You are on page 1of 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Kotler (2002) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau

kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada

dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun,

produksinya dapat dikaitan produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan

keinginan konsumen demi tecapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri.

Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

kesempurnaan pelayanan akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar

profesi dan standar pelayanan dengan munggunakan potensi sumber daya serta

diberikan secara aman atau rumah sakit secara wajar dan efisin dan sosial

budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemeritah dan

masyarakat konsumen. Selain itu, mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda,

sebagai berikut.

1. Menurut pasien/masyarakat adalah empati, respek, tanggapan, sesuai dengan

kebutuhan, dan ramah.

2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melalukan segala sesuatu secara

profesional, sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, peralatan yang

memenuhi standar.

3. Menurut manajer/administrator adalah mendorong manajer untuk mengatur

staf, pasien/masyarakat dengan baik.

5
6

4. Menurut yayasan/pemilik adalah menuntut pemikiran tenaga profesional yang

bermutu dan cukup.

Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah mutu pelayanan

kesehatan sebagi pedoman yang dipakai adalah hakikat dasar dari

diselengarakannya pelayanan kesehatan tersebut. Hakikat dasar yang dimaksud

adalah memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan

kesehatan, yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas

(lient satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan (Satrianegara, 2014).

Muninjaya (2010) menyatakan bahwa, mutu kualitas pelayanan

kesehatan ditentukan oleh 3 tiga kelompok utama yaitu lembaga penyedia jasa

pelayanan kesehatan (Health pro-vider), masyarakat pengguna jasa pelayanan

kesehatan (Health consumer), dan lembaga/perusahaan asuransi (Health

financing atau insurance company). Ketiga stakeholder tersebut mempunyai

perbedaan pandangan yang cukup prinsip tentang mutu pelayanan. Perbedaan

ini sebaliknya mendapat perhatian para pembuat kebijakan pemerintah.

Peranan pemerintah menjembatani ketiga perbedaan tersebut adalah membuat

aturan main dalam bentuk undang-undang atau peraturan pemerintah sehingga

interaksi di antara ketiga stakeholders tersebut berjalan saling menguntungkan

dan mutu pelayanan dapat terus dipertahankan untuk melindungi kepentingan

masyarakat sebagai konsumen pemakai jasa pelayanan.

Ketiga stakeholders tersebut berbeda pandangan tetang mutu pelayanan.

Masing-masing mempunyai kebutuhan yang berbeda. Konsumen melihat

pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang manusiawi, cepat,


7

tanggap, penuh empati, ramah, dan komunikatif. Sementara perusahaan

asuransi melihat mutu pelayanan lebih banyak aspek biaya yang “murah”,

sehingga dana perusahaan dikelola lebih efisien. Kalau perlu, jagan samapi

merugikan secara finansial pihak perusahaan. Di sisi lain, pemberi jasa

pelayanan kesehatan beranggapan bahawa mutu pelayanan kesehatan sudah

diatur sesuai dengan ilmu dan teknologi kedokteran yang berlaku dan tertuang

dalam prosedur tetap (protap) atau Standard Operating Procedure (SOP).

Siapa tidak boleh mengganggu gugat standar ini. Dalam hal ini, organisasi

profesi mempunyai tugas utama menjamin agar Standard Operating

Procedure (SOP) tersebut dilaksanakan dengan benar dan etika profesi juga

terjamin diterapkan sesuai aturan.

Meskipun terdapat pandangan yang berbeda, lembaga pemberian

pelayanan kesehatan sebaliknya lebih memperhatikan kriteria mutu yang

diharapkan oleh konsumen sebagi pelanggan. Tetapi, jika pengembangan mutu

juga ingin memperhatikan tuntutan lembaga asuransi, maka kriteria mutu juga

perlu memperhatikan biaya pelayanan yang harus ditanggung konsumen dan

lembaga asuransi sehingga efektivitas pelayanan kesehatan lebih terjamin tanpa

mengorbankan efektivitas pelayanan, yaitu kesembuhan pengguna jasa. Upaya

pengembangan pelayanan yang lebih bermutu sebenarnya harus bisa menekan

biaya perawatan kesehatan. Misalnya, dengan memperpendek hari perawatan

pasien di rumah sakit, kalau perlu diupayakan penggunaan obat-obatan generik

yang harganya relatif murah atau menekan sejauh mungkin penggunaan

teknologi kedokteran yang canggih.


8

2.2 Kualitas Jasa Pelayanan

Dimensi-dimensi dari kualitas pelayanan kesehatan yang telah banyak

digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan yang dikenal begaai

model SETQUAL (service quality) yang dikembangkan Zeithalm dan

Parasuraman yang banyak digunakan sebagai landasan konsep penelitian yaitu

dikenal dengan dimensi RATER. Lima dimensi kualitas pelayanan tersebut

mencakup sebagai berikut .

Kualitas jasa menurut (Suharto, 2014) faktor internal yang berpengaruh

dalam meningkatkan mutu dan jasa pelayanan, yaitu:

1. Kehandalan (reliability) yaitu memberikan jasa yang dijanjikan dengan

akurat dan terpercaya, indikator yang digunakan untuk mengukur

reliability dalam penelitian ini adalah kualitas (akurasi) hasil pemeriksaan

dan keterampilan petugas laboratorium dalam pengambilan darah.

2. Tanggapan (responsiveness) yaitu respon petugas dalam membantu pasien

dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap kepada pasien.

Indikatornya adalah kecepatan petugas dalam melayani pasien dan

kecepatan dalam menagani keluhan pasien.

3. Jaminan (assurance) yaitu kemampuan petugas atas pengetahuan terhadap

perusahaan secara tepat, berkualitas dan ramah dalam memberikan

informasi serta kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pasien

terhadap Laboratorium RSUD Balangan, indikatornya adalah jaminan

akan kerahasiaan hasil pemeriksaan pasien, hasil yang tepat dan akurat dan

alat yang digunakan bersih dan steril.


9

4. Empati (emphaty) yaitu perhatian secara individual yang diberikan petugas

Laboratorium RSUD Balangan kepada pasien serata memahami keinginan

dan kebutuhan pasien, indikatornya adalah keramahan petugas pelayanan

dan kesabaran petugas terutama mengahadapi pasien anak-anak yang takut

diambil darah.

5. Bukti langsung (tangiables) yaitu penampilan dan tersedianya sarana dan

prasarana fisik Laboratorium RSUD Balangan yang dapat diandalkan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur bukti langsung dalam

penelitian ini adalah kenyamanan ruangan tunggu pasien dan kerapian

petugas.

Perilaku konsumen sangat erat hubungannya dengan perwujudan dari

ke lima unsur-unsur di atas, kepuasan dan ketidak puasan pasien terhadap

unsur-unsur tersebut selanjutnya akan mempengaruhi perilaku konsumen

dalam hubungan usaha dengan perusahaan di masa mendatang.

2.3 Petugas laboratorium

Petugas laboratorium yaitu orang yang bekerja pada laboratorium

memberikan pelayanan dan jasa, mengacu kepada standar dan prosedur yang

sangat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan bagi para pasien. Pelayanan

kesehatan yang baik bermula dari meningkatkan kepatuhan terhadap standar

pelayanan medis, apabila petugas laboratorium mematuhi dan mengikuti

semua prosedur atau standar pelayanan kesehatan yang terbaik, maka pasien

diharapkan dapat memiliki kesempatan untuk sembuh lebih banyak dan angka

kesakitan serta kematian pun akan menurun. Kepatuhan petugas laboratorium


10

meliputi tata tertib penggunaan APD dan tata laksana Standar Operasional

Prosedur (SOP) (Harina, 2016).

Petugas laboratorium harus memiliki sasaran seperti apa yang ingin

dicapai dan harus ditetapkan terlebih dahulu. Setelah sasaran yang ingin

dicapai telah ditetapkan, kemudian dilakukan tahapan pembuatan rencana,

pengorganisasian, penggerakan atau pengarahan serta evaluasi hasil

pemeriksaan. Secara teknis harus dimulai dengan menetapkan tujuan dan

sasaran yaitu kinerja yang akan dilakukan dalam bentuk seperti apa dan

bagaimana kinerja tersebut berjalan agar tercapai, karena objeknya adalah

manusia (petugas laboratorium), maka bentuk umum kinerjanya adalah

“produktivitas’’ Sumber Daya Manusia (SDM) (Ruky, 2001).

2.4 Pengertian kepuasan pasien

Kepuasan adalah suatu bentuk perasaan atau tingkat perasaan seorang

pasien yang didapat dari kinerja pelayanan kesehatan yang sesuai dengan

standar, kemudian akan dibandingkan oleh pasien dengan apa yang

diharapkan oleh pasien (Dwi, 2007). Kepuasan dan ketidak puasan seorang

pasien terletak pada respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan dan

diharapkan sebelumnya berdasarkan norma kinerja dan kinerja aktual dari

suatu produk yang dirasakan pemakaiannya.

Istilah kepuasan biasanya dipakai untuk mengukur, menganalisis dan

mengevaluasi hasil untuk membandingkan kebutuhan yang diinginkan dari

seorang pelanggan dengan kebutuhan yang diperolehnya (Tangkilisan, 2009).


11

Kepuasan pasien/pelanggan sangat erat kaitannya dengan kesembuhan

pasien yang mengalami sakit atau luka. Kualitas pelayanan yang baik dan

bermutu akan menjadi suatu penilaian yang mendasar bagi pasien terhadap

kinerja dan pemberian informasi dari jasa layanan kesehatan yang terkait

dengan harapan pasien untuk memiliki wewenang tersendiri dalam menetapkan

suatu standar mutu pelayanan yang dikehendakinya. Kepuasan pasien akan

terpenuhi apabila dalam proses pemberian jasa layanan kesehatan yang

diberikan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengguna jasa layanan

(Aritonang, 2005).

Menurut Pohan (2007), ada 5 macam kesenjangan dalam kualitas jasa

layanan kesehatan yaitu kesenjangan persepsi antara manajemen terkait dengan

harapan konsumen terhadap spesifikasi kualitas jasa yang diberikan,

kesenjangan antara apa yang diharapkan oleh konsumen/pelanggan terhadap

persepsi manajemen, kesenjangan antara spesifikasi jasa dengan jasa yang

disajikan/diberikan kepada konsumen/pelanggan, kesenjangan dalam

penyampaian jasa secara aktual terhadap komunikasi eksternal kepada

konsumen/pelanggan dan kesenjangan dari jasa yang diharapkan terhadap jasa

aktual yang diterima oleh konsumen/pelanggan.

2.5 Pengertian Laboratorium Klinik

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium klinik adalah

laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen

klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan terutama


12

untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan

pemulihan penyakit.

Spesimen klinik adalah bahan yang berasal atau diambil dari tubuh

manusia untuk tujuan diagnostik, penelitian, pengembangan, pendidikan, dan

analisa lainnya, termasuk new-emerging dan re-emerging, serta penyakit

infeksi yang berpotensi endemik.

Pemeriksan teknik sederhana adalah pemeriksaan laboratorium

menggunakan alat fotometer, carik celup, pemeriksaan metode rapid, dan

mikroskop sederhana sesuai dengan yang ditentuan standar yang berlaku.

2.6 Pelayanan Laboratorium Klinik di Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit di sebutkan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang

medik, rehabilitas medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut

dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap.

Dalam pengembangan pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan

ekonomi masyarakat. Pengembangan ini tercermin pada fungsi klasik rumah

sakit yang awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat penyembuhan

(kuratif) karena dalam adanya kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

teknologi di bidang kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan

masyarakat. Pelayanan kesehatan di rumah sakit ini tidak saja bersifat


13

(penyembuhan) tetapi juga bersifat rehabilitatif (pemulihan), keduanya

dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promotif dan prevebtif (Muninjaya,

2003)

Mutu pelayanan kesehatan adalah mutu pelayanan yang mengarah pada

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan rasa puas

pada diri setiap pasien. Semakin tinggi tingkat kesempurna kepuasan pasien

tersebut, maka baik pula mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Sekalipun

pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan pasien yang dapat diterima

secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan.

Masalah pokok yang ditimbulkan ialah karena kepuasan tersebut ternyata

subjektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja

memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan

yang sama. kepuasan pasien sangat erat kaitannya dengan mutu pelayanan

kesehatan (Satrianegara, 2014).

You might also like