You are on page 1of 249

Zakat Mal untuk Pembangunan Masjid

: 1 139
(Fatwa-Fatwa Al-Azhar: juz.1, hal.139).

.
(Boleh menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid).

: .
).(Mufti: Syekh Abdul Majid Salim

1363 - 1944
(Muharram 1363H Januari 1944M).

:
(Dasar: Boleh menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid. Dengan membayarkan zakat tersebut,
maka kewajiban membayar zakat telah gugur dari diri Muzakki).
:


.

:

}
{ } {
)


(


.


} {
.
)








;Kesimpulan: pendapat yang kuat menurut kami adalah pendapat sebagian Fuqaha kaum muslimin
boleh hukumnya menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid dan sejenisnya. Jika seorang muzakki
telah menyalurkan zakat yang wajib ia bayarkan untuk pembangunan masjid, maka gugurlah
kewajiban membayar zakat dari dirinya dan ia mendapatkan balasan pahala atas apa yang telah ia
lakukan. Wallahu alam.

: 9 212
(Fatwa-Fatwa Al-Azhar: juz.9, hal.212).

.
)(Zakat: Fi Sabilillah

: .
)(Mufti: Syekh Athiyyah Shaqar
1997
)(Mei 1997M
:

:


" " .
} :

{ 60 :
:
.

) ( . " "
.
" 2
. " 85


.


.



) ( .

.

.
" "
: :

.

.
" "


. " "
"
".
" " "
" .
" " : .

.



(Berdasarkan pendapat ini, maka boleh hukumnya menyalurkan bagian dari zakat untuk pembangunan
masjid, lembaga-lembaga pendidikan, madrasah tempat menghafal Al-Quran, tempat-tempat
pengungsi, untuk penyebaran pengetahuan agama Islam dan semua aktifitas yang mengagungkan
Islam dan memperkokoh kekuatan kaum muslimin, serta untuk menolak kekuatan penjajahan dan
kekuasaan, bagaimanapun bentuknya).

.3/303 :
(Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, DR.Wahbah Az-Zuhaili: 3/303).


(Keempat: apakah zakat boleh disalurkan kepada selain yang disebutkan dalam ashnaf?).

) (1



} : { ] [60/9:

.
.

.
: . :
.
(Akan tetapi Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai menafsirkan Fi Sabilillah sebagai semua
perbuatan baik yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka termasuk di dalamnya semua
usaha untuk ketaatan kepada Allah SWT dan jalan kebaikan, jika memang dibutuhkan. Karena Fi
Sabilillah itu bersifat umum dalam semua kepemilikan, artinya mencakup pembangunan masjid dan
sejenisnya. Sebagian ulama mazhab Hanafi menafsirkan Sabilillah dengan menuntut ilmu, meskipun
pelajar yang menuntut ilmu itu adalah seorang yang mampu. Imam Anas dan Al-Hasan berkata,
Zakat yang diberikan untuk pembangunan jembatan-jembatan dan jalan-jalan, maka itu adalah zakat
yang terlaksana. Imam Malik berkata, Makna Sabilillah itu banyak. Akan tetapi aku tidak
mengetahui adanya perbedaan bahwa yang dimaksud dengan Fi Sabilillah disini adalah perang.
__________
: 497/1 : 45/2 : 85 83 81/2 : (1)
.957/2 : 111 : 667/2 : 173 170/1
Diterjemahkan Oleh:
H. Abdul Somad, Lc.,MA.

Zakat Fitrah dan Zakat Mal



}:
[60/9: { ]

Para ahli Fiqh sepakat bahwa pembagian zakat Fitrah sama dengan zakat lain,
karena zakat fitrah itu adalah zakat, maka pembagiannya sama seperti zakat-
zakat yang lain. Karena zakat itu shadaqah, termasuk dalam ayat yang bersifat
umum, Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. at-
Taubah [9]: 60).

Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaily, Juz.III,


hal.387.

Malam Nishfu Syaban

Hadits-hadits tentang keutamaan malam Nisfhu Syaban disebutkan dalam


Musnad Ahmad, al-Mujam al-Kabir karya Imam ath-Thabrani dan Musnad al-
Bazzar.










Allah Swt memperhatikan para makhluk-Nya pada malam Nishfu Syaban. Ia
mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali musyrik dan orang yang bertengkar
(belum berdamai).
Dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1144.

Tabiin Negeri Syam Menghidupkan Malam Nishfu Syaban.


259 2 " "


Imam al-Qasthallani menyebutkan dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah, juz.II,
hal.259, Sesungguhnya kalangan Tabiin negeri Syam seperti Khalid bin Madan
dan Mak-hul bersungguh-sungguh menghidupkan malam Nishfu Syaban dengan
ibadah. Dari merekalah orang banyak mengambil pengagungan malam Nishfu
Syaban.
Tabiin itu termasuk kalangan Salaf, artinya sejak zaman Salaf telah ada
pengagungan malam Nisfu Syaban.
Adapun tentang cara menghidupkan malam Nishfu Syaban, Imam al-
Qasthallani melanjutkan,





:
.


.

Ulama negeri Syam berbeda pendapat tentang cara menghidupkan malam


Nishfu Syaban, ada dua pendapat:
Pertama, dianjurkan menghidupkan malam Nisfu Syaban berjamaah di
masjid. Khalid bin Madan, Luqman bin Amir dan tabiin lain pada malam
Nisfu Syaban itu memakai pakaian terbaik, memakai harum-haruman,
memakai celak, mereka menghidupkan malam Nishfu Syaban di masjid.
Imam Ishaq bin Rahawaih setuju dengan mereka dalam hal itu dan ia berkata
tentang menghidupkan malam Nishfu Syaban di masid: tidak bidah.
Demikian diriwayatkan oleh al-Kirmani dalam al-Masail.
Kedua, makruh berkumpul di masjid-masjid untuk shalat, kisah-kisah dan
doa. Tidak makruh jika seseorang melaksanakan shalat secara khusus untuk
dirinya sendiri. Ini pendapat Imam al-Auzai imam, faqih dan ulama negeri
Syam1[1].

Pendapat Imam Ibnu Taimiah.





.


.


. { } :

.
Apabila seseorang melaksanakan shalat pada malam Nishfu Syaban sendirian
atau berjamaah secara khusus seperti yang dilakukan beberapa kelompok Salaf,
maka itu baik. Adapun berkumpul di masjid-masjid dengan shalat tertentu seperti
berkumpul melaksanakan shalat seratus rakaat dengan membaca seribu kali
surat al-Ikhlas secara terus menerus, maka itu bidah, tidak seorang pun dari
para imam menganjurkannya. Wallahu alam2[2].

Puasa Bulan Rajab.

1[1] Fatawa al-Azhar, juz.X, hal.131.

2[2] Imam Ibnu Taimiah, Majmu al-Fatawa, juz.XXIII (Dar al-Wafa, 1426H), hal. 131.










Utsman bin Hakim al-Anshari berkata, Saya bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa di bulan
Rajab, kami pada saat itu berada di bulan Rajab. Ia menjawab, Saya telah mendengar Ibnu Abbas
berkata, Rasulullah Saw melaksanakan puasa hingga kami mengatakan ia tidak berbuka, dan
Rasulullah Saw berbuka hingga kami mengatakan Rasulullah Saw tidak puasa. (Hadits riwayat Imam
Muslim).
Penjelasan hadits ini menurut Imam an-Nawawi:






Pada zahirnya, maksud Said bin Jubair berdalil dengan hadits ini bahwa tidak ada larangan dan tidak
ada anjuran puasa di bulan Rajab. Hukum puasa di bulan Rajab sama seperti puasa di bulan-bulan
lain. Tidak ada hadits tentang puasa bulan Rajab, hadits melarang atau pun menganjurkan. Akan tetapi
hukum asal berpuasa itu dianjurkan, dalam kitab Sunan Abi Daud Rasulullah Saw menganjurkan
puasa di bulan-bulan haram/mulia, bulan Rajab adalah salah satu dari bulan haram/mulia. Wallahu
alam.
( Syarh an-Nawawi ala Shahih Muslim, juz.VIII, hal.39).
Hadits dalam Sunan Abi Daud yang dimaksud Imam an-Nawawi:














Hadits Rasulullah Saw memerintahkan laki-laki dari al-Bahilah melaksanakan puasa di bulan-bulan
haram/mulia (Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab):

Hadits ini terdapat dalam Musnad Ahmad. Menurut Syekh Syuaib al-Arnauth, status hadits ini:
Hasan li ghairihi.
Berdasarkan keterangan di atas maka tidak ada dalil khusus melaksanakan puasa khusus di hari
khusus, dengan jumlah bilangan khusus, dengan cara khusus, dengan balasan khusus di bulan Rajab.
Tapi jika ada yang puasa di bulan Rajab secara umum, maka itu baik, karena ada hadits umum tentang
itu. Wallahu alam bi as-shawab.

Agama BAHA'I

Dalam buku AGAMA BAHAI, pada halaman 7 ada gambar, tertulis di


bawah gambar tersebut: MAKAM SANG BAB.
Apa dan Siapakah BAB itu?
BAB artinya pintu. Karena dialah satu-satunya pintu menuju Imam Mahdi.
BAB itu adalah gelarAli bin Muhammad Ridha as-Syirazi.
Ia lahir di Syiraz Iran pada tahun 1819M.
(Sumber: Muhadharat fi al-Milal wa an-Nihal, DR.Muhammad Mushthafa as-
Syinnawi dan DR.Khalid Ibrahim Hasballah, Mesir 1998, hal.283).

Pada awalnya ia mengaku sebaga BAB, pintu menuju Imam Mahdi.


Pada fase selanjutnya, ia mengaku nabi, BAB; pintu yang menyampaikan kepada
Allah.
Akhirnya ia mengaku Allah bersemayam dalam dirinya.
(Sumber: al-Babiyyah wa al-Bahaiyyah fi al-Mizan, hal.51).

Apakah hubungan BAHAI dengan BAB?


Setelah Ali bin Muhammad Ridha as-Syirazi yang bergelar BAB mati, maka murid-
muridnya terpecah menjadi tiga:
PERTAMA: Pengikut BAB yang tetap berpegang pada wasiat Ali bin Muhammad
Ridha as-Syirazi.
KEDUA: Pengikut Yahya Ali an-Nuri al-Mazandarani bergelar Shubh Azal.
KETIGA: Pengikut Husain an-Nuri al-Mazandarani bergelar Bahaullah.
Pengikutnya disebut BAHAI.
Mereka saling mengkafirkan. Meskipun Yahya Ali an-Nuri al-Mazandarani adalah
saudara kandung Husain an-Nuri al-Mazandarani (Bahaullah), tapi ia
mengkafirkan Bahaullah dan pengikutnya dengan sabdanya:



Lawanlah kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kita dengan kekuatan.
Tolaklah dosa, mudah-mudahan kamu mendapat rahmat. Sesungguhnya orang-
orang yang menjadikan anak lembu sebagai tuhan setelah cahaya Allah, mereka
itu adalah orang-orang yang musyrik.
Yahya Ali an-Nuri al-Mazandarani menyamakan Bahaullah seperti Samiri yang
telah menyesatkan Bani Israil dengan membuat patung anak lembu.
(Sumber: Fitnah al-Bahaiyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari,
hal.13).

Apakah BAHAI itu?


:

, : , :


Definisi Bahai.
Bahai adalah agama menyimpang yang didirikan oleh suatu kelompok di Iran.
Kelompok ini membuat kitab suci pengganti al-Quran, mereka sebut dengan al-
Bayan. Satu lagi kitab al-Aqdas. Mereka meyakini bahwa al-Bayan dan al-Aqdas
lebih utama daripada al-Quran. Al-Bayan dan al-Aqdas telah menghapus al-
Quran.
(Prof. DR. Thalat Zahran as-Sakandari, al-Bahaiyyah, hal.20).

Mengapa Istana BAHAI bisa ada di ISRAEL?

Konflik saudara kandung (Yahya Ali an-Nuri al-Mazandarani bergelar Shubh Azal
dan
Husain an-Nuri al-Mazandarani bergelar Bahaullah). Shubh Azal pernah berusaha
meracun Bahaullah dan Bahaullah pula melakukan percobaan pembunuhan
terhadap Shubh Azal. Akhirnya, Shubh Azal diasingkan ke Cyprus, sedangkan
Bahaullah diasingkan ke Akka Palestina. Shubh Azal mati di Cyprus.
Kepemimpinan ia wasiatkan kepada puteranya yang akhirnya masuk Kristen,
pengikutnya pun terpecah. Sedangkan Bahaullah di Akka lebih beruntung, ia
mendapatkan bantuan dari Zionis Israel. Mereka membuatkan istana megah
untuknya, disebut Istana al-Bahjah. Di sanalah dimakamkan Bahaullah. Kaum
Bahai menjadikannya kiblat ritual dan berhaji. Terlihat jelas campur tangan asing
dalam Bahai.
Sumber: Fitnah al-Bahaiyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari, )
.(hal.13

Bagaimanakah akhir hayat BAHAULLAH?

Di akhir hayatnya, Allah menjadikannya sebagai pelajaran, ia tertimpa penyakit


GILA. Ia menutup wajahnya dengan kain seperti wanita, agar para pengikutnya
tidak bisa melihatnya, hingga membuat anak tertuanya bernama Abbas Affandi
Abdul Baha mengurungnya agar tidak dilihat orang banyak karena ia dalam
kondisi GILA. Akhirnya ia menderita demam panas di seluruh tubuhnya. Sampai
akhirnya, setelah penderitaan panjang itu, Allah membinasakannya pada bulan
Mei 1892M.
(Sumber: Fitnah al-Bahaiyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari,
hal.16).

Bagaimanakah perkembangan BAHAI setelah kematian Bahaullah?


Selanjutnya kepemimpinan Bahai dipimpin oleh Abbas Affandi Abdul Baha.

Apakah Sikap BAHAI terhadap penjajahan ISRAEL terhadap Palestina?

Jelas terlihat dukungan BAHAI terhadap ISRAEL, bisa dilihat dalam pidato Abbas
Affandi:




Pada masa ini, pada fase tersebut, bangsa Israel akan berkumpul di tanah suci,
mereka akan menguasai dan memiliki tanah-tanah dan desa-desa. Mereka akan
mendiaminya. Secara perlahan-lahan mereka akan terus bertambah hingga
seluruh Palestina akan menjadi negeri Israel.
(Sumber: Fitnah al-Bahaiyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari,
hal.17).
Bagaimanakah AQIDAH BAHAI?
Mereka meyakini bahwa tuhan bersemayam dalam diri para pendiri mereka. Ini
jelas dalam ucapan Bahaullah saat mewasiatkan kepemimpinan kepada Abbas
Afandi dengan berfirman


Dari Allah Yang Maha Kuasa dan Bijaksana kepada Allah Yang Maha Lembut dan
Mengetahui. Maksudnya: dari Bahaullah kepada Abbas Affandi. Karena mereka
meyakini tuhan bersemayam dalam diri mereka.
(Sumber: Fitnah al-Bahaiyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari,
hal.16).
Dalam kitab suci mereka al-Aqdas disebutkan:

"
".
Siapa yang mengenal aku (Bahaullah), maka ia telah mengenal yang dimaksud.
Siapa yang menghadap kepadaku, maka ia telah menghadap kepada yang
disembah.

BAHAI meyakini semua agama benar.


Inilah yang membuat mereka bisa diterima semua golongan, karena memberikan
pembenaran. Abbas Affandi Abdul Baha mengajarkan pluralisme agama. Ia
berkata dalam al-Khithabat Abd al-Baha, pidatonya halaman 99:



Ketahuilah bahwa kuasa tuhan tidak hanya khusus pada kelompok tertentu,
Anda bisa menjadi seorang Bahai Kristen, Bahai Freemasonry, Bahai Yahudi dan
Bahai Muslim.

BEBERAPA PENYIMPANGAN BAHAI,


disebutkan Prof.DR.Thalat Zahran as-Sakandari dalam al-Bahaiyyah:

Tidak boleh shalat berjamaah. Kecuali shalat jenazah. Ritual ibadah mereka
hanya tiga kali saja; shubuh, zhuhur dan sore. Setiap satu ritual terdiri dari
tiga rakaat, caranya tidak ditentukan, dilaksanakan secara bebas.
Arah kiblat ke istana al-Bahjah di Akka di Palestina.
Wudhu hanya pada wajah dan tangan dengan air bunga mawar dengan
mengucapkan: Bismillah al-Athhar al-Athhar sebanyak lima kali.
Tidak ada najis dan junub. Karena semua orang yang meyakini BAHAI maka ia
telah suci.
Mengagungkan angka 19.
Puasa hanya 19 hari dalam setahun. Dari tanggal 2 sampai 21 Maret. Disebut
dengan bukan al-Ala, akhir bulan Bahai.
Zakat sebanyak 19% dari total harta.
Haji ke makam Bahaullah di istana al-Bahjah di Akka.
Tidak ada hukuman.
Boleh menikah bagi pasangan homo dan lesbi. Ini yang membuat BAHAI
diterima di Eropa yang memang masyarakat sakit.
Mengharamkan hijab bagi wanita. Oleh sebab itu di buku AGAMA BAHAI
banyak sekali gambar wanita tidak menutup aurat.
Mengharamkan jihad. Itulah rahasia mengapa mereka mendapatkan bantuan
dan support dari barat dan Israel.
Menyatakan kenabian para tokoh seperti Sidarta Gautama, Konghucu,
Zaratusta dan para filosof India, Cina dan Persia.
Mengingkari mukjizat para nabi.
Membolehkan nikah mutah (nikah kontrak).
Agama BAHAI menghapus syariat nabi Muhammad Saw.
Kitab al-Aqdas lebih hebat daripada al-Quran.
Wahyu masih terus ada, tidak terputus, karena makna Khatam adalah hiasan,
bukan penutup.
Tidak boleh berzikir. Dalam kitab al-Aqdas disebutkan:


Tidak seorang pun boleh menggerakkan lidahnya atau menyibukkan diri
berzikir mengingat Allah di hadapan manusia, ketika berjalan di jalan dan
pasar.
Tidak percaya kepada surga dan neraka.
Tidak percaya kepada malaikat dan jin.
Tidak percaya kepada alam barzakh. Menurut mereka, makna barzakh itu
adalah fase antara nabi Muhammad Saw dan BAB.

Apakah Fatwa ULAMA tentang BAHAI?


:
"
...:




.

Teks Fatwa Darul Ifta (Lembaga Fatwa) di Al-Azhar, Mesir.


Bismillah, walhamdulillah, shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw, amma
badu:
Adapun Bahai adalah kelompok murtad dari agama Islam. Tidak boleh
mempercayainya. Tidak boleh bergabung dengan kelompok ini. Tidak boleh
memberikan izin pendirian persatuan atau lembaga untuk kelompok ini. Karena
kelompok ini berdiri atas dasar aqidah al-Hulul (tuhan menempati
makhluk/Bahaullah). Menetapkan syariat selain yang diturunkan Allah.
Menyatakan kenabian. Bahkan menyatakan diri sebagai tuhan. Demikian fatwa
Majma al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Riset Islam) pada masa Syekh Jad al-
Haq. Masih berlaku sampai sekarang.


: - -
..




. . "
Syekh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq Pimpinan Tertinggi (Grand Syekh)
lembaga al-Azhar berkata:
Al-Babiyah atau Bahai adalah pemikiran yang menggabungkan antara filsafat
dan pluralisme agama. Di dalamnya tidak ada hal baru yang dibutuhkan ummat
Islam untuk memperbaiki ummat Islam dan untuk menyatukan ummat Islam.
Bahkan jelas bahwa Bahai bekerja untuk Zionis Israel dan penjajahan. Bahai
adalah aliran pemikiran dan sekte yang menjadi ujian bagi ummat Islam,
memerangi Islam dengan nama agama.
(Prof. DR. Thalat Zahran as-Sakandari, al-Bahaiyyah, hal.22)

FATWA SYEKH ABDUL AZIZ IBNU BAZ MUFTI KERAJAAN SAUDI ARABIA:

:- -
) (


Para pengikut Bahai atau Bahaullah yang mengaku nabi, ia juga menyatakan
Hulullah (Allah bersemayam dalam dirinya). Apakah kaum muslimin boleh
memakamkan mereka di pemakaman kaum muslimin?

:

-




} :

( 40) {









-




Jawaban:
Jika aqidah Bahai seperti yang kamu sebutkan, maka tidak diragukan lagi bahwa
mereka itu kafir. Mereka tidak boleh dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.
Karena siapa yang menyatakan kenabian setelah nabi Muhammad Saw maka dia
adalah pendusta dan kafir berdasarkan nash dan Ijma kaum muslimin. Karena
perbuatan itu telah mendustakan firman Allah Swt, Muhammad itu sekali-kali bukanlah
bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.
Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. al-Ahzab [33]: 40). Juga telah
mengingkari hadits-hadits Mutawatir dari Rasulullah Saw bahwa Nabi Muhammad
Saw adalah penutup para nabi. Tidak ada nabi lagi setelah nabi Muhammad Saw.
Demikianlah, maka siapa yang menyatakan diri bahwa Allah Swt telah
bersemayam dalam dirinya, atau pada salah satu dari makhluk-Nya, maka ia
telah kafir berdasarkan Ijma Kaum muslimin. Karena Allah Swt tidak berdiam di
dalam salah satu makhluk-Nya. Allah Swt Maha Agung dan Mulia dari sifat itu.
Siapa yang menyatakan demikian, maka ia kafir berdasarkan Ijma kaum
muslimin.
(Prof.DR.Thalat Zahran as-Sakandari, al-Bahaiyyah, hal.22)

Syiah

Siapakah ulama yang mengkafirkan Syiah?

Jawaban:

PENDAPAT IMAM MALIK:

:
: :
:- -
.[. : 2/557 : /]
Al-Khallal meriwayatkan dari Abu Bakr al-Marwazi, ia berkata, Saya mendengar
Abu Abdillah berkata, ia berkata, Imam Malik berkata:
Orang yang mencaci maki shahabat nabi, mereka tidak punya bagian dalam
Islam/KAFIR.

IMAM SYAFII.
)
:
: : , : .
: ,
,
Al-Harawi meriwayatkan dari Yusuf bin Yahya al-Buwaithi, ia berkata, Saya
bertanya kepada Imam Syafii, Apakah saya shalat di belakang syiah
Rafidhah?.
Imam Syafii menjawab, Janganlah engkau shalat di belakang syiah rafidhah,
qadariyah dan murjiah.
Al-Buwaithi: Sebutkanlah ciri-ciri mereka.
Imam Syafii: Siapa yang mengatakan bahwa iman itu cukup ucapan saja,
berarti dia murjiah. Siapa yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan
khalifah, maka ia syiah rafidhah. Siapa yang menyatakan bahwa kehendak itu
hanya dirinya sendiri, berarti ia qadari.
(sumber: Siyar Alam an-Nubala, Imam adz-Dzahabi, juz.X, hal.31).

PENDAPAT IMAM HANBALI:

"
:
"
.[. 82 :]
Mereka yang mengkafirkan dan mencaci maki shahabat nabi, mencela dan
mengkafirkan para imam, kecuali empat: Ali, Ammar, al-Miqdad dan Salman.
Syiah Rafhidhah bukan Islam. (sumber: as-Sunnah, hal.82).

PENDAPAT IMAM ABDURRAHMAN IBNU MAHDI:

]: :
125 :
Al-Jahamiyyah dan Syiah Rafidhah adalah dua agama (Bukan Islam).
(Sumber: Khalq Afal al-Ibad: hal.125).

PENDAPAT IMAM AL-BUKHARI:

:- -

/ ]
.[.125 :
Imam al-Bukhari berkata:

Saya tidak peduli apakah saya shalat di belakang penganut mazhab Jahamiyah
atau Syiah Rafidhah, di belakang Yahudi dan Nasrani (Mereka KAFIR). Tidak
boleh mengucapkan salam kepada mereka, tidak boleh dijenguk, tidak boleh
dinikahi, tidak boleh bersaksi, tidak dimakan sembelihan mereka.
(Sumber: Khalq Afal al-Ibad, hal.125).

IMAM AL-GHAZALI:
- -


" : ..
..


Jika seseorang secara jelas mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, maka ia telah
bertentangan dengan Ijma dan merusaknya. Menolak hak shahabat yaitu janji
mendapat surga, pujian, kebenaran agama, kokoh keyakinan, didahulukan dari
selua makhluk. Orang yang mengingkari semua itu, jika hadits telah sampai
kepadanya, namun ia tetap kafir, MAKA IA KAFIR, karena ia telah mendustakan
Rasulullah Saw. Siapa yang mendustakan Rasulullah Saw dengan satu kalimat,
maka ia KAFIR menurut Ijma
(Sumber: Fadhaih al-Bathiniyyah, 149).

PENDAPAT IMAM ABDUL QAHIR AL-BAGHDADI:

"
..
.[.357 : " ]

Adapun ahli hawa seperti kelompok al-Jarudiyah, al-Hasyimiyah, al-Jahamiyah


dan Syiah Imamiyah yang telah mengkafirkan para shahabat, maka kami
MENGKAFIRKAN mereka. Mereka tidak boleh dishalatkan dan tidak boleh shalat
di belakang mereka.
(Sumber: al-Farq Bain al-Firaq: hal.357).

PENDAPAT IMAM IBNU HAZM:

) (
]
[.
.

.[.2/213 :]
adapun pendapat mereka (Nasrani) sama seperti pendapat Syiah Rafidhah
tentang pertukaran al-Quran. Sesungguhnya Syiah Rafidhah itu bukan kaum
muslimin. Mereka adalah kelompok yang muncul setelah 25 tahun kematian
Rasulullah Saw. Kelompok ini sama seperti Yahudi dan Nasrani dalam hal dusta
dan KEKAFIRAN.
(Sumber: al-Fishal, juz.II, hal.213).

PENDAPAT IMAM FAKHRUDIN AR-RAZI:

:
:
: " :
.[ . " ]
:

.
:
.[.( )212 /]
Ulama mazhab Asyari mengkafirkan Syiah Rafidhah
Dari tiga aspek:
Pertama, mereka mengkafirkan kaum muslimin. Siapa yang mengkafirkan kaum
muslimin, maka ia kafir. Berdasarkan hadits. Maka mereka WAJIB DIKAFIRKAN.
Kedua, mereka mengkafirkan orang-orang yang dipuji nabi, berarti mereka
mendustakan nabi.
Ketiga, Ijma untuk MENGKAFIRKAN orang yang telah mengkafirkan para
shahabat nabi.
(Sumber: Nihayat al-Uqul: kertas: 212).

Apakah Syiah di Indonesia itu syiah rafidhah? Hingga fatwa-fatwa di


atas berlaku bagi mereka?
Ya, karena mereka mencaci maki shahabat.

Apa buktinya?
Fakta, mereka menyatakan:
Abu Bakar Munafiq
Umar arogan.
Utsman hedonis.
Abu Bakar dan Umar adalah Iblis.
Dalam buku KECUALI ALI.
Penerbit al-Huda, Jakarta.
Cetakan Pertama: Juli 2009.

Mereka nyatakan:
Aisyah biang fitnah.
Aisyah licik dan pembohong.
Abu Hurairah pemalsu hadits.
Abu Hurairah Yahudi pura-pura masuk Islam.
Buku ANTOLOGI ISLAM.
Penerbit al-Huda Jakarta.
Cetakan pertama Januari 2005.

Mereka nyatakan:
Laknat Syiah terhadap Abu Bakar
Abu Bakar dan Umar pelaku bidah.
Buku THE SHIA.
Penerbit Lentera Jakarta.
Cetakan pertama Maret 2008

Mereka nyatakan:
Laknat Syiah terhadap Abu Bakar
Abu Bakar dan Umar pelaku bidah.
Buku 40 MASALAH SYIAH.
Penulis :Emilia Renita.
Editor: Jalaluddin Rakhmat
Penerbit IJABI (Ikatan Jamaah Ahli Bait Indonesia)
Hal.194: Abu Bakr la
(laknatullah alaihi: Allah melaknatnya).

Mereka nyatakan:
Aisyah berdusta
Manipulasi nama tempat dalam hadits.
Buku : Al-Mustafa Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi Saw.
Penulis: Jalaluddin Rakhmat.
Penerbit: Muthahhari Press
Cetakan Pertama Juni 2002






( )


Apabila telah muncul bidah-bidah di tengah ummatku, para shahabatku dicaci
maki, maka hendaklah orang yang mengetahui menunjukkan pengetahuannya.
Jika ia tidak melakukan itu, maka laknat Allah baginya.
(HR. ad-Dailami dari Muadz. Hadits dhaif. Bisa dipakai untuk at-Targhib wa at-
Tarhib).


Siapa yang diam tidak menyuarakan kebenaran, maka ia adalah SETAN BISU.
(Ucapan Imam Abu Ali ad-Daqqaq dikutip oleh Imam an-Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim).

Abi = Paman Saya

Pengantar.
Abdul Somad menulis dalam bukunya berjudul: 37 Masalah Populer:














Dari Anas, sesungguhnya seorang laki-laki berkata, Wahai Rasulullah, di
manakah bapakku?.
Rasulullah Saw menjawab, Di neraka.
Ketika laki-laki itu pergi, Rasulullah Saw memanggilnya, Sesungguhnya bapakku
dan bapakmu di neraka. (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan bapak dalam hadits ini adalah paman Rasulullah Saw,
yaitu Abu Thalib. Bukan Abdullah. Karena orang Arab biasa menyebut paman
dengan sebutan () .

AZ mengomentari ini di salah satu radio di Pekanbaru pada hari Senin 25


November 2014. Mana ada orang Arab memanggil Abi kepada pamannya.
Bahasa Arab mana itu???!!!. Sambil tertawa melecehkan. Seakan-akan Abdul
Somad ngawur, tidak faham bahasa Arab.
Lalu dikomentari oleh murid AZ: Ternyata lain ya bahasa Arab Mesir dengan
bahasa Arab Madinah?!. Membumbui pelecehan gurunya.
Inilah yang melatarbelakangi Abdul Somad membuat tulisan ini sebagai:

Jawaban:
Allah Swt mengajarkan kepada kita, jika bersilang pendapat dalam suatu
masalah, hendaklah kembali kepada al-Quran, Sunnah dan fatwa ulama yang
benar. Bukan kepada hawa nafsu. Sekarang, mari kita lihat apa kata Allah Swt
dalam al-Quran tentang penggunaana kata Abu/Abi untuk paman.

DALIL AL-QURAN DAN PENDAPAT KALANGAN SALAF.


)

(

.

Menurut bahasa, orang Arab menggunakan kata Abu/Abi untuk paman,


penggunaan ini berlaku umum, meskipun maknanya majaz (kiasan). Dalam al-
Quran disebutkan: Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan bapak-bapakmu (nenek moyangmu), Ibrahim, Ismail dan Ishaq. (Qs. al-
Baqarah [2]: 133). Digunakan kata Abu (Bapak/Ayah)) terhadap Ismail, padahal
Ismail itu paman nabi Yaqub. Ibrahim juga disebut Abu (Bapak/Ayah), padahal
Ibrahim itu kakek. (al-Hawy li al-Fatawa karya Imam as-Suyuthi: 3/318).
Selanjutnya Imam as-Suyuthi menyebutkan beberapa riwayat tentang
penggunaan Kata Abu (Bapak/Ayah) untuk paman:

Riwayat Pertama:

()
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, Kakek pun disebut
Abu (Bapak/Ayah). Kemudian beliau membacakan ayat: Mereka menjawab:
"Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu (nenek
moyangmu). (Qs. al-Baqarah [2]: 133).

Riwayat Kedua:

.
Diriwayatkan dari Abu al-Aliyah tentang ayat: dan Tuhan bapak-bapakmu
(nenek moyangmu) Ibrahim, Ismail dan Ishaq. Paman disebut Abu (Bapak/Ayah).
(Qs. al-Baqarah [2]: 133).


.
Riwayat Ketiga:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Kaab al-Qarzhi, ia berkata, Paman dari pihak
ibu disebut bapak/ayah, paman dari pihak bapak pun disebut bapak/ayah.
Kemudian beliau membacakan ayat di atas.
Imam as-Suyuthi menutup dengan:
.
Ini adalah pendapat kalangan Salaf dari kalangan shahabat dan tabiin dalam
masalah ini.

PENDAPAT AHLI BAHASA ARAB.

Berikut kita lihat pendapat Imam Muhammad bin Muhammad bin Abdirrazzaq al-
Husaini Abu al-Faidh Murtadha az-Zabidi dalam kitabnya Taj al-Arus min Jawahir
al-Qamus:

:









Ada pendapat yang mengatakan bahwa Azar adalah nama paman Nabi Ibrahim
as yang terdapat dalam ayat. Paman disebut Abu (Bapak/Ayah), demikian
menurut al-Quran dan tradisi kebiasaan orang-orang Arab tentang penyebutan
itu, karena orang-orang Arab sering menggunakan kata Abu/Abi kepada paman.
Sedangkan ayah kandungnya adalah Tarakh. (Taj al-Arus, hal.2454).

Fatwa Saudi Arabia:



Adapun penggunaan kata Abi untuk paman sebagai bentuk penghormatan dan
kemuliaan, maka hukumnya boleh. Demikian terdapat dalam al-Quran. Tapi
bukan bapak/ayah secara nasab. (al-Lajnah ad-Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyyah
wa al-Ifta: 11/460).

Pendapat Syekh Ibnu Utsaimin Ulama Besar Saudi Arabia.

:
{ } .
Boleh menggunakan kata Abu/Abi untuk paman, karena kebiasaan/umum.
Berdasarkan firman Allah: dan Tuhan bapak-bapakmu (nenek moyangmu)
Ibrahim, Ismail dan Ishaq. Paman disebut Abu (Bapak/Ayah). (Qs. al-Baqarah [2]:
133).
(Tafsir al-Allamah Ibn Utsaimin).





Adapun Ismail, maka dia adalah paman Yaqub, tapi digunakan kata Abu/Abi
(Bapak/Ayah) karena lafaz itu biasa digunakan. Karena paman itu bagian dari
bapak/ayah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw kepada Umar, Apakah engkau
tidak merasa bahwa paman seseorang itu bagian dari bapaknya. Maksudnya
adalah bagian dalam asal dan akar. Makna kata as-shanu adalah ungkapan
tentang dua pohon kurma yang asalnya satu. (Syarh Riyad as-Shalihin, hal.784).

Pendapat Syekh Abu Bakar al-Jazairi Pengajar Fiqh dan Tafsir di Masjid
Nabawi:

Kata Abu/Abi digunakan untuk paman, menurut kebiasaan dan secara umum
biasa digunakan. (Aisar at-Tafasir: 1/57).

CATATAN:
Pertama, dari dalil-dalil diatas, berdasarkan al-Quran, Sunnah dan pendapat
para ulama dari berbagai cabang keilmuan, jelaslah bahwa kata Abu/Abi biasa
digunakan untuk paman. Bukan bahasa Arab aneh buatan Abdul Somad.

Kedua, bagi penceramah agar menyampaikan sesuatu dengan amanah, jangan


melakukan pembohongan publik. Karena tidak semua pendengar itu jahil bin
bahlul. Dan yang paling penting, kita semua akan diminta pertanggungjawaban
di hadapan Allah Swt tentang apa yang pernah kita sampaikan.

Ketiga, jangan sampai fanatik kepada orang tertentu membutakan mata kita
untuk melihat kebenaran.
Keempat, Abdul Somad memang tidak sealim Sibawaih dalam bahasa Arab.
Tapi dia bisa juga menyelesaikan S1 di al-Azhar dalam waktu 3 tahun 10 bulan.
Dari 20 mahasiswa seangkatannya di Darul Hadits-Maroko tahun 2004, dia
mahasiswa pertama menyelesaikan S2, dengan tesis dalam bahasa Arab 300
halaman, selesai dalam waktu 1 tahun 11 bulan (Institut Darul Hadits hanya
menerima 20 siswa jurusan hadits dalam satu tahun). Sedikit banyak dia bisa
dan faham juga bahasa Arab, rupanya.

Kelima, kata Imam Syafii:






Sombonglah engkau kepada orang yang sombong itu dua kali sombong.
(Bariqah Mahmudiyyah fi Syarh Thariqah Muhammadiyyah wa Syariah
Nabawiyyah: 3/176).

Hadits Palsu

Ada beberapa ungkapan yang familiar di telinga kita, sebagian orang


menganggapnya hadits. Tapi para ahli hadits mengkritik ungkapan tersebut
bersumber dari Rasulullah Saw. Diantaranya adalah:

Kenal Diri, Kenal Tuhan.

Siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh ia telah mengenal


Tuhannya.

Imam Ibnu Hajar al-Haitsami ditanya tentang hadits, Siapa yang


mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya. Siapakah yang
meriwayatkannya? Imam Ibnu Hajar al-Haitsami menjawab, Hadits ini
tidak ada asalnya (tidak ada sanadnya). Diriwayatkan dari ucapan Yahya
bin Muadz ar-Razi ash-Shufi. Maknanya, Siapa yang mengetahui bahwa
dirinya lemah, butuh, kurang, hina dan rapuh. Maka ia telah mengenal
Tuhannya dengan sifat keagungan dan keindahan serta sifat yang layak
bagi keduanya (agung dan mulia). Maka ia terus merasa diperhatikan Allah
Swt (muraqabatullah) hingga Allah Swt membukakan baginya pintu
musyahadah, maka hamba itu pun menjadi salah satu dari orang-orang
pilihan yang Ia berikan kepada mereka marifatullah (pengetahuan tentang
Allah Swt). Ia pakaikan kepada mereka pakaian kesucian khalifah-Nya.
(Imam Ibnu Hajar al-Haitsami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, hal.206).
Imam as-Suyuthi berkata, Riwayat ini tidak shahih. Imam an-Nawawi
pernah ditanya tentang hadits ini dalam fatwanya, beliau menjawab,
Tidak kuat. Ibnu Taimiah dan az-Zarkasyi berkata dalam kumpulan hadits
populer, Ibnu as-Samani menyebutkan bahwa ini ucapan Yahya bin
Muadz ar-Razi. (Imam as-Suyuthi, al-Hawi li al-Fatawa, juz.III, hal.355).
Makna hadits ini menurut Imam Abu Thalib al-Makki dalam kitab Qut al-
Qulub, maknanya, Jika engkau telah mengetahui sifat-sifat dirimu dalam
berinteraksi dengan makhluk, engkau tidak suka ditolak dalam hal
perbuatanmu, engkau tidak suka dicela atas apa yang engkau lakukan.
Maka dari itu engkau pun mengetahui sifat Tuhanmu, Ia tidak juga tidak
suka penolakan dan celaan, maka ridhalah dengan ketetapan-Nya,
berinteraksilah dengan-Nya dengan cara yang engkau suka jika cara itu
dipakai untuk beriteraksi denganmu.
Makna hadits ini menurut Imam an-Nawawi, Siapa yang telah mengetahui
bahwa dirinya lemah, butuh dan menghambakan diri kepada Allah. Maka ia
telah mengetahui bahwa Tuhannya itu kuat dan layak disembah serta
sempurna secara mutlak dan memiliki sifat-sifat yang agung.

Aku Ingin Dikenal.


Aku adalah harta peninggalan yang tidak dikenal. Aku ingin dikenal, maka
Aku ciptakan makhluk, lalu Aku buat mereka mengenal aku, maka mereka
pun mengenal aku.

Ibnu Taimiah berkata, Bukan hadits nabi. Tidak diketahui ada sanadnya,
apakah shahih atau pun dhaif. Pendapat ini diikuti Imam az-Zarkasyi dan
syekh kami (al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani). (Imam as-Sakhawi, al-
Maqashid al-Hasanah fi Bayan Katsir bin al-Ahadits al-Musytahirah ala al-
Alsinah, hal.521)

Nur Muhammad Saw.

Wahai Jabir, sesungguhnya sebelum Allah menciptakan segala sesuatu, ia


ciptakan nur nabimu dari nur-Nya. Ketika Allah ingin menciptakan makhluq,
nur itu ia bagi menjadi empat: dari nur yang pertama ia ciptakan qalam.
Dari nur yang kedua ia ciptakan Lauhul Mahfuzh. Dari nur yang ketiga ia
ciptakan Arsy. Kemudian nur yang keempat ia bagi menjadi beberapa
bagian. Dari nur yang pertama ia ciptakan langit. Dari nur yang kedua ia
ciptakan bumi. Dari nur yang ketiga ia ciptakan surga dan neraka.
Kemudian nur yang keempat ia bagi menjadi empat. Dan seterusnya.

Komentar ahli hadits terhadap hadits ini, Syekh Abu al-Faidh Ahmad al-
Ghumari berkata dalam kitabnya berjudul al-Mughir ala al-Ahadits al-
Maudhuah fi al-Jami ash-Shaghir, Hadits palsu. Andai disebutkan secara
keseluruhan, orang yang melihatnya tidak akan ragu untuk mengatakan
bahwa hadits ini palsu. Kelanjutan hadits ini lebih kurang dua halaman
besar, berisi kata-kata yang rancu dan makna yang munkar. Dijelaskan
Syekh Rasyid Ridha dalam Fatwanya (2/447), bahwa hadits ini tidak ada
asalnya (tidak ada sanadnya). Sebelum mereka, Imam as-Suyuthi pernah
ditanya tentang hadits ini, seperti yang disebutkan dalam al-Hawy li al-
Fatawa (1/323), ia berkata, Hadits tentang pertanyaan Jabir, tidak ada
sanadnya yang bisa dijadikan pegangan.

Alam Semesta Karena Nabi Muhammad Saw.

Kalaulah bukan karenamu (wahai Muhammad), tidak akan Aku ciptakan


alam semesta.

Komentar ulama ahli hadits tentang hadits ini, Imam al-Ajluni dalam kitab
Kasyf al-Khafa wa Muzil al-Ilbas an ma Isytahara min al-Ahadits ala
Alsinati an-Nas menyebut hadits ini dan mengutip pendapat Imam ash-
Shaghani, Hadits Maudhu (palsu). Demikian juga dengan Imam asy-
Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmuah fi al-Ahadits al-Maudhuah, beliau
kutip pendapat Imam ash-Shaghani, Hadits Maudhu (palsu).

Nabi Adam as Ada Karena Nabi Muhammad Saw.

Kalau bukan karena Muhammad, aku tidak akan menciptakan Adam.


Kalau bukan karena Muhammad, aku tidak menciptakan surga dan
neraka.

Komentar ahli hadits terhadap hadits ini, Imam adz-Dzahabi berkata,


Menurut saya ini hadits Maudhu (palsu) yang dinisbatkan kepada Said.
Maksudnya adalah Said bin Abi Arubah (salah seorang periwayat hadits).
Yang meriwayatkan hadits ini dari Said adalah Amr bin Aus al-Anshari, ia
tertuduh sebagai pembuat hadits palsu. Disebutkan Imam adz-Dzahabi
dalam kitab Mizan al-Itidal, ia berkata, Amr bin Aus meriwayatkan khabar
munkar, kemudian beliau sebutkan hadits ini. Imam adz-Dzahabi berkata,
Menurut saya ini hadits palsu. Disetujui oleh al-Hafizh Ibnu Hajar
al-Asqalani, sebagaimana yang disebutkan dalam Lisan al-Itidal.
Hadits Shahih Awal Penciptaan.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan at-Tirmidzi
dengan sanad shahih, dari Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata, Saya
mendengar Rasulullah Saw bersabda,

Sesungguhnya yang pertama diciptakan Allah adalah Qalam (pena). Lalu


Allah berfirman kepada Qalam, Tulislah. Qalam menjawab, Wahai
Tuhanku, apa yang akan aku tulis?. Allah berfirman, Tulislah ketetapan
segala sesuatu hingga hari kiamat.

Manusia itu Rahasia-Ku.

Manusia itu adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasia manusia.

Dalam buku berjudul al-Ghautsiyah, ada yang menisbatkan buku ini kepada
Syekh Abdul Qadir al-Jailani, tapi penisbatan ini palsu. Dalam al-
Ghautsiyyah disebutkan, Allah berkata kepadaku, Wahai wali Ghauts
(penolong) yang agung. Aku jadikan manusia sebagai tempat-Ku. Manusia
itu rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya. Kalaulah manusia mengetahui
tempatnya di sisiku, pastikah setiap yang bernyawa akan berkata,
Siapakah yang memiliki kuasa hari ini?. Manusia tidak akan makan, tidak
akan minum, tidak akan berdiri, tidak akan duduk, tidak akan bicara, tidak
akan diam, tidak melakukan suatu perbuatan, tidak menghadap sesuatu,
tidak meninggalkan sesuatu, melainkan aku di dalam dirinya, saat ia diam
atau bergerak. Tubuh manusia, hatinya dan ruhnya. Semua itu aku nyata
baginya, jiwa dengan jiwa, tidak ada dia melainkan aku, tidak ada aku
selainnya. (al-Ghautsiyyah, hal.5).
Jelas kalimat ini mengandung makna bahwa tuhan bersatu dengan
manusia. Tuhan mengambil tempat dalam diri manusia. Keyakinan seperti
ini berasal dari filsafat Yunani aliran Pantheism (aliran yang meyakini
makhluk bersatu dengan tuhan), masuk ke Jawa dengan nama
Manunggaling Kawula Gusti (tuhan menyatu dengan makhluk). Walisongo
memancung kepala Siti Jenar karena aliran ini bertentangan dengan al-
Quran dan Sunnah.

Awal Agama, Mengenal Allah.


Teks yang berbunyi, Awal agama adalah mengenal Allah. Ini bukan
hadits. Tapi ucapan Imam Ali dalam riwayat golongan Syiah. Dari Amirul
Muminin Ali, Awal agama adalah mengenal Allah. Sempurna
pengenalannya adalah mempercayainya. Sempurna kepercayaan adalah
mengesakannya. Sempurna keesaan adalah menafikan sifat darinya. Siapa
yang mensifati Allah, berarti ia telah membandingkan Allah dengan yang
lain. Siapa yang membandingkan Allah, berarti ia telah mengatakan tuhan
itu dua. Siapa yang mengatakannya dua, maka ia telah membaginya. Siapa
yang membaginya, maka ia tidak mengenalnya. Siapa yang tidak
mengenalnya, maka ia menunjuknya. Siapa yang menunjuknya, maka
telah memberi batasan terhadapnya. Siapa yang memberi batasan
baginya, maka sungguh ia telah menghitungnya (berbilang). [Aqaid al-
Imamiyyah al-Itsna Asyriyyah (Aqidah Syiah aliran Dua Belas Imam),
hal.24].
Ini tidak benar ucapan Imam Ali. Riwayat ini untuk melawan al-Quran dan
Sunnah yang menetapkan sifat-sifat bagi Allah Swt.
Semoga kita lebih selektif dalam menerima dan menyampaikan hadits,
karena menisbatkan yang bukan hadits kepada Rasulullah Saw berarti
telah menyiapkan tempat duduk dari api neraka. Siapa yang berdusta
terhadapku secara sengaja, maka siapkanlah tempat duduk dari api
neraka. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Nasab Anak Hasil Zina


Pertanyaa:
Jika si A (laki-laki) berzina dengan si B (perempuan), kemudian lahir anak C (perempuan). Bolehkan
si C dinasabkan kepada A?

Jawaban:
"
. "


Rasulullah Saw bersabda: Anak dinisbatkan karena pernikahan, bagi pezina kesia-siaan. (Hadits
riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Menurut Jumhur (mayoritas) Ulama: Sesungguhnya perbuatan zina tidak dapat menisbatkan nasab si
anak kepada bapaknya, akan tetapi anak itu dinisbatkan kepada ibunya. Dengan demikian maka bapak
yang berzina itu boleh menikahi anak hasil zinanya yang lahir dari perbuatan zina.
(Sumber: Fatawa al-Azhar, Syekh Athiyyah Shaqar).

Menambahkan Sayyidina

Kami awali dengan menyebutkan beberapa dalil firman Allah SWT secara mutlak
menyebutkan Nabi Yahya AS dengan lafaz Sayyid dalam firman-Nya,











(39)

Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang
puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi
ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu). (Qs. Al Imran [3]: 39).

Apakah layak menggunakan kata Sayyid kepada Nabi Yahya AS, sementara
kepada Nabi Muhammad SAW tidak menggunakan kata tersebut, sedangkan
jelas bahwa Nabi Muhammad SAW itu lebih utama dari Nabi Yahya AS dan para
nabi lainnya serta seluruh makhluk, itu sudah merupakan perkara agama Islam
yang telah diketahui secara pasti.
Jika kita perhatikan ayat-ayat ini secara umum, maka kita akan menemukan
suatu dorongan agar menghormati dan memuliakan Nabi Muhammad SAW,
diantaranya adalah ayat,

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan


sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). (Qs. An-Nur [24]: 63).

Ini adalah perintah dari Allah SWT, meskipun perintah ini bukan perintah yang
mengandung makna wajib, akan tetapi minimal tidak kurang dari sebuah
anjuran, dan mengucapkan Sayyidina Muhammad adalah salah satu bentuk
penghormatan dan memuliakan Nabi Muhammad SAW.
Adh-Dhahhak berkata dari Ibnu Abbas, Mereka mengatakan, Wahai
Muhammad, dan Wahai Abu Al Qasim. Maka Allah melarang mereka
mengatakan itu untuk mengagungkan nabi-Nya. Demikian juga yang dikatakan
oleh Mujahid dan Said bin Jubair. Qatadah berkata, Allah memerintahkan agar
menghormati nabi-Nya, agar memuliakan dan mengagungkannya serta
menggunakan kata Sayyidina. Muqatil mengucapkan kalimat yang sama. Imam
Malik berkata dari Zaid bin Aslam, Allah memerintahkan mereka agar
memuliakan Nabi Muhammad SAW[1].
Adapun beberapa dalil dari hadits, dalam hadits berikut ini Rasulullah SAW
menyebut dirinya dengan lafaz Sayyid di dunia, beliau juga mengingatkan akan
kepemimpinannya di akhirat kelak dengan keterangan yang jelas sehingga tidak
perlu penakwilan, berikut ini kutipannya:
1. Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,








Aku adalah Sayyid (pemimpin) anak cucu (keturunan) Adam pada hari
kiamat[2].

Dalam riwayat lain dari Abu Said Al Khudri dengan tambahan,



Bukan keangkukan[3].
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah,






Aku adalah pemimpin manusia pada hari kiamat[4].

2. Dari Sahl bin Hunaif, ia berkata,


Kami melewati aliran air, kami masuk dan mandi di dalamnya, aku keluar
dalam keadaan demam, hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau
berkata, Perintahkanlah Abu Tsabit agar memohon perlindungan. Maka aku
katakan,

Wahai tuanku, bukankah ruqyah lebih baik.

Beliau menjawab,

Tidak ada ruqyah kecuali


pada jiwa atau demam panas atau sengatan (binatang berbisa).[5]
Perhatian, dalam hadits ini Sahl bin Hunaif memanggil Rasulullah SAW
dengan sebutan Sayyidi dan Rasulullah SAW tidak mengingkarinya. Ini adalah
dalil pengakuan dari Rasulullah SAW. Tidak mungkin Rasulullah SAW
mengakui suatu perbuatan shahabat yang bertentangan dengan syariat
Islam.

3. Terdapat banyak riwayat yang shahih yang menyebutkan lafaz Sayyidi yang
diucapkan para shahabat. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan
Aisyah dalam kisah kedatangan Saad bin Muadz untuk memimpin di Bani
Quraizhah, Aisyah berkata:


Berdirilah kamu untuk
(menyambut) pemimpin kamu, mereka menurunkannya[6].
Al Khaththabi berkata dalam penjelasan hadits ini, Dari hadits ini dapat
diketahui bahwa ucapan seseorang kepada sahabatnya, Ya sayyidi (wahai
tuanku) bukanlah larangan, jika ia memang baik dan utama. Tidak boleh
mengucapkan itu kepada seseorang yang jahat.
Dalam riwayat lain dari Abu Said Al Khudri, ia berkata,

Berdirilah kamu untuk (menyambut) pemimpin kamu. Tanpa lafaz, mereka
menurunkannya[7].
Berdiri tersebut adalah untuk menghormati Saad RA, bukan karena ia sakit.
Jika mereka berdiri karena ia sakit, maka tentunya ucapan yang dikatakan
kepadanya adalah, Berdirilah kamu untuk menyambut orang yang sakit,
bukan Berdirilah kamu untuk menyambut pemimpin kamu. Yang
diperintahkan untuk berdiri hanya sebagian mereka saja, bukan semuanya.

4. Diriwayatkan dari Abu Bakarah, ia berkata, Aku melihat Rasulullah SAW, Al


Hasan bin Ali berada di sampingnya, saat itu ia menyambut beberapa orang,
beliau berkata,














Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pemimpin, semoga dengannya
Allah mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin[8].

5. Umar bin Al Khaththab RA berkata,




Abu Bakar adalah pemimpin kami, ia telah membebaskan pemimpin kami,
yang ia maksudkan adalah Bilal[9].

6. Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Ummu Ad-Darda berkata,




Tuanku
Abu Ad-Darda memberitahukan
kepadaku, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,








Doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya itu
adalah doa yang dikabulkan[10].

7. Rasulullah SAW bersabda,








Al
Hasan dan Al Husein adalah dua pemimpin pemuda penghuni
surga[11].

8. Rasulullah SAW bersabda,












Abu Bakar dan Umar adalah dua pemimpin orang-orang tua penghuni surga
dari sejak manusia generasi awal hingga terakhir, kecuali para nabi dan
rasul[12].

9. Rasulullah SAW bersabda,






Orang yang sabar itu menjadi pemimpin di dunia dan akhirat[13].

10. Rasulullah SAW berkata kepada Fathimah Az-Zahra RA,





Apakah engkau tidak mau menjadi pemimpin wanita penduduk surga[14].

11. Al Maqburi berkata, Kami bersama Abu Hurairah, kemudian datang Al


Hasan bin Ali, ia mengucapkan salam, orang banyak membalasnya, ia pun
pergi, Abu Hurairah bersama kami, ia tidak menyadari bahwa Al Hasan bin Ali
datang, lalu dikatakan kepadanya, Ini adalah Al Hasan bin Ali mengucapkan
salam, maka Abu Hurairah menjawab, Keselamatan juga

bagimu wahai tuanku. Mereka berkata kepada Abu Hurairah, Engkau
katakan Wahai tuanku?. Abu Hurairah menjawab,








Aku bersaksi bahwa Rasulullah SAW bersabda,


Ia Al Hasan bin Ali- adalah seorang pemimpin[15].
12. Kata Sayyid dan Sayyidah digunakan pada Fathimah, Saad, Al Hasan, Al
Husein, Abu Bakar, Umar dan orang-orang yang sabar secara mutlak, dengan
demikian maka kita lebih utama untuk menggunakannya.

13. Dari dalil-dalil diatas, maka jumhur ulama mutaakhkhirin dari kalangan
Ahlussunnah waljamaah berpendapat bahwa boleh hukumnya menggunakan
lafaz Sayyid kepada Nabi Muhammad SAW, bahkan sebagian ulama
berpendapat hukumnya dianjurkan, karena tidak ada dalil yang
mengkhususkan dalil-dalil dan nash-nash yang bersifat umum ini, oleh sebab
itu maka dalil-dalil ini tetap bersifat umum dan lafaz Sayyid digunakan di
setiap waktu, apakah di dalam shalat maupun di luar shalat.

14. Imam Ibnu Abidin berkata dalam kitab Hasyiahnya sesuai dengan
pendapat pengarang kitab Ad-Durr, Ibnu Zhahirah, Ar-Ramli Asy-Syafii dalam
kitab Syarahnya terhadap kitab Minhaj karya Imam Nawawi dan para ulama
lainnya, menurutnya, Yang paling afdhal adalah mengucapkannya dengan
lafaz Sayyid.

15. Dalam kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi, halaman: 4 disebutkan,


Diriwayatkan kepada kami dari As-Sayyid Al Jalil Abu Ali Al Fudhail bin Iyadh,
ia berkata, Tidak melaksanakan suatu amal karena orang banyak adalah
perbuatan riya, sedangkan melaksanakan suatu amal karena orang banyak
adalah syirik, keikhlasan akan membuat Allah mengampunimu dari riya dan
syirik itu. Kitab ini ditahqiq oleh Abdul Qadir Al Arnauth, beliau juga
melakukan takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat dalam kitab ini. Pada
bagian bawah, halaman: 4, no.2, beliau berkata, Di dalamnya terkandung
hukum boleh menggunakan kata Sayyid kepada selain Allah SWT. Ada
pendapat yang mengatakan hukumnya makruh jika dengan huruf alif dan lam
( ) . Ini adalah dalil boleh hukumnya menggunakan kata As-Sayyid kepada

selain Allah SWT. Demikian penjelasan dari Syekh Abdul Qadir Al Arnauth
dalam kitab Al Adzkar, cetakan tahun 1971M, Dar Al Mallah.

16. Bagi orang yang sedang melaksanakan shalat, pada saat tasyahhud dan
pada saat membaca shalawat Al Ibrahimiah, dianjurkan agar mengucapkan
Sayyidina sebelum menyebut nama Nabi Muhammad SAW. Maka dalam
shalawat Al Ibrahimiah itu kita ucapan lafaz Sayyidina. Karena sunnah tidak
hanya diambil dari perbuatan Rasulullah SAW, akan tetapi juga diambil dari
ucapan beliau. Penggunaan kata Sayyidina ditemukan dalam banyak hadits
Nabi Muhammad SAW. Ibnu Masud memanggil beliau dalam bentuk
shalawat, ia berkata, Jika kamu bershalawat kepada Rasulullah SAW, maka
bershawalatlah dengan baik, karena kamu tidak mengetahui mungkin
shalawat itu diperlihatkan kepadanya. Mereka berkata kepada Ibnu Masud,
Ajarkanlah kepada kami. Ibnu Masud berkata, Ucapkanlah:









.17



.18
19. Ya Allah, jadikanlah shalawat, rahmat dan berkah-Mu untuk pemimpin
para rasul, imam orang-orang yang bertakwa, penutup para nabi, Nabi
Muhammad SAW hamba dan rasul-Mu [16].

20. Dalam kitab Ad-Durr Al Mukhtar disebutkan, ringkasannya, Dianjurkan


mengucapkan lafaz Sayyidina, karena tambahan terhadap berita yang
sebenarnya adalah inti dari adab dan sopan santun. Dengan demikian maka
menggunakannya lebih afdhal daripada tidak menggunakannya. Disebutkan
Imam Ar-Ramli Asy-Syafii dalam kitab Syarhnya terhadap kitab Al Minhaj
karya Imam Nawawi, demikian juga disebutkan oleh para ulama lainnya.

21. Memberikan tambahan kata Sayyidina adalah sopan santun dan tata krama
kepada Rasulullah SAW. Allah berfirman, Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang
yang beruntung. (Qs. Al Araf [7]: 157). Makna kata At-Tazir adalah
memuliakan dan mengagungkan[17]. Dengan demikian maka penetapannya
berdasarkan Sunnah dan sesuai dengan isi kandungan Al Quran. Sebagian
ulama berpendapat bahwa adab dan sopan santun kepada Rasulullah SAW itu
lebih baik daripada melaksanakan suatu amal. Itu adalah argumentasi yang
baik, dalil-dalilnya berdasarkan hadits-hadits shahih yang terdapat dalam
kitab Shahih Al Bukhari dan Muslim, diantaranya adalah ucapan Rasulullah
SAW kepada Imam Ali,

22.
:

.


Hapuslah kalimat, Rasulul
(utusan) Allah. Imam Ali menjawab, Tidak, demi Allah aku tidak akan
menghapus engkau untuk selama-lamanya[18].
23. Ucapan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar,





.24





25. Apa yang mencegahmu untuk menetap ketika aku memerintahkanmu?.
Abu Bakar menjawab, Ibnu Abi Quhafah tidak layak melaksanakan shalat di
depan Rasulullah SAW[19].

26. Adapun hadits yang sering disebutkan banyak orang yang berbunyi,



Janganlah kamu menggunakan kata Sayyidina pada
namaku dalam shalat. ini adalah hadits maudhu dan dusta, tidak boleh
dianggap sebagai hadits. Al Hafizh As-Sakhawi berkata dalam kitab Al
Maqashid Al Hasanah, Hadits ini tidak ada asalnya. Juga terdapat kesalahan
bahasa dalam hadits ini, karena asal kata ini adalah
jadi kalimat
yang benar adalah [20].

Cukuplah demikian bagi orang yang mau menerima dalil, walhamdulillah


rabbil alamin.
Sumber: al-Mausu'ah al-Yusufiyyah

[1] Tafsir Ibnu Katsir (3/306).


[2] HR. Muslim (5899), Abu Daud (4673) dan Ahmad (2/540).
[3] HR. Ahmad (3/6), secara panjang lebar. At-Tirmidzi (3148), secara ringkas.
Ibnu Majah (4308).
[4] HR. Al Bukhari (3340), Muslim (479), At-Tirmidzi (2434), Ahmad (2/331), Ibnu
Majah (3307), Asy-Syamail (167), Ibnu Abi Syaibah (11/444), Ibnu Khuzaimah
dalam At-Tauhid, hal.242-244, Ibnu Hibban (6265), Al Baghawi (4332), An-Nasai
dalam Al Kubra, Tuhfat Al Asyraf (10/14957).
[5] HR. Ahmad (3/486), Abu Daud (3888), An-Nasai dalam Amal Al Yaum wa Al-
Lailah (257), Al Hakim (4/413), ia berkata, Hadits shahih, disetujui oleh Adz-
Dzahabi.
[6] HR. Ahmad dengan sanad yang shahih (3/22), Al Bukhari (3043), dalam Al
Adab Al Mufrad (945), Muslim (4571) dan Abu Daud (5215).
[7] HR. Al Bukhari (3043), Abu Daud (5215) dan Ahmad (3/22).
[8] HR. Al Bukhari (3/31) dan At-Tirmidzi (3773).
[9] HR. Al Bukhari (3/32).
[10] HR. Muslim (15/39).
[11] HR. At-Tirmidzi (3768), ia berkata, Hadits hasan shahih. Imam As-Suyuthi
memberikan tanda hadits shahih.
[12] HR. At-Tirmidzi (3664).
[13] HR. As-Suyuthi dalam Al Jami Ash-Shaghir (3831).
[14] HR. At-Tirmidzi (3781).
[15] HR. Ath-Thabrani dalam Al Kabir (2596), para periwayatnya adalah para periwayat yang tsiqah,
Majma Az-Zawaid (15049).
[16] HR. Ibnu Majah dalam As-Sunan (1/293).
[17] Mukhtas Ash-Shahhah, pembahasan kata: .
[18] HR. Al Bukhari (7/499) dan Muslim (3/1409).
[19] HR. Al Bukhari (2/167), Fath Al Bari, Muslim (1/316).
[20] Al Maqashid Al Hasanah, hal.463, no.1292.

Lafaz SHALAWAT

Pertanyaan : Bagaimanakah lafaz shalawat?


Jawaban:

Riwayat Pertama:



][1

Riwayat Kedua:







][2
Riwayat Ketiga:











][3

Riwayat Keempat:






][4




Riwayat Kelima:












][5
Riwayat Keenam:






][6








][1 Hadits riwayat al-Bukhari.
][2 Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim.
][3 Hadits riwayat al-Bukhari.
][4 Hadits riwayat al-Bukhari.
][5 Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim.
][6 Hadits riwayat Muslim.

?Duduk IFTIRASY atau TAWARRUK

Pertanyaan:

Jika saya masbuq, ketika imam duduk tasyahud akhir, apakah saya duduk dengan cara iftirasy atau
?tawarruk

Jawaban:
Ada tiga pendapat Mazhab Syafii:
:
: - 9
:

, :
,
:

.
,
:
.
,
:
. , ,
Cara duduk bagi orang yang masbuq.
Mazhab Syafii berpendapat: apabila orang yang masbuq duduk bersama imam di akhir shalat imam,
maka dalam masalah ini ada beberapa pendapat:
Pendapat pertama: Pendapat ash-Shahih yang tertulis secara teks dalam kitab al-Umm (Karya
Imam Syafii), ini juga pendapat Abu Hamid, al-Bandaniji, al-Qadhi Abu Thayyib dan al-Ghazali:
orang yang masbuq itu duduk Iftirasy (duduk tasyahud awal), karena orang yang masbuq itu tidak
berada di akhir shalatnya.
Pendapat Kedua: orang yang masbuq itu duduk tawarruk (duduk tasyahud akhir) mengikuti cara
duduk imamnya. Pendapat ini diriwayatkan Imam al-Haramain dan Imam ar-Rafii.
Pendapat Ketiga: jika duduk itu pada posisi tasyahhud awal bagi si masbuq, maka si masbuq itu
duduk iftirasy. Jika bukan pada posisi tasyahud awal, maka si masbuq duduk tawarruk. Karena
duduk si masbuq saat itu hanya sekedar duduk mengikuti imam, maka masbuq mengikuti imam
dalam bentuk cara duduk imam, demikian diriwayatkan Imam ar-Rafii.
(Sumber: Al-Mausuah Al-Fiqhiyah: 39/174)

Hadits NISHFU SYA'BAN?

Pertanyaa:
Adakah hadits yang menyatakan keutamaan malam Nishfu Syaban?

Jawaban:
Syekh Nashiruddin al-Albani menyebutkan dalam as-Silsilah ash-Shahihah (silsilah hadits-hadits
shahih):


Allah memperhatikan makhluk-Nya pada malam Nishfu Syaban, Ia mengampuni seluruh makhluk-
Nya, kecuali orang musyrik dan orang bertengkar yang belum berdamai.

Pendapat Imam Ibnu Taimiah Dalam Majmu Fatawa:





Adapun malam Nishfu Syaban, di dalamnya ada suatu keutamaan. Di kalangan Salaf ada yang
melaksanakan shalat di dalamnya, akan tetapi berkumpul untuk menghidupkan malam nishfu Syaban
di masjid-masjid adalah bidah, demikian juga melaksanakan shalat al-Alfiyah.

TAHYATULMASJID atau QABLIYAH?

Pertanyaan:
Waktu hanya cukup shalat dua rakaat, antara Tahyatalmasjid dan Qabliyah, apakah shalat
Tahyatalmasjid atau Qabliyah?

Jawab:


:
.


.
. ( )
Dalam kasus seperti ini disyariatkan agar melaksanakan shalat sunnat Rawatib (Qabliyah), sudah
tercakup di dalamnya shalat Tahyatalmasjid. Sama halnya jika seseorang masuk ke dalam masjid, ia
dapati shalat wajib sedang dilaksanakan, maka ia langsung ikut menyertai shalat wajib bersama imam,
tidak perlu lagi shalat Tahyatalmasjid, berdasarkan hadits: Apabila shalat wajib dilaksanakan, maka
tidak ada shalat lain kecuali shalat wajib. Hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya.
Karena tujuannya adalah agar seorang muslim tidak duduk di dalam masjid hingga ia melaksanakan
shalat yang mungkin untuk ia laksanakan. Apabila ia mendapati shalat yang dapat menempati shalat
Tahyatalmasjid, maka itu sudah mencukupi, seperti shalat Wajib, shalat Rawatib, Shalat Kusuf
(Gerhana Matahari), atau sejenisnya. [Dikutip dari Acara Nur Ala ad-Darb].
(Sumber: Majmu Fatawa wa Maqalat Ibn Baz, juz.11, hal.204).

Qunut Shubuh Mazhab Syafi'i

(Dikutip Dari Kitab: Kifyat al-Akhyr fi Hall Ghyat al-Ikhtishr,


Karya: Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-
Dimasyqi asy-Syafii. Juz: 1, halaman: 114-115).
)
.(115-114 : 1 : :


} :
:: {
: :

Adapun Qunut, maka dianjurkan pada Itidal kedua dalam shalat Shubuh
berdasarkan riwayat Anas, ia berkata: Rasulullah Saw terus menerus membaca
doa Qunut pada shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia. Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan imam lainnya. Imam Ibnu ash-Shalah berkata, Banyak
para al-Hafizh (ahli hadits) yang menyatakan hadits ini adalah hadits shahih.
Diantara mereka adalah Imam al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Balkhi. Al-Baihaqi
berkata, Membaca doa Qunut pada shalat Shubuh ini berdasarkan tuntunan dari
empat Khulafa Rasyidin.



} :
{
} {
:
. :
Bahwa Qunut Shubuh itu pada rakaat kedua berdasarkan riwayat Imam al-
Bukhari dalam kitab Shahihnya. Bahwa doa Qunut itu setelah ruku, menurut
riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah
Saw membaca doa Qunut pada kisah korban pembunuhan peristiwa sumur
Maunah, beliau membaca Qunut setelah ruku. Maka kami Qiyaskan Qunut
Shubuh kepada riwayat ini. Benar bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw membaca doa
Qunut sebelum ruku. Al-Baihaqi berkata: Akan tetapi para periwayat hadits
tentang Qunut setelah ruku lebih banyak dan lebih hafizh, maka riwayat ini lebih
utama. Jika seseorang membaca Qunut sebelum ruku, Imam Nawawi berkata
dalam kitab ar-Raudhah, Tidak sah menurut pendapat yang shahih, ia mesti
sujud sahwi menurut pendapat al-Ashahh.


}

{

} : .
{ { }
.{ }


Lafaz Qunut:
Ya Allah, berilah hidayah kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri
hidayah. Berikanlah kebaikan kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau
beri kebaikan. Berikan aku kekuatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri
kekuatan. Berkahilah bagiku terhadap apa yang telah Engkau berikan.
Peliharalah aku dari kejelekan yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau
menetapkan dan tidak ada sesuatu yang ditetapkan bagi-Mu. Tidak ada yang
merendahkan orang yang telah Engkau beri kuasa. Maka Suci Engkau wahai
Tuhan kami dan Engkau Maha Agung.
Demikian diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan lainnya dengan
sanad sahih. Maksud saya, dengan huruf Fa pada kata: dan huruf Waw pada
kata: .
Imam ar-Rafii berkata: Para ulama menambahkan kalimat:
(Tidak ada yang dapat memuliakan orang yang telah Engkau hinakan). Sebelum
kalimat: ( Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha
Agung).
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi disebutkan, setelah doa ini membaca doa:

(Segala puji bagi-Mu atas semua yang Engkau tetapkan. Aku memohon ampun
dan bertaubat kepada-Mu).
Ketahuilah bahwa sebenarnya doa ini tidak tertentu. Bahkan jika seseorang
membaca Qunut dengan ayat yang mengandung doa dan ia meniatkannya
sebagai doa Qunut, maka sunnah telah dilaksanakan dengan itu.


}
: {
:
.
Imam membaca Qunut dengan lafaz jama, bahkan makruh bagi imam
mengkhususkan dirinya dalam berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
Janganlah seorang hamba mengimami sekelompok orang, lalu ia
mengkhususkan dirinya dengan suatu doa tanpa mengikutsertakan mereka. Jika
ia melakukan itu, maka sungguh ia telah mengkhianati mereka. Diriwayatkan
oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi. Imam at-Tirmidzi berkata: Hadits hasan.
Kemudian demikian juga halnya dengan semua doa-doa, makruh bagi imam
mengkhususkan dirinya saja. Demikian dinyatakan oleh Imam al-Ghazali dalam
kitab Ihya Ulumiddin. Demikian juga makna pendapat Imam Nawawi dalam al-
Adzkar.


.


:

:

.
Sunnah mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah, karena tidak ada riwayat
tentang itu. Demikian dinyatakan oleh al-Baihaqi. Tidak dianjurkan mengusap dada, tidak
ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Bahkan sekelompok ulama menyebutkan
secara nash bahwa hukum melakukan itu makruh, demikian disebutkan Imam Nawawi
dalam ar-Raudhah. Dianjurkan membaca Qunut di akhir Witir dan pada paruh kedua bulan
Ramadhan. Demikian diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Imam Ali dan Abu Daud dari
Ubai bin Kaab. Ada pendapat yang mengatakan dianjurkan membaca Qunut pada shalat
Witir sepanjang tahun, demikian dinyatakan Imam Nawawi dalam at-Tahqiq, ia berkata: Doa
Qunut dianjurkan dibaca (dalam shalat Witir) sepanjang tahun. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa doa Qunut dibaca di sepanjang Ramadhan. Dianjurkan agar membaca
doa Qunut riwayat Umar, sebelum Qunut Shubuh, demikian dinyatakan oleh Imam ar-Rafii.
Imam Nawawi berkata, Menurut pendapat al-Ashahh, doa Qunut rirwayat Umar dibaca
setelah doa Qunut Shubuh. Karena riwayat Qunut Shubuh kuat dari Rasulullah Saw pada
shalat Witir. Maka lebih utama untuk diamalkan. Wallahu alam.

Qabliyah Shubuh Setelah Shubuh.

Pertanyaan:
Bagaimana pelaksanaan shalat Qabliyah shubuh jika terlambat?

Jawaban:



.
Qadha sunnat Fajar (Qabliyah Shubuh) setelah shalat Shubuh hukumnya boleh menurut pendapat
yang kuat (rajih). Tidak bertentangan dengan hadits larangan melaksanakan shalat setelah shalat
Shubuh, karena yang dilarang adalah shalat yang tidak ada sebabnya. Akan tetapi jika qadha sunnat
fajar tersebut ditunda pelaksanaannya hingga waktu Dhuha, tidak khawatir terlupa, atau sibuk, maka
itu lebih baik. (Majmu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin: Juz.14, hal.242).

Nabi Pakai Cincin

Pertanyaan:
Apakah Nabi Muhammad Saw pakai cincin? di sebelah kanan apa kiri? pada jari bagian mana?

Jawaban:
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi disebutkan:

)





: .(

)

) : (


(

( ) :

.
Dari hadits Thalhah bin Yahya dan Sulaiman bin Bilal. Dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Anas,
sesungguhnya Rasulullah Saw memakai cincin perak di sebelah kanan.
Dalam hadits Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas: cincin Rasulullah Saw di sini. Ia menunjuk
jari kelingking kanan kiri.
Dalam hadits Ali: Rasulullah Saw melarang saya memakai cincin di jari ini dan ini. ia menunjuk jari
tengah dan jari di sampingnya (telunjuk). Diriwayatkan dalam kitab lain selain Shahih Muslim: Jari
telunjuk dan jari tengah. Kaum muslimin sepakat bahwa Sunnah meletakkan cincin di jari
kelingking. Sedangkan perempuan memakai cincin di jari jemarinya.













:
.


Adapun hikmah dalam masalah ini menurut para ahli Fiqh, mereka sepakat bahwa memakai cincin di
sebelah kanan, boleh di sebelah kiri, tidak makruh di kanan atau di kiri. Mereka ikhtilaf, di sebelah
mana yang lebih afdhal? Banyak kalangan Salaf yang memakai cincin di sebelah kanan, banyak juga
yang memakai di sebelah kiri. Imam Malik menganjurkan di sebelah kiri, makruh di sebelah kanan.
Menurut Mazhab SyafiI, ada dua pendapat: menurut pendapat yang shahih sebelah kanan lebih
afdhal, karena perhiasan, sebelah kanan itu lebih mulia dan lebih berhak untuk diberi perhiasan serta
lebih memberikan kemuliaan.

Mengakhirkan Shalat Isya'

Pertanyaan:
Apakah boleh menunda shalat Isya?

Jawaban:
Hadits Pertama:


- -



.



Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Kalaulah bukan karena memberatkan bagi
ummatku, pastilah aku perintahkan mereka menunda shalat Isya hingga sepertiga atau setengah
malam. (HR. at-Tirmidzi).
Pendapat Kedua:



- -









. .
Dari Aisyah, ia berkata: Pada suatu malam Rasulullah Saw mengakhirkan shalat Isya hingga
sebagian besar malam telah berlalu dan hingga jamaah telah tertidur, kemudian Rasulullah Saw keluar
dan melaksanakan shalat, beliau bersabda: Sesungguhnya inilah waktunya, kalaulah bukan karena
memberatkan bagi ummatku. Dalam hadits riwayat Abdurrazzaq: Kalaulah bukan karena
memberatkan bagi ummatku. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Hadits Ketiga:




Dan shalat Isya, terkadang Rasulullah Saw mengakhirkannya dan terkadang menyegerakannya.
(Hadits riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah, penjelasan tentang waktu shalat).

Pendapat Imam at-Tirmidzi:



- -




.






(Mengakhirkan shalat Isya), Ini adalah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama dari kalangan
shahabat nabi, tabiin dan selain mereka. Menurut mereka pelaksanaan Isya diakhirkan, demikian
menurut pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq. (Sumber: Kitab Sunan at-Tirmidzi).
Pendapat ulama Arab Saudi Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid:


.

.

.
.
Banyak orang terbiasa mengakhirkan shalat Isya di sebagian negeri pada bulan Ramadhan hingga
setengah jam atau sekitar itu dari waktunya, agar orang banyak dapat berbuka dengan nyaman dan
bersiap-siap melaksanakan shalat Isya dan Tarawih. Perbuatan seperti ini boleh dilakukan dengan
syarat imam tidak boleh mengakhirkan shalat Isya hingga memberatkan mamum. Masalah ini
kembali kepada jamaah masjid, kesepakatan mereka, mereka lebih mengerti waktu yang sesuai bagi
mereka, wallahu alam. (Sumber: Fatawa al-Islam, juz.1, hal.3882).

Berapa Hari Shalat Qashar?

Pertanyaan:
Berapa hari boleh meng-qashar shalat?

Jawaban:
Ulama tidak sepakat tentang hal ini, ada beberapa pendapat ulama:

Mazhab Hanafi:
:

.
Tetap boleh shalat Qashar hingga menjadi mukim, tidak boleh qashar shalat jika berniat mukim di
suatu negeri selama 15 hari lebih. Jika berniat mukim selama itu, maka mesti shalat normal. Jika
berniat kurang daripada itu, maka shalat qashar.

Mazhab Malik dan Mazhab Syafii:


:
:

Jika orang yang musafir itu berniat menetap empat hari, maka ia shalat secara normal, karena Allah
membolehkan shalat Qashar dengan syarat perjalanan. Orang yang mukim dan berniat mukim tidak
dianggap melakukan perjalanan

.


.
Mazhab Maliki mengukur kadar mukim tersebut dengan 20 shalat. Jika kurang dari itu, boleh shalat
Qashar.
Mazhab Maliki dan SyafiI tidak menghitung hari masuk dan hari keluar, menurut pendapat shahih
dalam Mazhab SyafiI, karena yang pertama adalah hari meletakkan barang-barang dan yang kedua
adalah hari keberangkatan, kedua hari tersebut hari kesibukan dalam perjalanan.

Mazhab Hanbali:
:
Jika orang yang musafir itu berniat mukim lebih dari empat hari atau lebih dari 20 shalat,
maka ia shalat secara normal.
(Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu)

Jarak Shalat Qashar

Pertanyaan:
Berapa jarak boleh meng-qashar shalat?
Jawaban:

88.704: ( 89)


Diukur dengan ukuran sekarang lebih kurang 89km, detailnya: 88.708m. Tetap shalat Qashar
meskipun dapat ditempuh dalam satu jam perjalanan, seperti musafir menggunakan pesawat, mobil
dan sejenisnya.
(Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu)

Hadits Bersalaman dan Bersalaman Setelah Shalat

Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Teks Hadits:

- -

.



-








-
.
Bab: Bersalaman.
Ibnu Masud berkata: Rasulullah Saw mengajarkan Tasyahhud kepada saya. Telapak tangan saya
berada di antara dua telapak tangan Rasulullah Saw (Bersalaman).
Kaab bin Malik berkata: Saya masuk ke masjid, Rasulullah Saw ada di dalam masjid, Thalhah bin
Ubaidillah berlari-lari kecil datang menyalami saya dan mengucapkan tahniah. (HR. al-Bukhari).


-












. -
Dari Qatadah, ia berkata: Saya katakana kepada Anas: Apakah bersalaman itu ada pada shahabat
Rasulullah Saw?. Ia menjawab: Ya. (HR. al-Bukhari).

- -




.



Dari Abdullah bin Hisyam, ia berkata: Kami bersama Rasulullah Saw, beliau meraih tangan Umar
bin al-Khatthab (bersalaman). (HR. al-Bukhari).
.








.


Bab: Mengambil dengan kedua tangan (bersalaman).
Imam Hammad bin Zaid bersalaman dengan Imam Abdullah bin al-Mubarak dengan kedua
tangannya. (HR. al-Bukhari).

Keutamaan Bersalaman.

1.Mendapatkan Ampunan.

- -












.
Dari al-Barra bin Azib, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Dua orang muslim bertemu,
bersalaman, maka Allah mengampuni mereka berdua sebelum keduanya berpisah. (HR. at-Tirmidzi).
2.Menghilangkan Dengki.



Bersalamanlah kamu, karena bersalaman itu menghilangkan hasad dengki. (Riwayat Imam Malik,
hadits Mursal, dhaif, tetapi layak untuk fadhail amal (keutamaan amal).

3.Menggugurkan Dosa.

"

. "
:

Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dari Rasulullah Saw, Beliau bersabda: Sesungguhnya seorang mumin
ketika bertemu dengan saudaranya mumin, ia mengucapkan salam, ia meraih tangannya lalu
bersalaman dengannya, maka berguguran dosa mereka berdua sebagaimana berguguran daun kayu.
(Hadits riwayat Imam ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Ausath.
Imam a-Hafizh al-Mundziri berkata dalam kitab at-Targhib wa at-Tarhib: Para periwayatnya tidak
ada yang majruh (dhaif).

Bersalaman Setelah Shalat.


Pendapat Imam Nawawi:

:








Pendapat Imam Nawawi: Hukum Asal bersalaman adalah Sunnah, bahwa mereka melazimkan
bersalaman pada waktu tertentu, hal itu tidak mengeluarkannya dari hukum asal Sunnah.
Pendapat Syekh Athiyyah Shaqar Mufti al-Azhar:



.


Pendapat pilihan dalam masalah ini bahwa bersalaman setelah shalat itu tidak haram, termasuk dalam
kategori anjuran bersalaman ketika bertemu yang dapat menutupi dosa-dosa, saya berharap masalah-
masalah yang tidak mendatangkan manfaat dan mudharat seperti ini tidak menyebabkan konflik
diantara kamu muslimin. Dalam hadits riwayat Muslim jelas disebutkan bahwa siapa yang
melaksanakan tradisi yang baik, maka ia mendapat balasan pahalanya dan pahala orang lain yang
melakukannya hingga hari kiamat. (Sumber: Fatawa al-Azhar, juz.8, hal.477).

Qabliyah Maghrib.


- -






-
-.

Dari Abdullah al-Muzani, dari Rasulullah Saw: Shalatlah kamu sebelum Maghrib. Shalatlah kamu
sebelum Maghrib. Shalatlah kamu sebelum Maghrib, bagi siapa yang mau. (HR. Al-Bukhari).


: }



. {





Dari Ibnu Abbas: Kami melaksanakan shalat dua rakaat setelah tenggelam matahari, Rasulullah Saw
melihat kami, beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami. (HR. Muslim).

















- -



- -







Dari Anas bin Malik, ia berkata: Ketika muadzin telah mengumandangkan azan, para shahabat
shalat menghadap tiang hingga Rasulullah Saw keluar (rumah), para shahabat sedang melaksanakan
shalat dua rakaat sebelum Maghrib. Tidak ada apa-apa antara adzan dan iqamah. (HR. Al-Bukhari).








.


- -
. .
Martsad bin Abdullah al-Yazani berkata: Saya datang menemui Uqbah bin Amir al-Juhani, saya
katakan kepadanya: Apakah tidak aneh bagaimu melihat Abu Tamim shalat dua rakaat sebelum
Maghrib?. Uqbah menjawab: Kami melaksanakannya pada masa Rasulullah. Saya bertanya: Apa
yang membuatmu tidak melaksanakannya sekarang?. Ia menjawab: Kesibukan. (HR. Al-Bukhari).
Untuk menghindari agar jangan terjadi konflik, mengingat waktu shalat Maghrib yang
singkat, jangan sampai karena Qabliyah Maghrib waktu Maghrib habis, maka dibatasi, 5 menit setelah
dikumandangkan azan langsung iqamah, wallahu a'lam.

Bagaimana Posisi Duduk Tasyahhud Akhir?

Pertanyaan:
Bagaimanakah posisi duduk pada Tasyahhud Akhir? Apakah Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri)?
Atau duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai)?

Jawaban:
Ulama tidak sepakat dalam masalah ini:

Menurut Mazhab Hanafi:


Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir sama-sama duduk Iftirasy.

Menurut Mazhab Maliki:


Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir sama-sama duduk Tawarruk.

Menurut Mazhab Syafii:


Tasyahhud Awal duduk Iftirasy dan Tasyahhud Akhir duduk Tawarruk.
Tasyahhud Akhir pada shalat shubuh juga duduk Tawarruk, karena duduk terakhir.

Mazhab Hanbali:
Tasyahhud Awal duduk Iftirasy dan Tasyahhud Akhir duduk Tawarruk.
Pada shalat hanya dua rakaat, maka Tasyahhud Akhir duduk Iftirasy.

Lengkapnya dapat dilihat dalam keterangan berikut ini:







) )
:( 2/275 :


: )
(2/273 : 1/419 : )
):
( 1/329 :

. (1/533 :)
:

:

)
( 2/184 : )
: :
: .



.
:
.
Mazhab Hanafi:
Bentuk duduk Tasyahhud Akhir menurut Mazhab Hanafi seperti bentuk duduk antara dua sujud,
duduk Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), apakah pada Tasyahhud Awal atau pun pada
Tasyahhud Akhir. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Saidi dalam sifat Shalat Rasulullah Saw:
Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk maksudnya duduk Tasyahhud-, Rasulullah Saw duduk di atas
telapak kaki kiri, ujung kaki kanan ke arah kiblat. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, hadits shahih
hasan (Nail al-Authar: 2/275). Wail bin Hujr berkata: Saya sampai di Madinah untuk melihat
Rasulullah Saw, ketika beliau duduk maksudnya adalah duduk Tasyahhud- Rasulullah Saw duduk di
atas telapak kaki kiri, Rasulullah Saw meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri, Rasulullah Saw
menegakkan (telapak) kaki kanan. (Hadits riwayat at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih.
(Nashb ar-Rayah: 1/419) dan Nail al-Authar: 2/273).

Menurut Mazhab Maliki:


Duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Awal dan Akhir. (Asy-Syarh ash-
Shaghir: 1/329 dan setelahnya). Berdasarkan riwayat Ibnu Masud: Sesungguhnya Rasulullah Saw
duduk di tengah shalat dan di akhir shalat dengan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai). (al-
Mughni: 1/533).

Menurut Mazhab Hanbali dan Syafii:


Disunnatkan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Akhir, seperti Iftirasy
(duduk di atas telapak kaki kiri), akan tetapi dengan mengeluarkan kaki kiri ke arah kanan dan pantat
menempel ke lantai. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Saidi: Hingga ketika pada rakaat ia
menyelesaikan shalatnya, Rasulullah Saw memundurkan kaki kirinya, Rasulullah Saw duduk di atas
sisi kirinya dengan pantat menempel ke lantai, kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam.
(diriwayatkan oleh lima Imam kecuali an-Nasai. Dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi. Diriwayatkan
al-Bukhari secara ringkas. (Nail al-Authar: 2/184). Duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai)
dalam shalat adalah: duduk dengan sisi pantat kiri menempel ke lantai. Makna al-Warikan adalah:
bagian pangkal paha, seperti dua mata kaki di atas dua otot.

Pendapat Mazhab Hanbali:


Akan tetapi tidak duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada duduk Tasyahhud pada shalat
Shubuh, karena itu bukan Tasyahhud Kedua. Rasulullah Saw duduk Tawarruk berdasarkan hadits Abu
Humaid adalah pada Tasyahhud Kedua, untuk membedakan antara dua Tasyahhud. Adapun shalat
yang hanya memiliki satu Tasyahhud, maka tidak ada kesamaran di dalamnya, maka tidak perlu
perbedaan.
Kesimpulan: duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Kedua adalah Sunnat
menurut jumhur ulama, tidak sunnat menurut Mazhab Hanafi.
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili: juz.2, hal.44).















.
Ketika Rasulullah Saw duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki
kanan. Ketika Rasulullah Saw duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan
menegakkan kaki kanan, beliau duduk di atas tempat duduknya.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari).

( ) :
"
"

"

"

" "
"

"
"


" - -







:

:
.








"
"


.

Ketika Rasulullah Saw duduk pada rakaat terakhir ... dan seterusnya.
Dalam riwayat Abd al-Hamid: Hingga ketika pada sujud yang padanya ada salam (sujud terakhir).
Dalam riwayat Ibn Hibban: Yang pada penutup shalat, Rasulullah Saw mengeluarkan kaki kirinya,
Rasulullah Saw duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai) pada sisi kiri.
Ibnu Ishaq menambahkan pada riwayatnya: Kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam.
Dalam riwayat Isa pada ath-Thahawi: Ketika Rasulullah Saw mengucapkan salam, pada salam ke
kanan beliau mengucapkan: Assalamualaikum wa rahmatullah. Demikian juga ketika salam ke kiri.
Dalam riwayat Abu Ashim dari Abd al-Hamid pada riwayat Abu Daud dan lainnya: Mereka para
shahabat yang disebutkan dalam riwayat- berkata: Engkau benar, demikianlah Rasulullah Saw
melaksanakan shalat.
Dalam hadits ini terdapat dalil kuat bagi Imam Syafii dan ulama yang sependapat dengannya bahwa
bentuk duduk pada Tasyahhud Awal berbeda dengan bentuk duduk Tasyahhud Akhir.
Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi berbeda dengan ini, menurut mereka: Tidak ada perbedaan antara
Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir.
Akan tetapi Mazhab Maliki berkata: Duduk Tawarruk pada Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir,
Mazhab lain berbeda dengan ini.
Ada yang berpendapat bahwa hikmah adanya perbedaan cara duduk pada Tasyahhud Awal dan
Tasyahhud Akhir agar tidak terjadi kesamaran pada jumlah rakaat.
Juga karena Tasyahhud Awal diiringi gerakan berikutnya, berbeda dengan Tasyahhud Akhir.
Juga karena orang yang masbuq apabila ia melihat cara duduk tersebut, ia mengetahui berapa rakaat
yang tertinggal.
Mazhab Syafii juga berdalil bahwa duduk Tasyahhud pada shalat Shubuh seperti duduk Tasyahhud
Akhir pada shalat yang lain karena lafaz yang bersifat umum: [ ] pada rakaat

terakhir.
Berbeda dengan pendapat Imam Ahmad, pendapat yang masyhur darinya bahwa duduk Tawarruk
hanya khusus pada shalat yang memiliki dua Tasyahhud (Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir).
(Sumber: Fath al-Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani).

10 Manfaat Qiyamullail

1. Diberi Tempat Yang Terpuji.




(79)
















Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Qs. Al-Isra [17]:
79).

2. Mendapat Naungan Allah Swt.




...







Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah Swt pada hari tidak ada naungan kecuali naungan
Allah Swt ... seseorang yang berzikir dalam keadaan sepi hingga menetes air matanya. (Hadits riwayat
al-Bukhari dan Muslim).

3. Mendapatkan Syafaat (Pertolongan).









.





.




Puasa dan al-Quran memberi syafaat pada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: Wahai
Tuhanku, aku mencegahnya dari makanan dan syahwat di waktu siang, beri aku syafaat untuknya.
Al-Quran berkata: Aku mencegahnya untuk tidur di waktu malam, beri aku syafaatnya untuknya.
Puasa dan al-Quran memberikan syafaat untuknya. (Hadits riwayat Ahmad).

4. Mata Tidak Tersentuh Api Neraka.
















Dua mata tidak disentuh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang
berjaga pada jihad fi sabilillah. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

5. Mendapat Cinta Allah Swt.










Tidaklah Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah, hingga
Aku mencintainya. (Hadits riwayat al-Bukhari).
Diantara amalan-amalan sunnah yang utama adalah Qiyamullail.

6. Permohonan Dikabulkan.














Jika Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya dengan itu ia mendengar. Aku akan
menjadi penghlihatannya dengan itu ia melihat. Aku akan menjadi tangannya dengan itu ia
menggenggam. Aku akan menjadi kakinya dengan itu ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, maka
Aku pasti memberinya. Jika ia meminta perlindungan, maka pasti Aku melindunginya. (Hadits
riwayat al-Bukhari).

7. Waktu Tenang Untuk Muhasabah.









.








Muhasabahlah diri kamu sebelum kamu dihisab, timbang-timbanglah diri kamu pada hari
ditampakkannya amal. Hisab akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di
dunia. (Hadits riwayat at-Tirmidzi).

8. Mendapat Sifat Orang Bertakwa.











Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (Qs. Adz-Dzariyat [51]: 18).

9. Waktu Terkabulnya Doa.















Rahmat Allah Swt turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, Allah
berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku perkenankan untuknya. Siapa yang memohon
kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang memohon ampun, maka Aku ampuni. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).

Qiyamullail Rasulullah Saw dan Para Ulama.

-








- -
-






Abu Salamah bin Abdirrahman bertanya kepada Aisyah: Bagaimanakah shalat malam Rasulullah di
bulan Ramadhan?.
Aisyah menjawab: Rasulullah tidak pernah menambah, baik di Ramadhan atau pun di luar
Ramadhan, lebih dari 11 rakaat.
(HR. Bukhari dan Muslim).


- - -




-








Dari Aisyah, Rasulullah Saw shalat malam hingga bengkak kedua kakinya.
Aisyah bertanya: Mengapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah, padahal Allah telah
mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?.
Rasulullah Saw menjawab: Aku ingin menjadi hamba Allah yang bersyukur. (HR. Al-Bukhari).



Ketika mata manusia telah lelap, Ibnu Masud bangun, terdengar suara dengungan seperti suara
dengungan tawon, hingga shubuh tiba.

:

Imam Sufyan ats-Tsauri makan sampai kenyang pada suatu malam, lalu ia berkata: Jika seekor
keledai ditambah makanannya, maka ditambah juga bebannya. Maka ia qiyamullail malam itu
sampai shubuh.


.
Ada seorang orang yang shaleh tiba dari perjalanan jauh, lalu ia diberi kasur, maka ia pun tertidur
pulas hingga ketinggalan qiyamullail. Maka ia bersumpah tidak akan tidur di atas kasur selamanya.


:

Abdul Aziz bin Rawad, jika malam tiba, ia datang ke kasurnya sambil mengulurkan tangannya:
Wahai kasur, engkau empuk, demi Allah di dalam surga ada yang lebih empuk dari mu. Ia pun
shalat sepanjang malam.
: .
Imam al-Hasan berkata: Seseorang melakukan perbuatan dosa, maka ia pun tidak diperkenankan
mendapat qiyamullail.

:

Shilah bin Asy-yam melaksanakan qiyamullail sepanjang malam. Pada waktu sahur ia berkata: Wahai
Tuhanku, aku tak layak meminta surga kepada-Mu. Akan tetapi aku memohon selamatkanlah aku dari
neraka-Mu dengan rahmat-Mu.
:
.
Ar-Rabi berkata: Saya sering tidur di rumah Imam Syafii, ia tidur hanya sebentar saja.

.
.
Abu al-Juwairiyah berkata: Saya berteman dengan Imam Hanafi selama enam bulan, tidak pernah
satu malam pun ia berbaring di lantai.

:

Imam Wahab bin Munabbih al-Yamani berkata: Lebih baik aku melihat setan di rumahku daripada
melihat bantal, karena bantal itu mengajak tidur.

.
Seorang orang yang shaleh bermimpi mendengar suara Allah berfirman: Demi keagungan dan
kemuliaan-Ku, Aku muliakan tempat Sulaiman at-Taimi, karena ia shalat shubuh dengan wudhu
shalat Isya selama empat puluh tahun.

TALQIN MAYAT

Dalil-Dalil Talqin Mayat.


} :






:



: :

:
:
.
:

:







. :


: :

. {
Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: Apabila aku mati, maka lakukanlah
terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami melakukannya terhadap orang yang
mati diantara kami. Rasulullah Saw memerintahkan kami seraya berkata: Apabila salah seorang
saudara kamu mati, lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala
kuburnya seraya mengucapkan: Wahai fulan bin fulanah. Sesungguhnya ia mendengarnya, akan
tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: Wahai fulan bin fulanah. Maka ia pun duduk.
Kemudian orang yang membaca talqin itu mengatakan: Wahai fulan bin fulanah. Maka ia
menjawab: Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu. Akan tetapi kamu tidak dapat
merasakannya. Hendaklah orang yang membacakan talqin itu mengucapkan: Ingatlah apa yang
engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya
Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam
sebagai agama. Muhammad sebagai nabi. Quran sebagai imam. Maka malaikat Munkar dan Nakir
saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: Marilah kita pergi. Untuk apa kita duduk di sisi
orang yang jawabannya telah diajarkan. Seorang laki-laki bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana
jika tidak diketahui nama ibunya?. Rasulullah Saw menjawab: Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai
fulan anak Hawa.

Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani terhadap hadits ini:







.




Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiyauddin dalam kitab Ahkam-nya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab
Talkhish al-Habir.

Riwayat Pertama:






} :
:




: :
.{ . :
Diriwayatkan Said bin Manshur, dari jalur Rasyid bin Sad, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka
berkata: Apabila kubur mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan
agar dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan selain Allah.
Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga kali. Katakanlah: Tuhanku Allah.
Agamaku Islam. Nabiku Muhammad. Kemudian beranjak.

Riwayat Kedua:












} :
. {


Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada
mereka: Apabila kamu telah menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas kuburku, maka
berdirilah kamu di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku.

Riwayat Ketiga:









} :


:

. {

Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Said bin al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits,
diantara isinya: Apabila salah seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di
atas kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: Ya Allah, keringkanlah tanah di kedua
sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari sisi-Mu.

Riwayat Keempat:






" :








"

.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa sahabat nabi bernama Amr bin al-Ash berkata
kepada keluarganya: Apabila kamu mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku
sekira-kira selama orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku
merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat utusan Tuhanku.
(Hadits riwayat Imam Muslim).

Riwayat Kelima:





} :




:
.{



.
Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi
makam seraya berkata: Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia diberi
ketetapan, karena ia sekarang sedang ditanya. (Hadits riwayat Abu Daud, al-Hakim dan Al-Bazzar
dari Utsman).

(Sumber: Talkhish al-Habir, al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi: juz.2, hal.396-398)

Hadits Lain:

. :




.
Hadits: Talqinkanlah orang yang mati diantara kamu dengan ucapan: La ilaha illallah. (Hadits
riwayat Muslim, Abu Daud dan an-Nasai).

Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [] .


Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [
] adalah teks untuk orang yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika
sekarat sebagai bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah, jika tidak
ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna Majaz, maka lebih
utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati, meskipun tidak terbatas hanya
untuk orang yang sudah mati saja, wallahu alam.

Pendapat Ulama Ahli Hadits.


Imam Ibnu ash-Shalah:




Syekh Abu Amr bin ash-Shalah ditanya tentang talqin, ia menjawab: Talqin yang kami pilih dan
yang kami amalkan, telah diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya
tidak tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan
amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.
(Sumber: al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

Pendapat Ahli Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:






" "


Sesungguhnya talqin telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan
lama sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan setelahnya
hingga sekitar Andalusia. Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan
Mazhab Maliki, SyafiI dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan bahwa hadits
riwayat Abu Umamah adalah hadits dhaif, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab
Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena
memiliki beberapa jalur lain. (Sumber: Majallah al-Islam, jilid.3, edisi.10).

Pendapat Ahli Fiqh.


Pendapat Ibnu al-Arabi:




.
Ibnu al-Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur,
dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang
shaleh pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt: Dan tetaplah memberi peringatan, karena
Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (Qs. adz-Dzariyat [51]:
55). Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat. (Sumber:
Hawamisy Mawahib al-Jalil: juz.2, halaman: 238).

Pendapat Imam an-Nawawi:













Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk
di sisi kubur bagian kepala dan berkata: Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba
Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan selain
Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-
Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu
benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah
membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai
agama, Muhammad sebagai nabi, al-Quran sebagai imam, Kabah sebagai kiblat, orang-orang
beriman sebagai saudara. Syekh Nashr menambahkan: Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia,
kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah Pemilik Arsy yang agung. Talqin ini dianjurkan menurut
mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein,
al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafii dan selain mereka. (Sumber: al-Majmu Syarh al-
Muhadzdzab: juz.5, hal.304).





Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan
memohonkan ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam SyafiI secara nash, disepakati oleh para
ulama mazhab SyafiI, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa bagian al-Quran, jika
mengkhatamkan al-Quran, maka lebih afdhal. Sekelompok ulama mazhab SyafiI berkata: dianjurkan
supaya ditalqinkan. (Sumber: al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.294).

Pendapat Syekh Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:



.
Talqin tidak memudharatkan orang yang hidup dan orang yang mati, bahkan memberikan manfaat
bagi orang yang masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan talqin
untuk mayat. (Sumber: Fatawa al-Azhar: juz.8, hal.303).

AZAB KUBUR

Apakah ada dalil azab kubur dalam al-Quran?



Sesungguhnya kenikmatan dan azab kubur disebutkan dalam al-Quran di beberapa tempat. (Sumber:
ar-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziah: hal.75).

Ayat Pertama:








Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam
tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
"Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena
kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (Qs. Al-Anam [6]: 93).



Kalimat ini ditujukan kepada mereka ketika mati. Malaikat memberitahukan, mereka sangat benar,
bahwa ketika itu orang-orang zalim diazab dengan azab yang menghinakan. Andai azab itu ditunda
hingga dunia kiamat, maka tidak mungkin dikatakan kepada mereka: Di hari ini kamu dibalas.

Ayat Kedua:

(45)
















Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung
oleh azab yang Amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang[1324], dan
pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke
dalam azab yang sangat keras. (Qs. Ghafir [40]: 45-46).
[1324] Maksudnya: dinampakkan kepada mereka neraka pagi dan petang sebelum hari berbangkit.

Disebutkan dua jenis azab secara jelas, tidak mengandung makna lain.

Ayat Ketiga:

( 45)









( 46)


(47)

45. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang
pada hari itu mereka dibinasakan,
46. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak
ditolong.
47. Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui[1427]. (Qs. Ath-Thur [52]: 45-47).
[1427] Yang dimaksud azab yang lain ialah adanya musim kemarau, kelaparan malapetaka yang
menimpa mereka, azab kubur dan lain-lain.





Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan azab adalah azab bagi mereka dengan azab dalam
bentuk pembunuhan di dunia dan azab lainnya, juga azab bagi mereka di alam barzakh, azab di alam
barzakh lebih kuat, karena banyak diantara mereka yang mati tanpa azab di dunia. Pendapat yang
kuat, siapa yang mati diantara mereka diazab di alam barzakh, ada diantara mereka yang diazab di
dunia dengan azab pembunuhan dan jenis azab lainnya, ini adalah ancaman azab bagi mereka di dunia
dan di alam barzakh.

Ayat Ketiga:















Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum
azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (Qs. As-
Sajadah [32]: 21).




Abdullah bin Abbas memahami ayat ini bahwa maksudnya adalah azab kubur, karena Allah Swt
meberitahukan bahwa bagi mereka dua azab; yang dekat (di dunia) dan yang besar (di akhirat). Allah
Swt memberitahukan bahwa Ia merasakan bagi mereka sebagian dari azab yang dekat (di dunia) agar
mereka kembali (ke jalan yang benar), ini menunjukkan bahwa masih tersisa azab lain dari azab yang
dekat (di dunia) yang akan ditimpakan bagi mereka setelah azab di dunia. Oleh sebab itu disebutkan:
[ ] Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian dari azab
yang dekat (di dunia).
Tidak dikatakan: [ ] Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka
azab yang dekat. Fikirkanlah !

Hadits-Hadits Azab Kubur.




- -



.

.
.





Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw melewati dua kubur, beliau bersabda: Kedua
penghuni kubur ini diazab, mereka diazab bukan karena dosa besar, salah satu dari mereka tidak
menutup ketika buang air kecil, salah satu dari mereka berjalan membawa ucapan orang lain (gosip).
Kemudian Rasulullah Saw mengambil satu pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua
bagian, kemudian menanamkan dua bagian tersebut ke kedua makam itu. Para shahabat bertanya:
Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan ini?. Rasululullah Saw menjawab: Semoga azab
keduanya diringankan selama pelepah kurma ini basah. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan
Muslim).

Hadits Kedua:

- -

- -

. .


. .


.

.
. .

.
. .
Ketika Rasulullah Saw melewati kebun Bani Najjar, beliau menunggang Bighal (lebih besar dari
keledai, lebih kecil dari kuda), kami (para shahabat) bersama beliau, tiba-tiba Bighal itu liar, nyaris
membuat Rasulullah Saw jatuh, ada enam atau lima atau empat kubur demikian dinyatakan al-
Jurairi- Rasulullah Saw bertanya: Siapakah yang mengenal kubur siapakah ini?. Seorang laki-laki
menjawab: Saya.
Rasulullah Saw bertanya: Bilakah mereka meninggal dunia?. Laki-laki itu menjawab: Mereka mati
dalam keadaan musyrik. Rasulullah Saw berkata: Ummat ini disiksa di dalam kubur mereka,
kalaulah bukan karena kamu akan takut dikubur, pastilah aku berdoa kepada Allah supaya
memperdengarkan kepada kamu azab kubur yang aku dengar. Kemudian Rasulullah Saw menghadap
kami seraya berkata: Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab neraka. Kami ucapkan:
Kami berlindung kepada Allah dari azab neraka. Rasulullah Saw berkata: Mohonkanlah
perlindungan kepada Allah dari azab kubur. Kami ucapkan: Kami berlindung kepada Allah dari
azab kubur. Rasulullah Saw berkata: Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab yang
tampak dan yang tak tampak. Mereka mengucapkan: Kami berlindung kepada Allah dari azab yang
terlihat dan tidak terlihat. Rasulullah Saw berkata: Mohonkanlah perlindungan dari azab dajal.
Mereka mengucapkan: Kami berlindung kepada Allah dari azab dajal. (Hadits riwayat Muslim).

Hadits Ketiga:






















Apabila salah seorang kamu selesai dari tasyahud akhir, maka mohonkanlah perlindungan kepada
Allah dari empat perkara: dari azab jahanam, dari azab kubur, dari azab hidup dan mati dan dari azab
al-masih dajal. (Hadits riwayat Ibnu Majah).

Hadit Keempat:

- -


- -
.







Dari Abu Ayyub, ia berkata: Rasulullah Saw keluar ketika matahari telah tenggelam, Rasulullah Saw
mendengar suatu suara, beliau berkata: Ada orang Yahudi yang disiksa di kuburnya. (Hadits riwayat
Imam al-Bukhari dan Muslim).
Hadits Kelima:






-



-


.



.
Dari Aisyah, ia berkata: Dua orang perempuan tua Yahudi kota Madinah menemui Aisyah seraya
berkata: Sesungguhnya penghuni kubur diazab di dalam kubur mereka, maka saya mendustakan
mereka, saya tidak nyaman untuk mempercayai mereka, lalu kedua orang itu pergi, kemudian
Rasulullah Saw datang, lalu saya berkata kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada
dua orang perempuan Yahudi, saya sebutkan hal itu kepada Rasulullah Saw, beliau bersabda: Kedua
perempuan Yahudi itu benar, penghuni kubur diazab di dalam kubur, azab mereka dapat didengar
semua hewan. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw selesai shalat melainkan memohon
perlindungan dari azab kubur. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

AMAL UNTUK ORANG MENINGGAL

Haji.

:
"
. "
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap
Rasulullah Saw seraya berkata: sesungguhnya ibu saya bernazar untuk melaksanakan ibadah haji. Ia
belum melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia meninggal dunia. Apakah saya boleh
menghajikannya?. Rasulullah Saw menjawab: Ya, laksanakanlah haji untuknya. Menurut
pendapatmu, jika ibumu punya hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laksanakanlah,
karena hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.


- -
.


. .
.



. .
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw mendengar seorang laki-laki mengucapkan: Aku
menyambut panggilan-Mu untuk Syubrumah.
Rasulullah Saw bertanya: Siapakah Syubrumah?.
Ia menjawab: Saudara saya, atau: Kerabat saya.
Rasulullah Saw bertanya: Apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?.
Ia menjawab: Belum.
Rasulullah Saw berkata: Laksanakanlah haji untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah.
(HR. Abu Daud).

Puasa.


- - - -

.





Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang mati, ia masih punya hutang puasa,
maka walinya melaksanakan puasa untuknya. (Hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahkan
Imam Muslim memuatnya dalam Bab: Qadha Puasa Untuk Mayat).
Apa pendapat ulama tentang hadits ini?
: " "


:




.






Imam al-Baihaqi berkata dalam al-Khilafiyyat: Masalah ini (masalah puasa untuk mayat) adalah
kuat, saya tidak mengetahui ada perbedaan di kalangan ahli hadits tentang keshahihannya, oleh sebab
itu wajib diamalkan. Kemudian al-Baihaqi menyebutkan dengan sanadnya kepada Imam Syafii,
Imam Syafii berkata: Semua yang aku katakan, ternyata ada hadits shahih dari nabi yang berbeda
dengan itu, maka ambillah hadits, jangan ikuti pendapatku. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani: juz. 6, hal. 212).

Sedekah.

.
Dari Saad bin Ubadah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu saya
meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?. Rasulullah Saw menjawab: Ya. Saya
bertanya: apakah sedekah yang paling utama?. Rasulullah Saw menjawab: Memberi air minum.
(Hadits riwayat an-Nasai, status hadits ini: hadits hasan menurut al-Albani).
Bacaan Al-Quran.
:

.
Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Mayat, semua
kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin
berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Quran) dan menghadiahkan bacaannya kepada orang yang
sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka ini sudah menjadi Ijma.
(Fiqh as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq: juz.1, hal.569).

Pendapat Imam Ibnu Qayyim al-Jauziah Murid Imam Ibnu Taimiah:




Adapun bacaan al-Quran dan menghadiahkan bacaannya secara sukarela tanpa upah, maka pahalanya
sampai sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji.
(sumber: kitab ar-Ruh, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, halaman: 142).

Bacaan al-Quran Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.


(Dikutip Dari Kitab: al-Fiqh al-Islmy wa Adillatuhu [The Islamic Jurisprudence and Its
Evidences]. Penulis: Syekh Wahbah az-Zuhaili. Juz. 1, Hal. 1579 - 1581. Dar al-Fikr,
Damascus. Cetakan ke: IV, tahun 1418H/1997M.
:
:[1]


{ : } :
: } { ]: [ 10/59:]
[19/47
.
[2] : :
:
:
: :
: :[ 3]
.
: :

.
Kelima: Bacaan al-Quran Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia dan Menghadiahkan
Pahala Bacaannya Kepada Orang Yang Telah Meninggal Tersebut.

Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama ahli Fiqh [4]:
a. Ulama telah Ijma (kesepakatan) bahwa orang yang telah maninggal dunia mendapat
manfaat dari doa dan permohonan ampunan (istighfar) dari orang yang masih hidup, seperti
doa:

Ya Allah ampunilah dia, ya Allah kasihilah dia.
Sedekah, menunaikan kewajiban-kewajiban yang bersifat badani (fisik) dan maly (harta)
yang bisa diwakilkan seperti ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt:













Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya
Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu
dari kami. (Qs. Al-Hasyr [59]: 10). Dan firman Allah:


Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. (Qs. Muhammad [47]: 19).
Doa Rasulullah Saw untuk Abu Salamah ketika ia meninggal dunia dan doa beliau
untuk mayat yang beliau shalatkan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Auf bin
Malik dan setiap mayat yang dishalatkan.
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, ibu saya telah
meninggal, jika saya bersedekah, apakah sedekah itu bermanfaat baginya?. Rasulullah
Saw menjawab, Ya[5].
Seorang perempuan datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata, Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan ibadah haji, saya dapati ayah saya telah lanjut
usia, ia tidak mampu duduk tetap diatas hewan tunggangan, bolehkah saya melaksanakan
ibadah haji untuknya?. Rasulullah Saw menjawab, Jika ayahmu memiliki hutang, apakah
menurutmu engkau dapat membayarkannya?. Perempuan itu menjawab, Ya. rasulullah
Saw berkata, Hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan [6].
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, Ibu saya telah meninggal dunia, ia
memiliki hutang puasa satu bulan. Apakah saya melaksanakan puasa untuknya?.
Rasulullah menjawab, Ya.
Imam Ibnu Qudamah berkata, Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih. Di
dalamnya terkandung dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia mendapatkan manfaat
dari semua ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, karena puasa, doa dan
permohonan ampunan (istighfar) adalah ibadah-ibadah badani (fisik). Allah Swt
menyampaikan manfaatnya kepada orang yang telah meninggal dunia, demikian juga
dengan ibadah-ibadah yang lain.

:

.
:
.
B. Para ulama berbeda pendapat tentang sampainya pahala ibadah yang bersifat badani
(fisik) murni seperti shalat, bacaan al-Quran dan lainnya, apakah sampai kepada orang lain.
Ada dua pendapat. Menurut pendapat mazhab Hanafi, Hanbali, generasi terakhir mazhab
Syafii dan Maliki menyatakan bahwa pahala bacaan al-Quran sampai kepada mayat jika
dibacakan di hadapannya, atau dibacakan doa setelah membacanya, meskipun telah
dikebumikan, karena rahmat dan berkah turun di tempat membaca al-Quran tersebut dan
doa setelah membaca al-Quran itu diharapkan maqbul atau diperkenankan Allah Swt.
Sedangkan menurut pendapat generasi awal mazhab Maliki dan menurut pendapat yang
masyhur menurut generasi awal mazhab Syafii menyatakan: balasan pahala ibadah
mahdhah (murni) tidak sampai kepada orang lain.

:
: :
.
: :

.[7]
:

.
Menurut mazhab Hanafi: menurut pendapat pilihan, tidak makruh mendudukkan para
pembaca al-Quran untuk membacakan al-Quran di kubur. Mereka berpendapat tentang
menghajikan orang lain, orang boleh memberikan balasan pahala amalnya kepada orang
lain, maka shalat adalah amalnya, atau puasa, atau sedekah atau amal lainnya. Dan itu
tidak mengurangi balasan amalnya walau sedikit pun.
Menurut mazhab Hanbali: boleh membaca al-Quran di kubur, berdasarkan hadits: Siapa
yang masuk ke pekuburan, lalu ia membaca surat Yasin, maka azab mereka hari itu
diringankan dan ia mendapatkan balasan pahala sejumlah kebaikan yang ada di dalamnya.
Dan hadits: Siapa yang ziarah kubur orang tuanya, lalu ia membaca Yasin di kubur orang
tuanya, maka ia diampuni[8].
Menurut mazhab Maliki: makruh hukumnya membaca al-Quran untuk mayat dan diatas
kubur, karena bukan amalan kalangan Salaf. Akan tetapi generasi terakhir mazhab Maliki
menyatakan: boleh membaca al-Quran dan zikir, kemudian balasan pahalanya dihadiahkan
kepada mayat. Maka mayat akan mendapatkan balasan pahalanya insya Allah.

:
.
. .
:
.
Generasi awal mazhab Syafii berpendapat: menurut pendapat yang masyhur bahwa mayat
tidak mendapatkan pahala selain dari balasan amalnya sendiri seperti shalat qadha yang
dilaksanakan untuknya atau ibadah lainnya dan bacaan al-Quran. Sedangkan ulama
mazhab Syafii generasi terakhir menyatakan: pahala bacaan al-Quran sampai kepada
mayat, seperti bacaan al-Fatihah dan lainnya. Demikian yang dilakukan banyak kaum
muslimin. Apa yang dianggap kaum muslimin baik, maka itu baik di sisi Allah. Jika menurut
hadits shahih bahwa bacaan al-Fatihah itu mendatangkan manfaat bagi orang hidup yang
tersengat binatang berbisa dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, Darimana
engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah?. Maka tentulah bacaan al-Fatihah itu
lebih mendatangkan manfaat bagi orang yang telah meninggal dunia.

:
:

:
.
: :: .


.
Dengan demikian maka generasi belakangan mazhab Syafii sama seperti tiga mazhab
diatas: bahwa pahala bacaan al-Quran sampai kepada mayat. Imam as-Subki berkata,
Menurut dalil yang terkandung dalam Khabar berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-
Quran dibaca dengan niat agar mendatangkan manfaat bagi mayat dan meringankan
azabnya, maka itu mendatangkan manfaat baginya, karena menurut hadits shahih bahwa
jika surat al-Fatihah itu dibacakan kepada orang yang tersengat binatang berbisa, maka itu
bermanfaat baginya dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, Darimana
engkau tahu bahwa surat al-Fatihah itu ruqyah?. Jika surat al-Fatihah bermanfaat bagi
orang yang masih hidup jika memang diniatkan untuk itu-, maka tentulah lebih bermanfaat
bagi mayat. Al-Qadhi Husein memperbolehkan memberikan upah kepada orang yang
membacakan al-Quran untuk mayat. Ibnu ash-Shalah berkata, ia mesti mengucapkan, Ya
Allah, sampaikanlah balasan pahala yang kami baca kepada si fulan. Ia jadikan sebagai
doa. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini apakah dekat atau jauh, mesti yakin bahwa
bacaan tersebut mendatangkan manfaat. Karena jika doa bermanfaat bukan hanya bagi
orang yang berdoa, maka berarti itu juga berlaku pada sesuatu yang lebih utama daripada
doa (yaitu bacaan al-Quran). Ini tidak hanya berlaku pada bacaan al-Quran, akan tetapi
berlaku pada semua amal.

Bagaimana Hadits Yang Menyatakan Yang Mengalir Hanya Tiga Perkara? Yang lain terputus?















Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah,
ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. at-Tirmidzi dan an-
Nasai).

Yang dimaksud dengan kalimat: [
] putuslah amalnya. Maksudnya adalah: amal
manusia yang mati tersebut terputus, terhenti, ia tidak dapat beramal lagi. Bukan amal orang
lain kepadanya terputus, karena amal orang lain tetap mengalir kepadanya, seperti badal
haji, shalat jenazah, doa dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan di atas berdasarkan
hadits-hadits shahih.

: 289/1: : 473/1: 844/1:[ 1]


570-566/2: 70-69/3: 568/1580: : 423/1:
.464/1: 191/2:
. [ 2]
.( 285/4:[ ) 3]
[4] Ad-Durr al-Mukhtar wa Radd al-Mukhtar: 1/844 dan setelahnya; Fath al-Qadir: 1/473;
Syarh ar-Risalah: 1/289; asy-Syarh al-Kabir: 1/423; asy-Syarh ash-Shaghir: 1/568 dan 580; Mughni
al-Muhtaj: 3/69-70; al-Mughni: 2/566-570; Kasyyaf al-Qina: 2/191; al-Muhadzdzab: 1/464.
[5] Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Juga diriwayatkan hadits seperti ini dari Saad bin
Ubadah.
[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasai dari Abdullah bin az-Zubair (Nail al-
Authr: 4/285 dan setelahnya.
. [ 7]
Kedua hadits ini dhaif. Hadits yang pertama lebih dhaif daripada hadits yang kedua.
[8]
Demikian disebutkan Imam as-Suyuthi dalam al-Jami.

ZIKIR JAHR BERAMAI-RAMAI

ZIKIR JAHR BERAMAI-RAMAI.

Banyak ayat-ayat al-Quran menyebut kata zikir dalam bentuk jamak.


Firman Allah Swt:




(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.
(Qs. Al Imran [3]: 191).
Firman Allah Swt:










Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(Qs. Al-Ahzab [33]: 35).
Firman Allah Swt:


( 41)

(42)
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (Qs. Al-Ahzab [33]: 41-42).

Hadits-Hadits Tentang Zikir Beramai-ramai.


Hadits Pertama:
:
:
: : :
: : :
: : :

:

: :

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Swt memiliki para
malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir, apabila para malaikat itu menemukan
sekelompok orang berzikir, maka para malaikat itu saling memanggil: Marilah kamu datang kepada
apa yang kamu cari. Para malaikat itu menutupi majlis zikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga
ke langit dunia. Tuhan mereka bertanya kepada mereka, Allah Maha Mengetahui daripada mereka:
Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?. Malaikat menjawab: Mereka bertasbih mensucikan-Mu,
bertakbir mengagungkan-Mu, bertahmid memuji-Mu, memuliakan-Mu. Allah bertanya: Apakah
mereka pernah melihat Aku?. Malaikat menjawab: Demi Allah, mereka tidak pernah melihat
Engkau. Allah berkata: Bagaimana jika mereka melihat Aku?. Para malaikat menjawab: Andai
mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka lebih kuat, pengagungan mereka lebih hebat, tasbih
mereka lebih banyak. Allah berkata: Apa yang mereka mohon kepada-Ku?. Malaikat menjawab:
Mereka memohon surga-Mu. Allah berkata: Apakah mereka pernah melihat surga?. Malaikat
menjawab: Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya. Allah berkata: Bagaimana jika mereka
melihatnya?. Malaikat menjawab: Andai mereka pernah melihat surga, pastilah mereka lebih
bersemangat untuk mendapatkannya, lebih berusaha mencarinya dan lebih hebat keinginannya. Allah
berkata: Apa yang mereka mohonkan supaya dijauhkan?. Malaikat menjawab: Mereka mohon
dijauhkan dari neraka. Allah berkata: Apakah mereka pernah melihat neraka?. Malaikat menjawab:
Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya. Allah berkata: Bagaimana jika mereka pernah
melihatnya?. Malaikat menjawab: Pastilah mereka lebih kuat melarikan diri dari nereka dan lebih
takut. Allah berkata: Aku persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni orang-orang
yang berzikir itu. Ada satu malaikat berkata: Ada satu diantara mereka yang bukan golongan orang
berzikir, mereka datang karena ada suatu keperluan saja. Allah berkata: Mereka adalah teman duduk
yang tidak menyusahkan teman duduknya. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi
dan Ahmad bin Hanbal).

Hadits Kedua:
: :

:

.
Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah Saw keluar menemui kami, ia berkata: Wahai manusia,
sesungguhnya Allah Swt memiliki sekelompok pasukan malaikat yang menempati dan berhenti di
majlis-majlis zikir di atas bumi, maka nikmatilah taman-taman surga. Para shahabat bertanya: Di
manakah taman-taman surga itu?. Rasulullah Saw menjawab: Majlis-majlis zikir. Maka pergilah,
bertenanglah dalam zikir kepada Allah dan jadikanlah diri kamu berzikir mengingat Allah. Siapa yang
ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat bagaimana kedudukan Allah
bagi dirinya. sesungguhnya Allah menempatkan seorang hamba di sisi-Nya sebagaimana hamba itu
menempatkan Allah bagi dirinya. (Hadits riwayat Al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

Hadits ini sanadnya shahih, tapi tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Hadits Ketiga:
:
. :
Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Apabila kamu melewati taman surga, maka
nikmatilah, para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah taman surga itu?. Rasulullah Saw
menjawab: Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majlis zikir. (HR. At-Tirmidzi).
Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Hasan. (Dalam Shahih wa Dhaif Sunan at-
Tirmidzi).

Hadits Keempat:








Dari Abu Said al-Khudri, ia berkata: Muawiyah pergi ke masjid, ia berkata: Apa yang membuat
kamu duduk?. Mereka menjawab: Kami duduk berzikir mengingat Allah. Ia bertanya: Demi
Allah, apakah kamu duduk hanya karena itu?. Mereka menjawab: Demi Allah, hanya itu yang
membuat kami duduk. Muawiyah berkata: Aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku
menuduh kamu, tidak seorang pun yang kedudukannya seperti aku bagi Rasulullah Saw yang hadits
riwayatnya lebih sedikit daripada aku, sesungguhnya Rasulullah Saw keluar menemui halaqah
(lingkaran) majlis zikir para shahabatnnya, Rasulullah Saw bertanya: Apa yang membuat kamu
duduk?. Para shahabat menjawab: Kami duduk berzikir dan memuji Allah karena telah memberikan
hidayah Islam dan nikmat yang telah Ia berikan kepada kami. Rasulullah Saw berkata: Demi Allah,
kamu hanya duduk karena itu?. Mereka menjawab: Demi Allah, kami duduk hanya karena itu.
Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh
kamu, sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia memberitahukan kepadaku bahwa
Allah membanggakan kamu kepada para malaikat. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).
Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Shahih. (Dalam Shahih wa Dhaif Sunan at-
Tirmidzi).

Hadits Kelima:


:



Salman al-Farisi bersama sekelompok shahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka,
Rasulullah Saw datang kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan
Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya: Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat turun
kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu. (Hadits riwayat Imam al-Hakim).
Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

Ini hadits shahih, tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.
Komentar Imam adz-Dzahabi:
:
Komentar Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish: Hadits Shahih.

Hadits Keenam:
:
" :


. "
Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata: Rasulullah Saw apabila telah salam dari shalat, ia
mengucapkan dengan suara yang tinggi:




Komentar Syekh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: Hadits Shahih.
Hadits Ketujuh:
- -













.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah Swt berfirman: Aku menurut
prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia berzikir mengingat Aku. Jika ia berzikir
sendirian, maka Aku menyebutnya di dalam diriku. Jika ia berzikir bersama kelompok orang banyak,
maka aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat
satu jengkal kepadaku, maka Aku mendekat satu hasta kepdanya. Jika ia mendekat satu hasta, maka
Aku mendekat satu lengan kepadanya. Jika ia datang berjalan, maka Aku akan datang kepadanya
dengan berlari. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedelapan:









.- -
.



Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir setelah selesai shalat wajib sudah ada sejak zaman
Rasulullah Saw. Ibnu Abbas berkata: Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku
mendengarnya (zikir dengan suara jahr). (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kesembilan:


Tidaklah sekelompok orang berzikir mengingat Allah, melainkan para malaikat mengelilingi mereka,
mereka diliputi rahmat Allah, turun ketenangan kepada mereka dan mereka dibanggakan Allah kepada
para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).
Komentar Syekh al-Albani dalam shahih wa dhaif Sunan at-Tirmidzi: Hadits Shahih.

Hadits Kesepuluh:
:


Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Sekelompok orang berkumpul berzikir
mengingat Allah, tidak mengharapkan kecuali keagungan Allah, maka ada malaikat dari langit yang
memanggil mereka: Berdirilah kamu, dosa-dosa kamu telah diganti dengan kebaikan.
Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab al-Musnad.
Komentar Syekh Syuaib al-Arnauth tentang hadits ini:

Shahih li ghairihi, sanad ini sanad hasan.

Hadits Kesebelas:



.
Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Aku berzikir mengingat Allah bersama orang
banyak setelah shalat shubuh hingga terbit matahari lebih aku sukai daripada terbitnya matahari. Aku
berzikir bersama orang banyak setelah shalat ashar hingga tenggelam matahari lebih aku sukai
daripada dunia dan seisinya. (Hadits riwayat Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Jami ash-Shaghir
dengan tanda: Hadits Hasan).

Pendapat Ulama Tentang Zikir Jahr.


Pendapat Imam as-Suyuthi:

.
-




Pertanyaan ditujukan kepada Imam as-Suyuthi tentang kebiasaan kalangan Tasauf membuat lingkaran
zikir dan berzikir jahr di masjid-masjid serta mengeraskan suara ketika ber-tahlil, apakah itu makruh
atau tidak?
Jawaban:
Perbuatan itu tidak makruh, terdapat beberapa hadits yang menganjurkan zikir jahr dan hadits-hadits
yang menganjurkan zikir sirr. Kombinasi antara keduanya bahwa jahr dan sirr berbeda sesuai
perbedaan kondisi dan orang yang berzikir, sebagaimana yang digabungkan Imam an-Nawawi tentang
hadits-hadits berkaitan dengan anjuran membaca al-Quran dengan cara jahr dan sirr.
(al-Hawi li al-Fatawa, Imam as-Suyuthi, juz.II, hal.81. lihat selengkapnya, Imam as-Suyuthi memuat
25 hadits tentang zikir jahr).

Pendapat Syekh Abdul Wahhab asy-Syarani:


)

.(
Syekh Abdul Wahhab asy-Syarani berkata: Para ulama sepakat bahwa wajib bagi seorang murid
men-jahr-kan zikir dengan kekuatan yang sempurna hingga tidak ada yang luang melainkan bergetar
dari atas kepala hingga jari-jari kedua kaki. (Al-Anwar al-Qudsiyyah, juz.1 hal, 38).

Bagaimana Dengan Ayat Memerintahkan zikir Sirr?



Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan

tidak mengeraskan suara.


(Qs. al-Araf [7]: 205).
Imam as-Suyuthi memberikan jawaban dalam kitab Natijat al-Fikr fi al-Jahr bi adz-Dzikr:
:


:
.
Pertama: ayat ini turun di Mekah, karena bagian dari surat al-Araf, surat ini turun di Mekah, seperti
ayat dalam surat al-Isra: Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah
pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Qs. al-Isra [17 ]: 110), ayat ini
turun ketika Rasulullah Saw membaca al-Quran secara jahr lalu didengar orang-orang musyrik, lalu
mereka mencaci maki al-Quran dan Allah yang menurunkannya, maka Allah memerintahkan agar
jangan membaca jahr untuk menutup pintu terhadap perbuatan tersebut, sebagaimana dilarang
mencaci-maki berhala dalam ayat: Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan. (Qs. al-Anam [6 ]: 108).
:



Kedua: sekelompok ahli Tafsir, diantara mereka Abdurrahman bin Yazid bin Aslam guru Imam Malik
dan Ibnu Jarir memaknai perintah zikir sirr ini ketika ada bacaan al-Quran. Diperintahkan zikir sirr
ketika ada bacaan al-Quran untuk mengagungkan al-Quran. Ini kuat hubungannya dengan ayat:
Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang
agar kamu mendapat rahmat. (Qs. al-Araf [7 ]: 204).
:

Ketiga: Sebagaimana yang disebutkan para ulama Tasauf bahwa perintah dalam ayat ini khusus
kepada Rasulullah Saw, adapun kepada selain Rasulullah Saw maka mereka adalah tempatnya was-
was dan lintasan hati, maka diperintahkan zikir jahr karena zikir jahr itu lebih kuat pengaruhnya dalam
menolak was-was.

Bagaimana Dengan Ayat Yang Memerintahkan Sirr?



Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Qs. Al-Araf [ ]: 55).

Jawaban:
:
) :


.(
Pertama: Pendapat yang kuat tentang makna melampaui batas dalam ayat ini adalah melampaui batas
yang diperintahkan, atau membuat-buat doa yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam,
diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, ia mendengar anaknya berdoa: Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu istana yang putih di sebelah kanan surga, maka Abdullah bin Mughaffal berkata: Aku
pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Ada di antara ummatku suatu kaum yang melampaui
batas dalam berdoa dan bersuci. Kemudian ia membaca ayat ini: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. (Qs. Al-Araf [ 7]: 55). Ini penafsiran seorang shahabat nabi tentang ayat ini, ia
lebih mengetahui maksud ayat ini.
:
.
Kedua: ayat ini tentang doa, bukan tentang zikir. Doa secara khusus lebih utama
dengan sirr, karena lebih dekat kepada dikabulkan, sebagaimana firman Allah: Yaitu
tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Qs. Maryam [19]: 3).

MASALAH TAWASSUL

MASALAH TAWASSUL.
Makna Tawassul menurut Bahasa: Mendekatkan diri.
:
Saya bertawassul kepada si fulan dengan anu. Maknanya: Saya mendekatkan diri kepadanya.
(Sumber: Tafsir ath-Thabari, juz.10, hal.290).
Makna Wasilah:
:
Wasilah adalah: sesuatu yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
(Sumber: Tafsir Ibn Katsir, juz.3, hal.103).

Ber-tawassul Dengan Amal Shaleh.



- - -

-


.




:



:

- - .






.




.

- - .




. .



. .
.
.
Abdullah bin Umar berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Ada tiga orang sebelum
kamu melakukan perjalanan, lalu mereka bernaung di sebuah gua, mereka masuk ke dalamnya, lalu
ada satu buah batu besar jatuh dari atas bukit dan menutup pintu gua itu. Mereka berkata: Tidak ada
yang dapat menyelamatkan kamu dari batu besar ini kecuali kamu berdoa kepada Allah dengan amal
shaleh kamu.
Salah satu dari mereka bertiga berkata: Ya Allah, saya mempunyai dua orang tua yang sudah
tua renta, tidak seorang pun yang lebih saya dahulukan daripada mereka berdua, baik dalam urusan
keluarga maupun harta. Suatu hari mereka meminta sesuatu kepada saya. Saya belum menyenangkan
mereka hingga mereka tertidur. Maka saya siapkan susu untuk mereka berdua, saya dapati mereka
berdua sudah tertidur, saya tidak ingin lebih mendahulukan yang lain; keluarga dan harta daripada
mereka berdua. Maka saya terdiam, cangkir berada di tangan saya, saya menunggu mereka berdua
terjaga, hingga terbit fajar. Mereka berdua pun terjaga, lalu mereka minum. Ya Allah, jika yang aku
lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini dan dari
batu besar ini. Maka gua itu terbuka sedikit, mereka belum bisa keluar.
Orang kedua berkata: Ya Allah, saya mempunyai sepupu perempuan, dia orang yang paling
saya cintai, saya menginginkan dirinya. Ia menahan dirinya hingga berlalu beberapa tahun lamanya. Ia
datang kepada saya, lalu saya beritakan seratus dua puluh Dinar kepadanya agar ia mau berdua-duaan
dengan saya. Ia pun melakukannya, sampai saya mampu untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Ia
berkata: Aku tidak halalkan bagimu untuk melepas cincin kecuali dengan kebenaran. Saya merasa
berat untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Maka saya pun pergi meninggalkannya, padahal ia orang
yang paling saya cintai, saya pun meninggalkan uang emas yang telah saya berikan. Ya Allah, jika
yang saya lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua
ini. Maka pintu gua itu pun terbuka sedikit, hanya saja mereka masih belum mampu keluar.
Orang yang ketiga berkata: Ya Allah, saya mempekerjakan para pekerja, saya memberikan
gaji kepada mereka. Hanya saja ada seorang laki-laki yang tidak mengambil gajinya, ia pergi. Maka
saya mengembangkan gajinya hingga menjadi harta yang banyak. Lalu setelah berapa lama ia datang
lagi dan berkata: Wahai hamba Allah, bayarkanlah gaji saya. Saya katakana kepadanya: Semua
yang engkau lihat ini adalah dari gajimu; ada unta, lembu, kambing dan hamba sahaya. Pekerja itu
berkata: Wahai hamba Allah, janganlah engkau mengejek. Saya jawab: Saya tidak mengejekmu.
Maka pekerja itu pun mengambil semuanya, ia membawanya, tidak meninggalkan walau sedikit pun.
Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari
gua ini. Maka batu besar itu pun bergeser (gua terbuka), lalu mereka pun pergi keluar melanjutkan
perjalanan.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw.


Riwayat Tentang Ber-tawassul Sebelum Nabi Muhammad Saw Lahir ke Dunia.
: :
:
:

:

Dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Ketika Adam melakukan kesalahan,
ia berkata: Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu berkat kebenaran Muhammad, ketika Engkau
mengampuni aku. Allah berkata: Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal
Aku belum menciptakannya?. Nabi Adam as menjawab: Ya Allah, karena ketika Engkau
menciptakan aku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ke dalam diriku dari ruh-Mu dan aku engkat
kepalaku, aku lihat di tiang Arsy tertulis: Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Maka
aku pun mengetahui bahwa Engkau tidak akan menambahkan sesuatu kepada nama-Mu melainkan
nama orang yang paling Engkau cintai. Allah berfirman: Engkau benar wahai Adam, sesungguhnya
Muhammad itu makhluk yang paling aku cintai. Berdoalah berkat dirinya, Aku telah mengampuni
engkau. Kalaulah bukan karena Muhammad, maka Aku tidak akan menciptakan engkau.
Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini. Adz-Dzahabi menyatakan ini hadits palsu. Akan
tetapi Imam al-Hakim menyebutkan hadits ini dalam al-Mustadrak, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-
Hafizh as-Suyuthi dalam al-Khashaish an-Nabawiyyah, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Baihaqi
dalam Dalail an-Nubuwwah, padahal Imam al-Baihaqi tidak meriwayatkan hadits palsu, begitu ia
nyatakan dalam muqaddimah kitabnya. Juga dinyatakan shahih oleh Imam al-Qasthallani dan az-
Zarqani dalam al-Mawahib al-Ladunniyyah, as-Subki dalam Syifa as-Saqam.

Imam Ibnu Taimiah Berdalil Dengan Hadits Yang Semakna Dengan Hadits Ini:



:






:








Diriwayatkan bahwa Allah telah menuliskan nama Muhammad di Arsy, di surga, di pintu-pintunya,
di kubah-kubahnya dan di dedaunannya. Diriwayatkan beberapa riwayat yang sesuai dengan hadits-
hadits shahih yang menjelaskan agar mengagungkan nama Muhammad dan memuliakan sebutannya
pada saat itu. Telah disebutkan sebelumnya lafaz hadits yang terdapat dalam al-Musnad, dari Maisarah
al-Fajr, ketika dikatakan kepada Rasulullah Saw: Sejak bilakah engkau menjadi nabi?. Rasulullah
Saw menjawab: Sejak Adam antara ruh dan jasad.
Diriwayatkan oleh Abu al-Husein bin Basyran dari jalur rirwayat Syekh Abu al-Faraj bin al-
Jauzi dalam al-Wafa bi Fadhail al-Musthafa: Abu Jafar Muhammad bin Amr meriwayatkan kepada
kami, Ahmad bin Ishaq bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Shalih meriwayatkan
kepada kami, Muhammad bin Sinan al-Aufi meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin Thahman
meriwayatkan kepada kami, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin Sufyan bin Maisarah, ia
berkata: saya berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, sejak bilakah engkau menjadi nabi?.
Rasulullah Saw menjawab: Ketika Allah menciptakan bumi, kemudian Allah bersemayam di langit,
lalu Allah ciptakan tujuh langit, Allah menciptakan Arsy dan menuliskan di atas kaki Arsy:
Muhammad utusan Allah, penutup para nabi. Allah menciptakan surga yang didiami Adam dan Hawa,
dituliskan namaku di atas pintu-pintunya, dedaunannya, kubah-kubahnya dan kemahnya. Adam antara
ruh dan jasad. Ketika Allah menghidupkannya, ia melihat kepada Arsy, ia lihat namaku, maka Allah
memberitahukan kepada Adam, dia (Muhammad) adalah pemimpin anak cucumu. Ketika setan
menggoda Adam dan Hawa, maka Adam dan Hawa memohon pertolongan kepada Allah dengan
menyebut namaku (Muhammad).
Diriwayatkan oleh Abu Nuaim al-Hafizh dalam kitab Dalail an-Nubuwwah dan dari jalur
riwayat Syekh Abu al-Faraj, Sulaiman bin Ahmad meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Rasydin
meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Said al-Fihri meriwayatkan kepada kami, Abdullah bin
Ismail al-Madani meriwayatkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari Bapaknya,
dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Ketika Adam melakukan dosa, ia
mengangkat kepalanya seraya berkata: Wahai Tuhanku, berkat kebenaran Muhammad Engkau
mengampuni aku. Diwahyukan kepada Adam: Siapa Muhammad?. Adam menjawab: Wahai
Tuhanku, ketika Engkau menyempurnakan penciptaanku, aku angkat kepalaku ke Arsy-Mu, tiba-tiba
tertulis di atasnya: Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Maka aku pun mengetahui
bahwa dia (Muhammad) makhluk-Mu yang paling mulia bagi-Mu, karena Engkau mendekatkan
namanya bersama nama-Mu. Allah menjawab: Ya, Aku telah mengampunimu, dialah nabi terakhir
dari keturunanmu. Kalaulah bukan karena dia, maka Aku tidak akan menciptakan engkau. (Ibnu
Taimiah melanjutkan komentarnya): Hadits ini mendukung hadits sebelumnya. Kedua hadits ini
sebagai penjelasan hadits-hadits shahih.
(Sumber: Majmu Fatawa Imam Ibn Taimiah: Juz.2, hal.150-151).

Orang-Orang Yahudi Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw Sebelum Beliau Lahir:
:
:
.
:

: " " :
." "
Dari Ibnu Abbas: Yahudi Khaibar berperang dengan Ghathafan, ketika mereka bertempur, orang-
orang Yahudi mengalami kekalahan. Maka orang-orang Yahudi berdoa: Kami memohon kepada-Mu
berkat nabi yang tidak dapat membaca yang telah Engkau janjikan kepada kami yang Engkau
keluarkan di akhir zaman, tolonglah kami melawan Ghathafan. Apabila mereka menghadapi
Ghathafan, maka mereka berdoa dengan doa ini, lalu mereka pun dapat mengalahkan Ghathafan. Akan
tetapi ketika Rasulullah Saw tiba, mereka kafir kepada Rasulullah Saw, maka Allah turunkan ayat:
Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas
orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu
ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (Qs. al-Baqarah [2]: 89).
(Sumber: Tafsir al-Qurthubi: juz.2, hal.27).

Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Masih Hidup.


:
:
:
:



Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah Saw, datang seorang laki-laki buta mengadu tentang matanya, ia berkata:
Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang membimbing saya, ini berat bagi saya. Maka Rasulullah
Saw berkata: Pergilah ke tempat berwudhu, maka berwudhulah, kemudian shalatlah dua rakaat.
Kemudian ucapkan: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu
Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad aku menghadap denganmu kepada
Tuhanmu, maka tampakkanlah pandanganku, ya Allah jadikanlah ia penolong bagiku dan jadikan aku
dapat menolong diriku sendiri. Utsman berkata: Demi Allah, belum lama kami berpisah, belum
lama kami bercerita, lalu laki-laki itu masuk, seakan-akan ia tidak pernah buta sama sekali.
Komentar al-Hafizh al-Mundziri:




Diriwayatkan at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih gharib. Diriwayatkan an-Nasai dengan
lafaznya. Diriwayatkan Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Diriwayatkan al-Hakim,
ia berkata: Shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim). Imam ath-Thabrani berkata setelah
menyebutkan beberapa jalur periwayatannya: Hadits Shahih.
(Sumber: al-Hafizh al-Mundziri dalam at-Targhib wa at-Tarhib, juz.1, hal.272-273).

Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Sudah Wafat.






: :








Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, bahwa ada
seorang laki-laki akan menghadap Khalifah Utsman bin Affan untuk suatu urusan, maka ia pun
menemui Utsman bin Hunaif, ia mengadu kepada Utsman bin Hunaif, Utsman bin Hunaif berkata
kepadanya: Pergilah ke tempat wudhu, kemudian berwudhulah, kemudian pergilah ke masjid,
shalatlah dua rakaat, kemudian ucapkanlah: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap
kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, ya Muhammad aku menghadap
denganmu kepada Tuhanmu, agar Ia menunaikan hajatku, kemudian ucapkanlah hajatmu. Pergilah,
agar aku dapat pergi bersamamu. Maka laki-laki itu pun pergi, ia melakukan apa yang dikatakan
Utsman bin Hunaif. Kemudian ia datang ke pintu Utsman bin Affan, lalu Utsman mendudukkannya
bersamanya di atas karpet alas duduk, Utsman bin Affan bertanya: Apakah keperluanmu?. Laki-
laki itu pun menyebutkan keperluannya, lalu Utsman bin Affan menunaikannya. Kemudian Utsman
bin Affan berkata kepadanya: Engkau tidak menyebutkan keperluanmu hingga saat ini. Jika engkau
ada keperluan, maka datanglah kepada kami. Kemudian laki-laki itu pergi. Lalu ia menemui Utsman
bin Hunaif dan berkata: Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu, sebelumnya
Khalifah Utsman bin Affan tidak mau melihat keperluan saya dan tidak menoleh kepada saya hingga
engkau menceritakan tentang saya kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Demi Allah, saya tidak
pernah menceritakan tentangmu kepada Khalifah Utsman bin Affan, akan tetapi saya menyaksikan
Rasulullah Saw, seorang yang buta datang kepadanya mengadu kepadanya tentang penglihatannya
yang hilang, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: Apakah engkau bersabar?. Laki-laki buta itu
menjawab: Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya, berat bagi saya. Rasulullah Saw
berkata kepadanya: Pergilah engkau ke tempat wudhu, berwudhulah, kemudian shalatlah dua
rakaat, kemudian berdoalah dengan doa ini. Utsman bin Hunaif berkata: Demi Allah, tidak berapa
lama kami berpisah, tidak berapa lama kami bercerita, hingga laki-laki buta itu datang kepada kami,
seakan-akan ia tidak buta sama sekali.

Pendapat Ibnu Taimiah Terhadap Hadits ini:




:

Ath-Thabrani berkata: Yang meriwayatkan hadits ini adalah Syubah dari Abu Jafar, namanya Umar
bin Yazid, ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya), hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan
dari Syubah. Abu Abdillah al-Maqdisi berkata: Ini hadits shahih.
Saya (Ibnu Taimiah) katakan: ath-Thabrani menyebutkan hanya Utsman bin Umar yang
meriwayatkan, itu pengetahuan ath-Thabrani, karena riwayat Rauh bin Ubadah dari Syubah tidak
sampai kepada ath-Thabrani. Itu sanad yang shahih yang menjelaskan bahwa Utsman bin Umar tidak
meriwayatkan sendirian.
(Sumber: Majmu Fatawa Ibn Taimiah, at-Tawassul wa al-Wasilah, juz.1, hal.273).






Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunia dalam kitab Mujabi ad-Dua, ia berkata: Abu Hasyim
meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Saya mendengar Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifaah
berkata: Seorang laki-laki datang kepada Abdul Malik bin Said bin Abjar, ia meraba perut laki-laki
itu. Abdul Malik bin Said bin Abjar berkata: Engkau mengalami penyakit yang tidak dapat
disembuhkan. Orang itu bertanya: Apakah namanya?. Ia menjawab: Dubailah (Bisul besar yang
ada di dalam perut, biasanya orang yang terkena penyakit ini berakhir dengan kematian). Lalu laki-
laki itu berpaling seraya mengucapkan: Allah Allah Allah Tuhanku, aku tidak mempersekutukannya
dengan sesuatu apa pun. Ya Allah, aku menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad nabi
pembawa rahmat dan keselamatan, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap denganmu
kepada Tuhanmu dan Tuhanku agar ia merahmati aku dan apa yang menimpaku. Abdul Malik bin
Said bin Abjar kembali meraba perut laki-laki itu, ia berkata: Engkau telah sembuh, tidak ada
penyakit pada dirimu.
Komentar Ibnu Taimiah:
Doa seperti ini dan sejenisnya adalah doa yang biasa diucapkan kalangan Salaf.
(Sumber: Majmu Fatawa Ibn Taimiah: juz.1, hal.264).

Imam Ahmad bin Hanbal Memperbolehkan Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw:

:

Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam al-Mansak yang ditulis oleh al-Marwazi sahabatnya, bahwa
Imam Ahmad bin Hanbal bertawassul dengan nabi Muhammad Saw dalam doanya, akan tetapi selain
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Sesungguhnya ini bersumpah kepada Allah demi nabi Muhammad
Saw, tidak boleh bersumpah kepada Allah demi makhluk. Dalam salah satu riwayat dari Imam
Ahmad disebutkan bahwa Imam Ahmad membolehkan sumpah demi Nabi Muhammad Saw, dengan
demikian berarti Imam Ahmad membolehkan tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.
(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiah, juz.2, hal.422).

Takbir Ketika Sujud Tilawah.

.Hukum Takbir Pada Sujud Tilawah




-
-
.
Sujud Tilawah sama seperti sujud shalat, apabila seseorang sujud dalam shalat, maka ketika sujud itu
ia bertakbir, ketika bangun juga bertakbir, dalilnya adalah hadits shahih dari Rasulullah Saw bahwa
ketika beliau shalat bertakbir saat akan sujud dan bangun dari sujud, demikian diriwayatkan oleh para
shahabat dari hadits Abu Hurairah dan lainnya.
Adapun sujud Tilawah di luar shalat, tidak ada riwayat melainkan hanya takbir pada awalnya saja,
demikian yang diketahui umum sebagaimana yang diriwayatkan Abu Daud dan al-Hakim.
(Sumber: Majmu wa Maqalat Ibn Baz, juz.11, hal.221).
Mati Hari Jum'at.

Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa orang yang mati hari Jumat terpelihara dari adzab kubur, apakah ada
dalilnya?

Jawaban:
73 - (73) .




- -








.
73 Bab : Tentang orang yang meninggal dunia hari Jumat.
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Tidaklah seorang muslim yang meninggal hari Jumat atau malam Jumat melainkan Allah
memeliharanya dari azab kubur.
(HR. At-Tirmidzi).

"Apakah Jenazah Ini Baik?".

Pertanyaan:
Persaksian terhadap jenazah yang biasa kita lihat, dengan pertanyaan: Apakah jenazah
ini baik?. Lalu dijawab: Baik. Apakah ada dalilnya?

Jawaban:
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim:

- -
- -

.

- - .






.
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Mereka melewati jenazah, lalu

mereka memuji kebaikan jenazah itu. Rasulullah Saw bersabda:
Wajib. Kemudian mereka melewati jenazah lain, mereka mencela,
Rasulullah Saw bersabda: Wajib. Umar bin al-Khaththab berkata:
Apa yang wajib?. Rasulullah Saw menjawab: Jenazah yang kamu
puji baik, ia wajib masuk surga. Jenazah yang kamu cela, ia wajib
masuk neraka. Kamu adalah para saksi Allah di atas bumi. (HR. Al-
Bukhari dan Muslim).
Akan tetapi pujian dalam hadits ini murni dari orang yang ingin
memberikan persaksian, bukan direkayasa dengan ditanya: Apakah
jenazah ini baik?. Pertanyaan seperti ini akan membuat orang
berbohong, karena tidak ada yang akan menjawab : Tidak baik.

Posisi Tangan Mayat.

Pertanyaan:
Ustadz, ada yang mengatakan bahwa tangan mayat itu tidak dibuat seperti orang yang sedang shalat,
tapi dilepaskan saja. Apa benar demikian?

Jawaban:
Disebutkan Imam al-Khathib Syarbaini dalam kitab Mughni al-Muhtaj:

" .
Apakah kedua tangan mayat itu diletakkan di atas dada dengan posisi tangan kanan di atas tangan kiri
atau dilepaskan di samping sisi tubuh? Tidak ada riwayat tentang itu. Kedua cara itu baik dan sampai
pada tujuan.
Diposkan oleh somadmorocco di 21.20 Tidak ada komentar:

Allahummaghfir Lahu - Allahummaghfir Laha

Pertanyaan:
Ada ustadz yang mengatakan, meskipun mayat itu perempuan, atau dua orang,
atau tiga orang, tetap diucapkan: Allahummaghfir lahu. Tidak boleh dirubah
Allahummaghfir Laha atau Allahummaghfir Lahum. Apakah benar demikian
Ustadz?

Jawaban:
Jika mayatnya satu orang laki-laki, maka: Allahummaghfir Lahu.
Jika dua orang: Allahummaghfir Lahuma.
Jika tiga orang lebih: Allahummaghfir Lahum.
Jika satu orang perempuan: Allahummaghfir Laha.
Jika dua orang perempuan: Allahummaghfir Lahuma.
Jika tiga orang lebih: Allahummaghfir Lahunna.
Kata ganti (dhamir) dirubah sesuai yang meninggal.
Demikian menurut pendapat para ulama, diantaranya yang disebutkan Syekh
Abu Bakar terkenal dengan nama as-Sayyid al-Bakri bin as-Sayyid Muhammad
Syatha ad-Dimyathi dalam kitab Ianat ath-Thalibin. Berikut teksnya:

: ( :)
. .
.146 2 :)
Disebutkan Syekh Utsaimin, berikut teksnya:
:

:
" :
: ..."
.
: ...
: .
: .

:
.
- -
" :
" :
."....
) (.
:
:
:
:
: :
.
) :(.
Disebutkan Syekh Bin Baz, berikut teksnya:
" : . . "
" : "
.
) (.

: ...
: ...
) . (.

A.Q.I.Q.A.H

Sekapur Sirih.


Segala puja dan puji hanya milik Allah Swt, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah ke hadirat
junjungan semesta alam, Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam.
Aqiqah adalah salah satu dari sekian banyak amalan Sunnah Rasulullah Saw yang harus
terus dilaksanakan dan diwariskan ummat Islam kepada generasi selanjutnya. Namun dalam
pelaksanaannya banyak hal yang tidak sesuai syariat Islam, karena kelalaian dan kekurangan
ummatnya. Semoga buku saku yang singkat ini dapat menjadi pengingat yang terlupa tentang hukum-
hukum yang berkaitan dengan Aqiqah.
Akhirnya, kesempurnaan hanya milik Allah. Semoga ini menjadi amal jariyah yang terus
mengalir, bagian dari ilmu yang bermanfaat, amin ya Robbalalamin.

Wassalam.
Pekanbaru, 7 Syawal 1433H/25 Agustus 2012M.
Penyusun.

H. Abdul Somad, Lc., MA.


www.somadmorocco.blogspot.com

Definisi Aqiqah.
Aqiqah menurut bahasa adalah: rambut yang dibawa janin ketika lahir. Saat rambut tersebut akan
dicukur, maka disembelihkan kambing, maka kambing yang disembelih saat mencukur rambut
tersebut disebut dengan Aqiqah.
Aqiqah menurut istilah adalah:
.
Sembelihan yang disembelih untuk anak yang dilahirkan. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq: 3/326).

Dasar Aqiqah.
Aqiqah berdasarkan hadits Rasulullah Saw:
- -




.






Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Setiap anak tergadai dengan
Aqiqahnya, maka disembelihkan untuknya pada hari ke-tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.
(HR. Abu Daud).

Hukum Aqiqah.


.
Hukum Aqiqah itu Sunnat Muakkadah, meskipun seorang ayah dalam kesulitan (ekonomi).
Aqiqah dilaksanakan Rasulullah Saw dan para shahabat. Diriwayatkan oleh para penyusun kitab as-
Sunan bahwa Rasulullah Saw meng-aqiqah-kan Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing.
Menurut Imam al-Laits dan Imam Daud azh-Zhahiri hukum Aqiqah itu wajib. (Fiqh Sunnah, Sayyid
Sabiq: 3/326).

Hikmah Aqiqah.
Dalam kitab al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 4/285 disebutkan tentang hikmah Aqiqah adalah:


.
Ungkapan syukur kepada Allah Swt atas diberi rezeki seorang anak. Menumbuhkan keutamaan
berbagi dan sifat kedermawanan. Melembutkan hati keluarga, kerabat dan para sahabat dengan
mengumpulkan mereka dengan makan bersama. Menebarkan kasih sayang, cinta kasih dan
kebersamaan.

Jumlah Kambing Yang Disembelih.


Mazhab Maliki:
Satu ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan, berdasarkan
hadits riwayat Ibnu Abbas:

Rasulullah Saw meng-aqiqah-kan Hasan satu ekor kambing dan Husein satu ekor kambing.

Mazhab Syafii dan Hanbali:


Dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan, berdasarkan
hadits riwayat Aisyah:

Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama dan untuk satu orang anak perempuan satu ekor
kambing. (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Berdasarkan dua hadits diatas, jika disembelihkan satu ekor kambing untuk anak laki-laki,
maka hukumnya sah. Jika disembelihkan dua ekor untuk anak laki-laki, maka afdhal. Karena hadits
riwayat Ibnu Abbas mengandung makna boleh.

Hewan Selain Kambing.


Adapun menyembelih hewan selain kambing, maka pendapat ulama Fiqh:
.
Jika disembelihkan satu ekor unta atau satu ekor lembu untuk tujuh orang anak, maka hukumnya
boleh. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 4/286).

Waktu Penyembelihan.
Apakah hari ketujuh menjadi batasan, sehingga kurang atau lebih dari itu Aqiqah menjadi tidak sah?
Ulama Fiqh menjelaskan:


.
. :
Penyembelihan Aqiqah itu pada hari ke-tujuh setelah kelahirkan, jika memungkinkan. Jika tidak,
maka pada hari ke-14. Jika tidak memungkinkan, maka pada hari ke-21 sejak kelahirannya. Jika tidak
memungkinkan, maka kapan saja pada hari-hari berikutnya. Dalam hadits riwayat al-Baihaqi
disebutkan: Disembelihkan pada hari ke-7, ke-14 dan ke-21. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq: 3/328).

: :.
Mazhab Syafii dan Hanbali menyatakan: jika disembelihkan Aqiqah sebelum hari ketujuh atau
setelah hari ketujuh, maka tetap sah. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 4/286).

Aqiqah, Tanggung Jawab Siapa Terhadap Siapa?


Apakah Aqiqah itu tanggung jawab seorang Ayah terhadap anaknya saja? Atau seseorang dapat meng-
aqiqah-kan dirinya sendiri setelah ia dewasa?
:
.
. :
.
Menurut Mazhab Hanbali dan Maliki: yang meng-aqiqah-kan hanya ayah saja (terhadap anaknya).
Seorang anak tidak meng-aqiqah-kan dirinya sendiri setelah ia dewasa. Karena pensyariatan aqiqah itu
terhadap ayah, tidak dapat dilaksanakan orang lain.
Sekelompok ulama Mazhab Hanbali berpendapat: seseorang boleh meng-aqiqah-kan dirinya sendiri,
jika ia ingin melakukannya.
Aqiqah tidak hanya dilakukan saat masih kecil. Seorang ayah dapat meng-aqiqah-kan anaknya setelah
aqil baligh, karena tidak ada batasan akhir waktu untuk aqiqah. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu:
4/286).

Ucapan Saat Menyembelih Aqiqah.






Ya Allah, dari-Mu dan kepada-Mu Aqiqah si fulan.
Berdasarkan riwayat al-Baihaqi dengan Sanad yang Hasan.

. : :
Diriwayatkan Aisyah bahwa Rasulullah Saw meng-aqiqah-kan Hasan dan Husein dan berkata:
Ucapkanlah: dengan nama Allah, ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu Aqiqah si fulan.

Hukum Daging dan Kulit Aqiqah.



.
Hukum daging Aqiqah sama seperti daging kurban. Dagingnya dimakan, disedekahkan, tidak boleh
dijual meskipun sedikit. Disunnatkan agar dimasak, dimakan bersama keluarga dan orang lain di
rumah.
.
Imam Ahmad bin Hanbal -dalam satu riwayat- memperbolehkan menjual kulit dan kepala Aqiqah
kemudian mensedekahkan hasil penjualannya. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 4/287).

Memberi Nama dan Mencukur Rambut.




:
.
Termasuk amalan Sunnah memilihkan nama yang baik untuk anak, mencukur rambutnya dan
bersedekah seberat perak dari berat rambut tersebut, jika memungkinkan. Berdasarkan riwayat Imam
Ahmad dan at-Tirmidzi dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw meng-aqiqah-kan Hasan satu
ekor kambing, beliau berkata: Wahai Fathimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah seberat perak
dari rambut itu, sedekahkan kepada orang-orang miskin. Maka kami pun menimbang rambutnya,
beratnya satu Dirham (uang perak), atau sebagian Dirham. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq: 3/328).

Aqiqah dan Kurban.


Tidak ada kaitan antara Aqiqah dan Kurban. Oleh sebab itu orang yang belum Aqiqah tetap boleh
berkurban.
Akan tetapi jika bertepatan antara hari Aqiqah dan Kurban, maka menurut Mazhab Hanbali:
:
.
Mazhab Hanbali berpendapat: jika bertepatan antara hari Kurban dengan Aqiqah, maka cukup
menyembelih satu ekor sembelihan saja. Sama seperti bertepatan antara hari raya dengan hari Jumat,
maka cukup satu mandi saja. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq: 3/328).

TAKBIR DALAM KHUTBAH 'IED

TAKBIR DALAM KHUTBAH IED



.
" : : - 397 /1 -


"
" : 2/239
. . :
Dianjurkan bagi khatib bertakbir pada khutbah Ied. 9 takbir sebelum khutbah pertama dan 7 takbir
sebelum khutbah kedua. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Dalam kitab al-Umm karya Imam SyafiI (juz.1, hal.397) disebutkan: ar-Rabi meriwayatkan kepada
kami, ia berkata: Imam SyafiI meriwayatkan kepada kami: Sunnah bertakbir pada Idul Adha dan
Idul Fitri diatas mimbar sebelum khutbah. Sebelum imam memulai khutbah berdiri di atas mimbar, ia
bertakbir dengan 9 takbir berturut-turut, tidak diselingi kata-kata, kemudian berkhutbah. Kemudian
duduk. Kemudian tegak pada khutbah kedua, diawali dengan tujuh takbir berturut-turut, tidak
diselingi kata-kata, kemudian berkhutbah.
Imam Ibnu Qudamah berkata dalam kitab al-Mughni (2/239): sesungguhnya sifat dua khutbah (Idul
Adha dan Idul Fitri) sama seperti khutbah jumat, hanya saja diawali pada khutbah pertama dengan 9
takbir berturut-turut dan pada kedua dengan 7 takbir berturut-turut.
Al-Qadhi berkata: Jika diantara keduanya diisi dengan tahlil atau zikir, maka itu baik.

TAKBIR 4 MAZHAB.

Lafaz Takbir Menurut 4 Mazhab:

Mazhab Hanafi dan Hanbali:


(
( ))
Berdasarkan riwayat Jabir dari Rasulullah Saw. Juga pendapat Abu Bakar dan Umar serta Ibnu
Masud.

Mazhab Maliki dan SyafiI Qaul Jadid:


( )
Jika ditambah dengan lafaz ini maka lebih baik:
(
)
Berdasarkan riwayat Jabir dan Ibnu Abbas.
Menurut Mazhab SyafiI, dianjurkan menambahkan lafaz ini setelah takbir yang ketiga:
(
)
Sebagaimana ucapan nabi di atas bukit Shafa.
Juga dianjurkan mengucapkan:
)


.(
Menurut Mazhab Hanafi, tambahan ini dapat dibaca, dengan ditutup:

)

.(
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili: 2/532).

Puasa Ayyam al-Bidh dan 6 Hari Syawwal

Puasa Hari-Hari al-Bidh dan Enam Hari di Bulan Syawwal[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apakah dasar penamaan al-Ayyam al-Bidh? Apakah sebagiannya adalah puasa enam hari di bulan
Syawwal sebagaimana yang difahami banyak orang?

Jawaban:
Al-Ayyam al-Bidh ada di setiap bulan Qamariyyah, yaitu ketika bulan ada diawal hingga akhir malam
13, 14 dan 15. Disebut Bidh karena ia memutihkan malam dengan rembulan dan siang dengan
matahari. Ada juga pendapat yang mengatakan karena Allah Swt menerima taubat nabi Adam as pada
hari-hari itu dan memutihkan lembaran amalnya. Az-Zarqani ala al-Mawahib, juz. 8, hal. 133.
Dalam al-Hawi li al-Fatawa karya Imam as-Suyuthi disebutkan, Ada yang mengatakan
bahwa ketika nabi Adam as diturunkan dari surga, kulitnya menghitam. Maka Allah Swt
memerintahkan agar ia melaksanakan puasa al-Ayyam al-Bidh pada bulan Qamariyyah. Ketika ia
melaksanakan puasa pada hari pertama, sepertiga kulitnya memutih. Ketika ia berpuasa pada hari
kedua, sepertiga kedua kulitnya memutih. Ketika ia berpuasa pada hari ketiga, seluruh kulit tubuhnya
memutih. Pendapat ini tidak benar. Disebutkna dalam hadits yang disebutkan al-Khathib al-Baghdadi
dalam al-Amaly dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari hadits Ibnu Masud, hadits Marfu,
hadits Mauquf dari jalur riwayat lain, disebutkan Ibnu al-Jauzi dalam al-Maudhuat dari jalur riwayat
Marfu, ia berkata, Hadits Maudhu (palsu), dalam sanadnya terdapat sekelompok orang yang tidak
dikenal.
Terlepas dari apakah nabi Adam as melaksanakannya atau pun tidak, sesungguhnya Islam
mensyariatkan puasa ini dalam menjadikannya sebagai amalan anjuran. Dalam az-Arqani ala al-
Mawahib dinyatakan bahwa Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Saw tidak pernah berbuka (tidak
berpuasa) pada hari-hari Bidh (13, 14 dan 15), baik ketika tidak musafir maupun ketika musafir.
Diriwayatkan oleh an-Nasai. Dari Hafshah Ummul Muminin, Ada empat perkara yang tidak pernah
ditinggalkan Rasulullah Saw; puasa Asyura, sembilan hari di bulan Dzulhijjah, al-Ayyam al-Bidh
(13, 14 dan 15) dan dua rakaat Fajar. (HR. Ahmad). Diriwayatkan dari Muadzah al-Adawiyyah
bahwa ia bertanya kepada Aisyah, Apakah Rasulullah Saw melaksanakan puasa tiga hari setiap
bulan?. Aisyah menjawab, Ya. Saya katakan kepadanya, Pada hari apa saja?. Aisyah menjawab,
Beliau tidak memperdulikan hari apa saja setiap bulan ia laksanakan puasa. (HR. Muslim).
Kemudian az-Zarqani berkata, Hikmah dalam puasa Bidh, bahwa ia pertengahan bulan,
pertengahan sesuatu adalah yang paling seimbang. Dan karena biasanya gerhana matahari dan gerhana
bulan terjadi pada tanggal-tanggal tersebut. Terdapat perintah agar meningkatkan ibadah jika itu
terjadi. Jika gerhana matahari terjadi bertepatan dengan hari-hari puasa Bidh, maka seseorang dalam
keadaan siap untuk menggabungkan beberapa jenis ibadah seperti puasa, shalat dan sedekah. Berbeda
dengan orang yang tidak terbiasa melakukannya, ia tidak siap untuk melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini berkaitan dengan puasa pada hari-hari Bidh setiap bulan.
Adapun tentang puasa enam hari di bulan Syawal, penyebutannya sebagai Bidh adalah tidak
benar. Terlepas dari penamaannya, puasa enam hari di bulan Syawal itu dianjurkan, tidak wajib.
Terdapat hadits tentang itu:









Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian ia iringi dengan enam hari di bulan Syawal,
maka seperti puasa sepanjang tahun. (HR. Muslim). Keutamaannya disebutkan dalam hadits riwayat
ath-Thabrani:














Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dan ia mengiringinya dengan enam hari di bulan
Syawwal, ia keluar dari dosanya seperti hari ia dilahirkan ibunya.
Makna puasa ad-Dahr adalah puasa sepanjang tahun. Penjelasan ini disebutkan dalam hadits
dalam beberapa riwayat Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Maknanya
bahwa satu kebaikan itu dibalas sepuluh kebaikan yang sama dengannya. Satu bulan Ramadhan
dibalas dengan sepuluh bulan. Enam hari di bulan Syawwal dibalas dengan enam puluh hari, artinya
dua bulan. Dengan demikian lengkaplah 12 bulan. Keutamaan ini bagi mereka yang melaksanakannya
di bulan Syawwal, apakah dilaksanakan pada awal, pertengahan atau pun di akhir bulan Syawwal.
Apakah dilaksanakan berturut-turut atau pun terpisah-pisah. Meskipun afdhal dilaksanakan di awal
bulan dan dilaksanakan berturut-turut. Keutamaan ini hilang bersama berakhirnya bulan Syawwal.
Banyak kaum muslimah ingin melaksanakannya, apakah mereka yang memiliki kewajiban
qadha ramadhan atau pun tidak. Puasa Syawwal ini dianjurkan, sebagaimana yang ditetapkan para
ulama. Kami berharap agar para muslimah tidak meyakini bahwa puasa Syawwal ini wajib. Puasa
Syawwal ini sunnat, tidak ada hukuman jika ditinggalkan. Demikianlah, bagi mereka yang wajib
meng-qadha puasa Ramadhan dapat melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawwal ini dengan niat
puasa Qadha. Cukup dengan puasa Qadha, maka ia mendapatkan pahala puasa enam hari di bulan
Syawal, jika ia meniatkannya, amal itu dinilai dari niatnya. Jika puasa Qadha dilaksanakan tersendiri
dan puasa enam hari di bulan Syawwal dilaksanakan tersendiri, maka itu afdhal. Akan tetapi para
ulama Mazhab Syafii berpendapat, Balasan pahala puasa enam hari di bulan Syawwal dapat
diperoleh dengan melaksanakan puasa Qadha, meskipun tidak diniatkan, hanya saja pahalanya lebih
sedikit dibandingkan dengan niat. Disebutkan dalam Hasyiyah asy-Syarqawi ala at-Tahrir karya
Syekh Zakariya al-Anshari, juz. I, hal. 427, teksnya: Jika seseorang melaksanakan puasa Qadha di
bulan Syawwal, apakah Qadha puasa Ramadhan, atau meng-qadha puasa lain, atau nazar, atau
puasa sunnat lainnya. Ia mendapatkan pahala puasa enam hari di bulan Syawwal. Karena intinya
adalah adanya puasa enam hari di bulan Syawwal, meskipun ia tidak memberitahukannya, atau
melaksanakannya untuk orang lain dari yang telah berlalu -artinya puasa nazar atau puasa sunnat lain-
akan tetapi ia tidak mendapatkan pahala yang sempurna seperti yang diinginkan melainkan dengan
niat puasa khusus enam hari di bulan Syawwal. Sama halnya dengan seseorang yang tidak
melaksanakan puasa Ramadhan, atau ia laksanakan di bulan Syawwal, karena tidak dapat dikatakan
bahwa ia telah melaksanakan puasa Ramadhan dan mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan
Syawwal. Ini sama seperti pendapat tentang shalat Tahyat al-Masjid, yaitu shalat dua rakaat bagi
orang yang masuk masjid. Para ulama berpendapat, pahala shalat Tahyat al-Masjid diperoleh dengan
shalat fardhu atau shalat sunnat, meskipun tidak diniatkan. Karena tujuannya adalah adanya shalat
sebelum duduk. Shalat sebelum duduk tersebut telah terwujud, maka tuntutan melaksanakan shalat
Tahyat al-Masjid telah gugur, pahalanya diperoleh meskipun tidak diniatkan, demikian menurut
pendapat yang dijadikan pedoman sebagaimana yang dinyatakan pengarang al-Bahjah. Pahalanya
tetap diperoleh apakah dengan fardhu atau pun dengan sunnat, yang penting tidak menafikan niatnya,
tujuannya tercapai apakah diniatkan atau pun tidak diniatkan.
Berdasarkan pendapat diatas, bagi seseorang yang merasa berat untuk melaksanakan puasa
qadha Ramadhan dan sangat ingin melaksanakan puasa qadha tersebut pada bulan Syawwal, ia juga
ingin mendapatkan pahala puasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia berniat melaksanakan puasa
qadha dan puasa enam hari di bulan Syawwal, atau berniat puasa qadha saja tanpa niat puasa enam
hari di bulan Syawwal, maka puasa sunnat sudah termasuk ke dalam puasa wajib. Ini kemudahan dan
keringanan, tidak boleh terikat dengan mazhab tertentu, juga tidak boleh menyatakan mazhab lain
batil.
Hikmah berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa yang lama di bulan Ramadhan
-wallahu alam- adalah agar orang yang berpuasa tidak berpindah secara mendadak dari sikap
menahan diri dari segala sesuatu yang bersifat fisik dan non-fisik kepada kebebasan tanpa ikatan, lalu
memakan semua yang lezat dan baik kapan saja ia mau, karena peralihan secara mendadak
menyebabkan efek negatif bagi fisik dan psikis, itu sudah menjadi suatu ketetapan dalam kehidupan.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 261 [Maktabah Syamilah].

Perempuan dan Ziarah Kubur

Perempuan dan Ziarah Kubur[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apa hukum ziarah kubur bagi perempuan jika tetap menjaga adab-adab ziarah kubur dan bertujuan
untuk mengambil pelajaran dan bersikap khusyu?

Jawaban:
Pada awalnya Rasulullah Saw melarang ziarah kubur untuk memutus tradisi jahiliah berbangga-
bangga dengan ziarah kubur dengan menyebut-nyebut peninggalan nenek moyang. Itu yang
disebutkan Allah Swt dalam firman-Nya:
N39yg9r& O%s3G9$# 4Lym Ln t/$s)yJ9$#

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. (Qs. At-Takatsur
[102]: 1-2). Kemudian diberi keringanan berziarah untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat, sebagaimana yang diingatkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan
sanad shahih:






Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu ke kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur
itu membuat zuhud di dunia dan mengingatkan kepada akhirat. Dan hadits-hadits lain tentang ini
yang diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya.
Kaum muslimin telah Ijma tentang anjuran ziarah kubur, wajib menurut Mazhab Zhahiriah,
hanya mereka menyatakan bahwa ziarah itu khusus bagi laki-laki, bukan untuk perempuan. Ketika
Rasulullah Saw melihat bahwa perempuan pergi ziarah itu mengandung hal-hal tidak baik, maka
Rasulullah Saw melarang mereka ziarah kubur. Izin ziarah kubur bagi laki-laki tetap berlaku. Ulama
lain menyatakan bahwa larangan ziarah kubur bagi perempuan adalah pada masa lalu karena larangan
yang bersifat umum, yaitu larangan ziarah kubur. Kemudian ada izin bagi laki-kai. Larangan tetap
berlanjut bagi perempuan. Bagaimana pun juga, ada beberapa pendapat tentang ziarah kubur bagi
perempuan, diringkas dalam beberapa poin berikut:
Pertama, haram secara mutlak, apakah ketika perempuan melakukan ziarah itu ada fitnah dan
hal tidak baik atau pun tidak ada. Dalilnya adalah hadits:


--



Sesungguhnya Rasulullah Saw melaknat perempuan-perempuan yang ziarah kubur. (HR. at-
Tirmidzi). At-Tirmidzi berkata, Hadits hasan shahih. Akan tetapi al-Qurthubi berkata, Ada
kemungkinan mengandung makna bahwa haram jika dilakukan beramai-ramai. Karena menggunakan

kata:
dalam bentuk Shighat Mubalaghah.
Kedua, haram ketika dikhawatirkan terjadi fitnah atau hal tidak baik. Berdasarkan ini
diharamkan bagi pemudi ziarah kubur, demikian juga dengan wanita dewasa jika berhias berlebihan
atau menggunakan sesuatu yang menarik perhatian. Dibolehkan bagi wanita tua yang tidak
menimbulkan fitnah, tetap haram jika melakukan perbuatan yang diharamkan, seperti meratap dan
perbuatan lain yang dilarang Rasulullah Saw:









Bukan golongan kami orang yang menampar wajah, merobek kantong dan menyerukan seruan-
seruan Jahiliah. (HR. al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Tidak mudah bagi perempuan melepaskan diri dari tradisi-tradisi tidak baik ini. Dalam
hadits Ummu Athiyyah disebutkan, Ketika berbaiat, Rasulullah Saw mengambil janji dari kami
agar jangan meratapi orang yang meninggal dunia. Tidak ada yang memenuhi janji itu dari kami selain
lima orang perempuan. (HR. al-Bukhari).
Ketika istri-istri Jafar bin Abi thalib menangis saat Jafar mati syahid, Rasulullah Saw
memerintahkan seorang laki-laki agar melarang mereka menangis, dua kali dilarang namun mereka
tidak patuh. Rasulullah Saw memerintahkan laki-laki itu agar menyiramkan debu ke mulut mereka.
(HR. al-Bukhari).
Ketiga, makruh. Dalilnya adalah Qiyas. Diqiyaskan kepada mengiringi jenazah. Juga
berdasarkan hadits Ummu Athiyyah, Rasulullah Saw melarang kami mengiringi jenazah. Akan
tetapi Rasulullah Saw tidak bersikap keras terhadap kami. (HR. al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Keempat, boleh. Dalilnya adalah Rasulullah Saw tidak mengingkari Aisyah ketika ia pergi ke
pemakaman al-Baqi. Rasulullah Saw mengajarkan kepada Aisyah ketika ziarah kubur agar
mengucapkan:












Keselamatan untuk kamu wahai negeri kaum mumin. Telah datang kepada kamu apa yang
dijanjikan untuk kamu esok hari masanya ditentukan. Sesungguhnya insya Allah kami menyertai
kamu. (HR. Muslim). Juga sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw melewati seorang
perempuan yang menangis di sisi kubur. Rasulullah Saw memerintahkannya agar bertakwa dan
bersabar. Rasulullah Saw melarangnya menangis karena Rasulullah Saw mendengar sesuatu yang
tidak ia sukai; ratapan dan lainnya. Rasulullah Saw tidak melarangnya ziarah kubur.
Kelima, dianjurkan, sama seperti anjuran ziarah kubur bagi laki-laki. Dalilnya adalah izin
dari Rasulullah Saw yang bersifat umum:


Maka lakukanlah ziarah kubur.
Tiga pendapat terakhir berlaku ketika aman dari fitnah dan hal yang tidak baik. Jika terjadi
fitnah dan hal yang tidak baik, maka haram bagi perempuan melakukan ziarah kubur. Dengan
demikian maka jawaban telah dapat difahami. Meskipun saya cenderung kepada pendapat yang
menyatakan makruh, jika tidak ada hal-hal yang diharamkan dan terlarang seperti membuka aurat,
ratapan, menampar wajah, duduk diatas kubur, menginap di kuburan dan lain sebagainya. Lebih utama
bagi perempuan menetap di rumah, tidak pergi meninggalkan rumah kecuali ada keperluan yang
mendesak, untuk memelihara perempuan dari hal-hal yang tidak baik.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 462 [Maktabah Syamilah].

Hari Raya dan Ziarah Kubur

Hari Raya dan Ziarah Kubur[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Banyak kaum muslimin yang antusias melakukan ziarah kubur setelah shalat Ied, sejauh mana
kebenaran perbuatan ini menurut syariat Islam?

Jawaban:
Ziarah kubur menurut hukum asalnya adalah sunnah karena mengingatkan manusia kepada akhirat.
Disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu
Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw ziarah ke makam ibunya, beliau menangis, membuat orang-
orang di sekelilingnya ikut menangis. Rasulullah Saw berkata:









Aku memohon izin kepada Tuhanku agar aku memohonkan ampun untuknya, Ia tidak memberikan
izin untukku. Aku memohon izin agar aku ziarah ke makamnya, Ia memberi izin kepadaku. Maka
ziarahlah kamu ke kubur, karena ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian. Ibnu Majah
meriwayatkan dengan sanad shahih:






Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu ke kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur
itu membuat zuhud di dunia dan mengingatkan kepada akhirat.
Tidak ada waktu tertentu untuk melakukan ziarah kubur, meskipun sebagian ulama
menyatakan pahalanya lebih besar jika dilakukan pada hari-hari tertentu seperti hari Kamis dan Jumat
karena kuatnya hubungan ruh dengan orang-orang yang meninggal dunia, meskipun dalilnya tidak
kuat. Dari ini dapat kita ketahui bahwa ziarah kubur setelah shalat Ied, jika tujuannya untuk
mengambil pelajaran dan mengenang orang-orang yang telah meninggal dunia, ketika masih hidup
dulu mereka sama-sama merayakan hari raya, memohonkan rahmat untuk mereka dengan berdoa,
maka boleh bagi laki-laki. Adapun bagi perempuan, hukum ziarah kubur bagi perempuan dijelaskan
dalam fatwa setelah fatwa ini.
Jika ziarah kubur setelah shalat Ied tersebut bertujuan untuk memperbaharui kesedihan,
untuk takziah ke kubur, atau membuat kemah, atau menyiapkan tempat untuk kesedihan, maka
hukumnya makruh. Karena takziah setelah tiga hari mayat dikebumikan dilarang secara haram atau
makruh. Karena hari raya adalah hari senang dan bahagia, maka tidak selayaknya membangkitkan
kesedihan di hari raya.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. VIII, hal. 391 [Maktabah Syamilah].

Bayar Zakat Fitrah Dengan Uang

Zakat Fithrah Dalam Bentuk Uang[1].


Fatwa Syekh DR. Ali Jumah.

Pertanyaan:
Apakah boleh membayar zakat fitrah dalam bentuk uang?

Jawaban:
Boleh membayar zakat fitrah dalam bentuk uang. Ini adalah mazhab sekelompok ulama yang
diamalkan, juga mazhab sekelompok Tabiin, diantara mereka adalah al-Hasan al-Bashri.
Diriwayatkan bahwa ia berkata, Boleh memberikan Dirham (uang perak) dalam zakat Fitrah. (Ibnu
Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, juz. III, hal. 174).
Abu Ishaq as-Sabii[2] meriwayatkan dari Zuhair, ia berkata: saya mendengar Abu Ishaq
berkata, Saya bertemu dengan mereka, mereka membayar zakat Fitrah dalam bentuk Dirham senilai
harga makanan[3].
Umar bin Abdul Aziz, dari Waki, dari Qurrah, ia berkata, Surat dari Umar bin Abdul Aziz
datang kepada kami tentang zakat Fitrah, Setengah Sha untuk setiap orang. Atau nilainya setengah
Dirham[4]. Demikian juga menurut pendapat ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Abu Yusuf.
Membayar zakat dalam bentuk uang adalah mazhab Hanafi, mereka melaksanakannya
dalam semua zakat, kafarat, nazar, kharaj dan lainnya[5]. Juga menurut mazhab Imam an-Nashir dan
al-Muayyid Billah dari kalangan imam Ahli Bait golongan az-Zaidiyyah[6].
Demikian juga menurut Ishaq bin Rahawaih dan Abu Tsaur, hanya saja mereka mengikatnya
dengan kondisi darurat, sebagaimana mazhab sebagian lain dari kalangan Ahli Bait [7]. Maksud saya,
boleh membayar zakat Fitrah dalam bentuk uang dalam keadaan darurat. Mereka menjadikannya
sebagai: imam menuntut pembayaran dalam bentuk uang sebagai ganti nash.
Membayar zakat fitrah dalam bentuk uang adalah pendapat sekelompok ulama dari
kalangan Mazhab Maliki seperti Ibnu Habib, Ashbagh, Ibnu Abi Hazim, Ibnu Dinar[8]dan Ibnu
Wahab[9], diriwayatkan dari mereka tentang boleh hukumnya membayar zakat dalam bentuk uang,
apakah zakat Mal maupun zakat Fitrah. Berbeda dengan yang mereka riwayatkan dari Ibnu al-Qasim
dan Asy-hab, mereka berdua membolehkan membayar zakat dengan uang, kecuali pada zakat Fitrah
dan kafarat sumpah.
Berdasarkan riwayat diatas kita dapat mengetahui sejumlah imam dan Tabiin serta para ahli
Fiqh berpendapat bahwa boleh membayar zakat dalam bentuk uang, ini pada masa mereka di zaman
dahulu yang masih menggunakan system barter, artinya semua benda layak dijadikan sarana tukar-
menukar transaksi jual beli, khususnya biji-bijian. Mereka menjual gandum jenis Qamh dengan
gandum jenis Syair, jagung dengan gandum dan lainnya. Sedangkan pada zaman kita sekarang ini
sarana transaksi jual beli hanya terbatas pada uang saja. Maka menurut kami pendapat ini lebih tepat
dan lebih kuat. Bahkan kami nyatakan, andai ulama yang tidak sependapat dengan ini pada masa silam
hidup di zaman sekarang ini, pastilah mereka akan berpendapat seperti pendapat Imam Abu Hanifah.
Terlihat jelas bagi kita bagaimana pemahaman dan kekuatan akal mereka.
Mengeluarkan zakat Fitrah dalam bentuk uang lebih utama untuk memberikan kemudahan
kepada fakir miskin untuk membeli apa saja yang mereka inginkan pada hari raya, karena boleh jadi
mereka tidak membutuhkan biji-bijian, akan tetapi membutuhkan pakaian, atau daging, atau selain itu.
Memberikan biji-bijian memaksa mereka untuk berkeliling di jalan-jalan agar ada orang lain yang
mau membelinya, terkadang mereka menjualnya dengan harga yang sangat murah, kurang dari
semestinya. Semua ini berlaku pada kondisi mudah; ada banyak biji-bijian di pasar. Sedangkan pada
kondisi sulit, tidak ada biji-bijian di pasar, maka membayar zakat Fitrah dalam bentuk benda lebih
utama daripada dalam bentuk uang, untuk menjaga maslahat fakir miskin.
Hukum asal disyariatkannya zakat Fitrah adalah untuk kepentingan fakir miskin dan
mencukupkan kebutuhan mereka pada hari raya, hari kebahagiaan kaum muslimin. Imam al-Allamah
Ahmad bin ash-Shiddiq al-Ghumari menyusun satu kitab dalam masalah ini berjudul Tahqiq al-Amal
fi Ikhraj Zakat al-Fithr bi al-Mal, dalam kitab ini beliau menguatkan pendapat Mazhab Hanafi dengan
dalil-dalil dan pendapat yang banyak, mencapai tiga puluh dua pendapat. Oleh sebab itu pendapat
kami men-tarjih-kan pendapat yang menyatakan: mengeluarkan zakat Fitrah dalam bentuk
nilai/harga/uang. Ini lebih utama di zaman sekarang ini. Wallahu Taala Ala wa Alam.

[1] Syekh DR. Ali Jumah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam,
1426H/2005M), hal. 262.
[2] Beliau adalah Abu Ishaq as-Sabii al-Hamadani al-Kufi. Seorang al-Hafizh dan guru besar
di Kufah. Imam adz-Dzahabi berkata, Beliau adalah salah seorang ulama yang mengamalkan
ilmunya. Salah seorang Tabiin yang mulia. Ia berkata tentang dirinya, Saya dilahirkan dua tahun
terakhir masa kekhalifahan Utsman. Saya pernah melihat Ali bin Abi Thalib berkhutbah. Lihat
biografinya dalam Siyar Alam an-Nubala karya adz-Dzahabi, juz. V, hal. 392 401, no. 180.
[3] Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, juz. II, hal. 398.
[4] Abdurrazzaq, al-Mushannaf, juz. III, hal. 316, no. 5778.
[5]Lihat: Badai ash-shanai karya al-Kasani, juz. II,hal. 979; al-Mabsuth karya as-Sarakhsi,
juz. III, hal. 113 114.
[6] Sebagaimana disebutkan dalam al-Bahr az-Zakhkhar al-Jami li Madzahib Ulama al-
Amshar, Ahmad bin Yahya al-Murtadha, juz. III, hal. 202 203.
[7] Lihat as-Sail al-Jawwar al-Mutadaffaq ala Hadaiq al-Azhar, asy-Syaukani, juz. II, hal.
86.
[8] Beliau adalah Abu Muhammad Isa bin Dinar bin Wahab al-Qurthubi, ahli Fiqh, ahli ibadah.
Mendengar dari Ibnu al-Qasim, bersahabat dengannya dan belajar kepadanya. Beliau memiliki dua
puluh kitab hasil mendengar ilmu dari Ibnu al-Qasim. Wafat di Thulaithulah tahun 212H. diringkas
dari Syajarat an-Nur az-Zakiyyah, hal. 64, no. 47.
[9] Beliau adalah seorang ulama yang mulia, ahli hadits, Abu Muhammad Abdullah bin Wahab
bin Muslim al-Qurasyi, Mawla Quraisy. Orang yang paling terpercaya dalam riwayat dari Imam
Malik. Seorang hafizh, hujjah. Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits darinya. Wafat di Mesir pada
tahun 197H. Syajarat an-Nur az-Zakiyyah, hal. 58 59, no. 25.

Menyegerakan Bayar Zakat

Menyegerakan Pembayaran Zakat[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apakah boleh mengeluarkan zakat sebelum waktunya?

Jawaban:
Menurut Imam Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad, boleh mengeluarkan zakat sebelum waktu wajib
dikeluarkan, yaitu sebelum Haul pada zakat uang, perdagangan dan hewan. Dalilnya adalah hadits
yang diriwayatkan dari Ali ra, sesungguhnya Rasulullah Saw mendahulukan zakat al-Abbas sebelum
waktunya. Meskipun sanad hadits ini dipermasalahkan. Al-Hasan ditanya tentang seseorang yang
membayarkan zakatnya untuk tiga tahun, apakah itu sah? Al-Hasan menjawab, Sah. Diriwayatkan
dari az-Zuhri bahwa menurutnya seseorang boleh menyegerakan pembayaran zakatnya sebelum Haul.
Imam Malik berkata, Tidak sah dikeluarkan sebelum Haul (berdasarkan hadits-hadits yang
mengaitkan wajibnya zakat dengan Haul, seperti hadits yang diriwayatkan Abu Daud, hadits ini
dipermasalahkan ulama). Rabiah, Sufyan ats-Tsauri dan Daud berpendapat seperti ini.
Ibnu Rusyd berkata, Sebab khilaf adalah, apakah zakat itu ibadah atau hak orang-orang
miskin? Mereka yang menganggap zakat itu seperti ibadah, mereka menyamakannya dengan shalat,
tidak boleh dibayarkan sebelum waktunya. Mereka yang menyamakannya dengan shalat wajib yang
memiliki waktu tertentu, mereka membolehkannya dilakukan sebelum waktunya dilihat dari sisi sifat
sukarela melaksanakannya.
Zakat pada umumnya, demikian juga dengan zakat Fitrah, menurut jumhur ulama
pembayarannya boleh didahulukan satu atau dua hari sebelum hari Idul Fithri, sebagaimana yang
dilakukan Abdullah bin Umar. Adapun dibayarkan sebelum itu, maka ada perbedaan pendapat di
kalangan ulama:
Menurut Abu Hanifah: boleh dibayarkan sebelum bulan Ramadhan.
Menurut Imam Syafii: boleh dibayarkan dari sejak awal bulan Ramadhan.
Menurut Imam Malik dan Ahmad: tidak boleh dibayarkan kecuali satu atau dua hari sebelum Idul
Fithri.
[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 213 [Maktabah Syamilah],

Melafalkan Niyat

Melafalkan Niyat[1].
Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Sebagian orang mengatakan bahwa melafalkan niat shalat itu bidah, karena tempat niat di dalam hati.
Apakah jika seseorang melafalkan niatnya maka shalatnya batal atau pahalanya sia-sia?

Jawaban:
Makna niat adalah sengaja melakukan sesuatu. Niat itu tempatnya di hati. Tidak wajib melafalkan niat
shalat, demikian juga dengan ibadah lainnya. Diterimanya shalat tidak terikat dengan lafal niat apakah
dilafalkan atau pun tidak.
Mazhab SyafiI berpendapat: boleh melafalkan niat, bahkan dianjurkan, karena melafalkan
niat itu lidah membantu hati. Andai tidak dilafalkan, maka shalat tetap sah dan diterima insya Allah
jika memenuhi syarat, diantaranya adalah khusyu dan ikhlas.
Dalam Fiqh al-Madzahib al-Arbaah dinyatakan bahwa Mazhab Maliki berpendapat:
melafalkan niat itu bertentangan dengan yang lebih utama, kecuali bagi orang yang ragu-ragu, maka
dianjurkan melafalkan niat untuk menolak was-was (keraguan).
Menurut Mazhab Hanafi: melafalkan niat itu bidah. Karena tidak ada riwayat dari Rasulullah
Saw dan para shahabatnya. Akan tetapi dianggup baik untuk menolak was-was.
Kesimpulannya bahwa tempat niat itu di hati, tidak disyaratkan mesti dilafalkan, bahkan
menurut Mazhab Hanafi: bidah. Menurut Mazhab Maliki: bertentangan dengan yang lebih utama.
Akan tetapi bagi orang yang ragu-ragu, maka melafalkan niat itu dianjurkan dan dianggap baik.
Menurut Mazhab Syafii: sunnat.
Ibnu al-Qayyim dalam kitab Zad al-Maad, juz. I, hal. 51 mengecam keras mereka yang
membolehkan melafalkan niat, beliau meluruskan pendapat Mazhab SyafiI dalam masalah ini. Imam
Ibnu al-Qayyim berkata, Ketika Rasulullah Saw akan melaksanakan shalat, beliau mengucapkan:
Allahu Akbar. Beliau tidak mengucapkan sesuatu sebelumnya. Beliau tidak melafalkan niat sama
sekali. Beliau tidak mengucapkan, Aku melaksanakan shalat anu, menghadap kiblat, empat rakaat,
menjadi imam atau makmum. Beliau juga tidak mengucapkan, Shalat ada atau qadha, atau shalat
fardhu. Hanya saja sebagian ulama kalangan mutaakhirin tergoda dengan pendapat Imam Syafii
tentang shalat, bahwa shalat itu tidak sama seperti puasa, setiap orang masuk ke dalam shalat dengan
zikir. Lalu mereka menyangka bahwa zikir yang dimaksud adalah melafalkan niat. Yang dimaksud
Imam Syafii dengan zikir itu adalah Takbiratul Ihram, bukan yang lain. Bagaimana mungkin Imam
Syafii menganjurkan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah Saw dalam satu shalat, demikian juga
dengan para khalifah setelahnya dan para shahabatnya.
Ini pendapat Ibnu al-Qayyim, dan para imam yang lain memiliki pendapat masing-masing.
Hukum yang menyatakan bahwa melafalkan niat itu adalah bidah, pendapat ini tidak dapat diterima,
apalagi sampai mengatakannya sebagai bidah dhalalah. Karena para ulama besar membolehkannya,
mereka menyebutnya sunnat, atau mustahab dan mandub dalam suatu kondisi tertentu, seperti dalam
keadaan was-was. Sebagaimana diketahui bersama bahwa melafalkan niat itu tidak mendatangkan
mudharat, justru terkadang mendatangkan manfaat.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 66 [Maktabah Syamilah],

Bacaan Ayat Dalam Shalat

Bacaan Ayat Dalam Shalat[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apakah Rasulullah Saw memilih surat atau ayat tertentu pada shalat lima waktu atau shalat sunnat?

Jawaban:
Dalam kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi disebutkan bahwa sunnat dibaca setelah al-Fatihah-
pada shalat Shubuh dan Zhuhur adalah Thiwal al-Mufashshal artinya surat-surat terakhir dalam mush-
haf. Diawali dari surat Qaf atau al-Hujurat, berdasarkan khilaf yang ada, mencapai dua belas pendapat
tentang penetapan surat-surat al-Mufashshal. Surat-surat al-Mufashshal ini terdiri dari beberapa
bagian, ada yang panjang hingga surat Amma (an-Naba), ada yang pertengahan hingga surat adh-
Dhuha dan ada pula yang pendek hingga surat an-Nas.
Pada shalat Ashar dan Isya dibaca Ausath al-Mufashshal (bagian pertengahan). Pada
shalat Maghrib dibaca Qishar al-Mufashshal (bagian pendek).
Sunnah dibaca pada shalat Shubuh rakaat pertama pada hari Jumar surat Alif Lam Mim as-
Sajadah, pada rakaat kedua surat al-Insan. Pada rakaat pertama shalat Jumat sunnah dibaca surat al-
Jumuah dan rakaat kedua surat al-Munafiqun. Atau pada rakaat pertama surat al-Ala dan rakaat
kedua surat al-Ghasyiyah.
Sunnah dibaca pada shalat Shubuh rakaat pertama surat al-Baqarah ayat 136 dan rakaat
kedua surat Al Imran ayat 64. Ada pada rakaat pertama surat al-Kafirun dan rakaat kedua surat al-
Ikhlas, keduanya shahih. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw melakukan itu.
Dalam shalat sunnat Maghrib, dua rakaat setelah Thawaf dan shalat Istikharah Rasulullah Saw
membaca surat al-Kafirun pada rakaat pertama dan al-Ikhlas pada rakaat kedua.
Pada shalat Witir, Rasulullah Saw membaca surat al-Ala pada rakaat pertama, surat al-Kafirun
pada rakaat kedua, surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas pada rakaat ketiga. Imam Nawawi berkata,
Semua yang kami sebutkan ini berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan selainnya adalah hadits-
hadits masyhur.
Perlu diketahui bahwa pahala sunnat membaca ayat al-Quran diperoleh dengan membaca
ayat-ayat yang difahami atau sebagian ayat dari suatu surat, atau membaca satu surat atau membaca
sebagian surat. Surat yang pendek lebih afdhal daripada beberapa ayat yang dibaca dari surat yang
panjang.
Sunnah membaca surat menurut urutan mush-haf, jika tidak sesuai menurut urutan mush-haf
maka hukumnya boleh, akan tetapi makruh. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, Saya tidak
menemukan dalil yang menyatakan demikian.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 166 [Maktabah Syamilah],

Dua Kali Witir

Dua Kali Witir dan Qadha Witir[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apakah benar bahwa Rasulullah Saw bersabda, Tidak ada dua Witir dalam satu malam? apakah
shalat Witir bisa di-qadha jika tertinggal?

Jawaban:
Ya, Abu Daud, an-Nasai dan at-Tirmidzi meriwayatkan, ia nyatakan sebagai hadits hasan,
sesungguhnya Ali ra berkata, Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:



Tidak ada dua Witir dalam satu malam.
Imam Ahmad, Abu Daud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Salamah, Sesungguhnya
Rasulullah Saw melaksanakan shalat dua rakaat setelah shalat Witir, beliau laksanakan dalam keadaan
duduk.
Para ulama berpendapat: siapa yang melaksanakan shalat Witir setelah shalat Isya, kemudian
ia ingin melaksanakan Qiyamullail, maka ia boleh melaksanakan shalat malam sebanyak mungkin,
akan tetapi ia tidak boleh lagi melaksanakan shalat Witir, karena ia telah melaksanakan shalat Witir
sebelumnya. Sebagaimana diketahui bahwa shalat Witir dapat dilaksanakan kapan saja pada waktu
malam, setelah shalat Isya hingga terbit fajar (shalat Shubuh). Jika seseorang khawatir tertinggal
melaksanakan shalat Witir, maka dianjurkan agar ia melaksanakannya di awal malam. Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah:














Siapa yang khawatir tidak terbangun di akhir malam, maka hendaklah ia melaksanakan shalat Witir
di awal malam. Siapa yang sangat ingin bangun tengah malam, maka hendaklah ia melaksanakan
shalat Witir di akhir malam, karena shalat di akhir malam itu disaksikan (para malaikat) dan itu lebih
utama. Makna Masyhudah adalah disaksikan para malaikat.
Ketika Rasulullah Saw bertanya kepada Abu Bakar ra, Kapankah engkau melaksanakan
shalat Witir?. Beliau menjawab, Di awal malam, setelah shalat Isya. Ketika Rasulullah Saw
bertanya kepada Umar ra, ia menjawab, Di akhir malam. Rasulullah Saw berkata, Adapun engkau
wahai Abu Bakar, engkau bersikap hati-hati. Sedangkan engkau wahai Umar, engkau bersikap kuat.
Maknanya tekad yang kuat untuk bangun melaksanakan Qiyamullail. Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Abu Daud, dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, menurut syarat Muslim.
Demikianlah, jika shalat Witir tertinggal, maka dapat di-qadha, demikian menurut jumhur
ulama, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dinyatakan shahih oleh al-Hakim,
menurut syarat al-Bukhari dan Muslim:


Apabila salah seorang kamu bangun pada waktu shubuh, ia belum melaksanakan Witir, maka
hendaklah ia melaksanakan shalat Witir. Abu Daud meriwayatkan:









Siapa yang tertidur (hingga tidak melaksanakan) shalat Witir, atau terlupa. Maka hendaklah ia
melaksanakannya ketika ia mengingatnya. Sanadnya shahih, demikian dinyatakan oleh al-Iraqi.
Waktu meng-qadha shalat Witir terbuka, malam atau pun siang, demikian menurut Imam
Syafii. Imam Abu Hanifah melarang pelaksanaannya pada waktu-waktu terlarang untuk
melaksanakan shalat. Imam Malik dan Ahmad berkata, Di-qadha setelah fajar, selama belum
melaksanakan shalat Shubuh.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 154 [Maktabah Syamilah],

Angkat Tangan Saat Berdoa

Mengangkat Tangan Ketika Berdoa[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Mengapa tangan diangkat keatas ketika berdoa?

Jawaban:
Allah Swt berfirman:
ur -pRQ$# >pRQ$#ur 4 $yJuZr's (#q9uq?!
NsVs m_ur !$# 4 c) !$# ur O=t
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui. (Qs. Al-Baqarah [2]:
115). Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah Saw melaksanakan
shalat, beliau dari Mekah menuju Madinah, beliau berada diatas hewan tunggangannya sesuai
arahnya. Lalu turun ayat:
#$! yJuZr's (#q9uq? NsVs m_ur$
Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Qs. Al-Baqarah [2]: 115). Ini berlaku
pada shalat Sunnat. Maknanya bahwa semua arah milik Allah Swt, siapa yang mengarah kemana saja
dalam ibadahnya, maka Allah Swt memperhatikan dan mengetahuinya. Yang dimaksud dengan wajah
Allah Swt adalah Dzat Allah Swt, karena wajah mengungkapkan tentang Dzat, karena wajah adalah
anggota tubuh yang paling mulia (pada makhluk), sama seperti firman Allah Swt:
#$! oV) /3KR m_uq9$
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan wajah Allah. (Qs.
Al-Insan [67]: 9). Maksudnya, kami beramal hanya mengharapkan Allah Swt semata, bukan kepada
yang lain diantara makhluk-Nya. Artinya, kami mengesakan-Nya, tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Kami beramal ikhlas, tidak riya dalam amal kami.
Diantara ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt adalah doa. Ketika seorang
manusia menghadap kepada Tuhannya kearah mana pun, maka sesungguhnya Allah Swt ada, tidak
pernah sirna. Allah Swt Maha Mengetahui, tidak pernah lalai. Allah Swt Maha Dekat, tidak pernah
jauh. Artinya, meskipun kedudukan Allah Swt Maha Tinggi, akan tetapi Allah Swt Maha Dekat
dengan manusia dengan pengetahuan-Nya:
Ns9r& ts? br& !$# Nn=t $tB NuqyJ9$# $tBur
F{$# ( $tB cq6t `B 3uqgU >psWn=rO w) uqd
Og/#u wur >p|Hs~ w) uqd Nk$y Iwur 4oTr&
`B y79s Iwur usY2r& w) uqd OgytB tr& $tB (#qR%x. (
NO Ogm6t^ $yJ/ (#q=Hx tPqt pyJu)9$# 4 b) !
$# e@3/ >x L=t
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di
bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada
(pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan
antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di
manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa
yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-
Mujadilah [58]: 7). Oleh sebab itu Allah Swt berfirman:
s)ur y7s9r'y $t6 h_t oT*s =s% ( =_&#
) nouqy #$!$# #s) b$ty
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.
(Qs. Al-Baqarah [2]: 186). Karena dekat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, maka tidak perlu berteriak
ketika berdoa kepada-Nya, karena sesungguhnya Ia mengetahui rahasia dan yang tersembunyi. Allah
Swt berfirman:
w =t (q$# N3/u %Y|n@ puzur 4 mR#)
tFJ9$#

Salaman Selesai Shalat

Bersalaman Selesai Shalat[1].


Fatwa Syekh DR. Ali Jumah.

Pertanyaan:
Apa hukum bersalaman selesai shalat?

Jawaban:
Bersalaman itu dianjurkan pada hukum asalnya. Imam an-Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa
beralaman itu sunnah, disepakati hukumnya, bersalaman ketika bertemu. (Fath al-Bari, al-Hafizh
Ibnu Hajar, juz. XI, hal. 55, menukil pendapat Imam an-Nawawi). Ibnu Baththal berkata, Asal
bersalaman itu baik, demikian menurut mayoritas ulama. (Fath al-Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar, juz.
XI, hal. 55, menukil pendapat Imam an-Nawawi; Tuhfat al-Ahwadzi, juz. VII, hal. 426).
Banyak ahli Fiqh dari berbagai mazhab menyebutkan bahwa bersalaman diantara laki-laki
itu dianjurkan. Mereka berdalil dengan hadits-hadits shahih dan hasan. Diantaranya adalah hadits
yang diriwayatkan Kaab bin Malik, ia berkata:



- -





Saya masuk ke dalam masjid. Rasulullah Saw duduk, di sekelilingnya banyak orang. Thalhah bin
Ubaidillah berdiri datang kepada saya berlari-lari kecil hingga ia menyalami saya dan mengucapkan
tahniah kepada saya. (HR. Ahmad, al-Bukhari dan Muslim). Dari Qatadah, ia berkata, Saya berkata
kepada Anas, Apakah para shahabat nabi itu bersalaman?. Ia menjawab, Ya. (HR. al-Bukhari dan
Ibnu Hibban). Diriwayatkan dari Atha bin Abi Muslim Abdullah al-Khurasani, ia berkata,
Rasulullah Saw bersabda:





Bersalamanlah kamu, ia menghilangkan dengki. Saling member hadiahlah kamu, maka kamu akan
berkasih sayang dan menghilangkan permusuhan. (HR. ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus).
Adapun bersalaman setelah selesai shalat, tidak seorang pun ulama mengharamkannya,
bahkan mereka menganjurkannya. Bersalaman selesai shalat itu bidah hasanah (bidah yang baik)
atau bidah mubahah (bidah yang dibolehkan). Imam an-Nawawi membahas masalah ini secara
terperinci, beliau berkata, Jika orang yang bersalaman itu belum menyalami saudaranya sebelum
shalat, maka salaman-nya itu sunnah hasanah. Jika ia telah menyalami saudaranya sebelum shalat,
maka salaman-nya itu mubah (boleh). (al-Majmu, an-Nawawi, juz. III, hal. 469 470).
Imam al-Hashkafi berkata, Apa yang dikatakan pengarang -at-Tamrutasyi- mengikuti apa
yang telah disebutkan dalam ad-Durar, al-Kanz, al-Wiqayah, an-Niqayah, al-Majma, al-Multaqa dan
kitab-kitab lainnya. Mengandung makna boleh bersalaman secara mutlak, meskipun setelah shalat
Ashar. Pendapat mereka yang mengatakan bidah, artinya bidah mubahah hasanah (bidah yang
dibolehkan dan baik), sebagaimana yang dinyatakan Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar karyanya.
(ad-Durr al-Mukhtar, al-Hashkafi, juz. VI, hal. 380).
Imam Ibnu Abidin memberikan komentar setelah menyebutkan pendapat ulama yang
menyatakan boleh secara mutlak dari kalangan ulama Mazhab Hanafi, Ini yang sesuai dengan apa
yang dikatakan pen-syarah dari teks matn yang bersifat umum. Ia berdalil dengan pendapat ini
berdasarkan nash-nash yang bersifat umum tentang bersalaman menurut syariat Islam. (Radd al-
Mukhtar ala ad-Durr al-Mukhtar dikenal dengan nama Hasyiyah Ibn Abidin, juz. VI, hal. 381).
Mereka berpendapat bahwa bersalaman setelah shalat itu dibolehkan secara mutlak. Ath-
Thabari berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Bukhari dari Abu
Juhaifah, ia berkata:

--

{ } .











Rasulullah Saw pergi dari al-Hajirah ke al-Bath-ha, beliau berwudhu, kemudian melaksanakan
shalat Zhuhur dua rakaat dan Ashar dua rakaat. Di depannya ada tongkat. Perempuan lewat di
belakangnya. Orang banyak berdiri, mereka menarik tangan Rasulullah Saw dan mengusapkannya ke
wajah mereka. Aku menarik tangan Rasulullah Saw dan meletakkannya ke wajahku, tangan itu lebih
sejuk daripada es dan lebih harum daripada kasturi. (HR. al-Bukhari).
Al-Muhib ath-Thabari berkata, Riwayat ini dapat dijadikan dalil karena sesuai dengan apa
yang dilakukan kaum muslimin yaitu bersalaman setelah shalat dalam berjamaah, terlebih lagi pada
shalat Ashar dan Maghrib, jika bersalaman itu berkaitan dengan menyalami orang shaleh untuk
mengambil berkah atau berkasih sayang dan lainnya.
Adapun Imam al-Izz bin Abdissalam, setelah membagi bidah menjadi lima bagian: bidah
wajib, bidah haram, bidah makruh, bidah mustahab dan bidah mubah. Beliau berkata, Bidah
mubahah itu memiliki beberapa contoh, diantaranya adalah bersalaman setelah shalat Shubuh dan
shalat Ashar. (Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Izz bin Abdissalam, juz. II, hal. 205).
Imam an-Nawawi berkata, Adapun bersalaman yang biasa dilakukan setelah shalat Shubuh
dan Ashar. Syekh Imam Abu Muhammad bin Abdissalam menyebutkan bahwa itu bidah mubahah,
tidak disebut makruh atau mustahab. Yang ia katakan ini baik. Menurut pendapat pilihan dikatakan
bahwa, jika seseorang menyalami orang lain yang telah ada bersamanya sebelum shalat, maka boleh,
seperti yang telah kami sebutkan. Jika ia menyalami orang yang sebelumnya tidak ada bersamanya
sebelum shalat, maka salaman itu dianjurkan. Karena bersalaman ketika bertemu itu sunnat menurut
Ijma berdasarkan hadits-hadits shahih. (al-Majmu, an-Nawawi, juz. III, hal. 469 470).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa orang yang mengingkari bersalaman setelah shalat itu
ada dua kemungkinan; mungkin tidak mengetahui dalil-dalil yang telah kami sebutkan atau tidak
berjalan diatas manhaj ilmu yang menjadi dasar. Wallahu Taala Ala wa Alam.
Syekh DR. Ali Jumah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam,
[1]
1426H/2005M), hal. 262

Zikir Bersama

Zikir Bersama[1].
Fatwa Syekh DR. Ali Jumah.

Pertanyaan:
Apa hukum berkumpul untuk melakukan zikir bersama dalam sebuah halaqah (lingkaran)?

Jawaban:
Berkumpul untuk melakukan zikir dalam sebuah halaqah (lingkaran) adalah Sunnah berdasarkan
dalil-dalil. Allah Swt memerintahkan dalam kitab-Nya yang mulia:
9$#ur y7|tR ytB t%!$# cqt Nh/u o4ryt9$
$/ cy9$#ur tbr myg_ur (
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. (Qs. Al-Kahf [18]: 28).
Rasulullah Saw bersabda:










.



Sesungguhnya ada malaikat-malaikat milik Allah Swt yang berkeliling di jalan-jalan, mereka
mencari ahli zikir. Apabila mereka mendapati sekelompok orang yang berzikir kepada Allah Swt,
mereka saling memanggil, Kemarilah kepada apa yang kamu cari. Maka para malaikat meliputi
mereka dengan sayap-sayapnya hingga ke langit dunia. Sampai pada, Allah Swt berfirman:




.




.





Aku persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni mereka. Malaikat diantara mereka
berkata, Si fulan bukan bagian dari mereka, ia datang hanya karena ada suatu keperluan. Allah Swt
berfirman, Mereka adalah orang-orang yang duduk yang tidak menyengsarakan sahabat-sahabat
yang duduk bersama mereka. (HR. al-Bukhari).
Dari Muawiyah, bahwa Rasulullah Saw melewati lingkaran zikir para shahabatnya, ia
bertanya, Apa yang membuat kamu duduk?. Mereka menjawab, Kami duduk berzikir mengingat
Allah Swt dan memuji-Nya atas hidayah-Nya kepada kami untuk memeluk Islam dan karunia-Nya
kepada kami. Sampai pada ucapan Rasulullah Saw:






Malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia memberitahukan bahwa Allah Swt membanggakan kamu
kepada para malaikat. (HR. Muslim).
Imam an-Nawawi menempatkan hadits pertama dalam satu bab dalam kitab Riyadh ash-
Shalihin, Bab: fadhl hilaq adz-dzikr (Bab: Halaqah-Halaqah Zikir). Zikir menurut syariat Islam
mengandung banyak makna, diantaranya: pemberitahuan murni tentang dzat Allah Swt atau sifat-Nya
atau perbuatan-Nya atau hukum-hukum-Nya, atau dengan membaca kitab suci-Nya, atau memohon
kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, atau memuji dan mensucikan-Nya, mengagungkan-Nya,
mentauhidkan-Nya, memuji-Nya, bersyukur dan mengagungkan-Nya. Tidak ada dalil bagi mereka
yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan halaqah-halaqah zikir di sini adalah majlis ilmu.
Imam ash-Shanani menyebutkan hadits Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw
bersabda:












Tidaklah sekelompok orang berzikir mengingat Allah Swt, melainkan para malaikat mengelilingi
mereka, rahmat Allah Swt meliputi mereka, turun ketenangan kepada mereka dan Allah Swt menyebut
mereka kepada yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim). Kemudian Imam ash-Shanani berkata, Hadits
ini menunjukkan keutamaan majlis-majlis zikir dan orang-orang yang berzikir. Keutamaan berkumpul
untuk berzikir. Imam al-Bukhari meriwayatkan:










.



Sesungguhnya ada malaikat-malaikat milik Allah Swt yang berkeliling di jalan-jalan, mereka
mencari ahli zikir. Apabila mereka mendapati sekelompok orang yang berzikir kepada Allah Swt,
mereka saling memanggil, Kemarilah kepada apa yang kamu cari. Maka para malaikat meliputi
mereka dengan sayap-sayapnya hingga ke langit dunia. Ini adalah keutamaan majlis-majlis zikir yang
dihadiri para malaikat setelah para malaikat itu mencari dan menemukan majlis-majlis zikir.
Yang dimaksud dengan zikir disini adalah tasbih, tahmid, membaca al-Quran dan
sejenisnya. Dalam hadits al-Bazzar disebutkan:












Allah Swt bertanya kepada para malaikat-Nya, Apa yang dilakukan hamba-hamba-Ku?. Allah Swt
Maha Mengetahui tentang mereka. Para malaikat menjawab, Mereka mengagungkan nikmat-nikmat-
Mu, membaca kitab-Mu, bershalawat kepada nabi-Mu dan memohon kepada-Mu untuk akhirat dan
dunia mereka. Zikir yang sebenarnya adalah zikir di lidah, orang yang mengucapkannya akan
mendapatkan balasan pahala, tidak disyaratkan menghadirkan maknanya, yang disyaratkan hanyalah
agar tidak bertujuan selain zikir kepada Allah Swt. Jika zikir lisan ditambah dengan zikir hati, maka
itu lebih sempurna. Jika ditambah lagi dengan menghadirkan makna zikir, mencakup pengagungan
Allah Swt, menafikan kekurangan, maka bertambah sempurna. Jika itu dilakukan dalam amal shaleh
yang diwajibkan seperti shalat, atau jihad atau yang lain, maka lebih sempurna. Jika arahnya benar
dan ikhlas hanya karena Allah Swt, maka itulah tingkat teratas dari kesempurnaan. Subul as-Salam
karya Imam ash-Shanani, juz. 2, hal. 700.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa berkumpul untuk berzikir mengingat Allah
Swt, membaca al-Quran, mengkaji ilmu, tasbih, tahlil dan tahmid adalah sunnah yang dianjurkan
Allah Swt dalam kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya yang shahih dan jelas. Wallahu Taala Ala wa
Alam.

[1] Syekh DR. Ali Jumah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam,
1426H/2005M), hal. 229.

Dzikir Jahr

Zikir Dengan Suara Jahr[1].


Fatwa Syekh DR. Ali Jumah.

Pertanyaan:
Apakah zikir dengan suara jahr itu bidah?

Jawaban:
Dianjurkan bertasbih dan lainnya dengan suara sedang, demikian menurut mayoritas Fuqaha (ahli
Fiqh), berdasarkan firman Allah Swt:
wur yggrB y7?x|/ wur M$sB $pk5 tF/$#ur tt/
y79s Wx6y
Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya
dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Qs. Al-Isra [17]: 110). Rasulullah Saw melakukan itu.
Diriwayatkan dari Qatadah, bahwa Rasulullah Saw keluar pada suatu malam, beliau dapati
Abu Bakar sedang shalat dengan merendahkan suaranya. Rasulullah Saw lewat, beliau dapati Umar
sedang shalat menyaringkan suaranya. Ketika mereka berdua berkumpul bersama Rasulullah Saw,
beliau berkata, Wahai Abu Bakar, aku lewat ketika engkau sedang shalat, mengapa engkau
merendahkan suaramu?. Abu Bakar menjawab, Aku telah memperdengarkan Dia yang aku seru
wahai Rasulullah. Rasulullah Saw menjawab, Keraskanlah sedikit. Rasulullah Saw berkata kepada
Umar, Aku lewat ketika engkau sedang shalat, mengapa engkau mengeraskan suaramu?. Umar
menjawab, Wahai Rasulullah Saw, aku membangunkan orang yang tidur dan mengusir setan.
Rasulullah Saw berkata, Rendahkanlah sedikit suaramu. (HR. Abu Daud, Ibnu Khuzaimah, ath-
Thabrani dalam al-Ausath dan al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Sebagian Salaf menganjurkan menyaringkan suara ketika membaca takbir dan zikir setelah
shalat wajib. Mereka berdalil dengan riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata:

.





Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengar (mereka berzikir dengan
suara nyaring). (HR. al-Bukhari dan Muslim). Karena menyaringkan suara ketika berzikir itu lebih
banyak dalam pengamalan dan lebih merenungkan makna, manfaatnya untuk menyadarkan hati
orang-orang yang lalai.
Pendapat yang paling baik dalam masalah ini adalah pendapat yang dinyatakan oleh
pengarang Maraqi al-Falah setelah menggabungkan hadits-hadits dan pendapat para ulama yang
berbeda pendapat antara keutamaan sirr dan jahr dalam masalah zikir dan doa, beliau berkata, Itu
berbeda sesuai pribadi masing-masing, kondisi, waktu dan tujuan. Jika khawatir riya atau
mengganggu orang lain, maka lebih afdhal dengan cara sirr. Ketika seseorang merasa kehilangan apa
yang sedang ia zikirkan, maka lebih afdhal dengan cara jahr.
Dengan demikian maka zikir dengan cara jahr bukanlah perbuatan bidah dan boleh
dilakukan. Bahkan terkadang lebih menguatkan hati dan lebih membuat konsentrasi, jika terhindar
dari riya. Wallahu alam.

[1] Syekh DR. Ali Jumah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam,
1426H/2005M), hal. 227.

Tarawih Terlalu Cepat

Melaksanakan Shalat Tarawih Terlalu Cepat[1].


Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Apa hukum melaksanakan shalat Tarawih terlalu cepat?

Jawaban:
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dinyatakan dari Rasulullah Saw bahwa beliau bersabda:














Siapa yang melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan karena keimanan dan hanya
mengharapkan balasan dari Allah Swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu. Allah Swt
mensyariatkan puasa di siang hari bulan Ramadhan dan lewat lidah nabi-Nya Ia syariatkan
Qiyamullail di malam bulan Ramadhan. Qiyamullail ini dijadikan sebagai penyebab kesucian dari
dosa dan kesalahan. Akan tetapi Qiyamullail yang dapat mengampuni dosa dan membersihkan dari
noda adalah yang dilaksanakan seorang muslim dengan sempurna syarat-syarat, rukun-rukum, adab
dan batasannya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa thumaninah adalah salah satu rukum dari
rukun shalat, sama seperti membaca al-Fatihah, ruku dan sujud. Ketika seseorang melaksanakan
shalat dengan cara yang tidak baik di hadapan Rasulullah Saw, tidak melakukan thumaninah,
Rasulullah Saw berkata kepadanya, Kembalilah, shalatlah kembali, karena sesungguhnya engkau
belum shalat. Kemudian Rasulullah Saw mengajarkan bagaimana shalat yang diterima Allah Swt
seraya berkata:












Rukulah hingga engkau thumaninah dalam ruku, kemudian bangkitlah hingga engkau itidal
berdiri. Kemudian sujudlah hingga engkau thumaninah dalam sujud. Kemudian bangkitlah hingga
thumaninah dalam keadaan duduk. Kemudian lakukanlah itu dalam semua shalatmu. (HR. Al-
Bukhari, Muslim dan para penyusun kitab as-Sunan, dari hadits Abu Hurairah ra).
Thumaninah dalam semua rukun adalah syarat yang mesti ada. Batasan thumaninah yang
disyaratkan, para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama menetapkan kadar
thumaninah minimal satu kali Tasbih, misalnya seperti mengucapkan kalimat:






Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi.
Sebagian ulama seperti Imam Ibnu Taimiah mensyaratkan kadar Thumaninah dalam ruku dan sujud
kira-kira tiga kali Tasbih. Dalam hadits disebutkan bahwa membaca Tasbih tiga kali dan itu adalah
batas minimal, oleh sebab itu mesti ada thumaninah kira-kira tiga kali Tasbih. Allah Swt berfirman:
s% yxn=r& tbqZBsJ9$# t%!$# Nd
NkEx| tbqyz
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya. (Qs. Al-Muminun [23]: 1 2).
Khusyu ada dua jenis:
Khusyu tubuh dan khusyu hati.
Khusyu tubuh adalah tenangnya tubuh dan tidak melakukan perbuatan sia-sia, tidak menoleh seperti
menolehnya srigala. Tidak ruku dan sujud seperti patokan ayam. Akan tetapi melaksanakan shalat
dengan rukun-rukun dan batasan-batasan sebagaimana yang disyariatkan Allah Swt. Oleh sebab itu
mesti ada khusyu tubuh dan khusyu hati.
Makna khusyu hati adalah menghadirkan keagungan Allah Swt, yaitu dengan merenungkan
makna ayat-ayat yang dibaca, mengingat akhirat, mengingat sedang berada di hadapan Allah Swt.
Allah Swt berfirman dalam sebuah hadits Qudsi, Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku
menjadi dua bagian. Ketika seorang hamba mengucapkan:
Jys9$# ! _Uu Jn=y9$#
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Qs. Al-Fatihah [1]: 2). Allah Swt menjawab:





Hamba-Ku memuji-Ku.
Ketika hamba itu mengucapkan:
`uHq9$# Om9$#
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Fatihah [2]: 3). Allah Swt menjawab:



Hamba-Ku memuji-Ku.
Ketika hamba itu mengucapkan:
7=tB Qqt e$!$#
Yang menguasai di hari Pembalasan. (Qs. Al-Fatihah [1]: 4). Allah Swt menjawab:





Hamba-Ku memuliakan-Ku.
Ketika hamba itu mengucapkan:
x$) 7tR y$)ur tGnS
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
(Qs. Al-Fatihah [1]: 5). Allah Swt menjawab:






Ini antara Aku dan hamba-Ku. Hamba-Ku mendapatkan apa yang ia mohonkan.
Ketika hamba itu mengucapkan:

tRd$# xu_9$# tL)tGJ9$# $


Diposkan oleh somadmorocco di 03.47 Tidak ada komentar:

Dzikir di Sela Tarawih

Dzikir Diantara Shalat Tarawih.


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Mereka yang melaksanakan shalat Tarawih berjamaah membaca beberapa zikir yang dibaca di sela-
sela dua atau empat rakaat Tarawih. Sebagian orang menganggap ini perbuatan bidah, tidak
disyariatkan. Apa pendapat Islam dalam masalah ini?

Jawaban:
Tidak ada nash yang melarang zikir atau doa atau membaca al-Quran di sela-sela antara dua atau
empat rakaat Tarawih, masuk dalam perintah berzikir yang bersifat umum di semua kondisi. Bahwa
kalangan Salaf tidak melakukannya, tidak berarti larangan, disamping itu riwayat yang mengatakan
bahwa mereka melarang adalah riwayat yang tidak terpercaya. Pemisah antara dua atau empat rakaat
tersebut sama seperti apa yang dilakukan penduduk Mekah, mereka melaksanakan Thawaf tujuh
putaran diantara dua istirahat (shalat Tarawih), itulah yang membuat orang-orang Madinah menambah
jumlah rakaat Tarawih mereka lebih dari dua puluh rakaat untuk mengganti Thawaf tersebut. Itu
hanyalah cara pengaturan untuk mengetahui jumlah berapa rakaat yang telah mereka laksanakan,
disamping untuk memberikan semangat kepada orang-orang yang melaksanakan shalat Tarawih, tidak
ada larangan sama sekali, dan tidak pula termasuk dalam istilah bidah. Nash-nash secara umum tidak
mendukung pendapat yang melarang dan tidak pula menentang. Andai pun disebut bidah, maka
tergolong apa yang dikatakan Umar ra, Sebaik-baik bidah adalah perbuatan ini, ketika beliau
menyaksikan kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat Tarawih di belakang Ubai bin
Kaab.
Perempuan ke Masjid

Perempuan ke Masjid Melaksanakan Shalat Tarawih[1].


Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Sebagian kaum muslimah rajin melaksanakan shalat Tarawih di masjid, bahkan ada yang pergi ke
masjid tanpa izin suami, ada juga yang suara mereka terdengar bercerita di dalam masjid. Apakah
hukum shalat mereka? Apakah mereka wajib ke masjid?

Jawaban:
Shalat Tarawih tidak wajib, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Hukumnya sunnat,
kedudukannya tinggi dan pahalanya besar di sisi Allah Swt. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw memerintahkan mereka dengan tekad yang kuat, kemudian
Rasulullah Saw bersabda:














Siapa yang melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan karena keimanan dan hanya
mengharapkan balasan dari Allah Swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu.
Siapa yang melaksanakan shalat Tarawih dengan khusyu dan tenang, penuh keimanan dan
hanya mengharapkan balasan dari Allah Swt, melaksanakan shalat Shubuh pada waktunya, maka
sungguh ia telah melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan dan ia layak mendapatkan balasan
pahala orang-orang yang menghidupkan malam-malam Ramadhan.
Ini mencakup laki-laki dan perempuan. Hanya saja shalat perempuan lebih afdhal di rumah
daripada di masjid, selama kepergiannya ke masjid itu tidak ada manfaat lain selain shalat saja, jika
ada manfaat lain seperti mendengarkan kajian agama, atau pelajaran ilmu, atau mendengarkan bacaan
al-Quran dari qari yang khusyu dan baik, maka kepergiannya ke masjid dengan tujuan-tujuan ini
lebih baik dan afdhal. Terlebih lagi kebanyakan suami di zaman ini tidak mengajarkan pendalaman
ajaran Islam kepada istri mereka, andai mereka memiliki kemauan, mereka tidak memiliki
kemampuan di bidang pengetahuan agama Islam. Maka hanya masjidlah sumber utama untuk itu, oleh
sebab itu wanita mesti diberi kesempatan, tidak boleh dihalangi antara wanita dan rumah Allah Swt.
Apalagi banyak wanita jika dibiarkan menetap di rumah, mereka tidak ada kemauan untuk
melaksanakan shalat Tarawih sendirian di rumah, berbeda jika berada di masjid dan dilaksanakan
secara berjamaah.
Keluarnya wanita dari rumah meskipun ke masjid- mesti ada izin dari suami, karena suami
adalah kepala rumah tangga, penanggung jawab keluarga. Wajib patuh kepada suami, selama tidak
memerintahkan meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan maksiat, jika demikian maka
tidak wajib mendengarkan perintahnya dan tidak wajib mematuhinya.
Laki-laki tidak berhak melarang istrinya pergi ke masjid jika istrinya ingin pergi ke masjid,
tidak ada larangan tentang itu. Imam Muslim meriwayatkan:





Janganlah kamu larang perempuan-perempuan hamba-hamba Allah Swt (ke) masjid-masjid rumah-
rumah Allah Swt.
Yang mencegah menurut syariat Islam, misalnya suami dalam keadaan sakit, sangat
membutuhkan agar istri tetap berada di rumahnya melayani dan melaksanakan semua kebutuhan
suami. Atau ada anak-anak kecil yang mendatangkan mudharat jika ditinggalkan di rumah selama
shalat dan tidak ada yang menjaga mereka, dan uzur-uzur lainnya yang masuk akal.
Jika anak-anak menimbulkan keributan di masjid, mengganggu orang-orang yang shalat
karena menangis dan berteriak-teriak, maka selayaknya anak-anak tidak dibawa ketika shalat. Karena
hal itu, meskipun dibolehkan pada shalat lima waktu karena waktunya singkat, tidak layak dilakukan
pada shalat Tarawih karena waktunya panjang dan anak-anak tidak sabar terhadap ibu mereka pada
waktu yang lama tersebut.
Adapun wanita bercerita di dalam masjid, sama seperti laki-laki, tidak boleh mengeraskan
suara kecuali jika dibutuhkan untuk itu. Terlebih lagi cerita-cerita urusan dunia. Masjid didirikan
bukan untuk itu, akan tetapi untuk ibadah dan ilmu.
Wanita yang memiliki semangat untuk menjalankan agama agar menjaga lidahnya di rumah
Allah Swt agar tidak mengganggu orang yang melaksanakan shalat atau majlis ilmu. Jika perlu untuk
bicara, maka hendaklah dengan suara yang pelan dan sesuai kebutuhan. Tidak keluar dari sikap
menjaga harga diri dalam hal bicara, pakaian dan cara berjalan.
Disini saya ingin menyampaikan kalimat yang santun bahwa sebagian suami terlalu
cemburu kepada istri sehingga menekan, tidak mendukung sikap perempuan pergi ke masjid,
meskipun ada dinding yang tinggi yang memisahkan antara laki-laki dan perempuan, yang tidak
pernah ada di zaman Rasulullah Saw dan para shahabatnya, dinding yang dapat menghalangi
perempuan mengetahui gerakan imam melainkan dengan suara dan pendengaran. Ada sebagian laki-
laki yang tidak mau bercerita di masjid, mereka tidak mengizinkan orang lain membisikkan satu kata
ke telinga istrinya, meskipun itu dalam urusan agama. Ini adalah sikap yang kurang santun, cemburu
yang dicela sebabagaimana yang dinyatakan dalam hadits:









Sesungguhnya sebagian dari cemburu itu ada yang disukai Allah Swt dan ada pula yang dimurkai
Allah Swt, yaitu cemburu yang bukan pada sesuatu yang meragukan.
Kehidupan moderen telah membuka banyak pintu bagi perempuan. Perempuan bisa keluar
rumah ke sekolah, kampus, pasar dan lainnya. Akan tetapi tetap dilarang untuk pergi ke tempat yang
paling baik dan paling utama yaitu masjid. Saya menyerukan tanpa rasa sungkan, Berikanlah
kesempatan kepada perempuan di rumah Allah Swt, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan,
mendengarkan nasihat dan mendalami agama Islam. Boleh memberikan kesempatan bagi mereka
selama tidak dalam perbuatan maksiat dan sesuatu yang meragukan. Selama kaum perempuan keluar
rumah dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari fenomena Tabarruj (bersolek ala
Jahiliah) yang dimurkai Allah Swt. Walhamdu lillah Rabbilalamin.

[1] Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Muashirah, juz. I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam,
1420H/2000M), hal. 316 318.
Jumlah Rakaat Tarawih

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apakah Rasulullah Saw melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat?

Jawaban:
Imam al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah ra:



- -








Rasulullah Saw tidak pernah menambah, dalam bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, lebih
dari sebelas rakaat; Rasulullah Saw melaksanakan empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus
dan lamanya, kemudian beliau melaksanakan empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus dan
lamanya, kemudian melaksanakan shalat tiga rakaat.
Ucapan Aisyah ra, Melaksanakan shalat empar rakaat, tidak menafikan bahwa Rasulullah Saw
mengucapkan salam setelah dua rakaat, berdasarkan sabda Rasulullah Saw:





Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat.
Dan ucapan Aisyah ra, Melaksanakan shalat tiga rakaat, maknanya Rasulullah Saw melaksanakan
shalat Witir satu rakaat dan shalat Syaf dua rakaat. Imam Muslim meriwayatkan dari Urwah dari
Aisyah ra, ia berkata:

--









Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam sebelas rakaat, melaksanakan shalat witir satu rakaat
daripadanya.
Dalam beberapa jalur riwayat lain disebutkan:





Rasulullah Saw mengucapkan salam setiap dua rakaat.
Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam kitab Shahih mereka dari Jabir ra,
bahwa Rasulullah Saw mengimami para shahabat shalat delapan rakaat dan shalat Witir. Kemudian
mereka menunggu Rasulullah Saw pada malam berikutnya, akan tetapi Rasulullah Saw tidak keluar
menemui mereka. Inilah yang shahih dari perbuatan Rasulullah Saw, tidak ada riwayat shahih lain
selain ini.
Benar bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat pada masa Umar, Utsman dan Ali sebanyak
dua puluh rakaat, ini adalah pendapat jumhur Fuqaha (ahli Fiqh) dari kalangan Mazhab Hanafi,
Hanbali dan Daud.
Imam at-Tirmidzi berkata, Mayoritas ulama berpegang pada riwayat dari Umar, Ali dan
lainnya dari kalangan shahabat bahwa mereka melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat. Ini
adalah pendapat Imam ats-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan Imam Syafii. Demikian saya mendapati kaum
muslimin di Mekah, mereka melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat.
Menurut Imam Malik shalat Tarawih tiga puluh enam rakaat, selain Witir. Imam az-Zarqani
berkata dalam Syarh al-Mawahib al-Ladunniyyah, Ibnu Hibban menyebutkan bahwa shalat Tarawih
pada awalnya adalah sebelas rakaat, mereka melaksanakannya dengan bacaannya yang panjang. Lalu
kemudian mereka merasa berat, maka mereka meringankan bacaan dan menambah jumlah rakaat.
Mereka melaksanakan dua puluh rakaat selain shalat Syaf dan Witir, dengan bacaan sedang.
Kemudian mereka meringankan bacaan dan menjadikan jumlah rakaat menjadi tiga puluh enam rakaat
selain Syaf dan Witir. Kemudian mereka melaksanakan shalat Tarawih seperti itu.
Demikianlah, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata setelah menggabungkan beberapa
riwayat, Perbedaan tersebut berdasarkan kepada panjang dan pendeknya bacaan. Jika bacaannya
panjang, maka jumlah rakaat sedikit. Demikian juga sebaliknya. Demikian juga menurut Imam ad-
Dawudi dan lainnya. Kemudian al-Hafizh menyebutkan bahwa penduduk Madinah melaksanakan
shalat Tarawih tiga puluh enam rakaat untuk menyamai penduduk Mekah. Karena penduduk Mekah
melaksanakan Thawaf tujuh putaran diantara dua waktu istirahat (pada shalat Tarawih). Maka
penduduk Madinah membuat empat rakaat sebagai pengganti tujuh putaran Thawaf tersebut.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. VIII, hal. 464 [Maktabah Syamilah].

Kumur-Kumur dan Istinsyaq

Kumur-Kumur dan Istinsyaq Bagi Orang Yang Berpuasa[1].


Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa kumur-kumur atau Istinsyaq dalam Wudhu berpengaruh terhadap
sahnya puasa, sejauh mana kebenaran pendapat ini?

Jawaban:
Kumur-kumur dan Istinsyaq dalam wudhu adalah sunnat menurut Mazhab Abu Hanifah, Malik dan
Syafii. Wajib menurut Mazhab Imam Ahmad yang menganggapnya sebagai bagian dari membasuh
wajah yang merupakan perintah. Apakah sunnat atau wajib, tidak selayaknya ditinggalkan ketika
berwudhu, apakah ketika berpuasa atau pun ketika tidak berpuasa.
Bagi muslim ketika sedang berpuasa agar tidak terlalu berlebihan dalam berkumur-kumur
dan Istinsyaq, tidak seperti saat tidak berpuasa. Dalam hadits disebutkan:





Apabila engkau istinsyaq maka lebihkanlah, kecuali jika engkau berpuasa. (HR. Asy-Syafii,
Ahmad, imam yang empat dan al-Baihaqi). Jika seorang yang berpuasa berkumur-kumur atau
melakukan istinsyaq ketika berwudhu, lalu air termasuk ke kerongkongannya tanpa sengaja dan tidak
karena sikap berlebihan, maka puasanya tetap sah, sama seperti masuknya debu jalanan atau butiran
tepung atau lalat terbang dan masuk ke kerongkongannya, karena semua itu kekeliruan yang tidak
dianggap. Meskipun sebagian imam berbeda pendapat dengan ini.
Kumur-kumur yang bukan karena berwudhu juga tidak mempengaruhi sahnya puasa,
selama air tidak sampai ke dalam perut. Wallahu alam.

[1] Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Muashirah, juz. I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam,
1420H/2000M), hal. 311.

Menunda Puasa Qadha'

Menunda Puasa Qadha[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Saya tidak melaksanakan beberapa hari di bulan Ramadhan karena uzur, saya tidak mampu meng-
qadha-nya hingga masuk Ramadhan berikutnya. Apakah saya didenda karena menunda puasa
Qadha? ketika meng-qadha, apakah wajib berturut-turut atau boleh terpisah-pisah?

Jawaban:
Jumhur ulama mewajibkan fidyah bagi orang yang menunda qadha puasa Ramadhan hingga masuk
ke Ramadhan berikutnya. Fidyah tersebut adalah memberikan makan satu orang miskin untuk satu
hari puasa yang ditinggalkan, makanan tersebut cukup untuk makan siang dan makan malam. Jika
qadha tersebut tidak dilaksanakan tanpa ada uzur. Hukum ini berdasarkan dalil hadits Mauquf dari
Abu Hurairah, artinya ini ucapan Abu Hurairah, penisbatan ucapan ini kepada Rasulullah Saw adalah
dhaif. Hukum ini juga diriwayatkan dari enam orang shahabat, menurut Yahya bin Aktsam tidak ada
yang menentang pendapat mereka, diantara mereka adalah Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra.
Abu Hanifah dan ulama Mazhab Hanafi berpendapat: tidak wajib membayar fidyah
disamping qadha. Karena Allah Swt berfirman tentang orang yang sakit dan musafir:
os `iB BQ$r& tyz& 4
Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
(Qs. Al-Baqarah [2]: 184). Allah Swt tidak memerintahkan membayar fidyah. Hadits yang
mewajibkannya adalah hadits dhaif, tidak dapat dijadikan dalil.
Imam asy-Syaukani berkata dalam Nail al-Authar, juz. 4, hal. 318, mendukung pendapat ini,
Tidak ada hadits kuat dari Rasulullah Saw tentang masalah ini. Pendapat shahabat tidak dapat
dijadikan dalil. Pendapat jumhur tidak menunjukkan bahwa itu benar. Hukum asal tidak ada
kewajiban menjadi penetap hukum tidak adanya kewajiban yang membebani, sampai ada dalil tentang
itu. Dalam masalah ini tidak ada dalil yang mendukung. Maka tidak wajib membayar fidyah).
Imam Syafii berkata, Jika qadha tersebut tidak dilaksanakan karena uzur, maka tidak
wajib membayar fidyah. Jika bukan karena suatu uzur, maka wajib membayar fidyah. Pendapat ini
penengah antara dua pendapat diatas. Akan tetapi hadits dhaif atau hadits mauquf tentang kafarat ini
tidak membedakan antara ada atau tidak adanya uzur. Mungkin pendapat ini dapat menenangkan jiwa
karena memperhatikan bentuk khilaf yang ada.
Melaksanakan puasa qadha Ramadhan itu wajib dilaksanakan secara tunda, tidak wajib
dilaksanakan segera, meskipun afdhal dilaksakan dengan segera ketika mampu, karena hutang kepada
Allah Swt lebih utama untuk ditunaikan. Disebutkan dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad
bahwa Aisyah ra meng-qadha puasa Ramadhan di bulan Syaban, ia tidak melaksanakannya segera
ketika ia mampu.
Dalam melaksanakan puasa Qadha tidak diwajibkan mesti berturut-turut. Ad-Daraquthni
meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw berkata tentang qadha puasa Ramadhan:




Jika mau dapat melaksanakannya secara terpisah-pisah dan jika mau dapat melaksanakannya
secara berturut-turut.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 268 [Maktabah Syamilah].

Puasa Wanita Hamil dan Menyusui

Puasa Wanita Hamil dan Menyusui[1].


Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Kami membaca di beberapa buku bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa di bulan
Ramadhan dan wajib membayar Fidyah, tidak wajib meng-qadha puasa. Apakah benar demikian?

Jawaban:
Allah Swt berfirman:
) n?tur %!$# mtRq) pt P$ys &3B
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ada dua pendapat ulama
tentang tafsir ayat ini; pendapat pertama mengatakan bahwa pada awalnya puasa itu adalah ibadah
pilihan, siapa yang mampu untuk melaksanakan puasa maka dapat melaksanakan puasa atau tidak
berpuasa, bagi yang tidak berpuasa maka sebagai gantinya membayar fidyah memberi makan orang
miskin. Dengan pilihan ini, berpuasa lebih utama. Kemudian hukum ini di-nasakh, diwajibkan
berpuasa bagi yang mampu, tidak boleh meninggalkan puasa dan memberikan makanan kepada orang
miskin, berdasarkan firman Allah Swt:
) yJs yky N3YB tk9$# mJu=s` 4
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu. (Qs. Al-Baqarah [2]: 185). Yang me-nasakh hukum diatas adalah ayat ini,
demikian diriwayatkan para ulama kecuali Imam Ahmad. Dari Salamah bin al-Akwa, ia berkata,
Ketika ayat ini (al-Baqarah: 183) turun, sebelumnya orang yang tidak mau berpuasa boleh tidak
berpuasa dan membayar fidyah, sampai ayat setelahnya turun dan menghapus hukumnya.
Satu pendapat mengatakan bahwa puasa itu diwajibkan bagi orang-orang yang mampu saja.
Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit, musafir dan orang yang berat melakukannya.
Mereka menafsirkan makna al-Ithaqah dengan berat melaksanakan puasa, yaitu orang-orang yang
telah lanjut usia. Bagi orang yang sakit dan musafir diwajibkan qadha. Sedangkan bagi orang yang
lanjut usia diwajibkan membayar fidyah saja, tanpa perlu melaksanakan puasa qadha, karena semakin
tua maka semakin berat mereka melaksanakannya, demikian juga orang yang menderita penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan tidak akan mampu melaksanakan puasa qadha, mereka boleh tidak
berpuasa dan wajib membayar fidyah. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Atha, ia mendengar Ibnu
Abbas membaca ayat:
) n?tur %!$# mtRq) pt P$ys &3B
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ia berkata, Ayat ini tidak
di-nasakh. Akan tetapi ayat ini bagi orang yang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakan puasa,
maka mereka memberi makan satu orang miskin untuk satu hari tidak berpuasa.
Sebagian ulama moderen seperti Syekh Muhammad Abduh meng-qiyas-kan para pekerja
berat yang kehidupan mereka bergantung pada pekerjaan yang sangat berat seperti mengeluarkan
batubara dari tempat tambangnya, mereka di-qiyas-kan kepada orang tua renta yang lemah dan orang
yang menderita penyakit terus menerus. Demikian juga dengan para pelaku tindak kriminal yang
diwajibkan melaksanakan pekerjaan berat secara terus menerus, andai mereka mampu melaksanakan
puasa, maka mereka tidak wajib berpuasa dan tidak wajib membayar fidyah, meskipun mereka
memiliki harta untuk membayar fidyah.
Sedangkan wanita hamil dan ibu menyusui, jika mereka tidak berpuasa karena
mengkhawatirkan diri mereka, atau karena anak mereka, maka menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas,
mereka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah saja, tidak wajib melaksanakan puasa
qadha, mereka disamakan dengan orang yang telah lanjut usia. Abu Daud dan Ikrimah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang ayat:
n?tur %!$# mtRq)
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa). (Qs. Al-
Baqarah [2]: 183). Ibnu Abbas berkata, Ini keringanan bagi orang yang telah lanjut usia baik laki-laki
maupun perempuan yang tidak mampu berpuasa, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib memberi
fidyah memberi makan satu orang miskin untuk satu hari. Wanita hamil dan ibu menyusui, jika
mengkhawatirkan anaknya, maka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah. Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dengan tambahan di akhir riwayat: Ibnu Abbas berkata kepada seorang ibu hamil,
Engkau seperti orang yang tidak mampu berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah, tidak wajib
qadha bagiku. Sanadnya dinyatakan shahih oleh ad-Daraquthni. Imam Malik dan al-Baihaqi
meriwayatkan dari Nafi bahwa Ibnu Umar ditanya tentang wanita hamil jika mengkhawatirkan
anaknya, ia menjawab, Ia boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah satu orang miskin untuk
satu hari, membayar satu Mudd gandum. Dalam hadits disebutkan:








Sesungguhnya Allah Swt tidak mewajibkan puasa bagi musafir dan menggugurkan setengah
kewajiban shalat (shalat Qashar). Allah Swt menggugurkan kewajiban puasa bagi wanita hamil dan
ibu menyusui. Diriwayatkan oleh lima imam, Imam Ahmad dan para pengarang kitab as-Sunan.
Berdasarkan dalil diatas maka wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan
dirinya atau anaknya, maka boleh tidak berpuasa. Apakah wajib melaksanakan puasa qadha dan
membayar fidyah?
Menurut Ibnu Hazm: tidak wajib qadha dan fidyah.
Menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Umar: wajib membayar fidyah saja tanpa kewajiban qadha.
Menurut Mazhab Hanafi: wajib qadha saja tanpa kewajiban fidyah.
Menurut Mazhab Syafii dan Hanbali: wajib qadha dan fidyah, jika yang dikhawatirkan anaknya saja.
Jika yang dikhawatirkan adalah dirinya saja, atau yang dikhawatirkan itu diri dan anaknya, maka
wanita hamil dan ibu menyusui wajib melaksanakan qadha saja, tanpa wajib membayar fidyah. (Nail
al-Authar, juz. 4, hal. 243 245).
Dalam Fiqh empat mazhab dinyatakan:
Menurut Mazhab Maliki: wanita hamil dan ibu menyusui, jika melaksanakan puasa dikhawatirkan
akan sakit atau bertambah sakit, apakah yang dikhawatirkan itu dirinya, atau anaknya, atau dirinya
saja, atau anaknya saja. Mereka boleh berbuka dan wajib melaksanakan qadha, tidak wajib
membayar fidyah bagi wanita hamil, berbeda dengan ibu menyusui, ia wajib membayar fidyah. Jika
puasa tersebut dikhawatirkan menyebabkan kematian atau mudharat yang sangat parah bagi dirinya
atau anaknya, maka wanita hamil dan ibu menyusui wajib tidak berpuasa.
Menurut Mazhab Hanafi: jika wanita hamil dan ibu menyusui mengkhawatirkan mudharat, maka
boleh berbuka, apakah kekhawatiran tersebut terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja.
Wajib melaksanakan qadha ketika mampu, tanpa wajib membayar fidyah.
Menurut Mazhab Hanbali: wanita hamil dan ibu menyusui boleh berbuka, jika mengkhawatirkan
mudharat terhadap diri dan anak, atau diri saja. Dalam kondisi seperti ini mereka wajib melaksanakan
qadha tanpa membayar fidyah. Jika yang dikhawatirkan itu anaknya saja, maka wajib melaksanakan
puasa qadha dan membayar fidyah.
Menurut Mazhab Syafii: wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan mudharat, apakah
kekhawatiran tersebut terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja, mereka wajib berbuka dan
mereka wajib melaksanakan qadha pada tiga kondisi diatas. Jika yang dikhawatirkan anaknya saja,
maka wajib melaksanakan qadha dan membayar fidyah.
Pendapat Mazhab Syafii sama seperti Mazhab Hanbali dalam hal qadha dan fidyah, hanya
saja Mazhab Hanbali membolehkan berbuka jika mengkhawatirkan mudharat, sedangkan Mazhab
Syafii mewajibkan berbuka. Dalam salah satu pendapatnya Imam Syafii mewajibkan fidyah bagi
wanita menyusui, tidak wajib bagi ibu hamil, seperti pendapat Mazhab Maliki.
Penutup: hadits yang diriwayatkan lima imam dari Anas bin Malik al-Kabi. Al-Mundziri
berkata, Ada lima perawi hadits yang bernama Anas bin Malik: dua orang shahabat ini, Abu Hamzah
Anas bin Malik al-Anshari pembantu Rasulullah Saw, Anas bin Malik ayah Imam Malik bin Anas, ia
meriwayatkan satu hadits, dalam sanadnya perlu diteliti. Keempat, seorang Syekh dari Himsh.
Kelima, seorang dari Kufah, meriwayatkan hadits dari Hamad bin Abu Sulaiman, al-Amasy dan
lainnya. Imam asy-Syaukani berkata, Selayaknya Anas bin Malik al-Qusyairi yang disebutkan Ibnu
Abi Hatim adalah Anas bin Malik yang keenam, jika ia bukan al-Kabi.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 291 [Maktabah Syamilah].

Menggunakan Siwak dan Pasta Gigi

Menggunakan Siwak dan Pasta Gigi[1].


Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Apa hukum menggunakan siwak bagi orang yang berpuasa? Dan penggunaan pasta gigi?

Jawaban:
Dianjurkan menggunakan Siwak sebelum Zawal (tergelincir matahari). Adapun setelah tergelincir
matahari, para ahli Fiqh berbeda pendapat. Sebagian mereka menyatakan makruh hukumnya
menggosok gigi setelah tergelincir matahari bagi orang yang berpuasa. Dalilnya adalah hadits
Rasulullah Saw:









Demi jiwaku berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah Swt
daripada semerbak kasturi. (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah). Menurut pendapat ini, harum
semerbak kasturi tidak baik jika dihilangkan, atau makruh dihilangkan, selama bau tersebut diterima
dan dicintai Allah Swt, maka orang yang berpuasa membiarkannya. Ini sama seperti darah dari luka
orang yang mati syahid. Rasulullah Saw berkata tentang para syuhada:










Selimutilah mereka dengan darah dan pakaian mereka, karena sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan dengannya di sisi Allah Swt pada hari kiamat, warnanya warna darah dan harumnya
harum semerbak kasturi. Oleh sebab itu orang yang mati syahid tetap dengan darah dan pakaiannya,
tidak dimandikan dan bekas darah tidak dibuang. Mereka meng-qiyaskan dengan ini. Sebenarnya ini
tidak dapat diqiyaskan dengan bau mulut orang yang berpuasa, karena ada kedudukan tersendiri.
Sebagian shahabat meriwayatkan, Saya seringkali melihat Rasulullah Saw bersiwak ketika beliau
sedang berpuasa. Bersiwak ketika berpuasa dianjurkan dalam setiap waktu, pada pagi maupun petang
hari. Juga dianjurkan sebelum atau pun setelah berpuasa. Bersiwak adalah sunnah yang dipesankan
Rasulullah Saw:





Siwak itu kesucian bagi mulut dan keridhaan Allah Swt. (HR. an-NasaI, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Hibban dalam kitab Shahih mereka. Diriwayatkan al-Bukhari secara muallaq dengan shighat Jazm).
Rasulullah Saw tidak membedakan antara puasa atau tidak berpuasa.
Adapun pasta gigi, mesti berhati-hati dalam menggunakannya agar tidak masuk ke dalam
sehingga membatalkan puasa menurut mayoritas ulama. Oleh sebab itu lebih untuk dihindari dan
ditunda pemakaiannya setelah berbuka puasa. Akan tetapi jika dipakai dan bersikap hati-hati, namun
tetap masuk sedikit ke dalam, maka itu dimaafkan. Allah Swt berfirman:
s9ur N6n=t y$uZ_ !$yJ O?'szr& m/ `3s9ur{ 4
$B NyJys? N3/q=% 4
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu. (Qs. Al-Ahzab [33]: 5). Rasulullah Saw bersabda:







Diangkat dari umatku; tersalah, lupa dan sesuatu yang dipaksa untuk melakukannya. Wallahu
alam.

[1] Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Muashirah, juz. I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam,
1420H/2000M), hal. 329 - 330.

Niat Puasa

Niat Puasa[1].
Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Saya lupa berniat puasa pada waktu malam. Kemudian saya teringat setelah fajar bahwa saya belum
berniat. Apakah puasa saya sah?

Jawaban:
Niat merupakan sesuatu yang mesti ada dalam puasa, puasa tidak sah tanpa adanya niat. Mayoritas
ulama mensyaratkan agar setiap hari mesti berniat puasa, sebagian ulama mencukupkan satu niat saja
pada awal malam bulan Ramadhan untuk niat satu bulan secara keseluruhan. Waktu berniat adalah
sejak tenggelam matahari hingga terbit fajar. Jika seseorang berniat melaksanakan puasa di malam
hari, maka niat itu sudah cukup, ia boleh makan atau minum setelah berniat, selama sebelum fajar.
Imam Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw bersabda:









Siapa yang tidak menggabungkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.
Tidak disyaratkan melafalkan niat, karena tempat niat itu di hati. Jika seseorang sudah bertekad di
dalam hatinya untuk melaksanakan puasa, maka itu sudah cukup. Meskipun hanya sekedar bangun
pada waktu sahur dan berniat akan melaksanakan puasa, itu sudah cukup, atau minum agar tidak
merasakan haus pada siang hari, maka niat itu sudah cukup. Siapa yang tidak melakukan itu pada
waktu malam, maka puasanya tidak sah, ia mesti meng-qadha puasanya. Ini berlaku pada puasa
Ramadhan. Sedangkan puasa sunnat, niatnya sah dilakukan pada waktu siang hari sebelum zawal
(matahari tergelincir).

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 266 [Maktabah Syamilah],

Mengikuti Ru'yah Negara Lain

Mengikuti Ruyah Negara Lain[1].


Fatwa Syekh DR. Ali Jumah.

Pertanyaan:
Apakah boleh berpuasa mengikuti Ruyah di Negara lain, bukan mengikuti Ruyah Negara tempat
tinggal?

Jawaban:
Tidak selayaknya penduduk suatu Negara melaksanakan puasa dan berhari raya mengikuti Negara lain
berbeda dengan Ruyah yang ditetapkan Negara bersangkutan. Karena kondisi seperti ini
menyebabkan perpecahan kesatuan kaum muslimin. Menanamkan benih-benih fitnah dan berpecahan.
Sebagaimana ditetapkan dalam syariat Islam bahwa hukum yang ditetapkan Ulil Amri mengangkat
khilaf yang terjadi diantara umat manusia. Berdasarkan ini maka jika fatwa telah dikeluarkan
berkaitan dengan hilal bulan Ramadhan atau lainnya di suatu Negara, maka bagi kaum muslimin di
Negara tersebut mesti berpegang kepada fatwa tersebut, tidak boleh keluar dari fatwa tersebut. Ini
berdasarkan riwayat dari Kuraib bahwa Ummu al-Fadhl binti al-Harits mengutus Kuraib kepada
Muawiyah di negeri Syam, ia berkata, Saya sampai di negeri Syam, saya menunaikan keperluannya.
Telah terlihat hilal bulan Ramadhan ketika saya berada di negeri Syam, saya melihat hilal pada malam
Jumat. Kemudian saya tiba di Madinah pada akhir bulan. Abdullah bin Abbas bertanya kepada saya.
Kemudian Kuraib menyebutkan tentang hilal. Abdullah bin Abbas bertanya, Kapankah kamu melihat
hilal?. Saya jawab, Kami melihatnya malam Jumat. Abdullah bin Abbas bertanya, Engkau
melihatnya?. Saya jawab, Ya, orang banyak juga melihatnya. Mereka melaksanakan puasa dan
Muawiyah juga melaksanakan puasa. Abdullah bin Abbas berkata, Akan tetapi kami melihat hilal
pada malam Sabtu. Kita terus melaksanakan puasa hingga kita sempurnakan tiga puluh hari, atau
hingga kita melihat hilal (Syawal). Saya katakan, Apakah tidak cukup dengan Ruyah dan puasa
Muawiyah?. Abdullah bin Abbas menjawab, Tidak, demikianlah Rasulullah Saw memerintahkan
kita[2]. Riwayat ini membuktikan bahwa setiap daerah konsisten menjalankan Ruyahnya masing-
masing. Kami berfatwa berdasarkan ini. Wallahu Taala Ala wa Alam.

[1] Syekh DR. Ali Jumah, Al-Bayan li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam,
1426H/2005M), hal. 286.
[2] HR. Ahmad dalam al-Musnad, juz. I, hal. 306; Muslim dalam ash-Shahih, juz. II, hal. 765;
Abu Daud dalam as-Sunan, juz. II, hal. 299 dan at-Tirmidzi dalam as-Sunan, juz. III, hal. 76.

Ru'yah Hilal Ramadhan

Hilal Ramadhan[1].

Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:

Dalam hadits dinyatakan, Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berhari rayalah
kamu ketika melihat bulan. Apakah kata melihat disini boleh diinterpretasikan sebagai
melihat secara ilmiah, bukan melihat dengan mata kepala, untuk menyatukan awal
bulan Ramadhan?

Jawaban:

Tema penyatuan awal Ramadhan yang selanjutnya mengarah kepada penyatuan hari
raya di seluruh negeri-negeri Islam adalah tema yang dibahas para ahli Fiqh pada abad-
abad pertama, juga dibahas para ulama di Majma al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga
Riset Islam) pada beberapa tahun terakhir. Semuanya sepakat bahwa tidak ada
kontradiksi antara agama Islam dan ilmu pengetahuan, agama Islam sendiri
menyerukan ilmu pengetahuan. Dalam masalah kita ini, hadits mengaitkan puasa dan
hari raya dengan melihat Hilal, jika tidak terlihat dengan mata kepala, maka kita
menggunakan ilmu pengetahuan. Bimbingan agar menyempurnakan jumlah hari bulan
Syaban menjadi tiga puluh hari adalah arahan untuk menghormati Hisab yang
merupakan salah satu bentuk ilmu pengetahuan. Mereka yang mengamati Hilal
menggunakan teropong yang merupakan peralatan dari ilmu pengetahuan, juga
menggunakan alat-alat pengintai Hilal dan peralatan lainnya. Tema ini membutuhkan
pembahasan yang panjang lebar, pembahasan ilmu pengetahuan dan agama, dibahas
dalam juz kedua kitab Bayan li an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (Penjelasan Untuk Umat
Manusia Dari Al-Azhar Yang Mulia). Disini saya sebutkan bahwa Konferensi Riset Islam
ke-III yang dilaksanakan pada tahun 1966M menetapkan sebagai berikut:

1. Ruyah adalah dasar untuk mengetahui masuknya bulan Qamariyyah,


sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits. Ruyah adalah dasar, akan tetapi tidak
berpedoman kepada Ruyah jika tidak ada kepercayaan yang sangat kuat.
2. Penetapan Ruyah dengan Mutawatir dan Istifadhah (berita dibawa oleh banyak
orang), juga dengan Khabar Wahid (berita dibawa oleh satu orang), laki-laki atau
perempuan, jika tidak ada faktor penyebab yang mempengaruhi kebenaran
beritanya. Diantara faktor penyebab yang dapat merusak kebenaran berita
Ruyah adalah jika bertentangan dengan Hisab dari orang yang terpercaya.

3. Khabar Wahid mesti diamalkan, baik oleh orang yang membawa berita maupun
yang mempercayainya. Adapun mewajibkan semua orang untuk mengikutinya,
maka tidak boleh kecuali setelah Ruyah ditetapkan oleh sebuah lembaga yang
ditetapkan negara untuk itu.

4. Berpedoman kepada Hisab dalam penetapan masuknya bulan Ramadhan apabila


tidak dapat diwujudkan lewat Ruyah dan tidak mungkin menyempurnakan jumlah
hari bulan sebelumnya menjadi tiga puluh hari.

5. Menurut konferensi ini, perbedaan penampakan Hilal tidak dianggap jika


tempatnya berjauhan dan waktu malam diantara tempat-tempat tersebut masih
bersambung, meskipun sedikit. Perbedaan penampakan Hilal diantara beberapa
tempat baru dianggap jika waktu malam diantara tempat-tempat tersebut tidak
bersambung.

6. Konferensi ini merekomendasikan kepada masyarakat dan negara-negara Islam


agar di setiap kawasan negeri Islam memiliki lembaga penetapan awal bulan
Qamariyyah dengan tetap melakukan kordinasi antara lembaga dan berkordinasi
dengan lembaga Hisab terpercaya.

Mesir mengumumkan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan beberapa keputusan


konferensi ini dan tetap berkordinasi dengan negara-negara lain. Demikianlah, saya
ingin mengingatkan kaum muslimin bahwa ada unsur-unsur lain yang sangat penting
dan memberikan pengaruh yang sangat kuat untuk menyatukan umat Islam, diantara
yang terpenting adalah penyatuan hukum, sistem undang-undang, ekonomi dan budaya
berdasarkan agama Islam. Tidak adanya penyatuan ini menyebabkan kaum muslimin
semakin menjauh dan menyebabkan kaum muslimin menjadi korban negara-negara lain,
menyebabkan keretakan ikatan kaum muslimin. Sungguh benar Rasulullah Saw seperti
yang diriwayatkan al-Baihaqi, Jika kaum muslimin membatalkan perjanjian mereka
kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, maka musuh menguasai mereka dan mengambil
sebagian apa yang ada di tangan mereka. Jika pemimpin mereka tidak berhukum
dengan kitab Allah, maka akan dijadikan azab di tengah-tengah mereka.

[1] Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 252 [Maktabah Syamilah].

HADITS: BULAN SYABAN.


Hadits Shahih:





.



.

Dari Usamah bin Zaid, saya katakan kepada Rasulullah Saw: Saya tidak pernah melihat engkau
berpuasa di bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Syaban?.
Rasulullah Saw menjawab: Itulah bulan yang banyak dilupakan orang, antara Rajab dan Ramadhan,
pada bulan itu amal-amal diangkat ke hadapan Allah Tuhan semesta alam, aku suka ketika amalku
diangkat aku dalam keadaan berpuasa.
(Hadits riwayat Imam an-Nasai).
-
- -



.



-





- -
.



Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah Saw melaksanakan puasa hingga kami mengatakan ia tidak
makan. Ia makan hingga kami mengatakan ia tidak puasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw
menyempurnakan puasa satu bulan kecuali di bulan Ramadhan. Saya tidak pernah melihat Rasulullah
Saw berpuasa di bulan lain lebih banyak daripada puasanya di bulan Syaban.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
( )




Dari Muadz bin Jabal, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
Allah memperhatikan semua makhluk-Nya pada malam Nishfu Syaban, maka Ia mengampuni
semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.
(Hadits riwayat Imam ath-Thabrani dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).

Hadits Dhaif:
"
. "
:
Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam Nishfu Syaban, Ia mengampuni lebih banyak
daripada bulu kambing Bani Kalb, yaitu salah satu kabilah yang memiliki banyak kambing. (Hadits
riwayat Ahmad dan ath-Thabrani). Imam at-Tirmidzi berkrata: Imam al-Bukhari menyatakan hadits
ini hadits dhaif.



- - " :
. " -
:
" : " " :

.
"
. . :
Hadits riwayat Aisyah, Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam, beliau shalat dengan sujud yang
sangat lama, hingga saya (Aisyah) menyangka bahwa Rasulullah Saw telah meninggal dunia. Ketika
saya melihat demikian, maka saya pun bangun dan menggerakkan ibu jari Rasulullah Saw, ternyata
Rasulullah Saw masih bergerak. Lalu saya pun kembali. Ketika Rasulullah Saw mengangkat
kepalanya dari sujud dan telah selesai dari shalatnya, beliau berkata: Wahai Aisyah atau wahai
Humaira- engkau menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu?. Saya jawab: Tidak,
demi Allah wahai Rasulullah, akan tetapi saya menyangka engkau telah meninggal dunia karena
sujudmu terlalu lama.
Rasulullah Saw bertanya: Tahukah engkau malam apa ini?. saya menjawab: Allah dan rasul-Nya
lebih mengetahuinya. Rasulullah Saw menjawab: Ini adalah malam nishfu Syaban. Sesungguhnya
Allah memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Syaban, maka Ia mengampuni orang-
orang yang memohon ampun dan memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang memohon
rahmat-Nya. Dan Ia menunda orang-orang yang dengki sebagaimana keadaan mereka. (HR. al-
Baihaqi dari jalur riwayat al-Ala bin al-Harits dari Aisyah. Al-Baihaqi berkata: Ini hadits Mursal
jayyid. Maksudnya, al-Ala tidak mendengar hadits ini langsung dari Aisyah.

Hadits-Hadits Palsu.




Diriwayatkan dari Ali, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
Ketika malam nisfu Syaban, maka laksanakanlah Qiyamullail, berpuasalah pada siang harinya.
Sesungguhnya Allah Swt turun pada malam itu saat tenggelam matahari, turun ke langit dunia. Allah
berfirman: Adakah orang yang memohon ampun? Maka Aku akan mengampuninya. Adalah yang
meminta rezeki, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah yang terkena musibah, maka Aku
memberinya kebaikan. Adakah begini dan begitu, hingga terbit matahari.




Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Siapa yang menghidupkan 5 malam, maka ia wajib masuk surga; malam Tarwiyah (8 Dzulhijjah),
malam Arafah (9 Dzulhijjah), malam Nahr (10 Dzulhijjah), malam Idul Fithri dan malam Nishfu
Syaban.

Adakah Shalat Khusus Malam Nishfu Syaban?


:


- - -
-


Imam an-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu: Shalat yang dikenal dengan nama shalat ar-
Raghaib, yaitu 12 rakaat antara Maghrib dan Isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab dan
shalat sunnat malam Nishfu Syaban 100 rakaat, dua shalat ini adalah bidah munkar. Jangan terkecoh
karena kedua shalat ini disebutkan dalam kitab Qut al-Qulub karya Abu Thalib al-Makky dan kitab
Ihya Ulumiddin karya al-Ghazali atau hadits yang menyebut tentang shalat ini, karena semua itu
batil. Jangan terkecoh dengan sebagian orang yang tidak jelas baginya hukum tentang kedua shalat ini
lalu ia menulis tulisan tentang anjuran melaksanakan kedua shalat ini, sesungguhnya ia keliru dalam
masalah tersebut.

Memeriahkan Malam Nishfu Syaban Beramai-ramai di Masjid.


259 2 " "




. :


.
Imam al-Qasthallani berkata dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah: juz.2, hal.259:
Ulama negeri Syam berbeda pendapat tentang cara menghidupkan malam Nishfu Syaban, salah satu
pendapat itu mengatakan: dianjurkan menghidupkan malam Nishfu Syaban beramai-ramai di masjid.
Khalid bin Madan, Luqman bin Amir dan lainnya (dari kalangan Tabiin) memakai pakaian yang
bagus, memakai harum-haruman dan memakai celak pada malam Nishfu Syaban, mereka
menghidupkan malam Nishfu Syaban di Masjid. Ishaq bin Rahawaih setuju dengan mereka dan
berkata tentang menghidupkan malam Nishfu Syaban di Masjid: Itu bukan perbuatan bidah.
Diriwayatkan oleh Harb al-Kirmani dalam kitab al-Masail dari Ishaq bin Rahawaih.
Pendapat kedua mengatakan: makruh hukumnya berkumpul di masjid (pada malam Nishfu Syaban)
untuk melaksankan shalat, mendengar kisah-kisah dan berdoa. Tidak makruh jika seseorang shalat
pada malam Nishfu Syaban itu khusus untuk dirinya sendiri. Ini pendapat al-Auzai imam negeri
Syam dan ahli fiqh serta orang lain diantara mereka.

Bulan Rajab: Beberapa Keutamaan dan Bidah.

Shalat Khusus di Bulan Rajab.

" : - -

) (

))
((

((

))

: ):

: (:

- .." ) (


" :-

"

Dari Anas, ia berkata: Tidaklah seseorang yang melaksanakan puasa pada hari
Kamis (pertama di bulan Rajab), kemudian ia melaksanakan shalat antara Isya
dan al-Atamah xxx pada malam jumat sebanyak 12 rakaat, dalam setiap rakaat
membaca al-Fatihah satu kali dan al-Qadar tiga kali dan al-Ikhlash 12 kali, setiap
2 rakaat dipisah dengan salam. setelah shalat, bershalawat 70 kali, dalam
sujudnya ia ucapkan: Maha Suci Allah Tuhan para malaikat dan ruh. Kemudian
mengangkat kepalanya dan mengucapkan sebanyak 70 kali: Ya Allah ampunilah,
kasihilah, maafkanlah apa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha
Agung dan Mulia. Kemudian sujud yang kedua mengucapkan kalimat yang sama
pada sujud pertama. Kemudian memohonkan apa yang ia inginkan kepada Allah.
Maka Allah akan mengabulkannya. Rasulullah Saw bersabda: Demi yang jiwaku
berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba laki-laki dan perempuan
melaksanakan shalat ini melainkan Allah mengampuni semua dosanya, meskipun
sebanyak buih di lautan, sebanyak pasir, seberat bukit dan sebanyak daun kayu.
Ia dapat memberikan pertolongan (Syafaat) pada hari kiamat kepada tujuh ratus
keluarganya yang wajib masuk neraka.
Pendapat ulama tentang hadits ini:
" :

.(.57 " )

Imam an-Nawawi berkata: Perbuatan ini bidah, tidak baik, munkar, sangat

munkar, mengandung perkara-perkara mungkar. Mesti ditinggalkan dan ditolak.

Pelakunya diingkari. (Fatawa al-Imam an-Nawawi, hal.57).

Sembelihan Khusus di Bulan Rajab.

:
.
: . :
.
Rajabiah: kambing yang disembelih masyarakat jahiliah di bulan Rajab, dimasak,

dimakan bersama keluarga dan diberikan kepada orang lain.

Atirah: anak kambing pertama yang disembelih, dimakan bersama keluarga dan

diberikan kepada orang lain. Pendapat lain mengatakan: Atirah adalah kambing

yang disembelih di bulan Rajab untuk memenuhi nazar, atau jika ada 10 ekor

kambing, maka disembelih salah satunya. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh

Wahbah az-Zuhaily: 4/284).


- -

- -

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:

Tidak boleh (haram) melakukan Fara dan Atirah. Al-Fara adalah:

menyembelih hewan yang pertama lahir yang disembelih untuk berhala-berhala.

Al-Atirah adalah sembelihan di bulan Rajab. (HR. Al-Bukhari).

Atirah: hewan yang disembelih pada 10 hari pertama di bulan Rajab disebut juga

dengan Rajabiyah.

" :

.(.227 ")
Imam al-Hasan al-Basri berkata: Tidak ada Atirah dalam Islam. Atirah hanya

ada di zaman Jahiliah, salah seorang dari mereka berpuasa dan menyembelih

hewan sembelihan. (Lathaif al-Maarif, hal. 227).

Umrah di Bulan Rajab:
















.





- -







- -










.

Urwah berkata: Wahai Ummulmukminin (Aisyah), apakah engkau tidak

mendengar apa yang dikatakan Abu Abdirrahman?.

Aisyah berkata: Apa yang ia katakan?.

Urwah menjawab: Ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw melaksanakan umrah

empat kali, salah satunya di bulan Rajab.

Aisyah menjawab: Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Abu

Abdirrahman, tidaklah Rasulullah Saw melaksanakan umrah melainkan ia

bersamanya. Rasulullah Saw tidak pernah melaksanakan umrah di bulan Rajab.

(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

.Zakat di Bulan Rajab

" :

: " )

.(.55

Ibnu al-Aththar berkata:

Apa yang dilakukan orang banyak pada zaman sekarang ini; mengeluarkan

zakat harta di bulan Rajab, tidak di bulan lain, ini tidak ada dalilnya. Syariat Islam

menetapkan humum wajib menunaikan zakat harta ketika telah sampai Haulnya

ketika cukup syaratnya, apakah di bulan Rajab maupun di bulan yang lain.

(al-Musajalah Baina al-Izz wa Ibn Shalah, hal.55).

Ziarah.
Ziarah kubur pada hari Kamis pertama di bulan Rajab. Ini tidak ada dalilnya dari

al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Peristiwa Besar di Bulan Rajab.

" :

.(.233 ") ...

Ibnu Rajab berkata:

Diriwayatkan bahwa di bulan Rajab terdapat banyak peristiwa besar, riwayat ini

tidak shahih. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw lahir di malam pertama bulan

Rajab. Rasulullah Saw diangkat menjadi Rasul pada 27 Rajab, ada pula yang

mengatakan pada 25 Rajab. Riwayat-riwayat ini tidak shahih. (Lathaif al-Maarif,

hal.233).

Kesimpulan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani:

" :

..

: 6 " )

.(.125

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkatA:

Tidak terdapat riwayat yang shahih tentang keutamaan bulan Rajab, baik

tentang puasa di bulan Rajab maupun hari tertentu, demikian juga tentang

Qiyamullail khusus di bulan Rajab. Tidak ada hadits khusus yang layak dijadikan

dalil. Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafizh telah lebih dahulu dari saya

mengemukakan pendapat yang kuat dalam masalah ini. Kami riwayatkan dari

beliau dengan sanad yang shahih. Demikian juga kami riwayatkan dari ulama

lain selain beliau.

(Tabyin al-Ajab fi ma Warada fi Fadhl Rajab, Ibnu Hajar, hal.6; as-Sunan wa al-

Mubtadiat, hal.125).

Riwayat Yang Shahih Tentang Bulan Rajab:

firman Allah Swt:












Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan

langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. (Qs. at-Taubah: 36).

Penjelasan tentang bulan-bulan haram ini dijelaskan dalam hadits:





- -

Dari Abu Bakarah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Sesungguhnya waktu

itu berputar seperti bentuknya saat Allah menciptakan langit dan bumi. Satu

tahun itu ada dua belas bulan, ada empat bulan diantaranya bulan-bulan haram,

tiga berurutan; Dzulqadah, Dzulhijjah dan al-Muharram. Dan bulan Rajab suku

Mudhar yang berada diantara bulan Jumada (al-Akhir) dan Syaban. (HR. al-

Bukhari).










.




-

.



.



.
.


















.

.

.




.



.





.



.


.




.

.

.







Dari Abu as-Salil, ia berkata: Mujibah seorang perempuan tua dari negeri

Bahilah- meriwayatkan kepada saya, dari Bapaknya, dari Pamannya, ia berkata:

Saya datang kepada Rasulullah Saw untuk suatu urusan. Rasulullah Sw

bertanya: Siapakah engkau?.


Ia menjawab: Apakah engkau tidak mengenali saya?.

Rasulullah Saw bertanya: Siapakah kamu?.

Ia menjawab: Saya adalah orang dari negeri Bahilah yang datang kepadamu

setahun yang lalu.

Rasulullah Saw berkata: Sesungguhnya engkau dahulu datang kepadaku,

tubuhmu, raut wajahmu dan bentukmu baik, apa yang terjadi padamu sehingga

seperti yang aku lihat saat ini?.

Ia menjawab: Sesungguhnya saya, demi Allah, setelah bertemu denganmu saat

itu saya tidak pernah makan kecuali hanya pada malam hari saja.

Rasulullah Saw bertanya: Siapa yang memerintahkanmu menyiksa dirimu.

Rasulullah Saw nyatakan tiga kali. Berpuasalah engkau di bulan kesabaran

bulan Ramadhan.

Saya katakan: Saya mampu, saya ingin engkau menambahnya.

Rasulullah Saw berkata: Berpuasalah satu hari dalam satu bulan.

Saya atakana: Saya mampu, saya ingin engkau menambahnya.

Rasulullah Saw berkata: Berpuasalah dua hari dalam satu bulan.

Saya katakan: Saya mampu, saya ingin engkau menambahnya.

Rasulullah Saw berkata: Engkau tidak mau hanya puasa di bulan Ramadhan dan

dua hari dalam satu bulan.

Saya katakan: saya mampu, saya ingin engkau menambahnya.

Rasulullah Saw berkata: Berpuasalah tiga hari dalam satu bulan.

Beliau berhenti pada yang ketiga, hampir saja saya katakan Saya mampu, saya

ingin engkau menambahnya, Rasulullah Saw berkata:

Berpuasalah engkau di bulan-bulan haram, dan berbukalah. (HR. Ahmad).

Menurut Syekh Syuaib al-Arnauth status hadits ini Hasan li ghairih, sanad hadits

ini dhaif karena status Mujibah majhul.

Rajab Bulan Perdamaian.






Abu Raja al-Utharidi berkata: Dahulu kami menyembah batu, jika kami

menemukan batu yang lebih bagus, maka batu itu kami buang, kami ambil yang

lebih bagus. Jika kami tidak menemukan batu, kami kumpulkan tumpukan tanah,

kemudian kami bawa kambing, kami perah susu kambing di tempat itu, lalu kami

mengelilinginya. Apabila masuk bulan Rajab, kami sebut bulan dilepasnya mata

(tombak dan panah). Kami tidak membiarkan tombak yang (ujungnya) ada besi

dan panah yang (ujungnya) ada besi melainkan kami melepasnya, kami

membuangnya di bulan Rajab. (HR. al-Bukhari).

Lipat Ganda Pahala dan Dosa di Bulan-Bulan Haram.


(
) :



. [25:( ]




) :

Imam Ibnu Katsir berkata dalam kitab Tafsirnya ketika menafsirkan ayat

Janganlah kamu berbuat zalim di bulan-bulan itu, maksudnya adalah di bulan-

bulan haram, karena dosa di bulan-bulan haram itu lebih dilipatgandakan

dibandingkan dengan di bulan-bulan lain, sebagaimana balasan perbuatan

maksiat yang dilakukan di tanah haram dilipatgandakan berdasarkan firman

Allah: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan

Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.. (Qs. al-Hajj: 25).

Demikian juga halnya dengan bulan haram, balasan dosa-dosa diperkuat di

dalamnya, oleh sebab itu tebusan diyat (tebusan pembunuhan) yang dilakukan

pada bulan-bulan haram dilipatgandakan, menurut mazhab SyafiI dan

sekelompok ulama. Demikian juga dengan orang yang membunuh di tanah

haram atau membunuh orang yang masih ada hubungan mahram. Diriwayatkan

dari Qatadah: Sesungguhnya perbuatan zalim di bulan-bulan haram itu adalah

dosa yang sangat besar bila dibandingkan dengan bulan-bulan lain, meskipun
bila dilakukan kapan pun perbuatan zalim itu tetap besar dilakukan, akan tetapi

Allah Swt memperbesar perkara-Nya sesuai kehendak-Nya.

Semoga Allah Swt memberikan kekuatan kepada kita semua untuk melakukan

amal shaleh dan menjauhi semua perbuatan zalim di bulan Rajab yang

merupakan bulan haram ini, amin ya Robbalalamin.

Ulang Tahun Haram, Benarkah?







Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali jika dikecualikan oleh dalil. (al-Bahr al-Muhith:
7/263).
Ada beberapa hal yang menyebabkan ulang tahun itu haram;
Pertama: mesti dirayakan setahun sekali, sesuai peredaran bumi mengelilingi matahari. Dalam
keyakinan astrologi Yunani kuno, peredaran planet berpengaruh terhadap nasib manusia. Maka
dirayakan setahun sekali untuk memohon kepada para dewa agar diberi kebaikan setahun mendatang.
Ini bertentangan dengan hadits:












Siapa yang mengambil suatu ilmu dari astrologi, maka ia telah mengambil satu cabang sihir, ia
menambah yang ia tambahkan. (HR. Abu Daud).
Sedangkan sihir itu termasuk satu dari tujuh dosa besar. Juga bertentangan dengan hadits:
Siapa yang datang kepada peramal, meyakini ucapannya, maka telah kafir kepada apa yang telah
diturunkan kepada nabi Muhammad. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Kedua: meniup lilin sembari memanjatkan doa untuk setahun yang akan datang. Ini adalah bentuk
pemujaan agama Majusi yang menyembah api. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang
mengajarkan hanya memohon kepada Allah Swt. Dengan demikian, jika seorang muslim melakukan
tradisi diatas, berarti telah melakukan dua dosa besar, sesuai hadits:

.






Rasulullah Saw bersabda: Jauhilah tujuh dosa besar.
Mereka bertanya: Apa saja wahai Rasulullah?.
Rasulullah Saw menjawab: Mempersekutukan Allah, melakukan praktik sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari perang dan
menuduh perempuan baik-baik berbuat zina. (HR. al-Bukhari).

Adapun mensyukuri nikmat Allah Swt bernama kelahiran, maka itu merupakan suatu kewajiban ,
kelahiran adalah satu dari sekian banyak nikmat yang diberikan Allah Swt, oleh sebab itu nikmat
kelahiran mesti disyukuri. Dalam sebuah hadits disebutkan:








.

Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari Senin? Beliau menjawab: Hari itu aku dilahirkan, hari itu
aku diangkat menjadi Rasul, atau, hari itu wahyu diturunkan kepadaku. (HR. Muslim).
Menuru hadits ini, ada tiga alasan mengapa Rasulullah Saw berpuasa setiap hari Senin sebagai
ungkapan syukur kepada Allah Swt, satu diantaranya adalah mensyukuri nikmat kelahiran. Jika
demikian, maka Rasulullah Saw tidak hanya mensyukuri nikmat kelahiran setahun sekali, bahkan
seminggu sekali.
Setiap tanggal 10 Muharram setiap tahun kaum muslimin berpuasa sebagai ungkapan syukur
atas diselamatkannya nabi Musa dari kejaran Firaun. Padahal peristiwa itu telah terjadi ribuan tahun
silam, akan tetapi kaum muslimin tetap melaksanakannya, untuk kembali merasakan nikmat dan
mensyukuri nikmat tersebut. Komentar al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani tentang masalah ini:





Sesungguhnya Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, ia dapati orang Yahudi melaksakan puasa
Asyura. Rasulullah Saw bertanya kepada mereka, mereka menjawab: Hari itu Allah
menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa. Maka kami melaksanakan puasa bersyukur
kepada Allah Swt. Dapat diambil pelajaran dari riwayat ini bahwa melakukan perbuatan syukur
kepada Allah atas nikmat yang diberikan Allah pada hari tertentu, apakah dalam bentuk pemberian
nikmat atau pun dijauhkan dari suatu musibah, lalu diulang kembali pada hari yang sama dalam satu
tahun. Syukur kepada Allah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk ibadah, seperti sujud, puasa,
sedekah dan membaca al-Quran. (Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani).
Dengan demikian maka syukur atas nikmat bukanlah sesuatu yang diharamkan, akan tetapi dengan
ungkapan syukur yang dibenarkan oleh syariat Islam dengan memperbanyak ibadah seperti yang
disebutkan al-Hafizh Ibnu Hajar diatas.
Disamping itu kita juga mendoakan orang lain yang diberi nikmat oleh Allah dalam bentuk ucapan
selamat, agar nikmat tersebut berkekalan, karena sesungguhnya ketika kita mendoakan orang lain
maka sesungguhnya doa itu untuk diri kita sendiri.

Disamping syukur, hari kelahiran dimaknai dengan mengingat dan introspeksi diri bahwa umur bukan
hadiah, akan tetapi umur adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan
Allah Swt:










Kaki anak Adam akan tetap berdiri pada hari kiamat di sisi Tuhannya, hingga ia ditanya tentang lima
hal: umurnya kemana ia habiskan? masa mudanya kemana ia gunakan, hartanya darimana ia peroleh
dan kemana ia gunakan, apa yang telah ia amalkan dari ilmunya. (HR. at-Tirmidzi).

Umur adalah ujian, dengan memberikan umur sesungguhnya Allah Swt sedang menguji apakah
dengan umur itu hamba-Nya beramal atau tidak:





Dia yang telah menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu
yang paling baik amalnya. (Qs. al-Mulk [67]: 2). Jika kita masih hidup saat ini, maka sesungguhnya
kita sedang diuji oleh Allah Swt apakah kita dapat membuktikan bahwa umur itu untuk mewujudkan
amal terbaik.

Akhirnya, tak ada yang dapat diucapkan selain mengikut ucapan dalam untaian doa Rasulullah Saw:










Ya Allah, jadikan kehidupan sebagai tambahan bagiku dalam semua kebaikan,
Dan jadikan kematian sebagai peristirahatan bagiku dari semua kejahatan. (HR. Muslim).
Zikir Pagi dan Petang

ZIKIR & AMALAN PAGI DAN PETANG


Disusun Oleh:
Syekh As-Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki Al-Hasani.

Diterjemahkan Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.

Ash-Shalawat Al-Ibrahimiyyah.










Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana
telah Engkau limpahkan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Berikanlah berkah kepada Nabi
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan
keluarganya, pada semesta alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Shalawat Al-Fatih.















Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad, Pembuka semua yang tertutup, penutup
para nabi terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran, penunjuk kepada jalan-Mu yang lurus,
dan kepada keluarga dan para shahabatnya dengan kebenaran kemuliaannya yang agung.

Ayat-Ayat Asy-Syifa (Penyembuh).












Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman . (Qs. Al-
Isra [17]: 82).





Serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (Qs. At-Taubah [9]: 14).




Dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada. (Qs. Yunus [10]: 57).








Katakanlah: Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. (Qs. Fushshilat [41]: 44).






Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. (Qs. Asy-Syuara [26]: 80).





Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. (Qs. An-Nahl [16]: 69).

















:



Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ya Allah, sesungguhnya aku mempersembahkan ke hadapan-Mu setiap hembusan nafas, lintasan dan
kedipan para penghuni bumi dan langit serta semua yang ada dalam pengetahuan-Mu, apakah yang
sedang terjadi atau pun yang telah terjadi. Aku persembahkan ke hadapan-Mu semua itu: Tiada tuhan
selain Allah, Muhammad adalah rasul utusan Allah, dalam setiap lintasan dan nafas sejumlah apa yang
diliputi pengetahuan Allah Swt.
[Dibaca tiga kali setelah shalat, atau sesuai kemampuan di luar waktu-waktu setelah shalat].


(2) ( 1)
( 4)
( 3)

( 6)
( 5)

(7)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasaidi hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat. (Qs. Al-Fatihah [1]: 1-7).
[Surat teragung dan paling afdhal dalam Al-Quran. Surat al-Fatihah disebut juga Al-Wafiyah (Memenuhi balasan), Al-
Waqiyah (Pemelihara), Al-Kanz (Perbendaharaan), Al-Asas (Dasar), Asy-Syifa (Penyembuh), Ar-Ruqyah, Ad-Dawa
(Obat) dan Al-Fatihah juga adalah Ummu al-Quran].










Tiada tuhan selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kuasa dan pujian.
Menghidupkan dan Mematikan. Di tangan-Nya ada kebaikan. Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa siapa yang membaca doa ini pada waktu pagi sepuluh kali,
maka dituliskan baginya sepuluh kebaikan, dihapuskan sepuluh kesalahan, diangkat sepuluh tingkatan
kemuliaan di sisi Allah Swt. Sama seperti membebaskan empat hamba sahaya. Diberikan para penjaga
hingga petang hari. Siapa yang membacanya setelah shalat Maghrib, maka ia mendapatkan yang sama
hingga waktu Maghrib. Hadits riwayat: Ahmad bin Hanbal, Ath-Thabrani, Said bin Manshur dan
lainnya].

Ayat Kursi.


















Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-
Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at
di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar . (Qs. Al-Baqarah [2]:
255).
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca ayat ini setiap selesai shalat, maka tidak ada
penghalang antara ia dan surga melainkan kematian. Hadits riwayat ath-Thabrani dan al-Baihaqi].






( 256)







(257)
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).
dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada
kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Qs. Al-Baqarah [2]: 256 257).

( 2) ( 1)
(3)




) ( 4)
(5
Alif laam miin. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab
yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Qs. Al-Baqarah [2]: 1 - 5).





( 284)






( 285)






)
(286
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada
di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan
Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir. (Qs. Al-Baqarah [284 286).
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca ayat Kursi, ditambah dua ayat setelahnya, empat
ayat di awal surat al-Baqarah dan penutup surat al-Baqarah. Maka rumahnya tidak akan dimasuki
setan hingga pagi hari. Hadits riwayat ath-Thabrani dan al-Hakim].

Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq dan Surat an-Nas.


[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca ketiga surat ini tiga kali di waktu pagi dan tiga kali
di waktu petang, maka cukuplah itu baginya atas segala sesuatu. Hadits riwayat Abu Daud, at-
Tirmidzi dan an-Nasai].




Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung. (Qs. Al Imran [3]: 173).
[Mengekalkan nikmat, menambah karunia Allah Swt, memberikan rasa aman ketika dalam ketakutan
dan memberikan hidayah menuju keridhaan Allah Swt].









Cukuplah Allah Swt menjadi Penolongku, tiada tuhan selain Dia. Kepada-Nya aku bertawakkal.
Dialah Tuhan Pemilik Arsy yang agung.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa membaca doa ini tujuh kali di waktu pagi dan petang, maka Allah
Swt menghilangkan kesulitan dunia dan akhirat baginya. Hadits riwayat Abu Daud].











Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya. Tiada kekuatan selain dengan Allah. Terjadi karena
kehendak Allah dan tidak terjadi karena Ia tidak bekehendak. Aku mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah Swt Maha Kuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya pengetahuan Allah Swt meliputi segala
sesuatu.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca doa ini ketika pagi, maka ia akan dijaga hingga
petang. Siapa yang membaca doa ini di waktu petang, maka ia akan dijaga hingga pagi. Hadits
riwayat Abu Daud].




Dengan nama Allah, aku beriman kepada Allah, aku berpegang teguh dengan tali Allah, aku
bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah.
[Rasulullah Saw bersabda: Setiap muslim yang keluar dari rumahnya ingin melakukan suatu
perjalanan atau urusan lain, ia mengucapkan doa ini, maka Allah Swt akan memberikan kebaikan
kepadanya dari tempat ia pergi tersebut. Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal].




Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
[Rasulullah Saw memerintahkan memperbanyak membaca doa ini karena dapat menjauhkan dari
tujuh puluh musibah, yang paling ringan adalah kesusahan hati. Doa ini satu dari beberapa
perbendaharaan surga. Obat bagi Sembilan puluh Sembilan penyakit. Doa ini adalah tanaman surga.
Doa ini penyebab kekalnya nikmat Allah Swt. Siapa yang membacanya seratus kali, maka akan
dijauhkan dari kefakiran. Doa ini menolak tujuh puluh pintu mudharat, yang paling ringan adalah
kefakiran. Dikutip dari beberapa hadits].









Dengan nama Allah yang tidak ada sesuatu pun yang dapat memudharatkan dengan namanya, baik di
bumi maupun di langit. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca doa ini tiga kali di waktu pagi dan tiga kali di waktu
petang, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat memudharatkannya. Hadits riwayat Abu Daud dan at-
Tirmidzi].











Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan dengan pujian-
Nya. Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca doa ini tiga kali setelah Shubuh dan tiga kali setelah
Maghrib, maka Allah akan memeliharanya dari empat bala: gila, kusta, buta dan lumpuh. Hadits
riwayat Ibnu As-Sinni dari Ibnu Abbas].











Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan semua makhluk.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca doa ini tiga kali di waktu pagi dan petang, maka ia
terpelihara dari sengatan binatang berbisa pada malam dan siang. Hadits riwayat At-Tirmidzi].





Kehendak Allah, tiada kekuatan selain dengan Allah.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang diberi nikmat pasangan, harta dan anak, kemudian ia
membaca doa diatas, maka akan dijauhkan dari cela hingga kematian tiba. Hadits riwayat ath-
Thabrani dan al-Baihaqi].














Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau, kepada-Mu aku bertawakkal, Engkau
Pemilik Arsy yang agung. Terjadi karena kehendak Allah, tidak terjadi karena tidak ada kehendak
Allah. Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah Swt Yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Aku
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya Allah telah
meliputi segala sesuatu dengan pengetahuan-Nya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan
diriku dan kejahatan semua yang memiliki kejahatan serta dari kejahatan makhluk yang Engkau
kuasai. Sesungguhnya Tuhanku berada dalam jalan yang lurus.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca doa ini, maka keluarga dan harta bendanya tidak
akan ditimpa sesuatu yang tidak ia sukai. Hadits riwayat al-Baihaqi].

Shalat Dhuha.
Minimal shalat Dhuha dua rakaat hingga delapan rakaat. Waktu pelaksanaannya diawali ketika waktu
dibolehkan melaksanakan shalat Sunnat di pagi hari hingga waktu Zawal (tergelincir matahari).
Disebutkan di beberapa hadits bahwa shalat Dhuha menjadi penyebab kekalnya nikmat Allah Swt,
kelapangan rezeki, menjaga kesehatan, ungkapan syukur atas nikmat dan menolak bencana.

Sayyid al-Istighfar.











Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku. Aku
adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perjanjian dengan-Mu sesuai kemampuanku. Aku berlindung
kepada-Mu dari kejelekan apa yang telah aku lakukan. Aku datang kepada-Mu membaca nikmat-Mu
kepadaku dan aku datang membawa dosaku. Ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang dapat
mengampuni dosa kecuali Engkau.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang membaca Sayyidul-istighfar ini pada waktu petang dengan
penuh keyakinan, ia meninggal dunia di waktu malam, maka ia akan masuk surga. Siapa yang
membaca Sayyidul-istighfar ini pada waktu pagi dengan penuh keyakinan, ia meninggal di waktu
siang, maka ia akan masuk surge. Hadits riwayat Imam al-Bukhari].








Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Maha
Mengatur segala sesuatu, aku bertaubat kepada-Nya.
[Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah Swt akan memberikan
kelapangan dari setiap kesulitannya, memberikan jalan keluar terhadap kesempitannya dan
memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka. Hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu
Majah].

Memperbanyak Sedekah dan Shalawat Kepada Rasulullah Saw.

Shalawat Al-Faraj.











Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam serta berkah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan
shahabatnya, shalawat dari seorang hamba yang sedikit usahanya dan Rasulullah sebagai wasilahnya.
Engkaulah wahai Tuhanku yang melimpahkan shalawat dan dan melepaskan dari semua bencana.
Maka lepaskanlah kami dari bencana yang kami alami berkat rahasia Bismillahirrahmanirrahim.

Catatan Taushiah Buya B.A.

Taushiah:
Nabi menangis ketika cucunya meninggal, ditegur oleh shahabat.
Catatan:
Yang meninggal bukan cucu nabi, tapi Ibrahim anak nabi dari Mariyah al-Qibthiyah. Disebutkan
dalam hadits:
-
- -
- -
- -


- -
-

- -

.
-


.


- -
.

Dari Anas bin Malik, ia berkata: Kami masuk bersama Rasulullah Saw bertemu dengan Abu Saif si
tukang besi, ia adalah suami ibu susu Ibrahim (anak Rasulullah Saw). Lalu Rasulullah Saw
mengambil tubuh Ibrahim, memeluk dan menciumnya. Kemudian kami masuk menemuinya setelah
itu. Ibrahim menyerahkan dirinya. Kedua mata Rasulullah Saw mengalirkan air mata. Abdurrahman
bin Auf berkata: Engkau wahai Rasulullah?!. Rasulullah Saw menjawab: Wahai Ibnu Auf, itu
adalah (air mata) kasih sayang. Rasulullah Saw terus menangis, Rasulullah Saw berkata:
Sesungguhnya mata menangis, hati bersedih. Kita tidak mengatakan keuali apa yang diridhai Tuhan
kita. Sesungguhnya kami sangat sedih berpisah denganmu wahai Ibrahim. (Hadits riwayat al-
Bukhari).

Taushiah:
Orang yang mati di tanah suci masuk surga.
Catatan:
Tidak ada jaminan orang yang mati di tanah suci masuk surga. Tidak ada nash dari al-Quran dan
hadits menyatakan demikian.
Taushiah:
Ada enam amal yang mengalir kepada orang mati.
Catatan:
Menurut hadits riwayat Ibnu Majah ada tujuh, status hadits ini hadits hasan menurut al-Albani:



.
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya diantara yang menyertai seorang mukmin dari amal dan kebaikannya setelah ia mati:
ilmu yang ia ajarkan dan ia sebarkan. Anak shaleh yang ia tinggalkan. Mushaf (al-Quran) yang ia
wariskan. Masjid yang ia bangun. Rumah untuk ibnu sabil yang ia bangun. Sungai yang ia alirkan.
Sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan ketika ia masih hidup. Itu menyertainya
setelah ia mati.

Taushiah:
Tidak ada yang dapat menolong, tidak ada anak bisa menolong orang tua, itu bohong, tidak ada
dalilnya. BOHONG semua itu.
Catatan:
Anak yang meninggal waktu kecil, menarik orang tuanya masuk ke surga, ini hadits shahih:







- -

-
- - -


.
- -
Dari Abu Hassan, ia berkata: Saya berkata kepada Abu Hurairah, Sesungguhnya telah meninggal
dua anak laki-laki saya, sudikah engkau menceritakan kepada saya hadits Rasulullah Saw yang dapat
membuat jiwa kami tenang tentang kematian (anak-anak) kami?. Abu Hurairah menjawab: Ya,
mereka (anak-anak) kecil itu makhluk kecil di dalam surga. Salah satu dari mencari kedua orang
tuanya. Ia menarik dengan tangannya sebagaimana saya menarik ujung kainmu, ia tidak akan berhenti,
sampai Allah memasukkan orang tuanya ke dalam surga. (hadits shahih riwayat Imam Muslim).
:
:
Tidaklah dua orang muslim, meninggal tiga orang anak mereka, belum aqil baligh, melainkan Allah
memasukkan kedua orang muslim itu ke dalam surga karena rahmat Allah kepada mereka. Dikatakan
kepada mereka, Masuklah ke dalam surga. Anak-anak itu menjawab: Hingga orang tua kami
masuk surga. Maka dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu dan orang tua kamu ke dalam
surga. (hadits riwayat an-Nasai, dinyatakan shahih oleh al-Albani).
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, anak yang meninggal waktu kecil tidak dapat memberikan syafaat
kepada kedua orang tuanya, jika ia tidak diaqiqahkan:

:
"
"



:







Terdapat perbedaan pendapat tentang makna kalimat: Anak tergadai dengan aqiqahnya. Al-Khattabi
berkata: Banyak orang berbeda pendapat dalam masalah ini, pendapat yang paling baik adalah
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, ia berkata: Ini dalam masalah syafaat. Jika anak itu tidak
diaqiqahkan, kemudian ia mati dalam ketika masih kecil, maka ia tidak dapat memberikan syafaat
kepada kedua orang tuanya. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani: juz.15, hal. 397).

Kematian anak dapat menjadi dinding bagi orang tua dari api neraka. Demikian disebutkan hadits
dalam shahih al-Bukhari:


.
- -







. .
.
Sesungguhnya para perempuan meminta kepada Rasulullah Saw: Buatlah satu hari untuk kami.
Maka Rasulullah Saw pun memberikan nasihat kepada mereka. Rasulullah Saw bersabda: Setiap
perempuan, ada tiga anaknya yang meninggal dunia, maka mereka itu menjadi hijab baginya dari api
neraka. Seorang perempuan bertanya: Bagaimana jika dua orang anak yang meninggal?.
Rasulullah Saw menjawab: Dua orang (juga).

Taushiah:
Tidak ada kirim-kirim amal itu.
Catatan:
Ada kata hadits.
Kirim puasa.


- -
- -

.




Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang mati, ia masih punya hutang puasa,
maka walinya melaksanakan puasa untuknya. (Hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahkan
Imam Muslim memuatnya dalam Bab: Qadha Puasa Untuk Mayat).
Apa pendapat ulama tentang hadits ini?
: " "



:





.






Imam al-Baihaqi berkata dalam al-Khilafiyyat: Masalah ini (masalah puasa untuk mayat) adalah
kuat, saya tidak mengetahui ada perbedaan di kalangan ahli hadits tentang keshahihannya, oleh sebab
itu wajib diamalkan. Kemudian al-Baihaqi menyebutkan dengan sanadnya kepada Imam Syafii,
Imam Syafii berkata: Semua yang aku katakan, ternyata ada hadits shahih dari nabi yang berbeda
dengan itu, maka ambillah hadits, jangan ikuti pendapatku. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani: juz. 6, hal. 212).

Kirim Haji.

:
"
. "
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap
Rasulullah Saw seraya berkata: sesungguhnya ibu saya bernazar untuk melaksanakan ibadah haji. Ia
belum melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia meninggal dunia. Apakah saya boleh
menghajikannya?. Rasulullah Saw menjawab: Ya, laksanakanlah haji untuknya. Menurut
pendapatmu, jika ibumu punya hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laksanakanlah,
karena hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.

Kirim Sedekah.

.
Dari Saad bin Ubadah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu saya
meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?. Rasulullah Saw menjawab: Ya. Saya
bertanya: apakah sedekah yang paling utama?. Rasulullah Saw menjawab: Memberi air minum.
(Hadits riwayat an-Nasai, status hadits ini: hadits hasan menurut al-Albani).

Kirim Bacaan al-Quran.


:

.
Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Mayat, semua
kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin
berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Quran) dan menghadiahkan bacaannya kepada orang yang
sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka ini sudah menjadi Ijma.
(Fiqh as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq: juz.1, hal.569).

Allahummaghfir Lahu dan Allahummaghfir Laha


: ( :)
2 : ) . .
.146
(kalimat: dimuannatskan [dalam bentuk kalimat feminin] jika mayat
itu perempuan). Misalnya dengan mengucapkan: Allahummaghfir
laha warhamha dan seterusnya. Allahummajalha farathan li
abawaiha dan seterusnya.
(Ianatu ath-Thalibin: 2/146).

:

:
: " :
" ...
.
... :
. :
. :
:
.
:
- -
"
) .".... " :
(
Jika dikatakan bahwa: dalam hadits disebutkan dalam bentuk
mudzakkar (kalimat untuk laki-laki), mengapa dimuannatskan
(dalam bentuk perempuan) ketika mayat tersebut perempuan?
Jawabannya:
Hadits ini bercerita tentang doa untuk mayat laki-laki. Rasulullah
Saw berkata: Apabila kamu melaksanakan shalat mayat, maka
ucapkanlah:
Allahummaghfir lahu...dst. Karena ditujukan pada mayat yang tidak
perempuan.
Kita mengambil teks (nash), dan kita mentakwilkannya sesuai
kondisi.
Jika mayat itu dua: allahummaghfir lahuma.
Jika banyak: allahummaghfir lahum.
Jika banyak perempuan: allahummaghfir lahunna.
Jika banyak laki-laki dan perempuan, maka digunakan mudzakkar,
anda ucapkan: allahummaghfir lahum.
Kata ganti (dhamir) sesuai dengan mayat yang didoakan.
Perbandingan masalah ini seperti hadits Ibnu Masud tentang doa
mengusir kesusahan:
Allahumma inni abduka ibnu abdika ibnu amatika.
Perempuan mengucapkan:
Allahumma inni amatuka binti abdika binti amatika.
(Kutub wa Rasail Utsaimin: Qism al-Fiqh).
:
:
:
:
: :
.
.(:)
Jika laki-laki dan perempuan, didoakan dalam bentuk kalimat
mutsanna: allahummaghfir lahuma. Demikian juga jika dua
orang laki-laki, diucapkan: allahummaghfir lahuma. Demikian
juga jika dua orang, diucapkan: allahummaghfir lahuma.
Adapun jika beberapa orang perempuan, maka diucapkan:
Allahummaghfir lahunna.
Beberapa orang laki-laki, diucapkan:
Allahummaghfir lahum.
Beberapa orang laki-laki dan perempuan:
Allahummaghfir lahum.
Dibedakan antara kata ganti untuk laki-laki dan untuk
perempuan.
(Liqaat al-Bab al-Maftuh).

" . . " :
" " :
.
.()
Jika mayat perempuan, maka diucapkan: Allahummaghfir laha
dst. Jika dua mayat, maka diucapkan: allahummaghfir
lahuma. Dalam bentuk jamak jika lebih banyak dari itu.
(Majmu Fatawa wa Maqalat Ibn Baz).


... :
... :
.( ) .
Semua mayat-mayat didoakan, apakah laki-laki saja atau
perempuan saja atau laki-laki dan perempuan dengan
ucapan: allahummaghfir lahum warhamhum ... dst.
Jika dua mayat: allahummaghfir lahuma warhamhuma ...
hingga akhir doa.
(Majmu Fatawa wa Maqalat Bin Baz).

Keutamaan Surat Al-Mulk.











Dari Abdullah bin Masud, ia berkata:
Siapa yang membaca tabarakalladzi bi yadihi al-mulk (surat
al-Mulk), maka Allah Swt mencegahnya dari azab kubur.
Kami pada masa Rasulullah Saw menyebutnya surat al-
Maniah (pencegah).
Sesungguhnya dalam kitab Allah ada satu surat, siapa yang
membacanya pada satu malam maka sungguh ia telah
berbuah banyak dan melakukan kebaikan.

Dalam riwayat al-Hakim:


. : .
Surat Tabarak (al-Mulk) adalah pencegah dari azab kubur. Diriwayatkan oleh al-Hakim.
Ia berkata: Sanadnya shahih. Disetujui oleh Imam adz-Dzahabi.

:
. :
Dari Abu Hurairah. Dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda: Sesungguhnya di dalam al-Quran ada satu surat, tiga
puluh ayat, memberikan syafaat kepada seseorang hingga ia diampuni. Itulah surat tabarakalladzi bi yadili al-
Mulk. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi).
: :
: :
:
: : .
: .
.
Dari Ibnu Masud, ia berkata: Didatangkan (malaikat) di dalam kuburnya. Datang ke
kedua kakinya, kedua kakinya berkata: Kamu tidak mendapat jalan bagiku. Ia berdiri
membaca surat al-Mulk denganku. Kemudian didatangkan ke dadanya atau ia
berkata: ke perutnya. Dadanya berkata: Kamu tidak mendapat jalan bagiku, ia
membaca surat al-Mulk dengan aku. Kemudian didatangkan ke kepalanya, kepalanya
berkata: Kamu tidak mendapatkan jalan bagiku, ia membaca surat al-Mulk denganku.
Surat al-Mulk pencegah yang dapat mencegah dari azab kubur. Di dalam Taurat
disebut surat al-Mulk. Siapa yang membacanya dalam satu malam, maka sungguh
telah berbuat banyak dan berbuat kebaikan yang terbaik. HR. Al-Hakim, ia berkata:
Sanadnya shahih. Disetujui oleh Imam adz-Dzahabi.
Harta dan Kewajibannya.

Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Dar Al-Hadith, Maroko.
Anggota Komisi Pengembangan, Badan Amil Zakat (BAZ) Provinsi Riau. Dosen UIN Suska.

Islam dan Harta.


Allah Swt berfirman:





Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah . (Qs. Al-
Munafiqun [63]: 9).





Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. (Qs. Al-Anfal [8]: 28).
Sekilas kelihatannya Islam mengajarkan umatnya membenci harta, karena harta hanya akan menjadi
cobaan dan melalaikan dari Allah Swt. Akan tetapi kita tidak dapat menarik kesimpulan hanya dari
satu atau dua ayat. Karena dalam ayat lain diperintahkan untuk mencari karunia Allah Swt setelah
melaksanakan ibadah:










Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah . (Qs. Al-
Jumuah [62]: 10).
Bahkan saat melaksanakan ibadah sekalipun dibenarkan mencari harta:




:

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu . (Qs. Al-Baqarah [2]: 198).
Ayat ini bercerita tentang jamaah haji yang membawa barang dagangan ketika musim haji.
Dalam kehidupan kaum muslimin generasi awal dapat kita lihat bahwa mereka tidak
meninggalkan usaha mencari harta, oleh sebab itu orang-orang Muhajirin tetap berdagang dan orang-
orang Anshar tetap bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan dalah sebuah hadits Rasulullah
Saw nyatakan:










Seorang pedagang yang jujur dan amanah bersama para nabi, orang-orang yang benar dan para
syuhada. (HR. At-Tirmidzi).
Islam tidak hanya menganjurkan umatnya mencari harta, bahkan harta dijadikan sebagai
standar ukuran derajat seorang hamba di hadapan Allah Swt.



Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).








Seorang mukmin yang yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.
(HR. Muslim).
Bahkan sebagian ibadah pilihan dalam Islam hanya dapat dilakukan jika seorang mukmin
memiliki harta, misalnya ibadah haji yang merupakan puncak rukun Islam membuntuhkan finansial
yang besar, biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi, disamping biaya tambahan lainnya.

Harta di Dalam Harta.


Ajaran tolong menolong merupakan anjuran semua agama, akan tetapi konsep ada harta orang miskin
di dalam harta orang yang kaya, ini hanya ada dalam agama Islam. Allah Swt berfirman:

(24 )



(25)
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Qs. al-Maarij [70]: 24-25).
Ketika orang yang mampu memberi kepada orang yang tidak mampu, maka ia tidak merasa telah
memberi, akan tetapi ia baru saja mengeluarkan harta orang lain dari harta miliknya. Demikian juga
sebaliknya, orang miskin yang menerima tidak merasa hina, karena ia baru saja menerima harta
miliknya yang dititipkan Allah dalam harta orang lain. Pertanyaan yang mungkin muncul, mengapa
Allah Yang Maha Kuasa tidak memberikan langsung? Mengapa mesti lewat perantaraan orang lain?
Sesungguhnya disanalah letak kebijaksanaan Allah Swt. Ujian yang diberikan Allah Swt kepada
hamba-hamba-Nya untuk menguji keimanan mereka dalam berbagai macam bentuk. Semua ujian itu
untuk membentuk manusia menjadi manusia yang sempurna dalam pandangan Allah Swt. Mata diuji
dengan perintah menundukkan pandangan dan bangun tengah malah melawan kantuk. Kaki diuji
dengan perintah jihad, melangkah ke masjid dan silaturahim. Perut diuji dengan melaksanakan puasa
menahan nafsu makan dan minum. Ada saatnya ujian datang pada sikap kecintaan terhadap harta
benda, seorang mukmin yang menyerahkan hidupnya hanya kepada Allah mesti menerima keputusan
Allah bahwa dalam harta yang ia miliki ada harta orang lain yang mesti ia berikan. Dalam 40 ekor
kambing ada satu ekor kambing milik orang lain. Dalam 653 kg hasil panen gandum, ada 10 (tadah
hujan) atau 5 persen (dengan irigasi) milik orang lain. Dalam 85 gr emas ada 2,5 persen milik orang
lain yang mesti dikeluarkan. Ketika memahami harta sebagai ujian, maka sadarlah seorang mukmin
bahwa ia sedang diuji oleh Allah Swt, apakah ia bersyukur atau tidak, syukur tidak hanya dalam
ucapan lidah akan tetapi dalam bentuk sikap keikhlasan untuk mengeluarkan milik orang lain yang
dititipkan Allah Swt dalam harta benda yang mereka usahakan.

Sanksi Tidak Menunaikan Kewajiban Harta.


Islam tidak hanya mengajarkan Tauhid dan Akhlaq, tapi juga mewajibkan hukuman. Ketika kewajiban
tidak ditunaikan, maka hukuman siap menanti untuk dijatuhkan. Berkaitan dengan sikap keengganan
menunaikan kewajiban harta, Allah menyebutkan hukuman yang akan diterima kelak di akhirat:






(34 )




(35)
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka
Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan
itu. (Qs. at-Taubah [9]: 34-35).
Ketika seseorang tidak mengeluarkan kewajiban hartanya, berarti ia telah memakan harta
orang lain yang dititipkan Allah Swt dalam hartanya, maka sesungguhnya ia telah memakan harta
yang haram, meskipun pada lahirnya kelihatan halal karena harta itu hasil usahanya, tapi haram dalam
pandangan Allah Swt. Dampak dari makanan yang haram itu menghalangi terkabulnya doa yang
dipanjatkan kepada Allah Swt. Dalam sebuah hadits dinyatakan:










Kemudian Rasulullah Saw menyebutkan seseorang dalam perjalanan panjang, rambutnya kusut dan
berdebu, ia tengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berucap, Ya Allah, ya Allah. Akan tetapi
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia diberi makanan yang haram, apakah
mungkin doanya akan diperkenankan?!. (HR. Muslim).
Kelak semua manusia akan dihadapkan ke hadapan Allah Swt untuk
mempertanggungjawabkan semua yang telah ia lakukan, akhir dari pertanggungjawaban itu adalah
ditempatkannya manusia di tempat kenikmatan dan azab. Yang merasakan kenikmatan dan azab itu
bukanlah ruh semata, akan tetapi fisik manusia ikut merasakannya. Tubuh yang terdiri dari darah dan
daging jika ia berasal dari yang haram, maka tidak ada tempat lain kecuali api neraka, demikian pesan
Rasulullah Saw kepada Kaab bin Ujrah:













Wahai Kaab bin Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari yang
haram, api neraka lebih utama baginya. (HR. Ahmad).
Semoga harta benda yang kita miliki tidak berubah menjadi azab, penghalang doa dan
mengharamkan kita untuk masuk ke dalam surga tempat keabadian.
SHALAT BERJAMA'AH.

Disusun Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Hukum Shalat Berjamaah Menurut Mazhab:


Mazhab Hanafi dan Maliki: Sunnat Muakkad.
Dalil:




Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat. (HR. Al-Bukhari). Ini
menunjukkan bahwa shalat berjamaah itu termasuk jenis anjuran, seakan-akan Rasulullah Saw
mengatakan, Shalat berjamaah lebih sempurna daripada shalat sendirian.

Shalat berjamaah itu termasuk salah satu sunnah hidayah, tidak ada yang terlambat darinya kecuali
orang munafiq.

Mazhab Syafii: Fardhu Kifayah.


Dalil:




Tidaklah tiga orang berada di suatu kampung atau perkampungan badui, tidak didirikan shalat
berjamaah pada mereka, maka mereka dikuasai setan. Hendaklah engkau melaksanakan shalat
berjamaah, sesungguhnya srigala hanya memakan kambing yang memisahkan diri dari
gerombolannya. (HR. Abu Daud).

Mazhab Hanbali: Wajib Ain.


Dalil:

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka. (QS. An-Nisa [4]: 102).
Jika dalam kondisi perang saja tetap disyariatkan shalat berjamaah, apalagi dalam kondisi aman.
(43)
Laksanakanlah shalat bersama orang-orang yang shalat. (Qs. al-Baqarah [2]: 43).







Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafiq adalah shalat Isya dan shalat
Shubuh, andai mereka mengetahui apa yang ada pada kedua shalat itu pastilah mereka akan datang
walau pun merangkak. Aku ingin memerintahkan shalat, maka shalat pun dilaksanakan, kemudian aku
perintahkan seorang laki-laki melaksanakan shalat berjamaah bersama orang banyak. Kemudian
beberapa orang pergi bersamaku, mereka membawa beberapa ikat kayu bakar kepada kaum yang tidak
melaksanakan shalat berjamaah, aku akan membakar rumah mereka dengan api. (HR. Muslim).
. - -
. . - -
.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah Saw, ia berkata:
Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya ke masjid. Ia meminta kepada Rasulullah Saw
agar diberi keringanan shalat di rumah, lalu Rasulullah Saw memberikan keringanan. Ketika ia akan
pergi, Rasulullah Saw memanggilnya seraya bertanya, Apakah engkau mendengar seruan adzan?. Ia
menjawab: Ya. Rasulullah Saw berkata: Maka engkau wajib datang. (HR. Muslim).
Allah Swt tetap mewajibkan shalat berjamaah dalam kondisi menakutkan (perang), memperbolehkan
shalat jama saat hujan, semua itu bertujuan untuk menjaga shalat berjamaah. Andai shalat berjamaah
itu sunnat, pastilah semua itu tidak dibolehkan.
[Lihat: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz.2, hal. 1167-1169].

Ijma.
Para shahabat telah Ijma tentang disyariatkannya shalat berjamaah setelah hijrah.
Kalangan Salaf berdukacita tiga hari jika ketinggalan takbiratul ihram shalat jamaah. Berdukacita
tujuh hari jika ketinggalan shalat berjamaah.
(al-Fiqh al-Islamy wa Adullatuhu, 2/1165).
Udzur Meninggalkan Shalat Berjamaah:
Sakit kuat. Tidak termasuk sakit kepala dan demam ringan.
Menimbulkan mudharat.
Hujan deras.
Menahan buang air kecil dan besar. Karena dapat mencegah kesempurnaan dan kekhusyuan
shalat.
Selesai makan makanan yang sangat bau.
Tertahan di suatu tempat.
(al-fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, 2/1189-1190).

Bacaan Ayat Imam:


Thiwal al-mufashshal : Qaf/al-Hujurat ke an-Naba.
Ausath al-mufashshal : an-Naziat ke adh-Dhuha.
Qishar al-Mufashshal : al-Insyirah ke an-nas.
Shubuh dan Zhuhur : Thiwal al-Mufashshal.
Ashar dan Isya : Ausath al-Mufashshal.
Maghrib : Qishar al-Mufashshal.
(al-Adzkar, Imam an-Nawawi).

Lama Ruku dan Sujud:


:
: .
Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni:
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, Terdapat riwayat dari al-Hasan al-Bashri bahwa ia berkata:
Tasbih yang sempurna itu tujuh, pertengahan itu lima dan yang paling rendah itu tiga.

Zikir dan Doa Setelah Shalat:


( ) ) :

:




(
.
Dalam masalah ini ada hadits riwayat Ibnu Abbas, ia berkata: Kami mengetahui bahwa shalat
Rasulullah Saw telah selesai dengan (mendengar) suara takbir.
Dalam riwayat lain: Sesungguhnya men-jahar-kan suara zikir ketika selesai shalat wajib telah ada
sejak masa Rasulullah Saw.
Ibnu abbas berkata: Saya mengetahui mereka telah selesai shalat ketika saya mendengarnya.
Ini dalil pendapat sebagian kalangan Salaf bahwa dianjurkan men-jahar-kan suara takbir dan zikir
setelah shalat. (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi).

(2/342 : ) .
Doa dibaca sirr, tidak di-jahar-kan, kecuali imam ingin mengajarkan kepada orang banyak, maka
boleh men-jahar-kan. (al-Hawi al-Kabir, Imam al-Mawardi: 2/342).
Hikmah Shalat Berjamaah:
1. Lipat Ganda Amal.

: - - .
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Shalat berjamaah lebih baik daripada
shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh tingkatan. (HR. Muslim).
2. Dijauhkan Dari Syetan.


Sesungguhnya setan itu bagi manusia seperti srigala bagi kambing, srigala menangkap kambing yang
memisahkan diri dari gerombolannya dan kambing yang menyendiri. Maka janganlah kamu
memisahkan diri dari jamaah, hendaklah kamu berjamaah, bersama orang banyak dan senantiasa
memakmurkan masjid. (HR. Ahmad bin Hanbal).
3. Semakin Banyak Balasan Dengan Banyaknya Jumlah Orang Yang Shalat.

Sesungguhnya shalat seseorang dengan satu orang lebih utama daripada shalat sendirian. Shalat
seseorang bersama dua orang lebih utama daripada shalatnya bersama satu orang. Jika lebih banyak,
maka lebih dicintai Allah Swt. (HR. Abu Daud).
4. Dijauhkan Dari Nifaq.



Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah Swt selama empat puluh hari berjamaah, ia
mendapatkan takbiratul ihram. Maka dituliskan baginya dijauhkan dari dua perkara; dari neraka dan
dijauhkan dari kemunafikan. (HR. At-Tirmidzi).
5. Mendapatkan Perlindungan Allah Swt.

Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka ia berada dalam lindungan Allah Swt.
(HR. Muslim).
6. Mendapatkan Balasan Pahala Seperti Haji dan Umrah.
.
- . -
Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, kemudian ia duduk berzikir hingga terbit
matahari, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat. Maka ia mendapatkan balasan pahala seperti
haji dan umrah. Kemudian Rasulullah Saw mengatakan, Sempurna, sempurna, sempurna. (HR. At-
Tirmidzi).
7. Mendapatkan Balasan Pahala Seperti Qiyamullail.

Siapa yang melaksanakan shalat Isya berjamaah, maka seakan-akan ia telah melaksanakan
Qiyamullail setengah malam. Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka seakan-akan
ia telah melaksanakan Qiyamullail sepanjang malam. (HR. Muslim).
8. Berkumpul Dengan Para Malaikat.




Malaikat malam dan malaikat siang saling bergantian, mereka berkumpul pada shalat Shubuh dan
shalat Ashar. Kemudian yang bertugas di waktu malam naik, Allah Swt bertanya kepada mereka,
Allah Swt Maha Mengetahui, Bagaimanakah kamu meninggalkan hamba-hamba-Ku?. Mereka
menjawab, Kami tinggalkan mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat dan kami datang
kepada mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
9. Didoakan Malaikat.
.

Seorang hamba yang melaksanakan shalat, kemudian ia tetap berada di tempat shalatnya menantikan
pelaksanaan shalat, maka malaikat berkata: Ya Allah, ampunilah ia, curahkanlah rahmat-Mu
kepadanya. Hingga ia beranjak atau berhadas. (HR. Muslim).
10. Serentak Dengan Amin Malaikat.



Apabila imam mengucapkan Amin, maka ucapkanlah Amin. Sesungguhnya siapa yang
ucapannya sesuai dengan ucapan Amin yang diucapkan malaikat, maka Allah mengampuni dosanya
yang telah lalu.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Akan Datang Walaupun Merangkak.





Andai mereka mengetahui apa yang ada pada shalat Isya dan shalat Shubuh, pastilah mereka akan
mendatanginya, walaupun merangkak.
(HR. Al-Bukhari).

TANYA JAWAB SHALAT SUNNAT TASBIH

Disusun Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
(S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Darulhadis, Maroko. Dosen UIN Suska).

?Pertanyaan: Apakah dalil shalat sunnat Tasbih


Jawaban: Dalil pelaksanaan shalat sunnat Tasbih berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

- -








.
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw berkata kepada al-Abbas bin Abdul Muththalib:
Wahai Abbas, wahai paman, maukah engkau aku berikan, sudikah engkau aku lakukan sesuatu
terhadapmu 10 perkara jika engkau mau melakukannya; Allah mengampuni dosamu, yang pertama
dan yang terakhir, yang dahulu dan yang baru, yang tersilap dan sengaja, yang kecil dan yang besar,
yang rahasia dan yang nyata, 10 perkara. Engkau laksanakan shalat empat rakaat, engkau baca dalam
setiap rakaat al-Fatihah dan surat. Ketika selesai membaca itu, ketika engkau tegak, engkau ucapkan:
Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar, sebanyak 15
kali. Kemudian engkau ruku, engkau ucapkan 10 Tasbih. Kemudian engkau angkat kepalamu dari
ruku, engkau ucapkan 10 kali, kemudian engkau sujud, engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau
angkat kepalamu dari sujud, engkau ucapkan 10 kali. Kemudian engkau sujud (kedua), engkau
ucapkan 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau ucapkan 10 kali. Maka itulah
75 kali tasbih. Engkau lakukan itu sebanyak 4 rakaat. Jika engkau mampu melaksanakannya satu kali
sehari, maka laksakanlah. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah seminggu sekali. Jika
engkau tidak mampu, maka laksanakanlah satu bulan sekali. Jika engkau tidak mampu, maka
laksanakanlah setahun sekali. Jika engkau tidak mampu, maka seumur hidup sekali.

Pertanyaan: Ada sebagian orang yang mengatakan dalil shalat sunnat Tasbih itu tidak kuat karena
haditsnya Dhaif? Benarkah demikian?
Jawaban: Beberapa ulama terkemuka memberikan jawaban tentang kualitas hadits tentang shalat
sunnat Tasbih:
.

: " ) ( : .
:
.
" :" ... " .

Sesungguhnya hadits tentang shalat Tasbih tidak turun dari derajat hadits hasan, karena jalur
periwayatannya banyak, demikian juga dengan sumber-sumber takhrijnya. Beberapa imam menyusun
kitab khusus berkaitan dengan hadits-hadits shalat Tasbih dengan menggabungkan jalur-jalur
periwayatannya, sebagaimana yang dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam jawaban beliau terhadap
beberapa pertanyaan seputar hadits-hadits yang dituduh sebagai hadits palsu, terangkum dalam kitab
al-Mashabih karya Imam al-Baghawi. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam jawabannya tersebut: Para
ulama telah meriwayatkan tentang hadits shalat Tasbih, diantaranya adalah Imam Abu Daud dalam as-
Sunan, at-Tirmidzi dalam al-Jami, Ibnu Khuzaimah dalam as-Shahih, akan tetapi beliau mengatakan:
Jika khabar ini kuat. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, ia berkata: Sanadnya shahih. Ad-Daraquthni
menyusun satu kitab khusus tentang hadits shalat Tasbih dengan berbagai jalur periwayatannya.
Demikian juga dengan imam al-Khathib. Al-Hafizh Abu Musa al-Madini menyusun satu kitab
berjudul Tashih Shalat at-Tasbih. Al-Hafizh Ibnu Hajar menutup jawabannya dengan menyatakan:
Sebenarnya hadits-hadits tentang shalat Tasbih sampai derajat hadits Hasan karena jalur-jalur
periwayatannya yang banyak yang menguatkan jaluar riwayat yang pertama. (Fatawa asy-Syabakah
al-Islamiyyah, juz. 3, hal: 483).
Nashiruddin al-Albani menyatakan dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: Hadits Shahih li
Ghairihi. (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: juz. 1, hal. 165).

Pertanyaan: Bagaimanakah tata cara pelaksanaan shalat sunnat Tasbih?


Jawaban: Cara melaksanakan shalat sunnat Tasbih sebagai berikut:

:
:







.

Shalat Tasbih terdiri dari empat rakaat, dalam satu rakaat terdapat 75 kali Tasbih:


Ucapan Tasbih ini tersebar dalam rukun dan sunnat shalat Tasbih, rinciannya sebagai berikut:
- 15 kali Tasbih setelah membaca al-Fatihah dan Surat.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada ruku.
- 10 kali Tasbih setelah Tasmi dan Tahmid, tegak dari Ruku.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada Sujud.
- 10 kali Tasbih setelah doa diantara dua Sujud.
- 10 kali Tasbih setelah doa pada Sujud kedua.
- 10 kali Tasbih pada duduk istirahat setelah Sujud sebelum tegak.
- Khusus pada Tasyahhud Awal dan Tasyahhud Akhir, dibaca 10 kali setelah Tasyahhud.

Ini tata cara yang umum dilakukan kaum muslimin, akan tetapi ada versi lain berdasarkan riwayat
lain:


15 tasbih sebelum membaca al-Fatihah.
10 tasbih setelah membaca ayat.
10 tasbih ketika ruku.
10 tasbih ketika bangun dari ruku.
10 tasbih ketika sujud pertama.
10 tasbih ketika duduk diantara dua sujud.
10 tasbih ketika sujud kedua.
Ini riwayat dari Ibnu al-Mubarak.
Demikian juga tentang membaca tasbih pada Tasyahhud, apakah sebelum atau setelah Tasyahhud,
diatas disebutkan setelah Tasyahhud, namun ada versi lain menyebut sebelum Tasyahhud:
. :.
Al-Qalyubi berkata: 10 Tasbih setelah sujud kedua dibaca pada duduk istirahat sebelum tegak, atau
sebelum Tasyahhud.

Pertanyaan: Bagaimanakah cara menghitung jumlah tasbih tersebut?


Jawaban:


Jumlah Tasbih yang banyak ditetapkan oleh syariat Islam, cara menghitungnya hanya dengan jari
jemari, maka ini termasuk hal yang dimaafkan insya Allah.

Pertanyaan: Apakah ada bacaan surat-surat tertentu?


Jawaban:

Tidak terdapat riwayat yang menyebutkan bacaan surat tertentu dibaca dalam shalat Tasbih. Riwayat-
riwayat tentang shalat Tasbih sebagian besarnya hanya menyebutkan al-Fatihah dan membaca surat,
tanpa menyebutkan surat tertentu dan jumlah tertentu.

Pertanyaan: Apakah 4 rakaat itu dilaksanakan bersambung dengan satu kali salam? atau setiap dua
rakaat satu salam?
Jawaban:


Zahir hadits-hadits tentang shalat Tasbih menyebutkan bahwa shalat Tasbih dengan satu salam, baik
dilaksanakan di waktu siang maupun di waktu malam.
Pertanyaan: Shalat sunnat Tasbih dilaksanakan dengan suara Sirr atau Jahr?

Jawaban:



Menurut Sunnah, kalimat Tasbih dibaca secara sirr, baik shalat malam maupun siang. Sedangkan
bacaan al-Fatihah dan surat, jika dilaksanakan pada waktu siang, maka dibaca Sirr. Jika dilaksanakan
pada waktu malam, maka sama seperti shalat sunnat yang lain, dibaca pertengahan antara Jahr dan
Sirr.

Pertanyaan: Shalat Sunnat Tasbih dilaksanakan sendirian atau berjamaah?


Jawaban: Dilihat dari kalimat yang digunakan Rasulullah Saw kepada al-Abbas:


Wahai Abbas, wahai Paman, maukah engkau, sudikah engkau aku berikan. Ini menunjukkan
makna bahwa shalat tersebut dilaksanakan sendirian.
Akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah, maka shalat tersebut tetap sah, berdasarkan pendapat
Imam an-Nawawi:
( )( )
)(
(Penjelasan) para ulama Mazhab Syafii berkata: shalat sunnat itu terbagi dua: satu bagian shalat yang
disunnatkan dilaksanakan secara berjamaah, yaitu shalat Ied, shalat gerhana matahari, shalat Istisqa
(minta turun hujan) dan shalat Tarawih menurut pendapat al-Ashahh. Satu bagian shalat yang tidak
dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah, akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah, maka
shalat tersebut tetap sah. (al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab: juz. 4, hal. 4).
Menurut pendapat Ibnu Taimiah:
:
: .

: : .

.
Shalat sunnat dilaksanakan secara berjamaah ada dua jenis:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan dilaksanakan secara berjamaah terus menerus seperti shalat
Kusuf (gerhana matahari), Istisqa (minta hujan), Qiyamullail Ramadhan, ini jenis shalat yang
dilaksanakan berjamaah terus menerus sebagaimana yang disebutkan Sunnah.
Kedua: shalat sunnat yang tidak disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah secara terus
menerus, seperti Qiyamullail, shalat-shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tahyatulmasjid, dan
sejenisnya. Shalat-shalat sunnat seperti ini jika dilaksanakan secara berjamaah jarang-jarang/sekali-
sekali (tidak terus menerus). (Majmu Fatawa Ibni Taimiah: juz. 5, hal. 381).

Pertanyaan: Bilakah Waktu Pelaksanaan Shalat Sunnat Tasbih?


Jawaban:

shalat Sunnat Tasbih adalah jenis shalat sunnat mutlaq (tidak terikat waktu) yang dilaksanakan dengan
cara khusus sebagaimana yang telah disebutkan di atas-. Makruh dilaksanakan pada waktu-waktu
terlarang melaksanakan shalat (setelah Ashar, setelah Shubuh dan menjelang Zawal/tergelincir
matahari), demikian menurut pendapat yang kuat.

Pertanyaan: Apakah keutamaan melaksanakan shalat sunnat Tasbih?


Jawaban: Di awal hadits, Rasulullah Saw menyatakan:




Wahai Abbas, wahai paman, maukah engkau aku berikan, sudikah engkau aku lakukan sesuatu
terhadapmu 10 perkara jika engkau mau melakukannya; Allah mengampuni dosamu, yang pertama
dan yang terakhir, yang dahulu dan yang baru, yang tersilap dan sengaja, yang kecil dan yang besar,
yang rahasia dan yang nyata, 10 perkara.
Di akhir hadits Rasulullah Saw nyatakan:

.
Jika engkau mampu melaksanakannya satu kali sehari, maka laksakanlah. Jika engkau tidak mampu,
maka laksanakanlah seminggu sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah satu bulan
sekali. Jika engkau tidak mampu, maka laksanakanlah setahun sekali. Jika engkau tidak mampu, maka
seumur hidup sekali. Menunjukkan betapa pentingnya shalat sunnat Tasbih.

:
) (
) ( .
)
Diantara balasan dalam shalat sunnat Tasbih adalah banyaknya zikir dalam shalat tersebut. Dalam satu
rakaat diucapkan:


Sebanyak 75 kali, 4 rakaat berarti 300 kali. Jika kalimat Tasbih ini dipecah menjadi empat, berarti
1200 kali. Setiap satu kebaikan diberi balasan 10 kebaikan, maka berarti 12.000 kali. Dan Allah
melipatgandakan lebih banyak daripada itu, kepada orang-orang yang Ia kehendaki.

Catatan: Sebagian dikutip dari muqaddimah Syekh Masyhur Hasan terhadap kitab Dzikr Shalat at-
Tasbih wa al-Ahadits allati Ruwiyat an an-Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam wa Ikhtilaf Alfazh an-
Naqilin laha karya Imam al-Khathib al-Baghdadi.
Telah dimuat di blog: www.somadmorocco.blogspot.com

AURAT PEREMPUAN MENURUT EMPAT MAZHAB.

Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.


.
:
) (

. .
Pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat adalah pendapat Aisyah,
Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Pendapat ini yang didapat dari para ahli fiqh. Oleh sebab itu Ibnu Abdilbarr berkata dalam at-Tamhid:
Para ulama berbeda pendapat tentang tawil firman Allah: . Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar: Kecuali yang biasa tampak, yaitu wajah dan kedua telapak tangan.
Diriwayatkan dari Ibnu Masud: Yang tampak terlihat diatas pakaian, tidak boleh memperlihatkan
anting-anting, rantai, gelang tangan dan gelang kaki, kecuali yang tampak diatas pakaian. Para tabiin
berbeda pendapat berdasarkan dua pendapat ini. para ahli Fiqh juga berbeda pendapat berdasarkan ini.

MAZHAB HANAFI:
:
[30 : ] : .
Imam al-Kasani al-Hanafi berkata dalam BadaI ash-ShanaI: Laki-laki asing (tidak mahram) tidak
boleh melihat perempuan yang tidak mahram yang merdeka (bukan hamba sahaya), tidak boleh
melihat seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, berdasarkan firman Allah surat an-Nur
ayat 30.
[31 : ]: : .
Hanya saja pengecualian boleh melihat tempat-tempat perhiasan yang tampak, yaitu wajah dan telapak
tangan, ini dispensasi dari ayat 31 surat an-Nur.
:
. . .
Yang dimaksud dengan perhiasan adalah tempat perhiasan tersebut. Tempat perhiasan yang tampak
nyata adalah wajah dan telapak tangan, karena dibutuhkan pada transaksi jual beli, mengambil dan
memberi. Menurut kebiasan, semua itu tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan memperlihatkan
wajah dan telapak tangan, maka boleh diperlihatkan. Ini pendapat Imam Hanafi radhiallahuanhu.
MAZHAB MALIKI:
. : : .
: ) (
. .
Imam ad-Dardir al-Maliki berkata sebagaimana yang disebutkan dalam Aqrab al-Masalik: Aurat
perempuan terhadap laki-laki yang tidak mahram adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak
tangan. Muhammad bin Ahmad yang dikenal denganm nama Alisy berkata dalam Manh al-Jalil
Syarh Mukhtashar Khalil: Aurat perempuan merdeka terhadap laki-laki tidak mahram yang muslim
adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, bagian atas dan bawah. Wajah dan telapak
tangan bukan aurat, boleh dibuka terhadap laki-laki yang bukan mahram.

MAZHAB SYAFII:
:
. .
: :
. .
Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari asy-Syafii berkata dalam Asna al-Mathalib: Aurat perempuan
dalam shalat dan terhadap laki-laki yang bukan mahram meskipun di luar shalat adalah seluruh
tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, bagian luar dan bagian dalam, hingga pergelangan
tangan.
: :
. .
Ar-Rahibani berkata dalam Syarh al-Ghayah: Menutup seluruh kepala lebih utama, karena kepala itu
aurat baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Tidak hanya ketika ihram. Berbeda dengan
memperlihatkan wajah.
MAZHAB HANBALI:
: :
. : . :
. .
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan adalah aurat, ini adalah pendapat
sebagian mazhab Hanbali. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni: Sebagian ulama mazhab
Hanbali berkata, Sesungguhnya perempuan itu seluruh tubuhnya adalah aurat. Karena diriwayatkan
dalam hadits dari Rasulullah Saw, Perempuan itu aurat. Hadits riwayat at-Tirmidzi. Ia berkata,
Hadits hasan shahih. Akan tetapi diberi dispensasi untuk memperlihatkan wajah dan telapak tangan,
karena menutupinya menimbulkan kesulitan, dank arena boleh melihat wajah dan telapak tangan
ketika proses pertunangan, karena tempat berkumpulnya kebaikan.

MENGGERAKKAN TELUNJUK KETIKA TASYAHUD.


.

Kami ingatkan kepada Anda bahwa para ahli Fiqh sepakat bahwa perbuatan banyak membatalkan
shalat. Mereka berbeda pendapat tentang batasan banyak. Tidak shahih hadits dari Rasulullah Saw
bahwa tiga gerakan membatalkan shalat. Batasan itu dari sebagian ahli fiqh. Oleh sebab itu tidak
dibenarkan mengingkari orang yang menggerakkan jarinya dalam shalat.

( )( ) ( )
) (
Menurut Mazhab Maliki: menggerakkan jari telunjuk dari awal hingga akhir tasyahhud. Digerakkan
ke kanan dan ke kiri, bukan ke atas dan ke bawah.
Menurut Mazhab Hanbali: mengangkat telunjuk ketika pada lafaz Allah () .
Menurut Mazhab Hanafi: mengangkat telunjuk pada lafaz: La Ilaha () . Kemudian kembali
menurunkan telunjuk pada lafaz: Illa Allah () .
Menurut Mazhab SyafiI: mengangkat telunjuk pada lafaz: Illallah () , hingga akhir Tasyahhud
berakhir, tanpa menggerakkan telunjuk.
:

.
Berdasarkan riwayat Imam Ahmad, an-Nasai, Abu Daud dan lainnya, dari Wail bin Hajar, ia berkata
tentang sifat shalat nabi: Kemudian Rasulullah Saw duduk iftirasy; menduduki kaki kiri, meletakkan
telapak tangan kiri diatas paha dan lutut kiri. Meletakkan siku kanan diatas paha kanan. Kemudian
menggenggam kedua jari tangannya dan membuat lingkaran, kemudian mengangkat salah satu
jemarinya, saya melihatnya menggerakkannya sambil berdoa.
:
." " :
: : .
Imam al-Baihaqi berkata: Ada kemungkinan mengandung makna bahwa yang dimaksud dengan
kalimat menggerakkan, maksudnya adalah menunjuk, bukan menggerakkannya berkali-kali, agar
tidak bertentangan dengan hadits riwayat Ibnu az-Zubair dalam riwayat ahmad, Abu Daud, an-Nasai
dan Ibnu Hibban dengan lafaz: Rasulullah Saw menunjuk dengan jari telunjuk, tidak
menggerakkannya. Pandangan matanya tidak melewati telunjuknya.
Al-Hafizh berkata dalam at-Talkhish al-Habir: Asal hadits ini dalam Shahih Muslim, tanpa kalimat:
Pandangan matanya tidak melewati telunjuknya.

.
.
Kesimpulannya, masalah ini adalah masalah khilafiyah diantara para ulama, setiap ulama punya
pendapat masing-masing, tidak selayaknya seorang muslim merasa bersempit dada terhadap ikhtilaf
dalam masalah ini. Karena kesepakatan ulama itu hujjah yang kuat, sedangkan ikhtilaf ulama itu
rahmat yang luas. Wallahu alam.
diterjemahkan dari islamweb.com

7 Hadis, Mengapa Bersedekah?

Masjid Akramunnas Universitas Riau, Kampus Gobah,


Kajian Hadis, Sabtu Ba'da Shubuh, 28 januari 2012

7 hadis, Mengapa bersedekah?

1. Ingin Memperoleh Perlindungan di dunia:

. .

Seorang muslim yang memberi kain/pakaian kepada muslim yang lain, maka ia tetap berada dalam
perlindungan Allah Swt selama kain itu tetap ada walaupun sepotong.
(HR. at-Tirmidzi).

2. Ingin Mendapat Naungan di akhirat:

- -


Dari Uqbah bin Amir, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya hingga (perkara) diputuskan diantara umat
manusia.
(HR. Ahmad).

3. Mengobati penyakit fisik:



Obatilah orang yang sakit diantara kamu dengan sedekah
Dinyatakan Shahih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami ash-Shaghir.

4. Mengobati penyakit batin:

Dari Abu Hurairah, seseorang datang mengadu kepada Rasulullah Saw tentang hatinya yang keras.
Maka Rasulullah Saw berkata kepadanya, Jika engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah
makanan kepada orang miskin dan usaplah kepada anak yatim. (HR. Ahmad). Hadits Hasan menurut
Syekh al-Albani.

5. Memadamkan dosa:


Sedekah memadamkan dosa seperti air memadamkan api.
(HR. At-Tirmidzi).
Dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan at-Tirmidzi.

6. Meredam murka dan menolak mati jelek:

- - .


Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya sedekah memadamkan murka Allah dan menolak kematian dalam kondisi tidak baik.
(HR. At-Tirmidzi). Dinyatakan sebagai hadits Hasan oleh Imam at-Tirmidzi.

7. Mengaminkan doa malaikat:


- - - -



Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
Setiap hamba yang menjalani suatu hari, maka ada dua malaikat yang turun pada hari itu. Salah satu
dari malaikat itu berkata: Ya Allah, berilah ganti untuk orang yang bersedekah. Malaikat yang lain
berkata: Ya Allah, berilah kebinasaan kepada orang yang tidak mau bersedekah.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).

APA HUKUM PERINGATAN MAULID USTADZ?

Saya merasa tak pantas menjawab pertanyaan ini, saya nukilkan beberapa pendapat ulama:

PENDAPAT AL-HAFIZH IBNU HAJAR AL-ASQALANI:


:




_
:
Syaikhul Islam Hafizh al-Ashr Abu al-Fadhl Ibnu Hajar ditanya tentang maulid nabi. Beliau
menjawab:
Asal perbuatan malid adalah bidah. Tidak ada riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushaleh
dari tiga abad pertama tentang itu. Akan tetapi maulid mengandung banyak kebaikan dan lawannya.
Siapa yang mencari kebaikan dan menghindari lawannya, maka itu adalah bidah hasanah. Jika tidak,
maka tidak dapat dianggap bidah hasanah. Terlihat jelas bagi saya mengeluarkan hukumnya dari
dasar yang kuat, yaitu hadits yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa
Rasulullah Saw ketika tiba di Madinah, ia dapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Ia
bertanya kepada mereka, mereka menjawab, bahwa itu adalah hari Allah menenggelamkan Firaun
dan menyelamatkan Musa. Maka kami berpuasa bersyukur kepada Allah. Maka dapat diambil
pelajaran dari itu bahwa bersyukur kepada Allah pada hari tertentu disebabkan mendapat nikmat atau
ditolaknya bala, itu dapat dijadikan perbandingan. Pada hari itu setiap tahun. Syukur kepada Allah
dapat diungkapkan dengan berbagai jenis ibadah seperti sujud, berpuasa, sedekah dan membaca al-
Quran. Adakah nikmat yang lebih besar daripada nikmat dimunculkannya nabi ini, nabi rahmat pada
hari itu?!

PENDAPAT AL-HAFIZH SYAMSUDDIN BIN AL-JAZARI:



- -
.

_.
:

Imam para ahli Qiraat, al-Hafizh Syamsuddin bin al-Jazari, ia berkata dalam kitab Urf at-Tarif bi al-
Maulid asy-Syarif, teksnya:
Abu Lahab diperlihatkan di dalam mimpi setelah ia mati, ditanyakan kepadanya, Bagaimana
keadaanmu?. Ia menjawab, Di dalam neraka, hanya saja azabku diringankan setiap malam Senin.
Aku menghisap air diantara jari jemariku sekadar ini ia menunjuk induk jarinya-. Itu aku dapatkan
karena aku memerdekakan Tsuwaibah ketika ia memberikan kabar gembira kepadaku tentang
kelahiran Muhammad dan ia menyusukan Muhammad.
Jika Abu Lahab yang kafir, kecamannya disebutkan dalam al-Quran, ia diberi balasan di dalam
neraka karena kelahiran nabi Muhammad dan apa yang telah ia berikan karena sayangnya kepada nabi
Muhammad. Maka demi usiaku, balasan bagi orang yang bahagia dengan kelahiran nabi Muhammad
Saw adalah memasukkannya ke dalam surga.

PENDAPAT AL-HAFIZH SYAMSUDDIN BIN NASHIRUDDIN AD-DIMASYQI:



:
*
*
*
:

Al-Hafizh Syamsuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi berkata dalam kitabnya berjudul: Mawrid ash-
Shadi fi Maulid al-Hadi:
Shahih bahwa Abu Lahab diringankan azabnya pada hari Senin karena ia memerdekakan Tsuwaibah
karena gembira atas kelahiran Rasulullah Saw. Kemudian beliau bersyair:
Jika seorang kafir yang telah dikecam * Kekal di dalam neraka Jahim
Diriwayatkan bahwa setiap hari Senin * Diringankan azabnya karena senang atas kelahirannya
Bagaimanakah prasangka terhadap hamba yang seumur hidupnya *
Bahagia dengan kedatangan Ahmad dan mati dalam keadaan bertauhid?!

PENDAPAT SYEKH DR.YUSUF AL-QARADHAWI.



2008-3-19/
Hukum memperingati maulid nabi.
Web Syekh Yusuf al-Qaradhari/ 19 Maret 2008
: - -


Al-Allamah DR.Yusuf al-Qaradhawi ketua persatuan ulama dunia- menerima permohonan agar
diberikan penjelasan dari salah seorang pembaca, ia nyatakan: Wahai Syekh saya yang mulia, Allah
Maha Mengetahui bahwa saya menyayangi Anda karena Allah. Bertepatan dengan mendekatnya hari
kelahiran nabi Muhammad Saw. Apakah hukum merayakan maulid nabi? Apa kewajiban kita terhadap
Rasulullah?
: :


Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi menjawab:
Bismillah, walhamdu lillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Saw,
wa badu:

:

.
Karena berbagai peristiwa itu benar-benar mereka alami, mereka hidup bersama Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw hidup dalam hati mereka, tidak pernah hilang dari kesadaran mereka. Saad bin Abi
Waqqash berkata: Kami meriwayatkan kepada anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah Saw
sebagaimana kami menghafalkan surat dari al-Quran kepada mereka. Mereka menceritakan kepada
anak-anak mereka tentang peristiwa yang terjadi pada perang Badar, Uhud, Khandaq, Khaibar, mereka
menceritakan apa yang terjadi pada kehidupan Rasulullah Saw. Oleh sebab itu mereka tidak perlu
mengingat-ingat berbagai peristiwa tersebut.



.
Kemudian tibalah masa manusia melupakan berbagai peristiwa tersebut. Berbagai peristiwa itu
terlupakan dari ingatan mereka, hilang dari akal dan hati mereka. Manusia perlu menghidupkan
makna-makna yang telah mati, mengingatkan peninggalan-peninggalan yang terlupakan. Benar bahwa
beberapa bentuk bidah telah terjadi dalam masalah ini, akan tetapi saya katakana bahwa kita
memperingati maulid nabi dengan mengingatkan manusia tentang hakikat kebenaran sejarah nabi,
hakikat risalah nabi Muhammad Saw. Ketika saya merayakan maulid nabi, maka saya sedang
merayakan lahirnya risalah Islam, saya mengingatkan manusia tentang risalah Rasulullah Saw dan
sejarah Rasulullah Saw.
)
[ 21 ( ]

:
" : " .
Pada momen peringatan maulid nabi ini saya mengingatkan manusia tentang peristiwa besar dan
pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik, agar saya dapat mempererat hubungan antara manusia dengan
sejarah nabi Muhammad Saw, Sesungguhnya bagi kamu dalam diri Rasulullah Saw itu terdapat suri
tauladan yang baik, bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhirat dan mengingat Allah
sebanyak-banyaknya. (Qs. al-Ahzab: 21). Agar kita dapat berkorban seperti para shahabat berkorban,
sebagaimana Ali mengorbankan dirinya ketika ia meletakkan dirinya di tempat Rasulullah Saw.
Sebagaimana Asma berkorban ketika ia naik ke jabal Tsaur, bukit yang terjal. Agar kita membuat
strategi sebagaimana Rasulullah Saw membuat strategi hijrah. Agar kita bertawakkal sebagaimana
Rasulullah Saw bertawakkal kepada Allah ketika Abu Bakar berkata kepadanya, Demi Allah wahai
Rasulullah, andai salah seorang dari mereka melihat di bawah kakinya, pastilah mereka melihat kita.
maka Rasulullah Saw menjawab, Wahai Abu Bakar, jika menurutmu ada dua, maka Allah yang
ketiga. Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.


.
Kita sangat membutuhkan pelajaran-pelajaran ini. peringatan seperti ini mengingatkan manusia
kepada makna-makna ini. saya yakin bahwa di balik peringatan maulid nabi ada hasil yang positif,
yaitu mengikatkan kembali kaum muslimin dengan Islam, mengikatkan mereka dengan sejarah
Rasulullah Saw, agar mereka menjadikannya sebagai suri tauladan dan contoh. Adapun hal-hal yang
keluar daripada ini, maka bukan bagian dari peringatan maulid nabi dan kami tidak mengakui seorang
pun untuk melakukannya.
Web:
http://www.qaradawi.net/site/topics/article.asp?
cu_no=2&item_no=5852&version=1&template_id=130&parent_id=17

SHALAT TAHAJJUD BERJAMA'AH?

JAWABAN SYEKH ALI JUM'AH (MUFTI MESIR).


:.
:
2003 1916
.
Judul: hukum shalat tahajjud berjamaah di masjid.
Pertanyaan:
Setelah kami membaca permohonan no.1916 tahun 2003 yang isinya bahwa penanya meminta
penjelasan hukum shalat tahajjud berjamaah di masjid di sepuluh terakhir ramadhan.

:
/ .
:
_ _
" :
" .
_ _ . .

:
.


Mufti: Syekh Prof.DR.Ali Jumah.
Jawaban:
Menurut para ahli fiqh, boleh hukumnya shalat sunnat seperti tahajjud, tarawih dan lain-lain-
dilaksanakan berjamaah atau sendiri-sendiri, karena Rasulullah Saw melaksanakan kedua cara ini,
meskipun untuk shalat sunnat selain tarawih lebih afdhal shalat di rumah, karena Rasulullah Saw
bersabda: Shalat seseorang di rumahnya lebih afdhal daripada shalat di masjidku (masjid nabawi),
kecuali shalat wajib. HR. Abu Daud.
Menurut sebagian ahli fiqh, makruh hukumnya melaksanakan shalat sunnat berjamaah selain
tarawih- jika tujuannya riya.
Berdasarkan dalil diatas, maka boleh hukumnya melaksanakan shalat tahajjud berjamaah untuk
mendapatkan balasannya dan memberikan motifasi kepada orang banyak. Adapun hukum makruh
yang disebutkan sebagian ahli fiqh itu mengandung makna jika berjamaah itu diniatkan untuk riya.
(Fatawa Muashirah, juz.1, hal.9).

JAWABAN SYEKH 'UTSAIMIN (ULAMA SAUDI ARABIA).


... :- -

... : :


.(1) :
(772) 203 1/536 - 27 .
...
.
... :
... :
... :
- -

.
... .
Syekh Utsaimin ditanya: ketika seseorang melaksanakan shalat sendirian pada shalat jahar, apakah
bacaan ia jaharkan? Atau ia punya pilihan? Apa hukum sebagian pemuda melaksanakan shalat
tahajjud berjamaah setiap malam?
Syekh Utsaimin menjawab:
Para ulama berkata: jika seseorang melaksanakan shalat pada waktu malam, ia memilih antara bacaan
jahar atau sir. Akan tetapi jika ia bersama orang lain, maka mesti jahar. Dalilnya adalah hadits
Hudzaifah bin al-Yaman, ia shalat bersama Rasulullah Saw pada suatu malam, Rasulullah Saw
membaca surat al-Baqarah, setiap melewati ayat rahmat beliau berdoa, setiap melewati ayat azab
beliau memohon perlindungan. Hudzaifah berkata: Menurut perkiraan saya ia akan ruku pada ayat
ke seratus, akan tetapi beliau tetap berlalu hingga selesai. Kemudian setelah itu beliau membaca surat
an-Nisa dan Al Imran, kemudian beliau ruku. Hadits riwayat imam Muslim dalam shalat al-
Musafirin, bab: dianjurkan memanjangkan bacaan dalam shalat malam: 1/536 h 203 (772).
Ini menujukkan bahwa Rasulullah Saw melaksanakan shalat secara jahar, jika tidak jahar maka tidak
mungkin Hudzaifah mengetahui Rasulullah Saw berhenti pada ayat rahmat, ayat azab dan ayat tasbih.
Ketika Rasulullah Saw melewati ayat tasbih, beliau bertasbih.

Ada dua masalah dalam hadits ini:


Pertama: apakah disyariatkan shalat tahajjud berjamaah?
Jawaban terhadap masalah ini: tidak disyariatkan shalat tahajjud secara berjamaah secara terus
menerus, adapun jika dilaksanakan sekali-sekali, maka boleh. Karena Rasulullah Saw shalat, bersama
beliau ada Hudzaifah bin al-Yaman, sebagaimana dalam hadits diatas. Suatu ketika beliau shalat,
bersama beliau ada al-Abbas. Kali ketiga shalat bersama beliau Abdullah bin Masud. Akan tetapi
Rasulullah Saw tidak melaksanakannya secara terus menerus. Tidak disyariatkan shalat Qiyamullai
berjamaah secara terus menerus kecuali di bulan Ramadhan. Jika sekali-sekali dilaksanakan shalat
tahajjud berjamaah, maka itu dibolehkan, bagian dari Sunnah.
Adapun yang dilaksanakan sebagian saudara dari kalangan pemuda yang tinggal di suatu tempat,
mereka melaksanakan tahajjud secara berjamaah setiap malam, maka ini bertentangan dengan Sunnah.
(Majmu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin: juz.13, hal. 104).

TUNTUNAN IBADAH BULAN MUHARRAM




- -
.
Rasulullah Saw melaksanakan puasa 'Asyura (tgl 10 Muharram). ketika beliau hijrah di Madinah pun
beliau tetap melaksanakannya dan beliau memerintahkan melaksanakannya. Ketika puasa ramadhan
diwajibkan, beliau berkata, "Siapa yang ingin melaksanakan puasa 'Asyura, laksanakanlah. siapa yang
tidak ingin, maka ia tidak melaksanakannya". Hadis riwayat Muslim dari Aisyah.

- - - -
. .


- -
. - - .

Rasulullah Saw sampai di kota Madinah, ia dapati orang-orang Yahudi melaksanakan puasa pada hari
'Asyura (10 Muharram), maka Rasulullah bertanya kepada mereka, "Hari apakah ini kamu
melaksanakan puasa pada hari ini?". mereka menjawab, "Ini hari yang agung. Allah menyelamatkan
Musa dan kaumnya pada hari in, Ia menenggelamkan Fir'aun dari kaumnya. maka Musa melaksanakn
puasa bersyukur kepada Allah, maka kami melaksanakan puasa".
Rasulullah Saw berkata, "Kami lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kamu".
Maka Rasulullah Saw melaksanakan puasa dan memerintahkannya. Hadits riwayat muslim dari Ibnu
Abbas.







puasa yang paling afdhal setelah ramadhan adalah puasa di bulan Muharram dan shalat yang paling
afdhal setelah shalat fardhu adalah shalat malam (tahajjud). hadits riwayat Imam Muslim dari Abu
Hurairah.


.
Rasulullah Saw ditanya tentang puasa 'Asyura, beliau menjawab, Mengampuni dosa setahun yang
lalu. Hadits riwayat Muslim.

" " .

Laksanakanlah puasa 'Asyura, akan tetapi berbeda dengan yang dilakukan orang-orang Yahudi.
berpuasalah satu hari sebelumnya dan sehari setelahnya". hadits riwayat Imam Ahmad.

: .

Tingkatan puasa 'Asyura terbagi tiga:
Orang yang melaksanakan tanggal 9, 10 dan 11.
Orang yang melaksanakan tanggal 9 dan 10.
Orang yang melaksanakan tanggal 10 saja.
(Pendapat ulama).

TUNTUNAN IBADAH BULAN MUHARRAM




- -
.
Rasulullah Saw melaksanakan puasa 'Asyura (tgl 10 Muharram). ketika beliau hijrah di Madinah pun
beliau tetap melaksanakannya dan beliau memerintahkan melaksanakannya. Ketika puasa ramadhan
diwajibkan, beliau berkata, "Siapa yang ingin melaksanakan puasa 'Asyura, laksanakanlah. siapa yang
tidak ingin, maka ia tidak melaksanakannya". Hadis riwayat Muslim dari Aisyah.

- - - -
. .


- -
. - - .
Rasulullah Saw sampai di kota Madinah, ia dapati orang-orang Yahudi melaksanakan puasa pada hari
'Asyura (10 Muharram), maka Rasulullah bertanya kepada mereka, "Hari apakah ini kamu
melaksanakan puasa pada hari ini?". mereka menjawab, "Ini hari yang agung. Allah menyelamatkan
Musa dan kaumnya pada hari in, Ia menenggelamkan Fir'aun dari kaumnya. maka Musa melaksanakn
puasa bersyukur kepada Allah, maka kami melaksanakan puasa".
Rasulullah Saw berkata, "Kami lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kamu".
Maka Rasulullah Saw melaksanakan puasa dan memerintahkannya. Hadits riwayat muslim dari Ibnu
Abbas.







puasa yang paling afdhal setelah ramadhan adalah puasa di bulan Muharram dan shalat yang paling
afdhal setelah shalat fardhu adalah shalat malam (tahajjud). hadits riwayat Imam Muslim dari Abu
Hurairah.


.
Rasulullah Saw ditanya tentang puasa 'Asyura, beliau menjawab, Mengampuni dosa setahun yang
lalu. Hadits riwayat Muslim.

PUASA ARAFAH HARI SABTU.

Apa hukum melaksanakan puasa Arafah hari Sabtu? Sedangkan berpuasa hari sabtu itu dilarang.

Jawaban:
Larangan berpuasa hari sabtu berdasarkan hadits:

Janganlah kamu melaksanakan puasa hari Sabtu, kecuali puasa yang diwajibkan bagi kamu. Jika
salah seorang kamu tidak mendapatkan (makanan) melainkan kulit buah anggur atau batang kayu,
maka hendaklah ia mengunyahnya. Hadits ini disebutkan dalam Musnad Ahmad, dan kitab-kitab
Sunan, kecuali Sunan an-Nasai. Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini antara dhaif, hasan dan
shahih.
Komentar Ibnu al-Qayyim:
]
: :


80-2/79 [ .
Oleh sebab itu tidak perlu ragu melaksanakan puasa hari Arafah yang insya Allah jatuh pada hari
Sabtu 5 November 2011.
Kutipan fatwa Lembaga Fatwa Arab Saudi:

.
Boleh melaksanakan puasa Arafah secara tersendiri, apakah jatuh pada hari Sabtu atau hari lain,
karena tidak ada perbedaan diantara hari-hari tersebut. Karena puasa pada hari Arafah adalah sunnat
yang berdiri sendiri, sedangkan hadits larangan puasa pada hari Sabtu adalah hadits dhaif karena
Idhthirab dan bertentangan dengan hadits-hadits shahih.
(Fatawa al-Lajnah ad-Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al-Irsyad, juz. 12, hal. 483).

Silaturahim

Pertanyaan:
apakah arti silaturahim? apa hukum orang yang memutuskan silaturahim?

Jawaban:
Makna Silaturahim.
Silaturahim terdiri dari dua kata, kata shilatu dan kata rahim. Bila diterjemahkan secara bahasa kedua
kata ini membingungkan. Shilatu artinya menghubungkan, mengaitkan dan menyatukan. Sedangkan
rahim adalah kantong tempat janin di dalam perut perempuan. Jadi bila kedua kata ini digabungkan,
berarti mengandung makna menyatukan rahim.
Apa sebenarnya makna silaturahim? Terlepas dari status sosial, jabatan, kedudukan, harta kekayaan,
ras dan suku, sebenarnya kita dulu berasal dari satu rahim, yaitu rahim Hawa. Kemudian kita terpisah
di rahim-rahim ibu kita. Lalu kita terlahir dari rahim-rahim yang berbeda. Kemudian kita diuji untuk
menyatukan dan mengeratkan ikatan rahim itu kembali, layaknya sebelum berpisah dulu. Akan tetapi
menyatukan silaturahim ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Penuh usaha dan
perjuangan. Terkadang ego, status sosial dan kepentingan menjadi penghalang untuk mempererat
silaturahim.

Perintah Bersilaturahim.
Dalam kitab Sunan Ibni Majah dinyatakan, Rasulullah Saw bersabda:




Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah tali silaturahim, laksanakanlah
shalat di waktu malam ketika orang lain tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat. (HR.
Ibnu Majah). Hadits ini dinyatakan Rasulullah Saw ketika beliau baru saja sampai di kota Madinah,
betapa menjalin silaturahim termasuk pesan pertama yang disampaikan Rasulullah Saw disamping
pesan berbagi kepada orang lain dan pesan melaksanakan Qiyamullail mendekatkan diri kepada Allah
Swt.

Balasan Bagi Orang Yang Menjalin Silaturahim.


Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda:


Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
bersilaturahim. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Betapa silaturahim dapat melapangkan rezeki dan memperpanjang umur, padahal rezeki dan umur
sudah ditetapkan Allah Swt, maka menurut Syekh Mutawalli asy-Syarawi, yang ditambahkan Allah
dengan silaturahim adalah keberkahan umur dan keberkahan rezeki, itulah yang selalu kita mohonkan
kepada Allah Swt.

Bersilaturahim Berarti Menjalin Hubungan Dengan Allah Swt.


Dalam sebuah hadits Qudsi dinyatakan:


Allah Swt berfirman, Aku adalah ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), dan dia adalah rahim. Namanya
Aku ambil dari nama-Ku. Siapa yang menghubungkan silaturahim, maka Aku jalin hubungan dengan
dia dan siapa yang memutuskan silaturahim, maka Aku putuskan hubungan dengan dia. (HR. At-
Tirmidzi).
Betapa hubungan dengan Allah Swt dikaitkan dengan menjalin silaturahim. Banyak sekali orang yang
merasa sedang menjalin hubungan dengan Allah dengan prestasi ibadahnya, padahal Allah telah
memutuskan hubungan dengannya hanya karena ia telah memutuskan silaturahim.

Ancaman Bagi Orang Yang Memutuskan Silaturahim.


Disebutkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, Rasulullah Saw bersbda:

Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahim. (HR. Muttafaq Alaih). Tidak ada ancaman
yang lebih berat daripada ini. Oleh sebab itu, maka mari kita buka hati untuk memaafkan orang lain,
di waktu yang sama kita ulurkan tangan untuk memohon maaf kepada orang lain, karena dengan itu
sesungguhnya kita sedang menjalin hubungan dengan Allah Swt dan mendapatkan ampunan Allah
Swt. Rasulullah Saw bersabda:


Dua orang muslim bertemu, lalu bersalaman, maka mereka berdua diampuni, sebelum mereka
berpisah. (HR. At-Tirmidzi).
Andai pertikaian tak terelakkan, terjadi konflik dan permusuhan, maka orang pertama yang memulai
ucapan salam, dialah orang terbaik menurut hadits Rasulullah Saw:


Tidak halal bagi seseorang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka berdua bertemu,
ini menolak ini dan ini menolak ini. Yang paling baik diantara mereka berdua adalah orang yang
memulai salam. (HR. Al-Bukhari).
Semoga Allah Swt memberikan kita hidayah untuk mampu melawan keegoan dan memulai salam,
amin.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih .

Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Apakah Rasulullah Saw melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat?
Jawaban:
Imam al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah ra:
- -




Rasulullah Saw tidak pernah menambah, dalam bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, lebih
dari sebelas rakaat; Rasulullah Saw melaksanakan empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus
dan lamanya, kemudian beliau melaksanakan empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus dan
lamanya, kemudian melaksanakan shalat tiga rakaat.
Ucapan Aisyah ra, Melaksanakan shalat empar rakaat, tidak menafikan bahwa Rasulullah Saw
mengucapkan salam setelah dua rakaat, berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat.
Dan ucapan Aisyah ra, Melaksanakan shalat tiga rakaat, maknanya Rasulullah Saw melaksanakan
shalat Witir satu rakaat dan shalat Syaf dua rakaat. Imam Muslim meriwayatkan dari Urwah dari
Aisyah ra, ia berkata:
--
Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam sebelas rakaat, melaksanakan shalat witir satu rakaat
daripadanya.
Dalam beberapa jalur riwayat lain disebutkan:

Rasulullah Saw mengucapkan salam setiap dua rakaat.
Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam kitab Shahih mereka dari Jabir ra, bahwa
Rasulullah Saw mengimami para shahabat shalat delapan rakaat dan shalat Witir. Kemudian mereka
menunggu Rasulullah Saw pada malam berikutnya, akan tetapi Rasulullah Saw tidak keluar menemui
mereka. Inilah yang shahih dari perbuatan Rasulullah Saw, tidak ada riwayat shahih lain selain ini.
Benar bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat pada masa Umar, Utsman dan Ali sebanyak dua
puluh rakaat, ini adalah pendapat jumhur Fuqaha (ahli Fiqh) dari kalangan Mazhab Hanafi, Hanbali
dan Daud.
Imam at-Tirmidzi berkata, Mayoritas ulama berpegang pada riwayat dari Umar, Ali dan lainnya dari
kalangan shahabat bahwa mereka melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat
Imam ats-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan Imam Syafii. Demikian saya mendapati kaum muslimin di
Mekah, mereka melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat.
Menurut Imam Malik shalat Tarawih tiga puluh enam rakaat, selain Witir. Imam az-Zarqani berkata
dalam Syarh al-Mawahib al-Ladunniyyah, Ibnu Hibban menyebutkan bahwa shalat Tarawih pada
awalnya adalah sebelas rakaat, mereka melaksanakannya dengan bacaannya yang panjang. Lalu
kemudian mereka merasa berat, maka mereka meringankan bacaan dan menambah jumlah rakaat.
Mereka melaksanakan dua puluh rakaat selain shalat Syaf dan Witir, dengan bacaan sedang.
Kemudian mereka meringankan bacaan dan menjadikan jumlah rakaat menjadi tiga puluh enam rakaat
selain Syaf dan Witir. Kemudian mereka melaksanakan shalat Tarawih seperti itu.
Demikianlah, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata setelah menggabungkan beberapa riwayat,
Perbedaan tersebut berdasarkan kepada panjang dan pendeknya bacaan. Jika bacaannya panjang,
maka jumlah rakaat sedikit. Demikian juga sebaliknya. Demikian juga menurut Imam ad-Dawudi
dan lainnya. Kemudian al-Hafizh menyebutkan bahwa penduduk Madinah melaksanakan shalat
Tarawih tiga puluh enam rakaat untuk menyamai penduduk Mekah. Karena penduduk Mekah
melaksanakan Thawaf tujuh putaran diantara dua waktu istirahat (pada shalat Tarawih). Maka
penduduk Madinah membuat empat rakaat sebagai pengganti tujuh putaran Thawaf tersebut.

Puasa Wanita Hamil dan Menyusui .

Fatwa Syekh Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:
Kami membaca di beberapa buku bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa di bulan
Ramadhan dan wajib membayar Fidyah, tidak wajib meng-qadha puasa. Apakah benar demikian?

Jawaban:
Allah Swt berfirman:

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ada dua pendapat ulama
tentang tafsir ayat ini; pendapat pertama mengatakan bahwa pada awalnya puasa itu adalah ibadah
pilihan, siapa yang mampu untuk melaksanakan puasa maka dapat melaksanakan puasa atau tidak
berpuasa, bagi yang tidak berpuasa maka sebagai gantinya membayar fidyah memberi makan orang
miskin. Dengan pilihan ini, berpuasa lebih utama. Kemudian hukum ini di-nasakh, diwajibkan
berpuasa bagi yang mampu, tidak boleh meninggalkan puasa dan memberikan makanan kepada orang
miskin, berdasarkan firman Allah Swt:
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu. (Qs. Al-Baqarah [2]: 185). Yang me-nasakh hukum diatas adalah ayat ini,
demikian diriwayatkan para ulama kecuali Imam Ahmad. Dari Salamah bin al-Akwa, ia berkata,
Ketika ayat ini (al-Baqarah: 183) turun, sebelumnya orang yang tidak mau berpuasa boleh tidak
berpuasa dan membayar fidyah, sampai ayat setelahnya turun dan menghapus hukumnya.
Satu pendapat mengatakan bahwa puasa itu diwajibkan bagi orang-orang yang mampu saja.
Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit, musafir dan orang yang berat melakukannya.
Mereka menafsirkan makna al-Ithaqah dengan berat melaksanakan puasa, yaitu orang-orang yang
telah lanjut usia. Bagi orang yang sakit dan musafir diwajibkan qadha. Sedangkan bagi orang yang
lanjut usia diwajibkan membayar fidyah saja, tanpa perlu melaksanakan puasa qadha, karena semakin
tua maka semakin berat mereka melaksanakannya, demikian juga orang yang menderita penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan tidak akan mampu melaksanakan puasa qadha, mereka boleh tidak
berpuasa dan wajib membayar fidyah. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Atha, ia mendengar Ibnu
Abbas membaca ayat:

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ia berkata, Ayat ini
tidak di-nasakh. Akan tetapi ayat ini bagi orang yang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakan
puasa, maka mereka memberi makan satu orang miskin untuk satu hari tidak berpuasa.
Sebagian ulama moderen seperti Syekh Muhammad Abduh meng-qiyas-kan para pekerja berat yang
kehidupan mereka bergantung pada pekerjaan yang sangat berat seperti mengeluarkan batubara dari
tempat tambangnya, mereka di-qiyas-kan kepada orang tua renta yang lemah dan orang yang
menderita penyakit terus menerus. Demikian juga dengan para pelaku tindak kriminal yang
diwajibkan melaksanakan pekerjaan berat secara terus menerus, andai mereka mampu melaksanakan
puasa, maka mereka tidak wajib berpuasa dan tidak wajib membayar fidyah, meskipun mereka
memiliki harta untuk membayar fidyah.
Sedangkan wanita hamil dan ibu menyusui, jika mereka tidak berpuasa karena mengkhawatirkan diri
mereka, atau karena anak mereka, maka menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, mereka boleh tidak
berpuasa dan wajib membayar fidyah saja, tidak wajib melaksanakan puasa qadha, mereka
disamakan dengan orang yang telah lanjut usia. Abu Daud dan Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, ia berkata tentang ayat:

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa). (Qs. Al-
Baqarah [2]: 183). Ibnu Abbas berkata, Ini keringanan bagi orang yang telah lanjut usia baik laki-laki
maupun perempuan yang tidak mampu berpuasa, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib memberi
fidyah memberi makan satu orang miskin untuk satu hari. Wanita hamil dan ibu menyusui, jika
mengkhawatirkan anaknya, maka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah. Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dengan tambahan di akhir riwayat: Ibnu Abbas berkata kepada seorang ibu hamil,
Engkau seperti orang yang tidak mampu berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah, tidak wajib
qadha bagiku. Sanadnya dinyatakan shahih oleh ad-Daraquthni. Imam Malik dan al-Baihaqi
meriwayatkan dari Nafi bahwa Ibnu Umar ditanya tentang wanita hamil jika mengkhawatirkan
anaknya, ia menjawab, Ia boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah satu orang miskin untuk
satu hari, membayar satu Mudd gandum. Dalam hadits disebutkan:




Sesungguhnya Allah Swt tidak mewajibkan puasa bagi musafir dan menggugurkan setengah
kewajiban shalat (shalat Qashar). Allah Swt menggugurkan kewajiban puasa bagi wanita hamil dan
ibu menyusui. Diriwayatkan oleh lima imam, Imam Ahmad dan para pengarang kitab as-Sunan.
Berdasarkan dalil diatas maka wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan dirinya atau
anaknya, maka boleh tidak berpuasa. Apakah wajib melaksanakan puasa qadha dan membayar
fidyah?
Menurut Ibnu Hazm: tidak wajib qadha dan fidyah.
Menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Umar: wajib membayar fidyah saja tanpa kewajiban qadha.
Menurut Mazhab Hanafi: wajib qadha saja tanpa kewajiban fidyah.
Menurut Mazhab Syafii dan Hanbali: wajib qadha dan fidyah, jika yang dikhawatirkan anaknya saja.
Jika yang dikhawatirkan adalah dirinya saja, atau yang dikhawatirkan itu diri dan anaknya, maka
wanita hamil dan ibu menyusui wajib melaksanakan qadha saja, tanpa wajib membayar fidyah. (Nail
al-Authar, juz. 4, hal. 243 245).
Dalam Fiqh empat mazhab dinyatakan:
Menurut Mazhab Maliki: wanita hamil dan ibu menyusui, jika melaksanakan puasa dikhawatirkan
akan sakit atau bertambah sakit, apakah yang dikhawatirkan itu dirinya, atau anaknya, atau dirinya
saja, atau anaknya saja. Mereka boleh berbuka dan wajib melaksanakan qadha, tidak wajib membayar
fidyah bagi wanita hamil, berbeda dengan ibu menyusui, ia wajib membayar fidyah. Jika puasa
tersebut dikhawatirkan menyebabkan kematian atau mudharat yang sangat parah bagi dirinya atau
anaknya, maka wanita hamil dan ibu menyusui wajib tidak berpuasa.
Menurut Mazhab Hanafi: jika wanita hamil dan ibu menyusui mengkhawatirkan mudharat, maka
boleh berbuka, apakah kekhawatiran tersebut terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja.
Wajib melaksanakan qadha ketika mampu, tanpa wajib membayar fidyah.
Menurut Mazhab Hanbali: wanita hamil dan ibu menyusui boleh berbuka, jika mengkhawatirkan
mudharat terhadap diri dan anak, atau diri saja. Dalam kondisi seperti ini mereka wajib melaksanakan
qadha tanpa membayar fidyah. Jika yang dikhawatirkan itu anaknya saja, maka wajib melaksanakan
puasa qadha dan membayar fidyah.
Menurut Mazhab Syafii: wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan mudharat, apakah
kekhawatiran tersebut terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja, mereka wajib berbuka dan
mereka wajib melaksanakan qadha pada tiga kondisi diatas. Jika yang dikhawatirkan anaknya saja,
maka wajib melaksanakan qadha dan membayar fidyah.
Pendapat Mazhab Syafii sama seperti Mazhab Hanbali dalam hal qadha dan fidyah, hanya saja
Mazhab Hanbali membolehkan berbuka jika mengkhawatirkan mudharat, sedangkan Mazhab Syafii
mewajibkan berbuka. Dalam salah satu pendapatnya Imam Syafii mewajibkan fidyah bagi wanita
menyusui, tidak wajib bagi ibu hamil, seperti pendapat Mazhab Maliki.
Penutup: hadits yang diriwayatkan lima imam dari Anas bin Malik al-Kabi. Al-Mundziri berkata,
Ada lima perawi hadits yang bernama Anas bin Malik: dua orang shahabat ini, Abu Hamzah Anas
bin Malik al-Anshari pembantu Rasulullah Saw, Anas bin Malik ayah Imam Malik bin Anas, ia
meriwayatkan satu hadits, dalam sanadnya perlu diteliti. Keempat, seorang Syekh dari Himsh.
Kelima, seorang dari Kufah, meriwayatkan hadits dari Hamad bin Abu Sulaiman, al-Amasy dan
lainnya. Imam asy-Syaukani berkata, Selayaknya Anas bin Malik al-Qusyairi yang disebutkan Ibnu
Abi Hatim adalah Anas bin Malik yang keenam, jika ia bukan al-Kabi.

Tentang Bulan Rajab

pertanyaan:
mohon penjelasan tentang hadis-hadis tentang keutamaan beramal di bulan Rajab?

jawaban:
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyusun sebuah kitab memuat hadits-hadits tentang keutamaan
beramal di bulan Rajab. Kitab tersebut berjudul:

Penjelasan tentang hal-hal yang menakjubkan berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab.
Beliau sampai pada kesimpulan bahwa semua hadits-hadits tersebut tidak ada yang shahih, hanya
dhaif (lemah) dan bahkan maudhu (palsu)
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:
.
Sesungguhnya tentang bulan Rajab, tidak ada hadits khusus tentang keutamaan berpuasa di bulan
Rajab. Tidak ada hadits shahih maupun hadits hasan.

Beberapa Hadits Dhaif Tentang Beramal di Bulan Rajab.



Sesungguhnya di surga ada satu sungai bernama sungai Rajab. Airnya lebih putih daripada susu dan
lebih manis daripada madu. Siapa yang berpuasa satu hari di bulan Rajab, maka Allah Swt
memberinya minum dari sungai itu. [HADIS DHAIF].



Siapa yang melaksanakan puasa di bulan Rajab satu hari, sama seperti berpuasa satu bulan. Siapa
yang berpuasa tujuh hari, akan ditutup tujuh pintu neraka. Siapa yang berpuasa delapan hari, akan
dibukakan delapan pintu surge. Siapa yang berpuasa sepuluh hari, dosanya diganti menjadi kebaikan.
[HADIS DHAIF].

Bulan Rajab adalah bulan Allah. Syaban adalah bulanku. Dan Ramadhan adalah bulan umatku.
[HADIS DHAIF].

.
Puasa pada hari pertama bulan Rajab mengampuni dosa tiga tahun. Hari kedua mengampuni dosa
dua tahun. Hari ketiga mengampuni dosa satu tahun. Kemudian setiap satu hari mengampuni dosa satu
bulan. [HADIS DHAIF].

.
Bagi setiap keluarga agar menyembelih satu ekor kambing pada setiap bulan Rajab dan satu ekor
kambing pada setiap Idul Adha. [HADIS DHAIF].



: :
:
"
:

Setiap orang yang melaksanakan puasa pada hari kamis pertama bulan Rajab. Kemudian ia
melaksanakan shalat dua belas rakaat antara Isya dan tengah malam, dengan satu salam setiap dua
rakaat. Membaca al-Fatihah satu kali dan al-Qadar tiga kali dan al-Ikhlas dua belas kali. Setelah shalat
membaca 70 kali shalawat. Kemudian sujud dan membaca 70 kali:


Maha Suci Tuhan para malaikat dan Jibril.
Kemudian mengangkat kepala dan membaca 70 kali:

Ya Tuhan, ampunilah dan rahmatilah. Maafkanlah semua yang Engkau ketahui. Sesungguhnya
Engkau Maha Agung dan Mulia.
Kemudian sujud satu kali dan membaca seperti yang dibaca pada sujud pertama. Kemudian memohon
apa yang diinginkan dalam sujudnya. Maka semuanya akan ditunaikan.
Rasulullah Saw bersabda:
Setiap orang yang melaksanakan shalat ini, maka Allah Swt mengampuni semua dosanya, meskipun
sebanyak buih lautan dan sejumlah pasir, seberat bukit dan sebanyak dedaunan. Ia diberi kuasa untuk
memberikan syafaat pada hari kiamat untuk tujuh ratus keluarganya yang wajib masuk neraka.
[HADIS DHAIF].

Beberapa Hadits Maudhu (Palsu).




. :

. .

Rajab adalah bulan yang agung. Di dalamnya amal dilipatgandakan. Siapa yang melaksanakan puasa
satu hari di bulan Rajab, maka seakan-akan ia telah berpuasa satu tahun. Siapa yang berpuasa tujuh
hari, ditutupkan tujuh pintu neraka. Siapa yang berpuasa delapan hari, dibukakan delapan pintu surge.
Siapa yang berpuasa sepuluh hari, Allah akan memberikan apa yang ia minta. Siapa yang puasa lima
belas hari, ada yang berseru dari langit: Engkau telah diampuni atas dosamu yang lalu. Mulailah
beramal. Siapa yang menambah amal, maka Allah menambah balasan. Pada bulan Rajab Allah
membawa nabi Nuh dalam perahu, ia melaksanakan puasa di bulan Rajab dan ia memerintahkan
semua yang ada bersamanya agar berpuasa. Perahu itu berlayar selama enam bulan, berakhir pada hari
Asyura, ia terdampar di bukit al-Judy. Maka nabi Nuh dan orang-orang yang bersamanya dan binatang
buas berpuasa bersyukur kepada Allah Swt. Pada hari Asyura, Allah membelah lautan untuk Bani
ISrail. Pada hari Asyura, Allah menerima taubat nabi Adam. Pada hari Asyura nabi Ibrahim
dilahirkan. [HADIS MAUDHU].

Siapa yang melaksanakan shalat Maghrib pada awal malam bulan Rajab, kemudian melaksanakan
shalat dua puluh rakaat, pada setiap rakaat membaca al-Fatihah dan surat al-Ikhlash satu kali dengan
sepuluh kali salam. maka Allah Swt menjaga dirinya, keluarganya, harta dan anaknya. Ia diselamatkan
dari azab kubur. Ia melewati titian sirat seperti petir tanpa hisab dan azab. [HADIS
MAUDHU/PALSU].

:
Ada lima malam yang doa pada malam itu tidak ditolak: malam pertama bulan Rajab, malam nishfu
Syaban, malam Jumat, malam Idul Fithri dan malam Idul Adha. [HADIS MAUDHU].

Bulan Rajab Bulan Mulia.


Allah berfirman:
36. Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama
yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
(Qs. At-Taubah [9]: 36).
Penjelasan tentang 4 bulan mulia tersebut dijelaskan dalam hadits.
- -

Dari Abu Bakrah, dari Rasulullah Saw, Sesungguhnya zaman itu beredar seperti bentuknya ketika
Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan
haram (mulia). Tiga bulan berturut-turut; Dzulqadah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan Rajab Mudharr
yang terletak antara Jumada (akhir) dan Syaban. (HR. Al-Bukhari).
Bagaimana pun juga bulan Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram (mulia) yang dianjurkan
untuk memperbanyak amal shaleh. Rasulullah Saw banyak melaksanakan puasa di bulan ini. Dalam
Sunan Abi Daud dinyatakan:
- -
- - .
Ibrahim bin Musa meriwayatkan kepada kami; Isa meriwayatkan kepada kami; Utsman bin Hakim
meriwayatkan kepada kami, ia berkata, Saya bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa Rajab.
Ia menjawab, Ibnu Abbas memberitahukan kepada saya bahwa Rasulullah Saw berpuasa hingga
kami mengatakan ia tidak berpuas dan ia berpuasa hingga kami mengatakan ia tidak berpuasa. (HR.
Abu Daud, Bab: Berpuasa di Bulan Rajab).
Hadits ini menunjukkan makna bahwa Rasulullah Saw sering melaksanakan puasa di bulan Rajab,
hingga mereka menyangka Rasulullah Saw tidak puasa, ternyata Rasulullah Saw sedang berpuasa.
Sebaliknya, mereka menyangka Rasulullah Saw sedang berpuasa, ternyata Rasulullah Saw sedang
tidak berpuasa.
- - - -
. . .
. .

. . .
. . .

. .
.
. .
Dari Abu Salil, ia berkata: Mujibah seorang perempuan tua dari Bahilah- meriwayatkan kepada saya
dari ayahnya atau dari pamannya. Ia berkata, Saya datang menghadap Rasulullah Saw untuk suatu
keperluan. Beliau bertanya, Siapakah engkau?.
Ia menjawab, Apakah engkau tidak mengenaliku?.
Rasulullah Saw bertanya lagi, Siapa engkau?.
Ia menjawab, Saya orang Bahilah yang datang tahun lalu.
Rasulullah Saw berkata, Ketika engkau datang kepadaku, tubuhmu, raut wajahmu dan penampilanmu
bagus. Apa yang terjadi padamu?.
Ia menjawab, Demi Allah, setelah bertemu denganmu waktu itu, saya tidak pernah makan kecuali
waktu malam.
Rasulullah Saw berkata, Siapa menyuruhmu menyiksa dirimu?. Rasulullah Saw menyatakan itu tiga
kali.
Rasulullah Saw berkata, Berpuasalah di bulan kesabaran, bulan Ramadhan.
Saya jawab, Saya memiliki kekuatan, saya ingin agar engkau menambahnya.
Rasulullah Saw, Berpuasalah satu hari dalam satu bulan.
Saya jawab, Saya memiliki kekuatan, saya ingin agar engkau menambahnya.
Rasulullah Saw, Berpuasalah dua hari dalam satu bulan.
Saya jawab, Saya memiliki kekuatan, saya ingin agar engkau menambahnya.
Rasulullah Saw berkata, Engkau tidak mau hanya berpuasa bulan Ramadhan dan dua hari dalam satu
bulan?.
Saya jawab, Saya memiliki kekuatan, saya ingin agar engkau menambahnya.
Rasulullah Saw, Berpuasalah tiga hari dalam satu bulan. Rasulullah Saw berhenti setelah ucapan
ketiga, Rasulullah Saw hampir tidak melanjutkan.
Saya katakan, Saya memiliki kekuatan, saya ingin agar engkau menambahnya.
Rasulullah Saw bersabda, Berpuasalah di bulan-bulan haram. Kemudian berbukalah.
(HR. Ahmad).
Komentar Syekh Syuaib al-Arnauth: hadits hasan li ghairihi.

Mengaminkan Doa Qunut Shubuh.

pertanyaan:
jika makmum tidak meyakini adanya doa qunut shubuh, ia berimam kepada imam yang mambaca doa
qunut. bagaimanakah sikapnya?

jawaban:

.
.

.
Jika seorang yang bertaklid itu bertaklid dalam suatu masalah yang menurutnya baik menurut
agamanya atau pendapat itu kuat atau seperti itu, maka boleh berdasarkan kesepakatan jumhur ulama
muslimin, tidak diharamkan oleh Imam Hanafi, Maliki, SyafiI dan Hanbali. Demikian juga dengan
witir dan lainnya, selayaknya bagi makmum mengikuti imamnya. Jika imamnya membaca qunut,
maka ia ikut membaca qunut bersamanya. Jika imamnya tidak berqunut, maka ia tidak berqunut. Jika
imamnya shalat 3 rakaat bersambung, maka ia melakukan itu juga. Jika dipisahkan, maka ia
laksanakan terpisah. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa makmum tetap menyambung jika
imamnya melaksanakannya terpisah. Pendapat pertama lebih shahih. Wallahu alam.
(Majmu Fatawa Ibnu Taimiah).

791 ... :
... :
.
791 ... Syekh Utsaimin ditanya tentang qunut dalam shalat wajib. Shalat di belakang imam yang
membaca qunut dalam shalat wajib? Syekh Utsaimin menjawab: menurut pendapat kami tidak ada
qunut dalam shalat wajib, kecuali qunut nawazil. Akan tetapi siapa yang shalat di belakang imam yang
membaca qunut, maka hendaklah ia mengikuti imamnya untuk menolak fitnah dan mempertautkan
hati.
(Fatwa Syekh Utsaimin).

792 ... :
... : . ...
792 ... Syekh Utsaimin ditanya tentang hukum membaca qunut dalam shalat wajib? Dan apa hukum
jika terjadi musibah menimpa kaum muslimin? Syekh Utsaimin menjawab: qunut dalam shalat
fardhu itu tidak disyariatkan. Akan tetapi jika imam membaca qunut, maka ikutilah imam, karena
khilaf itu tidak baik. (Fatwa Syekh Utsaimin).

() :- -
Perlu difahami bahwa perbedaan mazhab antara mamum dan imam tidak membolehkan mufaraqah,
misalnya jika imam membaca qunut pada shalat shubuh, maka mamum tidak boleh melakukan
mufaraqah hanya karena ia tidak membaca qunut pada shalat shubuh, karena Rasulullah Saw
bersabda: Imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kamu berbeda dari imam.
(Fatwa Syekh Hisamuddin Afanah dalam Fatawa Yasalunaka).
Mengaminkan Doa Khothib.

pertanyaan:
apa pendapat ulama tentang mengaminkan doa khothib pada shalat Jumat dan shalat lain?

jawaban:
( )
16 -


. .

. . : : .

Mengaminkan Doa Khathib.


16. Disunnatkan mengaminkan doa khatib menurut Mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali. Hanya saja
Malik dan Hanbali menyatakan ucapan amin diucapkan sirr. Menurut Mazhab Syafii tanpa
mengeraskan suara. Tidak ada pengucapan amin dengan lidah dengan cara jahr, demikian menurut
Mazhab Hanbali, akan tetapi ucapan amin di dalam hati. Mazhab Maliki menyatakan haram
hukumnya mengucapkan amin amin amin dengan suara berjamaah setelah khathib mengucapkan:
Berdoalah kepada Allah dan kamu penuh keyakinan akan dikabulkan. Mereka menganggapnya
sebagai bidah yang diharamkan.
Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Ensiklopedia Fiqh Kuwait, juz. I, hal. 51.

Menyembelih Kurban Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.

Pertanyaan:
Bolehkah menyembelihkan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia?

Jawaban:
} : : :
. [ 39/53: { ]
.
: .
:
.

Berkurban untuk orang lain.


Menurut mazhab Syafii: tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya. Tidak boleh
berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika orang yang telah meninggal itu tidak
meninggalkan wasiat untuk itu. Berdasarkan ayat: (Qs. An-n-Najm: 53). Jika orang yang meninggal
itu meninggalkan wasiat sebelum meninggal, maka boleh menyembelihkan kurban untuknya, dengan
wasiatnya itu maka pahala kurban tersebut menjadi miliknya dan seluruh daging kurban tersebut mesti
diserahkan kepada fakir miskin. Orang yang menyembelihnya dan orang yang mampu tidak boleh
memakannya karena orang yang telah meninggal tersebut tidak memberi izin untuk itu.

Menurut Mazhab Maliki: makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika
ia tidak menyebutkannya sebelum ia meninggal dunia, jika ia menyatakannya dan bukan nazar, maka
dianjurkan bagi ahli waris untuk melaksanakannya.

Mazhab Hanafi dan Hanbali: (boleh) menyembelih kurban untuk orang yang telah meninggal dunia,
sama seperti kurban untuk orang yang masih hidup, dagingnya disedekahkan dan boleh dimakan (oleh
orang yang melaksanakan kurban), sedangkan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia.
Akan tetapi menurut mazhab Hanafi haram hukumnya bagi orang yang melaksanakan kurban tersebut
memakan daging kurban yang ia laksanakan untuk orang yang telah meninggal berdasarkan perintah
dari orang yang telah meninggal.
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili, juz. 4, hal. 283).

Apakah keutamaan puasa hari Arafah?


Apakah keutamaan puasa hari Arafah?

Jawaban:
" "


.

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau
menjawab, (Puasa Arafah mengampuni dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Imam Nasai meriwayatkan dengan sanad hasan bahwa puasa Arafah sama dengan puasa setahun.
Dalam satu riwayat, dinyatakan hasan oleh Imam ath-Thabrani, bahwa puasa Arafah sama dengan
puasa dua tahun.
Dalam satu riwayat, dinyatakan hasan oleh Imam al-Baihaqi, bahwa puasa Arafah sama dengan puasa
seribu hari.
(Sumber: Fatawa al-Azhar, juz. 9, hal. 255).

Apakah keutamaan puasa 10 hari awal bulan Dzulhijjah?

Jawaban:
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan 10 hari di awal Dzulhijjah, diantaranya:
. - -
.
Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah, beliau bersabda: Tidak ada amal yang lebih utama daripada amal
padahari ini (sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah). Mereka bertanya, Tidak (juga) dengan jihad?.
Rasulullah Saw menjawab, Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang berjuang melawan musuh
dengan dirinya dan hartanya (untanya dan peralatan perangnya), kemudian ia tidak kembali membawa
apa pun. (HR. Al-Bukhari).
:
:
.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Tidak ada hari yang lebih agung di sisi Allah
dan tidak ada amal yang lebih disukai Allah daripada amal pada sepuluh hari ini (10 hari di awal bulan
Dzulhijjah). Maka pada hari-hari itu perbanyaklah tasbih (ucapan Subhanallah), takbir (ucapan Allahu
Akbar) dan Tahlil (Ucapan La ilaha illa Allah). (HR. Ath-Thabrani).
( ) - - - -
Dari Jabir, Rasulullah Saw bersabda: Tidak ada hari yang lebih utama di sisi Allah daripada sepuluh
hari (awal) Dzulhijjah. (Mustakhraj Abi Awanah dan Shahih Ibni Hibban).

menjual kulit hewan kurban?

Apakah boleh menjual kulit hewan kurban?


Jawaban:

:
Haram hukumnya menjual kulit, lemak, daging, bagian-bagian ujung, kepala, bulu, rambut dan susu
setelah disembelih. Apakah kurban wajib maupun kurban sunnat. Karena Rasulullah Saw bersabda:
Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tiada kurban baginya. (HR. al-Hakim).
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz. 4, hal. 281).
Diposkan oleh somadmorocco di 02.10 Tidak ada komentar:

kulit/kepala/daging hewan kurban sebagai upah?

Apakah boleh memberikan kulit/kepala/daging hewan kurban sebagai upah?

Jawaban:
:
: ( )
.
Tidak boleh memberikan kulit atau bagian dari hewan kurban sebagai upah untuk tukang potong,
berdasarkan riwayat dari Imam Ali, beliau berkata: Rasulullah Saw memerintahkan saya mengurus
hewan kurban beliau (ketika menyembelihnya), agar saya membagi kulitnya dan kain penutupnya, dan
agar saya tidak memberikan apa pun dari hewan tersebut kepada tukang potong. Imam Ali berkata:
Kami memberikan (upah) kepada tukang potong dari (dana) kami sendiri. (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz. 4, hal. 281).

Zakat Fitrah Dengan Uang?

Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Pertanyaan:
Apakah zakat fitrah mesti dalam bentuk makanan pokok? Atau boleh dalam bentuk uang?

Jawaban:
Menurut jumhur (mayoritas ulama), zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok:
:
Jumhur ulama berpendapat: zakat fitrah ditunaikan dari biji-bijian dan buah-buahan yang dijadikan
sebagai makanan pokok, sebanyak satu sha.
(sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 3, halaman: 384).
Salah satu dalil jumhur ulama adalah:
:

Hadits Abu Said al-Khudri: Kami mengeluarkan zakat fitrah ketika Rasulullah Saw masih berada di
tengah-tengah kami, satu sha makanan, atau satu sha gandum, atau satu sha kurma, atau satu sha
zabib (anggur yang dikeringkan), atau satu sha Aqith (susu yang dikeringkan).
(hadits ini dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud).

Menurut Mazhab Hanafi zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk uang:
:
:
.
Membayar Zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Mazhab Hanafi: boleh hukumnya mengeluarkan
zakat fitrah dari semua jenis biji-bijian dan buah-buahan yang telah disebutkan diatas dalam bentuk
Dirham, atau Dinar, atau uang, atau barang-barang, atau apa saja. Karena yang wajib sebenarnya
adalah memberikan kecukupan kepada orang-orang fakir. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw,
Cukupkanlah mereka dari meminta-meminta pada hari ini (Idul Fitri). Mencukupkan fakir miskin
itu telah terwujud dengan memberikan nilai biji-bijian dan buah-buahan tersebut, bahkan lebih
sempurna, lebih memenuhi kebutuhan dan lebih mudah, karena lebih mendekati kepada memenuhi
kebutuhan mereka. Maka jelaslah bahwa kandungan nash tersebut adalah mencukupkan kebutuhan
para fakir miskin.
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 3, halaman: 393).

Baca Sajadah Shubuh Jum'at?

Hadits Tentang Baca Surat as-Sajadah Pada Shalat Shubuh Hari Jumat.

Sumber: Shahih Muslim, Kitab: al-Jumuah (hari Jumat), Bab: Ma Yuqrau fi al-Jumuah (apa yang
dibaca pada hari Jumat), juz: 2, halaman: 599, no. 880. Penerbit: Dar Ihya at-Turats al-Arabi,
Beirut.
Ditahqiq oleh: Syekh Muhammad Fuad Abdul Baqi.
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

65 - ( 880 )
:

65 (880) Zuhair bin Harb meriwayatkan kepada saya; Waki meriwayatkan kepada kami, dari Sufyan,
dari Saad bin Ibrahim, dari Abdurrahman al-Araj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw.
Sesungguhnya Rasulullah Saw membaca pada shalat Shubuh hari Jumat, surah Alif Lam Mim Tanzil
(as-Sajadah) dan surah Hal Ata (al-Insan).

Sumber: Misykat al-Mashabih, karya Imam Muhammad bin Abdillah al-Khathib at-Tibrizi, Penerbit:
al-Maktab al-Islamy, Beirut. Cetakan ketiga, tahun 1405H/1985M. Ditahqiq Oleh: Syekh Muhammad
Nashiruddin al-Albani.

( ) :
( )
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw membaca pada shalat Shubuh hari Jumat surah Alif
Lam Tanzil (As-Sajadah) pada rakaat pertama dan pada rakaat kedua surah Hal Ata Ala al-Insan.

Shalat Lihat Qur'an

Sumber: Fatawa Muashirah - Kementerian Wakaf Mesir, juz: 1, hal: 6.


Mufti Syekh Ali Jumah
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadmorocco.blogspot.com
somadku@yahoo.com

:.
Judul: Memegang Mushaf al-Quran dan Membacanya Ketika Shalat
:
-: 2003 1794 -



Pertanyaan:
Kami telah memperhatikan permohonan yang datang kepada kami lewat internet, tercatat no. 1794
tahun 2003, berisi: Saya ada pertanyaan, ringkasnya: apakah benar atau keliru jika seseorang
memegang mushaf al-Quran dan membacanya ketika shalat. Apakah bacaan dari mushaf al-Quran
tersebut memiliki keutamaan. Saya memperhatikan hal itu dan saya sendiri pun melakukannya pada
bulan Ramadhan ketika saya melaksanakan shalat Qiyamullail di masjid, niat saya melakukan itu agar
khatam al-Quran dengan cepat. Apakah itu benar? Jika benar, apakah saya boleh memegang mushaf
al-Quran dengan tangan saya dan membolak-balik lembaran mushaf al-Quran? Atau mushaf al-
Quran diletakkan diatas alat penopang di depan saya?
/ : .
:

.


.
-:

.
.

Mufti: Prof. DR. Syekh Ali Jumah (Mufti Mesir).


Jawaban:
Sebagian besar ahli Fiqh memperbolehkan membaca al-Quran dari mushaf ketika shalat, baik shalat
sunnat ataupun shalat wajib. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik
bahwa Dzakwan Mawla Aisyah melaksanakan shalat Qiyamullail pada bulan Ramadhan dengan
membaca dari mushaf al-Quran, dan tidak ada dalil yang melarangnya.
Adapun membalik lembaran al-Quran, maka itu dibolehkan, dengan tetap memperhatikan dan
meminimalisir gerakan agar orang yang shalat tersebut tidak keluar dari khusyu yang mesti menurut
syariat. Yang lebih utama sebenarnya agar yang memimpin shalat itu seorang yang hafizh, agar
mamum dapat mendengarkan bacaan imam sehingga mamum dan imam tidak sibuk sehingga tidak
khusyu dalam shalat dengan membolak-balik lembaran-lembaran mushaf al-Quran dan banyak
membuat gerakan-gerakan di luar shalat.
Berdasarkan pertanyaan diatas, maka memegang mushaf dan membaca dari mushaf ketika shalat serta
membolak-balik lembaran mushaf, apakah dengan tangan atau dengan alat, maka itu dibenarkan
menurut syariat. Membaca dari mushaf tidak lebih utama daripada membaca dari hafalan, bahkan
orang yang shalat membaca al-Quran dari hafalannya, itu lebih utama dan lebih mendekatkan diri
kepada kekhusyuan.
Wallahhu alam.

Kredit?

/
Jual Beli Dengan Jangka Waktu.
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
1426 18 : :
14 1410 17
. .... :( 53/2/6) 1990 .
Tanggal Fatwa: 18 Rajab 1426H
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw, keluarga dan para shahabatnya.
Amma badu:
Majma al-Fiqh al-Islamy (Lembaga Fiqh Islam) membolehkan jual beli dengan tempo (jangka
waktu/kredit), pada konferensi yang keenam yang dilaksanakan di Jeddah pada tanggal 17 Syaban
1410H bertepatan dengan 14 Maret 1990M. Dalam keputusan no. 53/2/6 tentang jual beli dengan
tempo (jangka waktu). Fatwa dalam masalah ini: boleh tambahan pada harga dengan tempo (jangka
waktu) terhadap harga kontan dan seterusnya. Selesai.
Sumber: Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyah, juz: 170, halaman: 250.

" 15" : 74
.
:
. .
" :
"
.
Pertanyaan no. 74. Mobil-mobil yang dijual dengan cara kredit, jika saya beli maka harganya
bertambah. Jika harga kontan 15 ribu Riyal, maka dijual dengan harga lebih dari itu ketika dijual
dengan cara kredit. Apakah ini riba?
Jawaban:
Jual beli kredit itu tidak ada keberatan di dalamnya (boleh), jika waktu dan tambahannya diketahui,
meskipun harga kredit lebih mahal daripada kontan. Karena penjual dan pembeli sama-sama mendapat
manfaat. Penjual mendapat manfaat tambahan harga dan pembeli mendapat manfaat tempo (jangka
waktu).
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim bahwa Barirah dijual oleh tuannya dengan cara
kredit selama sembilan tahun, satu tahunnya 40 Dirham. Ini menunjukkan bolehnya jual beli kredit.
Karena tidak ada unsur gharar (tidak pasti) di dalamnya, juga tidak ada riba dan jahalah (tidak jelas).
Maka boleh, sama seperti jual beli lainnya, jika barang yang dijual itu hak milik si penjual dan berada
dalam kekuasaannya saat transaksi jual beli berlangsung.
(Sumber: Majmu Fatawa Bin Baz, juz: 17, halaman: 196).

Hari Raya Pada Hari Jumat?

Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.


somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com
Fiqh as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq, juz: 1, halaman: 316.


:
) ( : .
( ) :
.
( ) : .
.
:
.

Hari raya bertepatan jatuh pada hari Jumat


Jika hari Jumat dan hari raya bertepatan jatuh pada hari yang sama, maka kewajiban melaksanakan
shalat Jumat gugur dari orang yang telah melaksanakan shalat Ied. Dari Zaid bin Arqam, ia berkata,
Rasulullah Saw melaksanakan shalat (Ied), kemudian beliau memberikan keringanan untuk
melaksanakan shalat Jumat. Beliau berkata, Siapa yang mau melaksanakan shalat Jumat, maka
hendaklah ia melaksanakannya. Diriwayatkan oleh imam yang lima, dinyatakan shahih oleh Ibnu
Khuzaimah dan al-Hakim.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, Dua hari raya ini telah berkumpul pada hari kamu.
Siapa yang mau, maka shalat Jumat sudah mencukupi baginya dan kita telah menggabungkannya.
(HR. Abu Daud).
Imam dianjurkan untuk melaksanakan shalat Jumat agar mereka yang ingin melaksanakan shalat
Jumat dapat melaksanakannya dan bagi mereka yang tidak melaksanakan shalat Ied. Berdasarkan
sabda Rasulullah Saw, Dan kami telah berkumpul (pada shalat Ied).
Wajib melaksanakan shalat Zhuhur bagi orang yang tidak melaksanakan shalat Jumat karena ia telah
melaksanakan shalat Ied, demikian menurut Mazhab Hanbali.
Menurut pendapat yang kuat: tidak wajib, berdasarkan riwayat Abu Daud dari Ibnu az-Zubair, ia
berkata: Dua hari raya (Ied dan hari Jumat) bergabung dalam satu hari. Menggabungkannya, beliau
melaksanakan shalat dua rakaat pada waktu pagi (shalat Ied), beliau tidak menambah shalat lagi
hingga beliau melaksanakan shalat Ashar.

Dikutip Dari Silsilah Liqaat al-Bab al-Maftuh, Syekh Utsaimin.


:
___________________________________
:
___________________________________
:

.

Hukum Shalat Jumat Jika Bertepatan Dengan Hari Raya.

Pertanyaan:
Jika hari Jumat bertepatan dengan hari raya, apakah melaksanakan shalat Ied dengan niat shalat
Jumat untuk menggugurkan kewajiban shalat Zhuhur dan shalat Jumat?

Jawaban:
Menurut pendapat yang shahih, bagi orang yang telah melaksanakan shalat Ied bersama imam, maka
ia diberi keringanan, jika ia mau maka ia boleh datang melaksanakan shalat Jumat dan jika ia tidak
mau maka ia boleh tidak shalat Jumat. Akan tetapi jika ia tidak datang melaksanakan shalat Jumat, ia
tetap wajib melaksanakan shalat Zhuhur. Karena jika kewajiban melaksanakan shalat Jumat gugur,
maka gantinya adalah shalat Zhuhur. Ini bagi mamum. Sedangkan imam, ia mesti melaksanakan
shalat Jumat, tidak cukup hanya melaksanakan Ied saja, karena Rasulullah Saw melaksanakan shalat
Ied dan shalat Jumat jika hari raya bertepatan jatuh pada hari Jumat.

Wanita Istihadhah Boleh Puasa?

Dikutip Dari Kitab Fiqh Sunnah, Karya Syekh Sayyid Sabiq,


juz: 1, halaman: 86 89.
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

(3) ::
(3) Beberapa hukum bagi wanita yang mengalami istihadhah, kami ringkas sebagai berikut.
- .
.
a. Wanita yang mengalami istihadhah tidak wajib mandi ketika akan melaksanakan shalat, tidak wajib
mandi pada waktu tertentu, hanya wajib satu kali mandi saja, ketika haidhnya berhenti. Demikian
menurut pendapat Jumhur ulama dari kalangan Salaf (terdahulu) dan Khalaf (belakangan).

-
- ( ) :- .
b. Wanita yang mengalami istihadhah wajib berwudhu setiap kali akan melaksanakan shalat,
berdasarkan ucapan Rasulullah Saw yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, Rasulullah Saw berkata
kepada seorang perempuan yang mengalami istihahdh: Kemudian berwudhulah engkau untuk setiap
kali akan melaksanakan shalat.

.
Menurut Imam Malik: wanita yang mengalami istihadhah dianjurkan agar berwudhu setiap kali akan
melaksanakan shalat. Ia tidak wajib berwudhu kecuali ada hadats lain.

-
.
c. Wanita yang mengalami istihadhah agar membasuh kemaluannya sebelum berwudhu, menutupinya
dengan kain atau kapas untuk menolak najis dan meminimalisir najis. Jika darah istihadhah tetap tidak
berhenti dengan itu, maka diperkuat dengan kain yang diisi kapas. Ini tidak wajib. Akan tetapi lebih
utama untuk dilakukan.

- .
d. wanita yang mengalami istihadhah tidak boleh berwudhu sebelum masuk waktu shalat, demikian
menurut jumhur (mayoritas) ulama, karena kesuciannya dalam keadaan darurat, ia tidak boleh
mendahulukannya sebelum waktu yang dibutuhkan.

- .
e. Bagi wanita yang mengalami istihadhah, suaminya boleh menggaulinya dalam keadaan darah
istihadhah mengalir. Demikian menurut jumhur (mayoritas) ulama. Karena tidak ada dalil yang
mengaramkan menggauli wanita yang sedang mengalami istihadhah.

:
.
Ibnu Abbas berkata: Wanita yang mengalami istihadhah tetap melakukan hubungan dengan suaminya
dan tetap melaksanakan shalat. Dalil yang paling kuat adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-
Bukhari yang maknanya: jika wanita yang mengalami istihadhah boleh melaksanakan shalat ketika
darah istihadhahnya mengalir, padahal shalat itu sangat mensyaratkan kesucian, maka wanita yang
mengalami istihadhah boleh melakukan hubungan suami istri.

: . .
Dari Ikrimah binti Himnah, ia pernah mengalami istihadhah dan suaminya menggaulinya.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Baihaqi. Imam Nawawi berkata, Sanadnya hasan.

: - .

f. Wanita yang mengalami istihadhah sama seperti wanita yang berada dalam keadaan suci dari haidh,
ia tetap melaksanakan shalat, berpuasa, melakukan Itikaf, membaca al-Quran, memegang mushaf al-
Quran, membawa al-Quran dan melakukan semua ibadah.

Zakat Fitrah Dibayarkan Dalam Bentuk Uang?

Pertanyaan:
Apakah zakat fitrah mesti dalam bentuk makanan pokok? Atau boleh dalam bentuk uang?

Jawaban:
Menurut jumhur (mayoritas ulama), zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok:
:
Jumhur ulama berpendapat: zakat fitrah ditunaikan dari biji-bijian dan buah-buahan yang dijadikan
sebagai makanan pokok, sebanyak satu sha.
(sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 3, halaman: 384).
Salah satu dalil jumhur ulama adalah:
:

Hadits Abu Said al-Khudri: Kami mengeluarkan zakat fitrah ketika Rasulullah Saw masih berada di
tengah-tengah kami, satu sha makanan, atau satu sha gandum, atau satu sha kurma, atau satu sha
zabib (anggur yang dikeringkan), atau satu sha Aqith (susu yang dikeringkan).
(hadits ini dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud).

Menurut Mazhab Hanafi zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk uang:
:
:
.
Membayar Zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Mazhab Hanafi: boleh hukumnya mengeluarkan
zakat fitrah dari semua jenis biji-bijian dan buah-buahan yang telah disebutkan diatas dalam bentuk
Dirham, atau Dinar, atau uang, atau barang-barang, atau apa saja. Karena yang wajib sebenarnya
adalah memberikan kecukupan kepada orang-orang fakir. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw,
Cukupkanlah mereka dari meminta-meminta pada hari ini (Idul Fitri). Mencukupkan fakir miskin
itu telah terwujud dengan memberikan nilai biji-bijian dan buah-buahan tersebut, bahkan lebih
sempurna, lebih memenuhi kebutuhan dan lebih mudah, karena lebih mendekati kepada memenuhi
kebutuhan mereka. Maka jelaslah bahwa kandungan nash tersebut adalah mencukupkan kebutuhan
para fakir miskin.
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 3, halaman: 393).
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Zakat Fitrah Untuk Fakir Miskin Saja?

Apakah Zakat Fitrah hanya untuk fakir miskin saja?


Jawaban:
:
( 1)
[ 60/9: } { ]:

Pembahasan Kelima:
Pembagian zakat fitrah atau orang yang berhak mengambilnya.
Para ulama sepakat bahwa pembagian zakat fitrah sama dengan pembagian zakat wajib (zakat Mal),
karena zakat Fitrah itu juga adalah zakat, maka pembagiannya sama seperti zakat-zakat yang lain.
Karena zakat fitrah itu adalah zakat, maka masuk dalam ayat (zakat) yang bersifat umum:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. at-Taubah
[9]: 60).
(Sumber: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili, Juz: 3, halaman: 387).
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Per Kepala Keluarga Atau Per Person

Pertanyaan:
Salah satu asnaf penerima zakat adalah fakir/miskin.
Apakah yang dimaksud miskin itu satu orang miskin? Atau satu keluarga miskin?

Jawaban:

Terjemah:
Diberikan zakat kepada fakir/miskin untuk memenuhi kebutuhannya selama satu tahun atau
menyempurnakan kebutuhannya selama satu tahun.
(Sumber: Fatawa al-Lajnah ad-Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al-Ifta [Lembaga Riset Ilmiah
dan Fatwa Saudi Arabia. Juz: 10, halaman: 143].)

.
.
:
.
3/238 6/193 1/464 .
Terjemah:
Adapun kadar zakat yang diberikan kepada fakir/miskin.
Menurut Mazhab Maliki dan Hanbali: diberikan zakat kepada fakir/miskin untuk mencukupi
kebutuhan mereka atau menyempurnakan kebutuhan mereka dan keluarga yang mereka tanggung
selama satu tahun.
Menurut Mazhab Syafii: diberikan zakat kepada fakir/miskin sehingga dapat mengeluarkan mereka
dari kebutuhan menjadi mampu, yaitu mencukupi kebutuhan mereka untuk selamanya.
Menurut Imam Hanafi dan para ulama Mazhab Hanafi: tidak boleh lebih dari dua ratus Dirham. Jika
orang fakir/miskin itu mempunyai istri dan anak-anak, setiap mereka boleh mengambil kadar ini
(dibawah dua ratus Dirham).
Lihat kitab Hasyiah ad-Dasuqi (1/464), al-Majmu (6/193) dan al-Inshaf (3/238).
(Sumber: Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyyah, juz: 93, halaman: 181).

:
.
Terjemah:
Kadar zakat yang diberikan kepada fakir: diantara tujuan zakat adalah memenuhi kebutuhan fakir,
maka diberikanlah zakat kepadanya sebanyak kadar yang dapat mengeluarkannya dari kefakiran
kepada mampu, dari butuh kepada cukup, untuk selamanya. Dan dalam hal itu terdapat perbedaan
diantara beberapa kondisi dan orang-orang (fakir/miskin) tersebut.
(Sumber: Kitab Fiqh as-Sunnah, karya: Syekh Sayyid Sabiq, Penerbit: Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut,
Lebanon. Juz: , halaman: 1, halaman: 384).

" " "


203 / 6 452 / 6 750 - 746 .
Makna kalimat: dan kalimat: adalah: memberikan zakat kepada
fakir/miskin untuk memenuhi kebutuhannya dan dapat mengeluarkannya dari kebutuhan kepada taraf
mampu.
Lihat kitab al-Amwal karya Abu Ubaid, halaman: 746 750, kitab al-Mahalli karya Imam Ibnu
Hazm, juz: 6, halaman: 452 dan kitab al-Majmu karya Imam Nawawi, juz: 6, halaman: 203.
(Sumber: Majallah al-Buhuts al-Islamiyyah, juz: 26, halaman: 143).


.
Terjemah:
Zakat diberikan kepada fakir sekadar untuk mencukupi kebutuhannya selama satu tahun. Jika ternyata
orang yang menerima zakat itu tidak fakir, maka si pemberi zakat tidak wajib meng-qadha
(Sumber: Majallah al-Buhuts al-Islamiyyah, juz: 37, halaman: 179).
Berdasarkan beberapa jawaban diatas maka yang dilihat bukan per kepala keluarga atau per kepala
fakir/miskin, akan tetapi berdasarkan kebutuhan.
Karena keterbatasan zakat yang ada, kita tidak mampu memenuhi kebutuhan fakir/miskin selama satu
tahun, maka perlu dimusyawarahkan berapa yang perlu dibagi kepada keluarga fakir/miskin tersebut.
Tidak adil jika keluarga fakir/miskin yang punya anak satu orang dan yang punya anak tujuh orang
sama-sama mendapat 10 kg beras. Untuk itu perlu dimusyawarahkan, berdasarkan firman Allah:

Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka. (Qs. asy-Syuura [42]: 38).
Wallahu alam bi ash-shawab

Puasa 6 Hari di Bulan Syawwal

Dikutip dari Fatawa al-Azhar, juz : 9, halaman : 261.


Mufti : Syekh Athiyyah Shaqar, Ketua Lembaga Fatwa Al-Azhar, Mesir.
Tahun Fatwa : 1997.
Diterjemahkan oleh : H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadmorocco.blogspot.com
somadku@yahoo.com



Adapun puasa enam hari di bulan Syawwal, jika disebut sebagai puasa hari Baidh (hari putih), maka
penamaan tersebut tidak benar. Terlepas dari penamaan tersebut, melaksanakan puasa enam hari di
bulan Syawwal itu dianjurkan, hukumnya sunnat, bukan wajib. Dalilnya berdasarkan sabda Rasulullah
Saw:


Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian diiringi enam hari di bulan Syawwal, maka
seakan-akan ia melaksanakan puasa satu tahun. (HR. Muslim).

" .
Keutamaan puasa enam hari di bulan Syawwal juga disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Imam ath-Thabrani:
Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan enam hari di bulan
Syawwal. Maka ia keluar dari dosanya seperti pada hari ia dilahirkan ibunya.



.
Makna puasa ad-Dahru adalah puasa sepanjang tahun. penjelasan ini disebutkan dalam hadits-hadits
yang terdapat dalam beberapa riwayat Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya.
Kesimpulannya, bahwa satu kebaikan itu dibalas sepuluh kebaikan yang sama. Maka puasa satu bulan
Ramadhan itu dibalas dengan sepuluh bulan. Puasa enam hari di bulan Syawwal sama dengan enam
puluh hari, atau dua bulan. Dengan demikian maka sempurna dua belas bulan.


. .
Keutamaan ini diperoleh orang yang melaksanakan puasa di bulan Syawwal, apakah puasa tersebut
dilaksanakan pada awal bulan Syawwal, pertengahan atau pun di akhir bulan Syawwal. Apakah
dilaksanakan secara berturut-turut, atau terpisah-pisah. Meskipun yang paling afdhal dilaksanakan
pada awal bulan Syawwal dan dilaksanakan secara berturut-turut. Keutamaan tersebut lenyap bersama
berakhirnya bulan Syawwal.

.
.
Banyak perempuan yang sangat ingin melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawwal, apakah
mereka yang masih punya hutang puasa Ramadhan (puasa Qadha) atau pun tidak. Ini merupakan
perkara yang dianjurkan menurut jumhur ulama Fiqh. Kami berharap semoga mereka tidak meyakini
amal ini sebagai kewajiban bagi diri mereka. Puasa enam hari di bulan Syawwal itu adalah sunnat,
tidak dihukum jika tidak dilaksanakan.



Dengan demikian, maka orang yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan (puasa Qadha), ia dapat
melaksanakan puasa sunnat enam hari di bulan Syawwal ini dengan niat puasa Qadha, maka berarti ia
telah melaksanakan puasa Qadha dan mendapatkan balasan puasa enam hari di bulan Syawwal, jika
ia memang meniatkan demikian, karena semua amal itu berdasarkan niatnya. Akan tetapi jika ia
berniat secara tersendiri; puasa Qadha secara tersendiri dan puasa enam hari di bulan Syawwal secara
tersendiri, maka itu lebih afdhal.
:

" 427 1 ":
Akan tetapi para ulama Mazhab Syafii berpendapat:
Sesungguhnya balasan puasa enam hari di bulan Syawwal diperoleh dengan melaksanakan puasa
Qadha, meskipun orang yang melaksanakan puasa Qadha itu tidak meniatkan puasa enam hari di
bulan Syawwal. Hanya saja balasannya lebih sedikit dari jika ia meniatkannya. Disebutkan dalam
kitab Hasyiyah asy-Syarqawi ala at-Tahrir karya Syekh Zakariya al-Anshari, juz : 7, halaman : 427,
teksnya :
- -
-

.
Jika seseorang melaksanakan puasa Qadha Ramadhan, atau puasa lain, atau puasa nazar, atau puasa
sunnat yang lainnya, ia laksanakan pada bulan Syawwal, maka ia mendapatkan balasan pahala puasa
sunnat enam hari di bulan Syawwal. Karena tujuannya adalah adalah adanya puasa enam hari di bulan
Syawwal, meskipun ia tidak mengetahuinya atau ia melaksanakannya untuk sesuatu pada masa yang
telah lalu artinya, puasa nazar atau puasa sunnat lain-. Akan tetapi ia tidak mendapatkan balasan
pahala yang sempurna seperti jika ia melaksanakannya dengan niat khusus melaksanakan puasa
sunnat enam hari di bulan Syawwal. Terlebih lagi bagi orang yang tertinggal melaksanakan puasa
Ramadhan atau ia melaksanakan puasa Qadha Ramadhan di bulan Syawwal, karena tidak dapat
dikatakan bahwa ia telah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan
enam hari di bulan Syawwal.

:

.
.
Ini sama seperti pendapat tentang orang yang shalat Tahyatulmasjid, yaitu shalat dua rakaat yang
dilaksanakan bagi orang yang memasuki masjid. Para ulama berpendapat: pahala melaksanakan shalat
Tahyatulmasjid diperoleh orang yang melaksanakan shalat wajib atau shalat sunnat (lain), meskipun ia
tidak berniat shalat Tahyatulmasjid. Karena tujuan dari shalat Tahyatulmasjid adalah adanya shalat
sebelum duduk (di masjid), dan itu telah terwujud. Dengan demikian maka gugurlah tuntutan
melaksanakan shalat Tahyatulmasjid dan pahalanya diperoleh secara khusus, meskipun orang yang
melaksanakannya tidak meniatkannya. Demikian menurut pendapat yang kuat, sebagaimana yang
disebutkan pengarang kitab al-Bahjah.
Keutamaannya tetap diperoleh apakah dengan melaksanakan ibadah wajib atau pun sunnat. Yang
penting tidak menafikan niatnya, maka tujuannya tercapai, apakah ia meniatkannya atau pun tidak
meniatkannya.



.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka bagi orang yang merasa sulit melaksanakan puasa Qadha
Ramadhan dan sangat ingin melaksanakan puasa Qadha tersebut pada bulan Syawwal dan ia juga
sangat ingin mendapatkan pahala puasa sunnat enam hari di bulan Syawwal, maka ia bisa meniatkan
puasa Qadha Ramadhan dan puasa enam hari di bulan Syawwal sekaligus. Atau puasa Qadha saja
tanpa niat puasa enam hari di bulan Syawwal. Disini tergabung puasa sunnat dengan puasa wajib. Ini
merupakan kemudahan dan keringanan. Dalam masalah ini tidak boleh terikat dengan mazhab tertentu
dan tidak pula boleh menghukum mazhab lain sebagai mazhab yang batil.

- -


Hikmah dari puasa enam hari di bulan Syawwal setelah puasa panjang di bulan Ramadhan wallahu
alam- adalah agar orang yang berpuasa tidak pindah secara mendadak dari puasa yang mengandung
makna menahan diri dari yang bersifat materi dan spritual kepada sikap melepaskan diri dari ikatan
dan kebebasan untuk menikmati semua yang lezat dan yang baik pada waktu kapan pun. Perpindahan
yang tiba-tiba tersebut menyebabkan efek samping terhadap tubuh dan psikologis. Itu merupakan
suatu perkara yang ditetapkan dalam kehidupan.

Hadits Tentang Bersedekah Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.

Dikutip dari Kitab Sunan Ibni Majah.


Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

.

Muhammad bin Abdillah bin al-Mubarak memberitakan kepada kami, ia berkata: Waki menceritakan
kepada kami dari Hisyam, dari Qatadah, dari Said bin al-Musayyib, dari Saad bin Ubadah, ia
berkata, Saya berkata kepada Rasulullah Saw, sesungguhnya ibu saya telah meninggal dunia, apakah
saya (boleh) bersedekah untuknya?.
Rasulullah Saw menjawab, Ya.
Saya katakan kepada Rasulullah Saw, Sedekah apakah yang lebih afdhal?.
Rasulullah Saw menjawab, Memberi air minum.
(HR. Ibnu Majah).
Dinyatakan shahih oleh Syekh Nashiruddin al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan an-Nasai, juz:
8, halaman: 236, no. 3736.

Qunt Shubuh, Qunt Witir dan Qunt Nawzil/Nazilah.

(Dikutip Dari Fatwa al-Azhar. Juz: 9, halaman: 5,


Diterjemahkan Oleh: H. Abdul somad, Lc., MA.)
somadku@yahoo.com

1997 .
:
Qunut.
Mufti: Syekh Athiyyah Shaqar (Ketua Majlis Fatwa al-Azhar Mesir).
Edisi Mei 1997.
Dasar: al-Quran dan Sunnah.
:

Pertanyaan:
Apakah doa Qunut dalam shalat itu disyariatkan? Jika disyariatkan, apakah dalam semua shalat?
Adalah lafaz tertentu?
:
:
:
.

" " : : .
128 : } { .
Jawaban:
Qunut adalah doa, disyariatkan dalam shalat lima waktu ketika terjadi Nawzil (musibah).
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas: Rasulullah Saw membaca doa Qunut dalam shalat lima waktu
selama satu bulan. Beliau mendoakan satu kawasan dari Bani Sulaim: Ril, Dzakwan dan Ushayyah.
Karena mereka telah membunuh sebagian shahabat Rasulullah yang diutus untuk mengajarkan Islam.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad. Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa jika Rasulullah Saw
ingin mendoakan seseorang (doa tidak baik [laknat] atau doa baik), maka beliau membaca qunut
setelah ruku. Dalam riwayat tersebut disebutkan: Rasulullah Saw membacanya dengan suara keras.
Rasulullah Saw mengucapkan doa dalam shalatnya dan dalam shalat Shubuh, Ya Allah, laknatlah
fulan dan fulan. Dua kawasan di antara beberapa kawasan di tanah Arab. Hingga Allah menurunkan
ayat: 128. Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu[227] atau Allah menerima
taubat mereka, atau mengazab mereka karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.

[227] Menurut riwayat Bukhari mengenai turunnya ayat ini, karena Nabi Muhammad s.a.w. berdoa
kepada Allah agar menyelamatkan sebagian pemuka-pemuka musyrikin dan membinasakan sebagian
lainnya. (Qs. Al Imran [3]: 128).

.
:
.
(Qunut Shubuh).
Berdasarkan ini maka doa Qunut pada shalat Shubuh disyariatkan ketika ada Nawazil, sama seperti
doa Qunut pada shalat-shalat lainnya. Akan tetapi jika tidak ada Nawazil, maka ada beberapa pendapat
para ulama Fiqh. Kesimpulannya:
Menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali: doa Qunut Shubuh tidak disyariatkan. Mereka berdalil
dengan riwayat Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dari Anas: sesungguhnya Rasulullah Saw tidak
membaca doa Qunut pada shalat Shubuh, kecuali jika beliau mendoakan suatu kaum (doa kebaikan
atau doa tidak baik [laknat]).

.
: :
.
Menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Syafii: doa Qunut Shubuh disyariatkan. Dalil mereka adalah
riwayat mayoritas ahli hadits kecuali at-Tirmidzi, bahwa Anas bin Malik ditanya: Apakah Rasulullah
membaca doa Qunut pada shalat Shubuh?. Beliau menjawab, Ya. diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
al-Bazzar, ad-Daraquthni, al-Baihaqi dan al-Hakim. Dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim dari Anas
bahwa Anas berkata, Rasulullah Saw terus menerus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga
beliau meninggal dunia.

" "



: .
.

Pembahasan dan penjelasan dalil-dalil dari pendapat-pendapat ini dapat dilihat dalam kitab Zd al-
Mad karya Ibnu al-Qayyim yang menjelaskan beberapa riwayat bahwa para ulama ahli hadits
bersikap moderat diantara kelompok yang mengingkari doa Qunut secara mutlak, meskipun ketika ada
Nawazil. Dan kelompok yang menganggap baik doa Qunut secara mutlak, baik ketika ada Nawazil
maupun ketika tidak ada Nawazil. Para ulama ahli hadits tidak mengingkari orang-orang yang
membaca doa Qunut Shubuh secara terus menerus dan tidak pula membenci perbuatan mereka. Para
ulama ahli hadits juga tidak menganggapnya bidah dan pelakunya tidak dianggap bertentangan
dengan Sunnah. Para ulama ahli hadits juga tidak mengingkari orang-orang yang mengingkari doa
Qunut ketika ada Nawazil dan tidak menganggap perbuatan mereka itu bidah dan bertentangan
dengan Sunnah. Siapa yang membaca doa Qunut, maka ia telah berbuat baik dan siapa yang tidak
melakukannya juga tidak mengapa. Ini termasuk kategori ikhtilaf yang mubah (dibolehkan) yang tidak
perlu bersikap keras terhadap orang yang melakukannya atau tidak melakukannya. Sama seperti
masalah mengangkat tangan atau tidak mengangkat tangan dalam shalat.
Saya (Syekh Athiyyah Shaqar) katakan: Sesungguhnya ikhtilaf dalam masalah ini adalah sederhana.
Ini adalah masalah sunnat, bukan dalam masalah fardhu. Dan agama Islam itu memberikan
kemudahan.


. :



.
Imam Ahmad dan para pengarang kitab as-Sunan meriwayatkan dari Abu Malik al-Asyjai, ia berkata
tentang Qunut Shubuh bahwa Qunut Shubuh itu bidah, karena ia shalat di belakang Rasulullah, Abu
Bakar dan Umar, ia tidak melihat mereka membaca doa Qunut. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
ad-Daraquthni bahwa Ibnu Abbas berkata, Sesungguhnya Qunut pada shalat Shubuh itu bidah.
Dapat dikombinasikan antara riwayat-riwayat yang menyatakan adanya doa Qunut Shubuh dengan
riwayat-riwayat yang menafikan adanya doa Qunut Shubuh. Bahwa mereka yang menjadi sumber
riwayat itu, terkadang mereka membaca doa Qunut dan terkadang mereka tidak membaca doa Qunut,
karena doa Qunut itu sunnat, bukan fardhu dan wajib. Maka riwayat-riwayat yang menyatakan adanya
doa Qunut lebih didahulukan daripada riwayat-riwayat yang menafikannya, sebagaimana diketahui
bersama. Jika sebagian shahabat tidak membaca doa Qunut karena tidak melihat Rasulullah Saw
membaca doa Qunut. Maka tidak melihat itu tidak berarti menafikan secara mutlak. Ibnu Hazm
menyebutkan bahwa Ibnu Masud yang tidak membaca doa Qunut, ia juga tidak mengetahui riwayat
tentang meletakkan tangan diatas lutut ketika ruku. Ibnu Umar yang menyatakan tidak ada doa Qunut
dari para shahabat sebagaimana yang diriwayatkan al-Baihaqi-, ia tidak mengetahui riwayat tentang
mengusap sepatu Khuf.

:

.
(Qunut Witir).
Ini tentang Qunut Shubuh. Adapun Qunut Witir, maka menurut Mazhab Syafii: sunnah dilakukan
pada paruh kedua bulan Ramadhan. Sedangkan pada selain itu, terdapat beberapa perbedaan pendapat:
Menurut Mazhab Hanbali: doa Qunut sunnat Witir dibaca dalam shalat Witir pada rakaat tunggal
(terakhir) di sepanjang tahun.
Menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Syafii tidak sunnat dibaca sepanjang tahun.
Demikian juga menurut Mazhab Hanbali, satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. Sedangkan
menurut Mazhab Hanafi: sunnat dibaca dalam shalat Witir sepanjang tahun.

. . " 269- 264 22 ":


1- .
2- :
.
3- .
Ibnu Taimiah berkata dalam Fatwanya, Jilid: 22, halaman: 264-269. Adapun Qunut Witir, ada tiga
pendapat ulama:
1. Tidak dianjurkan sama sekali. Karena tidak ada riwayat dari Rasulullah Saw bahwa beliau
membaca doa Qunut pada shalat Witir.
2. Dianjurkan sepanjang tahun, sebagaimana dinukil dari Ibnu Masud dan lainnya. Karena dalam
beberapa hadits disebutkan bahwa Rasulullah Saw mengajarkan doa yang dibaca dalam Qunut Witir
kepada al-Hasan bin Ali.
3. Doa Qunut Witir dibaca pada paruh kedua bulan Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan Ubai bin
Kaab.

-

.
:
. .
(Qunut Nazilah/Nawazil).
Qunut Nawazil disyariatkan pada selain shalat Shubuh. Imam Nawawi Imam dalam Mazhab Syafii-
berkata: dalam masalah ini ada tiga pendapat. Menurut pendapat yang shahih dan masyhur yang
menjadi pegangan Jumhur ulama bahwa doa Qunut Nazilah itu disyariatkan dalam semua shalat,
selama terjadi Nazilah. Jika tidak terjadi Nazilah, maka tidak disyariatkan membacanya. Selain
mereka tidak menyatakan pensyariatannya. Menurut Mazhab Maliki, jika doa Qunut Nazilah dibaca,
shalat tidak batal, akan tetapi hukumnya makruh.
Doa Qunut Nawazil dibaca setelah ruku, menurut Mazhab Syafii dan Mazhab Hanbali. Dalam satu
riwayat dari Imam Ahmad, ia berkata: Menurut saya, doa Qunut Nawazil dibaca setelah ruku, jika
dibaca sebelum ruku, maka tidak mengapa.
Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi membaca Qunut Nawazil sebelum ruku.

) : ) (

(
:
.
Menurut Mazhab Syafii: doa Qunut terwujud dengan kalimat apa pun yang mengandung doa dan
pujian, seperti:

Ya Allah, ampunilah aku wahai Maha Pengampun.
Doa Qunut yang paling afdhal adalah:
:(
)
(Ya Allah, berilah hidayah kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri hidayah. Berikanlah
kebaikan kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri kebaikan. Berikan aku kekuatan
seperti orang-orang yang telah Engkau beri kekuatan. Berkahilah bagiku terhadap apa yang telah
Engkau berikan. Peliharalah aku dari kejelekan yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau
menetapkan dan tidak ada sesuatu yang ditetapkan bagi-Mu. Tidak ada yang merendahkan orang yang
telah Engkau beri kuasa dan tidak ada yang memuliakan orang yang Engkau hinakan. Maka Suci
Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung).
Diriwayatkan dari al-Hasan bin Ali bahwa Rasulullah Saw mengajarkan doa ini kepadanya,
sebagaimana yang diriwayatkan Abu Daud, an-Nasai, at-Tirmidzi dan lainnya. At-Tirmidzi berkata,
Hadits Hasan. Tidak diketahui ada hadits yang lebih hasan daripada ini diriwayatkan dari Rasulullah
Saw.

:

.

Lafaz pilihan menurut Mazhab Hanafi adalah sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Masud dan
Umar:

.
(Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertolongan kepada-Mu, memohon hidayah kepada-Mu,
memohon ampun kepada-Mu, beriman kepada-Mu, bertawakkal kepada-Mu, memuji-Mu dan tidak
kafir kepada-Mu. Kami melepaskan diri dan meninggalkan orang yang berbuat dosa kepada-Mu. Ya
Allah, kepada-Mu kami menyembah, kepada-Mu kami shalat dan bersujud. Kepada-Mu kami
bersegera dalam beramal dan berbuat kebaikan. Kami mengharap rahmat-Mu dan takut kepada azab-
Mu. Sesungguhnya azab-Mu yang sangat keras menyertai orang-orang kafir).

:

Imam Nawawi berkata: Dianjurkan menggabungkan antara doa Qunut riwayat Umar dengan doa
Qunut riwayat al-Hasan. Jika tidak mampu, maka cukup membaca doa Qunut riwayat al-Hasan.
Disunnatkan membaca shalawat kepada nabi setelah membaca doa Qunut.

Hadits-Hadits Shahih Tentang Sedekah.

by:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

-
(
).

Rasulullah Saw bersabda:


Makanan yang engkau berikan kepada istrimu adalah sedekah bagimu, makanan yang engkau
berikan kepada anakmu adalah sedekah bagimu, makanan yang engkau berikan kepada pembantumu
adalah sedekah bagimu dan makanan yang engkau berikan kepada dirimu sendiri adalah sedekah
bagimu.
(HR. Ahmad dan ath-Thabrani).

-
( ) .
Rasulullah Saw bersabda:
Nafkah yang diberikan seorang laki-laki kepada keluarganya adalah sedekah.
(HR. Al-Bukhari dan at-Tirmidzi).

-
( ) .
Rasulullah Saw bersabda:
Sedekah yang diberikan secara diam-diam dapat memadamkan murka Allah, silaturahim menambah
usia dan perbuatan baik dapat menjaga dari kematian yang jelek.
(HR. Al-Baihaqi).

-
( ) .
Rasulullah Saw bersabda:
Siapa yang (bersabar) menunggu orang yang kesulitan (membayar hutang), maka baginya sedekah
satiap hari, hinga hutang itu dibayar. Jika ia menunda pembayarannya, ia (bersabar) menunggunya,
maka baginya dua kali sedekah setiap hari.
(HR. Al-Hakim).

-
(
).
Rasulullah Saw bersabda:
Aku bersumpah demi tiga perkara: harta tidak akan berkurang karena sedekah, maka bersedekahlah
kamu. Seseorang yang memaafkan orang lain karena suatu perbuatan zalim, maka Allah pasti
memuliakannya. Maka maafkanlah (orang yang berbuat zalim), maka Allah pasti menambahkan
kemuliaan. Seseorang yang meminta-minta kepada orang lain, maka Allah pasti akan membukakan
pintu kefakiran kepadanya.
(HR. Ahmad dan al-Bazzar).

) - -

(( ) .

Rasulullah Saw bersabda:


Yang menyertai orang mukmin dari amal kebaikannya setelah kematiannya adalah: ilmu yang pernah
ia ajarkan dan ia sebarkan, atau anak shaleh yang ia tinggalkan, atau mushaf (al-Quran) yang ia
wariskan, atau masjid yang telah ia bangun, atau rumah yang pernah ia bangun untuk Ibnu Sabil, atau
sungai (aliran air) yang pernah ia alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat
dan dalam kehidupannya, maka akan menyertainya setelah kematiannya. [Hadits Hasan].
(HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi).

-
( ) .

Rasulullah Saw bersabda:


Setiap muslim yang menanam tanaman, lalu dimakan burung atau manusia atau binatang, maka itu
menjadi sedekah baginya.
(HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi).

-
(
) )
( .

Rasulullah Saw bersabda:


Orang-orang yang berbuat kebaikan dipelihara dari kematian yang jelek. Sedekah secara rahasia
memadamkan murka Allah. Silaturahim menambah usia. Semua perbuatan baik itu adalah sedekah.
Orang yang berbuat baik di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik di akhirat. Orang-orang yang
melakukan perbuatan munkar di dunia, mereka adalah orang-orang munkar di akhirat.
(HR. Ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Ausath).

-
( : )

Rasulullah Saw bersabda:


Sedekah yang paling afdhal adalah sedekah yang diberikan kepada kerabat yang menyembunyikan
permusuhannya.
(HR. Ibnu Khuzaimah dan ath-Thabrani).

)) : : : - -

)) : : . (( )) :
: . ((
)) : : . ((

(( .
Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah, ia berkata: Saya berkata, Wahai Rasulullah, apakah amal yang
paling afdhal?.
Beliau menjawab, Iman kepada Allah dan jihad fi sabilillah.
Saya bertanya, Memerdekakan hamba sahaya yang bagaimanakah yang paling afdhal?.
Beliau menjawab, Hamba sahaya yang paling berharga diantara keluarganya dan paling mahal
harganya.
Saya bertanya, Jika saya tidak melakukannya?.
Rasulullah Saw berkata, Engkau bantu orang lain yang melakukannya atau engkau lakukan tolong
orang yang tidak memiliki pekerjaan.
Saya bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana jika saya tidak mampu melakukannya?.
Rasulullah Saw menjawab, Engkau tahan perbuatan jelekmu terhadap orang lain, maka
sesungguhnya itu sedekah bagimu untuk dirimu sendiri.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).


: )) : - - : - -






(( .

Dari Abu Dzar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Setiap (perbuatan baik) tulang-tulang
persendian kamu adalah sedekah, semua tasbih (ucapan: Subhanallah) adalah sedekah, semua tahmid
(ucapan: alhamdulillah) adalah sedekah, semua tahlil (ucapan: La ilaha illallah) adalah sedekah,
semua takbir (ucapan: Allahu Akbar) adalah sedekah, amar maruf (mengajak orang lain berbuat baik)
adalah sedekah, nahi munkar (melarang orang lain berbuat munkar) adalah sedekah. Semua itu sama
dengan dua rakaat shalat Dhuha. (HR. Muslim).

- : - - - :
((
:



))
.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:


Setiap (perbuatan baik) tulang-tulang persendian manusia adalah sedekah, setiap hari matahari terbit:
engkau damaikan antara dua orang, maka itu adalah sedekah, engkau bantu orang lain pada hewan
tunggangannya, engkau bantu ia naik keatasnya, atau engkau angkatkan barang-baragnya, maka itu
adalah sedekah. Kata-kata yang baik adalah sedekah. Setiap langkah yang engkau langkahkan untuk
shalat adalah sedekah. Engkau buang sesuatu yang mengganggu dari jalan, maka itu adalah sedekah.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

- - - -
(( )) :
:
(( )) :
:
(( )) :
:
(( )) :
:
(( )) :

Dari Abu Musa, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:


Setiap muslim wajib bersedekah.
Abu Musa bertanya, Bagaimana jika ia tidak mampu?.
Rasulullah Saw menjawab, Ia bekerja dengan kedua tangannya, lalu mendatangkan manfaat bagi
dirinya, maka berarti ia telah bersedekah.
Bagaimana jika ia tidak mampu?.
Rasulullah Saw menjawab, Ia tolong orang lain yang membutuhkan dan dalam kesulitan atau
teraniaya.
Jika ia tidak mampu?.
Rasulullah Saw menjawab, Ia ajak orang lain berbuat baik.
Jika ia tidak mampu?.
Rasulullah Saw menjawab, Ia tahan dirinya untuk tidak melakukan perbuatan jahat kepada orang
lain, maka itu sedekah baginya.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
- - - - :
)) .
((

Dari Abu Masud al-Badri, dari Rasulullah Saw:


Apabila seseorang memberikan nafkah kepada keluarganya, ia ikhlas hanya karena Allah, maka itu
sedekah baginya.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

)) : - - - -
(( :
)) : ((

(( )) : .

Dari Salman bin Amir, dari Rasulullah Saw:


Apabila salah seorang kamu berbuka, maka berbukalah dengan kurma, karena sesunggunya itu
berkah. Jika ia tidak mendapatkan kurma, maka berbukalah dengan air, karena sesungguhnya air itu
suci. Sedekah kepada orang miskin itu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat itu bernilai dua;
sedekah dan menjalin tali silaturahim.
(HR. At-Tirmidzi) [Hadits Hasan].

Semoga ada manfaatnya, amin.


Subuh Senin, 21 Syaban 1431H / 02 Agustus 2010M.
Diterjemahkan oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Shalat Setelah Witir dan Dua Witir Dalam Satu Malam

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com


- - .

Dari Nafi, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Jadikanlah shalat terakhir kamu
pada waktu malam adalah shalat Witir. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

-
. . -




- -

- . .

.

-



.



( ). - -.
Hannad menceritakan kepada kami, Mulazim bin Amr menceritakan kepada kami, Abdullah bin Badr
menceritakan kepada saya, dari Qais bin Thalq bin Ali, dari Bapaknya, ia berkata, Saya mendengar
Rasulullah Saw bersabda, Tidak ada dua Witir dalam satu malam. Abu Isa berkata, Ini hadits hasan
Gharib.
Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang telah melaksanakan shalat Witir pada awal malam,
kemudian ia bangun di akhir malam, sebagian ulama dari kalangan shahabat nabi dan setelah mereka
berpendapat Witir tersebut dibatalkan dengan menambahkan satu rakaat, kemudian melaksanakan
shalat malam sesuai yang ia kehendaki. Kemudian melaksanakan Witir pada akhir shalatnya, karena
tidak boleh ada dua shalat Witir dalam satu malam. Ini adalah pendapat Ishaq.
Sebagian ulama dari kalangan shahabat nabi dan lainnya berpendapat, jika seseorang telah
melaksanakan shalat Witir pada awal malam, kemudian ia tidur, kemudian ia bangun pada akhir
malam, maka ia (boleh) melaksanakan shalat sesuai yang ia kehendaki, ia tidak perlu membatalkan
Witirnya, ia biarkan shalat Witir yang telah ia laksanakan seperti apa adanya. Ini adalah pendapat
Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, Ibnu al-Mubarak, Imam Syafii, penduduk Kufah dan Imam
Ahmad bin Hanbal. Pendapat ini lebih shahih, karena terdapat beberapa riwayat dari Rasulullah Saw
menyebutkan bahwa beliau melaksanakan shalat setelah shalat Witir. (HR. At-Tirmidzi).
Hadits ini shahih menurut Syekh al-Albani (Shahih wa Dhaif Sunan at-Tirmidzi, no: 470).
-
- .
Abdullah menceritakan kepada kami, Bapak saya menceritakan kepada saya, Hammad bin Masadah
menceritakan kepada kami, Maimun bin Musa al-Marai menceritakan kepada kami, dari al-Hasan,
dari ibunya, dari Ummu Salamah: bahwa Rasulullah Saw melaksanakan shalat dua rakaat setelah
Witir dalam keadaan duduk. (HR. Ahmad).

- -



..
Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Hafsh dan Abu Muawiyah menceritakan
kepada kami, dari al-Amasy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, Siapa
yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka hendaklah ia melaksanakan Witir di awal malam.
Siapa yang sangat ingin bangun di akhir malam, maka hendaklah ia melaksanakan Witir di akhir
malam. Karena sesungguhnya shalat di akhir malam itu disaksikan (malaikat), itu afdhal (lebih
utama). Abu Muawiyah berkata, Dihadiri (malaikat). (HR. Muslim).


. . . . - -
.
Abdullah berkata, Saya temukan dalam kitab Bapak saya, Abu Said Mawla Bani Hasyim
menceritakan kepada kami, Zaidah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad
menceritakan kepada kami, dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Abu Bakar,
Kapankah engkau melaksanakan shalat Witir?. Ia menjawab, Pada awal malam, setelah shalat
Isya. Rasulullah Saw bertanya, Engkau wahai Umar?. Umar menjawab, Di akhir malam.
Rasulullah Saw berkata, Adapun engkau wahai Abu Bakar, engkau telah mengambil dengan
keyakinan. Sedangkan engkau wahai Umar, engkau telah mengambil dengan kekuatan. (HR.
Ahmad).

Hadits Tentang Shalat Qadha.

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com


: ( { ) }
[ 684

Abu Nuaim dan Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Hammam
menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Siapa
yang terlupa melaksanakan shalat, maka hendaklah ia melaksanakannya apabila ia mengingatnya,
tidak ada penebusnya selain itu. (Firman Allah Swt): Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
(Qs. Thaha [20]: 14).
Disebutkan Imam al-Bukhari dalam Kitab: Waktu-Waktu Shalat.
Bab: Orang yang terlupa melaksanakan shalat, maka hendaklah ia melaksanakan shalat ketika ia
mengingatnya, dan ia tidak mengulangi kecuali shalat tersebut.
Juga disebutkan Imam Muslim dalam Kitab: Masjid-Masjid dan Tempat-Tempat Shalat.
Bab: Qadha shalat yang tertinggal dan anjuran agar menyegerakan melaksanakan Qadha shalat, no.
684.

Pembahasan tentang Qadha Shalat secara lengkap menurut empat mazhab disebutkan oleh Syekh
Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz: 2, halaman: 1146-1161. Dar al-Fikr,
Damascus. Cetakan keempat. Tahun 1418H/1997M.
Kami diperintahkan mengqadha puasa
dan kami tidak diperintahkan mengqadha shalat.

:

: :
:
). 1 :(165 :
Abd bin Humaid menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq memberitakan kepada kami, Mamar
memberitakan kepada kami, dari Ashim, dari Muadzah, ia berkata, Saya bertanya kepada Aisyah,
saya katakan kepadanya, Bagaimanakah dengan wanita yang haidh, mengapa mengqadha puasa dan
tidak mengqadha shalat?.
Aisyah berkata, Apakah engkau orang Haruriyah (pengikut Khawarij)?. Saya jawab, Saya bukan
orang Haruriyah, akan tetapi saya bertanya.
Aisyah menjawab, Dulu kami mengalami haidh, kami diperintahkan mengqadha puasa dan kami
tidak diperintahkan mengqadha shalat. (HR. Muslim).

Shalat Dhuha Berjamaah.

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

?Bolehkan melaksanakan shalat Dhuha berjamaah


:
. :


. : :

.
. 5/381 :
Shalat sunnat terbagi kepada dua:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti shalat Kusuf
(Gerhana Matahari), shalat Istisqa (minta hujan) dan shalat malam Ramadhan. Shalat-shalat sunnat
ini dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Kedua: shalat sunnat yang tidak dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti shalat
Qiyamullail, shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat sunnat Tahyatulmasjid dan shalat-shalat
sunnat lainnya. Shalat-shalat sunnat jenis ini jika dilaksanakan secara berjamaah, maka hukumnya
boleh, jika dilaksanakan sekali-sekali.
(Majmu Fatawa Ibni Taimiah: juz. 5, halaman: 381).

Demikian juga menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab dan Raudhatu ath-
Thalibin, sebagaimana yang disebutkan dalam teks-teks berikut:

:
. :

. : :
.
2/429 :


.
). (1/124 :

)( )(
)(
4/4 :

)(


"

"

. )(4/55 :

)( )(
)(
4/4 :

Hadits Keutamaan Malam Nishfu Syaban

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

Hadits-hadits tentang keutamaan malam Nisfhu Syaban disebutkan dalam Musnad Ahmad, al-
Mujam al-Kabir karya Imam ath-Thabrani dan Musnad al-Bazzar.


Allah Swt memperhatikan para makhluk-Nya pada malam Nishfu Syaban. Ia mengampuni seluruh
makhluk-Nya, kecuali musyrik dan orang yang bertengkar.
Dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1144.
Teksnya lengkapnya dapat dilihat dibawah ini:



":


. " ) (


- -


) .. (

: :


: :
) . ( .

) ( 1144 -
) . ( ] . [
. ) (
Diposkan oleh somadmorocco di 01.11 Tidak ada komentar

Hadits Tentang Doa Qunut Shubuh.

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

:
.
.
Para ulama mazhab Syafii berdalil dengan hadits Anas, bahwa Rasulullah Saw membaca Qunut
selama satu bulan mendoakan orang-orang musyrik (yang membunuh shahabat Rasulullah Saw agar
dibalas Allah Swt). Kemudian Rasulullah Saw berhenti (melakukannya). Sedangkan pada shalat
Shubuh, beliau tetap membaca Qunut hingga beliau meninggal dunia.
Ini adalah hadits shahih, diriwayatkan oleh sekelompok ulama hadits dari kalangan para al-Hafizh,
mereka nyatakan sebagai hadits shahih. Diantara ulama yang menyatakan bahwa hadits ini shahih
adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, Imam al-Hakim Abu Abdillah di
beberapa tempat dalam kitabnya dan Imam al-Baihaqi. Disebutkan oleh Imam ad-Daraquthni lewat
beberapa jalur periwayatan dengan sanad-sanad yang shahih.

: : : :
. .
Dari al-Awwam bin Hamzah, ia berkata: Saya bertanya kepada Abu Utsman tentang doa Qunut pada
shalat Shubuh. Ia menjawab, Dibaca setelah ruku. Saya bertanya kepadanya, Dari siapa?. Ia
menjawab, Dari Abu Bakar, Umar dan Utsman. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, ia berkata,
Sanadnya hasan.

" - -
" .
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Umar, dari beberapa jalur periwayatan, dari Abdullah bin Maqil
seorang tabiin, ia berkata, Imam Ali bin Abi Thalib membaca doa Qunut pada shalat Shubuh.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, ia berkata, Ini dari Imam Ali, shahih masyhur.

. :
.
Dari al-Barra: sesungguhnya Rasulullah Saw membaca doa Qunut pada shalat Shubuh dan shalat
Maghrib. Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Juga diriwayatkan oleh Imam Abu Daud tanpa
menyebutkan shalat Maghrib. Doa Qunut tidak dibaca lagi dalam shalat Maghrib karena doa Qunut
dalam shalat Maghrib tersebut tidak wajib dan menurut Ijma ulama hukum membaca doa Qunut
dalam shalat Maghrib telah dinasakh (mansukh).


:
.
: : .
(Beberapa Jawaban Imam Nawawi Terhadap Riwayat-Riwayat Yang Menyebutkan Bahwa Rasulullah
Saw Tidak Membaca Doa Qunut Pada Shalat Shubuh).
Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abu Hurairah, tentang makna kalimat:

Kemudian Rasulullah Saw meninggalkannya. Maksudnya adalah Rasulullah Saw tidak lagi
membacakan doa dan laknat terhadap orang-orang kafir. Bukan berarti meninggalkan doa Qunut
secara keseluruhan. Atau makna lain: Rasulullah Saw meninggalkan doa Qunut dalam shalat lain
selain shalat Shubuh. Demikian takwil yang sesuai, karena hadits Anas menyebutkan: Rasulullah Saw
terus membaca doa Qunut hingga meninggal dunia. Shahih dan jelas, maka kedua hadits ini mesti
dikombinasikan. Makna yang telah kami sebutkan merupakan kombinasi antara kedua hadits tersebut.
Imam al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Abdurrahman bin Mahdi bahwa ia
berkata, Rasulullah Saw hanya meninggalkan laknat (terhadap orang-orang kafir). Penakwilan ini
dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah diatas yang menyatakan:

Kemudian Rasulullah Saw meninggalkan doa terhadap mereka.

.
Jawaban terhadap hadits Saad bin Thariq bahwa riwayat yang menetapkan adanya Qunut (Shubuh)
merupakan pengetahuan tambahan. Riwayat yang menetapkan adanya Qunut (Shubuh) lebih banyak,
maka wajib untuk didahulukan.

.

Jawaban terhadap hadits Ibnu Masud, hadits tersebut adalah hadits Dhaif Jiddan, karena
diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir as-Sahmi, statusnya sangat dhaif matruk. Karena haditsnya
menafikan Qunut (Shubuh) sedangkan hadits Anas menetapkan adanya Qunut (Shubuh), maka hadits
yang menetapkan adanya Qunut (Shubuh) lebih didahulukan karena adanya pengetahuan tambahan.


Jawaban terhadap hadits Ibnu Umar, ia tidak mengingatnya, atau ia lupa. Akan tetapi Anas, al-Barra
bin Azib dan yang lain mengingatnya. Maka riwayat yang mengingat lebih didahulukan.


: .
Jawaban terhadap hadits Ibnu Abbas, hadits tersebut adalah hadits dhaif jiddan (sangat lemah).
Disebutkan oleh al-Baihaqi dari riwayat Abu Laila al-Kufi, ia berkata, Tidak shahih. Status Abu Laila
adalah Matruk. Telah kami riwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia membaca Qunut pada shalat Shubuh.


.
Jawaban terhadap hadits Ummu Salamah, hadits tersebut adalah hadits dhaif, karena diriwayatkan
oleh Muhammad bin Yala dari Anbasah bin Abdirrahman, dari Abdillah bin Nafi, dari Bapaknya,
dari Ummu Salamah. Ad-Daraquthni berkata, Ketiga perawi ini dhaif. Tidak benar bahwa Nafi
mendengar hadits tersebut dari Ummu Salamah. Wallahu alam.

(505 3 :) .
Dari kitab al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi, juz: 3, halaman: 505.
Diterjemahkan oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Bacaan al-Quran Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

(Dikutip Dari Kitab: al-Fiqh al-Islmy wa Adillatuhu [The Islamic Jurisprudence and Its Evidences].
Penulis: Syekh Wahbah az-Zuhaili. Juz. 1, Hal. 1579 - 1581. Dar al-Fikr, Damascus. Cetakan ke: IV,
tahun 1418H/1997M.
Diterjemahkan Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.)

:
:

: { ]: } :
[19/47: } { ]:[ 10/59
: .
: :
:
: : : : .
:
.

Kelima: Bacaan al-Quran Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia dan Menghadiahkan Pahala
Bacaannya Kepada Orang Yang Telah Meninggal Tersebut.

Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama ahli Fiqh :


a. Ulama telah Ijma (kesepakatan) bahwa orang yang telah maninggal dunia mendapat manfaat dari
doa dan permohonan ampunan (istighfar) dari orang yang masih hidup, seperti doa:

Ya Allah ampunilah dia, ya Allah kasihilah dia.
Sedekah, menunaikan kewajiban-kewajiban yang bersifat badani (fisik) dan maly (harta) yang bisa
diwakilkan seperti ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt:




Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami. (Qs.
Al-Hasyr [59]: 10). Dan firman Allah:

Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. (Qs. Muhammad [47]: 19).
Doa Rasulullah Saw untuk Abu Salamah ketika ia meninggal dunia dan doa beliau untuk mayat yang
beliau shalatkan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Auf bin Malik dan setiap mayat yang
dishalatkan.
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal, jika saya
bersedekah, apakah sedekah itu bermanfaat baginya?. Rasulullah Saw menjawab, Ya .
Seorang perempuan datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata, Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah mewajibkan ibadah haji, saya dapati ayah saya telah lanjut usia, ia tidak mampu
duduk tetap diatas hewan tunggangan, bolehkah saya melaksanakan ibadah haji untuknya?.
Rasulullah Saw menjawab, Jika ayahmu memiliki hutang, apakah menurutmu engkau dapat
membayarkannya?. Perempuan itu menjawab, Ya. rasulullah Saw berkata, Hutang Allah lebih
berhak untuk ditunaikan .
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, Ibu saya telah meninggal dunia, ia memiliki hutang
puasa satu bulan. Apakah saya melaksanakan puasa untuknya?. Rasulullah menjawab, Ya.
Imam Ibnu Qudamah berkata, Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih. Di dalamnya terkandung
dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia mendapatkan manfaat dari semua ibadah yang
dilakukan orang yang masih hidup, karena puasa, doa dan permohonan ampunan (istighfar) adalah
ibadah-ibadah badani (fisik). Allah Swt menyampaikan manfaatnya kepada orang yang telah
meninggal dunia, demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain.

:

.
: .

B. Para ulama berbeda pendapat tentang sampainya pahala ibadah yang bersifat badani (fisik) murni
seperti shalat, bacaan al-Quran dan lainnya, apakah sampai kepada orang lain. Ada dua pendapat.
Menurut pendapat mazhab Hanafi, Hanbali, generasi terakhir mazhab Syafii dan Maliki menyatakan
bahwa pahala bacaan al-Quran sampai kepada mayat jika dibacakan di hadapannya, atau dibacakan
doa setelah membacanya, meskipun telah dikebumikan, karena rahmat dan berkah turun di tempat
membaca al-Quran tersebut dan doa setelah membaca al-Quran itu diharapkan maqbul atau
diperkenankan Allah Swt.
Sedangkan menurut pendapat generasi awal mazhab Maliki dan menurut pendapat yang masyhur
menurut generasi awal mazhab Syafii menyatakan: balasan pahala ibadah mahdhah (murni) tidak
sampai kepada orang lain.

: :
:.
: :
.
:
.

Menurut mazhab Hanafi: menurut pendapat pilihan, tidak makruh mendudukkan para pembaca al-
Quran untuk membacakan al-Quran di kubur. Mereka berpendapat tentang menghajikan orang lain,
orang boleh memberikan balasan pahala amalnya kepada orang lain, maka shalat adalah amalnya, atau
puasa, atau sedekah atau amal lainnya. Dan itu tidak mengurangi balasan amalnya walau sedikit pun.
Menurut mazhab Hanbali: boleh membaca al-Quran di kubur, berdasarkan hadits: Siapa yang masuk
ke pekuburan, lalu ia membaca surat Yasin, maka azab mereka hari itu diringankan dan ia
mendapatkan balasan pahala sejumlah kebaikan yang ada di dalamnya. Dan hadits: Siapa yang
ziarah kubur orang tuanya, lalu ia membaca Yasin di kubur orang tuanya, maka ia diampuni .
Menurut mazhab Maliki: makruh hukumnya membaca al-Quran untuk mayat dan diatas kubur,
karena bukan amalan kalangan Salaf. Akan tetapi generasi terakhir mazhab Maliki menyatakan: boleh
membaca al-Quran dan zikir, kemudian balasan pahalanya dihadiahkan kepada mayat. Maka mayat
akan mendapatkan balasan pahalanya insya Allah.

. :
. .
: .
Generasi awal mazhab Syafii berpendapat: menurut pendapat yang masyhur bahwa mayat tidak
mendapatkan pahala selain dari balasan amalnya sendiri seperti shalat qadha yang dilaksanakan
untuknya atau ibadah lainnya dan bacaan al-Quran. Sedangkan ulama mazhab Syafii generasi
terakhir menyatakan: pahala bacaan al-Quran sampai kepada mayat, seperti bacaan al-Fatihah dan
lainnya. Demikian yang dilakukan banyak kaum muslimin. Apa yang dianggap kaum muslimin baik,
maka itu baik di sisi Allah. Jika menurut hadits shahih bahwa bacaan al-Fatihah itu mendatangkan
manfaat bagi orang hidup yang tersengat binatang berbisa dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan
sabdanya, Darimana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah?. Maka tentulah bacaan al-
Fatihah itu lebih mendatangkan manfaat bagi orang yang telah meninggal dunia.

: :

. :
: : .

.

Dengan demikian maka generasi belakangan mazhab Syafii sama seperti tiga mazhab diatas: bahwa
pahala bacaan al-Quran sampai kepada mayat. Imam as-Subki berkata, Menurut dalil yang
terkandung dalam Khabar berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Quran dibaca dengan niat agar
mendatangkan manfaat bagi mayat dan meringankan azabnya, maka itu mendatangkan manfaat
baginya, karena menurut hadits shahih bahwa jika surat al-Fatihah itu dibacakan kepada orang yang
tersengat binatang berbisa, maka itu bermanfaat baginya dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan
sabdanya, Darimana engkau tahu bahwa surat al-Fatihah itu ruqyah?. Jika surat al-Fatihah
bermanfaat bagi orang yang masih hidup jika memang diniatkan untuk itu-, maka tentulah lebih
bermanfaat bagi mayat. Al-Qadhi Husein memperbolehkan memberikan upah kepada orang yang
membacakan al-Quran untuk mayat. Ibnu ash-Shalah berkata, ia mesti mengucapkan, Ya Allah,
sampaikanlah balasan pahala yang kami baca kepada si fulan. Ia jadikan sebagai doa. Tidak ada
perbedaan dalam masalah ini apakah dekat atau jauh, mesti yakin bahwa bacaan tersebut
mendatangkan manfaat. Karena jika doa bermanfaat bukan hanya bagi orang yang berdoa, maka
berarti itu juga berlaku pada sesuatu yang lebih utama daripada doa (yaitu bacaan al-Quran). Ini tidak
hanya berlaku pada bacaan al-Quran, akan tetapi berlaku pada semua amal.

Hadits-Hadits shalat Tasbih.

By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com

Hadits tentang shalat Tasbih disebutkan dalam Sunan Abi Daud, Sunan Ibni Majah, Mustadrak al-
Hakim dan Shahih Ibni Khuzaimah. Dinyatakan Shahih li Ghairihi oleh Syekh al-Albani dalam
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 677.

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw berkata kepada al-Abbas bin Abdil Muththalib, Wahai
Abbas, wahai pamanku, maukah engkau aku berikan, maukah engkau aku lakukan untukmu sepuluh
perkara, apabila engkau melakukannya, maka Allah mengampuni dosamu; awal dan akhir, yang lama
dan yang baru, tersalah dan sengaja, yang kecil dan yang besar, yang rahasia dan yang nyata, sepuluh
perkara. Engkau laksanakan shalat empat rakaat, dalam setiap rakaat engkau baca al-Fatihah dan surat.
Apabila engkau selesai membaca ayat pada rakaat pertama, engkau baca ketika engkau masih berdiri:

Sebanyak lima belas kali. Kemudian engkau ruku, engkau baca sepuluh kali. Kemudian engkau
bangun dari ruku, engkau baca sepuluh kali. Kemudian engkau sujud, engkau baca sepuluh kali.
Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau baca sepuluh kali. Kemudian engkau sujud
(lagi), engkau baca sepuluh kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, engkau baca sepuluh
kali. Itulah tujuh puluh lima (tasbih) dalam satu rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika
engkau mampu melaksanakannya satu kali sehari, maka laksanakanlah. Jika engkau tidak mampu,
maka satu kali dalam satu pekan. Jika engkau tidak mampu, maka satu kali dalam sebulan. Jika
engkau tidak mampu, maka satu kali seumur hidupmu.
Teks lengkap dalam beberapa kitab hadits dapat dilihat dalam teks berikut:

: :

:
:


.
). (



- -









. ) . (


- -










. ) . (

: :
:
:



. ) (

) ( 677 -

:




















). : (
PUASA IBU HAMIL DAN MENYUSUI

Pertanyaan:
Menurut syariat Islam, musafir dibolehkan untuk tidak berpuasa, kemudian menggantinya di hari lain
(di luar Ramadhan) yang disebut dengan puasa Qadha. Sedangkan orang tua renta yang tidak mampu
melaksanakan puasa diberi keringanan dengan membayar Fidyah. Bagaimanakah dengan wanita hamil
dan ibu yang menyusui bayinya?

Jawab:
Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama Fiqh sebagaimana yang disebutkan Syekh Sayyid
Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah.
Pendapat pertama, jika wanita hamil dan ibu menyusui tersebut tidak berpuasa karena
mengkhawatirkan dirinya atau anaknya, maka mereka hanya wajib membayar Fidyah saja, tidak wajib
melaksanakan puasa Qadha. Demikian menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Abu Daud meriwayatkan
dari Ikrimah bahwa Ibnu Abbas berkata tentang firman Allah Swt, Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah. (Qs. Al-Baqarah [2]: 184).
Merupakan rukhshah (keringanan/dispensasi) bagi laki-laki dan perempuan yang telah tua renta,
mereka tidak mampu melaksanakan puasa, maka mereka dibolehkan tidak berpuasa, maka setiap satu
harinya mereka memberi makan satu orang miskin. Wanita hamil dan ibu menyusui, jika
mengkhawatirkan janin atau bayinya, maka mereka (juga) boleh tidak berpuasa dan wajib memberi
makanan (fidyah). Diriwayatkan juga oleh al-Bazzar, di akhir riwayat terdapat tambahan, Ibnu Abbas
pernah berkata kepada seorang ibu hamil, Kamu sama seperti orang yang tidak kuasa melaksanakan
puasa, maka kamu hanya wajib membayar Fidyah, kamu tidak wajib melaksanakan puasa Qadha.
Imam ad-Daraquthni menyatakan Sanadnya shahih. Diriwayatkan dari Nafi bahwa Ibnu Umar pernah
ditanya tentang wanita hamil jika ia mengkhawatirkan janinnnya. Ibnu Umar menjawab, Ia boleh
tidak berpuasa dan wajib memberi makan kepada orang miskin (Fidyah) satu Mud gandum untuk satu
hari. Diriwayatkan oleh Imam Malik dan al-Baihaqi. Dalam sebuah hadits disebutkan,
Sesungguhnya Allah Swt menggugurkan kewajiban puasa dan setengah shalat terhadap musafir, dan
menggugurkan puasa bagi wanita hamil dan ibu menyusui.
Pendapat kedua, menurut Mazhab Hanafi, Abu Ubaid dan Abu Tsaur: wanita hamil dan ibu menyusui
hanya wajib melaksanakan puasa Qadha saja, mereka tidak wajib membayar Fidyah.
Pendapat ketiga menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafii bahwa jika wanita hamil dan ibu
menyusui tersebut tidak berpuasa karena mengkhawatirkan janin atau bayinya saja, maka mereka
boleh tidak berpuasa, mereka wajib melaksanakan puasa Qadha dan Fidyah. Jika wanita hamil dan
ibu menyusui tersebut tidak berpuasa karena mengkhawatirkan dirinya saja, atau karena
mengkhawatirkan dirinya dan bayinya, maka mereka hanya wajib melaksanakan puasa Qadha saja,
tidak ada kewajiban lain.
Demikianlah beberapa pendapat ulama tentang masalah ini, akan tetapi Syekh Wahbah az-Zuhaili
dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu lebih menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa jika
wanita hamil dan ibu menyusui tersebut tidak berpuasa karena mengkhawatirkan janin atau bayinya,
maka mereka mesti melaksanakan puasa Qadha dan juga membayar Fidyah, yaitu memberi satu Mud
makanan pokok kepada fakir miskin untuk satu hari. Satu Mud sama dengan 675 gram. Wallahu
alam.
(H. Abdul Somad, Lc., MA.)

Hadits Tentang Mengazankan Bayi Yang Baru Lahir.

Artinya:

Dari Ubaidullah bin Abi Rafi, dari Bapaknya, ia berkata, Saya melihat Rasulullah Saw
adzan ke telinga al-Hasan bin Ali ketika Fathimah melahirkannya. Dengan adzan seperti
adzan ketika melaksanakan shalat.

Takhrij Hadits:
As-Sunan karya Imam at-Tirmidzi, juz. 4, hal. 97, no. 1514 (Cet. Dar Ihya at-Turats al-Arabi,
Beirut).

As-Sunan karya Imam Abu Daud, juz. 2, hal. 749, no. 5105 (Cet. Dar al-Fikr).

Al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal, juz. 6, hal. 391, no. 27230 (Cet. Muassasah
Qurthubah, Kairo).

Al-Mushannaf karya Imam Abdurrazzaq, juz. 4, hal. 336, no. 7986 (Cet. Al-Maktab al-Islami,
Beirut).

Al-Mujam al-Kabir karya Imam ath-Thabrani, juz. 1, hal. 400, no. 921.

Syuab al-Iman karya Imam al-Baihaqi, juz. 18, hal. 137, no. 8368.

Al-Musnad karya Imam ath-Thayalisi, juz. 1, hal. 130, no. 970 (Cet. Dar al-Marifah, Beirut).

Status/Kualitas Hadits:

Imam at-Tirmidzi berkata, Ini hadits hasan shahih. (juz. 4, hal. 97, no. 1514 [Cet. Dar
Ihya at-Turats al-Arabi, Beirut].

Menurut Syekh Nashiruddin al-Albani, hadits ini adalah hadits Hasan. Demikian
disebutkan dalam:

Mukhtashar al-Irwa al-Ghalil, juz. 1, hal. 229, no. 1173 (Cet. Al-Maktab al-Islami, Beirut).

Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, juz. 11, hal. 105, no. 5101.

Shahih wa Dhaif Sunan at-Tirmidzi, juz. 4, hal. 14, no. 1514.

Hadits Tentang 73 Golongan.

- -







.

Artinya:

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72
golongan, Nashrani terpecah menjadi 71 atau 73 golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 73
golongan.

Dalam riwayat lain terdapat pertanyaan,

:
Mereka berkata, Siapakah golongan itu wahai Rasulullah?.

Rasulullah Saw menjawab, Mereka adalah jamaah.

:
Dalam riwayat lain terdapat jawaban,
Mereka adalah yang berada pada jalanku dan para shahabatku.

Takhrij:

Hadits ini disebutkan dalam:

As-Sunan karya Imam Abu Daud, juz. 2, hal. 608, no. 4596 (Cet. Dar al-Fikr).

Al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal, juz. 2, hal. 332, no. 8377 (Cet. Muassasah
Qurthubah, Kairo).

Ash-Shahih karya Ibnu Hibban, juz. 14, hal. 140, no. 6247.

As-Sunan al-Kubra karya Imam al-Baihaqi, juz. 10, hal. 208, no. 20690 (Cet. Dar al-Baz,
Makkah al-Mukarramah).

Al-Mustadrak karya Imam al-Hakim, juz. 1, hal. 217, no. 441.

Al-Musnad karya Imam Abu Yala, juz. 10, hal. 317, no. 5910. Syekh Husein Salim Asad,
Sanadnya hasan.

Status/Kualitas Hadits:

Imam adz-Dzahabi berkata dalam komentar beliau terhadap al-Mustadrak, Shahih menurut syarat
Imam Muslim. Syekh al-Albani berkata, Hadits hasan shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud,
juz.10, hal. 96, no. 4596). Syekh Syuaib al-Arnauth berkata, Sanadnya hasan. Dan Syekh Husein
Salid Asad berkata dalam tahqiq beliau terhadap Musnad Abi Yala, Sanadnya hasan.

Shalat Isyraq


: ] [


Abdullah bin Muawiyah al-Jumahi al-Bashri meriwayatkan kepada kami: Abdul Aziz bin
Muslim meriwayatkan kepada kami: Abu Zhilal meriwayatkan kepada kami: Dari Anas [bin
Malik], ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh
berjamaah, kemudian ia duduk (berzikir) mengingat Allah hingga terbit matahari. Kemudian
ia shalat dua rakaat. Maka ia mendapat balasan seperti balasan haji dan umrah.

Hadits ini terdapat dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, juz. 2, hal. 481, no. 586.

Menurut Syekh Nashiruddin al-Albani hadits ini adalah hadits Hasan (as-Silsilah ash-
Shahihah, juz. 9, hal. 189, no. 3403).

Dua rakaat setelah terbit matahari tersebut disebut dengan shalat al-Isyraq, karena
dilaksanakan beberapa saat setelah terbitnya matahari.

Dalam Fatawa ar-Ramli (juz. 2, hal. 46) disebutkan bahwa shalat Isyraq adalah shalat
Dhuha.

Dalam Majmu Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin (juz. 14, hal. 211) disebutkan bahwa
shalat Isyraq sama dengan shalat Dhuha, hanya saja waktu pelaksanaannya lebih awal
daripada shalat Dhuha, yaitu kira-kira lima belas menit setelah terbitnya matahari.
Diterjemahkan Oleh:

H. Abdussomad, Lc., MA.

somadku@yahoo.com

Nama Anak Hasil Perbuatan Zina.

:
1424 01 :
:

:

:


. .
. :
Terjemah:

Judul Fatwa: Nama Anak Zina.

Tanggal: 01 Dzulqadah 1424H.

Pertanyaan:

Anak zina tidak dinisbatkan kepada bapaknya, bagaimana interaksinya di tengah masyarakat karena anak zina
tersebut tidak memiliki surat-surat keterangan identitas?

Fatwa:

Alhandulillah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan shahabatnya.

Amma badu, anak zina tidak dinisbatkan kepada bapaknya (yang melakukan perbuatan zina), karena orang
tersebut bukan bapaknya menurut syariat Islam. Akan tetapi dapat dinisbatkan kepada nama yang menunjukkan
kepada hamba Allah, misalnya Abdullah bin Abdurrahman. Kemudian didaftarkan dengan nama tersebut dalam
surat-surat resmi seperti akte kelahiran, ijazah sekolah dan lainnya. Wallahu alam.

Mufti: Pusat Fatwa asy-Syabakah al-Islamiyah.

Pengawas: DR. Abdullah al-Faqih.


Membunuh Dua Binatang Hitam Dalam Shalat.




:




{

: }
Artinya:

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, Bunuhlah dua yang hitam dalam shalat; ular dan
kalajengking.

Disebutkan dalam kitab: Sunan Abi Daud, 1/305 (Dar al-Fikr, Beirut), Sunan at-Tirmidzi, 2/232 (Dar Ihya at-
Turats al-Arabi, Beirut), Sunan an-Nasai, 1/189 (Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut) dan Sunan Ibnu Majah, 1/394
(Dar al-Fikr, Beirut)., dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban dan Syekh al-Albani.

Zakat Untuk Pembangunan Masjid.

(Fatwa-Fatwa Al-Azhar: juz.1, hal.139).

.
(Boleh menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid).

: .
).(Mufti: Syekh Abdul Majid Salim

1363 - 1944
(Muharram 1363H Januari 1944M).

:
(Dasar: Boleh menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid. Dengan membayarkan zakat tersebut,
maka kewajiban membayar zakat telah gugur dari diri Muzakki).


}
{ } {
)


(


.



} {
.




;Kesimpulan: pendapat yang kuat menurut kami adalah pendapat sebagian Fuqaha kaum muslimin
boleh hukumnya menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid dan sejenisnya. Jika seorang muzakki
telah menyalurkan zakat yang wajib ia bayarkan untuk pembangunan masjid, maka gugurlah
kewajiban membayar zakat dari dirinya dan ia mendapatkan balasan pahala atas apa yang telah ia
lakukan. Wallahu alam.

: 9 212
(Fatwa-Fatwa Al-Azhar: juz.9, hal.212).

.
)(Zakat: Fi Sabilillah

: .
)(Mufti: Syekh Athiyyah Shaqar

1997
)(Mei 1997M



" " .
} :

{ 60 :
:

.

) ( . " "
.

" 2
. " 85




) ( .


.

.

" "
: :

.

.

" "


. " "
"
".

" " "


" .
" " : .

.




(Berdasarkan pendapat ini, maka boleh hukumnya menyalurkan bagian dari zakat untuk pembangunan
masjid, lembaga-lembaga pendidikan, madrasah tempat menghafal Al-Quran, tempat-tempat
pengungsi, untuk penyebaran pengetahuan agama Islam dan semua aktifitas yang mengagungkan
Islam dan memperkokoh kekuatan kaum muslimin, serta untuk menolak kekuatan penjajahan dan
kekuasaan, bagaimanapun bentuknya).

.3/303 :
(Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, DR.Wahbah Az-Zuhaili: 3/303).


(Keempat: apakah zakat boleh disalurkan kepada selain yang disebutkan dalam ashnaf?).

) (1



} : { ] [60/9:

.

.

.
: . :
.
(Akan tetapi Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai menafsirkan Fi Sabilillah sebagai semua
perbuatan baik yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka termasuk di dalamnya semua
usaha untuk ketaatan kepada Allah SWT dan jalan kebaikan, jika memang dibutuhkan. Karena Fi
Sabilillah itu bersifat umum dalam semua kepemilikan, artinya mencakup pembangunan masjid dan
sejenisnya. Sebagian ulama mazhab Hanafi menafsirkan Sabilillah dengan menuntut ilmu, meskipun
pelajar yang menuntut ilmu itu adalah seorang yang mampu. Imam Anas dan Al-Hasan berkata,
Zakat yang diberikan untuk pembangunan jembatan-jembatan dan jalan-jalan, maka itu adalah zakat
yang terlaksana. Imam Malik berkata, Makna Sabilillah itu banyak. Akan tetapi aku tidak
mengetahui adanya perbedaan bahwa yang dimaksud dengan Fi Sabilillah disini adalah perang.

__________

) (1 85 83 81/2 : 45/2 : 497/1 :


173 170/1 : 667/2 : : 111
.957/2 :
Diterjemahkan Oleh:

H. Abdul Somad, Lc.,MA.

Baca al-Quran di Kuburan.


:
. :

. :

. :

: :
.

. :

.( 17 )

Diriwayatkan dari Ali bin Musa al-Haddd, ia berkata, Saya bersama Imam Ahmad bin Hanbal dan
Muhammad bin Qudmah al-Jauhari pada suatu penyelenggaraan jenazah. Ketika mayat dikebumikan,
seorang laki-laki buta membaca al-Quran di sisi kubur. Imam Ahmad berkata kepadanya, Wahai
kamu, sesungguhnya membaca al-Quran di kubur itu bidah!. Ketika kami keluar dari pemakaman,
Muhammad bin Qudmah berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, Wahai Abu Abdillah, apa
pendapatmu tentang Mubasysyir al-Halabi?.

Imam Ahmad menjawab, Ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya).

Muhammad bin Qudamah bertanya lagi, Apakah engkau pernah menulis hadits darinya?.

Imam Ahmad menjawab, Ya.

Muhammad bin Qudmah berkata, Mubasysyir memberitahukan kepadaku, ia riwayatkan dari


Abdurrahman bin al-Al bin al-Hajjj, dari Bapaknya, bahwa ia berwasiat, apabila ia dimakamkan,
agar dibacakan awal dan akhir surat al-Baqarah pada bagian kepalanya. Ia berkata, Aku mendengar
Ibnu Umar berwasiat seperti itu.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, Kembalilah, katakanlah kepada laki-laki (buta yang membaca al-
Quran) itu agar melanjutkan bacaan (al-Quran)nya.

(Ar-Rh, Ibnu al-Qayyim, halaman: 17, cet. Dar Abi Bakr ash-Shiddq, al-Iskandariyah, tanpa tahun).

Shalat Dua Rakaat Sebelum Maghrib.

Shalat Dua Rakaat Sebelum Maghrib

Mufti : Syekh Athiyyah Shaqar (Ketua Majlis Fatwa Al-Azhar Mesir).

Dasar : Al-Quran dan Sunnah.

Pertanyaan : Adakah dua rakaat shalat sunnat Qabliyah maghrib?

Jawaban :

Ada beberapa hadits yang bersifat umum yang mengandung makna bahwa shalat sunnat dua rakaat
Qabliyah Maghrib itu disyariatkan, juga ada beberapa hadits yang bersifat khusus yang menyatakan
bahwa shalat sunnat dua rakaat Qabliyah Maghrib itu disyariatkan.
Diantara hadits-hadits yang bersifat umum tersebut adalah:

- Hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim, Diantara adzan dan iqamat itu ada
shalat (Qabliyah), bagi yang mau melaksanakannya.

- Hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, Setiap shalat fardhu itu
didahului shalat (Qabliyah) dua rakaat.

Diantara hadits-hadits yang bersifat khusus:

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim bahwa para shahabat nabi melaksanakan
shalat dua rakaat sebelum Maghrib sebelum Rasulullah SAW keluar rumah menemui mereka. Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Daud, Anas berkata, Rasulullah SAW melihat
kami, beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami. Uqbah berkata, Kami
melaksanakannya pada masa Rasulullah SAW, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al-
Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Ahmad dan Abu
Daud, Shalatlah kamu dua rakaat sebelum Maghrib, bagi yang mau melaksanakannya.

Dari beberapa dalil diatas dapat disimpulkan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu
disyariatkan berdasarkan ucapan dan Iqrar (ketetapan) Rasulullah SAW. Bahwa Rasulullah SAW tidak
melaksanakannya, itu tidak menafikan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan untuk
dilaksanakannya. Shalat dua rakaat sebelum Maghrib disyariatkan berdasarkan perbuatan Rasulullah
SAW, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban.

Sebagian ulama ahli Fiqh tidak menganggap shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu
dianjurkan, berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar bahwa beliau tidak pernah melihat ada
shahabat nabi yang melaksanakannya. Akan tetapi riwayat yang menetapkan bahwa shalat dua rakaat
sebelum Maghrib itu ada adalah riwayat Anas. Riwayat Anas ini lebih didahulukan daripada riwayat
Ibnu Umar yang menafikannya. Disamping itu terdapat beberapa hadits lain sebagaimana yang telah
disebutkan diatas. Tidak ada hadits yang menghapuskan hukumnya, oleh sebab itu tetap dijadikan
dasar hukum pelaksanaannya. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa shalat dua rakaat sebelum
Maghrib itu menyebabkan terlambat melaksanakan shalat Maghrib, pendapat ini ditolak, karena
Rasulullah SAW memerintahkan agar melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib, juga
berdasarkan iqrar (ketetapan) Rasulullah SAW. Lagi pula waktu untuk melaksanakan shalat dua rakaat
sebelum Maghrib itu singkat, tidak menyebabkan pelaksanaan shalat Maghrib tertunda dari awal
waktunya. (Nail al-Authar, Imam Asy-Syaukani, juz. 2, hal. 8).

Disebutkan dalam kitab Al-Mawahib Al-Ladunniyyah karya Imam Al-Qasthallani, juz. 2, hal.
272-273. Shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan menurut Imam Ahmad, Ishaq bin
Rahawaih dan para ulama ahli hadits. Diriwayatkan dari Khulafa Rasyidin yang empat dan dari
sekelompok shahabat nabi bahwa mereka tidak melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib,
yang meriwayatkan riwayat ini adalah Muhammad bin Nashr dan lainnya dari jalur riwayat Ibrahim
An-Nakhai dari mereka, riwayat ini terputus, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Az-Zarqani
pensyarah kitab Al-Mawahib. Sebagian ulama Mazhab Maliki menyatakan bahwa shalat dua rakaat
sebelum Maghrib telah mansukh, akan tetapi pendapat ini ditolak karena pendapat yang menyatakan
mansukh tidak berdasarkan dalil.

Dari Said bin Al-Musayyib, ia berkata, Merupakan kebenaran bagi setiap mukmin, apabila
muazin telah mengumandangkan adzan, maka melaksanakan shalat dua rakaat. Imam Al-Qasthallani
menyambung pendapat Said bin Al-Musayyib, Diriwayatkan pendapat lain dari Imam Malik bahwa
beliau menyatakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan untuk dilaksanakan. Menurut
pendapat dari kalangan ulama Mazhab Syafii ada satu pendapat yang dikuatkan oleh Imam Nawawi
dan ulama yang mengikutinya. Imam Nawawi berkata dalam kitab Syarh Muslim, Semua dalil
menunjukkan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan. Al-Muhibb Ath-Thabari
berkata, Tidak ada dalil yang menafikan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan,
karena tidak mungkin Rasulullah SAW memerintahkan sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan hadits
ini adalah dalil pertama yang menyatakan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu sunnat untuk
dilaksanakan.

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas, Kami di Madinah, apabila muadzin


mengumandangkan adzan shalat Maghrib, maka kaum muslimin segera mendekat ke tiang masjid,
mereka melaksanakan shalat dua rakaat, hingga ada seorang musafir yang memasuki masjid, ia
menyangka bahwa shalat Maghrib telah dilaksanakan, karena banyaknya kaum muslimin yang
melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu.

Akhirnya, saya mengharapkan kepada kaum muslimin agar tidak mengobarkan fitnah
disebabkan fanatisme terhadap masalah-masalah khilafiyah yang bersifat furu. Siapa yang mau
melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib, silahkan untuk melaksanakannya, dan bagi mereka
yang tidak mau melaksanakannya saya harap jangan terlalu tergesa-gesa menghukum terhadap sesuatu
sebelum mengkajinya secara mendalam dan mengetahui pendapat para ulama tentang masalah
tersebut. Agar seruan yang diserukan itu berdasarkan hikmah dan suri tauladan yang baik.

Diterjemahkan Oleh:

H. Abdul Somad, Lc., MA.

Teks Asli:

: . 1997

- : - -
.

- :
.


.

:

:
.



.

.


) . 2 .(8

) 2 272
( 273





.

:
.
:
:
:

.

:


.


.


.

BAB SHOLAT

?Pertanyaan 1: Apakah shalat itu


]doa untuk kebaikan. [ ] doa atau[ Jawaban: Shalat menurut bahasa adalah:
. [ Sedangkan menurut istilah syariat Islam adalah:
] Ucapan dan perbuatan khusus, diawali dengan Takbir dan ditutup dengan Salam1.
?Pertanyaan 2: Apakah dalil yang mewajibkan shalat
Jawaban:
Dari al-Quran:













Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
(Qs. al-Bayyinah [98]: 5).
Ayat:

..., maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong. (Qs. Al-Hajj [22]: 78).
Dan banyak ayat-ayat lainnya.
Dalil hadits Rasulullah Saw:
- -
.

Dari Abdullah bin Umar, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Agama Islam itu
dibangun atas lima perkara: agar mentauhidkan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan puasa Ramadhan dan melaksanakan ibadah haji. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim). 1 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-
Islamy wa Adillatuhu: 1/572.

Dan hadits-hadits lainnya.


Pertanyaan 3: Bilakah Shalat diwajibkan?
Jawaban:
Shalat diwajibkan lima waktu sehari semalam sejak peristiwa Isra dan Muraj Rasulullah
Saw berdasarkan hadits: - -







.
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Shalat diwajibkan kepada Rasulullah Saw pada malam
ia di-Isra-kan, shalat itu ada lima puluh, kemudian dikurangi hingga dijadikan lima,
kemudian Rasulullah Saw dipanggil: Wahai Muhammad, sesungguhnya kata yang ada
pada-Ku tidak diganti, sesungguhnya untukmu dengan lima shalat ini ada lima puluh.
(HR. At-Tirmidzi, Imam at-Tirmidzi berkata: Hadits Hasan Shahih).
Pertanyaan 4: Bilakah seorang muslim mulai diperintahkan melaksanakan shalat?
Jawaban:
Seorang muslim wajib melaksanakan shalat ketika ia telah baligh dan berakal, akan
tetapi sejak dini telah diperintahkan sebagai proses belajar dan latihan, sebagaimana
hadits:





Perintahkanlah anak-anak kamu agar melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh
tahun. Pukullah mereka ketika mereka berumur sepuluh tahun. Pisahkan tempat tidur
mereka. (HR. Abu Daud).
Pertanyaan 5: Apakah shalat mesti dilaksanakan secara berjamaah?
Jawaban:
Ya, berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Allah berfirman:
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka. (Qs. An-Nisa *4+: 102).
Allah tetap memerintahkan shalat berjamaah ketika saat berperang jihad fi sabilillah,
jika ketika berperang tidak menggugurkan shalat berjamaah maka tentunya pada saat
aman lebih utama. Andai shalat berjamaah itu bukan suatu tuntutan, pastilah diberikan
keringanan saat kondisi genting.
Rasulullah Saw mendidik para shahabat untuk shalat berjamaah secara bertahap,
diawali dengan memberikan motifasi: -


-
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Shalat berjamaah
lebih utama daripada shalat sendiri 27 tingkatan. (HR. Al-Bukhari).
Kemudian dilanjutkan dengan inspeksi, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
- -

. . . .







. Dari Ubai bin Kaab, ia berkata: Suatu hari Rasulullah Saw melaksanakan
shalat Shubuh bersama kami. Rasulullah Saw bertanya: Apakah si fulan ikut shalat
berjamaah?. Mereka menjawab: Tidak. Rasulullah Saw bertanya: Apakah si fulan ikut
shalat berjamaah?. Mereka menjawab: Tidak. Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya dua shalat ini lebih berat bagi orang-orang munafik. Andai kamu
mengetahui apa yang ada dalam dua shalat ini, pastilah kamu menghadirinya walaupun
kamu merangkak dengan lutut. Sesungguhnya shaf pertama seperti shafnya para
malaikat. Andai kamu mengetahui keutamaannya, maka kamu akan segera
menghadirinya. Sesungguhnya shalat satu orang bersama satu orang lebih baik
daripada shalat sendirian. Shalat satu orang bersama dua orang lebih baik daripada
shalat satu orang bersama satu orang. Lebih banyak maka lebih dicintai Allah. (HR. Abu
Daud).
Selanjutkan Rasulullah Saw memberikan ancaman bagi mereka yang menyepelekan
shalat berjamaah: - -


.


. Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw kehilangan beberapa
orang pada sebagian shalat, maka Rasulullah Saw bersabda: Aku ingin memerintahkan
seseorang memimpin shalat berjamaah, kemudian aku menentang orang-orang yang
meninggalkan shalat berjamaah, aku perintahkan agar rumah mereka dibakar dengan
ikatan-ikatan kayu bakar. Andai salah seorang dari mereka mengetahui

bahwa ia akan mendapati tulang yang gemuk (daging), pastilah ia akan menghadirinya.
Yang dimaksud Rasulullah Saw adalah shalat Isya. (HR. Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan:

- -
.
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Hendaklah mereka berhenti meninggalkan shalat berjamaah atau aku akan membakar
rumah mereka. (HR. Ibnu Majah).
Pertanyaan 6: Apa saja keutamaan shalat berjamaah itu?
Jawaban:
Banyak keutamaan shalat berjamaah menurut Sunnah Rasulullah Saw, berikut ini
beberapa keutamaan tersebut:
1. Lipat ganda amal. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis:
: - -

.
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Shalat berjamaah lebih baik
daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh tingkatan. (HR. Muslim). 2. Allah
Swt menjaga orang yang melaksanakan shalat berjamaah dari setan. Rasulullah Saw
bersabda:

Sesungguhnya setan itu bagi manusia seperti srigala
bagi kambing, srigala menangkap kambing yang memisahkan diri dari gerombolannya
dan kambing yang menyendiri. Maka janganlah kamu memisahkan diri dari jamaah,
hendaklah kamu berjamaah, bersama orang banyak dan senantiasa memakmurkan
masjid. (HR. Ahmad bin Hanbal). Dalam hadis riwayat Abu ad-Darda disebutkan:


Ada tiga orang yang berada di suatu kampung atau
perkampungan badui, tidak dilaksanakan shalat berjamaah, maka sungguh setan telah
menguasai mereka. Maka laksanakan shalat berjamaah, karena sesungguhnya srigala
hanya memakan kambing yang memisahkan diri dari jamaah. (HR. Abu Daud). 3.
Keutamaan shalat berjamaah semakin bertambah dengan banyaknya jumlah orang yang
shalat. Berdasarkan hadits dari Ubai bin Kaab. Rasulullah Saw bersabda:


11

Sesungguhnya shalat seseorang dengan satu orang lebih utama daripada shalat
sendirian. Shalat seseorang bersama dua orang lebih utama daripada shalatnya
bersama satu orang. Jika lebih banyak, maka lebih dicintai Allah Swt. (HR. Abu Daud). 4.
Dijauhkan dari azab neraka dan dijauhkan dari sifat munafik, bagi orang yang
melaksanakan shalat selama empat puluh hari secara berjamaah tanpa ketinggalan
takbiratul ihram bersama imam. Berdasarkan hadits Anas bin Malik. Rasulullah Saw
bersabda:

Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah Swt selama
empat puluh hari berjamaah, ia mendapatkan takbiratul ihram. Maka dituliskan baginya
dijauhkan dari dua perkara; dari neraka dan dijauhkan dari kemunafikan. (HR. At-
Tirmidzi). Dalam hadis ini terdapat keutamaan ikhlas dalam shalat, karena Rasulullah
Saw mengatakan: Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah Swt. Artinya tulus
ikhlas hanya karena Allah Swt semata. Makna dijauhkan dari kemunafikan dan azab
neraka adalah: dilepaskan dan diselamatkan dari kedua perkara tersebut. Dijauhkan dari
kemunafikan, artinya: selama di dunia ia diberi jaminan tidak melakukan perbuatan
orang munafik dan selalu diberi taufiq oleh Allah Swt untuk selalu berbuat ikhlas karena
Allah Swt. Maka di akhirat kelak ia diberi jaminan dari azab yang menimpa orang
munafik. Rasulullah Saw memberi kesaksian bahwa ia bukan orang munafik, karena sifat
orang munafik merasa berat ketika akan melaksanakan shalat. 5. Siapa yang
melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka ia berada dalam lindungan Allah Swt
hingga petang hari, berdasarkan hadis riwayat Jundub bin Abdillah. Rasulullah Saw
bersabda: Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh
berjamaah, maka ia berada dalam lindungan Allah Swt. (HR. Muslim). 6. Mendapatkan
balasan pahala seperti haji dan umrah. Berdasarkan hadis riwayat Anas bin Malik.
Rasulullah Saw bersabda:
- - .
. Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, kemudian ia duduk berzikir
hingga terbit matahari, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat. Maka ia
mendapatkan balasan pahala seperti haji dan umrah. Kemudian Rasulullah Saw
mengatakan, Sempurna, sempurna, sempurna. (HR. At-Tirmidzi). 7. Balasan shalat
Isya dan shalat Shubuh berjamaah. Berdasarkan hadis riwayat Utsman bin Affan.
Rasulullah Saw bersabda:
Siapa yang melaksanakan shalat Isya berjamaah, maka
seakan-akan ia telah melaksanakan Qiyamullail setengah malam. Siapa yang
melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka seakan-akan ia telah melaksanakan
Qiyamullail sepanjang malam. (HR. Muslim).

12
8. Malaikat berkumpul pada shalat Shubuh dan shalat Ashar. Berdasarkan hadis riwayat
Abu Hurairah. Rasulullah Saw bersabda:






Malaikat malam dan malaikat siang
saling bergantian, mereka berkumpul pada shalat Shubuh dan shalat Ashar. Kemudian
yang bertugas di waktu malam naik, Allah Swt bertanya kepada mereka, Allah Swt Maha
Mengetahui, Bagaimanakah kamu meninggalkan hamba-hambaKu?. Mereka
menjawab, Kami tinggalkan mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat dan
kami datang kepada mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat. (HR. Al-
Bukhari dan Muslim). 9. Allah Swt mengagumi shalat berjamaah karena kecintaan-Nya
kepada orang-orang yang melaksanakan shalat berjamaah.
Sesungguhnya Allah Swt mengagumi shalat yang dilaksanakan secara
berjamaah. (HR. Ahmad bin Hanbal). 10. Menanti shalat berjamaah. Menurut hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
.
Seorang hamba yang melaksanakan shalat, kemudian ia tetap berada di tempat
shalatnya menantikan pelaksanaan shalat, maka malaikat berkata: Ya Allah, ampunilah
ia, curahkanlah rahmat-Mu kepadanya. Hingga ia beranjak atau berhadas. (HR. Muslim).
11. Keutamaan shaf pertama. Berdasarkan hadis riwayat Abu Hurairah. Rasulullah Saw
bersabda:
Andai manusia mengetahui apa yang ada dalam seruan azan dan shaf pertama,
kemudian mereka tidak mendapatkannya melainkan dengan diundi, pastilah mereka
akan melakukan undian. (HR. Al-Bukhari). 12. Ampunan dan cinta Allah Swt bagi orang
yang ucapan amin yang ia ucapkan serentak dengan ucapan amin yang diucapkan
malaikat. Berdasarkan hadits Abu Hurairah. Rasulullah Saw bersabda:
Apabila imam
mengucapkan Amin, maka ucapkanlah Amin. Sesungguhnya siapa yang ucapannya
sesuai dengan ucapan Amin yang diucapkan malaikat, maka Allah mengampuni
dosanya yang telah lalu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 13. Andai manusia mengetahui
apa yang ada di balik shalat berjamaah, pastilah mereka akan datang walaupun
merangkak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

13

- -


.
Dari Abu Hurairah,
sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Andai manusia mengetahui apa yang ada
dalam seruan azan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan cara
melainkan diundi, mereka pasti akan melakukan undian. Andai mereka mengetahui apa
yang ada di dalam Takbiratul-Ihram, pastilah mereka akan berlomba untuk
mendapatkannya. Andai mereka mengetahui apa yang ada dalam shalat Isya dan shalat
Shubuh pastilah mereka akan datang meskipun merangkak. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Pertanyaan 7: Apakah hukum perempuan shalat berjamaah ke masjid? Jawaban: Ada dua
hadits yang berbeda, Hadits Pertama:

- -

. Dari Abdullah, dari Rasulullah Saw, beliau
bersabda: Shalat perempuan di dalam Bait lebih baik daripada shalatnya di dalam Hujr.
Shalat perempuan di dalam Makhda lebih baik daripada shalatnya di dalam Bait. (HR.
Abu Daud). Hadits ini menunjukkan makna bahwa perempuan lebih baik shalat di
tempat yang jauh dari keramaian.
Hadits Kedua:
- - Dari
.
Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Janganlah kamu melarang
hamba Allah yang perempuan ke rumah-rumah Allah (masjid). (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Pendapat Imam an-Nawawi: ( ) )
(

Jika tidak menimbulkan fitnah, perempuan tersebut tidak memakai wangi-wangian (yang
membangkitkan nafsu). Rasulullah Saw bersabda: Janganlah kamu larang hamba Allah
yang perempuan ke rumah-rumah Allah (masjid). Hadit ini ini dan yang semakna
dengannya jelas bahwa perempuan tidak dilarang ke masjid, akan tetapi dengan syarat-
syarat yang disebutkan para ulama dari hadits-hadits, yaitu: tidak memakai wangi-
wangian (yang membangkitkan nafsu), tidak berhias (berlebihan), tidak

14

memakai gelang kaki yang diperdengarkan suaranya, tidak memakai pakaian terlalu
mewah, tidak bercampur aduk dengan laki-laki dan tidak muda belia2.
Pendapat Syekh Yusuf al-Qaradhawi: Kehidupan moderen telah membuka banyak pintu
bagi perempuan. Perempuan bisa keluar rumah ke sekolah, kampus, pasar dan lainnya.
Akan tetapi tetap dilarang untuk pergi ke tempat yang paling baik dan paling utama
yaitu masjid. Saya menyerukan tanpa rasa sungkan, Berikanlah kesempatan kepada
perempuan di rumah Allah Swt, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan,
mendengarkan nasihat dan mendalami agama Islam. Boleh memberikan kesempatan
bagi mereka selama tidak dalam perbuatan maksiat dan sesuatu yang meragukan.
Selama kaum perempuan keluar rumah dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya
dan jauh dari fenomena Tabarruj (bersolek ala Jahiliah) yang dimurkai Allah Swt.
Walhamdu lillah Rabbilalamin3.
Pertanyaan 8: Bagaimanakah cara meluruskan shaf? Jawaban:
. - -
. Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau
bersabda: Luruskanlah shaf (barisan) kamu, sesungguhnya aku melihat kamu dari
belakang pundakku. Salah seorang kami merapatkan bahunya dengan bahu
sahabatnya, kakinya dengan kaki sahabatnya. (HR. al-Bukhari). Rapat dan putusnya
shaf bukan hanya sekedar barisan shalat, akan tetapi kaitannya dengan hubungan
kepada Allah Swt, karena Rasulullah Saw bersabda:
Siapa yang menyambung shaf, maka Allah Swt menyambung
hubungan dengannya dan siapa yang memutuskan Shaff, maka Allah memutuskan
hubungan dengannya. (HR. Abu Daud, an-Nasai, Ahmad dan al-Hakim). Shaf juga
berkaitan dengan hati orang-orang yang akan melaksanakan shalat, Rasulullah Saw
bersabda: - -
.
. Dari al-Barra bin Azib, ia berkata:
Rasulullah Saw memeriksa celah-celah shaf dari satu sisi ke sisi lain, Rasulullah Saw
mengusap dada dan bahu kami seraya berkata: Jangan sampai tidak lurus,
menyebabkan hati kamu berselisih. Kemudian Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat untuk shaf-shaf terdepan. (HR.
Abu Daud). Makna shalawat dari Allah Swt adalah limpahan rahmat dan ridha-Nya.
Makna shalawat dari malaikat adalah permohonan ampunan.
2 Imam an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ala Shahih
Muslim: 4/161. 3 Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Muashirah, 1/318.

15

Pertanyaan 9: Bagaimanakah posisi Shaf anak kecil? Jawaban:


- -
.
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Saya shalat bersama seorang anak yatim di rumah
kami, kami di belakang Rasulullah Saw, ibu saya Ummu Sulaim di belakang kami. (HR.
al-Bukhari dan Muslim). Komentar al-Hafizh Ibnu Hajar tentang pelajaran yang dapat
diambil dari hadits ini:
Anak kecil bersama lelaki baligh
berada satu shaf. Perempuan berada di belakang shaf laki-laki. Perempuan berdiri sati
shaf sendirian, jika tidak ada perempuan lain bersamanya4. Akan tetapi, jika
dikhawatirkan anak kecil tersebut tidak suci, maka diposisikan pada shaf di belakang
lelaki baligh:

. . Sebaiknya shaf anak-anak
diposisikan di belakang shaf lelaki yang telah baligh, akan tetapi jika dikhawatirkan
mereka mengganggu orang yang shalat atau shaf lelaki baligh tidak sempurna, maka
anak-anak itu satu shaf dengan shaf lelaki baligh, itu tidak memutuskan shaf jika mereka
telah mumayyiz dan suci, kemungkinan mereka tidak suci sangat jauh, imam mesti
mengingatkan anak-anak tentang kesucian, shalat dan adab yang mesti dijaga di dalam
masjid, wallahu alam5.
Pertanyaan 10: Apakah hukum shalat orang yang tidak berniat?
Jawaban:
Tidak sah, karena semua amal mesti diawali dengan niat, sesuai sabda Rasulullah Saw

yang diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab:

Sesungguhnya amal-amal itu hanya dengan niat, seseorang akan mendapatkan sesuai
dengan niatnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pertanyaan 11: Apakah hukum melafazkan niat?
4 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari:
2/91. 5 Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyyah: 5/5423.

16

Jawaban:
Syekh Abu Bakar al-Jazairi menyebutkan dalam al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arbaah:

: )
:
( : Sesungguhnya yang dianggap dalam niat
itu adalah hati, ucapan lidah bukanlah niat, akan tetapi membantu untuk mengingatkan
hati, kekeliruan pada lidah tidak memudharatkan selama niat hati itu benar, hukum ini
disepakati kalangan Mazhab SyafiI dan Mazhab Hanbali. Sedangkan menurut Mazhab
Maliki dan Hanbali -lihat menurut kedua Mazhab ini pada footnote-:
Mazhab Maliki dan Hanafi: Melafazkan niat tidak disyariatkan dalam shalat, kecuali jika
orang yang shalat itu was-was.
Mazhab Maliki: Melafazkan niat itu bertentangan dengan yang lebih utama bagi orang
yang tidak waswas, dianjurkan melafazkan niat bagi orang yang was-was.
Mazhab Hanafi: Melafazkan niat itu bidah, dianggap baik untuk menolak was-was6.
Pertanyaan 12: Bilakah waktu berniat?
Jawaban:
:
:
Tiga mazhab sepakat, yaitu Mazhab Maliki, Hanafi dan Hanbali bahwa sah hukumnya jika
niat mendahului Takbiratul-Ihram dalam waktu yang singat.
Berbeda dengan Mazhab SyafiI, mereka berpendapat: niat mesti beriringan dengan
Takbiratu-Ihram, jika ada bagian dari Takbiratul-Ihram yang kosong dari niat, maka shalat
itu batal7.
Pertanyaan 13: Apakah batasan mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul-Ihram?
6 Syekh Abu Bakar al-Jazairi, al-Fiqh ala al-
Madzahib al-Arbaah, juz.1, hal.231. 7 Syekh Abu Bakar al-Jazairi, al-Fiqh ala al-
Madzahib al-Arbaah, juz.1, hal.237.

17

Jawaban:
Ada dua batasan menurut Sunnah;
Pertama: Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan daun telinga, berdasarkan
hadits: - -



. .

Dari Malik bin al-Huwairit Apabila Rasulullah Saw bertakbir, ia mengangkat kedua
tangannya hingga sejajar dengan telinganya,
Ketika ruku Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua
telinganya,
Ketika bangkit dari ruku Rasulullah Saw mengucapkan: samiallahu liman hamidahu
(Allah mendengar orang yang memuji-Nya) beliau melakukan seperti itu (mengangkat
tangan hingga sejajar dengan telinga). (HR. Muslim).
Kedua: Mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu, berdasarkan hadits:

- -

Sesungguhnya Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya


keika ia membuka (mengawali) shalat. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pertanyaan 14: Berapa posisi mengangkat kedua tangan dalam shalat?
Jawaban:
Mengangkat kedua tangan pada empat posisi:
1. Ketika Takbiratul Ihram.
2. Ketika akan ruku.
3. Ketika bangun dari ruku.
4. Ketika bangun dari Tasyahud Awal.
Berdasarkan hadits:

.

18

Dari Nafi, sesungguhnya apabila Ibnu Umar memulai shalat, ia bertakbir dan
mengangkat kedua tangannya. Ketika ruku ia mengangkat kedua tangannya. Ketika ia
mengucapkan ( ) Allah mendengar siapa yang memuji-Nya, ia
mengangkat kedua tangannya. Ketika bangun dari dua rakaat (Tasyahhud Awal), ia
mengangkat kedua tangannya. (HR. al-Bukhari).
Pertanyaan 15: Bagaimanakah letak tangan dan jari jemari?
Jawaban:
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri berdasarkan hadits yang diriwayatkan Sahl
bin Saad:
Manusia diperintahkan agar laki-laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika
shalat. (HR. alBukhari).
Adapun posisi jari-jemari, berikut pendapat beberapa mazhab: :

Mazhab Hanbali dan Syafii: Meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau
mendekatinya. . :
.
Mazhab Hanafi: Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, bagi
laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan. Sedangkan
bagi perempuan cukup meletakkan kedua tangan tersebut di atas dada (telapak tangan
kanan di atas punggung tangan kiri) tanpa melingkarkan (jari kelingking dan jempol),
karena cara ini lebih menutupi bagi perempuan. :

Mazhab Hanafi dan Hanbali: Meletakkan tangan di bawah pusar, berdasarkan hadits dari
Ali, ia berkata: Berdasarkan Sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, di
bawah pusar. (HR. Ahmad dan Abu Daud). :
:
.

19

Mazhab Syafii: Dianjurkan memposisikan kedua tangan tersebut di bawah dada di atas
pusar, miring ke kiri, karena hati berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan
berada pada anggota tubuh yang paling mulia, mengamalkan hadits Wail bin Hujr:
Saya melihat Rasulullah Saw shalat, ia meletakkan kedua tangannya di atas dadanya,
salah satu tangannya di atas yang lain. Didukung hadits lain riwayat Ibnu Khuzaimah
tentang meletakkan kedua tangan menurut cara ini. :
.
.
Mazhab Maliki: Dianjurkan melepaskan tangan (tidak bersedekap) dalam shalat, dengan
lentur, bukan dengan kuat, tidak pula mendorong orang yang berada di depan karena
akan menghilangkan khusyu. Boleh bersedekap dengan memposisikan tangan di atas
dada pada shalat Sunnat, karena boleh bersandar tanpa darurat. Makruh bersedekap
pada shalat wajib, karena orang yang bersedekap itu seperti seolah-olah ia bersandar,
jika seseorang melakukannya bukan untuk bersandar akan tetapi karena ingin mengikuti
sunnah, maka tidak makruh. Demikian juga jika ia melakukannya tidak dengan niat apa-
apa.
: : . Pendapat yang Rajih
(kuat) dan terpilih bagi saya (Syekh Wahbah az-Zuhaili) adalah pendapat jumhur
(mayoritas) ulama: meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, inilah yang disepakati.
Adapun hakikat Mazhab Maliki yang ditetapkan itu adalah untuk memerangi perbuatan
orang yang tidak mengikuti sunnah yaitu perbuatan mereka yang bersedekap untuk
tujuan bersandar, atau untuk memerangi keyakinan yang rusak yaitu prasangka orang
awam bahwa bersedekap itu hukumnya wajib8.
Pertanyaan 16: Apakah hukum membaca doa Iftitah?
Jawaban: : :
: .
( : ) :

:
8 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/62-63.

20
Mazhab Maliki: Makruh hukumnya membaca doa iftitah. Orang yang melaksanakan
shalat langsung bertakbir dan membaca al-Fatihah, berdasarkan riwayat Anas bin Malik,
ia berkata: Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar mengawali shalat dengan
Alhamdulillahi Rabbilalamin. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Jumhur Ulama: Sunnat hukumnya membaca doa Iftitah setelah Takbiratul-Ihram pada
rakaat pertama. Ini pendapat yang Rajih (kuat) menurut saya (Syekh Wahbah az-Zuhaili.
Bentuk doa Iftitah ini banyak. Doa pilihan menurut Mazhab Hanafi dan Hanbali adalah:




Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha
Tinggi keagunganMu, tiada tuhan selain Engkau. Berdasarkan riwayat Aisyah, ia
berkata: Rasulullah Saw ketika mengawali shalat, beliau membaca: Maha Suci Engkau
ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu,
tiada tuhan selain Engkau. (HR. Abu Daud dan adDaraquthni dari riwayat Anas. Abu
Daud, at-Tirmidzi, an-NasaI, Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Said. Muslim dalam
Shahih-nya: Umar membaca doa ini dengan cara jahar [Nail al-Authar: 2/195])9.
) :
(
Pendapat pilihan dalam Mazhab SyafiI adalah bentuk doa:




Aku hadapkan wajahku kepada Dia yang telah menciptakan langit dan bumi, aku
condong kepada kebenaran, berserah diri kepada-Nya, aku tidak termasuk orang-orang
musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya untuk Allah Rabb
semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan, aku
termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim). Berdasarkan riwayat dari Ahmad,
Muslim dan at-Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi, diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib10.
Pertanyaan 17: Adakah bacaan Iftitah yang lain?
Jawaban: 9 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-
Islamy wa Adillatuhu: 2/62-63. 10 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/65.

21

Riwayat Pertama:



Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan dosa-dosaku sebagaimana telah Engkau jauhkan
antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari dosa-dosa sebagaimana
disucikannya kain yang putih dari kotoran. Ya Allah basuhlah dosa-dosaku dengan air,
salju dan air yang sejuk. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Riwayat Kedua:

.









Aku hadapkan wajahku
kepada Dia yang telah menciptakan langit dan bumi, aku condong kepada kebenaran,
berserah diri kepada-Nya, aku tidak termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada
sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan, aku termasuk orang-orang yang
berserah diri (muslim). Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tidak ada tuhan selain Engkau.
Engkau adalah Tuhanku, aku adalah hamba-Mu, aku telah menzalimi diriku, aku
mengakui dosaku, ampunilah aku atas dosa-dosaku semuanya, sesungguhnya tidak ada
yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau, tunjukkan padaku kebaikan akhlaq, tidak
ada yang dapat menunjukkannya kecuali Engkau, alihkan dariku kejelekan prilaku, tidak
ada yang dapat mengalihkannya kecuali Engkau, aku sambut panggilan-Mu, semua
kebaikan berada dalam kedua tangan-Mu dan kejelekan tidak ada pada-Mu, aku
bersama-Mu dan kepada-Mu, Maha Suci Engkau, Maha Tinggi Engkau, aku memohon
ampun kepada-Mu dan aku kembali kepada-Mu. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, at-
Tirmidzi, an-NasaI, Ibnu Majah dan Ahmad).
Riwayat Ketiga:

22





Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha
Tinggi keagunganMu, tidak ada tuhan selain Engkau. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-
NasaI, Ibnu Majah dan Ahmad).
Riwayat Keempat:
- -


.
. - -
.
.
- - .
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Ketika kami shalat bersama Rasulullah, tiba-tiba
seorang laki-laki diantara banyak orang mengucapkan: Allah Maha Besar, segala puji
bagi-Nya pujian yang banyak, Maha Suci Allah pagi dan petang. Rasulullah Saw
bertanya: Siapakah orang yang mengucapkan kalimat anu dan anu. Seorang laki-laki
menjawab: Saya wahai Rasulullah. Rasulullah Saw berkata: Aku merasa takjub
dengan kalimat itu, dibukakan untuknya pintu-pintu langit. Umar berkata: Aku tidak
pernah meninggalkan kalimat-kalimat itu sejak aku mendengar Rasulullah Saw
mengatakan itu. (HR. Muslim).
Riwayat Kelima:

.
. - -


.
. . Dari Anas, ada
seorang laki-laki datang, ia masuk ke dalam barisan, nafasnya sesak (karena tergesa-
gesa, ia mengucapkan: Segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, baik dan penuh
keberkahan di dalamnya. Ketika Rasulullah Saw selesai melaksanakan shalat, beliau
bertanya: Siapakah diantara kamu yang mengucapkan kalimat tadi?. Orang banyak
terdiam. Rasulullah Saw berkata: Siapa diantara kamu yang mengucapkannya,
sesungguhnya ia tidak mengatakan yang jelek. Seorang laki-laki berkata: Saya datang,
nafas saya tersengal-sengal, lalu saya mengucapkannya. Rasulullah Saw berkata: Aku
telah melihat dua belas malaikat segera mendatanginya, berlomba ingin
mengangkatnya. (HR. Muslim).
Riwayat Keenam:

23

- -











Ya Allah, bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi. Bagi-Mu segala puji,
Engkau Pengatur langit dan bumi. Segala puji bagi-Mu, Engkau Pemilik langit dan bumi
beserta isinya. Engkau Maha Benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar, pertemuan
dengan-Mu benar, surga itu benar, neraka itu benar, hari kiamat itu benar. Ya Allah,
kepada-Mu aku berserah diri, dengan-Mu aku beriman, kepadaMu aku bertawakkal,
kepada-Mu aku kembali, dengan-Mu aku melawan orang-orang yang memusuhiMu,
kepada-Mu aku berhukum, ampunilah aku atas dosaku di masa lalu dan akan datang,
yang aku rahasiakan dan aku nyatakan, Engkaulah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Riwayat Ketujuh:
-
-






. Abu Salamah bin Abdirrahman bin Auf berkata: Saya bertanya kepada Aisyah
Ummul Muminin: Dengan apa Rasulullah Saw mengawali shalatnya pada sebagian
malam?. Aisyah menjawab: Apabila Rasulullah Saw bangun untuk Qiyamullail, beliau
mengawali shalatnya:
Ya Allah Rabb Jibrail, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui
alam yang ghaib dan yang tampak. Engkaulah yang menetapkan hukum diantara
hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Berikanlah hidayah kepadaku
tentang kebenaran yang dipertentangkan, dengan

24

izin-Mu, sesungguhnya Engkau memberikan hidayah pada orang-orang yang Engkau


kehendaki menuju jalan yang lurus. (HR. Muslim).
Pertanyaan 18:
Ketika akan membaca al-Fatihah dan Surah, apakah dianjurkan membaca Taawwudz
(Audzubillah)?
Jawaban:
Ulama tidak sepakat dalam masalah ini. : :
: .
( ) : : .
) () :
:
: ) : 2/196 :
) ( : ( .(
{ ]} : : 16/98[. Mazhab
Maliki: Makruh hukumnya membaca Taawwudz dan Basmalah sebelum al-Fatihah dan
Surah berdasarkan hadits Anas: Sesungguhnya Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar
mengawali shalat mereka dengan membaca alhamdulillahi rabbilalamin.
Mazhab Hanafi: Mengucapkan Taawwudz pada rakaat pertama saja.
Mazhab Syafii dan Hanbali: Dianjurkan membaca Taawwudz secara sirr pada awal
setiap rakaat sebelum membaca al-Fatihah, dengan mengucapkan: [ ]
(Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Dari Imam Ahmad, ia berkata: [
( ] Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan
Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk). Dalilnya adalah hadits riwayat Imam
Ahmad dan at-Tirmidzi dari Abu Said al-Khudri, dari Rasulullah Saw, ketika Rasulullah
Saw akan melaksanakan shalat, beliau mengawali dengan mengucapkan: [ ] (Aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Mengetahui dari setan yang
terkutuk, dari bisikannya, kesombongan dan sihirnya). Ibnu al-Mundzir berkata:
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa beliau mengawali bacaan dengan: [
( ] Aku berlindung kepada Allah dari

25

setan yang terkutuk)11. Kemudian beliau mengucapkan: [ ] dengan nama


Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dibaca sirr menurut Mazhab Hanafi dan Hanbali.
Dibaca Jahr menurut Mazhab SyafiI, mereka berdalil tentang disunnahkannya
Taawwudz berdasarkan firman Allah: Apabila kamu membaca Al-Quran hendaklah
kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (Qs. an-Nahl
[16]: 98)12.
Pertanyaan 19: Ketika membaca al-Fatihah, apakah Basmalah dibaca Jahr atau Sirr?
Jawaban:
Yang membaca Sirr berdalil dengan hadits:
- -
) (

. Dari Anas bin Malik, ia meriwayatkan: Saya shalat di belakang Rasulullah
Saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulai dengan Alhamdulillah
Rabbilalamin. Mereka tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim pada awal bacaan
dan di akhir bacaan. (HR. Muslim).
Akan tetapi dalil ini dijawab oleh para ulama yang mengatakan Basmalah dibaca jahr.
Pertama, hadits ini mengandung Illat, kalimat: [
. ] ( Mereka tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim pada awal
bacaan dan di akhir bacaan). Kalimat ini bukan ucapan Anas bin Malik, akan tetapi
ucapan tambahan dari periwayat yang memahami bahwa makna kalimat: [
)
+ (Mereka memulai dengan Alhamdulillah
Rabbilalamin), ia fahami membaca Alhamdulillahi Rabbilalamin tanpa Basmalah.
Padahal yang dimaksud Anas dengan kalimat: [ )
( ] Mereka memulai dengan Alhamdulillah Rabbilalamin).
Maka makna hadits di atas adalah: mereka memulai dengan surat Alhamdulillahi
Rabbilalamin. Bukan memulai dengan Alhamdulillahi Rabbilalamin. Ini didukung hadits:
[ } { } { : } { : ]
11 Imam asy-Syaukani, Nail al-Authar: 2/196 dan
setelahnya. 12 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/67.

26

Jika kamu membaca Alhamdulillah, maka bacalah: Bismillahirrahmanirrahim.


Sesungguhnya al-Fatihah itu adalah Ummul Quran, Ummul Kitab, as-Sabu al-Matsani
dan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayatnya.
Hadits ini dinyatakan shahih oleh Nashiruddin al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah
dan Shahih wa Dhaif al-Jami ash-Shaghir.
() : :

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Alhamdulillah Rabbilalamin itu
tujuh ayat, salah satunya adalah: Bismillahirrahmanirrahim. Dialah tujuh ayat yang
diulang-ulang, al-Quran yang Agung, Ummul Quran dan pembuka kitab (Fatihah al-
Kitab). Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Haitsami berkata: .
Diriwayatkan Imam ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Ausath, para periwayatnya adalah
Tsiqat (para periwayat yang terpercaya)13.
Maka makna ucapan Anas bin Malik:
) (

Mereka memulai dengan surat Alhamdulillahi Rabbilalamin.


Kedua, para ahli hadits menjadikan hadits riwayat Anas diatas sebagai contoh hadits
yang mengandung Illat pada matn, hadits yang mengandung Illat tidak dapat dijadikan
dalil.
Imam Ibnu ash-Shalah dan Imam Zainuddin memberikan contoh hadits riwayat Anas
tentang Bismillah, hadits tersebut adalah contoh Illat pada matn14.
Ketiga, riwayat Anas di atas bertentangan dengan riwayat lain yang juga diriwayatkan
Anas bin Malik: . - . -

13 Al-Hafizh al-Haitsami, Majma az-Zawaid wa
Manba al-Fawaid: 2/129. 14 Imam ash-Shanani, Taudhih al-Afkar li Maani Tanqih al-
Anzhar: 2/28.

27

Dari Qatadah, ia berkata: Anas bin Malik ditanya tentang bacaan Rasulullah Saw. Anas
menjawab: Menggunakan Madd. Kemudian ia membaca Bismillahirrahmanirrahim,
menggunakan madd pada Bismillah. Menggunakan madd pada ar-Rahman. Dan
menggunakan madd pada ar-Rahim. (HR. alBukhari).
Keempat, hadit riwayat Anas bin Malik terdapat perbedaan, antara yang menetapkan
dan menafikan, kaedah menyatakan:
Yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang menafikan.
Kelima, salah satu alasan yang membaca Basmalah secara sirr adalah karena Basmalah
bukan bagian dari al-Fatihah, maka dibaca Sirr.
Sedangkan riwayat menyebutkan: [ } { : } { :
] } {
Jika kamu membaca Alhamdulillah, maka bacalah: Bismillahirrahmanirrahim.
Sesungguhnya al-Fatihah itu adalah Ummul Quran, Ummul Kitab, as-Sabu al-Matsani
dan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayatnya.
Hadits ini dinyatakan shahih oleh Nashiruddin al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah
dan Shahih wa Dhaif al-Jami ash-Shaghir.
Jika Basmalah itu adalah bagian dari al-Fatihah berdasarkan hadits yang shahih,
mengapa dibaca Sirr?!15
Adapun hadits yang menyatakan Rasulullah Saw membaca jahr, Imam an-Nawawi
berkata: ) (

Adapun hadits-hadits membaca Basmalah dengan cara Jahr adalah hujjah yang kuat
terbukti keshahihannya (diantaranya) adalah hadits-hadits yang diriwayatkan dari enam
orang shahabat Rasulullah Saw; Abu Hurairah, Ummu Salamah, Ibnu Abbas, Anas bin
Malik, Ali bin Abi Thalib dan Samurah bin Jundub semoga Allah Swt meridhai mereka
semua16.
15 Lihat Shahih Shifat Shalat Nabi, Syekh Hasan as-
Saqqaf: 113-114. 16 Imam an-Nawawi, al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab: 3/344.

28

Pertanyaan 20: Apakah hukum membaca al-Fatihah bagi Mamum?


Jawaban:
Mazhab Hanafi:
Mamun tidak perlu membaca al-Fatihah, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Pertama, ayat al-Quran: Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-
baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (Qs. al-Araf *7+:
204). Imam Ahmad bekrata: Umat telah sepakat bahwa ayat ini tentang shalat.
Perintah agar mendengarkan bacaan alFatihah yang dibacakan, khususnya pada shalat
Jahr. Diam mencakup shalat Sirr dan Jahr, maka orang yang shalat wajib mendengarkan
bacaan imam yang dibaca jahr dan diam pada bacaan Sirr. Haditshadits mewajibkan
bacaan, maka makna ayat ini mengandung makna wajib, menentang yang wajib berarti
haram.
Kedua, dalil Sunnah. Dalam hadits disebutkan:
Siapa yang shalat di belakang imam, maka bacaan imam sudah menjadi bacaan
baginya. (HR. Abu Hanifah dari Jabir). Ini mencakup shalat Sirr dan Jahr.
Hadits lain:

Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti, apabila imam bertakbir maka
bertakbirlah kamu. Apabila imam membaca maka diamlah kamu. (HR. Muslim, dari Abu
Hurairah).
Hadits lain:
Rasulullah Saw melaksanakan shalat Zhuhur, ada seorang laki-laki di belakang
membaca ayat: Sabbihisma rabbika al-ala. Ketika selesai shalat, Rasulullah Saw
bertanya: Siapakah diantara kamu yang membaca ayat?. Laki-laki itu menjawab:
Saya. Rasulullah Saw berkata: Menurutku salah seorang kamu telah melawanku
dalam membaca ayat. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Imran bin Hushain). Ini
menunjukkan pengingkaran terhadap bacaan mamum dalam shalat Sirr, maka dalam
shalat Jahr lebih diingkari lagi.
Ketiga, dalil dari Qiyas. Jika membaca al-Fatihah itu wajib bagi mamum, mengapa
digugurkan kewajibannya bagi orang yang masbuq seperti rukun-rukun yang lain. Maka
bacaan mamum diqiyaskan kepada bacaan masbuq dalam hal gugur kewajibannya,
dengan demikian maka bacaan al-Fatihah tidak disyariatkan bagi mamum.

29

Jumhur Ulama:
Rukun bacaan dalam shalat adalah bacaan al-Fatihah. Berdasarkan sabda Rasulullah
Saw:
Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah.
Hadits lain:
Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Fatihah al-Kitab
(al-Fatihah). (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Juga berdasarkan perbuatan Rasulullah Saw sebagaimana yang disebutkan dalam
Shahih Muslim dan hadits yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari:
Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.
Adapun membaca surat setelah al-Fatihah pada rakaat pertama dan rakaat kedua
dalam semua shalat adalah sunnat. Mamum membaca al-Fatihah dan surat pada shalat
Sirr saja, tidak membaca apa pun pada shalat Jahr, demikian menurut Mazhab Maliki dan
Mazhab Hanbali. Membaca al-Fatihah dalam shalat Jahr saja menurut Mazhab Syafii.
Dapat difahami dari pendapat Imam Ahmad bahwa beliau menganggap baik membaca
sebagian alFatihah ketika imam diam pada diam yang pertama, kemudian melanjutkan
bacaan al-Fatihah pada diam yang kedua. Antara kedua diam tersebut mamum
mendengar bacaan imam.
Mazhab Syafii: Imam, Mamum dan orang yang shalat sendirian wajib membaca al-
Fatihah dalam setiap rakaat, apakah dari hafalannya, atau melihat mushaf atau
dibacakan untuknya atau dengan cara lainnya. Apakah pada shalat Sirr ataupun shalat
Jahr, shalat Fardhu ataupun shalat Sunnat, berdasarkan dalildalil diatas dan hadits
Ubadah bin ash-Shamit, - -
.


. .

Dari Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata: Rasulullah Saw melaksanakan shalat Shubuh,
Rasulullah Saw merasa berat melafazkan ayat. Ketika selesai shalat, Rasulullah Saw
berkata: Aku melihat kamu membaca di belakang imam kamu. Kami menjawab: Ya
wahai Rasulullah. Rasulullah Saw berkata: Janganlah kamu melakukan itu, kecuali
membaca al-Fatihah, karena sesungguhnya tidak sah shalat orang yang tidak membaca
al-Fatihah. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Hibban).

30

Ini nash (teks) yang jelas mengkhususkan bacaan bagi mamum, menunjukkan bahwa
bacaan tersebut wajib. Makna nafyi (meniadakan) menunjukkan makna tidak sah,
seperti menafikan zat pada sesuatu. Menurut Qaul Jadid: jika seseorang meninggalkan
bacaan al-Fatihah karena terlupa, maka tidak sah. Karena rukun shalat tidak dapat gugur
disebabkan lupa, seperti ruku dan sujud. Tidak gugur bagi orang yang shalat, kecuali
bagi masbuq dalam satu rakaat, maka imam menanggungnya.
Sama hukumnya seperti masbuq, orang yang berada dalam keramaian, atau terlupa
bahwa ia sedang shalat, atau terlambat dalam gerakan; mamum belum juga bangun
dari sujud sementara imam sudah ruku atau hampir ruku. Atau mamum ragu
membaca al-Fatihah setelah imamnya ruku, lalu ia terlambat membaca al-Fatihah17.
Pertanyaan 21: Apakah hukum membaca ayat? Apa standar panjang dan pendeknya?
Jawaban:

Wajib menurut Mazhab Hanafi.
Sunnat menurut Jumhur (mayoritas) Ulama, dibaca pada rakaat pertama dan kedua
dalam setiap shalat18.
Adapun standar panjang dan pendeknya, surat-surat tersebut terbagi tiga:
Thiwal al-mufashshal, dari surah Qaf/al-Hujurat ke surah an-Naba, dibaca pada Shubuh
dan Zhuhur.
Ausath al-mufashshal, dari surah an-Naziat ke surah adh-Dhuha, dibaca pada Ashar
dan Isya.
Qishar al-Mufashshal, dari surah al-Insyirah ke surah an-nas, dibaca pada shalat
Maghrib.
Keterangan lengkapnya dapat dilihat dalam kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi:
Sunnat dibaca -setelah al-Fatihah- pada shalat Shubuh dan Zhuhur adalah Thiwal al-
Mufashshal artinya surat-surat terakhir dalam mush-haf. Diawali dari surat Qaf atau al-
Hujurat, berdasarkan khilaf yang ada, mencapai dua belas pendapat tentang penetapan
surat-surat al-Mufashshal. Surat-surat al-Mufashshal ini terdiri dari beberapa bagian, ada
yang panjang hingga surat Amma (an-Naba), ada yang pertengahan hingga surat adh-
Dhuha dan ada pula yang pendek hingga surat an-Nas.
Pada shalat Ashar dan Isya dibaca Ausath al-Mufashshal (bagian pertengahan). Pada
shalat Maghrib dibaca Qishar al-Mufashshal (bagian pendek).
17 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/25. 18 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/71.
31

Sunnah dibaca pada shalat Shubuh rakaat pertama pada hari Jumat surat Alif Lam Mim
as-Sajadah, pada rakaat kedua surat al-Insan. Pada rakaat pertama shalat Jumat sunnah
dibaca surat al-Jumuah dan rakaat kedua surat al-Munafiqun. Atau pada rakaat pertama
surat al-Ala dan rakaat kedua surat alGhasyiyah.
Sunnah dibaca pada shalat Shubuh rakaat pertama surat al-Baqarah ayat 136 dan
rakaat kedua surat Al Imran ayat 64. Ada pada rakaat pertama surat al-Kafirun dan
rakaat kedua surat al-Ikhlas, keduanya shahih. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa
Rasulullah Saw melakukan itu.
Dalam shalat sunnat Maghrib, dua rakaat setelah Thawaf dan shalat Istikharah
Rasulullah Saw membaca surat al-Kafirun pada rakaat pertama dan al-Ikhlas pada rakaat
kedua.
Pada shalat Witir, Rasulullah Saw membaca surat al-Ala pada rakaat pertama, surat al-
Kafirun pada rakaat kedua, surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas pada rakaat ketiga. Imam
Nawawi berkata, Semua yang kami sebutkan ini berdasarkan hadits-hadits yang shahih
dan selainnya adalah hadits-hadits masyhur.
Pertanyaan 22: Ketika ruku dan sujud, berapakah jumlah tasbih yang dibaca?
Jawaban:
Imam Ibnu Qudamah menyebutkan satu riwayat dari Imam Ahmad:
: :
.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam Risalahnya, Terdapat riwayat dari al-Hasan al-
Bashri bahwa ia berkata: Tasbih yang sempurna itu tujuh, pertengahan itu lima dan
yang paling sedikit itu tiga19.
Pertanyaan 23: Apakah bacaan pada Ruku?
Jawaban:
Riwayat Pertama:


" " :
Rasulullah Saw ketika ruku mengucapkan: Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung tiga
kali.
(HR. Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Majah, ad-Daraquthni dan ath-Thabrani dalam al-Mujam
al-Kabir).
19 Imam Ibnu Qudamah, al-Mughni: 2/373.

32

Riwayat Kedua:
. - -
Rasulullah Saw ketika ruku mengucapkan: Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dan
dengan PujianNya. Tiga kali. (Hadits riwayat Abu Daud, ad-Daraquthni dan al-Baihaqi
dalam as-Sunan al-Kubra).
Riwayat Ketiga:
- -
.
Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah Saw banyak membaca pada ruku dan sujudnya:
Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan pujian-Mu Ya Allah ampunilah aku. (HR. Ibnu
Majah dan Ahmad bin Hanbal).
Riwayat Keempat:
- -
. Dari Mutharrif bin Abdillah bin asy-
Syikhkhir, sesungguhnya Aisyah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah Saw
mengucapkan pada ruku dan sujudnya:
Maha Suci, Maha Memberi berkah, Tuhan para malaikat dan Jibril. (HR. Muslim).
Riwayat Kelima:


Ketika ruku Rasulullah Saw membaca: Ya Allah kepada-Mu aku ruku, dengan-Mu aku
beriman, kepada-Mu aku berserah, kepada-Mu khusyu telingaku, pandanganku, otakku,
tulangku dan urat sarafku. (HR. Muslim).
Pertanyaan 24: Bagaimana pengucapan [ ] dan ucapan [ ] ketika
bangun dari ruku bagi imam, mamum dan orang yang shalat sendirian?

33

Jawaban:
) ( ) ( ) ( :
: : . () : . ) (
) ( : ) (
: . : . ( ... ) : ( )
: : .
... :
:
Mazhab Hanafi dan pendapat Masyhur dalam Mazhab Hanbali: Imam dan orang yang
shalat sendirian mengucapkan Tahmid secara Sirr.
Mazhab Hanbali dan pendapat Mutamad dalam Mazhab Hanafi: Mamum hanya
mengucapkan: [ ] atau [ ] atau [ ]. Mazhab Syafii:
bacaan [ ] lebih utama, karena Sunnah menyebutkan demikian. Mazhab Hanafi:
bacaan [ ] lebih utama, kemudian bacaan: [] , kemudian bacaan: [
]. Mazhab Hanbali dan Maliki: yang lebih utama adalah bacaan: [ ].
Mazhab Maliki: imam tidak mengucapkan: [ + dan mamum tidak
mengucapkan: *] . Sedangkan orang yang shalat sendirian menggabungkan
bacaan keduanya: [ ], bukan ketika bangun dari ruku, akan tetapi
beriringan antara ucapan * ] dengan perbuatan bangun dari ruku. Ketika telah
tegak berdiri, mengucapkan: * ] dan seterusnya.
Kesimpulan:
Jumhur ulama: Mamum cukup mengucapkan Tahmid.

34

Mazhab Syafii: Imam, Mamum dan orang yang shalat sendirian menggabungkan
bacaan Tasmi dan Tahmid. Dalilnya adalah hadits riwayat Abu Hurairah: Ketika
Rasulullah Saw melaksanakan shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, bertakbir ketika
ruku, kemudian mengucapkan: * ] ketika menegakkan tulang belakangnya
dari posisi ruku. Kemudian setelah posisi tegak, beliau mengucapkan: [] . (HR.
al-Bukhari dan Muslim)20.
Pertanyaan 25: Adakah bacaan tambahan?
Jawaban:
:
:



Dari Ibnu Abi Aufa, ia berkata: Rasulullah Saw itu ketika mengangkat
pundaknya dari ruku, ia mengucapkan: Allah Maha Mendengar ucapan orang yang
memuji-Nya, ya Allah Tuhan kami, segala puji bagi-Mu memenuhi langit dan bumi serta
memenuhi apa saja yang Engkau kehendaki. (HR. Muslim).
Pertanyaan 26:
Ketika sujud, manakah yang terlebih dahulu menyentuh lantai, telapak tangan atau
lutut?
Jawaban:
Ada dua hadits yang berbeda dalam masalah ini.
Hadits pertama:

} : :

{


Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: Apabila salah seorang kamu sujud, maka
janganlah ia turun seperti turunnya unta, hendaklah ia meletakkan kedua tangannya
sebelum kedua lututnya. (HR. Abu Daud).
Hadits Kedua:
20 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/79.

35


- -

.

Dari Wail bin Hujr, ia berkata: Saya melihat Rasulullah Saw, ketika sujud ia meletakkan
kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Ketika bangun ia mengangkat kedua
tangannya sebelum kedua lututnya. (HR. Abu Daud, an-NasaI dan Ibnu Majah).
Ulama berbeda pendapat dalam mengamalkan kedua hadits ini. Imam ash-Shanani
berkata: :

: :
:
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini: al-Hadawiyah, satu riwayat dari Imam
Malik dan alAuzai mengamalkan hadits yang menyatakan lebih mendahulukan tangan
daripada lutut. Bahkan Imam al-Auzai berkata: Kami dapati orang banyak meletakkan
tangan mereka sebelum lutut mereka. Imam Abu Daud berkata: Ini adalah pendapat
para Ahli Hadits. :
Mazhab Syafii, Hanafi dan satu riwayat dari Imam Malik menyebutkan bahwa mereka
mengamalkan hadits riwayat Wail (mendahulukan lutut daripada telapan tangan).
Pendapat ulama dalam masalah ini:
"
:
" :
. " "

: " " " :

: " : " "
" : "


Imam an-Nawawi berkata: Tidak kuat Tarjih antara satu mazhab dengan mazhab yang
lain dalam masalah ini, akan tetapi Mazhab SyafiI menguatkan hadits Wail
(mendahulukan lutut daripada tangan). Mereka berkata tentang hadits riwayat Abu
Hurairah bahwa hadits itu Mudhtharib; karena ia meriwayat kedua cara tersebut.
Imam Ibnu al-Qayyim meneliti dan membahas secara panjang lebar, ia berkata: Dalam
hadits riwayat Abu Hurairah terdapat kalimat yang terbalik dari perawi, ia mengatakan:
Hendaklah meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut, kalimat asalnya adalah:
Hendaklah meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan. Ini terlihat dari lafaz awal
hadits: Janganlah turun seperti turunnya unta, sebagaimana

36

diketahui bahwa turunnya unta itu adalah dengan cara lebih mendahulukan tangan (kaki
depan) daripada kaki belakang21.
Pendapat Ibnu Baz:



:

Masalah ini menjadi polemik di kalangan banyak ulama, sebagian mereka mengatakan:
meletakkan kedua tangan sebelum lutut, sebagian yang lain mengatakan: meletakkan
dua lutut sebelum kedua tangan, inilah yang berbeda dengan turunnya unta, karena
ketika unta turun ia memulai dengan kedua tangannya (kaki depannya), jika seorang
mumin memulai turun dengan kedua lututnya, maka ia telah berbeda dengan unta, ini
yang sesuai dengan hadits Wail bin Hujr (mendahulukan lutut daripada tangan), inilah
yang benar; sujud dengan cara mendahulukan kedua lutut terlebih dahulu, kemudian
meletakkan kedua tangan di atas lantai, kemudian menempelkan kening, inilah yang
disyariatkan. Ketika bangun dari sujud, mengangkat kepala terlebih dahulu, kemudian
kedua tangan, kemudian bangun, inilah yang disyariatkan menurut Sunnah dari
Rasulullah Saw, kombinasi antara dua hadits. Adapun ucapan Abu Hurairah: Hendaklah
meletakkan kedua tangan sebelum lutut, zahirnya wallahu alam- terjadi pembalikan
kalimat, sebagaimana yang disebutkan Ibnu al-Qayyim rahimahullah-. Yang benar:
meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan, agar akhir hadits sesuai dengan
awalnya, agar sesuai dengan hadits riwayat Wail bin Hujr, atau semakna dengannya22.
Pendapat Ibnu Utsaimin: " "
... . .
... . ) (
.
Ketika itu maka yang benar jika kita ingin sesuai antara akhir dan awal hadits:
Hendaklah meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan, karena jika seseorang
meletakkan kedua tangan sebelum kedua
21 Lihat Subul as-Salam, Imam ash-Shanani:
2/161-165. 22 Majmu Fatawa wa Maqalat Ibn Baz: 11/19.

37

lutut, sebagaimana yang saya nyatakan, pastilah ia turun seperti turunnya unta, maka
berarti ada kontradiktif antara awal dan akhir hadits.
Adalah salah seorang ikhwah menulis satu risalah berjudul Fath al-Mabud fi Wadhi ar-
Rukbataini Qabl al-Yadaini fi as-Sujud, ia bahas dengan pembahasan yang baik dan
bermanfaat.
Dengan demikian maka menurut Sunnah yang diperintahkan Rasulullah Saw ketika
sujud adalah meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan23.
Pertanyaan 27: Apakah bacaan sujud?
Jawaban:
Riwayat Pertama:
. . Ketika sujud, Rasulullah Saw
mengucapkan: Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi dan dengan pujianNya. Tiga kali.
(HR. Abu Daud, Ahmad, ad-Daraquthni, ath-Thabrani dan al-Baihaqi).
Riwayat Kedua:

Ketika sujud, Rasulullah Saw mengucapkan pada sujudnya: Maha Suci Tuhanku Yang
Maha Tinggi, tiga kali. (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan ath-Thabrani).
Riwayat Ketiga:
. - -

Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw membaca pada ruku dan sujudnya:
Maha Suci, Maha Berkah Tuhan para malaikat dan Jibril. (HR. Muslim, Abu Daud, an-
Nasai, Ahmad, ath-Thabrani dan al-Baihaqi).
Riwayat Keempat:
- - - -
23 Majmu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin: 13/125.

38

Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah Saw mengucapkan pada ruku dan sujudnya:
Maha Suci Engkau Ya Allah Tuhan kami dan dengan pujian-Mu, ya Allah ampunilah aku.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Riwayat Kelima:



.

Ketika sujud, Rasulullah Saw mengucapkan:


Ya Allah, kepada-Mu sujudku, dengan-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri.
Wajahku bersujud kepada Dia yang telah menciptakannya, membentuknya, menciptakan
pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta. (HR. Muslim).
Riwayat Keenam:
- -

.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw mengucapkan dalam sujudnya:
Ya Allah, ampunilah aku, semua dosa-dosaku, yang halus dan yang nayata, yang
pertama dan terakhir, yang tampak dan yang rahasia. (HR. Muslim).
Riwayat Ketujuh:
.
Ketika ruku atau sujud, Rasulullah Saw mengucapkan: Maha Suci Engkau ya Allah dan
dengan pujianMu, tiada tuhan selain Engkau. (HR. Abu Daud dan An-Nasai).
39

Riwayat Kedelapan:


.
Rasulullah Saw mengucapkan dalam shalat atau sujudnya:
Ya Allah, jadikanlah dalam hatiku cahaya, pada pendengaranku cahaya, pada
penglihatanku cahaya, di sebelah kananku cahaya, di sebelah kiriku cahaya, di
hadapanku cahaya, di belakangku cahaya, di atasku cahaya, di bawahku cahaya, jadikan
untukku cahaya. Atau, Jadikanlah aku cahaya. (HR. Muslim).
Riwayat Kesembilan:
Rasulullah Saw
.
mengucapkan pada sujudnya: Maha Suci Pemilik kekuasaan, alam malakut, kebesaran
dan keagungan. (HR. Abu Daud dan an-Nasai).
Pertanyaan 28: Apakah bacaan ketika duduk di antara dua sujud?
Jawaban:

- -

. Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw diantara dua sujud
mengucapkan:
Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku kebaikan, berilah aku hidayah dan
berilah aku rezeki. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim).
( ) :
Bentuk doa (duduk diantara dua sujud) menurut Mazhab SyafiI, Mazhab Maliki dan
Mazhab Hanbali:

40

Ya Tuhanku ampunilah aku, rahmatilah aku, muliakanlah aku, angkatlah aku, berilah aku
rezeki, berilah aku hidayah dan berilah aku kebaikan24.
Pertanyaan 29:
Apakah ketika bangun dari sujud itu langsung tegak berdiri atau duduk istirahat sejenak?
Jawaban:
Rasulullah Saw tidak langsung berdiri, akan tetapi duduk sejenak:


Ketika Rasulullah Saw mengangkat kepalanya dari sujud kedua, beliau duduk dan
bertumpu ke tanah (lantai). (HR. al-Bukhari).



:











{ } :
: "










" .
Dalam
hadits ini terkandung dalil disyariatkannya duduk setelah sujud kedua pada rakaat
pertama dan rakaat ketiga, kemudian bangun untuk melaksanakan rakaat kedua atau
keempat. Disebut dengan nama Jilsah al-Istirahah (Duduk Istirahat). Salah satu pendapat
dari Imam SyafiI menyatakan disyariatkannya duduk ini, akan tetapi pendapat ini tidak
masyhur, pendapat yang masyhur adalah pendapat alHadawiyyah, Mazhab Hanafi,
Malik, Ahmad dan Ishaq: tidak disyariatkan duduk istirahat, mereka berdalil dengan
hadits Wail bin Hujr tentang sifat shalat Rasulullah Saw dengan lafaz: Ketika Rasulullah
Saw mengangkat kepalanya dari sujud kedua, beliau tegak berdiri. Diriwayatkan oleh
al-Bazzar dalam Musnadnya, akan tetapi Imam an-Nawawi mendhaifkannya. Mereka
juga berdalil dengan hadits riwayat Ibnu al-Mundzir dari hadits an-Numan bin Abi
Ayyasy: Saya bertemu dengan banyak shahabat Rasulullah Saw, apabila ia
mengangkat kepalanya dari sujud pada rakaat pertama dan ketiga, ia berdiri
sebagaimana adanya, tanpa duduk.
24 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/86.

41

Semuanya dijawab bahwa itu tidak saling menafikan, siapa yang melakukannya maka itu
Sunnah, yang meninggalkannya juga demikian. Jika masalah duduk istirahat ini
disebutkan dalam hadits tentang orang yang keliru melaksanakan shalat, seolah-olah
duduk istirahat itu wajib, akan tetapi tidak seorang pun yang berpendapat demikian25.
Pertanyaan 30:
Ketika akan tegak berdiri, apakah posisi telapak tangan ke lantai atau dengan posisi
tangan mengepal?
Jawaban:


Dari Malik bin al-Huwairits, ia berkata: Ketika Rasulullah Saw mengangkat kepalanya
dari sujud kedua, beliau duduk, dan bertumpu ke tanah (lantai), kemudian berdiri. (HR.
al-Bukhari).
Ketika Rasulullah Saw akan bangun berdiri dari duduk istirahat tersebut, ia bertumpu
dengan kedua tangannya, apakah bertumpu tersebut dengan telapak tangan ke lantai
atau dengan dua tangan terkepal?
Sebagian orang melakukannya dengan tangan terkepal, berdalil dengan hadits riwayat
Ibnu Abbas:


Sesungguhnya apabila Rasulullah Saw akan berdiri ketika shalat, beliau meletakkan
kedua tangannya ke tanah (lantai) seperti orang yang membuat adonan tepung.
Berikut komentar ahli hadits tentang hadits ini:
:

: : .

:
:

:
.
:

:









:
25 Imam ash-Shanani, Subul as-Salam: 2/152.

42

: :

Imam Ibnu ash-Shalah berkata dalam komentarnya terhadap al-Wasith: Hadits ini tidak
shahih, tidak dikenal, tidak boleh dijadikan sebagai dalil.
Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab: Ini hadits dhaif, atau batil yang
tidak ada sanadnya.
Imam an-Nawawi berkata dalam at-Tanqih: Haditsh dhaif batil.
Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab: Diriwayatkan dari Imam al-
Ghazali, ia berkata dalam kajiannya, kata ini dengan huruf Zay [ ( ] orang yang
lemah) dan huruf Nun [ ( ] orang yang membuat adonan tepung), demikian yang
paling benar, yaitu orang yang menggenggam kedua tangannya dan bertumpu
dengannya.
Andai hadits ini shahih, pastilah maknanya: berdiri dengan bertumpu dengan telapak
tangan, sebagaimana bertumpunya orang yang lemah, yaitu orang yang telah lanjut
usia, bukan maksudnya orang yang membuat adonan tepung. Al-Ghazali menceritakan
dalam kajiannya, apakah dengan huruf Nun [ ( ] orang yang membuat adonan
tepung), atau dengan huruf Zay [ ( ] orang yang lemah). Jika kita katakan dengan
huruf Nun, berarti orang yang membuat adonan roti, ia menggenggam jari-jemarinya
dan bertumpu dengannya, ia bangkit ke atas tanpa meletakkan telapak tangannya ke
tanah (lantai).
Ibnu ash-Shalah berkata: Perbuatan seperti ini banyak dilakukan orang non-Arab,
menetapkan suatu posisi dalam shalat, bukan melaksanakannya, berdasarkan hadits
yang tidak shahih. Andai hadits tersebut shahih, bukanlah seperti itu maknanya. Karena
makna [ ] menurut bahasa adalah orang yang telah lanjut usia. Penyair berkata:
Sejelek-jelek perilaku seseorang adalah engkau dan orang lanjut usia. Jika tua renta
disifati dengan itu, diambil dari kalimat * ( ] tukang buat roti yang membuat
adonan), penyamaan itu pada kuatnya bertumpu ketika meletakkan kedua tangan,
bukan pada cara mengepalkan jari jemari26.
Komentar Ibnu Utsaimin tentang masalah ini:
] [ - -
:
26 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, at-Talkhish al-
Habir fi Takhrij Ahadits ar-RafiI al-Kabir: 2/12.

43

.

- : -

:
.
Malik bin Huwairits juga menyebutkan bahwa Rasulullah Saw: apabila ia akan berdiri, ia
bertumpu dengan kedua tangannya. Apakah bertumpu ke lantai itu dengan
mengepalkan tangan atau tidak? Ini berdasarkan keshahihan hadits yang menyatakan
tentang itu, Imam an-Nawawi mengingkari keshahihan hadits ini dalam kitab al-Majmu,
sedangkan sebagian ulama mutaakhirin (generasi belakangan) menyatakan hadits
tersebut shahih. Bagaimana pun juga, yang jelas dari kondisi Rasulullah Saw bahwa
beliau duduk ketika telah lanjut usia dan badannya berat, beliau tidak sanggup bangun
secara sempurna dari sujud untuk tegak berdiri, maka beliau duduk, kemudian ketika
akan bangun dan tegak berdiri, beliau bertumpu ke kedua tangannya untuk
memudahkannya, inilah yang jelas dari kondisi Rasulullah Saw. Oleh sebab itu pendapat
yang kuat tentang duduk istirahat, jika seseorang membutuhkannya karena usia lanjut
atau karena penyakit atau sakit di kedua lututnya atau seperti itu, maka hendaklah ia
duduk. Jika ia butuh bertumpu dengan kedua tangannya untuk dapat tegak berdiri, maka
hendaklah ia bertumpu seperti yang telah disebutkan, apakah ia bertumpu dengan
bagian punggung jari jemari, maksudnya mengepalkan tangan seperti ini, kemudian
bertumpu dengannya, atau bertumpu dengan telapak tangan, atau selain itu. Yang
penting, jika ia perlu bertumpu, maka hendaklah ia bertumpu. Jika ia tidak
membutuhkannya, maka tidak perlu bertumpu27.
?Pertanyaan 31: Apakah bacaan Tasyahhud
Jawaban:
- -









.

27 Ibnu Utsaimin, Liqa al-Bab al-Maftuh: 65/8.

44

Dari Abdullah bin Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw mengajarkan Tasyahhud kepada
kami sebagaimana beliau mengajarkan satu surat dari al-Quran. Beliau mengucapkan:
Semua penghormatan, keberkahan, doa-doa dan kebaikan hanya milik Allah.
Keselamatan untukmu wahai nabi, rahmat Allah dan berkah-Nya. Keselamatan untuk
kami dan untuk hamba-hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah rasul utusan Allah. (HR. Muslim).
?Pertanyaan 32: Bagaimanakah lafaz shalawat
Jawaban:
Riwayat Pertama:




28
Riwayat Kedua:

29

Riwayat Ketiga:


30
Riwayat Keempat:


28 Hadits riwayat al-Bukhari. 29 Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim. 30 Hadits riwayat
al-Bukhari.

45

31

Riwayat Kelima:
32

Pertanyaan 33: Apa hukum menambahkan kata Sayyidina sebelum menyebut nama
?nabi
: Jawaban:
: . : .
.
Mazhab Hanafi dan Syafii: Dianjurkan
mengucapkan Sayyidina pada Shalawat Ibrahimiyah, karena memberikan tambahan
pada riwayat adalah salah satu bentuk adab, maka lebih utama dilakukan daripada
ditinggalkan. Adapun hadits yang mengatakan: Janganlah kamu menyebut Sayyidina
untukku. Ini adalah hadits palsu. Maka shalawat yang sempurna untuk nabi dan
keluarganya adalah:
33
Beberapa dalil menyebut Sayyidina sebelum nama Rasulullah Saw:
Memanggil nabi tidaklah sama seperti menyebut nama orang biasa, demikian
disebutkan Allah Swt: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti
panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). (Qs. An-Nur [24]: 63). Ini
adalah perintah dari Allah SWT, meskipun perintah ini bukan perintah yang mengandung
makna wajib, akan tetapi minimal tidak kurang dari sebuah anjuran,
31 Hadits riwayat al-Bukhari. 32 Hadits riwayat
Muslim. 33 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/94.

46

dan mengucapkan Sayyidina Muhammad adalah salah satu bentuk penghormatan dan
memuliakan Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman :


) 39(
Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu)
Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan
diri (dari hawa nafsu). (Qs. Al Imran *3+: 39). Jika untuk nabi Yahya as digunakan kata
*] , mengapa tidak boleh digunakan untuk Nabi Muhammad Saw yang UlulAzmi
dan memiliki keutamaan lainnya.
Adh-Dhahhak berkata dari Ibnu Abbas, Mereka mengatakan, Wahai Muhammad, dan
Wahai Abu al-Qasim. Maka Allah melarang mereka mengatakan itu untuk
mengagungkan nabi-Nya. Demikian juga yang dikatakan oleh Mujahid dan Said bin
Jubair. Qatadah berkata, Allah memerintahkan agar menghormati nabi-Nya, agar
memuliakan dan mengagungkannya serta menggunakan kata Sayyidina. Muqatil
mengucapkan kalimat yang sama. Imam Malik berkata dari Zaid bin Aslam, Allah
memerintahkan mereka agar memuliakan Nabi Muhammad SAW34.
Adapun beberapa dalil dari hadits, dalam hadits berikut ini Rasulullah SAW menyebut
dirinya dengan lafaz Sayyid di dunia, beliau juga mengingatkan akan kepemimpinannya
di akhirat kelak dengan keterangan yang jelas sehingga tidak perlu penakwilan, berikut
ini kutipannya:
1. Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,
Aku adalah Sayyid (pemimpin) anak cucu (keturunan)
Adam pada hari kiamat35. Dalam riwayat lain dari Abu Said Al Khudri dengan
tambahan, Bukan keangkukan36. Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah,

Aku adalah pemimpin manusia pada hari kiamat37.
34 Tafsir Ibnu Katsir: 3/306. 35 HR. Muslim (5899),
Abu Daud (4673) dan Ahmad (2/540). 36 HR. Ahmad (3/6), secara panjang lebar. At-
Tirmidzi (3148), secara ringkas. Ibnu Majah (4308). 37 HR. Al Bukhari (3340), Muslim
(479), At-Tirmidzi (2434), Ahmad (2/331), Ibnu Majah (3307), AsySyamail (167), Ibnu Abi
Syaibah (11/444), Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhid, hal.242-244, Ibnu Hibban (6265), Al
Baghawi (4332), An-Nasai dalam Al Kubra, Tuhfat Al Asyraf (10/14957).

47

2. Dari Sahl bin Hunaif, ia berkata, Kami melewati aliran air, kami masuk dan mandi di
dalamnya, aku keluar dalam keadaan demam, hal itu disampaikan kepada Rasulullah
SAW, beliau berkata, Perintahkanlah Abu Tsabit agar memohon perlindungan. Maka aku
katakan, Wahai tuanku, bukankah ruqyah lebih baik. Beliau
menjawab,

Tidak ada ruqyah kecuali pada
jiwa atau demam panas atau sengatan (binatang berbisa).38 Perhatian, dalam hadits
ini Sahl bin Hunaif memanggil Rasulullah SAW dengan sebutan Sayyidi dan Rasulullah
SAW tidak mengingkarinya. Ini adalah dalil pengakuan dari Rasulullah SAW. Tidak
mungkin Rasulullah SAW mengakui suatu perbuatan shahabat yang bertentangan
dengan syariat Islam.
3. Terdapat banyak riwayat yang shahih yang menyebutkan lafaz Sayyidi yang
diucapkan para shahabat. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah dalam
kisah kedatangan Saad bin Muadz untuk memimpin di Bani Quraizhah, Aisyah berkata:
Berdirilah kamu untuk (menyambut) pemimpin kamu,
mereka menurunkannya39. Al Khaththabi berkata dalam penjelasan hadits ini, Dari
hadits ini dapat diketahui bahwa ucapan seseorang kepada sahabatnya, Ya sayyidi
(wahai tuanku) bukanlah larangan, jika ia memang baik dan utama. Tidak boleh
mengucapkan itu kepada seseorang yang jahat. Dalam riwayat lain dari Abu Said Al
Khudri, ia berkata, Berdirilah kamu untuk (menyambut) pemimpin
kamu. Tanpa lafaz, mereka menurunkannya40. Berdiri tersebut adalah untuk
menghormati Saad RA, bukan karena ia sakit. Jika mereka berdiri karena ia sakit, maka
tentunya ucapan yang dikatakan kepadanya adalah, Berdirilah kamu untuk menyambut
orang yang sakit, bukan Berdirilah kamu untuk menyambut pemimpin kamu. Yang
diperintahkan untuk berdiri hanya sebagian mereka saja, bukan semuanya.
4. Diriwayatkan dari Abu Bakarah, ia berkata, Aku melihat Rasulullah SAW, Al Hasan bin
Ali berada di sampingnya, saat itu ia menyambut beberapa orang, beliau berkata,



38 HR. Ahmad (3/486), Abu Daud (3888), An-Nasai
dalam Amal Al Yaum wa Al-Lailah (257), Al Hakim (4/413), ia berkata, Hadits shahih,
disetujui oleh Adz-Dzahabi. 39 HR. Ahmad dengan sanad yang shahih (3/22), Al Bukhari
(3043), dalam Al Adab Al Mufrad (945), Muslim (4571) dan Abu Daud (5215). 40 HR. Al
Bukhari (3043), Abu Daud (5215) dan Ahmad (3/22).

48

Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pemimpin, semoga dengannya Allah


mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin41.


5. Umar bin Al Khaththab RA berkata,
Abu Bakar adalah pemimpin kami, ia telah membebaskan pemimpin kami, yang ia
maksudkan adalah Bilal42.
6. Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Ummu Ad-Darda berkata,
Tuanku Abu Ad-Darda memberitahukan kepadaku, ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda, Doa seseorang
untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya itu adalah doa yang dikabulkan43.
7. Rasulullah SAW bersabda, Al Hasan dan Al
Husein adalah dua pemimpin pemuda penghuni surga44.
8. Rasulullah SAW bersabda,

Abu Bakar dan Umar adalah dua pemimpin orang-orang tua penghuni surga dari sejak
manusia generasi awal hingga terakhir, kecuali para nabi dan rasul45.
Orang yang
9. Rasulullah SAW bersabda,
sabar itu menjadi pemimpin di dunia dan akhirat46.
41 HR. Al Bukhari (3/31) dan At-Tirmidzi (3773). 42
HR. Al Bukhari (3/32). 43 HR. Muslim (15/39). 44 HR. At-Tirmidzi (3768), ia berkata,
Hadits hasan shahih. Imam As-Suyuthi memberikan tanda hadits shahih. 45 HR. At-
Tirmidzi (3664).
49

10. Rasulullah SAW berkata kepada Fathimah Az-Zahra RA,



Apakah engkau tidak mau menjadi
pemimpin wanita penduduk surga47.
11. Al Maqburi berkata, Kami bersama Abu Hurairah, kemudian datang Al Hasan bin Ali,
ia mengucapkan salam, orang banyak membalasnya, ia pun pergi, Abu Hurairah
bersama kami, ia tidak menyadari bahwa Al Hasan bin Ali datang, lalu dikatakan
kepadanya, Ini adalah Al Hasan bin Ali mengucapkan salam, maka Abu Hurairah
menjawab, Keselamatan juga bagimu wahai tuanku. Mereka
berkata kepada Abu Hurairah, Engkau katakan Wahai tuanku?. Abu Hurairah
menjawab, Aku bersaksi bahwa
Rasulullah SAW bersabda, Ia Al Hasan bin Ali- adalah seorang
pemimpin48.
Kata Sayyid dan Sayyidah digunakan pada Fathimah, Saad, Al Hasan, Al Husein, Abu
Bakar, Umar dan orang-orang yang sabar secara mutlak, dengan demikian maka kita
lebih utama untuk menggunakannya.
Dari dalil-dalil diatas, maka jumhur ulama mutaakhkhirin dari kalangan Ahlussunnah
waljamaah berpendapat bahwa boleh hukumnya menggunakan lafaz Sayyid kepada
Nabi Muhammad SAW, bahkan sebagian ulama berpendapat hukumnya dianjurkan,
karena tidak ada dalil yang mengkhususkan dalil-dalil dan nash-nash yang bersifat
umum ini, oleh sebab itu maka dalil-dalil ini tetap bersifat umum dan lafaz Sayyid
digunakan di setiap waktu, apakah di dalam shalat maupun di luar shalat.
Imam Ibnu Abidin berkata dalam kitab Hasyiahnya sesuai dengan pendapat pengarang
kitab AdDurr, Ibnu Zhahirah, Ar-Ramli Asy-Syafii dalam kitab Syarahnya terhadap kitab
Minhaj karya Imam Nawawi dan para ulama lainnya, menurutnya, Yang paling afdhal
adalah mengucapkannya dengan lafaz Sayyid.
Dalam kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi, halaman: 4 disebutkan, Diriwayatkan
kepada kami dari As-Sayyid Al Jalil Abu Ali Al Fudhail bin Iyadh, ia berkata, Tidak
melaksanakan suatu amal karena orang banyak adalah perbuatan riya, sedangkan
melaksanakan suatu amal karena orang banyak adalah syirik, keikhlasan akan membuat
Allah mengampunimu dari riya dan syirik itu. Kitab ini ditahqiq oleh

46 HR. As-Suyuthi dalam Al Jami Ash-Shaghir (3831). 47 HR. At-Tirmidzi (3781). 48 HR.
Ath-Thabrani dalam Al Kabir (2596), para periwayatnya adalah para periwayat yang
tsiqah, Majma Az-Zawaid (15049).

50

Abdul Qadir Al Arnauth, beliau juga melakukan takhrij terhadap hadits-hadits yang
terdapat dalam kitab ini. Pada bagian bawah, halaman: 4, no.2, beliau berkata, Di
dalamnya terkandung hukum boleh menggunakan kata Sayyid kepada selain Allah SWT.
Ada pendapat yang mengatakan hukumnya makruh jika dengan huruf alif dan lam (
) . Ini adalah dalil boleh hukumnya menggunakan kata As-Sayyid kepada selain Allah
SWT. Demikian penjelasan dari Syekh Abdul Qadir Al Arnauth dalam kitab Al Adzkar,
cetakan tahun 1971M, Dar Al Mallah.
Bagi orang yang sedang melaksanakan shalat, pada saat tasyahhud dan pada saat
membaca shalawat Al Ibrahimiah, dianjurkan agar mengucapkan Sayyidina sebelum
menyebut nama Nabi Muhammad SAW. Maka dalam shalawat Al Ibrahimiah itu kita
ucapan lafaz Sayyidina. Karena sunnah tidak hanya diambil dari perbuatan Rasulullah
SAW, akan tetapi juga diambil dari ucapan beliau. Penggunaan kata Sayyidina
ditemukan dalam banyak hadits Nabi Muhammad SAW. Ibnu Masud memanggil beliau
dalam bentuk shalawat, ia berkata, Jika kamu bershalawat kepada Rasulullah SAW,
maka bershawalatlah dengan baik, karena kamu tidak mengetahui mungkin shalawat itu
diperlihatkan kepadanya. Mereka berkata kepada Ibnu Masud, Ajarkanlah kepada
kami. Ibnu Masud berkata, Ucapkanlah:

Ya Allah, jadikanlah shalawat, rahmat dan berkah-Mu untuk pemimpin para rasul, imam
orang-orang yang bertakwa, penutup para nabi, Nabi Muhammad SAW hamba dan rasul-
Mu 49.
Dalam kitab Ad-Durr Al Mukhtar disebutkan, ringkasannya, Dianjurkan mengucapkan
lafaz Sayyidina, karena tambahan terhadap berita yang sebenarnya adalah inti dari adab
dan sopan santun. Dengan demikian maka menggunakannya lebih afdhal daripada tidak
menggunakannya. Disebutkan Imam Ar-Ramli Asy-Syafii dalam kitab Syarhnya terhadap
kitab Al Minhaj karya Imam Nawawi, demikian juga disebutkan oleh para ulama lainnya.
Memberikan tambahan kata Sayyidina adalah sopan santun dan tata krama kepada
Rasulullah SAW. Allah berfirman, Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. Al Araf *7+:
157). Makna kata At-Tazir adalah memuliakan dan mengagungkan50. Dengan demikian
maka penetapannya berdasarkan Sunnah dan sesuai dengan isi kandungan Al Quran.
Sebagian ulama berpendapat bahwa adab dan sopan santun kepada Rasulullah SAW itu
lebih baik daripada melaksanakan suatu amal. Itu adalah argumentasi yang baik, dalil-
dalilnya berdasarkan haditshadits shahih yang terdapat dalam kitab Shahih Al Bukhari
dan Muslim, diantaranya adalah ucapan Rasulullah SAW kepada Imam Ali,
49 HR. Ibnu Majah dalam As-Sunan (1/293). 50
Mukhtar Ash-Shahhah, pembahasan kata: .

51

: . Hapuslah kalimat, Rasulul (utusan)



Allah. Imam Ali menjawab, Tidak, demi Allah aku tidak akan menghapus engkau untuk
selama-lamanya51.
Ucapan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar,





Apa yang mencegahmu untuk menetap ketika aku memerintahkanmu?. Abu Bakar
menjawab, Ibnu Abi Quhafah tidak layak melaksanakan shalat di depan Rasulullah
SAW52. Adapun hadits yang sering disebutkan banyak orang yang berbunyi,
Janganlah kamu menggunakan kata Sayyidina pada namaku dalam
shalat. ini adalah hadits maudhu dan dusta, tidak boleh dianggap sebagai hadits. Al
Hafizh As-Sakhawi berkata dalam kitab Al Maqashid Al Hasanah, Hadits ini tidak ada
asalnya. Juga terdapat kesalahan bahasa dalam hadits ini, karena asal kata ini adalah
jadi kalimat yang benar adalah 53. Cukuplah demikian bagi orang
yang mau menerima dalil, walhamdulillah rabbil alamin.
Jika menambahkan Sayyidina itu dianggap menambah bacaan shalat, apakah
menambah bacaan selain yang matsur (yang diajarkan Rasulullah Saw) itu
membatalkan shalat? Imam Ibnu Taimiah menyebutkan dalam Majmu Fatawa-nya:

Ini adalah tahqiq terhadap ucapan Imam Ahmad bin Hanbal, sesungguhnya shalat tidak
batal dengan doa yang tidak matsur, akan tetapi Imam Ahmad bin Hanbal tidak
menganjurkannya54.
Pertanyaan 34: Bagaimanakah posisi jari jemari ketika Tasyahhud?
Jawaban: :
:
:
:
51 HR. Al Bukhari (7/499) dan Muslim (3/1409). 52 HR. Al Bukhari (2/167), Fath Al Bari,
Muslim (1/316). 53 Al Maqashid Al Hasanah, hal.463, no.1292. 54 Imam Ibnu Taimiah,
Majmu Fatawa Ibn Taimiah: 5/215.

52

:
:

Mazhab Maliki: Dianjurkan ketika duduk Tasyahhud agar menekuk jari jemari kecuali
telunjuk dan jempol tangan sebelah kanan, meluruskan telunjuk dan jempol, telunjuk ke
arah bawah jempol, menggerakkan jari telunjuk secara terus menerus ke kanan dan kiri
dengan gerakan sedang.
Mazhab Hanafi: Menunjuk dengan jari telunjuk sebelah kanan saja, andai terputus atau
cacat tidak dapat digantikan jari yang lain dari jari jemari tangan kanan dan kiri ketika
berakhir Tasyahhud. Jari telunjuk diangkat ketika menafikan tuhan selain Allah pada
ucapan: [ ] , menurunkannya kembali ketika menetapkan ketuhanan Allah pada lafaz:
[] . Dengan demikian maka mengangkat telunjuk sebagai tanda menafikan (tuhan
selain Allah) dan menurunkan telunjuk sebagai tanda menetapkan (Allah sebagai Rabb
yang disembah).
Mazhab Hanbali: Menekuk jari kelingking dan jari manis, melingkarkan jempol dan jari
tengah, menunjuk dengan jari telunjuk pada Tasyahhud dan doa ketika menyebut lafaz
Allah tanpa menggerakkannya.
Mazhab Syafii: Menggenggam semua jari jemari tangan kanan, kecuali telunjuk,
menunjuk dengan telunjuk pada lafaz: [ ] , terus mengangkat telunjuk tanpa
menggerakkannya hingga berdiri pada Tasyahhud Awal dan hingga salam pada
Tasyahhud Akhir, dengan memandang ke arah jari telunjuk selama waktu tersebut.
Afdhal menggenggam jempol di samping telunjuk dan posisi jempol di tepi telapak
tangan55.
Pertanyaan 35:
Jika saya masbuq, ketika imam pada rakaat terakhir, sementara itu bukan rakaat
terakhir bagi saya, imam duduk Tawarruk, bagaimanakah posisi duduk saya, Tawarruk
atau Iftirasy?
Jawaban:
:
55 Syekh Abu Bakar al-Jazairi, al-Fiqh ala al-
Madzahib al-Arbaah, 1/323.

53

9 - : , : :
: . , :
, : . ,
, . Cara duduk bagi orang yang
,
masbuq.
Mazhab Syafii berpendapat: apabila orang yang masbuq duduk bersama imam di akhir
shalat imam, maka dalam masalah ini ada beberapa pendapat:
Pendapat pertama: Pendapat ash-Shahih yang tertulis secara teks dalam kitab al-Umm
(Karya Imam Syafii), ini juga pendapat Abu Hamid, al-Bandaniji, al-Qadhi Abu Thayyib
dan al-Ghazali: orang yang masbuq itu duduk Iftirasy (duduk tasyahud awal), karena
orang yang masbuq itu tidak berada di akhir shalatnya.
Pendapat Kedua: orang yang masbuq itu duduk tawarruk (duduk tasyahud akhir)
mengikuti cara duduk imamnya. Pendapat ini diriwayatkan Imam al-Haramain dan Imam
ar-Rafii.
Pendapat Ketiga: jika duduk itu pada posisi tasyahhud awal bagi si masbuq, maka si
masbuq itu duduk iftirasy. Jika bukan pada posisi tasyahud awal, maka si masbuq duduk
tawarruk. Karena duduk si masbuq saat itu hanya sekedar duduk mengikuti imam, maka
masbuq mengikuti imam dalam bentuk cara duduk imam, demikian diriwayatkan Imam
ar-Rafii56.
Pertanyaan 36: Bagaimanakah posisi duduk pada Tasyahhud, apakah duduk Iftirasy atau
Tawarruk?
Jawaban:

) ) : 275/2(
: :
: 273/2( ) : )
419/1
56 Al-Mausuah al-Fiqhiyyah: 39/174.

54

) : 329/1 ( :
: ) : 533/1( .
:
: 184/2 : ) (
: )
: .
: .
. Mazhab Hanafi:
Bentuk duduk Tasyahhud Akhir menurut Mazhab Hanafi seperti bentuk duduk antara dua
sujud, duduk Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), apakah pada Tasyahhud Awal atau
pun pada Tasyahhud Akhir. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-Saidi dalam sifat
Shalat Rasulullah Saw: Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk maksudnya duduk
Tasyahhud-, Rasulullah Saw duduk di atas telapak kaki kiri, ujung kaki kanan ke arah
kiblat. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, hadits shahih hasan (Nail al-Authar: 2/275).
Wail bin Hujr berkata: Saya sampai di Madinah untuk melihat Rasulullah Saw, ketika
beliau duduk maksudnya adalah duduk Tasyahhud- Rasulullah Saw duduk di atas
telapak kaki kiri, Rasulullah Saw meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri, Rasulullah
Saw menegakkan (telapak) kaki kanan. (Hadits riwayat at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits
hasan shahih. (Nashb ar-Rayah: 1/419) dan Nail alAuthar: 2/273).
Menurut Mazhab Maliki:
Duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Awal dan Akhir. (Asy-
Syarh ash-Shaghir: 1/329 dan setelahnya). Berdasarkan riwayat Ibnu Masud:
Sesungguhnya Rasulullah Saw duduk di tengah shalat dan di akhir shalat dengan duduk
Tawarruk (pantat menempel ke lantai). (al-Mughni: 1/533).
Menurut Mazhab Hanbali dan Syafii:
Disunnatkan duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Akhir, seperti
Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri), akan tetapi dengan mengeluarkan kaki kiri ke
arah kanan dan pantat menempel ke lantai. Berdasarkan dalil hadits Abu Humaid as-
Saidi: Hingga ketika pada rakaat ia menyelesaikan shalatnya, Rasulullah Saw
memundurkan kaki kirinya, Rasulullah Saw duduk di atas sisi kirinya dengan pantat
menempel ke lantai, kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam. (diriwayatkan oleh
lima Imam kecuali an-Nasai. Dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi. Diriwayatkan al-Bukhari
secara ringkas. (Nail al-Authar: 2/184). Duduk Tawarruk (menempelkan pantat ke lantai)
dalam shalat adalah: duduk dengan sisi pantat kiri menempel ke lantai. Makna al-
Warikan adalah: bagian pangkal paha, seperti dua mata kaki di atas dua otot.
55

Pendapat Mazhab Hanbali:


Akan tetapi tidak duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada duduk Tasyahhud
dalam shalat Shubuh, karena duduk itu bukan Tasyahhud Kedua. Rasulullah Saw duduk
Tawarruk berdasarkan hadits Abu Humaid adalah pada Tasyahhud Kedua, untuk
membedakan antara dua Tasyahhud (Tasyahud Pertama dan Tasyahhud Kedua/Akhir).
Adapun shalat yang hanya memiliki satu Tasyahhud, maka tidak ada kesamaran di
dalamnya, maka tidak perlu perbedaan.
Kesimpulan: duduk Tawarruk (pantat menempel ke lantai) pada Tasyahhud Kedua adalah
Sunnat menurut jumhur ulama, tidak sunnat menurut Mazhab Hanafi57.
Pertanyaan 37: Adakah doa lain sebelum salam?
Jawaban:

. Antara Tasyahhud
dan Salam, Rasulullah Saw mengucapkan:
Ya Allah, ampunilah aku, dosa yang telah lalu dan dosa belakangan, dosa yang telah
aku sembunyikan dan yang aku tampakkan, perbuatan berlebihanku, dosa yang Engkau
lebih mengetahuinya daripada aku, Engkaulah yang Pertama dan Engkaulah yang
terakhir. Tiada tuhan selain Engkau. (HR. Muslim).
Pertanyaan 38: Adakah doa tambahan lain sebelum salam?
Jawaban:
- -

. Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Apabila salah seorang kamu bertasyahhud, maka mohonlah perlindungan dari empat:
57 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/44.

56

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dari azab kubur, dari
azab hidup dan mati dan dari kejelekan azab al-Masih Dajjal. (HR. Muslim).
Pertanyaan 39: Bagaimanakah salam mengakhiri shalat?
Jawaban: : : ) :
. . (
. : ) ( :
: ) ( : ) ( :
.
.
: . .
. ) (:

) ( . .
: : :
. ) ( : .
( ) : . Mazhab Hanafi: Minimal ucapan salam yang sah adalah dua kali ucapan
[ ( ] ke kiri dan ke kanan). Tanpa ucapan [ ] . Yang sempurna, itulah menurut
Sunnah adalah ucapan: [ ] dua kali ke kiri dan ke kanan). Dalam kedua
salam itu imam berniat mengucapkan salam untuk yang berada di sebelah kanan dan
kirinya dari kalangan malaikat, kaum muslimin, manusia dan jin. Dianjurkan agar tidak
terlalu panjang dan tidak terlalu cepat dalam pengucapannya, berdasarkan hadits Abu
Hurairah dalam Musnad Ahmad dan Sunan Abi Daud: Menghapus salam itu adalah
Sunnah. Ibnu alMubarak berkata: Maknanya adalah tidak terlalu panjang
(menggunakan madd).

57

Mazhab SyafiI dan Hanbali: Minimal salam yang sah adalah [ ] , satu kali
menurut Mazhab Syafii. Dua kali menurut Mazhab Hanbali. Salam yang sempurna
adalah: *] , dua kali; ke kanan dan ke kiri. Pada salam pertama dengan
cara menoleh hingga terlihat pipi sebelah kanan. Pada salam yang kedua hingga terlihat
pipi sebelah kiri. Dengan berniat mengucapkan salam kepada yang berada di sebelah
kanan dan kiri dari kalangan malaikat, manusia dan jin. Imam juga berniat menambah
ucapan salam kepada para mamum. Para mamum juga berniat membalas ucapan
salam imam dan para mamum lain yang mengucapkan salam. Mazhab Syafii: Mamum
sebelah kanan imam berniat pada salam kedua dan mamum di sebelah kiri imam
berniat pada salam pertama. Adapun mamum yang berada di belakang dan selanjutnya
berniat sesuai keinginan mereka. Dalilnya adalah hadits Samurah bin Jundub, ia berkata:
Rasulullah Saw memerintahkan kami membalas ucapan salam imam, agar kami
berkasih sayang, agar sebagian kami mengucapkan salam kepada yang lain. (HR.
Ahmad dan Abu Daud).
Mazhab Hanafi: Mamum berniat membalas salam imam pada salam pertama jika ia
berada di sebelah kanan imam, pada salam kedua jika ia berada di sebelah kiri imam,
jika mamum berada sejajar dengan imam maka ia berniat pada kedua salam tersebut.
Orang yang shalat sendirian sunnat berniat untuk malaikat saja. Tidak dianjurkan
menambah kalimat [ +, demikian menurut pendapat yang mutamad menurut
Mazhab SyafiI dan Hanbali. Dalil mereka sama dengan dalil Mazhab Hanafi, yaitu hadits
Ibnu Masud dan lainnya diatas: Sesungguhnya Rasulullah Saw mengucapkan salam ke
kanan dan ke kiri dengan lafaz: [ +, hingga terlihat putih pipinya. Jika
seseorang membalik salam [ +, maka tidak sah menurut Mazhab SyafiI dan
Hanbali. Menurut pendapat al-Ashahh tidak sah ucapan [ ] 58 .
Pertanyaan 40: Ke arah manakah arah duduk imam setelah salam?
Jawaban:
Sisi kanan tubuh mengarah ke mamum, sisi kiri ke arah kiblat, berdasarkan hadits:
- -


- - - -
.
58 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/50.

58

Dari al-Barra, ia berkata: Apabila kami shalat di belakang Rasulullah Saw, kami ingin
agar kami berada di sebelah kanan beliau, maka beliau menghadap ke arah kami
dengan wajahnya. Saya mendengar Rasulullah Saw mengucapkan:

- -

Ya Tuhanku, peliharalah aku dari azab-Mu pada hari Engkau bangkitkan kumpulkan-
hamba-hambaMu. (HR. Muslim).
Pertanyaan 41: Ketika shalat, apakah Rasulullah Saw hanya membaca di dalam hati,
atau dilafazkan?
Jawaban:
Rasulullah Saw tidak hanya mengucapkan di dalam hati, akan tetapi beliau
melafazkannya, ini berdasarkan hadits:

. - -
.
Dari Abu Mamar, ia berkata: Saya bertanya kepada Khabbab bin al-Arts, Apakah
Rasulullah Saw membaca pada shalat Zhuhur dan Ashr?. Khabbab bin al-Arts
menjawab: Ya. Saya bertanya: Bagaimana kamu mengetahui bacaan Rasulullah?.
Khabba bin al-Arts menjawab: Dari goyang jenggotnya. (HR. al-Bukhari).
Pertanyaan 42: Apakah arti thumaninah? Apakah standarnya?
Jawaban:
. : :
.
. . :
. Thumaninah adalah tenang setelah
satu gerakan. Atau tenang setelah dua gerakan, kira-kira terpisah antara naik dan turun.
Minimal Thumaninah adalah anggota tubuh merasa tenang, misalnya ketika ruku, kira-
kira terpisah antara naik dan turun, sebagaimana pendapat Mazhab Syafii. Dapat diukur
dengan kadar ingatan wajib bagi orang yang mengingat. Adapun orang yang lupa kira-
kira pada kadar minimal tenang, sebagaimana pendapat sebagian Mazhab Hanbali.
Pendapat Shahih menurut mazhab adalah: tenang, meskipun sejenak. Atau tenangnya
anggota tubuh kira-kira satu tasbih pada ruku dan

59

sujud, dan bangun dari ruku dan sujud, demikian menurut pendapat Mazhab Hanafi.
Atau tenangnya anggota tubuh pada waktu tertentu dalam semua rukun shalat,
sebagaimana pendapat Mazhab Maliki.
Pertanyaan 43: Bagaimana shalat orang yang tidak ada thumaninah?
Jawaban:
Tidak sah, karena Rasulullah Saw memerintahkan agar orang yang tidak thumaninah
mengulangi shalatnya. -

. -
. .








.
Dari Abu Hurairah, seorang laki-laki masuk ke dalam masjid, ia melaksanakan shalat,
Rasulullah Saw berada di sudut masjid. Rasulullah Saw datang, mengucapkan salam
kepadanya dan berkata: Kembalilah, shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat. Ia
kembali dan melaksanakan shalat. Rasulullah Saw berkata: Engkau mesti kembali,
shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat. Pada kali yang ketiga, ia berkata:
Ajarkanlah kepada saya. Rasulullah Saw berkata: Jika engkau akan melaksanakan
shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat, bertakbirlah.
Bacalah apa yang mudah bagimu dari al-Quran. Kemudian rukulah hingga engkau
thumaninah dalam keadaan ruku. Kemudian angkat kepalamu hingga engkau tegak
sempurna. Kemudian sujudlah hingga engkau thumaninah sujud. Kemudian bangunlah
hingga engkau thumaninah duduk. Kemudian sujudlah hingga engkau thumaninah
sujud. Kemudian bangunlah hingga engkau duduk sempurna. Kemudian lakukanlah
seperti itu dalam semua shalatmu. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pertanyaan 44: Apa pendapat ulama tentang Qunut Shubuh?
Jawaban:
Mazhab Hanafi dan Hanbali: Tidak ada Qunut pada shalat Shubuh.
Mazhab Maliki: Ada Qunut pada shalat Shubuh, dibaca sirr, sebelum ruku.
Mazhab Syafii: Ada Qunut pada shalat Shubuh, setelah ruku.
60

Pertanyaan 45: Apakah dalil hadits tentang adanya Qunut Shubuh?


Jawaban:
Hadits Pertama:
- -

. Dari Muhammad, ia berkata: Saya bertanya kepada Anas bin Malik:
Apakah Rasulullah Saw membaca Qunut pada shalat Shubuh?. Ia menjawab: Ya,
setelah ruku, sejenak. (HR. Muslim).
Hadits Kedua:
- - .

Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Saw terus menerus membaca Qunut pada
shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia.
Hadits ini riwayat Imam Ahmad, ad-Daraquthni dan al-Baihaqi.
Bagaimana dengan hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang
menyatakan bahwa Rasulullah Saw membaca Qunut shubuh selama satu bulan,
kemudian setelah itu Rasulullah Saw meninggalkannya. Berarti dua riwayat ini
kontradiktif?
Tidak kontradiktif, karena yang dimaksud dengan meninggalkannya, bukan
meninggalkan Qunut, akan tetapi meninggalkan laknat dalam Qunut. Laknatnya
ditinggalkan, Qunutnya tetap dilaksanakan. Demikian riwayat al-Baihaqi:

Dari Abdurrahman bin Mahdi, tentang hadits Anas bin Malik: Rasulullah Saw membaca
Qunut selama satu bulan, kemudian beliau meninggalkannya. Imam Abdurrahman bin
Mahdi berkata: Yang ditinggalkan hanya laknat59.
Yang dimaksud dengan laknat dalam Qunut adalah:

- -

. Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah Saw membaca Qunut
selama satu bulan beliau melaknat (Bani) Rilan, Dzakwan dan Ushayyah yang telah
berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
59 Imam al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra: 2/201.

61

Qunut Shubuh Menurut Mazhab Syafii:


: { : }
: :
Adapun Qunut, maka dianjurkan pada Itidal kedua dalam shalat Shubuh berdasarkan
riwayat Anas, ia berkata: Rasulullah Saw terus menerus membaca doa Qunut pada
shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
imam lainnya. Imam Ibnu ash-Shalah berkata, Banyak para al-Hafizh (ahli hadits) yang
menyatakan hadits ini adalah hadits shahih. Diantara mereka adalah Imam al-Hakim, al-
Baihaqi dan al-Balkhi. Al-Baihaqi berkata, Membaca doa Qunut pada shalat Shubuh ini
berdasarkan tuntunan dari empat Khulafa Rasyidin.

{ : }
: } {
: .
Bahwa Qunut Shubuh itu pada rakaat kedua berdasarkan riwayat Imam al-Bukhari dalam
kitab Shahihnya. Bahwa doa Qunut itu setelah ruku, menurut riwayat Imam al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah Saw membaca doa Qunut pada
kisah korban pembunuhan peristiwa sumur Maunah, beliau membaca Qunut setelah
ruku. Maka kami Qiyaskan Qunut Shubuh kepada riwayat ini. Benar bahwa dalam kitab
Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw
membaca doa Qunut sebelum ruku. Al-Baihaqi berkata: Akan tetapi para periwayat
hadits tentang Qunut setelah ruku lebih banyak dan lebih hafizh, maka riwayat ini lebih
utama. Jika seseorang membaca Qunut sebelum ruku, Imam Nawawi berkata dalam
kitab ar-Raudhah, Tidak sah menurut pendapat yang shahih, ia mesti sujud sahwi
menurut pendapat al-Ashahh. }
{
{ } : .
} {}

62

{ .
Lafaz Qunut:
Ya Allah, berilah hidayah kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri hidayah.
Berikanlah kebaikan kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri kebaikan.
Berikan aku kekuatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kekuatan. Berkahilah
bagiku terhadap apa yang telah Engkau berikan. Peliharalah aku dari kejelekan yang
Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau menetapkan dan tidak ada sesuatu yang
ditetapkan bagi-Mu. Tidak ada yang merendahkan orang yang telah Engkau beri kuasa.
Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung.
Demikian diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan lainnya dengan sanad
sahih. Maksud saya, dengan huruf Fa pada kata: dan huruf Waw pada kata: .
Imam ar-Rafii berkata: Para ulama menambahkan kalimat: ( Tidak ada
yang dapat memuliakan orang yang telah Engkau hinakan). Sebelum kalimat:
( Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung).
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi disebutkan, setelah doa ini membaca doa:

(Segala puji bagi-Mu atas semua yang Engkau tetapkan. Aku memohon ampun dan
bertaubat kepadaMu).
Ketahuilah bahwa sebenarnya doa ini tidak tertentu. Bahkan jika seseorang membaca
Qunut dengan ayat yang mengandung doa dan ia meniatkannya sebagai doa Qunut,
maka sunnah telah dilaksanakan dengan itu.
}
: {
.
Imam membaca Qunut dengan lafaz jama, bahkan makruh bagi imam mengkhususkan
dirinya dalam berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: Janganlah seorang hamba
mengimami sekelompok orang, lalu ia mengkhususkan dirinya dengan suatu doa tanpa
mengikutsertakan mereka. Jika ia melakukan itu, maka sungguh ia telah mengkhianati
mereka. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi. Imam at

63

Tirmidzi berkata: Hadits hasan. Kemudian demikian juga halnya dengan semua doa-
doa, makruh bagi imam mengkhususkan dirinya saja. Demikian dinyatakan oleh Imam
al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin. Demikian juga makna pendapat Imam Nawawi
dalam al-Adzkar.
.
:
:
.
Sunnah mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah, karena tidak ada riwayat
tentang itu. Demikian dinyatakan oleh al-Baihaqi. Tidak dianjurkan mengusap dada,
tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Bahkan sekelompok ulama
menyebutkan secara nash bahwa hukum melakukan itu makruh, demikian disebutkan
Imam Nawawi dalam ar-Raudhah. Dianjurkan membaca Qunut di akhir Witir dan pada
paruh kedua bulan Ramadhan. Demikian diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Imam
Ali dan Abu Daud dari Ubai bin Kaab. Ada pendapat yang mengatakan dianjurkan
membaca Qunut pada shalat Witir sepanjang tahun, demikian dinyatakan Imam Nawawi
dalam at-Tahqiq, ia berkata: Doa Qunut dianjurkan dibaca (dalam shalat Witir)
sepanjang tahun. Ada pendapat yang mengatakan bahwa doa Qunut dibaca di
sepanjang Ramadhan. Dianjurkan agar membaca doa Qunut riwayat Umar, sebelum
Qunut Shubuh, demikian dinyatakan oleh Imam ar-Rafii. Imam Nawawi berkata,
Menurut pendapat al-Ashahh, doa Qunut rirwayat Umar dibaca setelah doa Qunut
Shubuh. Karena riwayat Qunut Shubuh kuat dari Rasulullah Saw pada shalat Witir. Maka
lebih utama untuk diamalkan. Wallahu alam60.
Pertanyaan 46: Apakah ketika membaca Qunut mesti mengangkat tangan?
Jawaban:
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar:
. : . : . :
: Ulama Mazhab SyafiI berbeda pendapat tentang
mengangkat tangan dan mengusap wajah dalam doa Qunut, terbagi kepada tiga
pendapat:
Pertama, yang paling shahih, dianjurkan mengangkat tangan tanpa mengusap wajah.
Kedua, mengangkat tangan dan mengusapkannya ke wajah.
60 Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-
Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi asy-Syafii, Kifyat al-Akhyr fi Hall Ghyat al-Ikhtishr,
1/114-115

64

Ketiga, tidak mengusap dan tidak mengangkat tangan.


Para ulama sepakat untuk tidak mengusap selain wajah, seperti dada dan lainnya.
Bahkan mereka mengatakan perbuatan itu makruh61.
Pertanyaan 47:
Jika seseorang shalat di belakang imam yang membaca Qunut, apakah ia mesti
mengikuti imamnya?
Jawaban:
Pendapat Imam Ibnu Taimiah:


.


.

. Jika seorang yang bertaklid itu bertaklid dalam suatu masalah
yang menurutnya baik menurut agamanya atau pendapat itu kuat atau seperti itu, maka
boleh berdasarkan kesepakatan jumhur ulama muslimin, tidak diharamkan oleh Imam
Hanafi, Maliki, SyafiI dan Hanbali. Demikian juga dengan witir dan lainnya, selayaknya
bagi makmum mengikuti imamnya. Jika imamnya membaca qunut, maka ia ikut
membaca qunut bersamanya. Jika imamnya tidak berqunut, maka ia tidak berqunut. Jika
imamnya shalat 3 rakaat bersambung, maka ia melakukan itu juga. Jika dipisahkan,
maka ia laksanakan terpisah. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa makmum
tetap menyambung jika imamnya melaksanakannya terpisah. Pendapat pertama lebih
shahih. Wallahu alam62.
Pendapat Ibnu Utsaimin: :
. : ...

Syekh Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum Qunut pada shalat Fardhu di belakang
imam yang membaca Qunut pada shalat Fardhu?
61 Imam an-Nawawi, al-Adzkar: 146. 62 Imam Ibnu
Taimiah, Majmu Fatawa Ibn Taimiah: 5/360.

65

Syekh Ibnu Utsaimin menjawab: Menurut kami, tidak ada Qunut pada shalat Fardhu,
kecuali Qunut Nawazil. Akan tetapi, jika seseorang shalat di belakang imam yang
membaca Qunut, maka hendaklah ia mengikuti imamnya, untuk menolak fitnah dan
mempertautkan hati63.
Pendapat Ibnu Utsaimin Lagi: :
... . : ...
.
Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum Qunut pada shalat Fardhu? Apa hukumnya
apabila terjadi musibah menimpa kaum muslimin?
Syekh Ibnu Utsaimin menjawab: Qunut pada shalat Fardhu tidak disyariatkan, tidak
layak dilaksanakan, akan tetapi jika imam membaca Qunut, maka ikutilah imam, karena
berbeda dengan imam itu jelek.
Jika terjadi musibah menimpa kaum muslimin, boleh berqunut untuk memohon kepada
Allah Swt agar Allah mengangkatnya64.
Pertanyaan 48: Adakah dalil keutamaan berdoa setelah shalat wajib?
Jawaban:
: : " :
: "
Dari Abu Umamah, ia berkata:

Dikatakan kepada Rasulullah Saw, Apakah doa yang paling didengarkan?.


Beliau menjawab, Doa di tengah malam dan doa di akhir shalat wajib.
Imam at-Tirmidzi berkata, Hadits hasan. (HR. at-Tirmidzi). Hadits ini dinukil Imam an-
Nawawi dalam alAdzkar.
Riwayat Kedua:
63 Majmu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin: 14/113.
64 Ibid.

66

- -

.
.
Dari Muadz bin Jabal, sesungguhnya Rasulullah Saw menarik tangan Muadz seraya
berkata: Wahai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku sangat menyayangimu, demi
Allah sungguh aku sangat menyayangimu. Aku pesankan kepadamu wahai Muadz,
janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalatmu engkau ucapkan: Ya Allah,
tolonglah aku agar mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan ibadah
yang baik kepada-Mu. (HR. Abu Daud).
Riwayat Ketiga:

- -













.

Sulaiman berkata: Setelah selesai shalat Rasulullah Saw berdoa dengan doa ini Ya
Allah Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, aku saksi bahwa sesungguhnya Engkau
adalah Tuhan, Engkau Maha Esa, tiada sekutu bagi-Mu. Ya Allah, Engkau Tuhan segala
sesuatu. Aku saksi bahwa Muhammad adalah hamba-Mu dan rasul-Mu. Ya Allah Tuhan
kami dan Tuhan segala sesuatu, aku saksi bahwa hamba-hamba-Mu semuanya adalah
bersaudara. Ya Allah Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, jadikanlah aku ikhlas
kepada-Mu, juga keluargaku, dalam setiap saat di dunia dan akhirat, wahai Yang Memiliki
Kemuliaan dan keagungan. Dengarkan dan perkenankanlah wahai Tuhan Yang Maha
Besar. Ya Allah, Engkaulah cahaya langit dan bumi. (HR. Abu Daud).
Riwayat Keempat:





.

- - .

67

Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang telah Engkau jadikan sebagai penjaga
bagiku. Perbaikilah untukku duniaku yang telah Engkau jadikan kehidupanku di
dalamnya. Ya Allah aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu, aku berlindung
dengan ampunan-Mu dari azab-Mu. Aku berlindung denganMu. Tidak ada yang
mencegah atas apa yang Engkau beri. Tidak ada yang memberi atas apa yang Engkau
cegah. Yang memiliki kemulliaan tidak ada yang dapat memberikan manfaat, karena
kemuliaan itu dariMu. Shuhaib menyatakan bahwa Rasulullah Saw mengucapkan
kalimat ini ketika selesai shalat. (HR. anNasai).
Adapun berdoa bersama setelah shalat, masalah ini dijelaskan Imam al-Mubarakfuri
dalam Tuhfat al-Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi:








.
Ketahuilah bahwa ulama hadits berbeda pendapat pada zaman ini tentang imam ketika
selesai shalat wajib, apakah boleh berdoa dengan mengangkat tangan dan diaminkan
mamum yang juga mengangkat tangan. Sebagian ahli hadits membolehkannya.
Sebagian yang lain menyatakan tidak boleh karena menurut mereka itu perbuatan
bidah. Menurut mereka perbuatan itu tidak ada dalam hadits Rasulullah Saw dengan
sanad yang shahih, akan tetapi perkara yang dibuat-buat, semua yang dibuat-buat itu
bidah. Adapun mereka yang membolehkan berdalil dengan lima hadits65.
Pertanyaan 49: Adakah dalil mengangkat tangan ketika berdoa?
Jawaban:
Imam al-Bukhari menulis satu Bab dalam Shahih al-Bukhari:
Bab: Mengangkat Tangan Ketika Berdoa.
Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim:





65 Imam al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzy Syarh
Sunan at-Tirmidzi: 1/331.
68

Berdasarkan hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw mengangkat kedua


tangannya ketika berdoa di berbagai kesempatan, bukan pada saat shalat Istisqa saja,
terlalu banyak untuk dihitung, saya (Imam an-Nawawi) telah mengumpulkan lebih
kurang 30 hadits dari Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satu dari
keduanya, saya sebutkan di akhir Bab Shifat Shalat dalam kitab Syarh alMuhadzdzab66.
Diantara hadits yang menyebutkan mengangkat tangan ketika berdoa adalah:

Sesungguhnya Tuhan kamu Maha Hidup dan Maha Mulia, Ia malu kepada hamba-Nya
apabila hamba itu mengangkat kedua tangan kepada-Nya, lalu Ia menolaknya dalam
keadaan kosong. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Salman al-Farisi).
Ada sekelompok orang melarang berdoa mengangkat tangan, berdalil dengan hadits
Anas:
Rasulullah Saw tidak mengangkat kedua tangannya dalam doanya kecuali pada doa
shalat Istisqa, Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putih kedua
ketiaknya. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Akan tetapi pendapat ini ditolak dengan
beberapa argumentasi:
Pertama, Anas bin Malik tidak melihat, bukan berarti shahabat lain tidak melihat,
terbukti banyak hadits lain yang menyatakan Rasulullah Saw berdoa mengangkat
tangan. Diantaranya hadits: - -
Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw mengangkat kedua
.
tangannya, (seraya berkata): Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu atas apa yang
dilakukan Khalid. (HR. al-Bukhari).
Hadits lain:
- -
- -




.


.
) (
.

66 Imam an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ala al-


Muslim: 3/299.

69

Umar bin al-Khattab berkata: Pada saat perang Badar, Rasulullah Saw melihat kepada
kaum musyrikin, jumlah mereka 1000 orang, sedangkan shahabat Rasulullah Saw 319
orang, maka Rasulullah Saw menghadap kiblat, kemudian menengadahkan kedua
tangannya, ia berdoa kepada Tuhannya: Ya Allah, tunaikanlah untukku apa yang telah
Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa yang telah Engkau janjikan
kepadaku. Ya Allah, jika pasukan kaum muslimin ini binasa, Engkau tidak akan disembah
di atas bumi. Rasulullah Saw terus berdoa kepada Tuhannya dengan menengadahkan
kedua tangannya menghadap kiblat hingga selendangnya jatuh dari atas kedua
bahunya. Maka Abu Bakar datang mengambil selendang itu dan meletakkannya di atas
bahu Rasulullah Saw, ia mengikuti Rasulullah Saw dari belakang seraya berkata: Wahai
nabi utusan Allah, demikian munajatmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Ia akan
menunaikan untukmu apa yang telah Ia janjikan. Maka Allah menurunkan ayat:
(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-
Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu
dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut. (Qs. al-Anfal *8+: 9). Maka Allah
Swt menurunkan para malaikatnya. (HR. alBukhari dan Muslim).
Kedua, jika ada dua hadits yang kontradiktif, maka kaedah yang dipakai adalah:

Yang menetapkan lebih diutamakan daripada yang menafikan.
Ketiga, bahwa yang dimaksud Anas bin Malik Rasulullah Saw tidak mengangkat kedua
tangannya, maksudnya adalah: Rasulullah Saw tidak mengangkat kedua tangannya
hingga terlihat putih kedua ketiaknya pada kesempatan lain, hanya pada saat doa
Istisqa saja.
Pendapat al-Mubarakfuri dalam Tuhfat al-Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi:
.

:

:





.

Tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa ada satu risalah yang ditulis oleh
Imam as-Suyuthi berjudul Fadhdh al-Wia fi Ahadits Raf al-Yadain fi ad-Dua. Mereka
juga berdalil dengan hadits Anas, ia berkata: Ada seorang Arab Badui dari
perkampungan badui datang kepada Rasulullah Saw pada hari Jumat. Ia berkata:
Wahai Rasulullah, hewan ternak telah mati, keluarga telah binasa, orang banyak telah
binasa. Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya berdoa, orang banyak juga
mengangkat tangan mereka bersama Rasulullah Saw, mereka berdoa. Hadits ini
diriwayatkan al-Bukhari. Mereka

70

berkata: Mengangkat tangan seperti ini. meskipun dalam dosa Istisqa (minta hujan),
akan tetapi bukan khusus pada Istisqa saja. Oleh sebab itu Imam al-Bukhari berdalil
dalam kitab ad-Daawat berdasarkan hadits ini bahwa boleh mengangkat kedua tangan
dalam semua doa (tidak terbatas pada Istisqa saja).
Pendapat yang kuat menurut saya (Imam al-Mubarakfuri) bahwa mengangkat kedua
tangan berdoa setelah shalat itu hukumnya boleh. Jika seseorang melakukannya, maka
boleh insya Allah. Allah Maha Maha Tinggi dan Mah Mengetahui67.
Doa dengan mengangkat tangan pula memiliki beberapa cara:
Pertama, dengan punggung telapak tangan ke atas, berdasarkan hadits:
(
) : Hadits:
Sesungguhnya Rasulullah Saw ketika Istisqa memberikan isyarat dengan punggung
telapak tangannya ke langit (ke atas). (HR. Muslim). Imam an-Nawawi berkata:

.

Sekelompok ulama Mazhab Syafii dan ulama lain berpendapat: Sunnah dalam setiap
doa untuk menolak bala seperti kemarau panjang dan sejenisnya dengan cara
mengangkat kedua tangan dan menjadikan punggung telapak tangan ke arah langit (ke
atas). Jika berdoa untuk memohon sesuatu yang ingin dihasilkan, maka menjadikan
kedua telapak tangan ke langit (ke atas). Mereka berdalil dengan hadits ini68.
Kedua, mengusapkan kedua tangan ke wajah, berdasarkan hadits: :
Dari Umar
bin al-Khaththab, ia berkata: Rasulullah Saw apabila mengangkat kedua tangannya
berdoa, ia tidak menurunkan kedua tangannya hingga ia mengusapkan kedua
tangannya ke wajahnya. (HR. atTirmidzi). Komentar al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
dalam kitab Bulugh al-Maram tentang status hadits ini:
Ada beberapa hadits lain yang semakna
(syawahid) dengan hadits riwayat at-Tirmidzi ini, terdapat dalam Sunan Abi Daud dari
hadits Ibnu Abbas dan lainnya, secara keseluruhan mengangkat derajat hadits ini
menjadi hadits Hasan.
67 Imam al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi Syarh
Sunan at-Tirmidzi: 1/331. 68 Imam an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ala Muslim: 3/300.

71

Pertanyaan 50: Apakah dalil zikir setelah shalat?


Jawaban:
Imam an-Nawawi menyebutkan dalam kitab al-Adzkar:
: :
: "

: Telah diriwayatkan kepada kami dalam Shahih
Muslim dari Tsauban, ia berkata:
Rasulullah Saw ketika selesai shalat, beliau beristighfar tiga kali dan mengucapkan:
Ya Allah, Engkaulah Maha Keselamatan, dari-Mu keselamatan, Maha Berkah, wahai
Pemilik Kemuliaan dan Keagungan.
Dikatakan kepada al-Auzai -salah seorang perawi hadits- Bagaimanakah beristighfar
itu?.
Beliau menjawab, Aku memohon ampun kepada Allah, aku memohon ampun kepada
Allah.
: :

"

" Telah
diriwayatkan kepada kami dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari al-Mughirah bin
Syubah,
Sesungguhnya Rasulullah Saw apabila selesai shalat, beliau mengucapkan:
Tiada tuhan selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kekuasaan, bagi-
Nya pujian, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah
terhadap apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa
yang Engkau tahan. Yang bersungguh-sungguh tidak akan mendatangkan manfaat, dari-
Mu lah kesungguhan itu.
:

72

"


: "

Telah diriwayatkan kepada kami dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin az-Zubair, ia
mengucapkan doa ini setelah selesai shalat, ketika mengucapkan salam:
Tidak ada tuhan selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kekuasaan,
bagi-Nya pujian, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya kecuali dengan
Allah. Tidak ada tuhan selain Allah. Kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya, Dialah
pemilik karunia dan keutamaan. Bagi-Nya pujian yang baik. Tidak ada tuhan selain Allah.
Ikhlas beribadah kepada-Nya karena menjalankan agama Islam walaupun orang-orang
kafir benci.
Ibnu az-Zubair berkata: Rasulullah Saw bertakbir menggunakan takbir ini selesai
shalat.
: :
: "


: :
"

: . :
Telah diriwayatkan kepada kami dalam Shahih al-Bukhari dan
Muslim, dari Abu Hurairah:
Sesungguhnya orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin datang kepada Rasulullah Saw,
mereka berkata: Orang-orang yang kaya naik ke tingkatan yang tinggi dan kenikmatan
yang abadi, mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa,
mereka memiliki kelebihan harta, mereka bisa melaksanakan haji , umrah, berjihad dan
bersedekah.
Rasulullah Saw bersabda: Maukah kamu aku ajarkan sesuatu yang membuat kamu
mendapatkan apa yang diperoleh orang-orang sebelum kamu dan kamu dapat
mendahului orang-orang setelah kamu dan tidak ada seorang pun yang lebih baik
daripada kamu selain orang yang melakukan amal seperti yang kamu lakukan?. Mereka
menjawab, Ya wahai Rasulullah.
Rasulullah Saw menjawab: Kamu bertasbih, bertahmid dan bertakbir setiap selesai
shalat 33 kali.

73

Abu Shalih perawi hadits- berkata dari Abu Hurairah ketika ia ditanya tentang cara
menyebutnya:
Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah dan Allah Maha Besar. Setiap kalimat ini
disebut sebanyak 33 kali. : "
:

" Diriwayatkan kepada kami dalam Shahih Muslim dari
Kaab bin Ujrah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
Kalimat-kalimat, orang yang mengucapkan dan mengamalkannya tidak akan sia-sia,
setiap selesai shalat wajib: 33 kali tasbih, 33 tahmid dan 34 kali takbir.
: "
:

" Diriwayatkan
kepada kami dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw, beliau
berkata:
Siapa yang bertasbih selesai shalat 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakbir 33 kali, dia
sempurnakan seratus dengan: Tiada tuhan selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-
Nya, bagi-Nya kuasa, bagi-Nya pujian, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Maka diampuni dosanya meskipun sebanyak buih di lautan. :
:









"


"
Telah diriwayatkan kepada kami dalam Shahih al-Bukhari dalam awal-awal kitab al-Jihad,
dari Saad bin Abi Waqqash, sesungguhnya Rasulullah Saw memohon perlindungan
kepada Allah setiap selesai shalat dengan kalimat-kalimat ini:

74

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, aku berlindung kepada-Mu
dikembalikan kepada usia yang hina, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan
aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.
: "

:
.
:
: " .
: "

"
Telah diriwayatkan kepada kami dalam Sunan Abi Daud, at-Tirmidzi, an-NasaI
dari Abdullah bin Amr, dari Rasulullah Saw:
Ada dua perbuatan baik yang dilakukan seorang hamba yang muslim, maka ia akan
masuk surga. Keduanya ringan dan orang yang melakukannya sedikit:
Bertasbih setelah selesai shalat 10 kali, bertahmid 10 kali, bertakbir 10 kali, maka itu
terhitung 150 di lidah dan 1500 di timbangan amal.
Bertakbir 34 kali ketika akan tidur, bertahmid 33 kali dan bertasbih 33 kali. Aka itu
seratus di lidah dan seribu di timbangan amal.
Saya melihat Rasulullah Saw menghitung dengan tangannya. Mereka berkata, Wahai
Rasulullah, bagaimana mungkin amal itu ringan akan tetapi yang mengamalkannya
sedikit?.
Rasulullah Saw menjawab: Datang setan kepada salah seorang kamu dalam tidurnya,
lalu membuatnya tertidur sebelum ia sempat membaca doa ini. Setan juga datang
ketika ia shalat, setan itu mengingatkan hajatnya sebelum ia sempat mengucapkan doa
ini.
Sanad hadits ini shahih, hanya saja terdapat Atha bin as-Saib, ada perbedaan
pendapat tentang diriya disebabkan ia pikun. Abu Ayyub mengisyaratkan keshahihan
hadits riwayatnya ini. :

75


" . "
:
Telah diriwayatkan kepada kami dalam Sunan Abu Daud, at-Tirmidzi, an-NasaI dan selain
mereka dari Uqbah bin Amir, ia berkata:
Rasulullah Saw memerintahkan saya membaca al-Muawwidzatain (al-Falaq dan an-Nas)
setiap selesai shalat. Dalam riwayat Abu Daud: al-Muawwidzat, selayaknya membaca:
al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Nas.
: : "
: :


" Diriwayatkan kepada kami dengan sanad shahih dalam Sunan
Abu Daud, an-NasaI dari Muadz:
Sesungguhnya Rasulullah Saw menarik tangannya seraya berkata:
Wahai Muadh, demi Allah aku menyayangimu. Aku wasiatkan kepadamu wahai Muadz,
janganlah engkau meninggalkan setiap selesai shalat agar engkau ucapkan:
Ya Allah, tolonglah aku agar mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah
dengan ibadah yang baik kepada-Mu. :
" :
" Telah diriwayatkan kepada kami dalam kitab Ibnu as-
Sinni, dari Anas, ia berkata:
Rasulullah Saw ketika selesai shalat, beliau mengusap keningnya dengan tangan kanan
sambil mengucapkan:
Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah,
hilangkanlah dariku susah hati dan kesedihan.
76

:
" :



"

Telah diriwayatkan kepada kami dari Abu Umamah, ia berkata:
Setiap kali saya mendekati Rasulullah Saw setelah selesai shalat wajib dan sunnat,
beliau mengucapkan:
Ya Allah, ampunilah dosaku dan kesalahanku semuanya. Ya Allah senangkanlah aku,
cukupkanlah aku, berikanlah hidayah kepadaku untuk beramal shaleh dan berakhlaq,
sesungguhnya tidak ada yang menunjukkan hidayah kepada kebaikannya dan tidak ada
yang memalingkan kejelekannya kecuali Engkau.
: :
"
"
Diriwayatkan kepada kami dari Abu Said al-Khudri, sesungguhnya Rasulullah Saw ketika
selesai shalat, saya tidak tahu apakah sebelum salam atau setelah salam, ia
mengucapkan:
Maha Suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, Maha Suci ia dari apa yang mereka sifati.
Kesalamatan bagi para rasul. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
" : :

" Telah diriwayatkan kepada
kami dari Anas, Rasulullah Saw mengucapkan ini ketika selesai shalat:
Ya Allah, jadikanlah kebaikan umurku di akhirnya. Kebaikan amalku penutupnya. Dan
jadikanlah kebaikan hari-hariku ketika aku bertemu dengan-Mu.

77

:
" : "
Diriwayatkan dari Abu Bakarah, sesungguhnya Rasulullah Saw mengucapkan ini selesai
shalat:
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran, kefakiran dan azab kubur.

: : "
"

Telah diriwayatkan kepada kami dengan sanad dhaif, dari Fadhalah bin Ubaidillah, ia
berkata:
Rasulullah Saw bersabda: Apabila salah seorang kamu berdoa, maka hendaklah ia
memulainya dengan memuji Allah, kemudian bershalawat kepada nabi, kemudian
berdoa dengan doa yang ia inginkan.
Pertanyaan 51: Apakah ada dalil zikir jahar setelah shalat?
Jawaban: : .
: " "
: . Telah
diriwayatkan kepada kami dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, beliau
berkata:
Aku mengetahui bahwa shalat Rasulullah Saw telah selesai ketika terdengar suara
takbir.
Dalam riwayat Muslim disebutkan, Kami mengetahui.
Dalam riwayat lain dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas,
Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir selesai shalat wajib telah dilakukan
sejak masa Rasulullah Saw.

78

Ibnu Abbas berkata, Saya mengetahui bahwa mereka telah selesai melaksanakan
shalat ketika saya mendengarnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pendapat Syekh Ibnu Utsaimin:
: : :
: : .
: )
(.
Penanya:
Syekh yang mulia, apa hukum mengangkat suara berzikir setelah shalat wajib?
Syekh Ibnu Utsaimin:
Sunnah, kecuali jika di samping anda ada seseorang yang menyempurnakan shalat dan
anda khawatir jika anda mengangkat suara anda akan mengganggunya, maka jangan
keraskan suara anda.
Penanya:
Dalilnya syekh?
Syekh Ibnu Utsaimin:
Hadits Abdullah bin Abbas dalam Shahih al-Bukhari: Mengangkat suara berzikir ketika
setelah selesai shalat wajib telah ada pada masa Rasulullah Saw, saya mengetahui
shalat telah selesai dengan itu.
Ayat Memerintahkan Zikir Sirr. Ada ayat yang memerintahkan agar berzikir sirr di dalam
hati. Allah Swt berfirman:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara. (Qs. al-Araf *7+: 205). Imam as-Suyuthi
memberikan jawaban dalam kitab Natijat al-Fikr fi al-Jahr bi adz-Dzikr:

79

( ) :
( :
( . Pertama: ayat ini turun di Mekah,
karena bagian dari surat al-Araf, surat ini turun di Mekah, seperti ayat dalam surat al-
Isra: Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu. (Qs. al-Isra *17 +: 110),
ayat ini turun ketika Rasulullah Saw membaca al-Quran secara jahr lalu didengar orang-
orang musyrik, lalu mereka mencaci maki al-Quran dan Allah yang menurunkannya,
maka Allah memerintahkan agar jangan membaca jahr untuk menutup pintu terhadap
perbuatan tersebut, sebagaimana dilarang mencaci-maki berhala dalam ayat: Dan
janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (Qs. al-
Anam *6 +: 108). :
)
( Kedua: sekelompok ahli Tafsir, diantara mereka Abdurrahman
bin Yazid bin Aslam guru Imam Malik dan Ibnu Jarir memaknai perintah zikir sirr ini ketika
ada bacaan al-Quran. Diperintahkan zikir sirr ketika ada bacaan al-Quran untuk
mengagungkan al-Quran. Ini kuat hubungannya dengan ayat: Dan apabila dibacakan
Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat. (Qs. al-Araf *7 +: 204). :
Ketiga: Sebagaimana
yang disebutkan para ulama Tasauf bahwa perintah dalam ayat ini khusus kepada
Rasulullah Saw, adapun kepada selain Rasulullah Saw maka mereka adalah tempatnya
was-was dan lintasan hati, maka diperintahkan zikir jahr karena zikir jahr itu lebih kuat
pengaruhnya dalam menolak was-was.
Ayat lain yang memerintahkan zikir sirr:
)
( Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas. (Qs. Al-Araf: 55).
Jawaban: :
) :
( . Pertama: Pendapat yang
kuat tentang makna melampaui batas dalam ayat ini adalah melampaui batas yang
diperintahkan, atau membuat-buat doa yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam,
diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, ia mendengar anaknya berdoa: Ya Allah, aku
memohon kepada-Mu istana

80

yang putih di sebelah kanan surga, maka Abdullah bin Mughaffal berkata: Aku pernah
mendengar Rasulullah Saw bersabda: Ada di antara ummatku suatu kaum yang
melampaui batas dalam berdoa dan bersuci. Kemudian ia membaca ayat ini: Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Qs. Al-Araf * 7+: 55). Ini
penafsiran seorang shahabat nabi tentang ayat ini, ia lebih mengetahui maksud ayat ini.
( :
( . Kedua: ayat ini tentang doa, bukan tentang zikir. Doa secara khusus lebih
utama dengan sirr, karena lebih dekat kepada dikabulkan, sebagaimana firman Allah:
Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Qs. Maryam
*19+: 3).
Keutamaan Zikir Jahr Bersama-sama Menurut al-Quran dan Sunnah. Banyak ayat-ayat
al-Quran menyebut kata zikir dalam bentuk jamak.
Firman Allah Swt:


(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring. (Qs. Al Imran *3+: 191).
Firman Allah Swt:

Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar. (Qs. Al-Ahzab [33]: 35).
Firman Allah Swt:

) 42(
( 41)
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyakbanyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (Qs. Al-
Ahzab [33]: 41-42).
Hadits-Hadits Tentang Zikir Jahr Beramai-ramai dan Keutamaannya.
81

Hadits Pertama: :
: :
: : :
: : :
: :
:
:
:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Swt
memiliki para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir, apabila para
malaikat itu menemukan sekelompok orang berzikir, maka para malaikat itu saling
memanggil: Marilah kamu datang kepada apa yang kamu cari. Para malaikat itu
menutupi majlis zikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia. Tuhan
mereka bertanya kepada mereka, Allah Maha Mengetahui daripada mereka: Apa yang
dikatakan hamba-hamba-Ku?. Malaikat menjawab: Mereka bertasbih mensucikan-Mu,
bertakbir mengagungkan-Mu, bertahmid memuji-Mu, memuliakan-Mu. Allah bertanya:
Apakah mereka pernah melihat Aku?. Malaikat menjawab: Demi Allah, mereka tidak
pernah melihat Engkau. Allah berkata: Bagaimana jika mereka melihat Aku?. Para
malaikat menjawab: Andai mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka lebih kuat,
pengagungan mereka lebih hebat, tasbih mereka lebih banyak. Allah berkata: Apa
yang mereka mohon kepada-Ku?. Malaikat menjawab: Mereka memohon surga-Mu.
Allah berkata: Apakah mereka pernah melihat surga?. Malaikat menjawab: Demi
Allah, mereka tidak pernah melihatnya. Allah berkata: Bagaimana jika mereka
melihatnya?. Malaikat menjawab: Andai mereka pernah melihat surga, pastilah mereka
lebih bersemangat untuk mendapatkannya, lebih berusaha mencarinya dan lebih hebat
keinginannya. Allah berkata: Apa yang mereka mohonkan supaya dijauhkan?.
Malaikat menjawab: Mereka mohon dijauhkan dari neraka. Allah berkata: Apakah
mereka pernah melihat neraka?. Malaikat menjawab: Demi Allah, mereka tidak pernah
melihatnya. Allah berkata: Bagaimana jika mereka pernah melihatnya?. Malaikat
menjawab: Pastilah mereka lebih kuat melarikan diri dari nereka dan lebih takut. Allah
berkata: Aku persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni orang-orang
yang berzikir itu. Ada satu malaikat berkata: Ada satu diantara mereka yang bukan
golongan orang berzikir, mereka datang karena ada suatu keperluan saja. Allah
berkata: Mereka adalah teman duduk yang tidak menyusahkan teman duduknya.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad bin Hanbal).
Hadits Kedua:

82

: :
:
. Dari Jabir, ia berkata:
Rasulullah Saw keluar menemui kami, ia berkata: Wahai manusia, sesungguhnya Allah
Swt memiliki sekelompok pasukan malaikat yang menempati dan berhenti di majlis-
majlis zikir di atas bumi, maka nikmatilah taman-taman surga. Para shahabat bertanya:
Di manakah taman-taman surga itu?. Rasulullah Saw menjawab: Majlis-majlis zikir.
Maka pergilah, bertenanglah dalam zikir kepada Allah dan jadikanlah diri kamu berzikir
mengingat Allah. Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka
hendaklah ia melihat bagaimana kedudukan Allah bagi dirinya. sesungguhnya Allah
menempatkan seorang hamba di sisi-Nya sebagaimana hamba itu menempatkan Allah
bagi dirinya. (Hadits riwayat Al-Hakim dalam al-Mustadrak). Komentar Imam al-Hakim
terhadap hadits ini: Hadits ini sanadnya shahih, tapi tidak
disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka. Hadits Ketiga:
: :
. Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Apabila kamu melewati taman surga,
maka nikmatilah, para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah taman surga
itu?. Rasulullah Saw menjawab: Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majlis zikir.
(HR. At-Tirmidzi). Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Hasan. (Dalam
Shahih wa Dhaif Sunan at-Tirmidzi). Hadits Keempat:



Dari Abu Said al-Khudri, ia berkata: Muawiyah pergi ke
masjid, ia berkata: Apa yang membuat kamu duduk?. Mereka menjawab: Kami duduk
berzikir mengingat Allah. Ia bertanya: Demi Allah, apakah kamu duduk hanya karena
itu?. Mereka menjawab: Demi Allah, hanya itu yang membuat kami duduk. Muawiyah
berkata: Aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, tidak
seorang pun yang kedudukannya seperti aku bagi Rasulullah Saw yang hadits
riwayatnya lebih sedikit daripada aku, sesungguhnya Rasulullah Saw keluar menemui
halaqah (lingkaran) majlis zikir para shahabatnnya, Rasulullah Saw bertanya: Apa yang
membuat kamu duduk?. Para shahabat menjawab: Kami duduk berzikir dan memuji
Allah karena telah memberikan hidayah Islam dan nikmat yang telah Ia berikan kepada
kami. Rasulullah Saw berkata: Demi Allah, kamu hanya duduk karena itu?. Mereka

83

menjawab: Demi Allah, kami duduk hanya karena itu. Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu,
sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia memberitahukan kepadaku
bahwa Allah membanggakan kamu kepada para malaikat. (Hadits riwayat Imam at-
Tirmidzi). Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Shahih. (Dalam Shahih
wa Dhaif Sunan atTirmidzi).
Hadits Kelima:
:
Salman al-Farisi
bersama sekelompok shahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka, Rasulullah
Saw datang kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan
Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya: Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat
turun kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu. (Hadits riwayat Imam al-Hakim).
Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini: Ini hadits shahih, tidak
disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka. Komentar Imam adz-
Dzahabi: :
Komentar Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish: Hadits Shahih. Hadits Keenam:
: " :

. " Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata:
Rasulullah Saw apabila telah salam dari shalat, ia mengucapkan dengan suara yang
tinggi:

84

Komentar Syekh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: Hadits Shahih.


Hadits Ketujuh:
- -





. Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: Allah Swt berfirman: Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku
bersamanya ketika ia berzikir mengingat Aku. Jika ia berzikir sendirian, maka Aku
menyebutnya di dalam diriku. Jika ia berzikir bersama kelompok orang banyak, maka
aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia
mendekat satu jengkal kepadaku, maka Aku mendekat satu hasta kepdanya. Jika ia
mendekat satu hasta, maka Aku mendekat satu lengan kepadanya. Jika ia datang
berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (Hadits riwayat al-Bukhari
dan Muslim). Hadits Kedelapan:

-. -

. Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir setelah selesai shalat wajib
sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Ibnu Abbas berkata: Aku tahu bahwa mereka
telah selesai shalat ketika aku mendengarnya (zikir dengan suara jahr). (Hadits riwayat
al-Bukhari dan Muslim). Hadits Kesembilan:
Tidaklah sekelompok orang berzikir mengingat Allah, melainkan
para malaikat mengelilingi mereka, mereka diliputi rahmat Allah, turun ketenangan
kepada mereka dan mereka dibanggakan Allah kepada para malaikat yang ada di sisi-
Nya. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi). Komentar Syekh al-Albani dalam shahih wa dhaif
Sunan at-Tirmidzi: Hadits Shahih. Hadits Kesepuluh:
:
Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Sekelompok orang
berkumpul berzikir mengingat Allah, tidak mengharapkan kecuali keagungan Allah,
maka ada malaikat dari langit yang memanggil mereka: Berdirilah kamu, dosa-dosa
kamu telah diganti dengan kebaikan. Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam
kitab al-Musnad. Komentar Syekh Syuaib al-Arnauth tentang hadits ini:
Shahih li ghairihi, sanad ini sanad hasan.

85

Hadits Kesebelas:

. Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Aku berzikir mengingat Allah
bersama orang banyak setelah shalat shubuh hingga terbit matahari lebih aku sukai
daripada terbitnya matahari. Aku berzikir bersama orang banyak setelah shalat ashar
hingga tenggelam matahari lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya. (Hadits
riwayat Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Jami ash-Shaghir dengan tanda: Hadits Hasan).
Pertanyaan 52: Apakah Sutrah itu?
Jawaban:
.
Sesuatu yang diletakkan orang yang shalat di hadapannya untuk mencegah orang lewat
di depannya.
Pertanyaan 53: Apakah dalil shalat menghadap sutrah?
Jawaban:
Fungsi Sutrah agar orang lain tidak melewati orang yang sedang shalat, karena
Rasulullah Saw bersabda:


Kalaulah orang yang melewati orang yang sedang shalat itu mengetahui hukuman
baginya, maka berdiri 40 tahun lebih baginya daripada melewati orang yang sedang
shalat. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ancaman bagi orang yang melewati orang yang sedang shalat sangat keras, oleh sebab
itu dianjurkan menahan orang yang akan melewati tersebut dengan cara meluruskan
tangan untuk menyelamatkannya dari murka Allah Swt:


Apabila salah seorang kamu melaksanakan shalat menghadap sesuatu yang dapat
menghalanginya dari orang lain (agar tidak melewatinya), jika ada seseorang yang akan
melewatinya di depannya, maka hendaklah ia menolaknya, jika orang itu melawan,
maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya dia adalah setan. (HR. Al-
Bukhari).
86

Oleh sebab itu dianjurkan shalat menghadap Sutrah. Rasulullah Saw bersabda:

Apabila salah seorang kamu shalat, maka hendaklah ia shalat menghadap sutrah,
hendaklah ia mendekat ke sutrah, janganlah ia membiarkan seseorang lewat di
hadapannya, jika seseorang datang melewatinya, maka hendaklah ia memeranginya,
karena sesungguhnya itu adalah setan. (HR. Abu Daud, an-NasaI dan Ibnu Majah, dari
Abu Said al-Khudri).
Pertanyaan 54: Apakah hukum menggunakan sutrah?
Jawaban:

. Tidak wajib berdasarkan kesepakatan ahli
Fiqh, karena perintah memakai sutrah itu bersifat anjuran, karena tidak menggunakan
sutrah tidak menyebabkan shalat menjadi batal, bukan pula syarat sahnya shalat,
karena kalangan Salaf tidak melazimkan diri memakai sutrah, andai wajib pastilah
mereka melazimkannya, karena dosa bagi orang yang lewat di depan orang shalat,
seandainya wajib pastilah orang yang shalat itu ikut berdosa, juga karena hadits
menyebut: Rasulullah Saw pernah shalat di tanah lapang, tidak ada apa-apa di
depannya. (HR. al-Bukhari)69.
Pertanyaan 55: Adakah hadits yang menyebut Rasulullah Saw shalat tidak menghadap
Sutrah?
Jawaban:
Riwayat Pertama:
Hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas:

- -

Rasulullah Saw shalat bersama orang banyak di Mina ke (arah) tanpa ada dinding. (HR.
Al-Bukhari).
Hadits ini dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani:
: ) ( : .

69 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/118.

87

Kalimat: Ke (arah) tanpa dinding artinya: ke (arah) tanpa ada Sutrah. Demikian
menurut Imam Syafii70.
Riwayat Kedua:

Rasulullah Saw melaksanakan shalat wajib, tidak ada sesuatu yang menutupinya (tanpa
Sutrah). (HR. al-Bazzar).
Riwayat Ketiga:

:

:

:
: Dari Ibnu
Abbas, ia berkata: Saya datang bersama seorang anak/sahaya dari Bani Hasyim
menunggang keledai, kami melewati bagian depan Rasulullah Saw, ketika itu beliau
sedang shalat, kami turun, kami tinggalkan keledai memakan tanaman tanah. Kami ikut
shalat bersama Rasulullah Saw. Seseorang bertanya: Adakah tongkat di hadapan
Rasulullah?. Ia menjawab: Tidak ada. (HR. Abu Yala).
Komentar al-Hafizh al-Haitsami:
. Diriwayatkan oleh Abu Yala, para periwayatnya adalah para
periwayat shahih71.
Pertanyaan 56: Apakah boleh membaca ayat ketika ruku dan sujud?
Jawaban:
Tidak boleh berdasarkan hadits:
- -






.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah
Saw menyingkap tirai ketika banyak orang berbaris di belakang Abu Bakar. Rasulullah
Saw berkata: Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada yang tersisa dari kabar gembira
kenabian selain mimpi yang benar yang dilihat seorang muslim atau diperlihatkan
kepadanya.
70 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari:
1/125. 71 Al-Hafizh al-Haitsami, Majma az-Zawaid, 2/78

88

Ketahuilah sesunggguhnya aku dilarang membaca al-Quran ketika ruku atau sujud.
Adapun ruku maka agungkanlah Allah di dalamnya, adapun sujud maka berusahalah
dalam berdua agar layak dikabulkan bagi kamu. (HR. Muslim).
Pertanyaan 57: Apakah boleh berdoa ketika sujud?
Jawaban:
Boleh, bahkan diperintahkan, berdasarkan hadits:

- -

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Seorang
.
hamba paling dekat dengan Tuhannya ketika ia sujud, perbanyaklah doa. (HR. Muslim).
Pertanyaan 58: Apakah boleh membaca doa yang tidak diajarkan nabi dalam shalat?
Jawaban:
. :
.
. .
Doa itu lima macam: Doa yang disyariatkan, itulah yang wajib dan dianjurkan. Doa yang
mubah (boleh), tidak dianjurkan dan tidak membatalkan shalat. Doa yang makruh,
makruh dibaca tetapi tidak membatalkan shalat, seperti menoleh saat shalat, juga
seperti bertasyahhud saat berdiri atau membaca ayat saat duduk. Doa yang haram,
membatalkan shalat, karena ucapan biasa72.
Pertanyaan 59: Apakah boleh berdoa bahasa Indonesia dalam shalat?
Jawaban:
Imam an-Nawawi berkata:

72 Majmu Fatawa Ibn Taimiah: 2/215.

89
Tidak boleh membuat-buat doa yang tidak matsur (bukan dari al-Quran dan Sunnah),
kemudian diucapkan dalam bahasa asing (bukan Arab), tidak ada perbedaan pendapat
dalam masalah ini, shalat menjadi batal disebabkan perbuatan tersebut73.
Pertanyaan 60: Berapa lamakah shalat nabi ketika shalat malam?
Jawaban:

- - - -


.
Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam hingga bengkak
kedua kakinya. Aisyah berkata: Mengapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah. Allah
telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang. Rasulullah Saw menjawab:
Apakah tidak boleh jika aku ingin menjadi hamba yang bersyukur. (HR. al-Bukhari).
Pertanyaan 61: Apakah ayat yang dibaca nabi?
Jawaban:
- -
- -


.
- .

Dari Auf bin Malik al-Asyjai, ia berkata: Saya shalat malam bersama Rasulullah Saw
pada suatu malam, beliau berdiri, lalu membaca surat al-Baqarah, tidak melewati ayat
rahmat melainkan beliau berhenti dan berdoa, tidak melewati ayat azab melainkan
berhenti dan memohon perlindungan, kemudian beliau ruku seperti tegaknya, dalam
rukunya ia membaca: Maha Suci Pemilik Kekuasaan, Keagungan, Kebesaran dan
Kemuliaan. Kemudian beliau sujud seperti tegaknya. Kemudian beliau mengucapkan
doa dalam sujudnya seperti itu. Kemudian beliau berdiri dan membaca surat Al Imran,
kemudian membaca surat demi surat. (HR. Abu Daud, an-NasaI, Ahmad, ath-Thabrani
dalam al-Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra).
Pertanyaan 62: Apakah boleh shalat Dhuha berjamaah?
Jawaban:
73 Imam an-Nawawi, al-Majmu Syarh al-
Muhadzdzab: 16/212.

90

Pendapat Imam an-Nawawi: ( )





"
"

.
(Ke Delapan) telah disebutkan sebelumnya bahwa shalat-shalat sunnat tidak
disyariatkan dilaksanakan berjamaah, kecuali shalat Idul Fitri dan Idul Adha, gerhana
matahari dan bulan, shalat Istisqa (minta hujan), demikian juga Tarawih dan Witir
setelahnya. Jika kami katakan menurut pendapat al-Ashahh, sesungguhnya berjamaah
afdhal dalam semua itu, adapun shalat-shalat sunnat yang lain seperti shalat sunnat
Rawatib bersama Fardhu, shalat Dhuha, shalat sunnat mutlaq, tidak disyariatkan
berjamaah, artinya tidak dianjurkan, akan tetapi jika dilaksanakan secara berjamaah,
maka hukumnya boleh, tidak dikatakan makruh. Imam SyafiI menyebutkan secara teks
dalam Mukhtashar al-Buwaithi dan ar-Rabi bahwa boleh dilaksanakan berjamaah, dalil
bolehnya adalah banyak hadits dalam kitab Shahih, diantaranya adalah hadits Itban bin
Malik, sesungguhnya Rasulullah Saw datang ke rumahnya setelah panas terik, bersama
Rasulullah Saw ada Abu Bakar. Rasulullah Saw berkata: Di manakah engkau suka aku
laksanakan shalat di dalam rumahmu?. Maka saya tunjuk tempat yang saya sukai agar
Rasulullah Saw shalat di tempat itu. Rasulullah Saw berdiri, kemudian kami menyusun
shaf di belakang beliau, kemudian Rasulullah Saw mengucapkan salam, kami pun ikut
mengucapkan salam ketika beliau mengucapkan salam. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Shalat sunnat berjamaah bersama Rasulullah Saw juga berdasarkan hadits-hadits shahih
dari riwayat Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Ibnu Masud dan Hudzaifah. Semua hadits
mereka ada dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, kecuali hadits Hudzaifah hanya ada
dalam Shahih Muslim saja. Wallahu alam74.
Pendapat Imam Ibnu Taimiah:
: :
.
74 Imam an-Nawawi, al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab: 4/55.

91

: :
. .
Shalat sunnat terbagi kepada dua:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti
shalat Kusuf (Gerhana Matahari), shalat Istisqa (minta hujan) dan shalat malam
Ramadhan. Shalat-shalat sunnat ini dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits.
Kedua: shalat sunnat yang tidak dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah
seperti shalat Qiyamullail, shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat sunnat
Tahyatulmasjid dan shalat-shalat sunnat lainnya. Shalat-shalat sunnat jenis ini jika
dilaksanakan secara berjamaah, maka hukumnya boleh, jika dilaksanakan sekali-
sekali75.
Pertanyaan 63: Apakah dalil membaca surat as-Sajadah pada shubuh jumat?
Jawaban:
) ( - -
- - ) (
. Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw membaca pada
shalat Shubuh hari Jumat (surat) Alif Lam Mim Tanzil as-Sajdah dan Hal Ata Ala al-Insan
Hinun min ad-Dahr (Surat al-Insan). Rasulullah Saw pada shalat Jumat membaca surat
al-Jumuah dan surat al-Munafiqun. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pertanyaan 64: Bagaimana jika dibaca terus menerus?
Jawaban: :

Dari Abdullah bin Masud, sesungguhnya Rasulullah Saw membaca pada shalat Shubuh
hari Jumat Alif Lam Tanzil as-Sajdah dan surat al-Insan, melakukannya terus menerus.
(HR. ath-Thabrani dalam alMujam ash-Shaghir).
Pendapat Ibnu Baz:
75 Majmu Fatawa Ibn Taimiah: 5/381.

92

: . Rasulullah Saw
melaksanakannya secara terus menerus, artinya: terus menerus membaca dua surat
tersebut, maka sunnah melaksanakannya secara terus menerus76.
Pertanyaan 65: Ketika akan sujud, apakah imam bertakbir?
Jawaban:
-
-
.
Sujud Tilawah sama seperti sujud shalat, apabila seseorang sujud dalam shalat, maka
ketika sujud itu ia bertakbir, ketika bangun juga bertakbir, dalilnya adalah hadits shahih
dari Rasulullah Saw bahwa ketika beliau shalat bertakbir saat akan sujud dan bangun
dari sujud, demikian diriwayatkan oleh para shahabat dari hadits Abu Hurairah dan
lainnya.
Adapun sujud Tilawah di luar shalat, tidak ada riwayat melainkan hanya takbir pada
awalnya saja, demikian yang diketahui umum sebagaimana yang diriwayatkan Abu
Daud dan al-Hakim77.
Pertanyaan 66: Apakah dalil shalat sunnat Rawatib?
Jawaban:

:

} :
{

Dari Ummu Habibah Ummul Muminin, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw
bersabda:
Siapa yang shalat 12 rakaat sehari semalam, dibangunkan untuknya satu tempat di
surga. (HR. Muslim).
Penjelasan 12 rakaat tersebut terdapat dalam riwayat Imam at-Tirmidzi:
76 Majmu Fatawa Ibn Baz: 12/323. 77 Majmu
Fatawa wa Maqalat Ibn Baz: 11/221.

93




4 rakaat sebelum Zhuhur. 2 rakaat setelah Zuhur. 2 rakaat setelah Maghrib. 2 rakaat
setelah Isya. Dan 2 rakaat sebelum Shubuh. Menurut riwayat Ibnu Umar: 2 rakaat
sebelum Zhuhur.
Sedangkan 2 rakaat sebelum Ashar, 2 rakaat sebelum Maghrib dan 2 rakaat sebelum
Isya masuk dalam hadits: - -
. - - Dari Abdullah bin
Mughaffal al-Muzani, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Antara adzan dan iqamah
ada shalat. Antara adzan dan iqamah ada shalat. Antara adzan dan iqamah ada shalat,
bagi siapa yang mau melaksanakannya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pertanyaan 67: Apakah shalat sunnat Rawatib yang paling kuat?
Jawaban:
{
} . Dari Aisyah, Rasulullah Saw tidak pernah sangat kuat
melaksanakan shalat sunnat melebihi dua rakaat Fajar (Qabliyah Shubuh). (HR. Al-
Bukhari dan Muslim).

Dua rakaat Fajar (Qabliyah Shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya. (HR.
Muslim). - -
. Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah Saw melaksanakan dua rakaat Fajr apabila

telah mendengar adzan, beliau melaksanakannya ringan (pendek). (HR. Muslim).
Pertanyaan 68: Apakah ada perbedaan antara shalat Shubuh dan shalat Fajar?
Jawaban:
.
.

94

Shalat Fajar adalah shalat Shubuh, tidak ada perbedaan antara keduanya.
Dua rakaat yang diwajibkan, dimulai dari terbit fajar shadiq hingga terbit matahari.
Shalat Shubuh memiliki sunnat Qabliyyah dua rakaat, disebut Sunnat Fajar atau Sunnat
Shubuh atau dua rakaat Fajar78.
Pertanyaan 69: Jika terlambat melaksanakan shalat Qabliyah Shubuh, apakah bisa
diqadha?
Jawaban:
.
Qadha sunnat Fajar (Qabliyah Shubuh) setelah shalat Shubuh hukumnya boleh menurut
pendapat yang kuat (rajih). Tidak bertentangan dengan hadits larangan melaksanakan
shalat setelah shalat Shubuh, karena yang dilarang adalah shalat yang tidak ada
sebabnya. Akan tetapi jika qadha, sunnat fajar tersebut ditunda pelaksanaannya hingga
waktu Dhuha, tidak khawatir terlupa, atau sibuk, maka itu lebih baik79.
Pertanyaan 70: Adakah dalil shalat sunnat Qabliyah Maghrib?
Jawaban:
. - - -
-
Dari Abdullah al-Muzani, dari Rasulullah Saw: Shalatlah kamu sebelum Maghrib.
Shalatlah kamu sebelum Maghrib. Shalatlah kamu sebelum Maghrib, bagi siapa yang
mau. (HR. Al-Bukhari).


: }

{
. Dari Ibnu Abbas: Kami melaksanakan shalat dua
rakaat setelah tenggelam matahari, Rasulullah Saw melihat kami, beliau tidak
memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami. (HR. Muslim).
78 Fatawa al-Islam Sual wa Jawab: 1/6126. 79
Majmu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin: 14/242.

95

- -
- -

Dari Anas bin Malik, ia berkata: Ketika muadzin telah mengumandangkan azan, para
shahabat shalat menghadap tiang hingga Rasulullah Saw keluar (rumah), para shahabat
sedang melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib. Tidak ada apa-apa antara
adzan dan iqamah. (HR. Al-Bukhari).


- .


- . .

Martsad bin Abdullah al-Yazani berkata: Saya datang menemui Uqbah bin Amir al-
Juhani, saya katakan kepadanya: Apakah tidak aneh bagaimu melihat Abu Tamim shalat
dua rakaat sebelum Maghrib?. Uqbah menjawab: Kami melaksanakannya pada masa
Rasulullah. Saya bertanya: Apa yang membuatmu tidak melaksanakannya sekarang?.
Ia menjawab: Kesibukan. (HR. Al-Bukhari).
Pertanyaan 71:
Waktu hanya cukup shalat dua rakaat, antara Tahyatalmasjid dan Qabliyah, apakah
shalat Tahyatalmasjid atau Qabliyah?
Jawaban:
. :

( ) . . Dalam kasus seperti ini disyariatkan agar
melaksanakan shalat sunnat Rawatib (Qabliyah), sudah tercakup di dalamnya shalat
Tahyatalmasjid. Sama halnya jika seseorang masuk ke dalam masjid, ia dapati shalat
wajib sedang dilaksanakan, maka ia langsung ikut menyertai shalat wajib bersama
imam, tidak perlu lagi shalat Tahyatalmasjid, berdasarkan hadits: Apabila shalat wajib
dilaksanakan, maka tidak ada shalat lain kecuali shalat wajib. Hadits riwayat Muslim
dalam Shahihnya.
Karena tujuannya adalah agar seorang muslim tidak duduk di dalam masjid hingga ia
melaksanakan shalat yang mungkin untuk ia laksanakan. Apabila ia mendapati shalat
yang dapat menempati shalat

96

Tahyatalmasjid, maka itu sudah mencukupi, seperti shalat Wajib, shalat Rawatib, Shalat
Kusuf (Gerhana Matahari), atau sejenisnya. *Dikutip dari Acara Nur Ala ad-Darb]80.
Pertanyaan 72: Berapakah jarak musafir boleh shalat Jama/Qashar?
Jawaban: ) 89 ( :88.704

Diukur dengan ukuran sekarang lebih kurang 89km, detailnya: 88.708m. Tetap shalat
Qashar meskipun dapat ditempuh dalam satu jam perjalanan, seperti musafir
menggunakan pesawat, mobil dan sejenisnya81.
Pertanyaan 73: Berapa hari boleh Qashar/Jama?
Jawaban:
Mazhab Hanafi: :
.
Tetap boleh shalat Qashar hingga menjadi mukim, tidak boleh qashar shalat jika berniat
mukim di suatu negeri selama 15 hari lebih. Jika berniat mukim selama itu, maka mesti
shalat normal. Jika berniat kurang daripada itu, maka shalat qashar.
Mazhab Malik dan Mazhab Syafii: :

80 Majmu Fatawa wa Maqalat Ibn Baz: 11/204. 81
Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 2/477.

97

Jika orang yang musafir itu berniat menetap empat hari, maka ia shalat secara normal,
karena Allah membolehkan shalat Qashar dengan syarat perjalanan. Orang yang mukim
dan berniat mukim tidak dianggap melakukan perjalanan
.
. Mazhab Maliki mengukur kadar mukim tersebut
dengan 20 shalat. Jika kurang dari itu, boleh shalat Qashar.
Mazhab Maliki dan SyafiI tidak menghitung hari masuk dan hari keluar, menurut
pendapat shahih dalam Mazhab SyafiI, karena yang pertama adalah hari meletakkan
barang-barang dan yang kedua adalah hari keberangkatan, kedua hari tersebut hari
kesibukan dalam perjalanan.
Mazhab Hanbali:
:
Jika orang yang musafir itu berniat mukim lebih dari empat hari atau lebih dari 20 shalat,
maka ia shalat secara normal.
Perjalanan Tidak Pasti:
: .
Jika menunggu
urusan yang tidak pasti kapan selesai, ditunggu di setiap waktu, atau berharap selesai,
atau jihad memerangi musuh, atau melakukan perjalanan hari demi hari tanpa diketahui
berakhirnya, boleh shalat Qashar menurut Mazhab Maliki dan Hanbali, meskipun
berlangsung lama, selama tidak berniat mukim, sebagaimana ditetapkan mazhab
Hanafi. Menurut Mazhab Syafii: orang tersebut boleh shalat Qashar selama 18 hari,
tidak termasuk hari masuk dan hari keluar, karena Rasulullah Saw berada di Mekah pada
peristiwa Fathu Makkah karena peperangan Hawazin beliau tetap shalat Qashar82.
Pertanyaan 74: Bagaimanakah cara shalat khusyu?
Jawaban:
82 Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuhu: 2/481-483.

98

Inti dari shalat adalah zikir mengingat Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt.

Dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (Qs. Thaha *20+: 14).
Oleh sebab itu Allah Swt mengecam orang yang shalat tetapi tidak mengingat Allah:
) 5( ) 4(

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. (Qs. al-Maun *107+: 4-5).
Zikir mengingat Allah Swt dalam shalat tidak dibangun sejak Takbiratul-Ihram, akan
tetapi jauh sebelum itu. Rasulullah Saw sudah mengajarkan kekhusyuan hati sejak
berwudhu. Dalam hadits disebutkan:




Siapa yang berwudhu, ia berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung, maka keluar
dosanya dari mulut dan hidungnya. Apabila ia membasuh wajahnya maka keluar
dosanya dari wajahnya hingga keluar dari kelopak matanya. Apabila ia membasuh kedua
tangannya maka keluar dosanya dari kedua tangannya. Apabila ia mengusap kepalanya
maka keluar dosanya dari kepalanya hingga keluar dari kedua telinganya. Apabila ia
membasuh kedua kakinya maka keluar dosanya dari kedua kakinya hingga keluar dari
bawah kuku kakinya. Shalatnya dan langkahnya ke masjid dihitung sebagai amal
tambahan. (HR. Ibnu Majah).
Wudhu bukan sekedar kebersihan fisik, tapi juga telah mengajak hati untuk khusyu
kepada Allah Swt dan meninggalkan semua keduniawian yang dapat melalaikan hati dari
Allah Swt, meskipun hal kecil, oleh sebab itu Rasulullah Saw melarang menjalinkan jari-
jemari dan membunyikannya setelah berwudhu menjelang shalat:
- -
.

99

Dari Kaab bin Ujrah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Apabila salah seorang
kamu berwudhu, ia berwudhu dengan baik, kemudian ia pergi ke masjid, maka
janganlah ia menjalinkan jari jemarinya, karena sesungguhnya ia berada dalam shalat.
(HR. at-Tirmidzi).
Menunggu dan menantikan kehadiran shalat dengan persiapan hati untuk
memasukinya. Rasulullah Saw bersabda: - -

. .






.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: Maukah kamu aku tunjukkan perbuatan
yang dapat menghapuskan dosa-dosa dan mengangkat derajat?. Para shahabat
menjawab: Ya wahai Rasulullah. Rasulullah Saw bersabda: Menyempurnakan wudhu
pada saat tidak menyenangkan, memperbanyak langkah kaki ke masjid, menunggu
shalat setelah shalat. Itulah ikatan (dalam kebaikan). (HR. Muslim).
Menjawab seruan azan. Rasulullah Saw bersabda:
. - -

. .

. . .
. . .

. .

.
. . Rasulullah Saw bersabda: Apabila muadzin mengucapkan: *
( ] Allah Maha Besar). Salah seorang kamu menjawab dengan: [
( ] Allah Maha Besar). Kemudian muadzin mengucapkan: *
( ] aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah). Ia menjawab dengan: [
( ] aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah). Muadzin mengucapkan: *
( ] aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Ia
menjawab dengan: [ ( ] aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah). Muadzin mengucapkan: * ( ] Marilah
melaksanakan shalat).

100

Ia menjawab dengan: [ ( ] tiada daya dan upaya selain dengan


Allah). Muadzin mengucapkan: * ( ] Marilah menuju kemenangan). Ia
menjawab dengan: [ ( ] tiada daya dan upaya selain dengan
Allah). Muadzin mengucapkan: *
( ] Allah Maha Besar). Ia menjawab

dengan: [

( ] Allah Maha Besar). Muadzin mengucapkan: *
( ] tiada tuhan selain Allah). Ia menjawab: : [ + (tiada tuhan selain Allah),
dari hatinya, maka ia masuk surga.
(HR. Muslim).
Menjawab ucapan muadzin dari hati membimbing hati ke dalam kekhusyuan shalat.
Menutup dengan doa wasilah. Rasulullah Saw bersabda:



Siapa yang ketika mendengar seruan azan mengucapkan:


Ya Allah Rabb Pemilik seruan yang sempurna dan shalat yang didirikan, berikanlah
kepada nabi Muhammad Saw al-Wasilah dan keutamaan, bangkitkanlah ia di tempat
yang terpuji yang telah Engkau janjikan.
Maka layaklah ia mendapat syafaatku pada hari kiamat. (HR. al-Bukhari.
Memahami makna lafaz yang dibaca dalam shalat. Pemahaman tersebut mendatangkan
kekhusyuan di dalam hati. Ketika seorang muslim yang sedang shalat membaca:
101



Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabb
semesta alam. Ia fahami maknanya, maka akan mendatangkan kekhusyuan yang
mendalam, bahkan dapat meneteskan air mata karena penyerahan diri yang seutuhnya
kepada Allah Swt.
Merasakan dialog dengan Allah Swt. Ketika sedang membaca al-Fatihah, seorang hamba
sedang berdialog dengan Tuhannya. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan:
)

. ( ) ( .
- . ( ) .


. ( ) -
) .
. ( .
Allah berfirman: Aku membagi shalat itu antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian,
bagi hamba-Ku apa yang ia mohonkan. Ketika hamba-Ku itu mengucapkan: [
( ] segala puji bagi Allah Rabb semesta alam). Allah menjawab: []
(hamba-Ku memuji Aku). Ketika orang yang shalat itu mengucapkan: [ ]
(Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Allah menjawab: [ ( ] hamba-Ku
menghormati Aku). Ketika orang yang shalat itu mengucapkan: [ ( ] Raja
di hari pembalasan). Allah menjawab: [ ( ] hamba-Ku mengagungkan Aku).
Dan [ ( ] hamba-Ku melimpahkan (perkaranya) kepada-Ku). Ketika
orang yang shalat itu mengucapkan: [ ( ] kepada Engkau
kami menyembah dan kepada Engkau kami meminta tolong). Allah menjawab: [
( ] ini antara Aku dan hamba-Ku, ia mendapatkan apa
yang ia mohonkan).

102

Ketika orang yang shalat itu mengucapkan: [



( ] tunjukkanlah kami jalan yang lurus, jalan yang telah
Engkau berikan kepada mereka, bukan jalan orang yang engkau murkai dan bukan pula
jalan orang yang sesat). Allah menjawab: [ ( ] ini untuk
hamba-Ku, dan hamba-Ku itu mendapatkan apa yang ia mohonkan). (HR. Muslim).
Merasakan seolah-olah itulah shalat terakhir yang dilaksanakan menjelang kematian
tiba sehingga tidak ada kesempatan untuk beramal shaleh sebagai bekal menghadap
Allah Swt.

Pertanyaan 75: Apakah fungsi shalat?


Jawaban:
Allah Swt berfirman:


Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (Qs. Al Imran *3+:
112). Hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia terjalin ketika seorang
hamba sedang melaksanakan shalat.
Dalam shalat seorang hamba merasakan kedekatan dengan Allah Swt, ia mengadukan
semua keluh kesah hidupnya, ia hadapkan semua persoalan hidupnya kepada Dia Yang
Maha Besar Pencipta langit dan bumi, sehingga semua terasa kecil di hadapan-Nya:
Aku hadapkan wajahku kepada Dia yang telah
menciptakan langit dan bumi. Shalat mendatangkan ketenangan hati. Karena
menyerahkan hati kepada pemiliknya:


Sesungguhnya semua hati anak Adam (manusia) berada diantara jari-jemari Allah Yang
Maha Pengasih seperti satu hati, Ia mengarahkannya sesuai kehendak-Nya. (HR.
Muslim).

103

Shalat juga mendatangkan kesehatan fisik, jika dilaksanakan dengan gerakan yang
benar dan dengan thumaninah yang sempurna.
Shalat membentuk kepribadian muslim yang bebas dari penyakit hati, diantaranya
kesombongan. Dalam shalat seorang muslim dilatih melepaskan dirinya dari sifat
angkuh dan sombong, betapa tidak, ia berada dalam satu shaf dengan siapa saja, tidak
melihat derajat dan status sosial. Ia menempelkan tempat yang paling tinggi dan mulia
pada tubuhnya, ia tempelkan ke tempat yang paling rendah, ia menempelkan dahinya
ke lantai. Ia sedang menyelamatkan dirinya dari sifat sombong yang dapat

menghalanginya menuju surga Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:



Tidak akan masuk surga, seseorang yang di dalam hatinya ada sombong sebesar biji
sawi. (HR. Muslim).
Tidak hanya yang batin saja, akan tetapi zahir dan batin, shalat yang diterima Allah Swt
mampu mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Allah Swt berfirman:


Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
(Qs. alAnkabut *29+: 45).
Pertanyaan 76: Apakah shalat yang tertinggal wajib diganti?
Jawaban:
Ya, wajib. Dalil:
Imam Muslim menulis satu bab khusus dalam Shahih Muslim:
.
Bab: Qadha (mengganti) shalat yang tertinggal dan anjuran menyegerakan shalat
Qadha. - -

.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang terlupa shalat, maka ia wajib
melaksanakannya ketika ia ingat. Tidak ada yang dapat menebus shalat kecuali shalat
itu sendiri. (HR. Muslim).

104


- .

.
-
.

Dari Jabir bin Abdillah, sesungguhnya Umar bin al-Khaththab datang pada perang
Khandaq, ia datang setelah matahari tenggelam. Umar mencaci maki orang-orang kafir
Quraisy seraya berkata: Wahai Rasulullah, aku hampir tidak shalat Ashar hingga
matahari hampir tenggelam. Rasulullah Saw berkata: Demi Allah saya pun tidak
melaksanakannya. Lalu kami pergi menuju lembah Buth-han, Rasulullah Saw
berwudhu, kemudian kami pun berwudhu. Rasulullah Saw melaksanakan shalat Ashar
setelah tenggelam matahari. Kemudian setelah itu beliau melaksanakan shalat
Maghrib. (HR. al-Bukhari).
Pendapat Imam an-Nawawi:


)
(

Para ulama terkemuka telah Ijma bahwa orang yang meninggalkan shalat secara
sengaja, maka ia wajib meng-qadhanya. Abu Muhammad Ali bin Hazm bertentangan
dengan Ijma ulama, ia berkata: Orang yang meninggalkan shalat itu tidak akan mampu
meng-qadhanya, perbuatannya itu tidak sah. Ia cukup dengan memperbanyak berbuat
baik dan shalat sunnat untuk memberatkan timbangan amalnya pada hari kiamat serta
memohon ampun kepada Allah Swt bertaubat kepada-Nya. Pendapat Ibnu Hazm ini
bertentangan dengan Ijma ulama, pendapat ini batil bila dilihat dari dalilnya. Ibnu Hazm
membahas dengan mengemukan dalil-dalil, akan tetapi dalil-dalil yang ia sebutkan itu
tidak mengandung dalil secara mendasar dalam masalah ini.
Diantara dalil yang mewajibkan Qadha adalah hadits Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulullah Saw memerintahkan orang yang melakukan hubungan intim di siang
Ramadhan agar melaksanakan puasa dengan membayar kafarat. Artinya, ia mengganti
hari puasa yang telah ia rusak secara sengaja dengan hubungan intim tersebut.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan Sanad Jayyid. Abu Daud juga meriwayatkan yang
sama dengan itu. Jika orang yang meninggalkan karena lupa tetap wajib mengqadha,
maka orang yang meninggalkan secara sengaja lebih utama untuk mengqadha83.
Pendapat Imam Ibnu Taimiah:
83 Imam an-Nawawi, al-Majmu Syarh al-
Muhadzdzab: 3/71.

105


.


. - -

.

{

}:





.
Menyegerakan diri melaksanakan qadha shalat yang banyak tertinggal lebih utama
daripada menyibukkan diri dengan shalat-shalat sunnat. Adapun shalat wajib yang
tertinggal sedikit, maka melaksanakan qadha bersama shalat sunnat, itu baik. Karena
Rasulullah Saw ketika beliau tertidur bersama para shahabat sehingga tertinggal shalat
Shubuh pada tahun perang Hunain, beliau melaksanakan shalat Qadha' yang sunnat dan
yang wajib. Ketika tertinggal shalat wajib pada perang Khandaq, beliau meng-qadha
yang wajib saja tanpa shalat sunnat. Shalat-shalat wajib yang tertinggal diqadha di
semua waktu, karena Rasulullah Saw bersabda: Siapa yang mendapatkan satu rakaat
shalat Shubuh sebelum terbit matahari, maka hendaklah ia menambahkan satu rakaat
lagi. Wallahu alam84.
Kita wajib memperhatikan shalat-shalat kita, karena yang pertama kali dihisab pada
hari kiamat adalah shalat, Rasulullah Saw bersabda:












Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat dari
amalnya adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia menang dan berhasil. Jika
shalatnya rusak, maka ia telah sia-sia dan rugi. Jika ada kekurangan pada shalatnya,
Allah berfirman: Perhatikanlah, apakah hamba-Ku itu melaksanakan shalat-shalat
sunnat, maka disempurnakan kekurangan itu. Demikianlah seluruh amalnya. (HR. at-
Tirmidzi).
Pertanyaan 77: Apakah hukum orang yang meninggalkan shalat secara sadar dan
sengaja?
Jawaban:

. } { : } { :
( : )
.
84 Majmu Fatawa Ibn Taimiah: 5/105.

106

) : :
( : ) . (
. ( ) : ) ( :
: :
) :
(
Dosa besar yang kedua puluh adalah meninggalkan shalat secara sengaja.
Pensyariat Yang Maha Bijaksana telah memerintahkan orang-orang yang beriman agar
menegakkan shalat, menunaikannya, menjaganya dan memperhatikannya. Allah Swt
berfirman: Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman. (Qs. an-Nisa *4+: 103). Dan firman-Nya: Orang-orang
yang mendirikan shalat.
Sunnah juga demikian, diriwayatkan dari Rasulullah Saw: Empat perkara yang
diwajibkan Allah dalam Islam, siapa yang melaksanakan tiga, maka itu tidak mencukupi
baginya hingga ia melaksanakan semuanya; shalat, zakat, puasa Ramadhan dan haji ke
baitullah. (HR. Ahmad). Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, Rasulullah Saw
bersabda: Siapa yang meninggalkan shalat secara sengaja, maka Allah menggugurkan
amalnya, perlindungan Allah dijauhkan darinya (ia kafir), hingga ia kembali kepada Allah
dengan bertaubat. (HR. al-Ashfahani). Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Siapa yang
meninggalkan shalat, maka kafirlah ia. Dari Ibnu Masud, ia berkata: Siapa yang
meninggalkan shalat, maka tidak ada agama baginya. Dari jabir bin Abdillah, ia
berkata: Siapa yang tidak shalat, maka ia kafir.
Hadits shahih dari Rasulullah Saw: Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat itu
kafir. Demikian juga pendapat para ulama dari sejak masa Rasulullah Saw bahwa orang
yang meninggalkan shalat secara sengaja tanpa udzur hingga waktunya berakhir, maka
kafirlah ia, karena Allah Swt mengancam orang yang meninggalkan shalat. Diriwayatkan
dari Rasulullah Saw: Antara seseorang dan kekafiran adalah meninggalkan shalat85.
Senarai Bacaan.
1. Al-Quran al-Karim 2. Kutub Sittah besarta Syarah-nya 3. Imam Ahmad bin Hanbal, al-
Musnad
85 Syekh Abu Bakar al-Jazairi, al-Fiqh ala al-
Madzahib al-Arbaah: 5/233.

107

4. Imam ath-Thabrani, al-Mujam al-Kabir 5. Imam al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra 6. Imam


an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ala Shahih Muslim 7. -----------------------, al-Majmu Syarh al-
Muhadzdzab 8. ----------------------, al-Adzkar 9. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-
Bari 10. ------------------------------------------, at-Talkhish al-Habir fi Takhrij Ahadits ar-Rafii al-
Kabir 11. Imam Ibnu Qudamah, al-Mughni 12. Al-Hafizh al-Haitsami, Majma az-Zawaid
wa Manba al-Fawaid 13. Imam ash-Shanani, Taudhih al-Afkar li Maani Tanqih al-Anzhar
14. -------------------------, Subul as-Salam 15. Imam asy-Syaukani, Nail al-Authar 16. Imam
Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi asy-Syafii, Kifyat
al-Akhyr fi Hall Ghyat al-Ikhtishr 17. Imam Ibnu Taimiah, Majmu Fatawa Ibn Taimiah
18. Syekh Abu Bakar al-Jazairi, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arbaah 19. Syekh Wahbah az-
Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu 20. Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Muashirah 21.
Hasan as-Saqqaf, Shahih Shifat Shalat Nabi min at-Takbir ila at-Taslim ka Annaka Tanzhur
Ilaiha 22. Majmu Fatawa wa Maqalat Ibn Baz 23. Majmu Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin
24. Syekh Ibnu Utsaimin, Liqaat al-Bab al-Maftuh 25. Syekh Nashiruddin al-Albani,
Shifat Shalat an-Nabi min at-Takbir ila at-Taslim ka Annaka Tarahu 26. Fatawa asy-
Syabakah al-Islamiyyah 27. Fatawa Islamiyyah Sual wa Jawab 28. Maktabah Shamela
BIOGRAFI PENYUSUN.
H.Abdul Somad, Lc., MA. Lahir pada hari Rabu, 30 Jumada al-Ula 1397 Hijrah, bertepatan
dengan 18 Mei 1977M, menyelesaikan pendidikan atas di Madrasah Aliyah Nurul Falah
Air Molek Indragiri Hulu Riau pada tahun 1996. Memperoleh beasiswa dari Universitas Al-
Azhar Mesir pada tahun 1998, mendapat

108
Dipersembahkan untuk ummat oleh Tafaqquh Study Club | Website:
www.tafaqquhstreaming.com Silakan menyebarluaskan e-book ini dengan menyertakan
sumber

You might also like