalahkan
kasih sayangnya kepada anaknya. Putranya yang tercinta Ismail a.s. dengan ikhlas ia
sembelih karena ketaatannya kepada perintah Allah SWT. Mengorbankan anak
memang pekerjaan yang sangat berat dari mengangkat sebuah bukit, tetapi atas
nama cinta ia tak peduli dengan segala-galanya.
Allah SWT. Maha Tahu bahwa tumpahan kasih sayang tertinggi orang tua
adalah kepada anak. Kehadiran anak adalah harta dan anugrah yang paling
berharga, mereka yang belum dikaruniai anak rela mengeluarkan uang jutaan
bahkan miliaran rupiah hanya untuk mengadopsi seorang anak.
           
    
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. sebenarnya telah melampaui batas perasaan


dan hati nurani. Andaikan yang diperintah itu kita, maka secara spontan kita akan
mengatakan “saya tidak sampai hati”. Perlu kita sadari bahwa pengorbanan Nabi
Ibrahim tersebut semata-mata ujian dari Allah SWT. mampukah ia mengalahkan
nurani kemanusiaannya? apakah ia lebih mencintai anaknya dari pada Allah SWT?
apakah ia sanggup menjalankan perintah yang bertentangan dengan hati kecilnya?
ternyata Nabi Ibrahim a.s. lulus dalam ujian yang teramat berat itu.

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،
Kaum Muslimin Jama’ah Id yang dirahmati Allah . . . !
Keberhasilan demi keberhasilan yang telah dicapai oleh Nabi Ibrahim a.s.
dalam melaksanakan misi yang dibebankan kepadanya, di samping modal
keimanannya yang kuat dan mantap, sangat ditunjang oleh keluarganya. Dan ini
berkat pembinaan Aqidah dan doa yang tulus, yang artinya ;
“Ya Allah ya Tuhan kami, berikanlah kami anak yang sholeh”.

4
Jauh sebelum bibit anak ini terbentuk, sudah diawali dengan doa kepada Allah
SWT yaitu sebagai modal dari upaya pendidikan kepada anak yang dilahirkan,
sebagai motivasi yang paling dibutuhkan dalam mewujudkan anak sholeh.
Pada rumah tangga yang menyatakan dirinya modern, yang menjadi
persoalan adalah anak sedikit, dan kadang-kadang anak lahir tanpa diharapkan
adanya, termasuk “kecelakaan” yang sudah mulai membudaya akibat pergaulan
bebas masa kini, yang meninggalkan norma-norma agama. Demikian juga sepasang
suami-istri, yang masih ingin bebas dalam tanggungan beranak dan pendidikan, tiba-
tiba bibit anak yang sudah jadi, dipaksa keluar dengan pergi ke dokter atau dukun
untuk disedot atau yang semacamnya. Tidak perduli berapa pun biayanya yang
dikeluarkan, asalkan janin yang belum diharapkan kehadirannya itu, dapat
dikeluarkan.
Lebih lanjut lagi, kehidupan modern sekarang ini, memaksa setiap anggota
keluarga dan masyarakat sibuk untuk mencari nafkah, mengejar prestasi dan
membina karier. Sehingga rumah tangga berubah fungsinya dari forum komunikasi
menjadi sekedar tempat singgah untuk mandi dan tidur. Dan inilah yang tidak ada
dalam kamus agama yang dipraktekan oleh Nabi Ibrahim a.s. sehingga bukan itu
saja yang dialami tetapi justru yang akan terjadi adalah perbedaan satuan pandang,
baik dalam suka maupun duka.

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،
Kaum muslimin . . . !
Dengan semangat idul Adha ini, yang juga tinggal sebulan lagi akan
berlalunya tahun 2010 M. Ini mengingatkan kita bahwa umur kita bukan bertambah
setahun tetapi sesungguhnya makin dekatlah kita dengan kematian. Oleh karena itu,
sebagai muslim marilah kita jadikan disetiap pergantian tahun seperti ini harus selalu
bermuhasabah atau mengoreksi perjalanan hidup kita di masa lalu. Apa yang telah
dikerjakan? Apa yang telah kita perbuat untuk membangun keluarga? Apa yang telah
kita persiapkan untuk keluarga menyongsong kehidupan akhirat? Apa yang telah
diraih dan apa pula yang merugi? Sebagaimana yang dilakukan seorang pedagang
sukses setiap tahunnya, mengambil buku dan mempelajari catatannya. Dari situ ia
tahu, untung apa rugi? Dalam hal apa ia meraih keuntungan dan disisi mana ia
merugi? Apa yang menyebabkan ia menuai kerugian? Dan apa pula yang
menyebabkan ia meraih keuntungan? Dengan begitu, ia bisa menghindari hal-hal
yang menyebabkan kerugian, juga meningkatkan hal-hal yang menyebabkan
keuntungan.
Tetapi, ini menyangkut urusan atau keuntungan dunia yang adakalanya
bermanfaat dan kadang-kadang tidak. Kalau pun bermanfaat, pasti tidak akan

5
terlampau lama. Andaikata bisa lama sekalipun, tetapi ia sendiri tidak akan kekal
selamanya. Allah swt berfirman :
         
         
 
Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. Di mana saja
kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam
benteng yang Tinggi lagi kokoh.”

Oleh karena itu, selama hayat masih dikandung badan, marilah kita berusaha
untuk mengisi sisa kehidupan kita masing-masing dengan amal kebajikan. Setiap diri
sudah sepantasnya mengenang kembali serta berusaha untuk mengadakan
introspeksi diri, di mana letaknya kelemahan dan kekurangan ibadah kita ditahun
yang lalu, kita sempurnakan lagi mutu dan nilainya, ditambah mana yang masih
kurang dan diperkuat mana yang masih lemah ditahun yang datang.
Pernahkah kita menghitung dosa yang kita lakukan dalam satu hari, satu
pekan, satu bulan, satu tahun bahkan sepanjang usia kita? Andaikan kita bersedia
menyediakan satu kotak kosong, lalu kita masukkan semua dosa-dosa yang kita
lakukan, kira-kira apa yang terjadi? Besar kemungkinan kotak tersebut sudah tidak
berbentuk kotak lagi, karena tak mampu menolak muatan dosa kita.

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،
Jika kita tidak mau tenggelam dalam kemusnahan, terjerat dalam kebinasaan,
maka jauhkanlah persoalan-persoalan sepeleh yang hanya menimbulkan perpecahan
ditengah-tengah keluarga. Marilah kita galang persatuan dan kesatuan, solidaritas
ukhuwah islamiyah antar masyarakat. Kita hilangkan kedengkian, iri hati, menghina
dan mengejek sesama kita. Kita bina hubungan yang harmonis antara satu dengan
yang lain. Kita bangun keluarga, bangsa dan agama kita dengan iman dan taqwa
kepada Allah SWT. Bila ditengah kegembiraan ini, janganlah pula kita melupakan
sengsaranya orang miskin, dan deritanya anak-anak yatim, yang bila pulang
kerumah tak mendapatkan lagi sambutan mesrah penuh kasih sayang dari orang
tuanya. Tak ada ibu tempat memohon ampun, tak ada ayah tempat meminta maaf,
mereka hanya bisa mengumpulkan sisa-sisa kenangan, suasana gembira pada hari
ini mereka lewatkan dengan untaian duka dan tetasan air mata.
Hari ini adalah hari bahagia, dimana roda kegembiraan terlihat dengan jelas.
Namun, ada dikalangan kita yang melewatkan hari ini dengan perasaan duka karena
kemalangan yang menimpa, kesedihan yang mendalam karena lebaran telah datang
sedangkan anggota keluarga tidak cukup mengelilingi mereka. Bagaimana jerit pilu
yang menyayat hati seorang istri ditengah keramaian takbir sementara suami berada

6
jauh di alam baqa’ atau jauh merantau, mengadu nasib mencari rizki untuk keluarga.
Bagaimana perasaan orang tua ketika anaknya tidak ada dihadapannya, entah
ditinggal selamanya atau menuntut ilmu dirantau orang sehingga tidak dapat hadir
pada saat seperti ini. Dihari ini kesempatan yang sangat baik untuk saling maaf-
memaafkan. Disaat ini terlihat keakraban antara anak dengan orang tuanya. Dengan
penuh pengharapan seorang anak mengulurkan tangan memohon maaf kepada
orang tuanya. Dengan wajah yang berseri-seri orang tuanya siap menyambut uluran
tangan si anak mencairkan segala kebencian yang membeku dalam hati. Sehingga
dengan demikian terlihatlah suasana ceria disetiap rumah tangga. Cobalah kita
menengok di sekitar kita. Mungkin saja di sekitar kita berada, kita dapat
menyaksikan wajah-wajah yang suram menyambut suasana ini. Mungkin kita
menyaksikan ada di antara anak yang memisahkan diri dari kerumunan kawan-
kawannya yang bergembira, disaksikannya kegembiraan kawan-kawannya dari
tempat yang jauh, tak disadarinya air matanya jatuh berderai, dengan hati yang
penuh kerinduan matanya memandang jauh kedepan penuh pengharapan orang
tuanya menerima maafnya dan berkumpul di hari bahagia seperti ini.
Kita pun harus menyadari bahwa keberadaan kita di dunia ini berkat
perjuangan kedua orang tua kita. Oleh karena itu, wahai orang yang pernah menjadi
anak, pantaskah perjuangan ibu dibalas dengan hujatan dan makian? wahai manusia
yang masih memiliki nurani ! Apakah yang membuat kita sampai lupa terhadap jasa
ibu-bapak yang telah membesarkan kita? Padahal kita jadi besar seperti sekarang ini
karena jeri payah keduanya, kita sukses karena do’a dan restu keduanya, kita hidup
karena kasih sayang keduanya, lalu kenapa kita mau membusungkan dada di
hadapannya seolah-olah kita lahir bukan dari perut seorang ibu? Kita berkata
sombong dan angkuh seolah-olah dia adalah pembantu kita, kita biarkan mereka
hidup dengan segala kesederhanaan sementara kondisi mereka sudah lemah, badan
mereka sudah mengecil, tubuh mereka hanya tinggal tulang terbungkus kulit dan
terbakar karena melawan panasnya matahari disaat membesarkan kita. Kalaupun
memberi kepada keduanya hanya ala kadarnya seolah-olah dia adalah pengemis
yang tidak butuh lebih. Sungguh sangat tidak wajar kalau orang tua yang
menyebabkan kita ada di dunia ini hanya kita sia-siakan. Oleh karena itu, inilah saat
yang paling tepat untuk memohon maaf kepada keduanya jika mereka masih hidup.

‫ َوهللِ ا ْل َح ْم ُد‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر‬،

Jama’ah Id yang berbahagia . . . !


Pada hari ini, kita dianjurkan saling maaf-memaafkan sejak dari tempat sholat
ini, kita harus berusaha memperlihatkan sifat-sifat terpuji, tak perlu menyimpan

7
dendam satu sama lain. Karena hal ini akan merupakan penghalang dan putusnya
hubungan kita sebagai hamba Allah SWT di alam yang pana ini. Anak memohon
kepada orang tuanya, istri kepada suaminya dan begitu sebaliknya. Berbahagialah
anak-anak yang masih sempat bergembira bersama orang tuanya. Tetapi bagi anak-
anak yang telah kehilangan orang tuanya tak ada jalan lain kecuali berdoa.
“Allahummagfirlii wali-walidaiya warhamhumaa kamaa rabbayaani
saghiira”. Ya Allah Ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku dan sayangilah
keduanya sebagaimana mereka menyayangi aku sejak kecil.
Di penghujung khutbah ini, marilah kita berdo’a menengadahkan tangan,
memohon kehadirat Ilaahi Rabbi Allas SWT, Tuhan pemilik alam semesta beserta
isinya :
Ya Allah, jadikanlah hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan jadikanlah besok
lebih baik dari hari ini. Berikanlah kami akibat yang baik dari segala hal, dan
selamatkanlah kami dari siksa dunia dan akhirat.
Ya Allah yang Maha Pemberi, berikanlah keselamatan kepada mereka jama’ah
haji Indonesia bahkan seluruh yang sedang menunaikah ibadah haji di tanah suci,
jadikanlah haji mereka haji mabrur, selamatkanlah mereka hingga kembali ketanah
air berkumpul bersama sanak keluarga mereka.
Ya Allah, muliakanlah dan jangan Engkau hinakan kami. Berilah dan jangan
Engkau haramkan pemberian-Mu kepada kami. Tambah dan jangan kurangi yang
telah Engkau berikan kepada kami. Jadikanlah kami pembawa pengaruh yang baik
dan jangan Engkau jadikan kami terpengaruh, Ridhai dan berilah kami kerelaan
Ya Allah, janganlah Engkau melalaikan kami meskipun sekejap mata, atau
lebih sedikit dari itu. Ya Allah hanya kepada-Mulah kami serahkan segala urusan.
Amiin, amiin, amiin ya Rabbal ‘Alamiin.

You might also like