You are on page 1of 12

Jurnal Wana Lestari

Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

KARAKTERISTIK HABITAT ELANG FLORES (Nisaetus floris) DI KAWASAN


HUTAN ADAT OTOSESO, KECAMATAN WOLOJITA, KABUPATEN ENDE,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

HABITAT CHARACTERISTICS OF THE FLORES EAGLE (Nisaetus floris) IN


THE OTOSESO TRADITIONAL FOREST AREA, WOLOJITA DISTRICT, ENDE
REGENCY, EAST NUSA TENGGARA PROVINCE.
Hermanus Calvin Worho1), Maria M. E. Purnama2), Oky Hidayat2)
1)
Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana
2)
Dosen Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana
3) Staf Peneliti pada Litbang Kehutanan Kupang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Email : kevinworho68@gmail.com

ABSTRACT
This study was conducted to determine the Habitat Characteristics of the Flores Hawk Eagle
(Nisaetus Floris) in the Otoseso Indigenous Forest Area, Wolojita Sub-District, Ende Regency, East
Nusa Tenggara Province. This research was conducted from March to April 2021. The analysis of the
habitat of the Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) used a vegetation analysis approach, the level of
habitat use and observations of nesting characteristics. The behavior of the Flores Hawk Eagle
(Nisaetus floris) was observed directly at the observation spot to describe its daily activities.
The results showed that the trees used for nesting sites were the Jita (Alstonia scholaris), Fai
(Paraserianthes falcataria) and Kemiri (Aleurites mollucana) tree species, which are sticking trees in
their habitat. The Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) used canopy space A (I and II) to build nests,
while for perching trees that have been identified are the banyan (Ficus benjamina), weru (Elaecarpus
sphaericus), kapok (Ceiba pentandra), lamtoro gung (Leucaena leucocephala SubSp. glabrata) and
Nimbah (Melia Azidarach). Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) uses crown spaces A and B (I and II)
for perching behavior and stalking prey. In this section of the canopy the Flores Hawk Eagle (Nisaetus
floris) usually perched on a flat tree trunk perpendicular to the main branch and is of medium size. The
daily activity of the Flores Hawk Eagle (Nisaetus floris) which has the highest presentation is perching
at 41%, flying (soaring and gliding) by 28%, voice by 22% and hunting by 22%.

Keywords: Habitat Characteristics, Flores Eagle Behavior, Vegetation Analysis, Nesting Trees, Perch
Trees, Otoseso Traditional Forest.

1. PENDAHULUAN endemisitas flora, fauna maupun mikroba di


Indonesia merupakan salah satu negara Indonesia disebabkan oleh keunikan geologinya.
dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi Untuk beberapa kelompok fauna, Indonesia
di dunia, baik itu flora maupun fauna, tercatat memiliki endemisitas tertinggi di dunia,
keanekaragaman jenis flora sebagai berikut: diantaranya 270 jenis mamalia, 386 jenis burung,
1.500 jenis alga, 80.000 jenis tumbuhan berspora 328 jenis reptil, 204 jenis amphibian, dan 280
berupa jamur, 595 jenis lumut kerak, 2.197 jenis jenis ikan (Widjaja et al., 2014).
paku-pakuan, dan 30.000-40.000 jenis tumbuhan Di Indonesia terdapat 1.552 spesies burung
berbiji. Sementara itu, data diversitas faunanya dimana 73 spesies atau sekitar 4,6% dari total
terdapat 8.157 spesies vertebrata (mamalia, spesies burung merupakan burung pemangsa atau
burung, herpetofauna dan ikan) dan 1.900 spesies predator. Sebanyak 21,9% burung pemangsa (16
kupu-kupu (Widjaja et al., 2014). Tingginya spesies dari 73 spesies) merupakan burung yang

129
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

tinggal dan berkembang biak di daerah-daerah spesifik baru dibuat oleh Kementerian Kehutanan
Indonesia atau bahkan endemik di salah satu melalui Permenhut No: P.57/Menhut-II/2008
daerah Indonesia (Prawiradilaga, 2006). Menurut, tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies
Trainor (2000) menyatakan lebih dari 10% daerah Nasional 2008-2018. Selain itu, Elang Flores
burung endemik terletak di kawasan Wallace. (Nisaetus floris) telah dimasukkan dalam 25
Salah satu wilayah di Indonesia yang terletak di spesies prioritas yang menjadi target peningkatan
kawasan Wallace dan memiliki tingkat populasi sebesar 10% dalam Rencana
keanekaragaman hayati yang tinggi ialah Pulau Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Flores yang terletak di gugusan Kepulauan Nusa Kementerian LHK 2015-2019 sesuai dengan surat
Tenggara. Salah satu spesies dan satwa endemik Direktur Jenderal PHKA No.S.20/IV-KKH/2015
yang terdapat di pulau ini adalah burung Elang tanggal 12 Januari 2015 perihal tindak lanjut
Flores (Nisaetus floris), yang merupakan raptor rumusan rakor KKH 2014 dalam Setiawan,
(burung pemangsa) endemik Nusa Tenggara (2017).
yang bisa ditemukan juga di pulau lainnya Berdasarkan monitoring terbaru yang
seperti pulau Komodo, Lombok, Sumbawa, dilakukan oleh pegawai TNK pada bulan Maret
Rinca, Paloe dan Satonda. Pengaruh spesies tahun 2020 di dua lokasi yakni di Situs Pos Moni,
Elang Flores (Nisaetus floris) terhadap Waturaka, Wolojita (SPTN Wilayah I Moni)
lingkungan dianggap sangat besar, hingga dapat dijumpai 5 individu sedangkan di Wolokoro,
mempengaruhi ekosistem yang saling Okisobe (SPTN Wilayah II Detusoko) dijumpai 2
bergantungan serta jumlah dan karakteristik individu. Jumlah ini mengalami peningkatan dari
spesies lain di suatu komunitas (Setiawan, 2017). tahun 2019 yang hanya dijumpai 6 individu
Menurut Prawiradilaga et al. dalam dimana dari ke-6 individu tersebut 4 individu
Suparman (2011) terdapat kira-kira 100 pasang diantaranya dijumpai di Situs Pos Moni,
burung Elang Flores (Nisaetus floris) yang Waturaka, Wolojita (SPTN Wilayah I Moni) dan
terdapat pada wilayah dataran rendah dengan luas 2 individu lainya dijumpai di Wolokoro, Okisobe
wilayah 40 km2 di Flores. Salah satu daerah di (SPTN Wilayah II Detusoko).
Flores yang merupakan habitat dari Elang Flores Menurut Setiawan (2017), ancaman bagi
(Nisaetus floris) adalah di kawasan hutan Adat ekosistem Elang Flores (Nisaetus floris) saat ini
Otoseso dimana pada kawasan ini terdapat yakni semakin maraknya perburuan satwa. Selain
beberapa persarangan dari satwa Elang Flores itu, ancaman lainnya yang mempengaruhi
(Nisaetus floris). Hutan adat ini terletak diluar keberadaan Elang Flores (Nisaetus floris) yaitu
kawasan Taman Nasional Kelimutu (TNK) penebangan pohon dan pembakaran hutan secara
tepatnya berada di Kelurahan Wolojita, dimana liar yang dilakukan oleh masyarakat, hal tersebut
kawasan ini tidak dikelola oleh negara dan dilakukan dengan tujuan untuk perluasan
dianggap hutan adat oleh masyarakat setempat, perkebunan dan pemukiman masyarakat.
sehingga sistem pengelolaan dan pengawasannya Maraknya perburuan liar di Flores mengakibatkan
dilakukan oleh masyarakat dibawah binaan pihak terjadinya penurunan populasi hewan endemik
TNK. Kerjasama antara masyarakat adat setempat khususnya Elang Flores (Nisaetus floris). Dalam
dan pihak TNK ditandai dengan diresmikannya Setiawan (2017) juga menunjukkan bukti
Kelompok Pemantau Elang Flores atau perburuan berupa potongan bagian tubuh satwa,
Kelompok Pemantau Jata Bara (Elang Flores hal ini sejalan dengan laporan monitoring petugas
dalam Bahasa Lio) pada tahun 2018 oleh pihak Balai Taman Nasional Kelimutu pada tahun 2020
TNK. yang mengatakan bahwa pada tahun 2015 telah
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan terjadi penembakan satu individu Elang Flores
Hidup dan Kehutanan No. (Nisaetus floris) di sekitar Situs Okisobe, hal ini
P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang terjadi dikarenakan rendahnya rasa memiliki dan
jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi telah kurangnya pengetahuan masyarakat akan spesies
ditetapkan bahwa Elang Flores (Nisateus floris), langka yang endemik, sehingga menyebabkan
sebagai jenis satwa yang dilindungi. Namun masyarakat terus-menerus melakukan hal tersebut
upaya konservasi terhadap Elang Flores secara tanpa memikirkan pentingnya menjaga dan

130
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

melestarikan satwa endemik ini. 2. METODOLOGI PENELITIAN


Menurut Raharjinigtrah (2004), informasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
tentang Elang Flores (Nisaetus floris) mengenai Maret sampai April 2021 di Kawasan Hutan Adat
estimasi daerah penyebarannya berdasarkan Otoseso, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende,
perilaku dari pada habitat dan teritorialnya masih Provinsi Nusa Tenggara Timur.
kurang. Namun, dalam penelitian yang dilakukan
Metode pengambilan data dimulai dari :
oleh setiawan, (2017) telah memberikan
1) pengamatan dan pengukuran vegetasi dengan
gambaran mengenai pola persebaran dan
tujuan untuk mengidentifikasi komposisi
karakteristik habitat Elang Flores (Nisaetus floris)
vegetasi. Komposisi vegetasi yang diperoleh
di Flores, namun penelitian mengenai Elang
akan dianalisis untuk memperoleh Indeks Nilai
Flores (Nisaetus floris) yang hanya berfokus pada
Penting (INP). Pada penelitian ini penentuan
suatu kawasan di Pulau Flores jarang dilakukan.
lokasi sampling menggunakan metode jalur
Maka dari itu, perlu adanya kajian mengenai
transek. Luasan dari hutan Adat Otoseso,
identifikasi karakteristik habitat Elang Flores
dalam perhitungan diketahui sebesar 4,1 ha,
(Nisaetus floris) di Hutan Adat Otoseso, dimana
dari total luasan 4,1 ha yang dapat dilakukan
di hutan ini terdapat persarangan dari Elang
pengambilan data vegetasi hanya sebesar 0,84
Flores (Nisaetus floris).
ha dikarenakan pada kawasan tersebut
Saat ini informasi dan data mengenai Elang
memiliki topografi yang sangat curam. Dengan
Flores (Nisaetus floris) di Hutan Adat Otoseso,
luasan 0,84 ha didapati total plot sebanyak 21
baik habitat dan populasinya sangat terbatas. Data
plot. Pada setiap petak ukur akan dilakukan
dan informasi mengenai keberadaan Elang Flores
pengukuran pada tingkat pohon dan tiang
(Nisaetus floris) di Hutan Adat Otoseso penting
tumbuhan yaitu sebagai berikut :
didapatkan guna mendukung upaya pelestarian
a. Tingkat tiang, petak contoh berukuran (10m
pengelolaan Elang Flores (Nisaetus floris) pada
x 10m) dengan diameter pohon 10-20 cm.
habitat di luar kawasan konservasi.
b. Tingkat pohon, petak contoh berukuran (20m
Berdasarkan pernyataan di atas maka
x 20m) dengan diameter pohon>20cm.
penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian
c. Pengukuran diameter batang dilakukan pada
dengan judul “Karakteristik Habitat Elang
ketinggian kira-kira setinggi dada atau 1,3 m
Flores (Nisaetus floris) Di Kawasan Hutan
di atas permukaan tanah.
Adat Otoseso, Kecamatan Wolojita,
d. Parameter-parameter yang dicatat adalah
Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara
nama jenis tumbuhan (nama lokal dan
Timur”.
ilmiah), diameter batang, jumlah jenis dan
jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
tumbuhan (frekuensi).
Mengetahui karakteristik habitat Elang Flores
2) Pemetaan Habitat dan Jenis Hutan dilakukan
(Nisaetus Floris), perilaku harian Elang Flores
untuk mengidentifikasi pohon penting yang
(Nisaetus Floris) dan faktor-faktor ancaman bagi
menjadi sarang dan tempat bertengger burung
habitat Elang Flores (Nisaetus Floris) di Hutan
Elang Flores (Nisaetus floris). Identifikasi
Adat Otoseso, Kecamatan Wolojita, Kabupaten
pohon penting dilakukan dengan pengamatan
Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. penelitian
langsung terhadap Elang Flores (Nisaetus
ini diharapkan dapat memberikan informasi
floris) mulai dari tempat bersarang dan
mengenai karakteristik habitat, tingkah laku dan
bertengger, kemudian setiap jenis pohon
faktor-faktor ancaman bagi habitat Elang Flores
penting akan diambil titik koordinat lalu dibuat
(Nisaetus Floris) di Hutan Adat Otoseso sehingga
dalam bentuk peta menggunakan software
dapat memudahkan dalam penyusunan rencana
QGIS.
konservasi Elang Flores (Nisaetus floris) pada
3) Pengamatan Karakteristik Persarangan
habitat di luar kawasan konservasi dimasa yang
dilakukan dengan pengamatan langsung
akan datang.
dilapangan meliputi: jenis pohon inang, jumlah
sarang pada pohon inang, letak sarang pada
pohon inang dan ketinggian tempat pohon

131
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)
keanekaragaman, (Odum, 1998). Untuk
inang berada. Iklim mikro habitat persarangan Indeks Keanekaragaman (H´) Shanon- Wiener
(H´) dihitung menggunakan rumus :
berupa suhu dan kelembaban diukur
H’ = - ∑ [Pi ln Pi]
menggunakan hygrometer. Pengambilan data
Dimana Pi = Ni / N
dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi hari Keterangan :
(06.00), siang hari (12.00) dan sore hari H´ = Indeks keanekaragaman Shannon-
(17.00). Wienner
4) Perilaku Penggunaan Habitat dan Aktivitas Pi = Proporsi dari tiap jenis i
Harian dilakukan selama 14 hari berurut turut. Ni = Jumlah individu jenis ke-i
Pengamatan dilakukan dari awal hingga LN = Logaritma Natural
berakhirnya suatu aktivitas, dimulai dari pukul 3) Besarnya nilai indeks keanekaragaman jenis
08.00 pagi sampai dengan pukul 16.00 sore. menurut Shannon-wiener yaitu :
Data yang dikumpulkan yaitu waktu aktif, - H´<1 menunjukkan keanekaragaman
bentuk aktivitas, tempat aktivitas dan perilaku spesies rendah.
saat aktivitas. - H´1≤H´ ≤ 3 menunjukkan
5) Identifikasi Potensi Ancaman Terhadap keanekaragaman spesies sedang.
Habitat. Ancaman terhadap habitat harus - H´>3 menunjukkan keanekaragaman
diidentifikasi agar dapat dilakukan tindakan spesies tinggi.
pencegahan, sehingga tekanan terhadap suatu
2.2. Pola Sebaran Spasial Pohon Sarang dan
habitat bisa diminimalisir atau dikurangi
Pohon Bertengger.
tingkat kerusakannya. Pola sebaran spasial pohon sarang dan pohon
Data yang diperoleh kemudian dianalisis bertengger dianalisis dengan indeks
menggunakan : penyebaran Morisita (Krebs, (1989) dalam
2.1. Analisis Vegetasi Hidayat, (2014)) dengan rumus :
1) Indeks Nilai Penting (INP)
INP dianalisis berdasarkan Indriyanto, (2006)
dengan rumus :
- Kerapatan (K) Keterangan :
j𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s
K = Id = Derajat penyebaran morisita
L𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎k n = Jumblah petak contoh
- Kerapatan Relatif (KR) ∑x² =Jumblah kuadrat dari total individu
K𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s suatu jenis pada suatu komunitas.
KR = X
K𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s Derajat pengelompokan (clumping index)
100% suatu spesies ditentukan dengan standar
- Frekuensi (F) derajat morisita (IP) (Rahmat et all., (2008)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐷𝑖𝑗𝑢𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒F =
𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘
- Frekuensi Relatif (FR) dalam Hidayat, (2014)) dengan
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 menggunakan rumus :
𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s x100%
FR =
f𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ
𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
- Dominansi (D)
L𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑠𝑎r Keterangan :
D=
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ Mu = Indeks Morisita untuk pola
- Dominansi Relatif (DR) seragam (uniform)
DR =
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 X 100%
D𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒s ∑x²0.975 = Nilai chi-square pada db (n-1),
selang kepercayaan 97.5 %
INP = KR+FR+DR (tiang dan pohon) ∑xi = Jumlah individu dari suatu jenis
pada petak ukur ke-i
2) Keanekaragaman jenis yang terdapat dalam N = Jumlah petak contoh
komunitas dapat diketahui dari indeks

132
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

Keterangan :
Keterangan : PH = Persentase penggunaan habitat untuk
Mc = Indeks Morisita untuk pola aktivitas tertentu
agregatif (clumped) BW = Banyaknya Waktu yang digunakan
∑x²0.025 = Nilai chi-square pada db (n-1), untuk suatu aktivitas selama pengamatan
selang kepercayaan 95 %
Σxi = Jumlah individu dari suatu jenis SW = seluruh interval waktu pengamatan
pada petak ukur ke-i Sedangkan untuk analisis persentase aktivitas
n = Jumlah petak contoh harian Elang Flores (Nisaetus floris)
Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan mennguakan rumus sebagai berikut :
menggunakan 4 rumus sebagai berikut:
Jika Id ≥ Mc > 1.0, maka dihitung :
Keterangan :
X : Frekuensi suatu perilaku yang diamati
dalam pengamatan
Y : Frekuensi seluruh perilaku yang diamati
dalam pengamatan
2.5. Identifikasi Potensi Ancaman Terhadap
Habitat.
Jika Mc > Id ≥ 1.0, maka dihitung : Untuk mengetahui potensi ancaman terhadap
habitat Elang Flores (Nisaetus floris)
digunakan metode observasi langsung
dilapangan dan wawancara terhadap sejumlah
tokoh masyarakat desa setempat dan
Jika 1 ≥ Id > Mu, maka dihitung : pemerintah daerah dalam hal ini pihak
kelurahan Wolojita.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Jika 1 > Mu > Id, maka dihitung :
3.1. Perhitungan INP Tingkat Tiang
Berdasarkan data yang telah dianalisis,
maka dapat dijelaskan bahwa untuk
2.3. Pengamatan Karakteristik Persarangan kategori tiang, hanya terdapat dua jenis
Pohon inang yang digunakan Elang Flores tumbuhan tingkat tiang yaitu Kaju Nio
(Nisaetus floris) dianalisis penggunaan ruang (Polyscias nodosa) dengan nilai
tajuknya berdasarkan Putri (2009) yang 104,055% dan Pira (Litsea resinosa)
membagi ruang tajuk secara horizontal bernilai 195,945%. Hal ini disebabkan
menjadi ruang A, B dan C sedangkan vertikal karena Kawasan Hutan Adat Otoseso
dibagi menjadi ruang I, II dan III. Suhu udara lebih didominasi tumbuhan tingkat pohon
dan kelembaban udara harian dihitung untuk dan juga tumbuhan tingkat bawah seperti
dicari rata-rata suhu dan kelembaban pada perdu dan semak, selain itu tumbuhan
pagi, siang dan sore hari. invasi seperti Kirinyuh (Chromolaena
2.4. Perilaku Penggunaan Habitat. odorata) dan tumbuhan Lantana camara
Menurut Yuniar (2007) analisis untuk Sp juga sangat mendominasi kawasan ini.
mengetahui tingkat penggunaan habitat oleh 3.2. Perhitungan INP Tingkat Pohon
elang Flores (Nisaetus floris) dianalisis dengan Tingkat pohon nilai INP tertinggi adalah
rumus: tumbuhan Ficus benjamina dengan nilai
39,059%, hal ini terjadi karena tumbuhan
tersebut mendominasi pada kawasan
Hutan Adat Otoseso. Kemampuan pohon
beringin (Ficus benjamina) sebagai

133
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

habitat baik untuk tempat bersarang dan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat
sumber pakan untuk bebarapa jenis satwa keanekaragaman jenis tumbuhan baik
liar seperti reptil, mamalia, burung dan secara langsung maupun tidak langsung.
serangga. Selain tumbuhan Ficus Walaupun dalam hasil analisis
benjamina, tumbuhan yang juga menunjukkan tingkat kenakeragaman
mempunyai nilai INP tertinggi adalah spesies yang sedang perlu adanya suatu
tumbuhan Aleurites moluccana sebesar tindakan pencegahan agar ekosistem di
37,472% dan Pittosporum mollucanum kawasan tersebut menjadi lebih stabil.
sebesar 38,232%. Tumbuhan kemiri 3.4. Karakteristik Habitat Elang Flores
(Aleurites moluccana) merupakan (Nisaetus floris)
tumbuhan yang banyak dibudidayakan
- Tingkat Penggunaan Habitat Elang
karena merupakan salah satu tumbuhan
Flores (Nisaetus floris) di Hutan Adat
serbaguna yang bernilai ekonomis tinggi.
Otoseso
Sedangkan, tumbuhan Pittosporum
mollucanum merupakan tumbuhan yang Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat
banyak ditemukan di Jawa, Sulawesi, penggunaan habitat Elang Flores
Maluku dan Nusa Tenggara yang sangat (Nisaetus Floris) di hutan Adat
menyukai tempat terbuka, dimana Otoseso digunakan untuk bertengger
buahnya yang matang dapat menjadi (7%), terbang (2%), bersuara (0.46%),
makanan burung (Soebiantoro. G dkk, berburu (0,54%). Kawasan Hutan Adat
2010). Ototseso dijadikan sebagai habitat oleh
Elang Flores (Nisaetus Floris) karena
Nilai INP terendah kategori pohon adalah
letak Hutan Adat Otoseso diapit oleh
tumbuhan Nimbah (Melia azidarach)
perkampungan dimana hal ini
dengan nilai 2,937%, ini terjadi karena
mempermudah Elang Flores (Nisaetus
tumbuhan Nimbah (Melia azidarach)
floris) dalam mengamati mangsanya
termasuk dalam kategori Sub Climax
seperti ayam dan babi yang dipelihara
yang artinya pohon yang
oleh masyarakat sekitar. Yang
pertumbuhannya sedang yang dapat
berikutnya adalah ketersediaan pohon
ditemukan di hutan sekunder dan primer
yang dapat dijadikan sebagai lokasi
(Direktorat Jendral KLHK, 2017).
persarangan dan yang terakhir adalah
3.3. Keanekaragaman Jenis Vegetasi di keanekaragaman fauna kecil yang
Hutan Adat Otoseso melimpah pada kawasan tersebut
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat seperti kadal, burung kecil, serangga,
dijelaskan bahwa indeks keanekargaman mamalia kecil dan hewan lainnya yang
jenis tumbuhan yang berada di kawasan merupakan sumber makanan bagi elang
Hutan Adat Otoseso dengan H´ 2,646, flores (Nisaetus floris. Berikut adalah
berdasarkan kategori besarnya indeks beberapa jenis pakan Elang Flores
keanekaragaman jenis yang dikemukakan (Nisaetus floris) yang berhasil
oleh Shannon-weiner yaitu jika 1 ≤ H´ ≤ 3 diidentifikasi dilapangan :
menunjukkan keanekaragaman spesies Tabel 4.1.Jenis Pakan Elang Flores
termasuk kedalam kategori sedang. (Nisaetus floris)
Berdasarkan hasil pengamatan dan
Nama Jenis Pakan Keterangan
wawancara selama dilapangan, tekanan
Ayam a, b, c
terhadap kawasan Hutan Adat Otoseso
Anak Babi a, b
diakibatkan oleh adanya aktivitas
Kelelawar c
masyarakat berupa kegiatan mencari kayu
Tokek c
bakar dalam kawasan serta
Musang b
menggembalakan hewan ternak disekitar
kawasan. Aktivitas-aktivitas masyarakat Sumber: Data Primer Peneliti (2021)

134
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

analisis penggunaan ruang tajuknya,


Keterangan: a = Informasi masyarakat diketahui bahwa Elang Flores (Nisaetus
lokal, b = Informasi petugas TNK, c = floris) di Hutan Adat Otoseso
Hasil pengamatan. menggunakan ruang tajuk A (I dan II)
- Tempat Bersarang dan Bertengger untuk membangun sarang, hal ini
dikarenakan pada tajuk tersebut
Tempat Sarang
terdapat percabangan batang yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mampu menopang dan memungkinkan
ada tiga jenis pohon yang digunakan elang dalam membangun sarang.
Elang Flores (Nisaetus floris) sebagai
Tempat Bertengger
lokasi persarangan yaitu pohon Jita
(Alstonia scholaris), Fai Berdasarkan hasil penelitian terlihat
(Paraserianthes falcataria) dan Kemiri pohon-pohon yang digunakan adalah
(Aleurites mollucana). Jenis pohon kombinasi antara pohon yang mencuat
sarang yang dipilih Elang Flores (emergent tree) dan pohon yang bukan
(Nisaetus floris) memiliki tinggi total mencuat seperti nimbah (Melia
yang berkisar antara 17,5 m sampai 21, azidarach). Selama melakukan
tinggi bebas cabang dari 6 m sampai 8 penelitian terlihat beberapa kali Elang
m, selain itu ketinggian sarang yang Flores (Nisaetus floris) mendatangi
berkisar antara 15 m sampai 18 m dan tepian Hutan Adat Otoseso dan
letak pohon sarang yang berada di bertengger pada pohon kapuk (Ceiba
kemiringan yang cukup curam, Pentandra) yang berbatasan langsung
Material sarang yang ditemukan dengan lahan terbuka. Pada pohon
dilapangan adalah berupa daun kering kapuk (Ceiba Pentandra) Elang Flores
dan ranting kering dengan ketebalan (Nisaetus floris) menggunakan
kurang lebih 50 cm dan berdiameter percabangan yang rata dan tidak
kurang lebih 90 cm, pada bagian atas berdaun untuk bertengger, hal ini
sarang berbentuk sedikit cekungan memudahakan Elang Flores (Nisaetus
yang dilapisi dedaunan kering. floris) dalam mengawasi mangsa
ataupun saat terbang meluncur
Karakteristik jenis pohon yang dipilih
meninggalkan tempat tenggernya.
oleh Elang Flores (Nisaetus floris)
sebagai persarangan di Hutan Adat Berdasarakan hasil pengamatan dan
Otoseso adalah jenis pohon emergent analisis penggunaan ruang tajuknya,
tree. Yang berikutnya adalah tajuk diketahui bahwa Elang Flores (Nisaetus
lebar dan terbuka (tidak rapat), floris) di Hutan Adat Otoseso
memiliki percabangan yang kuat dan menggunakan ruang tajuk A dan B (I
posisi sarang yang terletak pada ujung dan II) untuk perilaku bertengger dan
cabang utama sehingga mampu mengintai mangsa. Pada bagian tajuk
menopang sarang Elang Flores ini Elang Flores (Nisaetus floris)
(Nisaetus floris) dan sarang yang biasanya bertengger pada batang pohon
terletak dibawah naungan tajuk dan datar yang tegak lurus dari cabang
memiliki sisi yang terbuka, hal ini utama dan berukuran sedang,
dapat berguna bagi Elang Flores sedangkan pada pohon sarangnya
(Nisaetus floris) dalam memantau terlihat Elang Flores cenderung
mangsa yang berada disekitar lokasi bertengger di batang pohon yang lebih
sarang sekaligus mempermudah Elang besar yang berada di dekat sarangnya.
Flores (Nisaetus floris) terbang keluar Penyebaran Pohon Penting
masuk sarang tanpa mengepakan sayap Berdasarkan hasil analisis data maka
karena bebas hambatan. dapat dijelaskan bahwa Elang Flores
(Nisaetus floris) di Hutan Adat Otoseso
Berdasarakan hasil pengamatan dan

135
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

menggunakan jenis pohon Jita dalam melakukan analisis vegetasi


(Alstonia scholaris), Fai tidak ditemukan dalam plot
(Paraserianthes falcataria) dan Kemiri pengamatan. Untuk tumbuhan kapuk
(Aleurites mollucana) sebagai pohon (Ceiba pentandra) vegetasi yang
sarang sedangkan untuk pohon ditemukan berada diluar Kawasan
bertengger yang berhasil teridentifikasi Hutan Adat Otoseso yang berada
adalah jenis Beringin (Ficus dipinggiran hutan, yang sering
benjamina), weru (Elaecarpus dikunjungi oleh burung Elang Flores
sphaericus), kapuk (Ceiba pentandra), (Nisaetus floris). Sama halnya dengan
lamtoro gung (Leucaena leucocephala tumbuhan kapuk (Ceiba pentandra),
Sub Sp. glabrata) dan Nimbah (Meliaa tumbuhan lamtoro gung (Leucaena
azidarach). leucocephala SubSp. glabrata) juga
Berdasarkan hasil analisis data dapat tidak terdapat pada plot pengamatan
dijelaskan bahwa pola penyebaran vegetasi. Pada lokasi penelitian
pohon penting untuk aktivitas tumbuhan lamtoro gung (Leucaena
bersarang dan bertengger Elang Flores leucocephala Sub Sp. glabrata)
(Nisaetus floris) pada umumnya adalah ditemukan pada lereng kawasan yang
mengelompok. kemudian didapatkan berbatasan langsung dengan
bahwa jenis Elaecarpus sphaericus perkebunan masyarakat.
merupakan salah satu jenis yang Iklim Mikro Persarangan
memiliki kelimpahan yang cukup Pengukuran suhu dan kelembaban pada
tinggi dengan jumlah total 15 individu lokasi persarangan Elang Flores
yang tersebar secara acak. (Nisaetus floris) di Kawasan Hutan
Pola penyebaran secara merata terdapat Adat Otoseso dilakukan sebanyak 3
pada jenis vegetasi kemiri (Aleurites kali dalam satu hari, dimana pada pagi
mollucana) di kawasan Hutan Adat hari pukul 06.00, siang 12.00 dan pada
Otoseso. Hal ini kemudian terlihat pukul 17.00 sore. Pada saat
dalam hasil pengamatan dan analisis pengambilan data suhu dan
vegetasi dimana spesies kemiri kelembaban yang dilakukan pada akhir
(Aleurites mollucana) memiliki jumlah bulan maret sampai akhir bulan april,
spesies yang hampir sama atau seragam cuaca di lokasi penelitian tidak
di setiap plot pengamatan, selain itu menentu karena bertepatan dengan
selama melakukan kegiatan terjadinya Siklon Tropis Badai Seroja.
inventarisasi di lapangan, pohon kemiri Pada saat melakukan pengamatan di
(Aleurites mollucana) di Hutan Adat lapangan terlihat aktivitas Elang Flores
Otoseso tumbuh di tempat yang cukup (Nisaetus floris) tercatat lebih aktif
curam dan berbatasan langsung dengan pada pukul 08.50 hingga 13.00 WITA,
lahan perkebunan masyarakat, sehingga yang kemudian aktivitasnya menurun
sangat berpengaruh terhadap proses dan menjadi lebih banyak bertengger
penyebarannya yaitu buah yang jatuh (istirahat) dari pukul 13.00 hingga
berada jauh dari pohon induknya 16.00 WITA. Tercatat dari total 32 kali
karena faktor topografi dan juga faktor aktivitas bertengger, 17 kali
aktivitas manusia yang memanfaatkan diantaranya dilakukan pada pukul
biji kemiri sebagai komoditi. 13.00-16.00 dengan total waktu 262
Sementara itu untuk penyebaran menit. Sedangkan untuk aktivitas
tumbuhan bertengger jenis kapuk terbang, tercatat hanya 3 kali
(Ceiba pentandra) dan lamtoro gung perjumpaan dari pukul 13.00-16.00
(Leucaena leucocephala Sub Sp. dengan total waktu 12 menit, hal ini
glabrata) tidak dianalisis pola terjadi karena perubahan suhu yang
penyebarannya. Hal ini dikarenakan semakin menurun sedangkan untuk

136
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

aktivitas terbang elang memanfaatkan 09.31 dengan cuaca yang cerah,


arus panas dan suhu untuk beraktivitas hal ini mengindikasikan bahwa
(Harianto et al, 2015). Hal ini pada rentan waktu tersebut dengan
kemudian terlihat pada rata-rata suhu cuaca yang cerah Elang Flores
pada pagi hari sebesar 23.3°C (Nisaetus floris) memiliki cukup
kemudian naik menjadi 27.9 °C dan arus panas untuk memulai
menurun pada sore hari sebesar 24.7 aktivitasnya. Aktivitas gliding
°C. Berdasarkan hasil analisis terlihat yang ditemukan dilapangan adalah
rata-rata total harian kelembaban saat meninggalkan pohon
daerah sekitar persarangan Elang bertengger, meninggakan tempat
Flores (Nisaetus floris) adalah 83,8%, sarang dan sesekali setelah
hal ini mengindikasikan bahwa melakukan aktivitas soaring yang
kelembaban daerah disekitar kemudian terbang meluncur
persarangan burung Elang Flores meninggalkan habitatnya.
(Nisaetus floris) sangat mendukung - Aktivitas Berburu
perkembangbiakan dari spesies Perilaku berburu Elang Flores
tersebut. (Nisaetus floris) yang teramati
Aktivitas Harian Elang Flores selama di lapangan sebanyak 7
- Aktivitas Bertengger kali perjumpaan dengan total 36
Berdasarkan hasil analisis data, menit. Perilaku berburu yang
maka dapat dijelaskan bahwa teramati adalah bertengger sambil
aktivitas bertengger merupakan mencengkram mangsa, terbang
aktivitas yang memiliki persentase membawa mangsa tangkapan dan
tertinggi yaitu sebesar 41% dalam terbang lagi membawa mangsa ke
pengamatan di lapangan tercatat tempat lain. Hasil pengamatan
32 kali perjumpaan dengan total selama dilapangan terlihat Elang
waktu 462 menit. Flores (Nisaetus floris) melakukan
- Aktivitas Terbang perburuan di perkampungan
Berdasarkan pengamatan terhadap sekitar habitatnya dengan sasaran
aktivitas terbang Elang Flores utama adalah ayam yang diternak
(Nisaetus floris) di Hutan Adat oleh masyarakat sekitar. Berbeda
Otoseso, diketahui bahwa dengan hasil pengamatan, hasil
persentase aktivitas Elang Flores wawancara kemudian diketahui
(Nisaetus floris) untuk perilaku hewan ternak lain yang sering
terbang sebesar 28%. Perilaku dimangsa oleh Elang Flores
terbang yang teramati selama (Nisaetus floris) adalah anak babi
penelitian adalah soaring dan dengan teknik ambush hunting.
gliding. Perjumpaan terhadap Pengamatan yang dilakukan pada
Elang Flores (Nisaetus floris) habitatnya untuk aktivitas berburu,
selama melakukan aktivitas Elang Flores (Nisaetus floris)
terbang sebanyak 22 kali tercatat berburu tokek dan
perjumpaan, dari total perjumpaan kelelawar.
aktivitas terbang Elang Flores - Aktivitas Bersuara
(Nisaetus floris) tercatat 13 kali Perilaku bersuara merupakan
diantaranya adalah aktivitas aktivitas dengan persentase
gliding dan sisanya adalah sebesar 22%. Selama melakukan
aktivitas soaring. Aktivitas pengamatan tercatat 17 kali
soaring yang dilakukan elang perjumpaan Elang Flores (Nisaetus
flores tercatat terjadi dari rentan floris) melakukan aktivitas suara
waktu pukul 8.50 pagi sampai dengan total waktu 31 menit.

137
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

3.5. Gangguan Terhadap Habitat - Faktor Alam


Dari hasil pengamatan dan wawancara di Bencana alam yang teridentifikasi
lapangan peneliti kemudian dapat mengancam habitat Elang
menyimpulkan ada dua faktor utama Flores (Nisaetus floris) di Hutan Adat
yang menjadi ancaman terhadap habitat Otoseso adalah angin kencang.
Elang Flores (Nisaetus floris) di Hutan Berdasarkan hasil pegamatan terlihat
Adat Otoseso yaitu Faktor manusia dan pohon kemiri yang menjadi sarang
Faktor alam. bagi Elang Flores (Nisaetus floris)
- Faktor Manusia dimana dedaunannya menjadi layu
Berdasarkan hasil wawancara dan dan mengering paska bencana alam
pengamatan selama dilapangan ada seroja yang diikuti dengan kerusakan
beberapa aktivitas-aktivitas pada sarang itu sendiri. Faktor alam
masyarakat setempat yang dapat lain yang mengancam habitat Elang
menimbulkan gangguan terhadap Flores (Nisaetus floris) di Hutan Adat
habitat elang itu sendiri baik secara Otoseso adalah kebakaran hutan
langsung maupun tidak langsung. akibat kamarau. Faktor lain yang
Aktivitas masyarakat seperti mencari mengganggu keberdaan sarang Elang
kayu bakar dalam kawasan hutan adat Flores (Nisaetus floris) yaitu
dan menggembala ternak seperti sapi gangguan dari jenis elang lain yang
disekitar kawasan sangat berpengaruh dimana selama melakukan penelitian
terhadap komposisi dan vegetasi teramati jenis Elang Boneli (Aquila
habitat elang itu sendiri. Selain fasciata) pernah melakukan serangan
aktivitas mencari kayu bakar, ke tempat persarangan dari Elang
gangguan terhadap habitat yang Flores (Nisaetus Floris).
berikutnya adalah letak Hutan Adat
Otoseso yang berbatasan langsung
dengan lahan tidur dan perkebunan
masyarakat. Hal ini dapat 4. KESIMPULAN
menimbulkan resiko kebakaran
4.1. Berdasarkan data yang telah dianalisis
karena pada saat melakukan
untuk kategori tiang, dapat diketahui
penelitian terlihat masyarakat sering
bahwa hanya terdapat dua jenis
menyalakan api disekitar area
tumbuhan tingkat tiang yaitu Kaju Nio
perkebunan, sehingga sewaktu waktu
(Polyscias Nodosa) dengan nilai
bisa saja merambat masuk ke dalam
104,055% dan Pira (Litsea Resinosa)
area Kawasan Hutan Adat Otoseso.
bernilai 195,945% sedangkan tingkat
Ancaman lain terhadap habitat Elang
pohon nilai INP tertinggi adalah
Flores (Nisaetus floris) yakni letaknya
tumbuhan Ficus Benjaminadengan nilai
yang kurang lebih berjarak 50 meter
39,059% dan Nilai INP terendah kategori
dari jalan raya dan pemukiman warga
pohon adalah tumbuhan nimbah (Melia
sehingga, tingkat kebisingan sangat
Azidarach) dengan nilai 2,937%.
terasa karena aktifitas manusia seperti
Sedangkan Nilai indeks keanekargaman
memutar lagu, memanaskan motor
jenis tumbuhan yang berada di kawasan
ataupun suara kendaraan yang
Hutan Adat Otoseso dengan H´ 2,635
melintas. Selain itu, anggapan
yang menunjukan keanekaragaman
masyarakat sekitar kawasan yang
spesies kategori sedang.
menganggap Elang Flores (Nisaetus
floris) sebagai hama karena sering 4.2. Kawasan Hutan Adat Otoseso dijadikan
memangsa hewan ternak dari sebagai habitat oleh Elang Flores
masyarakat menambah ancaman (Nisaetus floris) karena adanya beberapa
keberadaan dari elang itu sendiri. faktor yakni letak Hutan Adat Otoseso

138
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

yang diapit oleh perkampungan, Odum, EP, 1998, Dasar-dasar Ekologi, Gadjah
ketersediaan pohon yang dapat dijadikan Mada University Press, Yogyakarta.
sebagai lokasi persarangan yaitu pohon Prawiradilaga DM. 2006.Ecology and
mencuat (emergent tree) dan conservation of endangered Javan
keanekaragaman fauna kecil yang Hawkeagle (Spizaetus bartelsi).
melimpah pada kawasan tersebut seperti Ornithological Science (5):177-186
kadal, burung kecil, serangga, mamalia Putri AS. 2009. Pola penggunaan ruang owa
kecil. jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)
4.3. Karakteristik jenis pohon yang dipilih berdasarkan perilaku bersuara di
oleh Elang Flores (Nisaetus floris) Taman Nasional Gunung Halimun
sebagai persarangan di Hutan Adat Salak, Provinsi Jawa Barat
Otoseso merupakan jenis pohon emergent [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian
tree, yang bercirikan tajuk lebar dan Bogor.
terbuka (tidak rapat), memiliki Raharjaningtrah W, Rahman Z. 2004. Study on
percabangan yang kuat dan juga mampu the distribution, habitat and ecology of
menopang sarang Elang Flores (Nisaetus Flores Hawk-eagle Spizaetus cirrhatus
floris) dan sarang yang terletak dibawah floris in Lombok, Sumbawa, Flores,
naungan tajuk dan memiliki sisi yang Komodo and Rinca Islands, Nusa
terbuka. Tenggara, Indonesia. Annual Report of
Pro Nature Fund.Volume 13, No 1.
4.4. Elang Flores (Nisaetus floris) di Hutan
Setiawan. 2017. Kajian Distribusi Spasial
Adat Otoseso menggunakan ruang tajuk
Habitat Elang Flores (Nizaetus Floris)
A (I dan II) untuk membangun sarang
di Pulau Flores [skripsi]. Bogor (ID):
dan menggunakan ruang tajuk A dan B (I
Institut Pertanian Bogor.
dan II) untuk perilaku bertengger dan
Soebiantoro, G., H. Wiriadinata, A. H. Wawo.,
mengintai mangsa.
Sudaryanti, A. Saim, Budiarjo dan
4.5. Perilaku harian Elang Flores (Nisaetus Wardi. 2010. Potensi Flora dan Fauna
floris) di Hutan Adat Otoseso terdiri atas Taman Nasional Kelimutu, Ende,
perilaku bertengger (41%), terbang Flores, NTT. Dalam Laporan Akhir
(Soaring dan gliding) 28%, bersuara 22% Balai Taman Nasional Kelimutu Ditjen
dan berburu 9%. Kehutanan-Departemen Kehutanan
4.6. Ada dua faktor utama yang menjadi Kerja Sama dengan Pusat Penelitian
ancaman terhadap habitat Elang Flores Boilogi-LIPI Bogor.110 hal.
(Nisaetus floris) di Hutan Adat Otoseso Suparman U. 2012.Continued a Study of
yaitu faktor manusia dan faktor alam. Distribution, Population, Habitat, and
Ecological Aspect of Flores Hawk-eagle
DAFTAR PUSTAKA (Nisaetus floris) in and around Ruteng
Nature Recreation Area and Mbeliling
Harianto I, Andono A, Hasan M, Dewi YN, Forest Reserve, Flores Islands, East
Tripraiawan T, Artawan IM, Suparman Nusa Tenggara, Indonesia. Cianjur:
U, Syaifudin D. 2015. Burung Jawa Barat.
Pemangsa (Raptor). Balai Besar Taman Trainor C. Lesmana, D., Gatur, A., Prayitno, W.
Nasional Gunung Gede Pangrango. 2000. Mencari Masa Depan: Arti
Hidayat, O. 2014. Komposisi, Preferensi dan Penting Hutan Mbeliling bagi Kawasan
Sebaran Jenis Tumbuhan Pakan Kaka konservasi Keanekaragaman Hayati
Tua (Cacatua Sulpuhrea Flores. Bogor. PKA/Birdlife
Citrrinocistata) di Taman Nasional International Indonesia Programme/
Laiwangi Wanggameti. Kupang. WWF.Laporan No. 10 (2000).
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Widjaja, E.A., Rahayuningsih, Y., Rahajoe, J.S.,
Aksara Ubaidillah, R., Maryanto, I. Walujo,

139
Jurnal Wana Lestari
Vol. 04 No. 01 Juni 2022 p-ISSN : 2252 – 7974, e-ISSN 2716 – 4179) Hal (129 -140)

E.B., & Semiadi, G. (2014).Kekinian


keanekaragaman hayati Indonesia
2014. Jakarta: LIPI Press.
Yuniar. 2007. Studi populasi dan habitat merak
hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1776) di
Taman Nasional Alas Purwo dan
Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor

140

You might also like