Professional Documents
Culture Documents
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
Email : kevinworho68@gmail.com
ABSTRACT
This study was conducted to determine the Habitat Characteristics of the Flores Hawk Eagle
(Nisaetus Floris) in the Otoseso Indigenous Forest Area, Wolojita Sub-District, Ende Regency, East
Nusa Tenggara Province. This research was conducted from March to April 2021. The analysis of the
habitat of the Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) used a vegetation analysis approach, the level of
habitat use and observations of nesting characteristics. The behavior of the Flores Hawk Eagle
(Nisaetus floris) was observed directly at the observation spot to describe its daily activities.
The results showed that the trees used for nesting sites were the Jita (Alstonia scholaris), Fai
(Paraserianthes falcataria) and Kemiri (Aleurites mollucana) tree species, which are sticking trees in
their habitat. The Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) used canopy space A (I and II) to build nests,
while for perching trees that have been identified are the banyan (Ficus benjamina), weru (Elaecarpus
sphaericus), kapok (Ceiba pentandra), lamtoro gung (Leucaena leucocephala SubSp. glabrata) and
Nimbah (Melia Azidarach). Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) uses crown spaces A and B (I and II)
for perching behavior and stalking prey. In this section of the canopy the Flores Hawk Eagle (Nisaetus
floris) usually perched on a flat tree trunk perpendicular to the main branch and is of medium size. The
daily activity of the Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) which has the highest presentation is perching
at 41%, flying (soaring and gliding) by 28%, voice by 22% and hunting by 22%.
Keywords: Habitat Characteristics, Flores Eagle Behavior, Vegetation Analysis, Nesting Trees, Perch
Trees, Otoseso Traditional Forest.
129
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
tinggal dan berkembang biak di daerah-daerah spesifik baru dibuat oleh Kementerian Kehutanan
Indonesia atau bahkan endemik di salah satu melalui Permenhut No: P.57/Menhut-II/2008
daerah Indonesia (Prawiradilaga, 2006). Menurut, tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies
Trainor (2000) menyatakan lebih dari 10% daerah Nasional 2008-2018. Selain itu, Elang Flores
burung endemik terletak di kawasan Wallace. (Nisaetus floris) telah dimasukkan dalam 25
Salah satu wilayah di Indonesia yang terletak di spesies prioritas yang menjadi target peningkatan
kawasan Wallace dan memiliki tingkat populasi sebesar 10% dalam Rencana
keanekaragaman hayati yang tinggi ialah Pulau Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Flores yang terletak di gugusan Kepulauan Nusa Kementerian LHK 2015-2019 sesuai dengan surat
Tenggara. Salah satu spesies dan satwa endemik Direktur Jenderal PHKA No.S.20/IV-KKH/2015
yang terdapat di pulau ini adalah burung Elang tanggal 12 Januari 2015 perihal tindak lanjut
Flores (Nisaetus floris), yang merupakan raptor rumusan rakor KKH 2014 dalam Setiawan,
(burung pemangsa) endemik Nusa Tenggara (2017).
yang bisa ditemukan juga di pulau lainnya Berdasarkan monitoring terbaru yang
seperti pulau Komodo, Lombok, Sumbawa, dilakukan oleh pegawai TNK pada bulan Maret
Rinca, Paloe dan Satonda. Pengaruh spesies tahun 2020 di dua lokasi yakni di Situs Pos Moni,
Elang Flores (Nisaetus floris) terhadap Waturaka, Wolojita (SPTN Wilayah I Moni)
lingkungan dianggap sangat besar, hingga dapat dijumpai 5 individu sedangkan di Wolokoro,
mempengaruhi ekosistem yang saling Okisobe (SPTN Wilayah II Detusoko) dijumpai 2
bergantungan serta jumlah dan karakteristik individu. Jumlah ini mengalami peningkatan dari
spesies lain di suatu komunitas (Setiawan, 2017). tahun 2019 yang hanya dijumpai 6 individu
Menurut Prawiradilaga et al. dalam dimana dari ke-6 individu tersebut 4 individu
Suparman (2011) terdapat kira-kira 100 pasang diantaranya dijumpai di Situs Pos Moni,
burung Elang Flores (Nisaetus floris) yang Waturaka, Wolojita (SPTN Wilayah I Moni) dan
terdapat pada wilayah dataran rendah dengan luas 2 individu lainya dijumpai di Wolokoro, Okisobe
wilayah 40 km2 di Flores. Salah satu daerah di (SPTN Wilayah II Detusoko).
Flores yang merupakan habitat dari Elang Flores Menurut Setiawan (2017), ancaman bagi
(Nisaetus floris) adalah di kawasan hutan Adat ekosistem Elang Flores (Nisaetus floris) saat ini
Otoseso dimana pada kawasan ini terdapat yakni semakin maraknya perburuan satwa. Selain
beberapa persarangan dari satwa Elang Flores itu, ancaman lainnya yang mempengaruhi
(Nisaetus floris). Hutan adat ini terletak diluar keberadaan Elang Flores (Nisaetus floris) yaitu
kawasan Taman Nasional Kelimutu (TNK) penebangan pohon dan pembakaran hutan secara
tepatnya berada di Kelurahan Wolojita, dimana liar yang dilakukan oleh masyarakat, hal tersebut
kawasan ini tidak dikelola oleh negara dan dilakukan dengan tujuan untuk perluasan
dianggap hutan adat oleh masyarakat setempat, perkebunan dan pemukiman masyarakat.
sehingga sistem pengelolaan dan pengawasannya Maraknya perburuan liar di Flores mengakibatkan
dilakukan oleh masyarakat dibawah binaan pihak terjadinya penurunan populasi hewan endemik
TNK. Kerjasama antara masyarakat adat setempat khususnya Elang Flores (Nisaetus floris). Dalam
dan pihak TNK ditandai dengan diresmikannya Setiawan (2017) juga menunjukkan bukti
Kelompok Pemantau Elang Flores atau perburuan berupa potongan bagian tubuh satwa,
Kelompok Pemantau Jata Bara (Elang Flores hal ini sejalan dengan laporan monitoring petugas
dalam Bahasa Lio) pada tahun 2018 oleh pihak Balai Taman Nasional Kelimutu pada tahun 2020
TNK. yang mengatakan bahwa pada tahun 2015 telah
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan terjadi penembakan satu individu Elang Flores
Hidup dan Kehutanan No. (Nisaetus floris) di sekitar Situs Okisobe, hal ini
P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang terjadi dikarenakan rendahnya rasa memiliki dan
jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi telah kurangnya pengetahuan masyarakat akan spesies
ditetapkan bahwa Elang Flores (Nisateus floris), langka yang endemik, sehingga menyebabkan
sebagai jenis satwa yang dilindungi. Namun masyarakat terus-menerus melakukan hal tersebut
upaya konservasi terhadap Elang Flores secara tanpa memikirkan pentingnya menjaga dan
130
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
131
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
keanekaragaman, (Odum, 1998). Untuk
inang berada. Iklim mikro habitat persarangan Indeks Keanekaragaman (H´) Shanon- Wiener
(H´) dihitung menggunakan rumus :
berupa suhu dan kelembaban diukur
H’ = - ∑ [Pi ln Pi]
menggunakan hygrometer. Pengambilan data
Dimana Pi = Ni / N
dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi hari Keterangan :
(06.00), siang hari (12.00) dan sore hari H´ = Indeks keanekaragaman Shannon-
(17.00). Wienner
4) Perilaku Penggunaan Habitat dan Aktivitas Pi = Proporsi dari tiap jenis i
Harian dilakukan selama 14 hari berurut turut. Ni = Jumlah individu jenis ke-i
Pengamatan dilakukan dari awal hingga LN = Logaritma Natural
berakhirnya suatu aktivitas, dimulai dari pukul 3) Besarnya nilai indeks keanekaragaman jenis
08.00 pagi sampai dengan pukul 16.00 sore. menurut Shannon-wiener yaitu :
Data yang dikumpulkan yaitu waktu aktif, - H´<1 menunjukkan keanekaragaman
bentuk aktivitas, tempat aktivitas dan perilaku spesies rendah.
saat aktivitas. - H´1≤H´ ≤ 3 menunjukkan
5) Identifikasi Potensi Ancaman Terhadap keanekaragaman spesies sedang.
Habitat. Ancaman terhadap habitat harus - H´>3 menunjukkan keanekaragaman
diidentifikasi agar dapat dilakukan tindakan spesies tinggi.
pencegahan, sehingga tekanan terhadap suatu
2.2. Pola Sebaran Spasial Pohon Sarang dan
habitat bisa diminimalisir atau dikurangi
Pohon Bertengger.
tingkat kerusakannya. Pola sebaran spasial pohon sarang dan pohon
Data yang diperoleh kemudian dianalisis bertengger dianalisis dengan indeks
menggunakan : penyebaran Morisita (Krebs, (1989) dalam
2.1. Analisis Vegetasi Hidayat, (2014)) dengan rumus :
1) Indeks Nilai Penting (INP)
INP dianalisis berdasarkan Indriyanto, (2006)
dengan rumus :
- Kerapatan (K) Keterangan :
j𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s
K = Id = Derajat penyebaran morisita
L𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎k n = Jumblah petak contoh
- Kerapatan Relatif (KR) ∑x² =Jumblah kuadrat dari total individu
K𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s suatu jenis pada suatu komunitas.
KR = X
K𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s Derajat pengelompokan (clumping index)
100% suatu spesies ditentukan dengan standar
- Frekuensi (F) derajat morisita (IP) (Rahmat et all., (2008)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐷𝑖𝑗𝑢𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒F =
𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘
- Frekuensi Relatif (FR) dalam Hidayat, (2014)) dengan
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 menggunakan rumus :
𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s x100%
FR =
f𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ
𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
- Dominansi (D)
L𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑠𝑎r Keterangan :
D=
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ Mu = Indeks Morisita untuk pola
- Dominansi Relatif (DR) seragam (uniform)
DR =
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 X 100%
D𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s ∑x²0.975 = Nilai chi-square pada db (n-1),
selang kepercayaan 97.5 %
INP = KR+FR+DR (tiang dan pohon) ∑xi = Jumlah individu dari suatu jenis
pada petak ukur ke-i
2) Keanekaragaman jenis yang terdapat dalam N = Jumlah petak contoh
komunitas dapat diketahui dari indeks
132
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
Keterangan :
Keterangan : PH = Persentase penggunaan habitat untuk
Mc = Indeks Morisita untuk pola aktivitas tertentu
agregatif (clumped) BW = Banyaknya Waktu yang digunakan
∑x²0.025 = Nilai chi-square pada db (n-1), untuk suatu aktivitas selama pengamatan
selang kepercayaan 95 %
Σxi = Jumlah individu dari suatu jenis SW = seluruh interval waktu pengamatan
pada petak ukur ke-i Sedangkan untuk analisis persentase aktivitas
n = Jumlah petak contoh harian Elang Flores (Nisaetus floris)
Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan mennguakan rumus sebagai berikut :
menggunakan 4 rumus sebagai berikut:
Jika Id ≥ Mc > 1.0, maka dihitung :
Keterangan :
X : Frekuensi suatu perilaku yang diamati
dalam pengamatan
Y : Frekuensi seluruh perilaku yang diamati
dalam pengamatan
2.5. Identifikasi Potensi Ancaman Terhadap
Habitat.
Jika Mc > Id ≥ 1.0, maka dihitung : Untuk mengetahui potensi ancaman terhadap
habitat Elang Flores (Nisaetus floris)
digunakan metode observasi langsung
dilapangan dan wawancara terhadap sejumlah
tokoh masyarakat desa setempat dan
Jika 1 ≥ Id > Mu, maka dihitung : pemerintah daerah dalam hal ini pihak
kelurahan Wolojita.
133
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
habitat baik untuk tempat bersarang dan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat
sumber pakan untuk bebarapa jenis satwa keanekaragaman jenis tumbuhan baik
liar seperti reptil, mamalia, burung dan secara langsung maupun tidak langsung.
serangga. Selain tumbuhan Ficus Walaupun dalam hasil analisis
benjamina, tumbuhan yang juga menunjukkan tingkat kenakeragaman
mempunyai nilai INP tertinggi adalah spesies yang sedang perlu adanya suatu
tumbuhan Aleurites moluccana sebesar tindakan pencegahan agar ekosistem di
37,472% dan Pittosporum mollucanum kawasan tersebut menjadi lebih stabil.
sebesar 38,232%. Tumbuhan kemiri 3.4. Karakteristik Habitat Elang Flores
(Aleurites moluccana) merupakan (Nisaetus floris)
tumbuhan yang banyak dibudidayakan
- Tingkat Penggunaan Habitat Elang
karena merupakan salah satu tumbuhan
Flores (Nisaetus floris) di Hutan Adat
serbaguna yang bernilai ekonomis tinggi.
Otoseso
Sedangkan, tumbuhan Pittosporum
mollucanum merupakan tumbuhan yang Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat
banyak ditemukan di Jawa, Sulawesi, penggunaan habitat Elang Flores
Maluku dan Nusa Tenggara yang sangat (Nisaetus Floris) di hutan Adat
menyukai tempat terbuka, dimana Otoseso digunakan untuk bertengger
buahnya yang matang dapat menjadi (7%), terbang (2%), bersuara (0.46%),
makanan burung (Soebiantoro. G dkk, berburu (0,54%). Kawasan Hutan Adat
2010). Ototseso dijadikan sebagai habitat oleh
Elang Flores (Nisaetus Floris) karena
Nilai INP terendah kategori pohon adalah
letak Hutan Adat Otoseso diapit oleh
tumbuhan Nimbah (Melia azidarach)
perkampungan dimana hal ini
dengan nilai 2,937%, ini terjadi karena
mempermudah Elang Flores (Nisaetus
tumbuhan Nimbah (Melia azidarach)
floris) dalam mengamati mangsanya
termasuk dalam kategori Sub Climax
seperti ayam dan babi yang dipelihara
yang artinya pohon yang
oleh masyarakat sekitar. Yang
pertumbuhannya sedang yang dapat
berikutnya adalah ketersediaan pohon
ditemukan di hutan sekunder dan primer
yang dapat dijadikan sebagai lokasi
(Direktorat Jendral KLHK, 2017).
persarangan dan yang terakhir adalah
3.3. Keanekaragaman Jenis Vegetasi di keanekaragaman fauna kecil yang
Hutan Adat Otoseso melimpah pada kawasan tersebut
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat seperti kadal, burung kecil, serangga,
dijelaskan bahwa indeks keanekargaman mamalia kecil dan hewan lainnya yang
jenis tumbuhan yang berada di kawasan merupakan sumber makanan bagi elang
Hutan Adat Otoseso dengan H´ 2,646, flores (Nisaetus floris. Berikut adalah
berdasarkan kategori besarnya indeks beberapa jenis pakan Elang Flores
keanekaragaman jenis yang dikemukakan (Nisaetus floris) yang berhasil
oleh Shannon-weiner yaitu jika 1 ≤ H´ ≤ 3 diidentifikasi dilapangan :
menunjukkan keanekaragaman spesies Tabel 4.1.Jenis Pakan Elang Flores
termasuk kedalam kategori sedang. (Nisaetus floris)
Berdasarkan hasil pengamatan dan
Nama Jenis Pakan Keterangan
wawancara selama dilapangan, tekanan
Ayam a, b, c
terhadap kawasan Hutan Adat Otoseso
Anak Babi a, b
diakibatkan oleh adanya aktivitas
Kelelawar c
masyarakat berupa kegiatan mencari kayu
Tokek c
bakar dalam kawasan serta
Musang b
menggembalakan hewan ternak disekitar
kawasan. Aktivitas-aktivitas masyarakat Sumber: Data Primer Peneliti (2021)
134
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
135
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
136
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
137
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
138
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
yang diapit oleh perkampungan, Odum, EP, 1998, Dasar-dasar Ekologi, Gadjah
ketersediaan pohon yang dapat dijadikan Mada University Press, Yogyakarta.
sebagai lokasi persarangan yaitu pohon Prawiradilaga DM. 2006.Ecology and
mencuat (emergent tree) dan conservation of endangered Javan
keanekaragaman fauna kecil yang Hawkeagle (Spizaetus bartelsi).
melimpah pada kawasan tersebut seperti Ornithological Science (5):177-186
kadal, burung kecil, serangga, mamalia Putri AS. 2009. Pola penggunaan ruang owa
kecil. jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)
4.3. Karakteristik jenis pohon yang dipilih berdasarkan perilaku bersuara di
oleh Elang Flores (Nisaetus floris) Taman Nasional Gunung Halimun
sebagai persarangan di Hutan Adat Salak, Provinsi Jawa Barat
Otoseso merupakan jenis pohon emergent [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian
tree, yang bercirikan tajuk lebar dan Bogor.
terbuka (tidak rapat), memiliki Raharjaningtrah W, Rahman Z. 2004. Study on
percabangan yang kuat dan juga mampu the distribution, habitat and ecology of
menopang sarang Elang Flores (Nisaetus Flores Hawk-eagle Spizaetus cirrhatus
floris) dan sarang yang terletak dibawah floris in Lombok, Sumbawa, Flores,
naungan tajuk dan memiliki sisi yang Komodo and Rinca Islands, Nusa
terbuka. Tenggara, Indonesia. Annual Report of
Pro Nature Fund.Volume 13, No 1.
4.4. Elang Flores (Nisaetus floris) di Hutan
Setiawan. 2017. Kajian Distribusi Spasial
Adat Otoseso menggunakan ruang tajuk
Habitat Elang Flores (Nizaetus Floris)
A (I dan II) untuk membangun sarang
di Pulau Flores [skripsi]. Bogor (ID):
dan menggunakan ruang tajuk A dan B (I
Institut Pertanian Bogor.
dan II) untuk perilaku bertengger dan
Soebiantoro, G., H. Wiriadinata, A. H. Wawo.,
mengintai mangsa.
Sudaryanti, A. Saim, Budiarjo dan
4.5. Perilaku harian Elang Flores (Nisaetus Wardi. 2010. Potensi Flora dan Fauna
floris) di Hutan Adat Otoseso terdiri atas Taman Nasional Kelimutu, Ende,
perilaku bertengger (41%), terbang Flores, NTT. Dalam Laporan Akhir
(Soaring dan gliding) 28%, bersuara 22% Balai Taman Nasional Kelimutu Ditjen
dan berburu 9%. Kehutanan-Departemen Kehutanan
4.6. Ada dua faktor utama yang menjadi Kerja Sama dengan Pusat Penelitian
ancaman terhadap habitat Elang Flores Boilogi-LIPI Bogor.110 hal.
(Nisaetus floris) di Hutan Adat Otoseso Suparman U. 2012.Continued a Study of
yaitu faktor manusia dan faktor alam. Distribution, Population, Habitat, and
Ecological Aspect of Flores Hawk-eagle
DAFTAR PUSTAKA (Nisaetus floris) in and around Ruteng
Nature Recreation Area and Mbeliling
Harianto I, Andono A, Hasan M, Dewi YN, Forest Reserve, Flores Islands, East
Tripraiawan T, Artawan IM, Suparman Nusa Tenggara, Indonesia. Cianjur:
U, Syaifudin D. 2015. Burung Jawa Barat.
Pemangsa (Raptor). Balai Besar Taman Trainor C. Lesmana, D., Gatur, A., Prayitno, W.
Nasional Gunung Gede Pangrango. 2000. Mencari Masa Depan: Arti
Hidayat, O. 2014. Komposisi, Preferensi dan Penting Hutan Mbeliling bagi Kawasan
Sebaran Jenis Tumbuhan Pakan Kaka konservasi Keanekaragaman Hayati
Tua (Cacatua Sulpuhrea Flores. Bogor. PKA/Birdlife
Citrrinocistata) di Taman Nasional International Indonesia Programme/
Laiwangi Wanggameti. Kupang. WWF.Laporan No. 10 (2000).
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Widjaja, E.A., Rahayuningsih, Y., Rahajoe, J.S.,
Aksara Ubaidillah, R., Maryanto, I. Walujo,
139
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
140