You are on page 1of 15

MAKALAH

“HAKIKAT MANUSIA DAN FENOMENA FLEXING DI KALANGAN


PARA PEMIMPIN BERDASARKAN PERSPEKTIF AGAMA ISLAM”

Tim Penyusun:
Kelompok 22
Nama dan NIM : Noha Dhifah (230937609449)
Nama dan NIM : Belia Indah Pratiwi (230932604302)
Nama dan NIM : Aulia Nur Arumsari (230937607396)
Nama dan NIM : Annisa Etfani Maulidina (230937607154)

Dosen Pengampu:
Mochammad Rizal Ramadhan, M.Pd

MATAKULIAH UNIVERSITAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023
DAFTAR ISI

Daftar Isi i

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4

2.1 Kajian Manusia dari Berbagai Perspektif 4


2.2 Manusia Sebagai Pemimpin 4
2.3 Fenomena Flexing (pengertian dari Berbagai Sumber) 5

BAB III METODE PENULISAN 6


3.1 Metode yang Digunakan 6
3.2 Jenis Penelitian 6

BAB IV PEMBAHASAN 7
4.1 Hubungan Hakikat Manusia dengan Fenomena Flexing
yang Terjadi di Kalangan para Pemimpin di Indonesia 7
4.2 Penyebab Terjadinya Fenomena Flexing yang Terjadi
di Kalangan para Pemimpin di Indonesia 8
4.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Fenomena Flexing
yang Terjadi di Kalangan Para Pemimpin di Indonesia 8

i
4.4 Upaya yang dapat Dilakukan untuk Menangani Sikap Fexing
Berdasarkan Perspektif Agama Islam 9

BAB V KESIMPULAN 11
5.1Kesimpulan 11
5.2Saran 11

BAB VI DAFTAR PUSTAKA 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan mahkhluk yang berakal. Pengertian manusia menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi. Dari pengertian
tersebut bisa diartikan bahwa Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada
makhluk lainnya dan ini menjadikan ciri khas yang membedakannya dengan hewan. “Ciri
khas tersebut terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang disebut sifat hakikat manusia.
Disebut hakikat karena secara hakiki ciri tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak
terdapat pada hewan.” (Istiqomah, dkk., 2022). Di dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah: 30
juga telah difirmankan bahwa manusia diberi kedudukan sebagai seorang khalifah atau
pemimpin di bumi. Dengan kata lain manusia telah diembankan amanat untuk memimpin
dan memakmurkan bumi. Dan juga di sisi lain manusia diciptakan oleh Allah dan diberi
tugas untuk senantiasa beribadah dan menyembah Allah sebagai seorang hamba
sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. Az-Zariyat: 56.
Manusia juga merupakan makhluk yang diciptakan memiliki hawa nafsu, baik nafsu
terpuji maupun tercela. “Kemudian, jika nafsu itu kita condongkan kepada sesuatu yang
baik dan sesuai syariat, maka ini adalah nafsu terpuji, dan sebaliknya, jika mengarah pada
sesuatu yang buruk atau bertolak belakang dengan syariat, maka ini merupakan nafsu
tercela. Adapun yang dimaksud nafsu oleh sebagian orang ialah sifat tercela, perilaku
tercela, dan perbuatan tercela yang ada pada manusia, baik pengaruh dari luar maupun
bawaan lahir.” (Veronika, 2021).

Di jaman yang semakin modern ini sadar atau tidak kita telah memasuki era dimana
status sosial dan penampilan adalah segalanya. Kedudukan yang semakin di rebut-
rebutkan, penampilan yang dilomba-lombakan dan dipuja-puja, kesadaran akan sesama
yang semakin menipis, juga akal dan akhlak yang dinomor akhirkan demi mencapai itu
semua. Tidak halnya lagi dengan munculnya fenomena flexing. “Flexing adalah suatu
tindakan memamerkan benda yang dimilikinya kepada khalayak umum. Biasanya
fenomena flexing lebih banyak dilakukan secara online seperti di media sosial. Saat ini,
keberadaan fenomena flexing juga kerap digunakan sebagai metode marketing oleh suatu

1
perusahaan untuk memasarkan produknya serta menarik perhatian para calon konsumen.
Harapannya adalah agar pengiriman sinyal marketing yang dilakukan oleh pihak
influencer bisa lebih cepat menarik perhatian calon konsumen. (Nuryanto, 2022)
Namun tidak sedikit saat ini fenomena flexing sudah di salah gunakan “ Flexing atau
pamer sebenarnya sudah populer di beberapa tahun yang lalu, hanya saja bentuk perilaku
pamer saat ini sangat mencolok karena pelakunya bukan hanya dari kalangan pengusaha
saja namun juga pegawai pemerintahan bahkan masyarakat biasa yang mendadak jadi
kaya.” (Sasmita, 2023).
Makalah ini kami tujukan untuk masyarakat umum khususnya pada kalangan generasi
muda dan pelajar yang tidak lain merupakan para generasi penerus bangsa agar kita semua
memahami konsep manusia dalam dunia islam serta memahami tanggung jawab manusia
sebagai mahluk yang diberi amanah untuk menjadi seorang khalifah di bumi dan seorang
hamba. Pada makalah yang telah kami susun ini, kami akan membahas mengenai hubungan
hakikat manusia dengan fenomena flexing yang terjadi baik di kalangan umum maupun
para pemimpin di Tanah Air.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan Hakikat Manusia dengan fenomena flexing yang terjadi di
kalangan para pemimpin di Indonesia?
2. Apa penyebab terjadinya Fenomena flexing yang terjadi di kalangan para pemimpin
di Indonesia?
3. Bagaimana Dampak yang ditimbulkan dari Fenomena flexing yang terjadi di
kalangan para pemimpin di Indonesia?
4. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menangani sikap flexing berdasarkan
Perspektif Agama Islam?

2
Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Menjelasakan hubungan hakikat manusia dengan fenomena flexing yang terjadi di


kalangan para pemimpin di Indonesia.
2. Mengetahui penyebab terjadinya fenomena flexing yang terjadi di kalangan para
pemimpin di Indonesia.
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari fenomena flexing yang terjadi di kalangan
para pemimpin di Indonesia..
4. Menjelaskan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani sikap flexing
berdasarkan Perspektif Agama Islam.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Manusia dari Berbagai Perspektif

Membicarakan tentang hakikat manusia, para peneliti dan cendekiawan bahkan


sampai sekarang tidak ada habisnya dan masih belum berakhir. Berbagai kesamaan yang
menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab
dengan karakteristik esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai
manusia yang berbeda dari yang lainnya. Contoh: manusia adalah animal rasional, animal
symbolicum, homo feber, homo sapiens, homo sicius, dan sebagainya. Aspek-aspek hakikat
manusia, antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk
Tuhan), struktur metafisikanya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta
karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk
individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan
sebagai makhluk beragama). (Sumantri, muhammad. S)

Dikutip dari artikel opini Stie Pasim yang berjudul Hakikat manusia sebagai
makhlik sosial. (2020). Manusia merupakan makhluk yang diciptakan dengan akal pikiran
dan budi pekerti Dengan kelebihan yang Tuhan titipkan tersebut , manusia mampu berpikir
tentang bagaimana cara ia hidup, dan bagaimana caranya untuk bertahan hidup. Dengan
perkembangan pola pikir yang luas, setiap bentuk dari masalah yang dialaminya akan
menemui jalan keluar sendiri.

2.2 Manusia Sebagai Pemimpin

Slamet (dalam Tang: 2022) menjelaskan bahwa potensi yang dimiliki setiap
manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran melalui pendidikan menunjukkan bahwa
manusia merupakan makhluk pedagogik yang mengantarkannya menerima amanat sebagai
khalifah (pemimpin) di bumi. Hal ini juga selaras dengan kandungan ayat pada Q.S. Al-
Baqarah: 30 yang artinya Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:

4
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

2.3 Fenomena Flexing (pengertian dari Berbagai Sumber)

Menurut Cambridge Dictionary, flexing adalah tindakan untuk menunjukkan


sesuatu yang kalian miliki atau rain, akan tetapi dengan cara yang dianggap orang lain tak
menyenangkan. Lalu, menurut kamus Merriam Webster, flexing adalah tindakan
memamerkan sesuatu yang dimiliki secara pribadi dengan cara lebih mencolok.

Subagya (dalam Khayati dkk, 2022) menemukakan bahwa Zaman ini, gaya hidup
bukan lagi hal semata dalam pemenuhan kehidupan atau kebudayaan pada benda, tetapi
sebagai ajang untuk panggung sosial. sarat makna-makna dalam sosial menjadi hal yang di
rebutkan, konflik posisi juga terjadi pada anggota-anggota di masyarakat yang saling
terlibat. Budaya konsumerisme yang dalamnya adalah produkproduk konsumer yang di
gunakan sebagai pembentukan gaya, personalitas, dan status sosial.

5
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Metode yang Digunakan

Metode penulisan yang di gunakan dalam penyusunan makalah ini berupa metode
penelitian kualitatif deskriptif.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penyusunan makalah yang kami kerjakan
ini berupa penelitian library research atau kepustakaan.

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Hakikat Manusia dengan Fenomena Flexing yang Terjadi di Kalangan
para Pemimpin di Indonesia
Sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa manusia merupakan makhluk yang
memiliki akal. Dan dari adanya akal inilah yang membedakan manusia dari makhluk-
makhluk yang lain. “Keberadaan manusia sebagai salah satu mahkluk ciptaan Tuhan di
muka bumi ini mempunyai peranan penting dalam menjalankan fungsinya sebagai
khalifah dimuka bumi ini. Allah swt tidak hanya mengatur tentang kehidupan yang
berkaitan dengan ibadah kepada Tuhan, tetapi Allah juga mengatur bagaimana manusia
menjalankan perannya diatas muka bumi ini sebagai khalifah yang bertujuan untuk dapat
keselamatan dunia dan akhirat.” (Ilyas, Rahmat. 20116:107)
Agama Islam mengajarkan konsep yang mendalam tentang hakikat manusia. Pemahaman
ini mencakup pandangan tentang asal-usul manusia, kedudukan mereka dalam alam
semesta, dan tanggung jawab moral yang mereka miliki. Dalam Islam, manusia dianggap
sebagai makhluq (makhluk) yang paling mulia di antara ciptaan Allah SWT. Konsep
hakikat manusia dalam agama ini memiliki beberapa aspek utama yang perlu dipahami.
Sebagai salah satu agama besar di dunia, tidak hanya memberikan panduan spiritual
kepada umatnya, tetapi juga menawarkan kerangka etika dan moral yang kuat. Dalam
Islam, konsep hakikat manusia memiliki makna mendalam yang mencakup tanggung
jawab moral individu terhadap diri mereka sendiri, sesama manusia, dan pencipta mereka,
Allah SWT. Namun, di tengah dinamika zaman yang terus berubah, kita menyaksikan
fenomena yang mengkhawatirkan, yaitu "flexing," yang terutama ditemukan di kalangan
para pemimpin. Secara keseluruhan, flexing sering bertentangan dengan prinsip-prinsip
agama Islam yang mendorong kerendahan hati, keadilan, dan pengelolaan sumber daya
yang bijaksana. Perilaku ini dapat merusak nilai-nilai etika yang dijunjung tinggi dalam
Islam.

7
4.2 Penyebab Terjadinya Fenomena Flexing yang Terjadi di Kalangan para Pemimpin
di Indonesia
Fenomena flexing adalah perilaku yang semakin umum terlihat di kalangan para
pemimpin dan individu berpengaruh. Untuk memahami lebih lanjut, penting untuk
mendefinisikan dan mengidentifikasi ciri-ciri utama dari flexing.

4.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Fenomena Flexing yang Terjadi di Kalangan Para
Pemimpin di Indonesia
Flexing dalam kepemimpinan dapat memiliki dampak negatif pada dimensi spiritual para
pemimpin dan masyarakat yang mereka pimpin, sebagaimana berikut :
1. Kehilangan Fokus pada Nilai-nilai Moral
Para pemimpin yang terlibat dalam flexing cenderung kehilangan fokus pada nilai-
nilai moral yang penting dalam kepemimpinan, seperti keadilan, integritas, dan
kerendahan hati. Mereka mungkin lebih cenderung memprioritaskan kemewahan pribadi
daripada kepentingan masyarakat.Merusak Kemurnian Hati
Flexing juga dapat merusak kemurnian hati pemimpin. Kepemimpinan yang berhasil
dalam perspektif agama Islam memerlukan hati yang tulus dan niat yang bersih.
Kesombongan dan hasrat untuk memamerkan iri dapat merusak kemurnian hati ini.
2. Tidak Berpihak pada Keadilan Sosial
Dalam Islam, keadilan sosial adalah prinsip penting dalam kepemimpinan. Flexing,
terutama ketika melibatkan pemborosan sumber daya yang berharga, sering bertentangan
dengan prinsip ini.
3. Kesenjangan Sosial
Flexing yang menciptakan kesenjangan sosial dapat merugikan masyarakat yang
kurang beruntung. Ini dapat menciptakan ketidaksetaraan yang lebih besar di antara
anggota masyarakat dan mengganggu harmoni sosial.
4. Ketidaksetaraan Akses terhadap Sumber Daya
Pemimpin yang terlibat dalam flexing mungkin cenderung memberikan akses
terhadap sumber daya yang berharga hanya kepada kelompok tertentu atau orang-orang
yang memiliki hubungan dekat dengan mereka. Ini melanggar prinsip keadilan dalam
kepemimpinan.

8
5. Pemborosan Sumber Daya
Flexing seringkali melibatkan pemborosan sumber daya yang berharga, seperti
uang, energi, atau waktu. Dampak pemborosan ini dapat berdampak jauh lebih luas
daripada hanya pemimpin yang terlibat.
6. Kerugian Finansial
Pemborosan sumber daya dapat merugikan keuangan organisasi atau negara yang
dipimpin oleh pemimpin yang terlibat dalam flexing. Ini dapat menghambat
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
7. Kerusakan Lingkungan
Pemborosan sumber daya juga dapat menciptakan kerusakan lingkungan, terutama
jika melibatkan konsumsi berlebihan yang tidak berkelanjutan. Ini bertentangan dengan
prinsip pengelolaan sumber daya yang bijaksana dalam Islam.
8. Konflik dengan Prinsip-Prinsip Islam
Dalam keseluruhan, dampak negatif flexing dalam kepemimpinan seringkali
bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam, seperti kerendahan hati, keadilan, dan
pengelolaan sumber daya yang bijaksana. Hal ini dapat merusak nilai-nilai etika yang
dijunjung tinggi dalam Islam dan menghambat kemajuan masyarakat.

4.4 Upaya yang dapat Dilakukan untuk Menangani Sikap Fexing Berdasarkan
Perspektif Agama Islam
Islam sebenarnya mengatur adab ketika memiliki aset atau kekayaan. Adab-adab inilah yang
seharusnya dapat diterapkan oleh setiap muslim, di antaranya:
1. Karena Allah SWT
Saat bekerja dan mengelola aset hendaknya dapat menempatkan harta sebagai sarana
untuk beribadah kepada Allah SWT dengan optimal dan memaksimalkan kontribusi
sosialnya untuk khalayak. Harta adalah karunia Allah SWT.
Manusia dengan segala kemampuan dan totalitasnya hanya berikhtiar untuk
menemukan rezeki yang sudah disediakan Allah untuknya hingga ia bersyukur.

9
2. Merasa Cukup
Totalitas agar berkecukupan itu menjadi keniscayaan dan tuntutan syariat Islam ini.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “... yang lebih baik dari makanan hasil usaha
tangannya sendiri (HR Bukhari).
3. Terpenuhi Kebutuhan Dasar
Memenuhi kebutuhan dasarnya sesuai dengan standar (kebutuhan primer dan sekunder).
4. Hidup Sederhana
Sederhana dan tidak berlebih-lebihan ini bagian dari adab seorang Muslim dan
Muslimah. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Sesungguhnya kesederhanaan sebagian
dari iman” (HR Abu Dawud).

10
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah yang telah kami susun ini ialah kita harus mengingat
bahwa pemahaman hakikat manusia dalam Islam adalah landasan penting dalam
menjalankan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan etis. Pemimpin yang memahami
tujuan hidup manusia yang sejati akan lebih cenderung mengambil tindakan yang berdampak
positif pada masyarakat dan lingkungan mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin dan
calon pemimpin untuk terus memperdalam pemahaman mereka tentang hakikat manusia
dalam Islam dan menerapkannya dalam tindakan mereka.

5.2 Saran

Dari makalah yang telah kami kerjakan kami berharap untuk kedepannya kepada
peneliti di masa depan untuk senantiasa memperbaharui kajian-kajian yang telah di
kembangkan demi memajukan intelektual umat manusia.

11
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Ismail . Masalah Hakikat Manusia Menurut Islam : jurnal pendidikan agama
islam, 2013.

Al-Qur’an Al-Karim dan terjemah.

27 maret 2020, Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Sosial. stiepasim.ac.id.

2022, Flexing: Pengertian, Penyebab, Akibat dan Cara Menghindarinya. gramedia.com.

3 september 2018, Surah Al-Baqarah Ayat 30. tafsirweb.com.

Khasinah, Siti. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat : Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA VOL.XIII.NO.2.

Ilyas, Rahmat. Manusia Sebagai Khalifah Dalam Perspektif Islam: Mawa ‘Izh, Vol, 1
No, 7.

1 maret 2023, Flexing dalam Pandangan Hukum Islam. islamdigest.republika.co.id.

12

You might also like