You are on page 1of 18

TOKOH-TOKOH EKONOMI ZAMAN ABBASIYAH BESERTA PEMIKIRANNYA

Abstract
Studying the history of the development of islam in the world is certainly not
separated from the various aspects of life that exist, such as the economy. The
development of Islamic economics certainly affect the development of islam. There
are so many verses of life contained in the great body of the name of Islam. The
economy itself is an important part, even the economy can make a big country
destroyed. From this we can know that the economy has a tremendous impact on all
people. Therefore, the author will slightly review the thoughts of the leaders of
Islamic economics at the time of the Abbasid daulah.
The Abbasid state is the state that stood after the collapse of the Umayyad
State. The economic history of islam at the time of the Abbasid State is very
interesting to discuss because the Abbasid State stood for approximately 5 centuries.
Starting from the first caliph Abu Abbas As-Saffah until led by the last caliph Al-
Musta'sim. there are many setbacks, advances or even improvements in the economic
concept of the previous state, the Umayyad State. And also the emergence of many
new ideas about the development of Islamic economics which is increasingly complex
from time to time. During this time, many Islamic economic figures emerged with
influential thoughts and contributed greatly to the development of the Islamic
economic system.
Keywords: Thought, Islamic Economics, Abbasid Figures,

Abstrak
Mempelajari sejarah perkembangan islam di dunia tentunya tidak lepas dari
berbagai aspek kehidupan yang ada, seperti halnya Ekonomi. Perkembangan ekonomi
islam tentunya berpengaruh terhadap perkembangan agama islam. Banyak sekali bait-
bait kehidupan yang terdapat dalam tubuh besar nama Islam. Ekonomi sendiri
merupakan salah satu bagian yang penting, bahkan ekonomi dapat menjadikan suatu
negara besar hancur lebur. Dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa ekonomi
mempunyai dampak yang luar biasa bagi semua kalangan. Maka dari itu penulis akan
sedikit mengulas tentang pemikiran para tokoh ekonomi islam pada masa daulah
abbasiyah.Daulah Abbasiyah merupakan Daulah yang berdiri setelah runtuhnya
Daulah Umayyah.

1
Sejarah ekonomi islam pada masa Daulah Abbasiyah sangat menarik dibahas
karena Daulah Abbasiyah berdiri kurang lebih selama 5 abad. Dimulai dari khalifah
pertama Abu Abbas As-Saffah hingga dipimpin oleh khalifah terakhir Al-Musta’sim.
banyak sekali kemunduran, kemajuan atau bahkan perbaikan konsep ekonomi dari
Daulah sebelumnya, yaitu Daulah Umayyah. Dan juga bermunculan banyaknya
pemikiran-pemikiran baru akan perkembangan ekonomi islam yang dimana semakin
kompleks dari masa ke masa. Selama masa ini, banyak tokoh ekonomi Islam yang
muncul dengan pemikiran yang berpengaruh dan memberikan kontribusi besar
terhadap pengembangan sistem ekonomi Islam.
Kata kunci :Pemikiran-Pemikiran, Ekonomi Islam, Tokoh Abbasiyah,

Pendahuluan
Kemunculan ekonomi Islam di zaman sekarang, telah memberikan hasil yang
kembali dibahas dalam teori-teori dan dipraktikkannya ekonomi Islam di dunia bisnis
modern misalnya lembaga keuangan syariah bank dan nonbank. Ekonomi Islam yang
hadir kembali pada zaman sekarang, bukanlah perkara yang tiba-tiba muncul begitu
saja. Ekonomi Islam adalah cetusan konsep pemikiran dan praktik yang hadir secara
bertahap dalam periode tertentu.ekonomi adalah sebuah ilmu ataupun aktivitas dari
manusia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia adalah suatu
perkara yang sebenarnya ada begitu saja, karena usaha memenuhi kebutuhan hidup
bagi manusia adalah suatu fitrah.
Permasalahannya adalah bagaimana cara ditemukan kembali jejak-jejak
pemikiran munculnya konsep ekonomi Islam dalam bentuk rumusan yang mampu
diterapkan sebagai pedoman tindakan yang berujung pada halal-haram dan berprinsip
syariat Islam. Ilmu ekonomi Islam berkembang secara berangsur-angsur sebagai salah
satu bidang ilmu interdisiplin yang menjadi pokok kajian para fukaha, mufassir, filsuf,
sosiolog dan politikus. Sejumlah cendekiawan muslim terkenal, telah memberikan
kontribusi dan pemikiran yang besar terhadap kelangsungan dan perkembangan
peradaban dunia. khususnya pemikiran ekonomi, melalui sebuah proses evolusi
selama berabad-abad.
Latar belakang para cendekiawan muslim tersebut bukan merupakan ekonom
murni. Pada zaman tersebut, klasifikasi disiplin ilmu pengetahuan belum dilakukan.
Mereka mempunyai keahlian di bemacam-macam bidang ilmu dan masalah ini yang
menyebabkan mereka melakukan pendekatan interdisipliner antara ilmu ekonomi dan
bidang ilmu yang mereka tekuni sebelumnya. Konsep ekonomi mereka berasal pada
hukum Islam yang bersumber dari Alquran dan Hadis nabi. hal tersebut adalah hasil
interpretasi dari berbagai ajaran Islam yang bersifat abadi dan universal, mengandung
berbagai perintah dan prinsip umum bagi manusia, dan mendorong umatnya untuk
menggunakan kekuatan akal pikiran mereka. 1

1
Ahmad, Khursid (ed). Studies in Islamic Economics. Jeddah: The Islamic Foundation

2
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah library research
yang menggunakan beberapa sumber pustaka berupa jurnal-jurnal ilmiah dengan
maksud untuk mengetahui bagaimana tokoh-tokoh ekonomi islam pada zaman
abbasiyah mengemukakan pemikirannya dalam memajukan perkembanagn ekonomi
islam pada zaman peradaban islam.

Pembahasan
Bani Abbasiyah meraih kekuasaan Islam setelah berhasil mengalahkan
pemerintahan dinasti Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para pendiri dinasti ini
amerupakan keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, sehingga khilafah
tersebut disebut khilafah Abbasiyah. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas (132-136H) (Amalia, 2010). Pada zaman
Daulah Bani Abbasiyah, pusat pemerintahan Islam dipindahkan dari Damaskus ke
Baghdad. Dalam kurun waktu kurang lebih dari lima abad dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial
dan budaya. 2
Berdasarkan hal ini, Ahmad Syalabi membagi membagi masa pemerintahan
Bani Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu Periode pertama, berlangsung dari tahun
132 H sampai 232 H. Pada periode ini, kekuasaan berada ditangan para khalifah
secara penuh. Periode kedua, berlangsung dari tahun 232 H sampai 590H. Pada
periode ini kekuasaan politik berpindah dari tangan khalifah kepada golongan Turki
(232 H-334 H), dan Bani Saljuk (447 H-590 H).Periode ketiga, berlangsung dari
tahun 590 H sampai 656 H. Pada periode ini kekuasaan kembali di tangan khalifah,
tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.Diantara periode-periode pemerintahannya
tersebut, dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan pada periode pertama. Pada
masa ini, para khalifah benar-benar tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai
puncaknya.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Karena Abdullah Al-Saffah hanya memerintah dalam
waktu yang singkat, pembina yang sesungguhnya dan Daulah Abbsiyah adalah Abu
Ja’far Al-Manshur (136-148 H). Pada masa pemerintahannya, khalifah Al-Manshur
lebih banyak melakukan konsolidasi dan penertiban administrasi birokrasi. Ia
berusaha meletakkan dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah. Khalifah Al-
Manshur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian
negara, serta memperbaiki angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman

2
Amalia,E. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok:Gramata

3
negara. Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah al-Manshur memerintahkan para
kepala jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan makanan dan
barang lainnya agar menurunkan harga-harga ketingkat semula. Disamping itu,
khalifah Al-manshur juga sangat hemat dalam membelanjakan harta Baitul Mal.
Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 dirham (Hasyimi,
1987). 3
Pada masa permulaan Daulah Abbasiyyah, semua khalifah menaruh perhatian
besar terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan negara. Sektor-sektor
perekonomian yang ditumbuhkembangkan meliputi sektor pertanian, sektor
perindustrian, dan sektor perdagangan. Pada zaman dinasti abbasiyah terdapat tokoh-
tokoh ekonomi islam yang mengemukakan pemikirannya yang berkaitan dengan
bagaimana cara memajukan perekonomian pada zaman dinasti abbasiyah dinataranya
yaitu :
1. Abu Yusuf
Abu Yusuf, yang dalam Islam sering disebut dengan Imam Abu Yusuf Ya‟qub
bin Ibrahim bin Habib al-Ansāri al-Jalbi al-Kufi al-Baghdādi lahir pada tahun 113
H/732 M di Kufah dan beliau pernah tinggal di Baghdad, dan meninggal pada tahun
182 H/798 M beliau berasal dari suku Bujailah, yang merupakan salah satu suku
Arab. Keluarga Abu Yusuf disebut Ansori karena dari pihak ibu masih memiliki
hubungan dengan kaum Ansor (pemeluk Islam pertama dan penolong Nabi
Muhammad SAW semasanya hidupnya di Kufah, yang dikenal sebagai daerah
pendidikan yang diwariskan oleh AbdullahIbnu Mas‟ud (w. 32 H) seorang sahabat
besar Nabi Muhammad SAW.4
Abu Yusuf adalah orang pertama yang kali memperkenalkan konsep
perpajakan di dalam karyanya al-Kharāj.konseptual al-Kharāj dan visi strategisnya
terhadap kebijakan sumber pendapatan negara mencerminkan keunggulan akademik
Abu Yusuf dalam bidang ekonomi dan pengalamannya menjabat sebagai hakim
agung. Keberadaan kitab al-Kharāj juga mempertegas bahwa ilmu ekonomi adalah
bagian tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka
pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk
mensejahterakan mereka. Kitab al-Kharāj tersebut berisi beberapa tulisan yang
diawali dari nasehat dan wejangan yang ditujukan Abu Yusuf kepada
Amirulmukminin dan putra mahkota, yang berisi tentang nasehat umum yang diisi
dengan sejumlah hadis yang kebanyakan dikategorikan sebagai hadis-hadis marfū’.5
Setelah memberi nasehat yng banyak kepada Khalifah dan putra mahkota,
setelah Abu Yusuf menjelaskan pemikirannya tentang hukum yang berhubungan
dengan distribusi, rampasan perang, kepemilikan tanah, pajak tanah, pajak-pajak hasil
3
Hasyimi,A. (1987). Sejarah Kebudayaan Islam.Jakarta: Bulan Bintang.
4
Al-Maraghi,Abdullah Mustafa. Fathu al-Mubin fi Tabaqat al-Usuliyyin.Terj. Husein Muhammad.2001.
Pakar-pakar Fiqih Sepanjang Sejarah.
Cet. I, Yogyakarta: LKPSM.
5
Karim, Adiwarman Azwar.2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: IIIT

4
pertanian, setelah diperluas dengan musyawarah tentang pajak-pajak yang disebut
dengan kharāj yang menghasilkan beberapa istilah seperti ’ushr, zakat atau
sadaqah.Kitab al-Kharāj tersebut mayoritas pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi.
Tentang keuangan, Abu Yusuf menjelaskan bahwa uang negara bukan milik Khalifah
dan Sultan, tetapi amanat Allah s.w.t. dan rakyatnya, yang harus dijaga dengan penuh
tanggungjawab.6
Hubungan penguasa dengan kas negara sama seperti hubungan seorang wali
dengan harta anak yatim yang diasuhnya. Menurut Abu Yusuf, sumber ekonomi
berada pada dua tingkatan: tingkat pertama meliputi unsur-unsur alam (antara lain air
dan tanah). Unsur-unsur ini paling kuat dan melakukan produksi secara mandiri.
Tingkatan kedua tenaga kerja. Tingkatan yang kedua ini berperan kurang maksimal
dan tidak rutin seperti perbaikan dan pemanfaatan tanah, membuat sistem irigasi dan
lain-lain. Selain itu, Abu Yusuf juga mengenalkan konsep perdagangan luar negeri,
yang secara implisit diberi istilah tabādul.7
Dari penjelasan dalam karya abu ysuuf dapat diambil beberapa kesimpulan
tentang pemikiran ekonomi Islam Abu Yusuf. Secara garis besar terdapat agenda yang
dilakukan Abu Yusuf dalam merestrukturisasi sistem ekonomi di negara Baghdad
pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid. Ketiga agenda tersebut adalah:
1) Menggantikan sistem wazīfah dengan sistem muqassamah
Wazīfah dan muqassamah adalah istilah untuk menyebut sistem
pemungutan pajak. Sistem wazīfah adalah sistem pemungutan yang
ditentukan berdasarkan nilai tetap, tanpa membedakan ukuran tingkat
kemampuan wajib pajak atau mungkin dapat dibahasakan dengan pajak
yang dipungut dengan ketentuan jumlah yang sama secara keseluruhan.
Sedang sistem muqassamah adalah sistem pemungutan pajak yang
diberlakukan berdasarkan nilai yang tidak tetap (berubah) dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan danpersentase penghasilan atau
pajak proporsional.8
2) Membangun pemahaman fleksibilitas sosial
Abu Yusuf dalam hal ini menyikapi perlakuan terhadap tiga kelompok
yang dianggap tidak mempunyai kapasitas hukum secara penuh, yaitu
kelompok Harbi, kelompok Musta’min dan kelompok Dhimmi. Abu Yusuf
berusaha memberi pemahaman keseimbangan dan persamaan hak kepada
mereka di tengah masyarakatnya dengan mengatur beberapaketetapan
khusus berkenaan dengan status kewarganegaraan, sistem perekonomian
dan perdagangan sertaketentuan hukum lainnya.9
3) Membangun sistem dan politik ekonomi yang transparan
Transparansi yang dibangun Abu Yusuf terlihat ketika beliau
mendeskripsikan income negara yang meliputi ghanimah dan fay’ sebagai
6
Yusuf, Abu,1302 H. Kitabu al-Kharaj.Beirut Libanon: Daru al- Ma’rifah li-al Tiba’ah
7
Habib, Hassanuddin Nazis.2004. Ensiklopedia Ekonomi dan Perbankan Syariah. Jakarta :Kaki Langit
8
Yusuf, Abu.1302 H. Kitabu al- Kharaj.Beirut Libanon: Daru al-Ma’rifahli al-Tiba’ah
9
Al-Mawardi. Al-Ahkam al-Sultanniyah.(ed) Bonn

5
pemasukan yang sifatnya incidental revenue, sedangkan kharaj,
jizyah,’ushr dan sadaqah/zakat sebagai pemasukan yang sifatnya
permanent revenue. AbuYusuf memberi interpretasi yang jelas tentang
aturan Alquran dalam surat al- Anfal ayat 41.10
4) Menciptakan sistem ekonomi yang otonom
Upaya menciptakan sistem ekonomi yang otonom terlihat pada
pandangan Abu Yusuf dalam penolakannya atas intervensi pemerintah
dalam pengendalian dan penetapan harga. Dalam hal ini beliau
berpendapat bahwa jumlah banyak dan sedikitnya barang tidak dapat
dijadikan tolok ukur utama bagi naik dan turunnya harga, tetapi ada
variabel lain yang lebih menentukan11.

2. As-Syaibani
Nama lengkap As-Syaibani adalah Abu Abdullah Muhammad bin Hasan bin
Farqad Jazariya As-Syaibani. Nama As-Syaibani diambil dari asal ayahnya. . As-
Syaibani lahir di kota Wasith 132 H/748 M dan wafat189 H/804 M, lahir pada akhir
Dinasti Umayyah dan permulaanDinasti Abbasiyah. Ayahnya adalah seorang tentara
Syam pada masa Dinasti Umayyah dan tinggal di Damaskus kemudian pindah
danmenetap ke Kufah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah jazirah Arab.
Bersama orang tuanya, As-Syaibani pindah ke kota Kufah yang ketika itu merupakan
salah satu pusat kegiatan ilmiah yaitu tempatnya ilmu fikih, lughah dan nahwu. Di
kota tersebut, As-Syaibani belajar fikih, sastra, bahasa, dan hadits kepada para ulama
setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri, Umar bin Dzar, dan Malik bin
Mughul. 12
Dalam pemikirannya, As-Syaibani merujuk pada kitab Al-Kasab. Kitab ini
menjelaskan kajian mikro ekonomi yang berkaitan pada teori Kasab (pendapatan) dan
sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi. Kitab Al-Kasab
adalah kitab karangan Asy-Syaibani yang merupakan kitab pertama di dunia yang
membahas mengenai perilaku produksi dan konsumsi.Menurut As- Syaibani, usaha-
usaha perekonomian terbagi menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa,
perdagangan, pertanian, dan perindustrian.
Di dalam beberapa usaha perekonomian, As-Syaibani lebih memprioritaskan
usaha pertanian dari pada usaha yang lain, karena pertanian memproduksi berbagai
kebutuhan primer manusia yang menunjang dalam mencukupi kebutuhan hidup
masyarakat. Secara garis besar, pemikiran ekonomi As-Syaibani dibagi menjadi 5
(lima) kelompok yaitu:13
1) Al-Kasab (Kerja)

10
Yusuf, Abu.1302 H. Kitabu al- Kharaj.Beirut Libanon: Daru al-Ma’rifahli al-Tiba’ah

11
Yusuf, Abu.1302 H. Kitabu al- Kharaj.Beirut Libanon: Daru al-Ma’rifahli al-Tiba’ah

12
Karim, A.A. (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ed, 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
13
Mujahidin,U. (2015). Biografi Singkat Muhmmad bin Al-Hasan As-Syaibani.

6
Dalam kitab Al-Kasb (Kerja), As-Syaibani menyebutkan bagaimana
memperoleh harta dengan cara yang halal .Islam sangat memperhatikan
dengan cara apa harta didapatkan, dan darimana asal usul harta yang
diperoleh. Cara yang digunakan harus sesuai dengan ajaran dan tuntunan
Islam. Hal tersebut dinamakan dengan aktivitas produksi.
As-Syaibani menegaskan bahwa kerja merupakan unsur utama
produksi, kerja mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam
kehidupan karenadengan bekerja.maka manusia dapat menunjang
pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT, selain itu hukum bekerja menurut
As-Syaibani adalah wajib. As-Syaibani juga menyatakan bahwa bekerja
merupakan ajaran para Rasul terdahulu dan kaum muslimin diperintahkan
untuk meneladani cara hidup mereka.14
2) Kekayaan dan Kefakiran
As-Syaibani menyatakan jika manusia telah merasa cukup dari apa
yang dibutuhkan di dunia, lebih baik ia bergegas untuk dapat
memperhatian urusan akhiratnya.Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir
diartikan sebagai kondisi yang cukup, tidak meminta-minta.As-Syaibani
mengajak agar manusia hidup dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri
maupun untuk keluarganya. Selain itu, As-Syaibani berpendapat bahwa
sifat-sifat kaya berpotensi dapat membawa sesorang hidup dalam
kemewahan. Sekalipun begitu As-Syaibani tidak melarang gaya hidup
yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut dipergunakan untuk
kebaikan.15
3) Klasifikasi Usaha-Usaha Perekonomian
As-Syaibani membagi usaha perekonomian menjadi empat macam,
yaitusewa menyewa (Ijarah), perdagangan (Tijarah), pertanian (Zaira’ah)
dan perindustrian (Sina’ah). Namun seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, As-Syabani lebih mengutamakan usaha pertanian ketimbang
usaha lainnya dengan alasan pertanian dapat memproduksi berbagai
kebutuhan dasar manusia. Dari segi hukum As-Syaibani membagi usaha-
usaha perekonomian menjadi dua, yaitu Fardu Kifayah dan Fardu ‘ain.
Manusia harus bekerja demi memenuhi keperluan dan kebutuhan dalam
hidupnya. Itulah hukum fardhu kifayah yang disebutkan oleh As-
Syaibani.Sedangkan hukum bekerja Fardu ‘ain menurut yang ia sebutkan
ialah, usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup itu mutlak harus
dilakukan seseorang agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya16
4) Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi
As-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan
manusia yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara,
yaitu makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. (karim, 2006). Jika tidak
14
Nasution, Z.(2011, 11, 23). Pemikiran Ekonomi Islam As-Syaibani. Retreived 05 09,2018
15
Karim, A.A. (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ed, 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
16
Nasution, Z.(2011, 11, 23). Pemikiran Ekonomi Islam As-Syaibani. Retreived 05 09,2018

7
diusahakan dan tidak terpenuhi, manusia tidak akan dapat hidup tanpa
keempat hal tersebut.17
5) Distribusi Pekerjaan
Manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan manusia yang lain. As-
Syaibani menandaskan bahwa seorang yang fakir membutuhkan orang
kaya dan orang kaya membutuhkan orang miskin. Dari hasil tolong
menolong itu, manusia jadi lebih mudah dalam menjalankan aktivitasnya.
(Al-Nabhani, 1996).As-Syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang
bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu
suadaranya tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.
Dengan demikian, distribusi pekerjaan seperti di atas merupakan objek
ekonomi yang mempunyai dua aspek secara bersamaan, yaitu aspek
religius dan aspek ekonomis18.

3. Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu KHaldun adalah Abdullah al-Rahman bin Muhammad bin
Khaldun al-Hadrawi,dikenal dengan panggilan Waliyuddin Abu Zaid, Qadi al-Qudat.
Ia lahir tahun 732 H di Tunis. Ia bermazhab Maliki, Muhadist al-Hafidz, pakar ushul
fiqh, sejarawan, pelancong, penulis dan sastrawan. Saat kecil ia biasa dipanggil
dengan nama Abdurrahman. Sedangkan Ibnu Zaid adalah panggilan keluarganya. Ia
bergelar waliyudin dan nama populernya adalah Ibnu Khaldun.19
Gelar waliyudin merupakan gelar yang diberikan orang sewaktu Ibnu
Khaldun memangku jabatan hakim (qadli) di Mesir. Sebutan ‘alamah didepan
namanya menunjukkan bahwa pemakai gelar tersebut merupakan orang yang
mempunyai gelar kesarjanaan tertinggi, sebagaimana gelar-gelar yang lain, seperti
Rais, al-Hajib, al-Shadrul, al-Kabir, al-Faqih, al-Jalil dan Imamul A’immah, Jamal al-
Islam wa al-Muslimin.20
Berikut ini diuraikan beberapa pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun yang dalam
lintasan sejarah perekonomian dunia dapat disejajarkan dengan pemikiran para tokoh
ekonom modern. Wawasan Ibnu Khaldun terhadap beberapa prinsip-prinsip ekonomi
sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang dikemukakannya hampir
enam abad yang lalu sampai sekarang tidak diragukan merupakan perintis dari
beberapa formula teori modern.
1) Persoalan Ekonomi
Soal-soal ekonomi ini dibicarakan oleh Ibnu Khaldun di dalam
bukunya “Al-Muqaddimah”, bagian ke V. Motif ekonomi timbul karena
hasrat manusia yang tidak terbatas, sedang barang-barang yang akan
memuaskan kebutuhannya itu sangat terbatas. Sebab itu memecahkan soal-

17
Nasution, Z.(2011, 11, 23). Pemikiran Ekonomi Islam As-Syaibani. Retreived 05 09,2018
18
Nasution, Z.(2011, 11, 23). Pemikiran Ekonomi Islam As-Syaibani. Retreived 05 09,2018
19
Ali Audah, Ibnu Khaldun, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Pustaka Pelajar,1982),hlm.26.
20
Ali Abdul Wakhid Wafi, Ibnu Khaldun; Riwayat dan Karyanya, (Jakarta:PT.Grafika Pers,1985),hlm.27.

8
soal ekonomi haruslah dipandang dari dua sudut; sudut tenaga
(werk,arbeid) dan dari sudut penggunaannya21.
2) Usaha Pribadi dan Perusahaan Umum
Pembagian ini ternyata juga di dalam kalimat-kalimat yang dipakai
oleh Allah. Di dalam Surat Hud ayat 6 22Allah memakai perkataan
“Rizqy”bagi segala mahluk yang melata di bumi. Dan di dalam ayat lain
Allah mewajibkan bagi tiap-tiap diri untuk mencari rizki. Adapun
perkataan “kasab” tidaklah boleh dipakai sedemikian. Di dalam Surat al-
Baqarah ayat 141 23Allah menggunakan perkataan “kasab” bagi usaha
suatu umat, bangsa.
Kemudian pula dalam Surat al-Rum ayat 41 24Allah menegaskan
bahwa dunia dipenuhi oleh kebinasaan dan kehancuran di daratan dan di
lautan, karena perebutan dan persaingan ekonomi (kasab) antara manusia.
Hal ini dengan jelas diuraikan oleh Ibn Khaldun, sebagai bagian dari
proses ekonomi yang berjalan seiring dengan kehidupan umat manusia.25

3) Mata Uang Memegang Peranan Penting


Ibnu Khaldun hidup di zaman dimana mata uang sudah menjadi alat
penghargaan. Pada masa itu ia sudah membicarakan kemungkinan yang
bakal terjadi tentang kedudukan yang selanjutnya dari mata uang. Dia
menulis sebagai berikut:
“Sesudah demikian, Allah telah menjadikan pula dua barang galian
yang berharga, ialah emas dan perak menjadi bernilai di dalam
perhubungan ekonomi. Keduanya menurut kebiasaan menjadi alat
perhubungan dan alat simpanan bagi penduduk dunia. Jika terjadi alat
perhubungan dengan yang lainnya pada beberapa waktu, maka tujuan yang
utama tetap untuk memiliki kedua benda itu di dalam peredaran harga-
harga pasar, karena keduanya terjauh dari pasar itu”26
Inilah analisa Ibnu Khaldun sewaktu emas dan perak baru merupakan
dinar dan dirham. Dia sudah mengetahui bahwa dengan secepatnya dunia
akan meninggalkan zaman natural wirschift (tukar menukar barang),
berpindah kepada jaman modern yang lebih terkenal dengan “geld
wirschift” (jual beli dengan perantaraan uang). Dalam jaman baru itu,
emas dan perak akan menempati tempatnya “ukuran nilai” (standaard).

21
Abdurrahman bnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Beirut:Dar al-Fikr,tth),glm.380.
22
Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata di bumi melainkan Allah-lah yang memeberi
rizkinya,dan Dia mengetahui tempat penyimpanannya,semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (Lauh
Mahfudz).”
23
Aritnya: Itulah umat yang telah lalu;baginya apa yang disuahakannya dan bagimu apa yang kamu
usahakan;dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang mereka kerjakan.”
24
Artinya: “Telah timbul kerusakan di daeat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia
supaya Allah merasakan kepadanya sebagian dari (akibat) perbuatannya,agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).”
25
Abdurrahamn Ibn Khaldun,Loc.cit.
26
Zainal Abidin Ahmad, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Jakarta:Bintang Bulan,1979),hlm.310

9
4) Soal-Soal Ekonomi dalam 33 Pasal
Uraian selanjutnya tentang soal-soal ekonomi, dibentangkan panjang
lebar oleh Ibnu Khaldun di dalam bukunya “Muqaddimah” yang dibaginya
dalam 33 pasal. Semuanya itu dapat disimpulkan pada enam bagian,
sebagai berikut:
 Pasal 1 mengenai terminologi dari kata-kata ekonomi
27
diantaranya, pembagian terminologi ekonomi pada dua kata, yaitu
“rizqy” dan “kasab”, di mana keduanya mengandung arti dan
implikasi sendiri-sendiri. Dari dua kata ini pula Ibnu Khaldun
memberikan satu pendapat bahwa ada usaha pribadi dan usaha
publik. Dan usaha publik inilah yang dimaksudkan dengan usaha
ekonomi yang sesungguhnya.28
 Pasal 2 mengenai pembagian rencana-rencana ekonomi kepada dua
golongan dengan macam-macam usahanya, yaitu golongan usaha
yang natuurlijk langsung menjadi rencana ekonomi dan kedua
golongan usaha yang bukan natuurlijk menjadi rencana usaha
ekonomi.29Hal ini masih sangat terkait dengan pembahasan pasal
sebelumnya. Keduanya terkait dan saling mempengaruhi.
 Pasal 3 sampai dengan pasal 7 (5 pasal) menguraikan usaha-usaha
yang bukan natuurlijk menjadi usaha ekonomi, dan juga uraian
tentang faktor-faktor luaran yang ada pengaruhnya dalam
ekonomi.30Sebagai contoh yang riel diajukan oleh Ibnu Khaldun
adalah faktor sosio politik sbagai lingkungan sosial politik yang
melingkupi kehidupan sebuah masyarakat.
 Pasal 8 khusus mengenai soal pertanian. 31Pertanian dikatakan oleh
Ibnu Khaldun sebagai usaha asli manusia untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari, terutama makan.
 Pasal 9 sampai dengan pasal 15 (7 pasal) mengupas soal-soal
perdagangan di dalam segala segi.32Pada bagian ini dikemukakan
pengertian perdagangan, Pasal 16 sampai dengan pasal 33 (13
pasal) memberikan analisa tentang soal perusahaan di dalam segala
bagiannya.48 Prinsip-prinsip yang dikembangkan antara lain
prinsip produksi, pelibatan jasmani dan pemikiran (rohani),
pemenuhan kebutuhan umum dan untukkepentingan orang banyak
(kemakmuran bersama).
 Pasal 16 sampai dengan pasal 33 (13 pasal) memberi analisa
tentang soal perusahaan di dalam sega baginya33.

27
Abdurrahman Ibn Khaldun,op.cit.,hlm.381-382
28
Secara lengkap baca Muqaddimah,pasal 1,hlm.380-382
29
Ibid., hlm. 384
30
Ibid., hlm 385-394.
31
Ibid.,hlm.394
32
Ibid., hlm.394-399
33
Ibid

10
5) Al-Muqoddimah Ibnu Khaldun; Sumber Kebangunan Eropa
Jika kita perhatikan akan uraian yang sangat luas dari ibnu Khaldun
terhadap soal-soal pertanian (pasal 8 dari karyanya, Muqaddimah) dan soal
perdagangan (pasal 9-15), kemudian dihubungkan dengan jaman
renaissance di Eropa.

4. Al-Ghazali
Nama lengkap al-Gazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
at-Tusi al-Gazali, diberi gelar Hujjah al-Islam. Ia lahir di Ghazaleh suatu Desa dekat
Thus, bagian dari kota Khurasan, Iran pada tahun 450H/1056 M. Ayahnya seorang
yang fakir dan saleh serta hidup sangat sederhana sebagai pemintal benang,
mempunyai keagamaan yang tinggi dan mengharapkan anaknya menjadi ulama yang
selalu memberi nasehat kepada umat. Sebelum ayahnya meninggal, al-Gazali dan
saudaranya dititipkan kepada seorang sufi untuk dipelihara dan di didik.34
Perhatian al-Gazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu
bidang tertentu, tetapi meliputi aspek kehidupan manusia. Ia melakukan studi
keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam. Perhatiannya di
bidang ekonomi itu terkandung dalam berbagai studi fiqihnya, karena ekonomi Islam,
pada hakikatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fiqih Islam.35
Namun demikian, pemikiran-pemikiran ekonomi al-Gazali didasarkan pada
pendekatan tasawuf, karena masa hidupnya, orang-orang kaya, berkuasa, dan sarat
prestise sulit menerima pendekatan fiqih dan filosofis dalam mempercayai Yaum- al-
Hisab. Berkaitan dengan hal ini, al-Gazali memfokuskan perhatiannya pada perilaku
individu yang dibahasnya menurut perspektif al-Qur‟an, Sunnah, fatwa-fatwa
sahabat dan tabi‟in serta petuah para sufi terkemuka masa sebelumnya diantaranya
yaitu:
1) Pertukaran dan Evolusi Pasar
Menurut al-Gazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari “hukum alam”
segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri
sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi.Secara eksplisit, al-
Gazali juga menjelaskan tentang perdagangan regional.Dalam pandangan
al-Gazali, pasar harus berfungsi berdasarkan etika dan moral para
pelakunya. Secara khusus, ia memperingatkan lantaran mengambil
keuntungan dengan cara menimbun makanan dan barang-barang
kebutuhan dasar lainnya. Selain itu, al-Gazali bersikap sangat kritis
terhadap laba yang berlebihan. 36
2) Aktivitas Produksi
Secara khusus, al-Gazali memandang bahwa produksi barang-barang
kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial. Hal ini berarti, jika telah ada
34
Abd.Halim Mahmud., Qadhiyat al-Tasawwuf,al-Munqiz min al-Dhalal (selanjutnya ditulis:Qadhiyat)
(Kairo: Dar al-Ma’rif,1988),h.269; Fatiyah Hasan Sulaiman (selanjutnya ditulis: Fatiyah),Mazhab al-Tarbawi ind
al-Ghazali (Kairo: Maktabat Nahdat Mishr,1964),h.7.
35
Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,2006),h.317
36
Abu Hamid al-Gazali, Ihya,Juz.2,h.79.

11
sekelompok orang yang berkecimpung di dunia usaha yang memproduksi
barang-barang tersebut dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan
masyarakat, maka kewajiban seluruh masyarakat telah terpenuhi. Secara
garis besar, ia membagi aktivitas ke dalam tiga kelompok salah satunya
yaitu Industri dasar, yakni industri-industri yang menjaga kelangsungan
hidup manusia.
3) Barter dan Evolusi Uang
Al-Gazali mempunyai wawasan yang sangat luas dan mendalam
tentang berbagai kesulitan yang timbul dari pertukaran barter dari satu sisi,
disisi lain signifikansi uang dalam kehidupan manusia. Sebelumnya telah
dikemukakan bagaimana tidak efisiennya jika dilakukan sistem barter. Ia
pun menegaskan bahwa evolusi uang terjadi hanya kesepakatan dan
kebiasaan, yakni tidak akan ada masyarakat tanpa pertukaran barang dan
tidak ada pertukaran yang efektif tanpa ekuivalensi, dan ekuivalensi
demikian hanya dapat ditentukan dengan tepat bila ada ukuran yang sama.
37
Selain itu, al-Gazali menganggap bahwa pemalsuan uang sebagai bukan
hanya dosa perorangan, tetapi terutama berpotensi merugikan masyarakat
secara umum

4) Peranan Negara dan Keuangan Publik


Al-Gazali memberikan komentar dan nasihat rinci mengenai tata cara
urusan negara. Dalam hal ini, ia tidak ragu-ragu menghukum penguasa. Ia
menganggap negara sebagai lembaga yang penting, tidak hanya bagi
berjalannya aktivitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik, tetapi
juga memenuhi kewajiban sosial sebagaimana yang diatur dalam
wahyu.Al-Gazali juga memberikan penjelasan rinci mengenai peran dan
fungsi keuangan publik.
Al-Gazali menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan yang
halal adalah harta tanpa ahli waris yang pemiliknya tidak dapat dilacak,
ditambah sumbangan sedekah atau wakaf yang tidak ada pengelolanya.
Adapun zakat dan sedekah, ia mengungkapkan bahwa kedua sumber
pendapatan tersebut tidak ditemukan pada zamannya. Berkenaan dengan
sumber pendapatan negara yang ada pada masa hidupnya, al-Gazali juga
bersikap kritis mengenai tata cara dan wilayah pengeluaran publik. Seluruh
pemikiran al-Gazali merupakan gambaran yang terjadi dahulu yang dapat
dikatakan hampir sama dengan kondisi bangsa ini. 38

5. Al-Mawardi
Nama lengkap Al-Mawardi adalah Abu al-Hasan Ali bin Muhammad Ibn
Habib al-Basry Al-Mawardi. Ia dilahirkan di Basrah pada tahun 364 H
bertepatan dengan tahun 975 M, dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun
450 H bertepatan dengan tahun 1058 M dalam usia 86 tahun. Al-Mawardi lahir
37
Adiwarman Karim, op.cit.,h. 335.
38
Abu Hamid al-Gazali, Ihya,Juz.2, h. 239

12
dalam satu keluarga Arab yang membuat dan memeperdagangkan air mawar dan
karena itu mendapat nama julukan “Al Mawardi.”
Dia menerima pendidikannya pertama di Basrah belajar ilmu hukum dari
Abul Qasim Abdul Wahid as-Saimari seorang ahli hukum madzhab Syafi’i yang
terkenal. Kemudian pindah ke Baghdad utk melanjutkan pelajaran hukum tata bahasa
dan kesusastraan dari Abdullah al-Bafi dan Syaikh Abdul Hamid al-Isfraini.
Dalam waktu singkat ia telah menguasai dengan baik pelajaran-pelajaran Islam
termasuk hadits dan fiqh seperti juga politik etika dan sastra. Dari menjabat qadhi
di berbagai tempat kemudian diangkat sebagai qadhi al-Quzat di Ustuwa sebuah
distrik di Nishabur.39
Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi tersebar pada tiga buah karya tulisnya,
yaitu Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawidan al-Ahkam as-Sulthaniyyah.Akan
tetapi, para ahli ekonomi Islam sepakat bahwa al-Ahkam as-Sulthaniyyah
merupakan kitab yang paling komprehensif dalam merepresentasikan pokok-
pokok pemikiran ekonomi al-Mawardi. 40
Buku ini ditulis al-Mawardi pada paruh pertama abad ke-5 Hijriah.
Akan tetapi, kitab al-ahkam as-sulthaniyyah ditulis secara sistematik dan runtut
dan bagian utama kitab ini membahas tentang masalah perpajakan, persoalan
pengelolaan tanah, wilayah pemeblanjaan publik dan masalah keuangan terkait
lainnya. Satu bab dalam kitab tersebut membahas masalah pemerintahan dan
prosedur administrasi, pengawasan pasar, sistem mata uang, pertanian dan
41
sebagainya. Berikut ini beberapa pemikiran ekonomi al-Mawardi yang
berkonstribusi terhadap perkembangan ekonomi Islam antara lain :
1) Negara dan Aktivitas Ekonomi
Al-Mawardi menegaskan bahwa kepemimpinan negara
(imamah) merupakan instrumen untuk meneruskan misi kenabian
guna memelihara agama dan mengatur dunia. Pemeliharaan agama
dan pengaturan dunia merupakan dua jenis aktivitas yang berbeda,
namum berhubungan secara simbiotik. Keduanya merupakan dua dimensi
dari misi kenabian. Oleh karenanya, pelembagaan
Imamah(kepemimpinan politik keagamaan), menurutnya adalah fardhu
kifayah berdasarkan ijma’ ulama. 42Dengan demikian, negara memiliki
peran aktif demi teralisasinya tujuan material dan spiritual.
Negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang
dibutuhkan oleh layanan publik karena setiap individu tidak mungkin
membiayai jenis layanan semacam itu. Dengan demikian, layanan
publik merupakan kewajiban sosial (fardh kifayah)dan harus bersandar
kepada kepentingan umum. Tugas utama seorang penguasa terhadap
rakyat menurut Al-Mawardi sebagaimana dikutip Sa’id Hawwa adalah
39
Al Mawardi,Abu Hasan,1995, Adab al-Dunya wa ad-Din,Beirut:Dar al-Fikr.
40
Karim,AdiwarmanAzwar,2014,SejarahPemikiranEkonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press.
41
Azmi,Sabahuddin,2005, Islamic Economics; Public Finance in Early Islamic Thought, Terj.
Widyawati,Menimbang Ekonomi Islam; Keuangan Publik,Konsep Perpajakan dan Peran Bait al-Mal,
Bandung:Nuansa
42
Al Mawardi,Abu Hasan,1995, Adab al-Dunya wa ad-Din, beirut: Dar al-Fikr.

13
sebagai berikut: Pertama,menjaga agama dan mengikuti apa yang
telah diijma’kan ulama terdahulu.
Kedua,melaksanakan hukum-hukum di kalangan dua pihak yang
bertikai dengan tujuan supaya perselisihan di antara mereka dapat
diselesaikan. Ketiga,Mengawal negara dan mencegah perpecahan.
Keempat,melaksankan hukuman hudud supaya dapat menjaga dari
pelanggaran hukum-hukum Allah, serta menjaga hak-hak hamba dari
kemusnahan dan kebinasaan. Tegasnya melaksanakan seluruh sanksi
hukum pidana. Dalam konteks ini pula, Al-Mawardi menyatakan
bahwa rakyat wajib taat kepada kepala negara tersebut, selama ia
menjalankan tugasnya dengan baik. 43
2) Pinjaman Publik
Pinjaman Publik untuk menutupi defisit dalam anggaran
dibolehkan dalam syari’ah karena Rasulullah SAW pernah
melakukannya. Akan tetapi, perinciannya tidak pernah diriwayatkan
dalam literatur hadis atau hukum. Hal inilah yang kemudian membuat
Al-Mawardi, Al-Juwaini dan al-Ghazali membahas syarat-syarat dan
kondisi dibolehkannya pinjaman publik tersebut.Al-Mawardi sepakat
dengan pinjaman publik. Karena, menurutnya ada pembedaan
antara pembiayaan tugas-tugas perintah negara dan pembiayaan
kepentingan dan kesejahteraan umum masyarakat.
Oleh karena itu, pinjaman publik untuk pembiayaan semacam itu
atas barang-barang dan layanan yang telah dikontrak oleh negara
menjadi keharusan. Selain itu, ada kewajiban-kewajiban negara yang
disebabkan oleh prinsip penggajian tetap seperti gaji tentara dan
biaya persenjataan.44
3) Perpajakan
Dalam masalah perpajakan, al-Mawardi mempunyai pandangan sendiri
yang sedikit berbeda dengan trend pendapat pada masa klasik.
Menurutnya, keadilan baru akan terwujud terhadap para pembayar
pajak jika para petugas pemungut pajak mempertimbangkan
faktor dalam penilaian kharaj 45
4) Lembaga Keuangan Negara (Baitul Maal)
Menurut al-Mawardi, dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
setiap warganya, negara membutuhkan lembaga keuangan negara
(Baitul Maal)yang didirikan secara permanen. Agar pendapatan negara
dari berbagai sumber akan disimpan dalam pos yang terpisah dan
dibelanjakan sesuai dengan alokasinya masing-masing. Jika dana pada pos
43
Hawwa, Sai’id,2002, al-islam,terj. Fakhruddin Nur Syam dan Muhil Dhofir, al-IslamJilid 2, Jakarta:al-
I’tishom Cahaya Umat.
44
Azmi,Sabahuddin,2005, Islamic Economics; Public Finance in Early Islamic Thought, Terj.
Widyawati,Menimbang Ekonomi Islam; Keuangan Publik,Konsep Perpajakan dan Peran Bait al-Mal,
Bandung:Nuansa
45
Karim,AdiwarmanAzwar,2014,SejarahPemikiranEkonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press.

14
tertentu tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang
direncanakannya, pemerintah dapat meminjam uang belanja tersebut dari
pos yang lain. Untuk menjamin pendistribusian harta baitul maal
berjalan lancar dan tepat sasaran, negara harus memberdayakan Dewan
Hisbah semaksimal mungkin46.
5) Konsep Keadilan
Keadilan dalam Islam mengandung suatu konsep yang bernilai
tinggi. Ia tidak identik dengan keadilan yang diciptakan manusia.
Keadilan buatan manusia dengan doktrin humanisme telah mengasingkan
nilai-nilai transendental dan terlalu mengagungkan manusia sebagai
individu, sehingga manusia menjadi titik sentral. Sebaliknya, konsep
keadilan dalam Islam menempatkan manusia pada kedudukannya yang
wajar baik sebaga iindividu maupun sebagai suatu masyarakat.
Menurut al-Mawardi keadilan terbagai menjadi tiga macam,
pertama, keadilan pada orang yang secara status berada di
bawahnya, misalnya pemimpin kepada rakyat. Kedua, keadilan
kepada orang yang secara status berada di atasnya, misalnya rakyat
kepada pemimpinya, ketiga, keadilan kepada orang yang secara status
setingkat. Pentinnya keadilan ini, karena keadilan merupakan
timbangan Allah yang diletakkan-Nya di tengah-tengah mahluk-Nya dan
ditempatkan bagi penentu kebenaran47

Penutup
Tokoh-tokoh ekonomi Islam pada zaman Abbasiyah memberikan kontribusi
yang luar biasa terhadap perkembangan ekonomi dalam dunia Islam. Dengan
pendekatan berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam, mereka berhasil menciptakan
sistem ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat.Tokoh-tokoh seperti Abu Yusuf, As-Syaibani, dan Al-Mawardi,dan lain-
lain telah menunjukkan kebijaksanaan dan pemikiran yang cerdas dalam memandang
aspek ekonomi dalam Islam. Mereka menekankan pentingnya distribusi kekayaan
yang merata, penghargaan terhadap usaha dan kerja keras, serta keadilan dalam
perdagangan.
Melalui kontribusi mereka, sistem ekonomi Islam pada zaman Abbasiyah telah
menciptakan iklim yang menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran umat Muslim. Sistem perbankan, perdagangan, dan sistem ekonomi
yang berbasis keadilan sosial menjadi dasar yang kuat untuk mencapai stabilitas dan
kesejahteraan dalam masyarakat. Meskipun zaman Abbasiyah telah berlalu, nilai-nilai
46
Karim,AdiwarmanAzwar,2014,SejarahPemikiranEkonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press.

47
Al Mawardi,Abu Hasan,1995, Adab al-Dunya wa ad-Din, beirut: Dar al-Fikr.

15
dan prinsip-prinsip yang diwariskan oleh tokoh-tokoh ekonomi Islam tersebut tetap
relevan dan berharga hingga saat ini. Kita dapat mengambil inspirasi dari pemikiran
mereka untuk menghadapi tantangan ekonomi yang ada di zaman kita sekarang,
dengan tetap berpegang pada nilai-nilai keadilan, distribusi yang merata, dan
keberlanjutan.
Dalam mengaplikasikan konsep-konsep ekonomi Islam, kita dapat
menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan, adil, dan sejahtera. Dengan
mengintegrasikan nilai-nilai agama Islam ke dalam sistem ekonomi, kita dapat
mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu menciptakan kehidupan yang seimbang
secara material dan spiritual.Oleh karena itu, mari kita terus menghargai dan
mempelajari pemikiran tokoh-tokoh ekonomi Islam zaman Abbasiyah, sebagai
sumber inspirasi dalam membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan, adil, dan
sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan
masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera bagi semua.

Daftar Pustaka

Abd.Halim Mahmud., Qadhiyat al-Tasawwuf,al-Munqiz min al-Dhalal (selanjutnya


ditulis:Qadhiyat) (Kairo: Dar al-Ma’rif,1988),h.269; Fatiyah Hasan Sulaiman
(selanjutnya ditulis: Fatiyah),Mazhab al-Tarbawi ind al-Ghazali (Kairo: Maktabat
Nahdat Mishr,1964),h.7.
Abdurrahman Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Beirut:Dar al-Fikr,tth),hlm.380.
Ahmad, Khursid (ed). Studies in Islamic Economics. Jeddah: The Islamic Foundation

16
Ali Abdul Wakhid Wafi, Ibnu Khaldun; Riwayat dan Karyanya, (Jakarta:PT.Grafika
Pers,1985),hlm.27.
Ali Audah, Ibnu Khaldun, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Pustaka Pelajar,1982),hlm.26.
Al-Maraghi,Abdullah Mustafa. Fathu al-Mubin fi Tabaqat al-Usuliyyin.Terj. Husein
Muhammad.2001. Pakar-pakar Fiqih Sepanjang Sejarah.
Al Mawardi,Abu Hasan,1995, Adab al-Dunya wa ad-Din,Beirut:Dar al-Fikr.
Al-Mawardi. Al-Ahkam al-Sultanniyah.(ed) Bonn
Amalia,E. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok:Gramata
Azmi,Sabahuddin,2005, Islamic Economics; Public Finance in Early Islamic Thought, Terj.
Widyawati,Menimbang Ekonomi Islam; Keuangan Publik,Konsep Perpajakan dan
Peran Bait al-Mal, Bandung:Nuansa
Gazali,Abu Hamid. Ihya ‘Ulum al-Addin. Beirut: Dar Da’wah,t.th
Habib, Hassanuddin Nazis.2004. Ensiklopedia Ekonomi dan Perbankan Syariah.
Jakarta :Kaki Langit
Hasyimi,A. (1987). Sejarah Kebudayaan Islam.Jakarta: Bulan Bintang.
Hawwa, Sai’id,2002, al-islam,terj. Fakhruddin Nur Syam dan Muhil Dhofir, al-IslamJilid 2,
Jakarta:al-I’tishom Cahaya Umat.
Karim, A.A. (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ed, 2. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Karim, Adiwarman Azwar.2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: IIIT
Karim,AdiwarmanAzwar,2014,SejarahPemikiranEkonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press.
Karim,Adiwarman. (2006)Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,
Mujahidin,U. (2015). Biografi Singkat Muhmmad bin Al-Hasan As-Syaibani.
Nasution, Z.(2011, 11, 23). Pemikiran Ekonomi Islam As-Syaibani. Retreived 05 09,2018
Yusuf, Abu,1302 H. Kitabu al-Kharaj.Beirut Libanon: Daru al- Ma’rifah li-al Tiba’ah
Zainal Abidin Ahmad, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Jakarta:Bintang Bulan,1979),hlm.310

17
18

You might also like