Professional Documents
Culture Documents
1-12 1
ISSN: 2684-7353
DOI: https://dx.doi.org/10.21776/ub.iij.2023.05.1.1
1. Pendahuluan
Zakat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang harus dikeluarkan ketika harta
sudah mencapai nisabnya yakni disebut dengan zakat mal serta terdapat zakat yang dikeluarkan
umat muslim setiap satu tahun sekali pada bulan ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri yang
2 | Islamic Insights Journal; Volume 05 Number 01, pp. 1-12
disebut dengan zakat fitrah. Zakat memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Ridwan et al., 2019), mengentaskan kemiskinan serta ketimpangan
sosial dengan memberikan harta muzakki kepada mustahiq sehingga dapat membantu dalam
memenuhi kebutuhan pokok mustahiq (Kadir, 2022). Adanya Zakat ini diharapkan menjadi
pergerakkan untuk menurunkan tingkat ketimpangan sosial di Indonesia, selain itu zakat juga
dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia, yakni melalui
program zakat produktif.
Potensi zakat di Indonesia sangat besar selaras dengan banyaknya penduduk yang
beragama Islam. Untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan zakat, mulai tahun 2016
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) berkolaborasi dengan Kementerian Agama untuk
menciptakan ekosistem dalam pengelolaan zakat (Annisa, 2021). Digitalisasi zakat dimulai
sejak diluncurkannya SIMBA (Sistem Manajemen Informasi Baznas) sebagai penyedia
informasi laporan keuangan tahunan BAZNAS. Berawal dari peluncuran SIMBA transformasi
digital dalam dunia zakat selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan
BAZNAS memiliki perhatian khusus dalam digitalisasi zakat. Pada Rakornas 2021 BAZNAS
berkomitmen untuk melakukan resolusi pembangunan zakat digital. Komitmen tersebut
tertuang pada Rakornas Zakat 2021 bagian internal pada butir ke-4 “memperkuat transformasi
digital dalam pengumpulan, penyaluran, dan pelaporan zakat”. Berawal dari komitmen
tersebut mengharuskan organisasi zakat yang ada untuk turut berkontribusi
mengimplementasikan zakat digital.
Terlepas dari kenaikan pertumbuhan zakat digital, efisiensi BAZNAS Jakarta Pusat
yang telah menciptakan digitalisasi, pertumbuhan penghimpunan zakat sebesar 75% yang
didapatkan oleh Rumah Zakat, ternyata digitalisasi zakat belum sepenuhnya dilakukan secara
serentak dan merata. Realitanya masih terdapat daerah yang belum menggunakan zakat
berbasis digital yakni Kota Malang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas BAZNAS
Kota Malang mereka menerangkan bahwa penerapan zakat digital di kota malang masih dalam
proses pengembangan dan pengkajian sistem sehingga pembaharuan terkait digitalisasi pada
sistematika operasional program zakat masih dalam tahap pematangan. terdapat beberapa hal
yang menjadi pokok bahasan terkait digitalisasi zakat BAZNAS kota malang publikasi
informasi yang kurang update di website BAZNAS kota malang serta penghimpunan dan
pendistribusian masih dilakukan secara manual hingga saat ini.
Atas dasar permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan analisis lebih lanjut
mengenai kendala penerapan zakat digital pada BAZNAS Kota Malang. Selanjutnya penelitian
ini bertujuan agar mengetahui kendala penerapan zakat digital pada BAZNAS Kota malang.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi penyedia informasi wawasan aktual yang
Analisis Kendala Penerapan Zakat Digital… | 3
dapat menunjang pengembangan program digitalisasi zakat di Kota malang dan daerah-daerah
yang belum menerapkan digitalisasi zakat.
2. Landasan Teori
Konsep Umum Zakat
Zakat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk memberikannya kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan hukum Islam.
Sedangkan infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh orang pribadi atau badan usaha di luar
zakat untuk kepentingan bersama dan sedekah adalah harta atau bukan harta yang dikeluarkan
oleh orang pribadi atau badan usaha di luar zakat karena keuntungan masyarakat (Purwanti,
2020). Secara bahasa zakat terdiri dari kata lafadz, zakka, tuzakki, tazkiyyan, berarti
membersihkan kita atau menyucikan kita dari harta benda yang bukan lagi haknya. Sedangkan
pengertian zakat adalah dalam pengertian sedekah wajib yang diberikan menurut hukum Islam
dan sebagai sarana mensucikan karunia dan rezeki yang diberikan Tuhan dengan memberikan
sebagian makanan kepada fakir miskin dan fakir miskin (Masyhuri & Mutmainnah, 2021).
Zakat tidak hanya berkaitan dengan harta dan pendapatan, tetapi perbuatan ini juga
merupakan kewajiban syar'i dan tergolong ibadah mahdlah, karena muzakki membelanjakan
hartanya semata-mata untuk suatu kewajiban. apa yang dibawanya, dan tanpa tujuan yang jelas
tentang kekerabatan. Melihat urgensi dan urgensi yang sangat tinggi dalam kehidupan umat
Islam, terdapat hikmah dan manfaat besar di balik ajaran zakat ini antara lain, mewujudkan
keimanan kepada Allah SWT, kesadaran akan hak mustahik (alat perlindungan sosial), kohesi
sosial antara aghniya dan mujahid, pendanaan infrastruktur publik, pendidikan etika bisnis dan
alat distribusi pendapatan (Muhaki, 2021). Zakat dapat disimpulkan sebagai salah satu
kewajiban seorang Muslim (salah satu dari lima rukun Islam) dalam beribadah dan
bermasyarakat, yang syarat-syaratnya telah ditetapkan oleh Allah SWT. Zakat diperlukan bagi
seorang muslim (mengikuti Islam) yang kekayaannya telah mencapai nishab untuk membayar
sebagian dari kekayaannya kepada orang miskin dan membutuhkan, Zakat diperlukan dari
semua muslim yang memenuhi syarat dituntut dan dibayar tidak hanya untuk niat baik tetapi
juga untuk tugas. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang kedudukannya sama dengan
shalat dan rukun Islam lainnya (Oktaviani et al., 2020).
Pada awal perkembangan peradaban Islam, menurut para ulama klasik, zakat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Juga dalam Pasal 11 Ayat 1 Undang-
Undang Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Zakat menyebutkan bahwa zakat terdiri dari zakat mal dan zakat fitrah
(Fadilah, 2017). Zakat fitrah berasal dari kata al-fitri yang artinya makan. Karena disebut zakat
fitrah karena berkaitan dengan bentuk harta yang diberikan kepada mustahik yaitu berupa
makanan. Disebut juga zakat fitrah karena dikaitkan dengan Idul Fitri. Zakat fitrah adalah zakat
yang harus dikeluarkan setelah puasa Ramadhan dan berfungsi sebagai pembersih bagi orang-
orang yang berpuasa karena semua ucapan dan perbuatan yang salah. Zakat fitrah adalah zakat
pribadi yang harus dipenuhi setiap orang selama bulan Ramadhan hingga shalat sunnah Idul
Fitri (Syafitri et al., 2021). Zakat Mal sebagaimana dimaksud meliputi zakat emas, perak, dan
logam mulia lainnya,Zakat mal adalah zakat atas suatu harta, jika tercapai harus dikeluarkan
oleh pemiliknya nisab. Sedangkan zakat komersial adalah zakat usaha yang dimiliki oleh
seseorang ini. Selama ini mereka menganggap zakat mal sebagai zakat komersial, padahal
Jelasnya, zakat mal dan zakat niaga itu berbeda. mereka kurang pengetahuan Soal zakat
komersial, tentu mereka tidak pernah mengeluarkan zakat Komersial untuk bisnis
mereka (Domuan, 2021)
4 | Islamic Insights Journal; Volume 05 Number 01, pp. 1-12
Dalam Islam pengumpulan dan pengelolaan zakat diutamakan diolah oleh pemerintah
negara yang bertindak menjadi wakil dari orang yang wajib menerima zakat dari kelebihan
harta orang kaya. Pengelolaan zakat dilakukan oleh pemerintah negara melalui lembaga amil
zakat dengan memperhatikan aspek profesionalitas, keadilan, efisiensi, dan efektivitas (Muin,
2020). Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh otoritas yang dibentuk oleh pemerintah negara
akan menjadikan pengelolaan zakat lebih efektif dan dapat membangun kesejahteraan umat
karena zakat yang dikumpulkan oleh lembaga yang dinaungi pemerintah atau tidak ada
legalitasnya akan sulit berjalan karena sistem koordinasi tidak tersistematis (Afrina, 2020).
Pengelolaan zakat harus didasari untuk mencapai kesejahteraan umat dan yang bertanggung
jawab atas kesejahteraan rakyat adalah pemerintah karena pemerintah merupakan “khalifa
Allah”. Pengelolaan zakat ini merupakan wujud dari keadilan dari berbagai dimensi
pemerataan kekayaan dari yang kaya kepada yang membutuhkan untuk meraih
kesejahteraan dan kemaslahatan umat (Zubaidah, 2020).
Berdasarkan sejarah organisasi pengelolaan zakat pada Khalifah Umar bin Khattab
terdiri dari empat bagian. Pada bagian pertama organisasi zakat harus katabah yaitu melakukan
registrasi pencatatan bagi orang wajib zakat dan orang yang wajib menerima zakat, kedua
jubaah atau hasyarah yaitu pengumpulan zakat dan penagihan zakat terhadap orang-orang yang
terdaftar wajib zakat, ketiga qasamah yaitu aktivitas pendistribusian zakat kepada orang yang
berhak memperoleh zakat, keempat hasanah yaitu memelihara sebagian harta yang tersisa
(Rahmadianti, n.d.). Mekanisme pengelolaan zakat pada organisasi zakat di Indonesia
terkhusus pada BAZNAS dan LAZ memiliki empat tahap pengelolaan. Pertama tahap
pengumpulan dimana muzakki harus menghitung besaran zakat yang harus dikeluarkan
selanjutnya ketika zakat telah dibayarkan BAZNAS atau LAZ membuatkan bukti pembayaran
zakat yang dapat digunakan sebagai bukti pengurangan pajak. Kedua, pendistribusian zakat
yang dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan mengedepankan prinsip keadilan. Ketiga,
pendayagunaan harta zakat melalui usaha produktif untuk meningkatkan kesejahteraan
mustahik. Keempat, melakukan pelaporan atas kegiatan pengelolaan zakat setiap enam bulan
dan pada akhir tahun (Abdullah, 2018).
Dalam sistem operasi tradisional dana zakat, dapat ditemukan celah untuk terjadinya
moral hazard. Operasi multi sistem yang melibatkan berbagai pihak mulai dari organisasi
muzaki, amil, mustahiq dan kustodian membuat sulit untuk melacak keaslian dan kemutlakan
setiap langkah transaksi. Data dengan sistem terpusat kemungkinan besar akan terjadi
kecurangan. Praktek seperti itu merupakan ajang ketidakjujuran dan kecerobohan yang dapat
merugikan lembaga atau organisasi manapun, khususnya ormas Islam yang menangani dana
Analisis Kendala Penerapan Zakat Digital… | 5
zakat yang harus benar-benar dihindari. Hingga saat ini, BAZNAS sebagai Organisasi Pengatur
Zakat atau Zakat Regulatory Organization (OPZ) terus berupaya memberikan berbagai
layanan dan program dengan tujuan untuk mempermudah penghimpunan dana zakat.
Namun, menangkap potensi zakat di Indonesia masih jauh dari optimal. Memang, membayar
zakat secara langsung atau melalui masjid memberikan kemudahan bagi muzakki dan juga
layanan BAZNAS yang tidak dapat diakses oleh semua muzakki perkotaan dan pedesaan
(Urfiyya, 2021).
Pada dimensi pengumpulan dana zakat, infaq shadaqah terdapat empat variabel penting
didukung dengan indikator teknisnya. Variabel yang pertama yaitu infrastruktur digital,
didalamnya terdapat variabel teknis berupa jaringan internet yang mendukung aktivitas
pengumpulan dana ZIS dan variabel teknis rasio perangkat hardware OPZ terhadap bidang
pengumpulan. Variabel yang kedua yaitu penerapan sarana digital, variabel teknis di dalamnya
berupa kepemilikan platform digital internal OPZ yang dapat mendukung pengumpulan dana
ZIS secara digital, pemanfaatan platform eksternal yang dapat mendukung pengumpulan dana
ZIS secara digital, fasilitas penyimpanan database pengumpulan dana ZIS dilakukan secara
manual dan digital berbasiskan cloud, penyediaan sistem pembayaran zakat OPZ yang
mendukung pembayaran tunai dan non tunai. Variabel yang ketiga adalah pelaksanaan
ekosistem dan budaya digital, variabel teknisnya yaitu OPZ memiliki regulasi internal yang
mendukung pengumpulan ZIS secara digital, dan sistem kerja yang dapat mendukung
pelaksanaan zakat digital. Variabel yang keempat yaitu kemampuan digital, variabel teknisnya
berupa tersedianya divisi atau unit khusus yang menangani seluruh aktivitas pengumpulan
zakat digital, amil yang berada di divisi tersebut cakap menjalankan teknologi dan telah
mendapatkan sertifikasi yang mendukung aktivitas pengumpulan zakat digital.
6| Islamic Insights Journal; Volume 05 Number 01, pp. 1-12
Pada dimensi pendistribusian variabel utama yang digunakan sama seperti dimensi
pengumpulan dana zakat. Namun terdapat beberapa perbedaan yaitu pada variabel pelaksanaan
digital. Pada variabel tersebut terdapat variabel teknis mengenai integrasi data
mustahik dengan Data Terpadu Kementerian Sosial. Sedangkan pada dimensi pelaporan ZIS
terdapat variabel teknis integrasi data mustahik dengan Basis Data Terpadu Mustahik Baznas
(BDTMND) dan integrasi data pelaporan dengan Sistem Informasi Baznas (SIMBA).
Indeks kesiapan digital pada organisasi pengelola zakat terdapat tiga tingkatan yaitu
tingkat tradisional, pengembangan IT, dan digital native. Dikatakan berada pada tingkat
tradisional apabila dalam seluruh atau sebagian besar kegiatan pengelolaan zakat belum
menggunakan proses digitalisasi. Apabila OPZ berada pada tingkat tradisional maka
stakeholder terkait harus melakukan pendampingan dan memberikan pelatihan serta dorongan
kepada OPZ agar segera melakukan transformasi kepada digitalisasi zakat. Tingkatan kesiapan
setelah tradisional adalah pengembangan IT, pada tingkatan ini OPZ berada pada tahap proses
pengembangan digitalisasi. Sebagian besar aktivitas pengelolaan zakat pada tahap
pengembangan IT telah menggunakan proses digitalisasi. Pada tahap ini stakeholder yang
berkaitan harus memberikan fasilitas sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh OPZ untuk
memperkuat kapasitas OPZ demi tercapainya pelaksanaan digitalisasi zakat secara penuh.
Tingkatan selanjutnya adalah Digital Native pada tahap ini seluruh aktivitas pengelolaan zakat
telah tersistem dan sesuai dengan prosedur digitalisasi zakat.Stakeholder terkait harus
memperkuat pelaksanaan digitalisasi zakat pada OPZ tersebut agar mencapai level terbaik.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian
dengan metode kualitatif yang kemudian dijelaskan secara deskriptif (Annisa, 2021). Metode
kualitatif deskriptif dipilih karena dalam penelitian ini menekankan analisis secara deskriptif.
Selanjutnya penelitian ini menggunakan strategi studi kasus dalam analisis masalah. Strategi
studi kasus dipilih karena strategi tersebut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana dan kenapa yang dapat mewakili jawaban dan permasalahan dalam penelitian ini
(Candra & Yasin, 2019)Studi kasus yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah apa saja
kendala penerapan zakat digital pada Baznas Kota Malang. studi kasus yang ada akan dianalisis
secara deskriptif. penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, data primer
didapatkan melalui wawancara terstruktur dengan memberikan pertanyaan yang telah disusun
penulis kepada petugas BAZNAS Kota Malang mengenai kendala apa saja yang membuat
penerapan zakat digital di kota malang belum diimplementasikan. Informan yang
diwawancarai dalam penelitian ini yaitu petugas BAZNAS Kota Malang. Selanjutnya data
sekunder didapatkan melalui referensi jurnal, buku, artikel yang berkaitan dengan studi kasus
analisis kendala penerapan zakat digital.
Dalam melakukan uji validitas penelitian ini menggunakan uji triangulasi sumber dan
triangulasi metode. Triangulasi sumber sendiri merupakan uji validitas yang dilakukan pada
saat wawancara dengan petugas BAZNAS Kota Malang. Sedangkan Triangulasi metode
merupakan uji validitas untuk mengetahui bahwa informasi dari sumber wawancara sama
dengan informasi dari berbagai referensi yang ada. Pada saat data telah terkumpul langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis data untuk mendapatkan suatu kesimpulan hasil
penelitian. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif dan data mengenai hambatan
penerapan zakat digital diinterpretasi dengan teknik analisis.
Analisis Kendala Penerapan Zakat Digital… | 7
Selanjutnya, platform eksternal yang bermitra dengan BAZNAS Kota Malang akan
menghimpun dana dari muzaki kemudian akan diserahkan kepada BAZNAS Kota Malang
melalui transfer. Aktivitas penghimpunan zakat, infaq, shadaqah secara digital dilakukan
dalam jangka waktu per minggu atau perbulan bergantung pada banyak atau tidaknya nominal
dana yang terhimpun.
Pada proses pendistribusian zakat BAZNAS Kota Malang belum menggunakan konsep
pendistribusian secara digital. Hal yang mendasari tidak dilaksanakannya pendistribusian
secara digital yaitu karena tidak semua mustahik memiliki alat pembayaran digital dan tidak
memiliki rekening bank yang dapat digunakan untuk menerima transfer dana zakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan BAZNAS Kota Malang, alasan lain yang mendasari
BAZNAS Kota Malang belum menggunakan konsep pendistribusian secara digital yakni
pengawasan terhadap mustahik serta menghindari kemungkinan kecurangan dan
penyelewengan penggunaan dana zakat dirasa akan lebih besar sebagaimana keterangan
petugas BAZNAS:
8| Islamic Insights Journal; Volume 05 Number 01, pp. 1-12
“Pendistribusian secara langsung lebih baik dilakukan karena pada saat mendistribusikan
secara langsung petugas BAZNAS Kota Malang dapat menjalankan tugas pengawasan kondisi
mustahik”.
Proses pelaporan dana zakat pada BAZNAS Kota Malang sebagian prosesnya sudah
menggunakan cara digital. Untuk melakukan pelaporan dana zakat secara digital BAZNAS
Kota Malang telah memiliki jaringan yang mendukung, hal ini disampaikan oleh Bapak Sultan
Hanafi selaku Kepala Bidang Keuangan pada saat wawancara “untuk jaringan di BAZNAS
Kota Malang sangat mendukung, jaringan didapatkan melalui fasilitas Pemerintah Kota
Malang, namun untuk memperkuat jaringan BAZNAS Kota Malang juga menyediakan
jaringan Telkomsel”. Mulai tahun 2021 BAZNAS Kota Malang telah memiliki website yang
dikembangkan oleh divisi IT. Dalam website tersebut memuat profil baznas dan terdapat menu
laporan keuangan.
Pada pelaporan secara nasional telah dilaksanakan secara digital data pelaporan di input
dan terintegrasi dengan Sistem Informasi Baznas (SIMBA) dan data pelaporan pendistribusian
dan pendayagunaan ZIS DSKL telah integrasi dengan sistem Basis Data Terpadu Mustahik
BAZNAS (BDTMB). Namun, untuk laporan kepada pemerintah daerah terkhusus pada
Pemerintah Kota Malang, BAZNAS Kota Malang belum menggunakan sistem pelaporan
secara digital. berdasarkan hasil wawancara dengan petugas BAZNAS Kota Malang “hal
tersebut terjadi dikarenakan tidak semua data laporan data dapat diterima Pemerintah Kota
Malang secara digital terdapat beberapa laporan yang hanya diterima dalam bentuk bukti
fisik”, atas dasar tersebut laporan keuangan BAZNAS Kota Malang terhadap Pemerintah Kota
belum menggunakan pelaporan digital. Selanjutnya untuk laporan keuangan yang dapat
diakses oleh masyarakat umum atau publik belum tersedia secara offline maupun online. Hal
ini dikarenakan data laporan keuangan BAZNAS Kota Malang masih perlu diaudit sehingga
akan dipublikasikan ketika laporan keuangan telah diaudit.
Secara keseluruhan BAZNAS Kota Malang pada saat ini berada pada tahap
pengembangan IT. Pada tahap ini sebagian dari aktivitas pengelolaan zakat, infaq, shadaqah
pada BAZNAS Kota Malang telah menggunakan teknologi digital. Namun, masih terdapat
beberapa aktivitas yang belum menggunakan konsep digitalisasi. Untuk berada pada tahap
digital native BAZNAS Kota Malang berproses mengembangkan teknologi agar seluruh
aktivitas pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah dapat dilakukan secara digital. Untuk
mencapai tahap digital native diperlukan sinergi dari semua stakeholder yang berkaitan
pada BAZNAS Kota Malang menggunakan prinsip digitalisasi. Terdapat beberapa hal yang
menyebabkan BAZNAS Kota Malang belum memasuki tingkat digital native. Hal tersebut
berupa beberapa hambatan digitalisasi dalam proses pengelolaan dana zakat, infaq, dan
shadaqah. Hambatan tersebut terbagi dalam tiga dimensi yaitu yang pertama dimensi hambatan
pada pengumpulan secara digital, kedua dimensi hambatan pada pendistribusian secara digital,
ketiga dimensi hambatan pada pelaporan secara digital.
Pada dimensi hambatan pengumpulan secara digital BAZNAS Kota Malang belum
mampu melakukan digitalisasi secara keseluruhan karena menyesuaikan dengan kemampuan
muzaki. Secara garis besar tidak semua muzaki telah mampu menggunakan teknologi digital
dan tidak semua muzaki yang mampu menggunakan teknologi digital memiliki akses untuk
melakukan zakat, infaq, shadaqah secara digital dikarenakan tidak semua orang memiliki
teknologi digital. Selain itu, pola masyarakat yang beragam menyebabkan beberapa orang
memiliki preferensi kesukaan melakukan zakat secara tunai mereka beranggapan bahwa hal
tersebut lebih efisien dan lebih terasa esensi zakatnya karena pembacaan niat zakat langsung
pada saat uang diberikan kepada petugas amil zakat. Hal ini menjadi hambatan bagi BAZNAS
Kota Malang dalam pengimplementasian digitalisasi pengumpulan dana ZIS.
Pada dimensi pelaporan secara digital BAZNAS Kota Malang memiliki hambatan
berupa kurang cepatnya kinerja dari petugas BAZNAS Kota Malang yang memiliki tugas
untuk mengatur pelaporan secara digital. Hal ini terlihat dari belum dipublikasikannya laporan
keuangan BAZNAS Kota Malang pada tahun 2020-2021 dikarenakan laporan keuangan
tersebut belum diaudit. Pada saat BAZNAS Kota Malang memiliki ketegasan dan keseriusan
dalam mengimplementasikan digitalisasi zakat seharusnya proses audit laporan dapat
dipercepat sehingga tidak menumpuk hingga dua tahun.
untuk mendapatkan hasil maksimal dari penggalangan dana, sebuah lembaga membutuhkan
strategi dan pendekatan yang tepat, dan harus menetapkan arah yang tepat untuk langkah
selanjutnya. Namun tanpa strategi fundraising yang kuat tidak mungkin mendapatkan dana
yang maksimal, jika sebuah institusi ingin mendapatkan efek fundraising yang maksimal maka
harus memiliki strategi dan metode yang tepat, serta harus menentukan langkah yang tepat
untuk menentukan langkah selanjutnya. Tanpa strategi pendanaan yang kuat, hasil yang
diinginkan tidak akan tercapai (Mariya, 2021).
Pada tahun 2018, BAZNAS sebagai regulator zakat telah mengeluarkan regulasi terkait
sertifikasi Amil Zakat dalam Peraturan Baznas No. nomor 2 tahun 2018. Ketentuan ini
merupakan salah satu ketentuan penting dari sektor dana sosial Islam seperti Zakat, terutama
untuk meningkatkan kualitas sumber daya amil zakat yang profesional dan kompeten. Oleh
karena itu, sebagai bagian dari ekosistem, perlu segera meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dengan menerapkan sertifikasi Amil Zakat. Mendukung percepatan implementasi
Peraturan Baznas No. 1. Nomor 2 tentang Sertifikasi Amil Zakat Tahun 2018, perlu
dikembangkan kursus standar kompetensi amil zakat, memperbanyak lembaga pelatihan amil
zakat dengan kursus terstandar, yang dapat menawarkan sertifikasi Amil Zakat sekaligus, dan
mendorong BAZNAS dan LAZ meningkatkan jumlah SDM sertifikasi Amil Zakat.
BAZNAS Kota Malang perlu melakukan inovasi dalam pengumpulan zakat, sistem
pengelolaan, distribusi, dan pelaporan. Dari sisi penghimpunan, BAZNAS telah melakukan
banyak inovasi, antara lain digitalisasi penghimpunan zakat dengan menggandeng beberapa
perusahaan fintech, yang tentunya meningkatkan jangkauan dan jaringan donatur (muzakki dan
mustahiq) serta mempermudah penyaluran zakat, infaq, shadaqah. Selanjutnya pada aspek
pendistribusian dana BAZNAS Kota Malang perlu melakukan sosialisasi teknologi digital
kepada Mustahik hal ini dapat mendorong digitalisasi pada proses pendistribusian. Terakhir
Baznas Kota Malang harus mengembangkan pelaporan digital yang aktual, tepat waktu, dan
dapat dipertanggungjawabkan serta harus dapat diakses oleh publik melalui platform yang
tersedia. Hal ini dapat meningkatkan transparansi BAZNAS Kota Malang dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat (Choirun et al., 2021).
5. Kesimpulan
Digitalisasi pengelolaan zakat di BAZNAS Kota Malang pada saat ini berada pada
tahap pengembangan IT. Pada proses pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah BAZNAS
Kota Malang menggunakan dua metode yaitu metode langsung secara tunai dan metode
penghimpunan zakat melalui beberapa platform digital. Dalam proses pendistribusian dana
zakat, infaq, dan shadaqah BAZNAS Kota Malang masih menggunakan cara tradisional yaitu
dengan pendistribusian secara tunai. Dalam pelaporan BAZNAS Kota Malang telah memiliki
sebuah website untuk memposting laporan tetapi belum digunakan dikarenakan data laporan
belum diaudit. Namun, laporan BAZNAS Kota Malang telah terintegrasi dengan Sistem
Informasi BAZNAS (SIMBA) pelaporan terhadap SIMBA dilakukan secara berkala setiap
harinya, selanjutnya data pelaporan pendistribusian dan pendayagunaan ZIS dan DSKL telah
integrasi dengan sistem Basis Data Terpadu Mustahik BAZNAS (BDTMB).
oleh BAZNAS Kota Malang yaitu tidak semua mustahiq memiliki akses untuk menerima zakat
secara digital atau tidak semua mustahiq memiliki rekening yang mendukung pelaksanaan
pendistribusian zakat secara digital. BAZNAS Kota Malang memiliki hambatan berupa kurang
cepatnya kinerja dari petugas BAZNAS Kota Malang yang memiliki tugas untuk mengatur
pelaporan secara digital.
Strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan digitalisasi BAZNAS Kota
Malang adalah pengembangan digitalisasi zakat, infaq, shadaqah yang berpotensi besar untuk
memfasilitasi layanan pembayaran zakat, infaq, shadaqah. Tidak hanya itu, informasi terkait
perencanaan dan penyaluran dana zakat, infaq, shadaqah juga dapat dilakukan secara digital
melalui media sosial. Dengan demikian, masyarakat secara tidak langsung dan sosialisasi
gerakan zakat, infaq, shadaqah juga dapat berlangsung.
References
Abdullah, J. (2018). Institusi Pengelola Zakat Dalam Hukum Positif di Indonesia.
Afrina, D. (2020). Manajemen Zakat di Indonesia Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat.
EkBis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 201.
https://doi.org/10.14421/ekbis.2018.2.2.1136
Ambok Pangiuk, S. Ag. , M. Si. (2020). Pengelolaan Zakat di Indonesia.
Annisa Zetira. (2021). Optimalisasi Penghimpunan Zakat Digital di Masa Pandemi. 228–237.
Candra, R., & Yasin, M. Z. (2019). Financing Model to Develop Local Commodity Business
Of East Java in Maqashid Syariah Perspective.
Choirun Nisa, A., Indarwati, H., Muthi, S., & Anwar, S. (2021). Analisis kualitas laporan
keuangan… Nisa et al. Laporan Keuangan Baznas di Era Digital 4.0: Tinjauan Atas Psak
109. http://wahanaislamika.ac.id
Domuan, I. (2021). Pertanggung Jawaban Pengelola Dana Zakat oleh Badan Amil Zakat Infaq
dan Sedekah (Studi Badan Amil Zakat Infaq dan Sedekah Di Kabupaten Asahan). Jurnal
Tectum LPPM Universitas Asahan Edisi, 2(1).
Fadilah, S. (2017). Tata Kelola Dan Akuntansi Zakat.
Intan Apsari, P., Setiyowati, A., & Huda, F. (2022). Implementation Of Synergy Of Zis Fund
Management In Sharia Banking And Zakat Management Organizations (Opz) For
Strengthening The Zakat Ecosystem. Perisai : Islamic Banking and Finance Journal, 6(1),
1–16. https://doi.org/10.21070/perisai.v6i1.1590
Kadir, A. (2022). Zakat sebagai Instrumen Memberdayakan Ekonomi Umat (Studi pada
Dompet Dhuafa Cabang Yogyakarta). 1(1), 14–25.
Kajian, P., & Baznas, S. (2021). Indeks Kesiapan Digital Organisasi Pengelola Zakat:
Landasan Konseptual.
Lailatul Muharromah, G. M. (2021). Paradigma SDGs dalam Manajemen Zakat di Indonesia
Article Info ABSTRACT. 13(1), 1–16. https://doi.org/10.35891/ml.v13i1.2788
Lubis, R. H., & Latifah, F. N. (2019). Analisis Strategi Pengembangan Zakat, Infaq, Shadaqoh
dan Wakaf di Indonesia. Perisai : Islamic Banking and Finance Journal, 3(1), 45–56.
https://doi.org/10.21070/perisai.v3i1.1999
Mariya Ulpah. (2021). Strategi Corporate Fundraising Zakat Infak dan Shadaqah Pada
Lazismu Jakarta. 4(2).
Masyhuri & Mutmainnah. (2021). Zakat Profesi Menurut Pandangan Yusuf Al Qardhawi.
Vol.4.
Muhaki. (2021). Kontroversi Konseptual Tentang Zakat Profesi di kalangan Ulama Fiqh
Kontemporer. In Jurnal Studi Islam (Vol. 16, Issue 1).
12 | Islamic Insights Journal; Volume 05 Number 01, pp. 1-12