Professional Documents
Culture Documents
doi: https://doi.org/10.51518/lentera.v4i2.100
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
local wisdom try to provide something new to the way of delivering local
wisdom values that are actually present in every student's life. Because
when we talk about local wisdom, we are also talking about the culture
that comes from the community.
Keywords: Anecdotal Text, Local Wisdom, Teaching Materials
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengembangkan pola pikir, sikap,
serta memperluas atau memperkaya kosa kata yang digunakan oleh seorang
manusia. Dalam usaha untuk mencapai perkembangan tersebut, maka pendidikan
menuntut adanya perhatian dan partisipasi dari semua komponen yang ada dalam
proses pendidikan dan proses pembelajaran. Komponen tersebut adalah siswa dan
guru. Guru merupakan komponen proses pendidikan yang harus mampu
membawakan materi pelajaran dengan pengembangan materi yang relevan dengan
kondisi yang ada.
Pada dasarnya pengembangan materi yang dilakukan oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran khususnya pelajaran bahasa Indonesia sangat
dibutuhkan. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam
kelas melibatkan guru dan siswa. Siswa yang jumlahnya tidak sedikit dalam tiap
kelas mengharuskan guru untuk dapat menguasai kelas. Memang ini bukan hal yang
mudah untuk menghadapi siswa dengan berbagai karakter yang dimiliki. Walaupun
demikian guru harus mampu menguasai kelas dengan terus mengembangkan materi
pembelajaran dan meningkatkan kualitas dalam dirinya.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran guru harus memahami tahap
pembukaan, tahap inti, serta tahap penutup. Semua ini memerlukan perancangan
pembelajaran yang serius dan semenarik mungkin yang akan diimplementasikan
ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dalam menjalankan kegiatan belajar
mengajar di kelas, guru seyogyanya mampu menggunakan berbagai media, metode,
sumber, model, strategi, dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan materi
pelajaran terutama pada pelajaran bahasa Indonesia. Selain faktor pendukung di
atas, guru juga harus mampu memberikan penjelasan secara detail, mampu
memberikan motivasi, bimbingan, ide-ide, serta mampu memberikan penguatan
kepada siswa.
Terkait dengan konsep kurikulum dewasa ini, mata pelajaran Bahasa Indonesia
(BI) dalam kurikulum 2013 ditekankan sebagai mata pelajaran yang diharapkan
mampu membekali kemampuan berbahasa siswa. Maka digunakanlah pendekatan
tekstual sebagai dasar kurikulum 2013. Jenis teks yang dimunculkan tidak seperti
biasanya, salah satunya teks anekdot.
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks anekdot menuntut pendidik siap
menjadi fasilitator pembelajaran. Pembelajaran harus sebanyak mungkin melibatkan
siswa agar mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali
berbagai potensi yang dimiliki. Berpijak pada hasil observasi awal, tampaknya
kemampuan guru memahami teks anekdot dapat dikatakan masih kurang. Guru-
guru mata pelajaran masih kurang maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran
berbasis teks anekdot, sehingga pemahaman guru terkait pembelajaran bahasa
Indonesia berbasis teks anekdot berkategori rendah dilihat dari hasil pencapaian
siswa itu sendiri.
Teks anekdot memberikan suasana baru pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Teks ini menjadi penting dihadirkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia karena
dengan hadirnya teks anekdot bukan hanya aspek kognitif siswa yang terasah,
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
melainkan juga aspek afektif mereka. Nilai-nilai humanisme dan sosial berusaha
diterapkan dalam pembelajaran. Dengan diterapkan nilai humanistik pada
pembelajaran Bahasa Indonesia (BI) diharapkan dapat membentuk citra
pembelajaran yang tidak kaku dan lebih luwes. Suasana belajar yang menyenangkan
dan penuh dengan unsur humor akan tercipta dengan hadirnya materi anekdot pada
pembelajaran Bahasa Indonesia.
Teks anekdot yang beredar di masyarakat tidak semua memiliki makna cerita
yang pantas digunakan di jenjang Sekolah Menangah Atas. Bahkan Danandjaja
(1984:129) menyatakan bahwa, dari semua lelucon dan anekdot yang paling banyak
beredar, terutama di kalangan remaja dan mahasiswa, adalah mengenai seks. Hal
ini lah yang membuat peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini. Peneliti
berusaha membantu pengajar mencari alternatif bahan ajar lain selain yang sudah
terdapat pada buku ajar kurikulum 2013 agar pendidik tidak sembarangan
menggunakan teks anekdot yang beredar di masyarakat. Sejalan dengan tema yang
diusungkan untuk pembelajaran teks anekdot di kelas X SMA yaitu kritik dan humor
dalam layanan publik, maka peneliti menyesuaikan bahan ajar yang dikembangkan
dengan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Indonesia.
Pendidik dituntut untuk melakukan beberapa perubahan yang signifikan pada
tataran sistem. Perubahan mindset pun diupayakan untuk menerapkan kurikulum
2013 di sekolah. Selain kualitas pengajar, perubahan kurikulum pun mengakibatkan
pemerintah perlu mempersiapkan sumber belajar. Buku ajar kurikulum 2013 menjadi
sumber belajar yang dapat menunjang pembelajaran menjadi lebih efektif. Hal ini
dapat mempermudah kerja guru dalam mencari bahan ajar. Bahan ajar, idealnya,
dapat membantu siswa dalam memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah
ditetapkan, yaitu (1) sikap (2) keterampilan dan (3) pengetahuan. Menurut
Kurniawan (2012:121) berpendapat bahwa materi sumber belajar dibutuhkan siswa
untuk dapat mendukung faktor kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terkandung
dalam perkembangan emosi, motorik, pengamatan dan ingatan visual, pendengaran,
kemampuan berbahasa pasif dan aktif, dan kecerdasan.
Oleh karena itu, peneliti memasukkan nilai kearifan lokal pada pembelajaran
Bahasa Indonesia. Hal ini bersangkutan dengan kampanye pemerintah yang ingin
menciptakan pendidikan berkarakter dengan nilai-nilai kearifan lokal. Nilai kearifan
lokal dijadikan dasar pemikiran dalam upaya membangun masyarakat yang bangga
akan budaya bangsanya sendiri. Kearifan tersebut banyak berisikan gambaran
tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan perihal kualitas lingkungan
manusia, serta hubungan-hubungan manusia dan lingkungan alamannya. Etno
pedagogi menciptakan keharmonisan dari beragamnya etnik dan budaya yang di
miliki oleh masyarakat Indonesia.
Dengan adanya kearifan lokal, pembelajaran Bahasa Indonesia menanamkan
keberagaman budaya yang dianggap sebagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa
sehingga meminimalkan adanya jurang pemisah antara masyarakat satu dengan
yang lainnya. Hal ini terjadi karena nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila
tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih
lagi dalam menyikapi berbagai perbedaan yang rentan menimbulkan konflik.
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
Keberadaan nilai kearifan lokal justru akan diuji ditengah-tengah kehidupan sosial
yang dinamis. Dari hal tersebut, bahan ajar yang mengandung nilai kearifan lokal
dapat membentuk sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam
tradisi yang tertanam dalam diri siswa.
Pisau analisis yang kiranya relevan dengan teks anekdot adalah pisau
pragmatik. Pisau ini digunakan untuk menguak bagaimana sindiran yang tersirat
pada sebuah teks anekdot. Dengan perkataan lain pragmatik berusaha menelaah
segala aspek makna tuturan yang tidak secara tuntas oleh referensi langsung pada
kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang dituturkan dan tidak bisa dijelaskan secara
semantik dalam teks anekdot tersebut. Analisis teks anekdot sangat tepat bila
menggunakan pragmatik karena untuk memahami bahwa teks anekdot tidak hanya
lucu, tetapi juga menyampaikan hikmah yang tersirat di dalam suatu peristiwa
menarik dalam hidup kita, diperlukan pemahaman terhadap konteks yang
melatarbelakangi munculnya humor tersebut.
observasi awal menunjukkan bahwa, masih banyak guru kesulitian dalam
mengembangkan silabus, penyusunan RPP oleh guru Bahasa Indonesia belum
memuat nilai kearifan lokal, materi ajar yang disamaikan guru terlalu berfokus pada
buku paket yang tersedia dan belum ada kreatifitas guru dalam menuangkan nilai
kearifan lokal dalam proses pembelajaran, dan kurangnya kemamuan guru dalam
membuat Lembar Kerja Peserta Didik sesuai tuntutan kurikulum 2013 dengan
mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang ada (kearifan lokal). Sementara observasi
pada diri siswa, ada tiga kendala yang dialami siswa dalam menulis teks anekdot
yaitu, (1) siswa mengalami kesulitan dalam menentukan cerita yang tergolog lucu
bertemakan kearifan lokal, (2) siswa merasa kesulitan dalam menyusun dialog yang
menandai unsur-unsur teks anekdot seperti abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan
koda, (3) siswa merasa kesulitan dalam menyatupadukan unsur lucu bernuansa
sindiran.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi kompetensi.
Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang membantu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999 dalam Syaiful Sagala, 2011: 62), pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat
belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah Proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Konsep pembelajaran menurut Corey (1986 dalam Syaiful Sagala, 2011:61), adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran
merupakan subset khusus dari pendidikan.
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses
pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar
yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk
mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama
penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan
pembelajaran.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
Perangkat Pembelajaran merupakan hal yang harus disiapkan oleh guru
sebelum melaksanakan pembelajaran. Perangkat adalah alat atau perlengkapan,
sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan orang belajar.
Menurut Zuhdan (2011: 16), perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan
untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik dan peserta didik
melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran menjadi pegangan bagi
guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium atau di luar
kelas.
Dari uraian di atas, peneliti dapat simpulkan bahwa perangkat pembelajaran
adalah sekumpulan sumber belajar atau alat pendukung yang digunakan oleh guru
dan siswa dalam melakukan proses kegiatan pembelajaran. Dengan perangkat
pembelajaran dapat mempermudah dalam proses pembelajaran dan proses
pembelajaran akan berjalan dengan baik. Dengan demikian pengembangan
perangkat pembelajaran adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan
untuk menghasilkan suatau perangkat pembelajaran berdasarkan teori
pengembangan yang ada. Salah satu faktor yang memegang peran penting dalam
kegiatan belajar mengajar adalah perangkat pembelajaran.
Menurut Mahsun (2018:99), teks dijadikan basis pembelajaran kurikulum 2013
karena pertama, melalui teks kemampuan berpikir siswa dapat dikembangkan;
kedua, materi pembelajaran berupa teks lebih relevan dngan karakteristik kurikulum
2013 yang menetapkan capaian kompetensi siswa yang mencakupi ketiga ranah
pendidikan: pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Halliday (1992:13), menyebutkan bahwa teks merupakan jalan menuju
pemahaman tentang bahasa. Itu sebabnya, teks menurutnya merupakan bahasa
yang berfungsi atau bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam
konteks situasi disebut teks. Dipaparkan juga oleh Mahsun (2018:3), bahwa antara
teks dengan konteks sosial dan konteks budaya memiliki relasi pendasaran. Konteks
budaya akan mempengaruhi konteks sosial. Akibatnya refleksi konteks sosial yang
berwujud teks pun akan ditentukan oleh kedua konteks situasi (sosial dan budaya)
tersebut.
Berdasarkan pengertian teks diatas, peneliti dapat simpulkan bahwa, teks
adalah hasil rangkaian ekspresi linguistik terstruktur yang membentuk kesatuan
utuh. Selain itu teks juga data kita artikan sebagai sebuah satuan bahasa. Hanya
saja satuan bahasa yang dimaksud bukan satuan bahasa gramatikal seperti klausa
atau kalimat dan tidak ditentukan oleh ukurannya. Satuan bahasa yang digunakan
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
adalah yang lengkap secara tertulis seperti buku, surat, dokumen tertulis dan lain
sebagainya.
Anekdot adalah sebuah cerita singkat dan lucu atau menarik, yang mungkin
menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya. Anekdot bisa juga sesingkat
pengaturan atau provokasi dari sebuah kelakar. Anekdot selalu disajikan
berdasarkan pada kejadian nyata dan melibatkan orang-orang yang sebenarnya,
apakah terkenal atau tidak, biasanya disuatu tempat yang dapat diidentifkasi.
Namun, seiring waktu, modifikasi pada saat penceritaan kembali dapat mengubah
sebuah anekdot tertentu menjadi sebuah fiksi, sesuatu yang diceritakan kembali tapi
terlalu bagus untuk nyata. Terkadang menghibur, anekdot bukanlah lelucon, karena
tujuan utamanya adalah tidak hanya untuk membangkitkan tawa, tetapi untuk
mengungkapkan sesuatu kebenaran yang lebih umum daripada kisah singkat itu
sendiri, atau untuk melukiskan suatu sifat karakter dengan ringan, sehingga ia
menghentak dalam kilasan pemahaman yang langsung pada intinya.
Menurut Devinta, dkk. (2013:17), anekdot adalah sebuah cerita singkat dan
lucu atau menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya.
Dengan kata lain, anekdot adalah sesuatu yang menggelikan (humor) dan sesuatu
yang jenaka (witty). Anekdot menggelikan, menggelitik hati atau perasaan; dan
anekdot yang jenaka menggugah akal pikiran. Pengertian yang hampir sama
diutarakan oleh Basiran dkk (2013:23), anekdot merupakan karangan berjenis narasi
yang relatif pendek yang mengandung kelucuan. Sedangkan menurut Wachidah
(2004:10), anekdot adalah mirip dengan teks recount jika dilihat dari tujuannya yaitu
untuk memaparkan suatu kejadian atau peristiwa yang telah lewat.
Berdasarkan defenisi diatas penulis dapat simpulkan bahwa, teks anekdot
merupakan cerita singkat, dapat berbentuk narasi yang menarik karena lucu dan
mengesankan; biasanya mengenai orang penting atau terkenal yang didasarkan
pada kejadian yang sebenarnya. Cara memproduksi teks anekdot menjadi model
teks yang sangat penting, baik bagi kepentingan keterbacaan maupun
keberterimaan sebuah tulisan sehingga diharapkan akan dapat menumbuhkan minat
baca. Anekdot berguna untuk artikel dan esai, otobiografi, atau memoar. Anekdot
yang baik dan menarik dapat menambah warna dan ciri khas tulisan. Anekdot juga
berfungsi sebagai cara yang lebih baik dalam menarik minat pembaca.
Perlu disadari bahwa setiap teks memiliki struktur tersendiri yang berbeda
antara teks satu dengan teks yang lain. Struktur teks merupakan cerminan struktur
berpikir. Semakin banyak jenis teks yang dikuasai oleh siswa maka, semakin banyak
pula struktur berpikir yang dapat digunakannya dalam kehidupan sosial dan
akademiknya. Teks Anekdot memiliki lima struktur teks di antaranya: abstraksi,
orientasi, krisis, reaksi, dan koda. Kosasih (2014: 5), mengemukakan tentang
struktur teks anekdot sebagai berikut.
1. Abstraksi adalah bagian awal paragraf yang berfungsi memberi gambaran tentang
teks. Biasanya bagian ini menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks.
2. Orientasi adalah bagian yang menunjukkan awal kejadian cerita atau latar
belakanbagaimana peristiwa terjadi. Biasanya penulis bercerita dengan detali di
bagian ini.
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
3. Krisis adalah bagian yang menunjukkan terjadi hal atau masalah yang unik atau
tidak biasa yang terjadi pada si penulis atau orang yang diceritakan.
4. Reaksi adalah bagian bagaimana cara penulis atau orang yang ditulis
menyelesaikan masalah yang timbul di bagian krisis tadi. Reaksi yang dimaksud
dapat berupa sikap mencela atau menertawakan
5. Koda merupakan bagian akhir dari cerita unik tersebut. Bisa juga dengan
simpulan tentang kejadian yang dialami penulis atau orang yang ditulis. Di
dalamnya dapat berupa persetujuan, komentar, ataupun penjelasan atas maksud
dari cerita yang dipaparkan sebelumnya. Bagian ini biasanya ditandai oleh kata-
kata, seperti itulah, akhirnya, demikianlah. keberadaan koda bersifat opsional
(bisa ada ataupun tidak ada).
Luxembrug, dkk (1984:160), menyebutkan jenis-jenis teks anekdot sebagai
berikut.
1. Artikel
Anekdot artikel bisa berbentuk format naratif yang mana dalam ceritanya memiliki
kejelasan tokoh, alur, peristiwa, dan latar. Karena artikel anekdot juga
menceritakan sesuatu hal atau tokoh faktual/terkenal.
2. Cerpen
Bentuk anekdot berupa cerpen biasanya hanya menceritakan sesuatu hal yang
lugas. Artinya cerita tersebut tidak berbelit-belit, karena jika anekdot disajikan
dalam bentuk lugas maka pendengar atau pembaca lebih cermat mengerti isi
lelucon cerita tersebut. Maka dari itu anekdot berjenis cerpen lebih singkat.
3. Teks Dialog
Teks dialog merupakan sarana primer. Maksudnya, teks dialog merupakan situasi
bahasa utama. Teks dialog di dalam drama merupakan bagian terpenting dalam
sebuah drama, dan sampai taraf tertentu ini juga berlaku bagi monolog-monolog.
Oleh karena itu teks anekdot bisa berupa teks dialog yang formatnya gramatik
yang mempunyai petunjuk lakon (kramagung/lakuan).
Secara kebahasaan (language feature) anekdot memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a. Banyak menggunakan kalimat langsung ataupun tidak langsung.
b. Banyak mengunakan nama tokoh orang ketiga tunggal, baik dengan
menyebutkan langsung nama tokoh faktual atau tokoh yang disamarkan.
c. Banyak menggunakan keterangan waktu. Hal ini terkait dengan bentuk anekdot
yang berupa cerita, disajikan secara kronologis atau mengikuti urutan waktu.
d. Banyak menggunakan kata kerja material, yakni kata yang menunjukan suatu
aktivitas. Hal ini terkait dengan tindakan para tokohnya dan alur yang membentuk
rangkaian peristiwa ataupun kegiatan.
e. Banyak menggunakan kata penghubung (konjungsi) yang bermakna kronologis
(temporal), yakni dengan hadirnya kata-kata akhirnya, kemudian, lalu.
f. Banyak pula menggunakan konjungsi penerang atau penjelas, seperti, bahwa. ini
terkait dengan dialog para tokohnya yang diubah dari bentuk langsung ke kalimat
tak langsung.
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (lokal wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (lokal). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols
dan Hassan Syadily, lokal berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama
dengan kebijaksanaan. Secara umum maka lokal wisdom (kearifan setempat) dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan Lokal merupakan sesuatu bahagian dari sebuah budaya yang ada
didalam suatu masyarakat yang tidak dapat dijauhkan dari masyarakat itu sendiri,
kearifan lokal tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah nilai-nilai yang ada kearifan
lokal di Indonesia sudah terbukti ikut menentukan atau berperan dalam suatu
kemajuan masyarakatnya. Menurut Sibarani (2012:213), Lokal Wisdom adalah suatu
bentuk pemahaman yang ada dalam untuk mengatur kehidupan masyarakat atau
yang biasa disebut dengan kearifan lokal (lokal wisdom). Lokal wisdom merupakan
satu perangkat pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan strategi kehidupan yang
berwujud dalam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang mampu
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Triyanto, 2017).
Kearifan lokal menjadi pengetahuan dasar dari kehidupan, didapatkan dari
pengalaman ataupun kebenaran hidup, bisa bersifat abstrak atau konkret,
diseimbangkan dengan alam serta kultur milik sebuah kelompok masyarakat tertentu
(Mungmachon, 2012:174). Kearifan lokal juga dapat ditemukan, baik dalam
kelompok masyarakat maupun pada individu.
Kearifan lokal digunakan oleh masyarakat sebagai pengontrol kehidupan
sehari-hari dalam hubungan keluarga, dengan sesama saudara, serta dengan orang-
orang dalam lingkungan yang lebih luas (Kamonthip, 2007:2). Oleh karena
cakupannya adalah pengetahuan, budaya, dan kecerdasan pengetahuan lokal, maka
kearifan lokal dikenal juga dengan istilah lokal knowledge, lokal wisdom, atau
genious lokal.
Berdasarkan definisi diatas penenliti dapat menyimpulkan bahwa, Kearifan lokal
adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan
yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering
juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “lokal wisdom” atau pengetahuan
setempat “lokal knowledge” atau kecerdasan setempat “lokal genious”. Kearifan
lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas.
Adapun karakteristik kearifan lokal, yaitu:
a. Harus menggabungkan pengetahuan kebajikan yang mengajarkan orang tentang
etika dan nilai-nilai moral;
b. Kearifan lokal harus mengajar orang untuk mencintai alam, bukan untuk
menghancurkannya; dan
c. Kearifan lokal harus berasal dari anggota komunitas yang lebih tua
(Mungmachon, 2012:175). Kearifan lokal dapat berbentuk nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat-istiadat, hukum, adat, aturan-aturan khusus.
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
Selanjutnya, nilai-nilai yang relevan dengan kearifan lokal antara lain, nilai
kejujuran, anggung jawab, disiplin, kreatif, serta kerja keras (Haryanto, 2014).
Dalam karya seni, khususnya seni tradisional, kearifan lokal akan tercermin dalam
bahasa, baik secara lisan maupun tulisan: pepatah, pantun, nyanyian, atau petuah.
Berdasarkan sejarahnya, seni pertunjukan tradisional berawal dari upacara dan ritual
keagamaan tradisional yang bersifat magis, disampaikan dalam bentuk mantra-
mantra secara berulang (Sastrowardoyo, 1995).
Lokal Wisdom memiliki beberapan ciri-ciri diantaranya:
a. Mampu mengendalikan diri
b. Tempat untuk melindungi dari pengaruh kebudayaan yang berasal luar daerah.
c. Mampu mengakomodasikan kebudayaan yang datang dari luar.
d. Mampu memberikan dan mengarahkan pada perkembangan kebudayaan.
e. Mampu menghubungkan budaya asli dan kebudayaan yang datang dari luar
Lokal wisdom (kearifan lokal) bentuknya dapat dikelompokkan kedalam dua
aspek ialah wujud yang nyata dan tidak berwujud. Lokal wisdom, dalam bentuk
wujud nyata diantaranya:
a. Sistem nilai (Tekstual) yang mana khusus ditualiskan didalam kitab primbon, atau
dengan selembar daun lontar.
b. Arsitektur bangunan
c. Benda-benda tradisional yang ditinggalkan seperti keris dan sebagainya.
Lokal Wisdom yang tidak berwujud misalnya, kata-kata yang disampaikan
melalui komunikasi yang verbal baik berupa lagu-lagu, yang mana lagu-lagu yang
disampaikan itu mengandung nilai-nilai tradisional, dan juga melalui kata-kata yang
disampaikan secara verbal tadi lokal wisdom yang juga tidak berwujud yang lainnya
misalnya nilai-nilai sosial yang juga di komunikasikan secara verbal dari satu
generasi kepada generasi berikutnya. Hal ini sebaagaimana contoh lokal wisdom
yang mengandung sikap dari lingkungan yang diJawa yaitu: sopan santun, toto
kromo dan Iain-lainnya.
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya Paridi
dkk (2018), Burhanuddin (2019a dan 2019b), Burhanuddin dkk (2019), Nurfidah dkk
(2020), Burhanuddin dkk (2020), Rusdiawan dkk (2021), serta Syahrawati (2022).
Penelitian Burhanuddin (2019a) menjelaskan tentang Pengembangan Bahasa
Sumbawa Standard melalui Penawaran Konsep Tata Aksara Bahasa Sumbawa,
sedangkan Burhanuddin (2019b) menjelaskan Perbandingan {ber-} Bahasa
Indonesia dan {ba-} Bahasa Sumbawa Dialek Taliwang. Burhanuddin dkk (2019)
menjelaskan tentang kompleksitas perubahan bunyi dalam bahasa-bahasa
Halmahera Selatan. Nurfidah dkk (2020) menjelaskan Pemahaman Guru Bahasa
Indonesia SMA, SMK dan MA di Kota Mataram terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbasis Teks. Burhanuddin (2020) menjelaskan tentang Satuan Lingual
{ka} dalam Bahasa Sumbawa Dialek Jereweh. Rusdiawan dkk (2021) menjelaskan
tentang Penyusunan LKS Bahasa Indonesia Berbasis Saintifik untuk Guru-Guru
SMP/SMA di Kabupaten Lombok Tengah. Adapun Syahrawati dkk (2022)
menjelaskan tentang Lanskap Bahasa Indonesia pada Penamaan Tempat Makan dan
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
Minum di Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. Dilihat dari aspek objek dan aspek
pengkajiannya penelitian-penelitiant tersebut berbeda dengan penelitian ini.
METODE
Dalam penelitian ini, jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif, sampel yang
digunakan adalah siswa kelas X IPA, kelas X IPS, guru Bahasa Indonesia, buku teks
Bahasa Indonesia, buku teks yang memuat teks anekdot, dan teks anekdot yang
bermuatan kearifan lokal. Jenis data untuk penelitian ini diambil dari dua jenis
sumber data yaitu dari Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Kelas X
Kurikulum 2013 dan dari luar buku teks Bahasa Indonesia. Sumber yang berasal dari
luar buku teks diambil dari buku kumpulan anekdot dan internet. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi
sedangkan analisis data yang digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun
data tentang kondisi yang ada. Peneliti melakukan analisis kebutuhan melalui
beberapa tahap.
Tahap pertama, peneliti menentukan buku teks yang digunakan oleh peserta
didik SMA yang telah menggunakan kurikulum 2013. Setelah mengetahui buku teks
yang digunakan, peneliti melakukan analisis terhadap profil bahan ajar teks anekdot
yang terdapat dalam buku teks tersebut mengenai tema, sumber, struktur anekdot,
dan tafsiran muatan anekdot.
Tahap kedua, peneliti menganailisis nilai kearifan lokal yang terkandung dalam
teks anekdot tersebut, seperti Dimensi Nilai Lokal, Dimensi Keterampilan Lokal,
Dimensi Sumber Daya Lokal, Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal,
Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal, dan Dimensi Pengetahuan Lokal. Tahap
selanjutnya, peneliti mengumpulkan sumber teks anekdot dari luar buku teks,
seperti buku kumpulan teks anekdot dan internet. Setelah terkumpulkan, dilakukan
analisis yang sama dengan teks anekdot yang terdapat di dalam buku teks untuk
mengetahui profil teks anekdot yang terdapat di dalam masing-masing buku
kumpulan teks anekdot dan internet. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab
rumusan masalah yang kedua.
Setelah kedua rumusan masalah terjawab, peneliti mengembangkan model
bahan ajar teks anekdot berbasis kearifan lokal berdasarkan hasil analisis profil teks
anekdot sebelumnya. Kemudian dilakukan eksperimen untuk menguji keampuhan
dari produk yang dihasilkan. Peneliti mengujicobakan produk kepada calon
pengguna produk dengan membuat angket yang diserahkan kepada siswa kelas X.
selanjutnya, peneliti meminta pandangan ahli (judgement expert) terhadap
rancangan model bahan ajar teks anekdot berbasis kearifan lokal. Penilaian ini
dilakukan oleh beberapa ahli untuk menilai dan menentukan apakah model bahan
ajar tersebut layak digunakan sebagai bahan ajar pada pembelajaran teks anekdot
di Kelas X SMA. Model bahan ajar ini dinilai dengan mengacu kepada kriteria karya
sastra sebagai bahan ajar, yaitu Kriteria Pendidikan, Kriteria Sosiokultural, Kriteria
Psikologis, dan Kriteria Linguistik.
Tahap yang terakhir yaitu, mengevaluasi atau merevisi proses uji coba
pengembangan suatu produk. Dari hasil angket siswa pandangan ahli (judgement
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
expert) akan diperoleh masukan dan koreksi terhadap rancangan model bahan ajar
tersebut. Setelah itu, peneliti akan melakukan revisi terhadap model bahan ajar
tersebut sehingga akan diperoleh model bahan ajar teks anekdot berbasis kearifan
lokal untuk pembelajaran teks anekdot kelas X di SMA.
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
b. Kompetensi Dasar
1. Mengkritisi teks anekdot dari aspek makna tersirat
2. Mengkonstruksi makna tersirat dalam sebuah teks anekdot baik lisan maupun
tulisan
c. Materi
Hasil validasi perangkat pembelajaran dapat digunakan dengan sedikit revisi,
sehingga dilakukan revisi terlebih dahulu sebelum perangkat pembelajaran
diujikan. Penilaian validator menyatakan bahwa validitas perangkat pembelajaran
memperoleh rata-rata skor valid untuk seluruh perangkat pembelajaran yang
dikembangkan.
Sementara penilaian RPP meliputi enam aspek, yakni (1) Indikator (2)
Tujuan (3) Model pembelajaran sesuai dengan yang disajikan (4) Langkah
pembelajaran (5) Evaluasi mencakup penugasan, kinerja, proses dan tulisan (6)
Bahasa. Aspek penilaian ini meliputi sub aspek penilaian. Hasil analisis validasi
RPP diperoleh rata-rata penilaian kategori valid. Hasil komentar dan saran dari
validator kemudian RPP direvisi. Simpulan dan perbaikan pada uji validitas oleh
ahli kemudian digunakan untuk menyusun produk awal RPP yang selanjutnya
digunakan uji coba.
a. Profil teks anekdot pada buku teks (deskripsi dan analisis data)
Hasil analisis dari segi tema, struktur, dan muatan kearifan lokal dan tafsiran teks
pada anekdot, serta nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Buku Teks SMA,
yaitu Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Kelas X yang diterbitkan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2013, di dalamnya, hanya
terdapat 4 teks anekdot pada Pelajaran IV dengan tema Kritik dan Humor
Layanan Publik.Teks Anekdot tersebut berjudul (1) KUHP dalam Anekdot pada
halaman 112, (2) Anekdot Hukum Peradilan pada halaman 114, (3) Politisi
Blusukan Banjir pada halaman 122, dan (4) Puntung Rokok pada halaman 124.
Berikut ini merupakan tabel rekapitulasi profil bahan ajar teks anekdot berbasis
kearifan lokal yang terdapat di dalam buku teks.
Tabel Rekapitulasi Profil Teks Anekdot Berbasis Kearifan Lokal dalam Buku Teks
SMA Kelas X
Data
Analisis
Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Keterangan
Tema Ada Ada ada ada Sangat baik
Tidak
Struktur lengkap lengkap lengkap Baik
lengkap
Muatan
Tidak Ada Tidak Tidak
Kearifan Cukup
ada (tiga) ada ada
Lokal
Muatan
ada ada ada ada Sangat baik
Anekdot
Sangat
Keterangan Baik Cukup Baik
baik
139 | Edisi 4 No. 2 Januari-Juli 2022
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
menimbulkan suatu akibat yang logis (entailment), yaitu rasa aneh dan miris atas
keadaan neraka Indonesia yang dirasakan oleh orang Amerika. Krisis teks anekdot
ini pun dijadikan koda oleh penulis teks anekdot. Pada data ketiga, tidak terdapat
koda, maka reaksi dari krisis anekdot tersebut pun berperan sebagai koda
(penutup) teks. Pada data kelima, tidak terdapat reaksi tersurat pada teks
tersebut. Namun, reaksi terhadap krisis di atas sudah pasti menimbulkan suatu
akibat yang logis (entailment), yaitu kesadaran Gusdur mengenai apa yang telah
ia kerjakan dan imbalannya. Krisisnya pun berperan sebagai koda teks anekdot
ini. Dari lima teks yang dianalisis, terdapat satu teks anekdot yang tidak memuat
nilai kearifan lokal, yaitu data ketiga yang berjudul Argometer Japan yang Cepat,
sedangkan yang lainnya memuat kearifan dengan masing-masing satu dimensi.
Teks anekdot Nasruddin Hoja yang berasal dari internet. Kelima teks
anekdot itu adalah (1) Mengajar Keledai Membaca, (2) Perusuh Rakyat, (3) Api,
(4) Teori Kebutuhan, dan (5) Resepnya Ada Padaku. Berikut ini tabel rekapitulasi
profil bahan ajar teks anekdot berbasis kearifan lokal teks anekdot Nasruddin
Hoja yang berasal dari internet.
Tabel Rekapitulasi Profil Teks Anekdot Berbasis Kearifan Lokal Nasaruddin Hoja
pada Internet
Data
Analisis
Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Keterangan
Tema ada ada ada ada ada Sangat baik
Tidak Tidak
Struktur lengkap lengkap Lengkap Baik
lengkap lengkap
Muatan
Ada Ada Ada Ada Ada
Kearifan Sangat baik
(dua) (dua) (satu) (satu) (satu)
Lokal
Muatan
ada ada ada ada ada Sangat baik
Anekdot
Sangat Sangat
Keterangan baik baik Baik
baik baik
Berdasarkan tabel rekapitulasi di atas menunjukkan, bahwa teks anekdot
Nasruddin Hoja yang diambil dari internet memilik kekurangan pada struktur teks
anekdot, yaitu pada data pertama dan keempat. Pada data pertama tidak
terdapat reaksi tersurat. Namun, reaksi terhadap krisis di atas sudah pasti
menimbulkan suatu akibat yang logis (entailment), yaitu rasa sadar Timur Lenk
atas perkataan yang diucapkan Nasruddin tadi. Bagian krisis pun merangkap
sebagai penutup (koda) cerita anekdot ini. Pada data keempat, sama halnya
dengan data pertama, tidak terdapat reaksi tersurat. Namun, reaksi terhadap
krisis di atas sudah pasti menimbulkan suatu akibat yang logis (entailment), yaitu
tersindirnya Hakim Kota, sehingga muncul rasa sadar atas perkataan Nasruddin
tadi. Krisis pun menjadi penutup (koda) teks ini.
Berdasarkan hasil analisis teks anekdot yang memuat aspek analisis tema,
struktur, tafsiran muatan anekdot, dan kearifan lokal, dibuatlah pola
pengembangan teks anekdot berbasis kearifan lokal sehingga layak dijadikan
142 | Edisi 4 No. 2 Januari-Juli 2022
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
bahan ajar untuk siswa SMA kelas X. Pola pengembangan teks tersebut dapat
dilihat dari tabel berikut ini.
Aspek yang harus
Tema Keterangan
ada
a. Teks anekdot yang dijadikan bahan ajar
harus memuat struktur yang lengkap, yaitu:
abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
b. Muatan anekdot mengenai sindiran dan
1. Aspek penyajian
pesan anekdot harus relevan dengan jenjang
materi
umur siswa di jenjang pendidikan kelas X
a. Kelengkapan
SMA. Isi cerita anekdot ini pun diharapkan
Struktur
dekat kehidupan siswa, sehingga pesan dan
b. Muatan Anekdot
sindiran tersebut dapat dipahami dengan
sesuai dengan
baik.
jenjang umur siswa
c. Teks anekdot minimalnya memuat satu
SMA Kelas X.
dimensi diantara enam dimensi kearifan
c. Adanya nilai
lokal. Dimensi kearifan lokal tersebut adalah:
kearifan lokal
nilai lokal, keterampilan lokal, pengetahuan
lokal, sumber daya lokal, mekanisme
pengambilan keputusan lokal, dan solidaritas
kelompok local.
Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat
kemudahan bahasa (kosakata, kalimat,
paragraf, dan wacana) bagi kelompok atau
2. Aspek bahasa dan
tingkatan siswa. Aspek bahasa seperti:
keterbacaan
kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana akan
disesuaikan dengan tingkatan siswa SMA
khususnya siswa SMA kelas X.
Aspek grafika berkaitan dengan fisik teks,
3. Aspek Grafika seperti ukuran huruf, warna, ilustrasi, dan lain-
lain.
Pengembangan beberapa teks anekdot yang dinilai belum memenuhi pola
pengembangan teks anekdot berbasis kearifan lokal sebagai bahan ajar. Teks
tersebut mewakili setiap tema dari teks yang dianalisis sebelumnya.
Pengembangan teks anekdot berbasis kearifan lokal sebagai alternatif bahan ajar
SMA kelas X terdiri atas (1) pengembangan teks anekdot yng berasal dari buku
teks yang berjudul Politisi Blusukan Banjir dengan tema hukum, (2)
pengembangan teks anekdot Kabayan yang berjudul Beli Cendol dengan
mengusung tema agama, (3) pengembangan teks anekdot Gusdur yang berjudul
Argometer Japan yang Cepat dengan tema teknologi, dan (4) pengembangan teks
anekdot Nasruddin Hoja yang berjudul Teori Kebutuhan dengan tema kebutuhan
hidup.
Berdasarkan hasil analisis kurikulum bahwa pembelajaran oleh guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia terlalu terlalu padat akan materi dan informasi.
143 | Edisi 4 No. 2 Januari-Juli 2022
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
KESIMPULAN
Teks anekdot yang dijadikan objek penelitian terdiri atas teks anekdot yang
berada pada buku Bahasa Indonesia ekspresi diri dan akademik kelas X kurikulum
2013 pelajaran IV dan teks diluar buku teks tersebut. Teks yang berasal dari luar
buku teks yaitu, dua buku kumpulan anekdot dan internet. Asek teks anekdot yang
dianalisis adalah aspek tema, struktur anekdot dan tafsiran muatan anekdot yang
dianalisis menggunakan isau analisis pragmatik. Selain itu, teks tersebut dianalisis
nilai kearifan lokalnya dengan menggunakan teori Jim Ife mengenai dimensi kearifan
lokal. Kesimpulan yang dapat diambil oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Hanya terdapat empat teks anekdot dalam buku Bahasa Indonesia ekspresi diri
dan akademik kelas X kurikulum 2013 pelajaran IV. Dari hasil penelitian
ditemukan teks anekdot yang terdapat dalam buku Bahasa Indonesia ekspresi diri
dan akademik kelas X memiliki dua asek yang kurang, yaitu struktur dan muatan
kearifan lokalnya. Dari segi struktur, data ketiga tidak memiliki struktur yang
lengka. Teks anekdot yang berjudul politisi Blusukan banjir ini tidak memiliki
struktur koda yang merupakan bagian akhir cerita. Bentuknya bisa juga berupa
kesimpulan tentang peristiwa yang terjadi didalam teks tersebut. penulis
membuat sebuah mutu cerita dengan menggambungkan reaksi dan koda
sekaligus. Bagian yang menunjukkan bagaimana penulis menyelesaiakan masalah
yang timbul dibagian krisis dijadikan sebuah mutu cerita. Muatan kearifan lokal
yang terkandung dalam bahan ajar ini tidak terlalu kentara. Dari empat anekdot
yang tersedia, hanya satu teks anekdot yang memuat nilai kearifan lokal
didalamnya. Hal ini menunjukkan belum adanya penanaman kearifan lokal dari
segi asek bahan ajar yang disiapkan oleh pemerintah.
2. Profil anekdot yang berasal dari luar buku teks menunjukkan bahwa kekuarangan
teks berasal dari struktur teksnya saja. Aspek kearifan lokal mudah ditemui pada
ketiga sumber teks anekdot yang dijadikan sampel. Untuk pemotretan profil teks
anekdot yang berasal dari luar buku teks, diambil tiga sumber dengan tiga tokoh
masing-masing, yaitu buku kabayan jadi Sufi, buku Humor Lucu ala Gusdur dan
teks anekdot Nasarudin Hoja yang dimabil dari internet. Anekdot Kabayan sendiri
kaya akan muatan kearifan lokal didalamnya, utamanya budaya sunda. Dari
kelima anekdot yang diambil untuk dianalisis, semua memiliki dimensi kearifan
lokal, bahkan lebih dari satu dimensi. Dari segi asfek muatan lokal teks anekdot
ini sangat mumpuni untuk dijadikan bahan ajar pembelajaran teks anekdot.
Sayangnya, hal tersebut berbanding terbalik dengan struktur anekdot. Dari lima
anekdot yang dianalisis, hanya dua anekdot yang berstruktur lengkap.
Sedangkan, anekdot Gusdur menunjukkan bahwa struktur teks dan muatan
kearifan lokal menjadi aspek yang kurang terkandung didalamnya. Dari lima teks,
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
tiga teks memiliki struktur anekdot kurang lengkap. Dari lima teks yang dianalisis,
terdapat satu teks anekdot yang tidak memuat nilai kearifan lokal dan yang
lainnya memuat kearifan dengan masing-masing satu dimensi. Teks anekdot
Nasaruddin Hoja yang diambil dari internet bermsalah pada struktur teks anekdot,
yaitu pada dua teks dari lima teks anekdot.
3. Pengembangan teks berbasis kearifan lokal untuk bahan ajar teks anekdot
merupakan salah satu bagian dari inovasi pendidikan. Nilai-nilai kearifan
lokal ini merupakan muatan yang dapat disisipkan dalam sebuah bahan ajar.
Dalam mengembangkan sebuah bahan ajar, utamanya sebuah teks narasi seperti
teks anekdot, muatan kearifan lokal dapat disisipkan pada berbagai
unsur yang ada di dalam teks tersebut. Bahan ajar teks anekdot berbasis
kearifan lokal berusaha memberikan sesuatu yang baru terhadap cara
penyampaian nilai kearifan lokal yang sebenarnya hadir di setiap kehidupan
siswa. Karena ketika kita berbicara mengenai kearifan lokal, maka kita juga
membicarakan kebudayaan yang berasal dari masyarakat.
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
DAFTAR RUJUKAN
Basiran, dkk. (2013). Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK dan SMA/ MA . Yogyakarta:
LP2IP.
Burhanuddin, Mahsun, Sukri, Mahyuni, dan Saharuddin. 2020. Satuan Lingual {Ka}
dalam Bahasa Sumbawa Dialek Jereweh. Mabasan, 14 (2), 315-328.
Burhanuddin, Sumarlam, dan Mahsun. 2019. The Complexity of Phonological Change
in South Halmahera Languages. Journal Dialectologia, 22.
Burhanuddin. 2019a. Pengembangan Bahasa Sumbawa Standard melalui Penawaran
Konsep Tata Aksara Bahasa Sumbawa. Lingua, 15 (1), 11-22.
Burhanuddin. 2019b. Perbandingan {Ber-} Bahasa Indonesia dan {Ba-} Bahasa
Sumbawa Dialek Taliwang. Lingua Didaktika: Jurnal Bahasa dan Pembelajaran
Bahasa 13 (1), 48-59
Devinta, dkk. (2013). Anekdot dalam Drama. Diambil dari https://id.
scribd.com/doc/227218210/Makalah-Anekdot. diakses pada tanggal 1
Agustus 2016.
Halliday, dkk. (1992). Bahasa, Konteks, dan Teks. Yogyakarta: Gadjam Mada Press.
Haryanto. 2014. Kearifan Lokal Pendukung Kerukunan Beragama Pada Komunitas
Tengger Malang Jatim. Jurnal Analisa, 21 (02), 201-213.
Kamonthip. 2007. Lokal Wisdom, Environmental Protection and Community
Development: The Clam Farmers In Tambon Bangkhunsai, Phetchaburi
Province Thailand. Manusya: Journal of Humanities,10 (1), 1—10.
Kosasih, E. (2014). Jenis-Jenis Teks Analisis Fungsi, Struktur, dan Kaidah serta
Langkah Penulisannya dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Wiidya.
Kurniawan, Khaerudin. 2012. Belajar dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Bandung: Bangkit Citra Persada.
Luxemburg, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra (Terjemahan Dick Hartoko). Jakarta:
Gramedia.
Mahsun. 2018. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks . Depok: PT Rajawali
Pers.
Mungmachon. 2012. “Knowledge and Lokal Wisdom: Community Treasure”.
International Journal of Humanities and Social Sciece Vol.2 No.13.
(http://article.sapub.org.knowledge-&and-lokal%&wisdom?/10.5923.s.plant.
201401.01.html).
Nurfidah, Mahsun, dan Burhanuddin. 2020. Pemahaman Guru Bahasa Indonesia
SMA, SMK Dan MA di Kota Mataram Terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbasis Teks. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) , 4 (3).
Paridi, K., I.N. Sudika, dan Burhanuddin, 2018. Penyuluhan standardisasi sistem
fonologi bahasa Sumbawa. Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat,
1(2).
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index
Jurnal Lentera
ISSN Cetak: 2685-5542
ISSN Online: 2685-5550 Jurnal Studi Pendidikan
http://ojs.yplppgriksb.or.id/index.php/lentera/index