You are on page 1of 15

BAB 4

BEBERAPA MASALAH TEGANGAN TINGGI

Tujuan bab
Melihat beberapa masalah yang ditimbulkan oleh penerapan tegangan tinggi.
Setelah mempelajari bab ini dan mengerjakan pelatihannya, diharapkan anda mampu
memahami:
 Penomena korona
 petir
 Induksi medan listrik pada manusia

Pengertian
Penerapan tegangan tinggi pada transmisi yang mampu mengurangi rugi-rugi yang
signifikan. Dilain pihak adanya tegangan tinggi di transmisi akan menimbulkan
berbagai persoalan, seperti korona, petir dan induksi pada manusia. Corona timbul
karena terlepaskan muatan dari konduktor sehingga menimbulkan rugi-rugi. Kawat
transmisi harus digelar di atas permukaan tanah akan rawan disambar petir, sehingga
sambaran petir ini akan merusah peralatan-peralatan jaringan. Disisi lain tegangan
tinggi menimbulkan medan listrik sehingga objek-objek dibawah transmisi tegangan
tinggi sudah pasti terkena medan listrik, tidak terkecuali manusia.

4.1. Koronan
Korona adalah terlepasnya muatan litrik dari permukaan konduktor. Modus terlepasnya
muatan itu dalam skala besar dapat terlihat dengan mata telanjang, sedangkan dalam
skala kecil tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Adanya korona ini akan membuat
rugi-rugi di penghantar bertambah besar, sehingga dalam tenaga listrik korona harus
diminimalkan sedapat mungkin.

Bila kuat medan yang terjadi di permukaan kawat tegangan tinggi melebihi kuat medan,
break down, maka akan terjadi pelepasan muatan listrik ke udara. Kondisi ini dapat
terjadi pada medan yang seragam di antara dua elektroda yang paralel di udara.
Pelepasan muatan ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu: tekanan udara, bahan
elektroda, adanya uap air di udara, photo-ionisasi dan type tegangan tinggi yang di
terapkan.

4.1.1. Mekanisme Korona


Phenomena korona dapat dianalisa dari muatan pada medium gas. Pelepasan muatan
listrik umumnya dibangkitkan oleh suatu media listrik yang mempercepat elektron-
elektron bebas bergerak dalam medium gas. Jika elektron-elektron bebas itu
mendapatkan energi yang cukup dalam medan listrik maka menghasilkan ion-ion baru
setelah menabrak atom netral, dimana atom ini menjadi tidak netral atau bermuatan
positif. Proses ini disebut dengan ionisai yang disebabkan oleh oleh dampak tabrakan
elektron itu. Jumlah elektron akan berlipat ganda seperti yang diilustrasikan pada
1
gambar 4-1. Pertama elektron terpas dari permukaan elektroda, elektron ini menabrak
atom di dalam gas dan terbentuk ion positif dan terdapat dua elektron dalam gas ini
(pada proses kedua), selanjutnya terjadi pelipat-gandaan muatan-muatan di dalam gas
itu.

Gambar 4-1 : pelepasan elektron pada elektroda negatif

Dimana dasar ionisasi dapat ditunjukan oleh formulasi sebagai berikut.


A  e  A   2e
Dimana : A adalah sebuah atom
A+ adalah sebuah ion positif
e adalah sebuah elektron

Setelah sebuah elektron bertabrakan dengan sebuah atom maka sebuah elektron pada
atom dibebaskan. Dan beberapa elektron berkemungkinan dapat juga membebaskan dua
atau lebih elektron. Selanjutnya rantai reaksi yang menyebabkan bertambahnya
kuantitas elektron secara cepat. Eksperimen pelepasan muatan dalam gas telah
dilakukan oleh Townsend, yang memberikan suatu koefisien dari jumlah elektron yang
dihasilkan oleh sebuah elektron yang bergerak sepanjang 1 cm dalam medan yang
seragam, koefisien ini disebut dengan koefisien ionisasi pertama Townsend. Arus listrik
yang terjadi oleh pelepasan elektron ini adalah

I  I oed ......................................................................................................4-1
Dimana : I adalah arus pelepasan
Io adalah arus awal
α koefisien Townsend
d adalah jarak

koefisen α dipengaruhi oleh kuat medan, tekanan gas, dan kondisi lain yang
mempengaruhi pembebasan elektron.

Sedangkan untuk keadaan medan yang seragam, tetapi tidak melebihi break down gas
maka arus pelepasan pada celah yang berjarak ‘d’ adalah :

ed
I  Io ...............................................................................4-2
1   (ed  1)

Dimana: I adalah arus celah yang terjadi


Io adalah arus awal dalam gas yang diluar sumber
γ adalah koefisien Townsend ionisasi kedua

2
α adalah koefisien Townsend ionisasi pertama
d adalah jarak celah

Untuk keadaan break down arus akan menjadi tidak terbatas sehingga didapat :

 (e ad  1)  1
.............................................................................................4-3
Analisa untuk keadaan break down jarang dilakukan karena permasalahannya menjadi
rumit sekali.

4.1.2. DC Korona
Gambar 4-2 adalah mekanisasi dari korona pada elektroda positif dan negatif.
Karakteristik korona tergantung pada tegangan, bentuk permukaan elektroda, dan
kondisi permukaan.

Proses korona negatif, pertama muatan positif dan negatif terkumpul berdekatan
(gambar 4-2). Pada proses berikutnya terlihat muatan negatif menjauhi elektroda dan
kemudian meninggalkan elektroda. Dan akhirnya terbentuk muatan-muatan positif di
permukaan elektroda. Sedangkan pada prose korona positif, pertama muatan negatif
(elektron) dari udara menuju permukaaan elektroda dan ion-ion positif yang terbentuk
pada permukaan elektroda akan menjauhi elektroda itu. Hal ini terluhat pada proses
berikutnya.

Gambar 4-2 : Distribusi muatan dalam medan tak seragam

4.1.3. AC Korona
Pada tegangan tinggi dan ekstra tegangan tinggi, korona terjadi pada ½ perioda
gelombang tegangan positif dan negatif. Kejadian ini terlihat pada sifat korona DC
untuk elektroda positif dan negatif. Dari konsep ini terlihat korona pada ½ gelombang
negatif akan memberikan arus korona yang besar dibandingkan dengan ½ gelombang
positifnya, hal ini disebabkan oleh mobilitas muatan negatif lebih tinggi yaitu :
mobilitas muatan negatif 1,99 [(cm/dt)/(V/cm)] dan muatan positif 1, 40 [(cm/dt)/
(v/cm)]. Gambar 4-3 berikut adalah model korona yang terrjadi pada tegangan ac.
Untuk kutub positif, model yang terjadi disebut permuaan kucuran (steamer onset),
permulaan sinar (glow onset) dan permulaan breakdown kucuran (breakdown streamer
onset). Sedangkan untuk kutub negatif adaah permulaan pulsa aliran kecil (trichel pulse

3
negative), permulaan sinar negatif (negative glow onset) dan permulaan kucuran negatif
(negative streamer onset).

Gambar 4-3 : Kemungkinan model korons pada tegangan AC

4.1.4 Rugi-rugi korona


Kuat medan listrik adalah min dari gradien tegangan dan bila tidak terjadi korona maka
medan yang terjadi adalah medan Laplace yaitu tidak adanya aliran muatan (2V = 0).
Sedangkan bila ada korona maka terjadi aliran muatan dipermukaan sehingga konsep
medan Laplace tidak memenuhi syarat lagi. Yang memenuhi sayarat dalam peristiwa
korona adalah konsep medan Poisson.

Metoda pengukuran medan pada muatan yang mengalir di ruangan/udara adalah suatu
masalah yang tersukar untuk dilakukan. Penyelidikan tentang adanya rugi-rugi arus oleh
adanya korona adalah dibutuhkan untuk menentukan medan listrik yang terjadi pada
keadaan korona itu. Suatu masalah yang sederhana diturunkan dari konfigurasi silinder
yang dianalisa melalui medan poisson dengan muatan bebas. Dengan menerapkan
hukum Peek (persamaan 4-4) untuk jari-jari 0,9 cm, kerapatan udara relatif adalah 1,
kekasaran permukaan 0,5 dan dilingkungi oleh sangkar dengan jari-jari 26 cm terdapat
besar medan maksimum terjadinya korona adalah 19,7 kV/cm.

0,3
E c  30  m (1  ) .................................................................4-4
( r) 0,5
dimana: Ec adalah medan maksimum tidak terjadinya korona [kV/cm]
 adalah kerapatan udara relatif
m adalah kekasaran permukaan
r adalah jari-jari konduktor

Bila besar medan kecil dari Ec maka tidak terjadi korona dan sebaliknya akan terjadi
korona. Berikut ini dapat dilihat beberapa perhitungan tegangan kritis untuk beberapa
konfigurasi.

4
1. Silinder cosentris.
Bila diameter dalam dan luar silinder adalah d1 dan d2 dalam satuan cm, tegangan pada
silinder dalam adalah V dalam satuan kV dan silinder luar ditanahkan (0 kV) akan
terdapat kuat medan sebesar E dan kapasitor adalah:
V
E .........................................................................................4-5
d1 ln (d 2 / d1 )

C 55,6 10-12
 ................................................................................................4-6
l ln (d 2 / d1 )

Dan didapat medan dan tegangan kritis korona adalah


0,436
E c  31 m (1  ) .....................................................................................4
d1 
-7

Vc  E c (d1 / 2) ln (d 2 / d1 ) ................................................................................4
-8

2. konduktor paralel diudara


Dua konduktor paralel yang identik dengan jarak antara konduktor s lebih besar dari
diameter konduktor adalah d yang masing-masing dalam satuan cm, dimana s..d dan
tegangan antar konduktor adalah V dalam sauan kV. Dalam hal ini terdapat kuat medan
dan kapasitansi yang terjadi diantara konduktor adalah
V
E .....................................................................................4-9
d ln (2s / d)
27,8 10 -12
C .......................................................................................4-10
ln (2s / d)

Sedangkan kuat medan dan tegangankritis korona adalah


0,426
E c  30 m (1  ) .........................................................................4-11
d 
Vc  E c d ln (2s / d) ............................................................................4-12

Gambar 4-4 menunjukan konfigurasi dari susunan elektroda tersebut

3. Konduktor terhadap tanah.

5
Sama halnya dengan dua konduktor, kuat medan dan kapasitansi yang terjadi terhadap
tanah dengan ketinggian h adalah:
2V
E ..................................................................................4-13
d ln (4h / d)
55,6 10 -12
C .......................................................................................4-14
ln (4h / d)
Sedangakan kuat medan kritis korona sama dengan konduktor paralel, sehingga
tegangan korona kritis adalah:

Vc  E c (d / 2) ln(4h / d) .......................................................................4-15

Kemudian dalam tahun 1911, Peek menyatakan rugi-rugi korona untuk konduktor
kering dalam keadaan frekuensi daya yang mantap adalah:

P  k (V - Vc ) 2 , Vc  V ..................................................................4-16a
dimana: P adalah rugi-rugi korona [KW]
k adalah konstanta
Vc adalah tegangan kritis korona [KV]
V adalah tegangan sistem [KV]

Secara praktis harga k dinyatakan dalam persamaan 4-16b untuk satu phasa kawat.
243,5 r
k (f - 25) 10 -5 [kW / (kV2 Km Phasa)] ....................4-16b
 d

Dengan batasan:
1) f = 25 – 120 Hz
2) r > 0,25 cm
3) V / Vc > 0,8
4) Kelembapan udara () tidak jelas sekali

Kemudian dalam tahun 1924, Ryan dan Heline menganjurkan rugi-rugi korona yang
cocok adalah:

P  4 f C V (V - Vc ) ...............................................................................4-17
Dimana : P adalah rugi-rugi korona [kW]
f adalah frekuensi sistem [Hz]
C adalah kapasitansi kawat-tanah [farad]
V adalah tegangan sistem [kV]
Vc adalah tegangan kritis korona [kV]

Selanjutnya pada tahun 1933 dalam AIEE, Petersen telah mendiskusikan rugi-rugi
korona yang cocok untuk kawat tanah adalah

0,0000337
P fV 2 F ..............................................................................4-18a
[log (2h / d)] 2

Dimana : P adalah rugi-rugi korona [kW/mil]


6
f adalah frekuensi sistem [Hz]
V adalah tegangan kawat-tanah sistem [kV]
s adalah tinggi konduktor
d adalah diameter konduktor
F adalah faktor yang merupakan fungsi tegangan sistem terhadap
tegangan kritis korona

Untuk satu phasa kawat dengan V/Vc <1,8 persamaan Peterson adalah:
21 10 -6
P fV 2 F ........................................................................................4
log (d / r) 2
-18b

Harga F dapat dilihat pada tabel dibawah ini untuk beberapa tegangan.

Tabel 4-1: Harga F untuk beberapa tegangan


# Harga : V/Vc & F
V/Vc 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0
F 0,012 0,018 0,050 0,080 0,300 1,000 2,000 6,0

Latihan: Kawat 500 kV sepanjang 300 km dengan diameter 1cm terletak 15 m dari
tanah. Hitung rugi-rugi korona dalam keadaan udara bersih (E c=15 kV/cm). Apa usaha
anda untuk mencegah terjadinya korona. Apa usaha yang harus dilakukan agar korona
tidak terjadi.

4.2. Petir
Masalah kegagalan isolator yang disebabkan oleh sambaran petir yang membuat suatu
hal yang sangat komplek dari kejadian elektromagnetik. Teknik komputer Monte Carlo
telah meramalkan probalitas dari flashover pada kawat transmisi. Dilain pihak sangat
perlu sekali perhitungan yang tepat untuk menentukan kejadian-kejadian alam ini.

Dalam kenyataannya perhitungan flashover dilakukan dengan menggunakan statistik.


Misalkan rata-rata kawat transmisi tersambar petir adalah dalam sekala setahun untuk
panjang kawat transmisi 100 kilometer, yang terdiri dari: pada panjang kawat transmisi
itu tahun pertama terjadi dua kali, tahun kedua tidak ada, tahun ketiga terjadi tiga kali,
dan tahun keempat dan kelima tidak ada. Kecenderungan terjadi flashover ini perlu
ditentukan untuk perencanaan proteksi dan keandalan dari sisitem tenaga listrik secara
menyeluruh.
Jika kawat tersambar petir maka akan ada dua kemungkinan kejadian pada isolasi yaitu:
kegagalan isolasi (flashover) dan berhasil (noflashover). Peristiwa dari kejadian ini
dapat dianalisa dari teorema statistik binomial. Bila probalitas berhasil adalah p dan
probalitas kegagalan adalah q, maka

n!
Pk  p k q n -k .................................................................................4-
k ! (n - k) !
19
Dimana : Pk adalah probalitas keberhasilan sebanyak k kali dan kegagalan n – k
kali.
7
n adalah jumlah kejadian
k adalah jumlah keberhasilan
n – k adalah jumlah kegagalan
p adalah peluang keberhasilan
q adalah peluang kegagalan

Jadi hubungan dari kedua peluang kejadian ini adalah sesuai dengan persamaan 4-20.

q 1- p ..........................................................................................................4-20

Berikut ini dapat diilustrasikan suatu contoh perhitungan untuk 100 Km panjang kawat
transmisi dengan rata-rata flashover satu kali pertahun. Kawat transmisi digelar pada
daerah yang mempunyai sambaran petir rata-rata dalam satu tahun adalah 100 kali. Jadi
didapat probalitas q adalah 0,01 selanjutnya hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4-
2.

Tabel 4-2: Probalitas keberhasilan sambar petir


Berhasil Gagal Probalitas
k n-k Pk
100 0 0,366
99 1 0,369
98 2 0,185
97 3 0,061
96 4 0,015

4.2.1. Jumlah dari sambaran petir


Secara sederahana, jumlah sambaran petir pada bumi atau kawat transmisi disuatu
tempat adalah proporsional dengan petir yang terjadi yang biasanya dihitung dalam
tahunan. Berdasarkan penelitian Prentice, level hubungan itu adalah 0,1T - 0,19T
sambaran ke bumi dalam satu kilometer persegi pertahun, dimana T adalah jumlah rata-
rata petir dalam satu hari pertahun. Untuk daerah terbuka diambil 0,14T. Sebagai
pendekatan yang kompromi diambil harga

N  0, 12T .....................................................................................................4-12
Dimana: N adalah jumlah sambaran petir kepada bumi dalam satu kilometer
persegi pertahun.
T adalah jumlah rata-rata petir tiap hari pertahun.

4.2.2. Sambaran petir pada kawat transmisi


Kawat transmisi terletak diatas permukaan bumi yang dapat juga disebut sebagai
perlindungan dari sambaran petir pada bumi. Sebagai kita kenal bahwa sambaran petir
akan berakhir bila mencapai bumi. Untuk suatu kawat tanah akan melindungi daerah
tertentu, karena sambaran petir sebelum mencapai bumi, kawat tanah yang tersambar
duluan.

8
Kawat tanah disangga pada menara-menara, sehingga kawat ini akan melendut di
tengah-tengah antara dua menara. Tinggi rata-rata kawat tanah yang didekati dengan
fungsi kuadratis adalah

h  h g - (2 / 3) (h g - h t ) ......................................................................4-22
Dimana : h adalah tinggi rata-rata kawat tanah.
hg adalah tinggi kawat tanah pada menara.
ht adalah tinggi kawat tanah ditengah-tengah dua menara.

Gambar 4-5 menunjukan daerah lindung yang diakibatkan oleh dua kawat tanah dengan
ketinggian yang sama. Dari gambar itu terdapat daerah lindung sambaran petir adalah :

W  b  4h ............................................................................................4-23

Dimana : W adalah lebar daerah lindung dengan asumsi sudut lindung θ = 63,5°.
b adalah jarak antara kawat tanah, bila terdapat satu kawat tanah maka
harga b menjadi 0
h adalah tinggi rata-rata kawat tanah.

Berdasarkan pengamatan daerah lindung petir terjadi lebih lebar lagi. Dengan demikian
disarankan pendekatan dengan persamaan berikut :

W  b  4h 1, 09 .........................................................................................4-24

Gambar 4-5 : Lebar perlindungan petir oleh dua kawat tanah

Dengan diketahui lebar daerah perlindungan, maka jumlah sambaran petir pada kawat
tanah dapat dihitung berdasarkan sambaran petir pada bumi, yaitu :

N L  0,12T (b  4h)1, 09 .........................................................................4-25


Dimana jumlah sambaran petir pada kawat tanah dihitung untuk panjang kawat tanah
100 km/tahun.

Latihan:

9
Hitung jumlah sambaran petir suatu kawasan dengan rata-rata sambaran petir adalah 20
kali pertahun, bila terdapat dua kawat di udara setinggi 25 m dan jarak antar kawat 2 m,
asumsikan sudut lindung adalah 63,50.

4.2.3. Kegagalan Perlindungan Pada Kawat Transmisi


Kegagalan perlindungan adalah bila sambaran petir tidak mengenai kawat tanah
sehingga yang tersambar adalah kawat phasanya. Pada titik kontak sambaran akan
terjadi tegangan yang sangat tinggi sekali dan tegangan ini akan berjalan dalam dua arah
sepanjang kawat phasa, kalau mencapai satu atau lebih isolator maka terjadi flashover.
Probalitas terjadinya kegagalan perlindungan harus dihitung dalam mendesain
transmisi, karena tiap kegagalan akan dinyatakan oleh trip-nya circuit breaker (CB).

Analisa dari kegagalan perlindungan yang sering digunakan oleh industri adalah
menggunakan berbagai teori dari elektromagnetik. Dalam tahun 1963, Young, Claiton
dan Hileman menyatakan dasar dari teori tersebut. Gambar 4-6 adalah suatu ilustrasi
dari mekanisasi perlindungan petir. Pada gambar ini terdapat tiga sambaran petir yang
terdekat pada kawat transmisi. Kemdian didefinisikan jarak sambaran petir adalah S,
yaitu jarak antara kawat lindung dengan mulainya kanal arus petir.

Gambar 4-6: Model perlindungan sambaran petir

Pada gambar 4-6, sambaran petir A akan berakhir pada kawat lindung, karena jarak
busur o-p melebihi S bila ke kawat phasa. Sambaran C akan berakhir di bumi dengan
jarak βS dari permukaan tanah, karena garis q-r berjarak jauh dari transmisi. Harga β
tergantung pada jenis tegangan yang diterapkan, untuk EHV berharga 0,8 dan untuk
UHV berharga 0,67. Sedangakan sembaran B mencapai busur p-q, kemudian meloncat
ke kawat phasa, karena jarak kawat lindung dan tanah lebih jauh.

Busur p-q tersebut merupakan peluang tersambarnya kawat phasa yang didefinisikan
dengan daerah terbuka atau derah rawan petir. Derah terbuka ini biasanya dinyatakan
dengan jarak horizontal (Xs). Harga Xs itu tergantung pada keadaan lingkungan seperti
cuaca, pepohonan dan lendutan kawat antara menara.
10
Sedangkan jarak sambaran tersebut adalah suatu fungsi dari muatan dalam kanal yang
sangat dipngaruhi oleh kondisi cuaca. Menentukan jarah sambaran itu berdasarkan
teoritis adalah suatu hal yang sangat sulit sekali. Secara praktis, Love mengusulkan
perhitungan jarak sambaran petir sebagai berikut.

S  kI 0, 65 ……………….….………………………………4-26a
Dimana: S adalah jarak sambaran petir [m]
I adalah arus petir [KA]
k adalah konstanta dengan besar 8-10, Love mengusulkan k = 10

Melalui persamaan ini, arus sambaran petir dapat diturunkan. Untuk k = 10, maka I=
0,029 S1,54.

Tabel 4.3: Nilai Smak untuk berbagai niali k dan arus

a) perlindungan tak sempurna, dimana lebar Xs terbuka untuk sambaran petir B


yang mengenai kawat phasa.
b) perlindungan sempurna, dimana lebar Xs = 0.

Gambar 4-7: Model efektif perlindungan sambaran petir


11
Perlindungan efektif ditunjukan oleh gambar 4-7, dimana kemungkinan daerah
sambaran petir adalah dua lokasi. Pada gambar itu tidak terdapat daerah terbuka
sehingga dimana saja sambaran petir maka kawat phasa akan aman. Sudut lindung
efektif yag dinotasikan dengan  e . Besar sudut lindung efektif dihitung melalui jarak
horizontal antara kawat lindung (kawat tanah) dengan kawat phasa. Pada kondisi
perlindungan efektif, jarak tersebut dihitung melalaui persamaan 4-17.

x S 2  ( S  hp ) 2  S 2  (  S  hg ) 2 .............................................4-27

Dimana : X adalah jarak horizontal kawat lindung dengan kawat phasa


hp adalah tinggi kawat phasa
hg adalah tinggi kawat lindung

Sehingga sudut lindung efektif adalah


 X 
 e  tan 1  
 ............................................................................4-28
 hg  hp 

Pada gambar 4-8 itu didapat harga τ = 90- α dan harga sudut γ = 180 – (ω + τ) atau
  90  (   ) . Kemudian harga Xs dapat dihitung dengan menentukan pajang P
dikurang dengan panjang Q, yaitu : Xs = P – Q, dimana P = S Cos θ dan Q = S Sin (ω –
α). Harga Xs ini dituliskan dalam persamaan 4-27.

X s  S (Cos  Sin{   }) ..................................................................4-29


S  hp
Dimana:   Sin 1
S
X
  Tan 1
hg  h p
F
  Cos 1
2S

12
Gambar 4-8: Daerah terbuka sambaran petir

Sedangkan untuk  S  hp berlaku harga cos θ = 1, sehingga persamaan 4-27 berubah


menjadi persamaan 4-28.

X s  S (1  sin { -  }) …………………..……………………………4-30

Perencanaan kawat lindung, seandainya sudut lindung tidak efektif sudah tentu akan
mengalami kegagalan perlindungan seperti ditunjukan aleh gambar 4-7. Untuk
menghitung kegagalan angka perlindungan (shieding failure rate computation), pertama
ditentukan arus sambaran petir minimum. Arus ini pada kawat phasa ditentukan oleh
jumlah terjadinya flashover pada isolator kawat, yaitu

2Vc
Imin = ..............................................................................................4-31
Z
Dimana : Imin = arus sambaran petir minimum [kA]
VC = tegangan kritis flashover isolator [kV]
ZΦ = impedansi surja dari kawat phasa.

Gambar 4-9: Perhitungan Xs


Bila jarak sambaran petir minimum maka daerah terbuka akan bertambah lebar, ini
dapat dimengerti dari gambar 4-6a bila harga s besar, maka harga pq akan menjadi nol
sehingga daearh terbuka tidak ada lagi. Untuk jarak sambaran yang maksimum, bila
arus sambaran maksimum maka akan terjadi kegagalan perlindungan. Untuk arus
sambaran diantara harga minimum maksimumnya dapat menyebabkan perlindungan
gagal berdasarkan teori elektromagnetik dan arus sambaran berakhir pada daerah
terbuka. Dalam praktek sering diambil nilai busur op sama dengan s mak pada gambar 4-
7, maka penyelesaiannya menjadi mudah

  B  Bs  AsCs 
Smak =  As
 = YO š
 .....................................................4-32
 
Dimana : Smak = jarak sambaran minimum

13
YO = (Yg +YΦ)/2
AS = m2 - m2 β – β2
BS = β (m2 + 1)
CS = m2 + 1
M = (XΦ – Xg) / (Yg - YΦ) adalah kemiringan garis op pada gambar 4-7

untuk sambaran minimum dan maksimum dapat menyebabkan kegagalan perlindungan


dengan adanya daerah terbuka. Harga XS ini berhubungan arus sambaran minimum dan
untuk arus sambaran maksimum tidak ada daerah terbuka. Untuk menentukan jumlah
sambaran petir yang menyebabkan kegagalan diambil lebar daerah terbuka menjadi
setengahnya.

Nsf = 0,012T (XS /2) (Pmin – Pmak) ……………….......................................4-33


Dimana : Nsf = kegagalan perlindungan dalam 100 Km pertahun
T = jumlah rata-rata tiap hari pertahun
XS = lebar daerah terbuka yang dihitung dari arus sambaran minimum
Pmin = probalitas sambaran petir untuki arus lebuh besar dari Imin.
Pmak = probalitas sambaran petir untuki arus lebuh besar dari Imak
Perlu dicatat persamaan 4-33 itu adalah untuk satu kawat lindung dan satu kawat phasa.
Untuk diluar ketentuan ini dapat dilakukan perhitungan menentukan tata letak kawat-
kawat tersebut.

Gambar 4-10: harga š untuk berbagai harga m

Latihan
Kawat lidung setinggi 15 m melidung objek setinggi 12 m dengan jarak horizontal 1,5
m. Hitung daerah terbuka petir bila jarak sambaran lansung petir adalah 500 m dan
gambarkan geometri kemungkinan sambaran petir berdasarkan teori Yong dkk.

4.3. Induksi Medan Listrik Pada Manusia


Arus yang diinduksikan pada tubuh manusia terjadi didalam daearah medan listrik yang
dihasilkan oleh kawat transmisi tegangan tinggi dan gardu-gardu. Pengetahuan yang
pasti tentang arus induksi pada tubuh manusia akan membutuhkan studi tubuh biologi
untuk melihat pengaruh dari efek medan listrik terhadap organ-organ yang terdapat
dalam tubuh manusia. Untuk mengetahui distribusi medan pada organ tubuh manusia
diperlukan ilmu yang sangat memadai, tidak saja bentuk dan resistansinya. Secara
14
sederhana dilakukan percobaan dengan melewati arus pada tubuh manusia dengan
membuat rangkaian ekivalennya.

Gambar 4-8: Rangkaian ekivalen tubuh manusia

Gambar ekivalen ditunjukan pada gambar 4-8, untuk medan 5,75 KV/m untuk tegangan
10 KV dengan tinggi 1,76 m. orang yang berdiri dimedan listrik tersebut akan
mengalami induksi arus hubung singkat. Secara pendekatan besar arus hubung singkat
adalah proporsional

4.3. Latihan
1. Jelaskan kenapa penerapan tegangan tinggi pada tenaga listrik mempunyai masalah
dan bagaima mengatasinya menurut anda setiap masalah tersebut.
2. Kawat 150 kV sepanjang 300 km dengan diameter 0,86 cm terletak 10 m dari tanah.
Hitung rugi-rugi korona dalam keadaan udara bersih (E c=15 kV/cm). Apa usaha anda
untuk mencegah terjadinya korona. Apa usaha yang harus dilakukan agar korona
tidak terjadi.
3. Kawat lidung setinggi 15 m melidung objek setinggi 12,5 m. Hitung sudut lindung
efektive bila jarak sambaran lansung petir adalah 500 m dan gambarkan geometri
kemungkinan sambaran petir berdasarkan teori Yong dkk.
4. Berapa jarak sambaran petir di suatu kawasan dengan arus petir maksimum adalah
50 kA dan diasumsikan k=10.
5. Jumlah rata-rata sambaran petir pasa saluran transmisi adalah 10 kali per 100 km
pertahun, dimana saluran tersebut adalah dua kawat di udara setinggi 25 m dan jarak
antar kawat 2 m, asumsikan sudut lindung adalah 63,50. Hitung sambaran petir rata-
rata pada kawasan itu.

15

You might also like