You are on page 1of 10

KARAKTERISASI DAN EVALUASI PLOT KONSERVASI EX SITU BINUANG

(Octomeles sumatrana Miq.) DARI PROVENAN PASAMAN SUMATERA BARAT DI


GUNUNG KIDUL PADA UMUR 7 BULAN
Characterization and Evaluation Ex Situ Conservation Plot of Binuang
(Octomeles sumatrana Miq.) from Pasaman Provenance West Sumatera
in Gunung Kidul at 7 Months Old
Tri Pamungkas Yudohartono
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582.
ABSTRACT
One of forest tree species potentially used for plantation forest was binuang. Establishment of
binuang base population was needed to support success of seedling supply for forest plantation and
to save the priority species. Base population of binuang could be used as ex situ conservation stand.
This research has objective to know survival and growth characteristic at ex situ conservation plot of
binuang from Pasaman Provenance West Sumatera in Gunung Kidul at 7 months old. This research
was arranged in Randomized Complete Block Design (RCBD) with single factor namely family.
Number of families used in this research are 22 families. Those families were selected from
Pasaman provenance West Sumatera. Each family comprises 20 blocks that used as replication with
single treeplot. The results showed that the best ten families for all observed traits (survival, height
and diameter) 19, 1, 14, 11, 2, 8,16, 7, 10, 18. There was no significant differences in term of
diameter among families, while variation of height among families was significantly observed at 7
months old. Environment factors in site plantation like lighgt, soil and land management also effect
the growth of binuang plants.

Keywords : Characterization, evaluation, binuang, conservation, Pasaman


ABSTRAK
Salah satu jenis tanaman hutan yang potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan
tanaman adalah binuang. Dalam rangka mendukung keberhasilan penyediaan bibit untuk
pembangunan hutan tanaman dan penyelamatan jenis prioritas untuk hutan tanaman maka upaya
pembangunan populasi dasar binuang perlu dilakukan. Populasi dasar binuang nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai tegakan konservasi ex situ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan hidup dan karakteristik pertumbuhan tanaman pada plot konservasi ex situ binuang dari
provenan Pasaman Sumatera Barat di Gunung Kidul pada umur 7 bulan. Desain penelitian yang
digunakan dalam plot konservasi ex situ binuang adalah Randomized Complete Block Design (RCBD)
dengan satu faktor perlakuan yaitu famili. Jumlah famili yang digunakan sebanyak 22 famili yang
berasal dari populasi Pasaman, Sumatera Barat. Setiap famili terdiri dari 20 blok yang sekaligus
berfungsi sebagai ulangan dengan single treeplot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa famili yang
menempati 10 ranking terbaik untuk ketiga karaktersitik yang diamati (persen hidup, tinggi dan
diameter) adalah 19, 1, 14, 11, 2, 8,16, 7, 10, 18. Famili memberikan pengaruh yang nyata terhadap
sifat tinggi dan tidak berpengaruh nyata terhadap sifat diameter tanaman binuang pada umur 7 bulan.
Faktor lingkungan di lokasi penanaman seperti cahaya, tanah, dan pola pengelolaan lahan juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman binuang.
Kata kunci : Karakterisasi, evaluasi, binuang, konservasi, Pasaman

75
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 75 - 84

I. PENDAHULUAN

Sampai saat ini, masih lebih dari 90% bahan baku kayu untuk industri pulp di
Indonesia berasal dari hutan alam, utamanya adalah kayu IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu), yaitu
kayu berbagai jenis yang dihasilkan dari kegiatan land clearing pada areal hutan alam yang
akan dikonversi untuk berbagai keperluan, misalnya untuk areal pembangunan hutan tanaman
industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit. Ketimpangan antara kapasitas industri
perkayuan dengan kemampuan hutan untuk menyediakan bahan baku secara lestari telah
menyebabkan pengurasan (pengrusakan) sumberdaya hutan. Hal ini bertambah buruk dengan
aktifitas penjarahan hutan (pencurian kayu, illegal logging) yang semakin marak. Akibatnya,
kualitas dan kuantitas hutan Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun. Diversifikasi
jenis tanaman yang potensial untuk pembangunan hutan tanaman perlu didorong untuk
memenuhi bahan baku industri kehutanan. Salah satu jenis tanaman hutan yang potensial
untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman adalah binuang (Octomeles
sumatrana Miq.).
Binuang merupakan pohon pionir yang daunnya selalu hijau dan termasuk jenis cepat
tumbuh. Tinggi pohon dapat mencapai 60-75 m, dengan tinggi batang bebas cabang 30-40 m,
diameter 250-400 cm. Binuang tersebar di seluruh Indonesia terutama di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua. Jenis ini juga ditemukan di Philipina, Papua New
Guinea dan Kepulauan Solomon. Binuang tumbuh di hutan hujan dataran rendah dan hutan
sekunder atau tepi jalan logging. Pada distribusi alaminya, tanaman ini tumbuh baik pada
ketinggian 0-1000 m dpl dengan rata-rata curah hujan sekurang-kurangnya 1.500 mm/tahun
atau wilayah beriklim basah hingga agak kering (tipe iklim A-C). Binuang dapat tumbuh di
tanah alluvial atau tanah lembab di tepi sungai, dan tanah bertekstur liat atau liat berpasir.
(Soerianegara and Lemmens, 1994).
Dalam rangka mendukung keberhasilan penyediaan bibit untuk pembangunan hutan
tanaman dan penyelamatan jenis prioritas untuk hutan tanaman maka upaya pembangunan
populasi dasar binuang perlu dilakukan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan Yogyakarta telah melakukan eksplorasi dan koleksi materi genetik binuang
dari populasi Sumatera Barat pada tahun 2011. Selanjutnya pembangunan populasi dasar
binuang dari populasi Sumatera Barat di Gunung Kidul pada tahun 2012. Populasi dasar
binuang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai tegakan konservasi ex situ dan sumber benih.
Populasi dasar dari suatu terdiri dari pohon-pohon dimana para pemulia pohon dapat
melakukan seleksi untuk kegiatan pemuliaan generasi berikutnya. Pada pemuliaan generasi

76
Karakterisasi dan Evaluasi Plot Konservasi Ex Situ Binuang (Octomeles sumatrana Miq)
dari Provenan Pasaman Sumatera Barat di Gunung Kidul pada Umur 7 Bulan
Tri Pamungkas Yudohartono
pertama, populasi dasar terdiri dari pohon-pohon induk di hutan alam atau hutan tanaman
yang tidak dimuliakan. Pada generasi berikutnya, populasi dasar terdiri dari keturunan dari
pohon induk terseleksi dari generasi sebelumnya (Zobel dan Talbert, 1984).
Kegiatan yang dilakukan pada pengelolaan sumberdaya genetik setelah eksplorasi dan
koleksi materi genetik dan pembangunan plot konservasi adalah karakterisasi dan evaluasi
sumberdaya genetik. Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-
sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang
bersangkutan. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan guna mengetahui bagaimana reaksi
tanaman terhadap lingkungan dimana tanaman dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik tanaman pada plot konservasi ex situ binuang dari provenan
Pasaman Sumatera Barat di Gunung Kidul pada umur 7 bulan.

II. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Kegiatan karakterisasi dan evaluasi dilakukan pada plot konservasi ex situ binuang di
Petak 22 RPH Banaran, BDH Playen di Gunung Kidul Secara administratif lokasi tersebut
termasuk wilayah Desa Gading, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul.
Pembangunan plot konservasi ex situ binuang dari populasi Sumatera Barat seluas 1,5 ha di
Gunung Kidul menggunakan jarak tanam 5 x 5 m , 22 famili dan 20 blok. Jumlah bibit
binuang yang ditanam sebanyak 600 bibit Sedangkan secara geografis lokasi tersebut terletak
pada 7o54’09” LS - 7o54’13,6” LS 110o33’29,6” BT - 110o33’34,7” BT. Kondisi areal
memiliki kemiringan diantara 5 - 30%. Topografinya sebagian landai hingga bergelombang,
ketinggian berkisar 170-200 m dpl. Tumbuhan penutup tanah yang dijumpai di lokasi antara
lain semak belukar, secang, Acacia auriculiformis, kayu putih, kemiri, rumput-rumputan.
Jenis tanah di lokasi survei adalah tanah grumosol hitam/tanah berbatu. Penelitian dilakukan
pada bulan Juli 2013.
B. Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam plot konservasi ex situ binuang adalah
Randomized Complete Block Design (RCBD) dengan satu faktor perlakuan yaitu famili.
Jumlah famili yang digunakan sebanyak 22 famili yang berasal dari populasi Pasaman,
Sumatera Barat. Setiap famili terdiri dari 20 blok yang sekaligus berfungsi sebagai ulangan

77
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 75 - 84

dengan single treeplot. Jarak tanam yang digunakan pada plot konservasi ex situ binuang
adalah 5 x 5 m. Luas plot konservasi ex situ binuang adalah 1,5 ha.

C. Analisa Data
Karakteristik tanaman yang diukur/diamati adalah persen hidup, tinggi, dan diameter.
Persen hidup dihitung dengan membandingkan jumlah tanaman yang hidup dengan jumlah
tanaman total tiap famili dikali 100%. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai
titik tumbuh apikal (ujung tanaman). Diameter batang diukur pada ketinggian 10 cm di atas
permukaan tanah. Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis varian
untuk mengetahui variasi antar famili-famili yang diuji. Model matematis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Bi + Pj + İij
Keterangan :
Yij = Karakteristik yang diamati/diukur
µ = Rerata umum
Pj = Pengaruh famili ke-j
Bi = Pengaruh blok ke-i
İij = Random error pada pengamatan ke-ij

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hutan Alam di Pasaman


Materi genetik yang digunakan untuk pembangunan plot konservasi ex situ berasal dari
Cagar Alam Rimbo Panti, Pasaman Sumatera Barat. Cagar Alam Rimbo Panti ditetapkan
berdasarkan G.B. No. 34 tanggal 8 Juni 1932 dengan luas 3210 ha (Gambar 1). Berdasarkan
administrasi pengelolaan kawasan CA Rimbo Panti termasuk kedalam wilayah kerja Subsi
KSDA Wilayah Pasaman dan sekitarnya. Menurut adiministrasi pemerintahan, CA Rimbo
Panti terletak di wilayah Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Propinsi Sumatera Barat
dengan batas-batas sebagai berikut: bagian utara berbatasan dengan desa Murni Panti, bagian
timur berbatasan dengan desa Lndar dan Hutan Lindung, bagian selatan berbatasan dengan
desa Petok dan bagian barat berbatasan dengan desa Simpang Tiga Cubadak dan Hutan
Lindung.

78
Karakterisasi dan Evaluasi Plot Konservasi Ex Situ Binuang (Octomeles sumatrana Miq)
dari Provenan Pasaman Sumatera Barat di Gunung Kidul pada Umur 7 Bulan
Tri Pamungkas Yudohartono
Secara geografis, Cagar Alam Rimbo Panti terletak antara 00o18’45” LU - 00o 22’30”
LU dan 100o 00’00” BT dan 100o07’30” BT. Jenis tanah yang ada di kawasan CA Rimbo
Panti terdiri dari aluvial, andosol, komplek Podsolik Merah Kuning, Litosol yang berasal dari
bahan induk beku, endapan dan metamorf. Tekstur tanah lempung berpasir dengan pH
berkisar antara 5,9 – 7,8. CA Rimbo Panti terletak pada ketinggian antara 200 – 900 m dpl
dengan kelerengan bervariasi dari landai hingga curam (> 60o) dengan konfigurasi datar,
berbukit dan berawa-rawa. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson dan data curah
hujan di Kabupaten Pasaman, tipe iklim CA Rimbo Panti tergolong A dengan curah hujan
harian rata-rata 27,4 mm. Cagar alam ini merupakan perwakilan hutan-hutan tropis dataran
rendah yang didominasi oleh famili Apocinaceae, Gutiferae, Dipterocarpaceae, Lauraceae,
Dipteroparceae, dan lain-lain.
Tegakan alam binuang dijumpai di tepi aliran sungai, dataran rendah tidak tergenang
pada ketinggian antara 242 – 445 m dpl dengan kelerengan bervariasi dari landai hingga
curam (> 60o) dengan konfigurasi datar, berbukit dan berawa-rawa. Tegakan alam binuang
dijumpai secara terpisah/berpencar dalam suatu kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3 – 6
pohon (Gambar 2). Tumbuh-tumbuhan yang berasosiasi dengan binuang antara lain langkok,
bayur, jabon, ara, pakis-pakisan, rotan, kemiri, mali-mali, kedondong hutan, kopi hutan,
sapek, pulai, jelatang, sirih-sirih dan meranti.

 
Gambar 1. CA. Rimbo Panti Gambar 2. Tegakan alam binuang

79
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 75 - 84

B. Karakteristik Tanaman Binuang

Gambar 3. Rata-rata persen hidup tanaman binuang umur 7 bulan

Gambar 4. Rata-rata diameter tanaman binuang umur 7 bulan

Gambar 5. Rata-rata tinggi tanaman binuang umur 7 bulan

80
Karakterisasi dan Evaluasi Plot Konservasi Ex Situ Binuang (Octomeles sumatrana Miq)
dari Provenan Pasaman Sumatera Barat di Gunung Kidul pada Umur 7 Bulan
Tri Pamungkas Yudohartono

Dari Gambar 3, 4 dan 5 terlihat adanya variasi persen hidup, diameter dan tinggi antar
famili binuang. Berdasarkan ranking bilangan ordinasi (Tabel 1) terlihat bahwa fenotipe
pohon dari yang terbaik sampai yang terjelek adalah famili 19, 1, 14, 11, 2, 8,16, 7, 10, 18,
21, 9, 17, 13, 3, 4, 15, 6, 5, 22, 20 dan 21.

Tabel 1. Rata-rata persen hidup, tinggi, diameter dan bilangan ordinasi tanaman binuang per famili
pada umur 7 bulan

Famili Persen Hidup (%) Tinggi (m) Diameter (cm) Bilangan Ranking
Ordinasi
1 93.33 0.77 1.39 95.49 2
2 86.67 0.67 1.15 88.49 5
3 65.00 0.95 1.84 67.79 15
4 65.00 0.78 1.72 67.51 16
5 60.00 0.75 1.20 61.95 19
6 63.33 0.52 1.08 64.94 18
7 80.00 0.74 1.37 82.10 8
8 83.33 0.70 1.39 85.42 6
9 70.00 0.83 1.58 72.41 12
10 78.95 0.71 1.28 80.94 9
11 86.67 0.88 1.80 89.35 4
12 60.00 0.51 1.00 61.52 22
13 70.00 0.67 1.19 71.86 14
14 90.00 0.71 1.52 92.23 3
15 63.33 0.57 1.32 65.22 17
16 83.33 0.64 1.22 85.19 7
17 70.00 0.71 1.44 72.14 13
18 80.00 0.49 0.92 81.41 10
19 93.33 0.90 1.56 95.80 1
20 60.00 0.63 1.25 61.87 21
21 73.33 0.56 1.16 75.05 11
Untuk mengetahui variasi antar famili untuk sifat tinggi dan diameter maka dilakukan
analisis varian terhadap data pengukuran tinggi diameter. Hasil analisis varian untuk sifat
tinggi dan diameter disajikan pada Tabel 2.

81
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 75 - 84

Tabel 2. Analisis varian untuk sifat tinggi dan diameter tanaman binuang umur 7 bulan
Sumber Variasi Derajat bebas Kuadrat Tengah F Sig.
Tinggi
Famili 21 2985,101 2,147** 0,002
Blok 19 9262,095 6,661** 0,000
Error 435 1390,501
Diameter
Famili 27 47,825 1,064ns 0,384
Blok 19 154,990 9,487** 0,000
Error 435 44,934
Keterangan **= pengaruh nyata pada taraf uji 1%
* = pengaruh nyata pada taraf uji 5%
Dari Tabel 2 terlihat bahwa famili memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat tinggi dan
tidak berpengaruh nyata terhadap sifat diameter tanaman binuang pada umur 7 bulan. Hal ini
diduga disebabkan karena sifat pertumbuhan diameter merupakan pertumbuhan sekunder
yang jauh lebih lambat dari sifat pertumbuhan tinggi merupakan pertumbuhan primer.
Pertumbuhan sekunder dipengaruhi oleh aktivitas kambium (pembelahan jaringan kambium)
yang salah satunya adalah zat auksin dimana konsentrasi terbanyak pada bagian tanaman
yang sedang aktif tumbuh dan berkembang (Kramer dan Kozlowski, 1960). Sementara itu,
blok berpengaruh nyata terhadap sifat tinggi dan diameter. Hal ini mengindikasikan bahwa
kondisi site atau faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap kedua sifat yang diamati.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman binuang antara lain cahaya,
tanah, dan pola pengelolaan lahan. Tanaman binuang tumbuh optimal atau lebih baik pada
lingkungan dimana tidak terdapat tanaman lain yang menaungi. Hal ini dikarenakan binuang
termasuk jenis pionir yang bersifat intoleran (light demanding). Pada tanah yang memiliki
solum lebih dalam tanaman binuang juga tumbuh lebih baik. Tanah yang mempunyai solum
cukup dalam dijumpai pada bagian bawah plot. Sedangkan pada bagian atas plot tanah
sebagian besar berbatu dengan solum dangkal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Simanjutak (2006) yang menyatakan bahwa nilai heritabilitas individu tanaman benuang bini
pada umur 15 bulan di Rumpin mempunyai nilai yang rendah, yaitu untuk nilai heritabilitas
tinggi dan diameter masing-masing 0,22 dan 0,20. Nilai heritabilitas yang rendah (dibawah
0,5) menunjukkan bahwa fenotipa (penampakan luar) lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (environment) dibandingkan pengaruh genetik. Penelitian untuk jenis cepat
tumbuh lain yaitu jabon menunjukkan hasil yang sama. Hasil penelitian Bramasto dan
Simanjuntak (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan awal tinggi dan diameter tanaman

82
Karakterisasi dan Evaluasi Plot Konservasi Ex Situ Binuang (Octomeles sumatrana Miq)
dari Provenan Pasaman Sumatera Barat di Gunung Kidul pada Umur 7 Bulan
Tri Pamungkas Yudohartono
jabon (umur 1 tahun) di Rumpin belum terbukti dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Gambar 6. Tanaman binuang pada lahan Gambar 7. Tanaman binuang dengan penutupan
yang ditumpang sari dan tanah semak dan alang-alang
terbuka
Penutupan lahan berupa alang-alang, semak dan rerumputan dijumpai pada bagian
atas plot dimana sebagian tanahnya berbatu dengan solum yang dangkal. Pengelolaan lahan
dengan tumpang sari lebih banyak dilakukan di bagian bawah plot yang mempunyai solum
tanah cukup dalam dan tidak berbatu. Pertumbuhan tanaman binuang pada bagian plot yang
dikelola secara tumpang sari lebih baik dibandingkan lahan dengan penutupan semak, rumput
dan alang-alang.

IV. KESIMPULAN
Famili yang menempati 10 ranking terbaik untuk ketiga karaktersitik yang diamati
(persen hidup, tinggi dan diameter) adalah 19, 1, 14, 11, 2, 8,16, 7, 10, 18. Dari hasil analisis
varians diketahui famili memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat tinggi dan tidak
berpengaruh nyata terhadap sifat diameter tanaman binuang pada umur 7 bulan. Faktor
lingkungan di lokasi penanaman seperti cahaya, tanah, dan pola pengelolaan lahan juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman binuang.

83
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 75 - 84

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran
penelitian ini, khususnya kepada Bapak Subagyo, Bapak Diro Eko Pramono, S.Hut.T dan
Rizki Ary Fambayun, S.Hut yang telah membantu dalam kegiatan pengukuran dan entry data.

DAFTAR PUSTAKA

Bramasto, Y dan S.R. Simanjutak. 2009. Evaluasi Pertumbuhan Awal Tanaman Jabon
(Anthochepalus cadamba) di Kebun Percobaan Rumpin. Info Benih Vol. 13 No. 1 Juni 2009.
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor
Kramer, P.J and T.T. Kozlowsky. 1960. Physiology of Trees. McGraw-Hill Company. London
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang,Y.I, Prawira, S.A. dan Kadir, K. 1989. Habitus Atlas
kayu Indonesia Jilid. Badan Litbang, Bogor.
Simanjuntak, R. S. 2006. Analisis Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Jenis Benuang Bini
(Octomeles sumatrana Miq) Di Hutan Penelitian Rumpin. Skripsi. Program Studi Manejemen
Hutan . Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa. Bogor. 2006.
Soerianegara, I and R.H.M.J. Lemmens (Eds). 1994. Plant Resources of South-East Asia () No. 5 (1)
Timber Trees : Major Commercials Timbers. PROSEA Bogor.
Zobel, B. J dan J. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley and Sons, Inc., New
York.

84

You might also like