Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 6
Arvan Widjaja (150140
Zumrotun Nisa (15014043)
Erza Fakhri M. (15014049)
Jane Maria T. H. (15014067)
Rike Septiani (15014069)
Rahmaddian Nanda P. (15014077)
BAB I
PENDAHULUAN
Beton merupakan sebuah material yang umum dalam teknik sipil. Kekuatan beton
sendiri sebagai bahan fondasi bangunan sudah tidak diragukan lagi. Beton adalah
campuran dari berbagai agregat, dari superfine seperti pasir sampai coarse seperti kerikil,
yang direkatkan oleh semen yang telah dicampur oleh air.
Kekuatan beton sendiri bisa diubah-ubah sesuai dengan keahlian mencampur dari
seseorang (Human Factor) sampai pada volume campuran dari beton itu sendiri. Berikut
akan dibahas tentang material pembentuk beton yaitu semen, agregat, air, dan admixture.
1.1.1 Semen
Jika meninjau kembali sejarah, sebenarnya pada zaman batu (5600 BC), orang
sudah bisa membuat pasta semen dengan mencampurkan pasir, kerikil, dan kapur merah.
Piramida orang Mesir sendiripun dibuat dari batuan yang direkatkan oleh mortar atau
gipsum yang dibakar.
Tahun 200 A.D, orang Roma menemukan campuran purelime dan abu vulkanis
yang bisa mengeras jika dicampur air. Tempat ditemukannya abu tersebut adalah
Pozzuoli yang terletak pada Kerajaan Roma, dekat teluk Napoli, Italia. Semenjak itu
nama pozzolan atau pozzuolana digunakan.
Semen yang digunakan pada zaman modern, yang disebut juga sebagai Portland
Cement atau semen Portland, karena hasil akhir olahannya mirip dengan tanah liat di
Pulau Portland di Inggris, baru ditemukan pada sekitar tahun 1700-an oleh John
Smeaton, seorang insinyur asal Inggris. Ironisnya adalah semen tersebut akhirnya
dipatenkan oleh Joseph Aspdin, seorang insinyur pada tahun 1824. Semen Portland
buatan Aspdin menggunakan bahan yang mirip dengan Smeaton, yaitu batu kapur, silika,
dan lempung. Yang membedakan hanyalah Aspdin mencampurkan alumunium oksida
serta oksida besi untuk menambah kekuatan dari semen tersebut. Campuran semen ini
lalu dipanaskan dan selama dipanaskan, diberikan bubuk gips agar campuran tidak
mengeras seperti batu. Terbentuk lah bubuk semen seperti yang kita kenal sekarang.
Zaman modern sekarang, semen Portland sudah lebih berkembang dan sekarang,
semen Portland mempunyai 5 tipe yaitu :
1.1.2 Agregat
Agregat adalah material granular seperti pasir, kerikil, dan batuan kecil. Agregat
sendiri merupakan sebuah bahan utama dari beton, yang mengisi 80% beton. Agregat
“diikat” pada tempatnya oleh semen. Agregat yang baik haruslah agregat yang bersih,
keras, kuat, berbentuk bundar atau kubus, stabil seara kimiawi, terbebas dari kandungan
organik, dan bergradasi baik.
Kekuatan beton pun tergantung pada pengadukan dan gradasi agregat pada
umumnya. Semakin banyak gradasi agregat, semakin bagus pula kekuatan beton
tersebut. Ada beberapa jenis gradasi agregat, antara lain uniformly graded, densely
graded, dan gap graded.
Agregat dibagi menjadi duu macam beradasar ukuran partikel, sebagi berikut :
a. Agregat halus, mempunyai batasn bawah ukuran pasir = 0,075 mm dan batas atas ukuran
pasir 4,75 mm
b. Agregat kasar, mempunyai batas bawah 4,75 mm.
A. Sifat Mekanik
a. Gaya lekat (bond)
Beton memiliki berabagai bentuk dan tekstur permukaan. Hal-hal ini mempengaruhi
kekuatan beton, terutama beton berkekuatan tinggi. Semakin kasar tesktur agregat,
semakin besar daya lekat antara partikel dengan matriks semen.
b. Mekanisme lekatan(bond) anatar Agregat dan Pasta Semen
Lekatan yang tebentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
Ikatan fisik, ikatan yang bersumber dari kekerasan permukaan agregat, Semakin
kasar tekstur agregat, semakin kuatlah daya lekat antara partikel dengan matrik
semen.
Ikatan kimia, jika ikatan fisik kekuatannya bersumber pada tekstur permukaan,
maka pada ikatan kimia kekuatan ikatan bersumber pada reaksi kimia yang terjadi
antaran unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat yang menganduk
silika dapat mengikat pasta semen secara kimiawi.
c. Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari pengujian tak
langsung antara lain dari pengujian tekan sampel batuan, nilai crushing tumpukan
agregat atau performansi agregat dalam beton. Agregat dengan kekuatan moderat
atau rendah dan yang mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam
mempertahankan integritas beton pada saat terjadinya perubahan volume akibat
perubahan suhu atau sebab lainnya.
d. Thoughness
Dapat didefinisikan sebagai daya tahan ageragat terhadap kehancuran akibat beban
aimpak.
e. Hardness
Hardness, atau daya tahan terhadap keausan agregat, merupakan sifat yang penting
bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan lantai yang harus memikul
lalu lintas berat.
B. Sifat Fisik
Agregat memiliki beberapa sifat fisik ayng sangat diperlukan dalam perhitungan
perencanaan campuran beton. Beberapa sifaty yang perlu diperhatikan diantaranya :
Specific Gravity : Perbandingan massa (atau berat di udara) dari suatu unit
volume bahan terhadap massa air dengan volume yang sama pada temperatur
tertentu
Apparent Specific Gravity : Perbandingan massa agregat kering (yang divolen
pada 110C selama 24 jam) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan
agregat tersebut.
Bulk Specific Gravity : Perbandingan massa agregat SSD (Saturated and Surface
Dry) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut.
Bulk Density : Massa aktual yang akan mengisi suatu penampang/wadah dengan
volume satuan. Parameter ini berguna untuk merubah ukuran massa menjadi
ukuran volume.
Porositas dan Absorpsi : Porositas, permeabilitas, dan absorpsi agregat
mempengaruhi daya lekat antara agregat dan daya tahan beton tehadap
pembekuan pasta semen, daya tahan beton terhadap pembekuan dan pencairan,
stabilitas kimia, daya tahan terhadap abrasi dan specific gravity.
Berat Isi : Berat isi agregat adalah berat agregat ditempatkan dalam wadah 1 m3.
Berat isi beton normal berkisar antara 1200-1760 kg.
Agregat pun juga dapat memiliki kandungan air. Ini karena agregat memiliki
rongga di dalam partikel sehingga dapat menampung air. Kandungan air itu
sendiri dapat dibagi menajdi 2: Kandungan air serapan, yaitu kandungan air yang
diserap oleh rongga-rongga di dalam partikel agregat, dan kandungan air
permukaan, yaitu kandungan air yang menempel pada permukaan agregat saja.
1.1.3 Air
Air memiliki peran yang sangat penting dalam membuat beton. Air memiliki
fungsi sebagai pemicu proses kimiawi semen, pelumas bagi agregat, dan pemudah
adukan beton untuk dikerjakan. Air yang layak digunakan untuk adukan beton adalah air
yang dapat diminum. Air yang mengandung zat kimia yang berbahaya bagi adukan beton
adalah garam, zat spesi asam/basa, zat-zat organik, dsb. Disebut berbahaya karena zat-zat
tersebut dapat mengurangi kualitas beton atau spesifiknya dapat mengurangi kekuatan
beton, maka dari itu pemilihan air untuk adukan beton sangat diperlukan kejeliannya.
Berikut merupakan jenis air dan pengaruhnya terhadap beton (Mulyono T, 2003):
1. Air untuk beton harus bebas dari minyak, alkali, garam, dan bahan-bahan organik.
2. Air untuk beton pratekan atau yang dilekati aluminium, termasuk agregat tidak boleh
mengandung ion Cl (klorida). Untuk mencegah korosi, kadar klorida setelah
berumur 28 hari adalah sebagai berikut :
1.1.4 Admixture
Admixture merupakan bahan yang ditambahkan pada tahap pembuatan beton bisa
saja sebelum, selama, atau setelah proses pencampuran. Admixture menjadi salahsatu
bahan penting karena admixture berfungsi untuk mengubah beberapa sifat dari semen.
Admixture dibagi kedalam dua bagian, pertama chemical admixture yang dapat larut
dalam air dan yang kedua mineral admixture yang tak dapat larut dalam air.
Chemical admixture
Menurut suatu sumber, chemical admixture biasanya digunakan dakan jumlah yang
sedikit pada campuran beton. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat tertentu dari
campuran. Penggunaan admixture ini perlu mengikuti spesifikasi dan anjuran yang
telah ditetapkan. Jenis dari chemical admixture diantaranya yaitu :
1. Accelerators, zat yang mempercepat proses pengerasan atau pertumbuhan
kekuatan pada umur dini dari beton.
2. Set Retarder, zat yang memperlambat proses setting beton tanpa
mempengaruhi kekentalan campuran beton dan cocok digunakan pada
pengecoran dalam cuaca panas.
3. Water Reducers (Plasticizers), bahan tambahan yang dapat mengurangi
kebutuhan air pencampur namun tetap menjaga konsistensi beton yang
dihasilkan.
4. Air entraining agents, berfungsi untuk memperbanyak gelembung udara
dalam beton atau menungkatkan kelecakan campuran beton yang dihasilkan.
Mineral admixture
Mineral admixture dapat digunakan sebagai bahan pengganti sebagian berat semen
dalam campuran beton. Bahan mineral admixture ini bersifat sangat reaktif dan dapat
memperbaiki sifat mekanik dari beton. Ketiga jenis dari mineral admixture adalah
sebgai berikut :
1. Silica fume, silica fume merupakan hasil sampingan dan produksi logam silikon
dan ferrosolikon. Silica fume dapat bereaksi dengan lime (dengan bantuan air)
untuk membentuk CSH (Calcium Silicate Hydrates) sehingga dapat mengurangi
kandungan lime pada beton.
2. Slag, slag merupakan hasil sampingan dan dari produksi besi
3. Fly ash, fly ash merupakan hasil pembakaran batu bara.
1.2 Perencanaan Beton
Perancangan campuran beton (mix design) adalah suatu langkah yang sangat
penting dalam pengendalian mutu beton. Perancangan campuran (mix design) merupakan
suatu cara yang bertujuan memberi gambaran mengenai kebutuhan bahanbahan yang
dibutuhkan tiap meter kubik beton. Perancangan campuran beton bertujuan untuk
mendapatkan komposisi campuran beton yang ekonomis dan memenuhi persyaratan
kelecakan, kekuatan dan durabilitas
Menentukan berat volume agregat halus dan agregat kasar yang didefinisikan
sebagai perbandingan berat material kering dengan volumenya.
Menentukan pembagian gradasi (butir) agregat.
Menentukan besar kadar air yang terkandung dalam agregat.
Menentukan kondisi SSD agregat.
Menentukan besar (persentase) kadar lumpur dalam agregat halusyang digunakan
sebagai campuran beton.
Menentukan ada bahan organik dalam agregat halus yang akan digunakan dalam
campuran beton.
Contoh: (Pengukuran massa wadah agregat halus dan kasar, Pengukuran massa wadah
beserta agregat, Pengukuran berat agregat tertahan di saringan, Pengukuran berat
kering agregat, Pengukuran massa piknometer, Pengukuran massa piknometer yang
berisi air dan pasir)
Tabel 2.1.2 Volume Wadah , Berat Wadah dan Agregat Kasar dalam Kondisi Padat dan
Gembur
Berat Volume Rata-rata
𝐷 𝐷
( )𝐼+( )𝐼𝐼
𝐴 𝐴
Kondisi padat = = 1,6525 kg/L
2
𝐷 𝐷
( )𝐼+( )𝐼𝐼
𝐴 𝐴
Kondisi gembur = = 1,4875 kg/L
2
2.1.8 Kesimpulan
- Berat agregat halus per volume silinder saat keadaan padat 1,851 kg/L dan saat
keadaaan gembur 1,728 kg/L
- berat agregar kasar per volume silinder keadaan padat 1,454 kg/L dan saat
keadaan gembur 1,247 kg/L
- Berat volume rrata-rata kondisi padat 1,6525 kg/L dan saat keadaan gembur
1,247 kg/L
2.2 Analisis Saringan Agregar Kasar
Pemeriksaan ini bertujuan menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar. Data
distribusi butiran pada agregat kasar diperlukan dalam perencanaan adukan beton.
a. Analisis gradasi dengan menetapkan jumlah persentase lolos saring atau yang tertahan
saringan,
b. Membuat grafik akumulatif (Kurva Gradasi)
c. Memeriksa grafik dengan batasan kurva gradasi untuk perencanaan campuran beton.
2.2.5 Perhitungan
100
95
93.007
37.5
26.574
2.5 5
0.0004 0.4
2.38 4.75 9.5 19 25
Persentase Lolos Komulatif SPEC ASTM C33-90
Dari kurva gradasi agregat kasar diperoleh bahwa hasil gradasi agregat sebagian besar
berada diantara batas minimum dan batas maksimum ASTM C33-90, kecuali disaringan
ukuran 2,38 mm, persentase lolos komulatif nilainya mendekati nilai minimum. Agregat
kasar dari percobaan ini tidak terlalu sesuai dengan yang sebaiknya digunakan.
2.2.7 Kesimpulan
Karena modulus kehalusan dari sample agregat kasar memenuhi standar yaitu 2,8 maka
dapat disimpulkan juga melalui data bahwa penyebaran atau gradasi dari sample agregat
kasar sudah cukup baik.
2.3 Analisis Saringan Agregat Halus
Pemeriksaan ini bertujuan menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus. Data
distribusi butiran pada agregat halus diperlukan dalam perencanaan adukan beton.
2.3.5 Perhitungan
100
73.2
67.5
53.2 54.4
42.5
18.6 20
6
Persentase Lolos Komulatif SPEC ASTM C33-90
0.15 0.3 0.6 1.18 2.36 4.75 9.5
Karena modulus kehalusan dari sample agregat halus tidak memenuhi standar yaitu
2,136 maka dapat disimpulkan juga melalui data bahwa penyebaran atau gradasi dari sample
agregat halus kurang merata.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kadar air yang terdapat dalam agregat
halus maupun agregat kasar dengan cara pengeringan. Hal ini juga diakukan untu
mengkoreksi pemakaian air untuk campuran beton yang harus disesuaikan dengan kondisi
agregat di lapangan.
2.4.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kadar air agregat antara lain :
3. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan benda uji.
2.4.3 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kadar air agregat antara lain:
5. Setelah kering bahan uji ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam (w4)
Gambar 2.4.2 Pengeluaran Talam dari Oven
2.4.5 Perhitungan
Kadar air dalam agregat = (w3-w5)/w5 * 100%
Observasi I (halus)
A Berat wadah = 119 gram
B Berat wadah + Benda uji = 1019 gram
C Berat benda uji (B-A) = 1000 gram
D Berat benda uji kering = 974 gram
Kadar air = (C-D) / 2 x 100 % = 2,67% [KA1]
Observasi II (kasar)
A Berat wadah = 163 gram
B Berat wadah + Benda uji = 1163 gram
C Berat benda uji (B-A) = 1000 gram
D Berat benda uji kering = 954 gram
Kadar air = (C-D) / 2 x 100 % = 4,82% [KA2]
Tabel 2.4.1 Data Kadar Air Pada Afregat Kasar dan Halus
Secara teori kadar air dari agregat halus dengan berat yang sama lebih tinggi daripada
agregat kasar. Hal ini dikarenakan oleh luas permukaan dari agregat halus lebih besar
daripada luas permukaan agregat kasar sehingga air yang diserap oleh agregat halus lebih
besar daripada agregat kasar.
Hasil dari pemeriksaan kadar air agregat halus dan kasar kelompok kami menunjukan
bahwa persentase kadar air yang dimiliki oleh agregat kasar lebih besar dari kadar air agregat
halus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latarbelakang kondisi dari kedua agregat tersebut.
Perbedaan kondisi dari agregat ini dikarenakan oleh penyimpanannya tidak dalam kondisi
yang sama. Sebelum pengujian agregat kasar dalam kondisi lembab. Maka dari itu meskipun
beratnya bahan uji sama, tetapi jika kondisi dari masing-masing bahan uji berbeda maka
kedua hasil akan berbeda dengan teori.
2.4.8 Kesimpulan
Hasil pemeriksaan menunjukan persentase kadar air dalam agregat halus dengan berat
yang sama lebih kecil dari persentase kadar air yang terdapat dalam agregat kasar. Persentase
kadar air agregat halus yaitu 2,67% dan persentase kadar air yang terdapat dalam agregat
kasar yaitu 4,82%.
2.5 Analisis Specific-Gravity dan Penyerapan Agregat Halus
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan bulk and apparent specific-gravity
dan penyerapan dari agregat halus menurut prosedur ASTM C128. Nilai ini diperlukan untuk
menetapkan besarnya komposisi volume agregat dalam adukan beton.
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1,000 gram yang diperoleh dari bahan yang
Gambar 2.5.2 Agregat dimasukkan ke dalam sand cone mold kemudian ditumbuk sebanyak 25 kali.
Gambar 2.5.3 Agregat dalam kondisi SSD akan longsor ketika cetakan diangkat.
- Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer. Kemudian
piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung udara dengan cara
menggoyangkan piknometer. Rendam piknometer dengan suhu air 73,43º F selama 24
- Pisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu 230º F. Langkah ini harus
diselesaikan dalam waktu 24 jam.
Gambar 2.5.4 Agregat dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditambahkan air ke dalamnya.
- Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada
temperature 73,43º F dengan ketelitian 0.1 gram.
2.5.6 Perhitungan
dimana:
A Berat Piknometer
B Berat contoh kondisi SSD
C Berat Piknometer + air + contoh
SSD
D Berat Piknometer + air
Berat contoh kering
E
Sehingga:
Tabel 2.5.3
Apparent Specific Gravity 𝟒𝟖𝟗 = 2.687
= Perhitungan
𝟒𝟖𝟗 + 𝟔𝟔𝟎 − 𝟗𝟔𝟕
Akhir Kondisi
Bulk Specific Gravity (kering) 489 = 2.534
= Specific
500 + 660 − 967
Gravity
Bulk Specific Gravity (SSD) 500 = 2.591
= Agregat Halus
489 + 660 − 967
Persentase Absorpsi Air 500 − 489 = 2.249 %
= × 100%
489
2.5.7 Ana
lisis
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai specific gravity dan nilai absorbsi suatu
agregat halus. Specific gravity pernting diketahui karena:
Dari pengujian diperoleh nilai Apparent Specific Gravity sebesar 2.67, Bulk Specific Gravity
dalam kondisi kering sebesar 2.534, Bulk Specific Gravity dalam kondisi SSD sebesar 2.591,
dan persentase absorpsi air sebesar 2.249%. Berdasarkan standar ASTM C 128, nilai specific
gravity yang diperoleh telah memenuhi syarat yaitu dalam rentang 1.6 sampai 3.2. Nilai
Nilai Bulk Specific Gravity pada kondisi kering lebih kecil dibandingkan pada saat SSD
karena pada kondisi SSD masih ada air yang mengisi di dalam pori-pori agregat. Sehingga
berat pada kondisi SSD lebih besar dibandingkan saat kondisi kering. Jika dilihat dari nilai
specific gravity, pengujiaan ini dianggap berhasil. Namun nilai absorbsi air berdasarkan
pengujian lebih besar dari standar ASTM C 128 (2%) yaitu 2.249%. Hal ini bisa disebabkan
oleh dua hal, yaitu kesalahan pada proses pengujian atau karena agregat yang berkualitas
buruk.
2.5.6 Kesimpulan
Dari percobaan di atas, diperoleh nilai bulk and apparent specific gravity dan penyerapan dari
agregat halus sebesar:
2.6.2 Peralatan
-Timbangan
-Keranjang besi
2.6.3 Bahan
Berat contoh agregat kasar dengan massa total 3 kg dalam keadaan kering muka
(SSD/Surface Saturated Dry)
2.6.4 Prosedur Percobaan
dengan handuk
3. Timbang benda uji saat SSD dan catat nilai massa tersebut
6. Timbang benda uji dalam kondisi kering dan catat nilai massa tersebut.
2.6.5 Perhitungan
Apparent Specific Gravity = Berat contoh kering di udara/(Berat contoh kering di udara
- Berat contoh dalam air)
Bulk Specific Gravity kondisi kering = Berat contoh kering di udara/(Berat contoh SSD
- Berat contoh dalam air)
Bulk Specific Gravity kondisi SSD = Berat contoh SSD/(Berat contoh SSD - Berat
contoh dalam air)
Persentase absorpsi air = (Berat contoh SSD - Berat contoh kering di udara)/ Berat
contoh kering di udara x 100%
2.6.6 Laporan Hasil Pengamatan
Keterangan
A = Berat benda uji/agregat kasar dalam keadaan SSD
B = Berat benda uji/agregat kasar dalam air
C = Berat benda uji/agregat kasar kering di udara
Asumsi kami, berat benda uji/agregat kasar dalam keadaaan basah seharusnya lebih
berat daripada benda uji/agregat dalam keadaan SSD karena benda uji dalam air (keadaan
basah) memiliki air yang menempel di permukaan agregat kasar yang memberikan
tambahan berat daripada benda uji/agregat dalam keadaan SSD. Ternyata, berat benda
uji/agregat kasar dalam keadaan SSD mempunyai nilai yang lebih besar daripada berat
benda uji/agregat kasar dalam air (keadaan basah). Hal ini terjadi karena penimbangan berat
benda uji/agregat kasar dalam air (keadaan basah) dilakukan didalam tong berisi air.
Sehingga adanya gaya archimedes yang mempengaruhi penimbangan tersebut.
Persentase bulk specific gravity adalah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu
tertentu. Berdasarkan perhitungan data dari praktikum specific gravity persentase bulk
specific gravity dalam keadaan SSD memiliki nilai yang lebih besar daripada bulk specific
gravity dalam keadaan kering. Hal ini terjadi akibat masih ada air di dalam benda
uji/agregat dalam keadaan SSD. Sehingga hal tersebut mempengaruhi perhitungan bulk
specific gravity benda uji/agregat dalam keadaan SSD.
Dalam praktikum uji specific gravity agregat kasar, juga ada perhitungan nilai absorpsi
air di agregat kasar. Nilai absorpsi air di agregat kasar merupakan faktor dalam menentukan
kekuatan beton tersebut. Jika nilai absorpsi air di agregat kasar bernilai besar maka akan
mempengaruhi proses hidrasi antara air dan semen serta mempengaruhi nilai w/c ratio. Nilai
w/c ratio akan berpengaruh terhadap nilai absorpsi air karena jumlah berat/volume air untuk
pembuatan beton akan diserap juga oleh agregat kasar tersebut selain dari semen. Maka
akan memungkinkan semen belum mendapat air karena sudah terserap oleh agregat kasar
tersebut. Selain itu, nilai absorpsi air di agregat kasar yang besar menandakan bahwa
agregat tersebut kurang tahan lama karena makin banyak air di dalam agregat daripada
partikel agregat tersebut sehingga saat terjadi penguapan makan akan ada rongga kosong di
dalam agregat tersebut..
2.6.8 Kesimpulan
2.7.1 Tujuan
Menghitung kadar lumpur pada agregat halus dimana presentase kandungan lumpur harus
< 5% agar agregat halus bisa digunakan sebagai kandungan beton.
2.7.2 Peralatan
1. Gelas Ukur
2. Air
3. Alat Pengaduk
2.7.3 Bahan
1. Agregat Halus
4. Pastikan air berada diatas agregat halus dan tidak ada air yang terperangkap dalam
agregat.
Gambar 2.7.4 Cara Pencampuran agar tidak ada air yang terperangkap
5. Biarkan gelas ukur di tempat yang datar selama 24 jam agar lumpur mengendap
Gambar 2.7.6 Kondisi Campuran Agregat Halus dan Kasar setelah 24 jam
2.7.5 Perhitungan
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐿𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟
Kadar Lumpur = × 100%
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐿𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟+𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡
1.45
= × 100% = 12.45%
(1.45+10.2 )
Tabel 2.7.1 Keterangan Tinggi Lumpur, Agregat Halus, dan Air pada Gelas Ukur
Kadar lumpur pada agregat harus lebih kecil dari 5%. Jika melebihi, maka agregat
mengandung terlalu banyak lumpur. Hasil uji kadar lumpur kelompok kami menunjukan
bahwa kandungan lumpur yang terkandung didalam agregat halus jauh melebihi batas yang
dianjurkan yaitu 5%.
2.7.8 Kesimpulan
Agregat yang digunakan tidak fit untuk digunakan sebagai bahan pembentuk beton
dikarenakan nilai kadar lumpur yang terlalu besar.
2.8 Pemeriksaan zat organik dalam agregat halus
Tujuan dari praktikum pemeriksaan zat organik dalam agregat halus adalah untuk
menentukan adanya bahan organik dala agregat haus yang akan digunakan pada campuran
beton.
2.8.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kadar organik agregat antara lain :
1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau bahan penutup lainnya yang tidak
bereaksi terhadap NaOH
Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan zat organik agregat antara lain :
2. Air 97 mL
3. NaOH (3 gram)
1. Masukan agregat halus ke dalam botol tembus pandang sebanyak 1/3 volume botol.
3. Tambahkan larutan yang telah dibuat tersebut kedalam botol isi agregat, kemudian kocok .
4. Tutup botol gelas tesebut dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat nampak
terpisah, dan percobaan ini dibiarkan selama 24 jam agar lumpur tersebut mengendap.
2.8.5 Laporan hasil pengamatan
Hasil pengamatan yang didapat yaitu warna larutan menjadi kuning. Warna dari
larutan tersebut mirip dengan standar warna nomor 3.
2.8.7 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan pemeriksaan zat organik dalam agregat halus adalah
agregat halus yang diuji memiliki kadar organik yang sesuai dengan standar toleransi kadar
organik agregat.
BAB III
3.1 Pengertian
Nilai slump dapat dipilih dari tabel 3.3.1 untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi
berikut bila nilai slump yang tidak ditentukan dalam spesifikasi.
Tabel 3.3.1 Nilai slump yang disarankan untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi
Dari range slump 25-100, dipilih nilai slump 50 untuk untuk membuat beton
silinder.
Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi yang baik
dan dengan ukuran maksimum yang besar akan yang besar akan menghasilkan rongga
yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat yang
lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume
satuan beton.
(i) D≤d/5
(ii) D≤h/3
(iii) D≤2s/3
(iv) D≤3c/4
Dalam mixdesign beton silinder dipilih 3cm sebagai hasil dari perhitungan yang
disyaratkan pada nomor (i) lebar terkecil di anatara 2 tepi bekisting (15cm) dibagi 5.
3.3.3 Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tudak banyak terpengaru oleh jumlah
kandungan semen dalam campuran. Tabel 3.3.2 memperlihatkan informasi mengenai
kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.
Tabel 3.3.2 Nilai slump yang disarankan untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi
Jumlah air yang dibutuhkan dari hasil regresi 2 variabel yaitu nilai slump dan air adalah
173,33 kg/m3.
Kuat tekan beton umur Rasio air semen (dalam perbandingan berat)
28 hari (Mpa) Tanpa penambahan udara Dengan penambahan udara
48 0,33 -
40 0,41 0,32
35 0,48 0,40
28 0,57 0,48
20 0,68 0,59
14 0,82 0,74
Nilai kuat beton yang digunakan pada tabel 3.3.3 di atas adalah nilai kuat tekan
beton rata-rata yang dibutuhkan yaitu :
Fm = fc’ + 1,64 Sd
Dimana,
Rasio air-semen yang dipilih dari hasil regresi 2 variabel yaitu kuat tekan beton umur 28
hari dan rasio air semen adalah 6,25.
Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur
(step 3) dibagi dengan nilai rasio air semen (step 4). Hasil perhitungan nilai
perbandingan air semen yang didapat adalah 277-28 kg/m3 beton.
Tabel (3.3.5) memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan tertentu (slump = 75-
100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan persatuan volume beton adalah fungsi
daripada ukuran maksimum agegat kasar yang dibutuhkan persatuan volume beton
adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat
halus.
Berdasarkan tabel (3.3.5), volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3 beton
adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dati tabel 4.5. Volume ini kemudian
dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengn berat isi
kering dari agregat yang dimaksud (dry rodded unit weight)
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100, volume agregat kasar dapat
diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 3.3.5 dengan angka koreksi yang
ada pada tabel 3.3.6.
Ukuran maksimum agregat (mm) Volume agregat kasar (dry rodded) persatuan
volume beton untuk berbagai nilai modulus
kehalusan ACI
2,40 2,60 2,80 3,00
10 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
20 0,66 0,64 0,62 0,60
25 0,71 0,69 0,67 0,65
40 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,80 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81
Tabel 3.3.5 Volume agregat per satuan volume beton untuk beton dengan slump 5-100 mm
Volume Slump Faktor koreksi untuk berbagai ukuran
agregat (mm) maksimum agregat
kasar yang 10 mm 12,5 20 25 40
dipilih dari mm mm mm mm
hasil 25-50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
regresi 2 75-100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
variabel 150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00
yaitu ukuran maksimum agregat dan volume agregat kasar adalah 0,7 dan faktor koreksi
yang didapat untuk nilai slump yang berbeda dari hasil regresi antara faktor koreksi dan
nilai slump adalah 1,07.
Jika data berat jenis beton tidak diketahui, maka estimasi awal bisa didapat dari
tabel 3.3.7. estimasi ini didapat berdasarkan data beton dengan jumlah semen= 325
kg/m3 , dengan nilai slump 75-100 mm dan berat jenis agregat=2,7
Jika berat semen yang ada (=Ws) adalah lebih besar atau lebih kecil dari 325 kg/m 3
maka harga berat jenis beton (=X) dikoreksi sebagai berikut :
X’=X+(Ws-325)/60 * 9 kg/m3
Jika berat air yang ada (=Wa’) lebih besar/lebih kecil dari berat air yang
dibutuhkan untuk menghasilkan slump 75-100 mm berdasarkan tabel 4.2 (yaitu wa),
maka harga berat jenis beton (=X) dikoreksi sebagai berikut :
X’=X+(Ws-Wa)/6 * 9 kg/m3
Jika berat jenis agregat (=ɤag) lebih besar/lebih kecil dari 2,7, maka berat jenis
beton (=X) dikoreksi sebagai berikut:
X’=X+( ɤag-2,7)/0,1 * 59 kg/m3
Selain menggunakan tabel 4.7, estimasi awal berat jenis beton dapat diperoleh
melalui persamaan berikut :
X=10ɤa(100-A)+C(1- ɤa/ɤ) – W(ɤa-1)
Dimana : ɤa = Bulk Specific gravity (SSD) rata-rata dari kombinasi agregat halus dan
kasar
A= Kandungan udara (%)
C= Kandungan semen (kg/m3)
ɤ = Berat jenis semen
W = kandungan air (kg/m3)
10 2285 2190
20 2355 2280
25 2375 2315
40 2420 2355
50 2445 2375
75 2465 2400
Pada umumnya, stok agregat dilapangan berada dalam kondisi basah atau tidak
dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (SSD).
Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang diperoleh bisa lebih
besar atau bahkan lebih kecil dari harga yang telah ditentukan berdasarkan step 4 dan
berat SSD agregat (kondisi jenuh dan kering permukaan) menjadi lebih kecil atau
lebih besar dari harga estimasi pada step 6 dan 7.
Gambar 3.4.1 Pemasukan Material yang telah diukur ke dalam Mesin Pengaduk
Gambar 3.4.3 Pengukuran Slump, Proses Vibrasi, dan Pelumuran Oli di Bekisting
Penetapan variabel acak unit
Desain struktur dan bahan dipastikan penggunaannya benar
Disiapkan bahan
Dilakukan tes slump, jika nilai slump yang didapat kurang dari yang
diharuskan maka campuran beton ditambah dengan air hingga hasil
tes slump menunjukan angka yang diharuskan (sebaiknya) (Gambar
c)
Karena ada permukaan yang turun dan jumlah beton pada bekisting
berkurang maka dilakukan penambahan beton hingga batas
permukaan dan diratakan
8x = −0,44 + 5,44
5
x= = 0,625
8
30 Tambahan air adukan dari kondisi agg. Kasar : [23] x ([ak- 16.2016 kg
mk]/[1+ak]) 46
(6,65% − 4,80%)
= 934,003 x = 16,202
1 + 6,65%
(2,25% − 2,70%)
= 859,990 x = −3,785
1 + 2,25%
−3,785
= x 2,374 x 1000 = −9,806
1000
3.6 Analisis
Mix design adalah penting karena dengan mix design kita dapat mengetahui komposisi dari
beton yang akan dibuat. Adapun setelah melakukan perhitungan diatas, beton yang akan
dibuat seharusnya mengandung:
Semen : 10 Kg
Air : 5.9 Kg
Agregat kasar : 40 Kg
Agregat halus : 26 Kg
Hasil perhitungan rencana material beton yang ditentukan adalah perhitungan rata-rata dari
seluruh kelompok pada shift selasa pagi.
3.7 Kesimpulan
Setelah pembuatan, beton yang dihasilkan sedikit meleset dari yang sudah direncanakan,
dimana nilai slump yang didapatkan pada akhir adalah 65 mm (meleset dari perhitungan awal
yaitu 50 mm). dengan nilai slump tersebut didapatkan pula sisa air sehingga tidak seluruh air
digunakan yang menandakan bahwa agregat dalam kondisi basah atau tidak SSD.
BAB IV
PERAWATAN BETON
4.1 Pendahuluan
Perawatan beton merupakan sutu tindakan yang perlu dilakukan dalam tahapan
pembuatan beton yang berkualitas. Perawatan beton diperlukan untuk meningkatkan
pertumbuhan dari kekuatan beton itu sendiri. Prosedur dari perawatan beton terdiri dari
pengendalian temperatur dan pergerakan kelembaban dari dan kedalam beton. Aspek yang
dipengaruhi oleh perawatan beton selain dari kekuatan yaitu adalah durabilitas.
Kebutuhan akan perawatan timbul karena hidrasi semen hanya dapat berlangsung
dalam kapiler-kapiler yang berisi air. Kemudian karena kandungan air dalam kapiler tersebut
harus dijaga dan tidak penguapan harus dihindari maka air yang berasal dari luar diperlukan.
Kekuatan beton memang tidak dengan kriteria bahwa semua semen berhidrasi, tetapi
alangkah baiknya jika perawatan beton tetap dijaga keberlangsungannya semaksimal
mungkin dengan cara menjaga kelembaban dan menjaga agar kapiler tersebut tidak
mengalami kekeringan hingga kapiler dalam pasta semen yang telah berhidrasi dalam
keadaaan bersegmen sehingga beton kedap air.
5.1 Pendahuluan
Salah satu sifat mekanis dari beton adalah kekuatan beton (strength). Dari kekuatan
beton kita dapat mengetahui informasi dari beton mengenai kemampuan / kapasitas beton
tersebut dalam memikul beban. Tentu kita ingin beton yang kita buat dapat memikul beban
semaksimal mungkin baik itu beban tarik, tekan, geser, ataupun kombinasi beban-beban
tersebut.
a. Riset
Riset berarti kita dapat mengetahui kuat tekan dari tiap macam campuran beton. tentu
kita mengetahui bahwa setiap beton yang dibuat berbeda-beda kekuatannya
tergantung dari cara pencampuran dan juga komposisi bahan pembuatnya.
b. Pengendalian Mutu
Berdasarkan apa yang sudah diberikan diatas, tentu perbedaan kekuatan tersebut
adalah masalah bagi perusahaan pembuat beton. Dengan uji tekan beton kita dapat
mengetahui mutu dari beton kita, seberapa sering mutu dari beton yang dibuat tidak
memenuhi persyaratan.
c. Penentuan Kapasitas Lapangan
Berdasarkan pengendalian mutu yang diatas, kita bisa mendapatkan standar deviasi
dari produk yang kita buat. Seberapa sering error yang kita lakukan dan ini dapat
membantu kita dalam menentukan kekuatan yang dibuat jika kita membuat untuk
pekerjaan lapangan. Sebagai contoh, jika diperlukan kapasitas 25 MPa, maka kita
dapat membuat batch diatas 25 MPa sehingga error yang terjadi pun masih diatas
kapasitas yang ditentukan yaitu 25 MPa.
Kekuatan beton dipengaruhi oleh beberapa faktor atau komponen seperti dibawah ini.
a. Densitas Beton
Densitas beton berhubungan dengan rasio air/semen (w/c). w/c yang tinggi
menyatakan beton yang lebih lemah dan sebaliknya.
b. Tipe dan Kandungan Semen
Semen yang digunakan dalam pembuatan semen pun berpengaruh akan
kemampuannya merekatkan agregat. Seperti contoh semen tipe IV (Low Heat of
Hydration) mempunyai kekuatan yang lebih baik dibanding semen tipe III (High
Early Strength).
c. Penggunaan bahan kimiawi / mineral (Admixture & Additive)
Salah satu kegunaan admixture dan additive adalah sebagai WRA atau Water
Reducing Agent yang berarti ia bisa mengurangi kandungan air dalam beton. ini
berpengaruh kepada w/c rasio yang kecil. Dengan menambah admixture ini, beton
kita dapat mempunyai kuat tekan yang lebih baik karena w/c rasio yang dibutuhkan
lebih kecil. Setelah itu terdapat pula semacam additive seperti silica fume. Ini
menambah kebutuhan air dan dalam arti lain menambah w/c rasio. Dengan ini beton
pun akan lebih lemah karena w/c rasio yang tinggi.
d. Suhu dan kelembaban selama perawatan.
Perawatan beton (curing), menyebabkan air bebas masuk kedalam pori-pori beton
sehingga rongga-rongga didalam beton yang kosong akibat panas hidrasi yang
menguapkan air didalanya bisa terisi kembali oleh air. Curing konvensional memakai
bak air untuk merendam beton atau karung goni basah yang menutupi permukaan
beton. Salah satu metode curing yang lain adalah steam curing yang menyemprot
beton dengan uap air panas. Dengan metode ini, selain air bisa masuk kedalam beton,
panas hidrasi dapat berlangsung dengan lebih baik dan akibatnya beton akan menjadi
lebih kuat dibanding metode curing konvensional.
e. Sifat fisik dan mekanik agregat
Beberapa sifat fisik agregat yang dapat mempengaruhi kekuatan beton adalah bentuk
dan kekuatan agregat. Ambil contoh bentuk agregat angular dan honeycombed.
Bentuk agregat angular adalah yang terbaik karena dia simetris dan tidak berongga.
Honeycombed mempunyai banyak rongga layaknya sarang lebah dan berarti selain
kekuatannya yang kecil, dia pun mempunyai banyak void yang dapat terisi udara yang
tentu berkontribusi pada kekuatannya yang kecil. Selain itu, bentuk agregat yang
pipih juga cenderung kurang baik karena gelembung udara sering terbentuk
dibawahnya dan menambah konsentrasi udara di beton kita. Konsentrasi udara yang
terlalu tinggi juga melemahkan beton.
f. Kebersihan agregat
Agregat harus sebisa mungkin terbebas dari debu. Debu yang terlalu banyak dapat
merusak mutu beton. agregat yang baik pun harus terbebas dari segala bahan organik
seperti lumut, jamur, dan lain-lain. Bahan organik pun merusak karena selain
mencegah pasta semen dan agregat bersatu, bahan organik pun dapat bereaksi dengan
C3A (Material utama pembentuk semen) dan dapat merusak tulangan pada beton
bertulang.
g. Proporsi campuran
Gradasi agregat juga sangat menentukan kekuatan dari beton yang dibuat. Semakin
bagus gradasi agregat, semakin kuat pula beton yang dibuat. Gradasi yang baik
disebut sebagai finely graded, berarti semua ukuran agregat terbagi dengan rata.
Dengan ini, maka agregat yang lebih kecil dapat mengisi gap yang ada akibat banyak
agregat yang lebih besar. Tentu ini berarti beton kita menjadi lebih padat dan lebih
kuat.
h. Derajat Pemadatan
Prosedur uji tekan beton mengikuti ASTM C31 atau C92. Faktor – faktor yang
mempengaruhi kekuatan tekan beton :
Menentukan kuat tekan dari beton berumur 7, 14, dan 28 hari dengan bentuk silinder.
Hal-hal yang dilakukan untuk mempersiapkan beton untuk diuji yaitu beton
diambil dari tempat perawatan. Selanjutnya beton ditimbang, kemudian setelah itu
dipasang atau dilapisi capping pada kedua alas beton. Capping ini dilakukan dengan
tahapan melelehkan mortar belerang didalam pot peleleh yang dinding dalamnya telah
dilapisi tipis dengan gemuk, lalu diletakkan benda uji tegak lurus pada cetakan pelapis
sampai mortar belerang cair menjadi keras. Capping dilakukan dengan tujuan untuk
membuat permukaan beton yang akan diuji memiliki sifat keseragaman sehingga ketika
pengujian posisi serta permukaan beton steady (tidak miring dan tidak ada permukaan
beton yang tidak teruji).
5.6 Perhitungan
Spesifikasi :
Berat = 3,2 kg
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2
6000 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
7853,982
Berat = 11,92 kg
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2
13600 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459
Spesifikasi :
Berat = 12,28 kg
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2
17200 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459
Spesifikasi :
Berat = 12,28 kg
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2
19200 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459
Spesifikasi :
Berat = 12,2 kg
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2
20500 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459
Spesifikasi :
Berat = 12,52 kg
Nilai slump = 6,5 cm
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2
22500 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459
5.7 Analisis
Material penyusun beton ada empat jenis yaitu air, semen, agregat kasar, dan agregat
halus. Aspek utama mengenai kurangnya mutu material yang digunakan adalah agregat halus
dan agregat kasar. Agregat kasar yang digunakan dinilai kurang baik karena kurangnya
gradasi. Kemudian agregat halus yang digunakan teidak sesuai dengan yang telah
direncanakan, kandungan airnya meningkat karena lingkungan sekitar yang lembab faktor
cuaca.
Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan proses pengecoran beton kurang tepat.
Pertama yaitu bekisting tidak diolesi dengan oli. Hal ini berdampak pada kelekatan antara
beton dengan bekisting sehingga ketika bekisting tidak diolesi dengan oli maka saat bekisting
dilepas banyak material beton yang masih melekat pada bekisting. Alhasil beton yang didapat
menjadi bopeng. Kemudian, untuk kasus berikutnya yaitu pada proses pengecoran
berlangsung. Idealnya pengecoran beton pada bekisting divibrasi setiap kali adukan
dimasukkan kedalam bekisting (berlapis), nyatanya vibrasi dilakukan ketika adonan beton
telah memenuhi bekisting. Hal ini dapat mengakibatkan segregasi. Selanjutnya yaitu
penuangan beton setelah divibrasi menggunakan sekop untuk meratakan permukaan atas
beton dan membuat beton dalam bekisting tersebut penuh. Hal ini dinilai kembali sebagai
perilaku pengecoran yang tidak ideal.
.
BAB VI
6.1 Kesimpulan
- Berdasarkan praktikum beton yang kami lakukan, kami mendapat kesimpulan yaitu:
a. Agregat memiliki berat volume yang besar saat sudah dipadatkan daripada
sebelum dipadatkan (gembur)
b. Sampel agregat kasar yang kami dapat memiliki gradasi yang baik. Tapi,
sampel agregat halus memiliki gradasi yang kurang baik (dominan halus
akibat modulus kehalusan kurang dari 2,3)
c. Persentase kadar air agregat kasar lebih besar daripada persentase kadar air
agregat halus
d. Nilai bulk specific gravity agregat halus (SSD) adalah 2,591
Nilai bulk specific gravity agregat kasar (SSD) adalah 2,374
Sehingga dalam SSD, Nilai bulk specific gravity agregat halus lebih besar
daripada nilai bulk specific gravity agregat kasar
e. Kadar lumpur di agregat halus memiliki persentase yang lebih besar dari
standar yaitu 12%
f. Agregat halus telah memenuhi persyaratan toleransi kadar organic
- Kami merancang pembuatan beton (mix design) mengikuti standar ACI. Tetapi, di
lapangan kondisi agregat kurang baik sehingga saat pembuatan beton segar terjadi
perbedaan nilai slump di mix design dengan di lapangan.
- Saat perawatan beton segar, kami melakukannya sesuai dengan standar ACI. Kami
rendam beton segar di bak sampai H-1 uji kuat tekan beton.
- Pada saat pengujian kuat tekan beton, hasil dari uji tersebut tidak sesuai dengan
rancangan di mix design bahkan terlampau jauh rendah. Penyebab dari ke tidak tercapai
nilai f”c beton akibat dari faktor material yang tidak sesuai dengan kondisi seharusnya,
pelepasan bekisting yang kurang hati-hati, dan proses pengecoran yang tidak sesuai
dengan standar ACI.
- Kekuatan beton akhir tidak sesuai dengan fcr yang direncanakan
4. 14 hari B = 10,659
5. 28 hari A = 11,380
6. 28 hari B = 12,490
Percobaan Baja
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Uji tarik langsung dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari baja,
sepertu modulus Young, tegangan leleh, dan kuat tarik. Sifat-sifat mekanik tersebut penting
untk diketahui dalam perancangan suatu infrastruktur.
1. 2 Tujuan
- Mengetahui cara pengukuran uji tarik langsung.
- Mengetahui cara pengoperasian alat uji tarik (Universal Testing Machine)
- Menghitung nilai property mekanik dari baja seperti Modulus Young, tegangan
leleh, dan kuat tarik.
- Pembacaan tegangan dan regangan menggunakan strain gauge.
1. 3 Teorema Dasar
Tegangan (σ) adalah gaya yang dibaca pada load cell dibagi dengan luas penampang.
𝑃
𝜎=
𝐴
dimana:
𝜎 = Tegangan leleh
𝑃 = Gaya tarik saat leleh pertama
𝐴 = Luas penampang
Regangan adalah pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal benda uji.
∆𝐿
𝜀=
𝐿0
dimana:
𝜀 = Regangan
∆𝐿 = Pertambahan panjang
𝐿0 = Panjang awal
Modulus Young, E adalah nilai yang didapat dari tegangan elastis dibagi dengan
regangan elastis. Tegangan elastis terjadi ketika benda diberi beban hingga terjadi deformasi
plastis. Keadaan plastis adalah ketika baja tidak dapat kembali ke bentuk semuala setelah
beban yang bekerja dihilangkan. Ketika baja menjadi plastis dan beban masih bekerja pada
baja, pertambahan panjang akan bertambah sangat besar dengan pertambahan beban kecil,
baja akan mengalami titik patah.
BAB II
2. 2 Prosedur Percobaan
1. Persiapan benda uji
Beri nomor atau nama setiap benda uji
Ukur diameter dan panjang dari semua beda uji
No. Identifikasi Diameter Diameter Luas Panjang Panjang Elongation Beban Beban Kekuatan Tegangan Tegangan Kuat Tarik Modulus
Benda Uji Nominal Aktual Penampang Awal Akhir (%) Luluh (kg) Maks (kg) Tarik Leleh Leleh (N/mm2) Young
2
(mm) (mm) Nominal (mm) (mm) Nominal Nominal (N/mm )
(mm2) (kg/mm2) (kg/mm2)
1 Ø 8 polos 8 7.88 50.27 100 128 0.28 1500 2550 50.726079 29.83887 292.71932 497.6228367 166395
2 Ø 10 polos 10 9.74 78.54 101 128 0.27 2400 3850 49.019608 3.0557678 299.77082 480.8823529 219437
3 Ø 10 polos 10 9.68 78.54 100 128 0.28 2350 4600 58.568882 29.921059 293.52559 574.5607334 214171
4 D 10 ulir 10 9.93 78.54 103 123 0.19 2600 5100 64.935065 33.104151 324.75172 637.012987 204082
5 D 10 ulir 10 9.928 78.54 400 429 0.07 3900 5150 65.571683 49.656226 487.12758 643.2582124 200118
6 D 13 ulir 13 12.75 132.73 101 122 0.21 6600 8600 64.793189 49.725006 487.80231 635.6211859 190473
7 D 13 ulir 13 12.73 132.73 102 124 0.22 6450 8500 64.03978 48.594892 476.71589 628.2302418 204106
8 D 16 ulir 16 17.7 201.06 100 125 0.25 8750 11500 57.196857 43.519347 426.9248 561.1011638 159474
9 Ø 8 polos 8 7.94 50.27 150 193 0.29 1750 2600 51.720708 34.812015 341.50587 507.3801472 198075
10 D 10 ulir 10 9.91 78.54 495 520 0.05 3900 5100 64.935065 49.656226 487.12758 637.012987 187357
11 Ø 12 polos 12 11.85 113.1 402 453 0.13 4400 6600 58.355438 38.903625 381.64456 572.4668435 209180
500
400
Grafik Tegangan vs
300
Regangan Baja Polos
200 D8
100
0
0 5 10 15
500
400
Grafik Tegangan vs
300
Regangan Baja Polos
200 D10
100
0
-5 0 5 10
500
400
Grafik Tegangan vs
300
Regangan Baja Polos
200 D12
100
0
-10 0 10 20 30 40
98
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
99
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
400000
300000
Grafik Tegangan vs
Regangan Baja Ulir
200000
D16
100000
0
0 5 10 15
100
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
500
400
300 D8
D 10
200
100
0
-2 0 2 4 6 8 10 12
300 D 13
200 D 16
100
0
0 2 4 6 8 10 12
101
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Grafik 2.3.13 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos dan Ulir D 10
500
400
100
0
-5 0 5 10 15
Uji tarik baja digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari material,
seperti Modulus Young, tegang leleh, dan tegang tarik. Yang menjadi variable
acak pada pengujian ini adalah diameter, panjang, dan jenis baja (polos dan ulir).
102
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Sedangkan tegangan leleh untuk baja ulir D 10 adalah 324.752 Mpa, baja ulir D
13 adalah 487.80 Mpa, dan baja ulir D 16 adalah 426.925 Mpa. Gaya yang lebih
besar diperlukan untuk memutuskan baja dengan diameter yang lebih besar pula.
Namun pada akhirnya pada perhitungan kuat tarik gaya tersebut akan dibagi
dengan luas penampang. Sehingga perbandingan antara gaya dan luas penampang
antara baja dengan diameter besar dan diameter yang kecil akan relative sama.
Perbedaan harga tegangan leleh juga terlihat pada baja dengan panjang yang
berbeda namun jenis dan diameter yang sama. Besar tegangan leleh baja polos ø8
pendek adalah 292.72 Mpa dan tegangan leleh baja polos ø8 panjang adalah 341.5
Mpa. Sedangkan tegangan leleh baja ulir D 10 pendek adalah 324.75 Mpa dan
tegangan leleh baja ulir D 10 panjang adalah 487.13 Mpa. Perbedaan panjang
pada grafik menimbulkan kesan seolah-olah baja panjang lebih tidak mudah putus
dan lebih kuat dibandingkan baja pendek. Hal itu karena perbedaan deformasi dari
kedua baja. Baja panjang menghasilkan deformasi yang lebih besar dibandingkan
baja pendek. Namun akhirnya besar deformasi dibagi dengan panjang awal dari
baja. Sehingga semestinya nilai tegang leleh dan kekuatannya sama.
Meskipun harga tegangan leleh yang berbeda, kekuatan dari baja polos ø8
dan baja polos ø10 memiliki nilai kemiringan kurva yang relative sama. Nilai
kemiringan kurva merupakan nilai modulus elastisitas atau modulus Young.
Semakin besar niali kemiringan kurva atau makin besar Modulus Young maka
benda uji bersifat semakin elastis.
Pada baja ulir, kesamaan pada kemiringan kurva hanya terjadi pada baja ulir
D 10 dan D 13 sedangkan baja ulir D 16 berbeda. Kemiringan kurva dari ketiga
jenis baja mestinya sama keran diameter tidak mempengaruhi elastisitas dari baja.
Perbedaan terjadi karena regangan yang dibaca merupakan regangan dari mesin
penguji. Sedangkan skala dari regangan tersebut belum tentu antar pegujian baja
103
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
sama. Sehingga ketika ketiga hasil dibandingkan dalam satu skala, terbentuk
kurva yang tidak sesuai. Kesalahan lain yang mungkin menyebabkan perbedaan
kemiringan kurva adalah kesalahan dalam pengambilan data percobaan.
Baja polos dan baja ulir memiliki kandungan karbon yang berbeda. Hal
tersebut menyebabkan perbedaan kekuatan. Baja ulir memiliki kekutan lebih besar
dibandingkan dengan baja polos karena kandungan karbon yang lebih besar.
Kandungan karbon yang cukup tinggi pada baja akan meningkatkan kekuatan baja
namun menurunkan sifat daktilitas baja. Karbon yang tinggi pada baja
meningkatkan sifat getas. Hal ini terlihat pada kurva tekanan terhadap regangan
antara baja polos dan ulir diameter 10, dimana baja ulir lebih getas atau lebih
mudah patah dibandingkan baja polos akibat kandungan karbon yang lebih besar.
104
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
105
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
300
250 Modulus Elastisitas Baja
200
Linear (Modulus Elastisitas
150 Baja)
100
50
0
-0.5 0 0.5 1 1.5 2
Regangan ε
Gradien atau kemiringan dari kurva tegangan terhadap tegangan adalah nilai
Modulus Elastisitas atau Modulus Young. Dari grafik di atas diperoleh nilai
kemiringan kurva sebesar 209.82. Maka nilai modulus elastisitasnya adalah
209.82 dikalikan 1000 (skala regangan) adalah 209820 Mpa.
Pada grafik pertama, titik (1.689; 391.377) merupakan titik leleh baja.
Setelah melewati titik tersebut, kurva membentuk garis. Garis tersebut
menunjukkan bahwa terjadi perubahan regangan yang cukup besar sedangkan
tegangan tidak berubah cukup banyak. Deformasi terjadi cukup besar dengan
tarikan atau gaya yang bekerja yang relative kecil. Perubahan regangan yang
cukup besar terjadi hingga titik (35.082; 515.906) dimana baja putus/patah. Titik
tersebut adalah titik putus baja.
106
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Tegangan leleh (σy) adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat
benda uji mengalami leleh pertama dibagi dengan luas penampang.
𝑃𝑦
𝜎𝑦 =
𝐴0
dimana:
𝜎𝑦 = Tegangan leleh
𝑃𝑦 = Gaya tarik saat leleh pertama
𝐴0 = Luas penampang
107
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Contoh Perhitungan
14715
𝜎𝑦 = = 29.8389 N/mm2
50.27
Tegangan leleh (σy) adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat
benda uji mengalami leleh pertama dibagi dengan luas penampang.
𝑃𝑚𝑎𝑥
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝐴0
dimana:
𝜎𝑦 = Kuat Tarik
𝑃𝑦 = Gaya tarik saat leleh pertama
𝐴0 = Luas penampang
108
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Contoh Perhitungan
25015.5
𝜎𝑦 = 50.27
= 497.623 N/mm2
109
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
BAB III
3.1 Kesimpulan
Uji tarik langsung dilakukan dengan cara pemasangan benda uji ke UTM
dan benda uji ditarik dengan beban yang konstan hingga putus. Melalui
UTM diperoleh data unit beban, skala, dan unit regangan.
Setelah benda uji dipasang, pembebanan dilakukan dengan penambahan
beban secara konstan dengan skala tertentu. Benda ditarik hingga putus.
Tegangan leleh dipeoleh dari nilai beban pada titik yield dibagi luas
permukaan. Kuat tarik diperoleh dari nilai beban terbesar dibagi dengan
luas permukaan benda uji.
110
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
112
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Melalui strain gauge, tegangan dan regangan dari baja polos diperoleh
sebagai berikut:
113
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Gambar 2.5.2Tegangan danRegangan yang diperoleh melalui Uji Tarik Strength Gauge
2.6 Saran
114
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Saran yang dapat diperhatikan dalam pengujian baja ini adalah diperlukan
ketelitian dalam membaca data-data hasil pengujian dan dalam pengolahan data
sehingga menghasilkan hasil yang presisi.
Percobaan Kayu
115
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
BAB I
PENDAHULUAN
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk
berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi),
bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi.
Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan
sebagainya. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa
dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan di batang. Ilmu kayu (wood
science) mempelajari berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat-
sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam berbagai kondisi penanganan.
Ada kaitan yang erat antara sifat-sifat kayu dengan sifat jenis pohon yang
menghasilkannya. Kerapatan (densitas) kayu bervariasi menurut spesiesnya
dan menentukan kekuatan kayu tersebut. Kayu mahoni dan jati, misalnya,
memiliki kerapatan sedang hingga tinggi, sehingga baik untuk diolah sebagai
furniture dan kayu konstruksi. Akan tetapi kayu dadap dan kapuk
kerapatannya rendah, sehingga hanya layak untuk membuat begisting atau
penggunaan lain yang tidak memerlukan banyak kekuatan.
116
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Setiap jenis kayu memiliki sifat fisik yang bervariasi, yang menentukan
kualitas dan fungsi dari kayu tersebut. Kayu lunak (softwood) misalnya lebih
dipilih untuk menjadi kertas karena mudah dihancurkan dan dijadikan pulp.
Sedangkan kayu keras (hardwood) digunakan sebagai tiang bangunan. Selain itu,
keberadaan fitur tertentu seperti knot (mata kayu) dan warna juga mempengaruhi.
Kayu merupakan hasil dari tumbuhan hidup dengan serat yang tidak homogen,
sehingga sifat fisiknya tidak akan sama secara radial (dari bagian empulur ke luar)
dan longitudinal (memanjang kayu, dari bawah ke atas).
Air terdapat di dalam kayu dalam bentuk: air di dalam dinding sel, air di
dalam protoplasma, dan air di antara ruang kosong dan celah antar sel. Secara
teori tidak pernah ada kayu yang seratus persen tanpa kadar air meski dikeringkan
di dalam tanur (oven) sekalipun. Sehingga pengukuran kadar kayu yang, biasanya
untuk keperluan kimiawi, kayu yang dikeringkan dengan tanur dapat dikatakan
"kering absolut". Efek keberadaan air di dalam kayu adalah menjadikan kayu
lebih lunak dan mudah dibentuk. Sehingga kadar air ini mempengaruhi sifat fisik
lainnya seperti kekuatan tarik dan kekuatan tekan.
Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang
sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak
dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu
tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini
penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat
tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan
117
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang
berbeda-beda. Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-
beda. Dari sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada
beberapa sifat yang umum terdapat pada semua jenis kayu yaitu :
Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan
zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan
BJ-nya. Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara
BJ minimum 0,2 (kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani). Umumnya
makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula.
2. Keawetan
unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat
kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu
teras lebih awet dari kayu gubal.
3. Warna
Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna
dalam kayu yang berbeda-beda.
4. Tekstur
5. Arah Serat
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon.
Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat
berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring).
6. Kesan Raba
Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan
kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba tiap jenis
kayu berbeda-beda tergantung dari tekstur kayu, kadar air, kadar zat
ekstraktif dalam kayu.
Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara
terbuka. Beberapa jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk
menyatakan bau kayu tersebut, sering digunakan bau sesuatu benda yang
umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat penyamak (jati), bau
kamper (kapur) dsb.
8. Nilai Dekoratif
119
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Gambar kayu tergantung dari pola penyebaran warna, arah serat, tekstur,
dan pemunculan riap-riap tumbuh dalam pola-pola tertentu. Pola gambar
ini yang membuat sesuatu jenis kayu mempunyai nilai dekoratif.
9. Higroskopis
Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk
membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber
panas.
13. Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran
listrik. Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar
air 0 %, kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya
apabila kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya
hantarnya boleh dikatakan sama dengan daya hantar air.
120
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
1. Keteguhan Tarik
Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil daripada
keteguhan kompresi sejajar arah serat.
3. Keteguhan Geser
Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada keteguhan
geser sejajar arah serat.
121
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
5. Kekakuan
6. Keuletan
7. Kekerasan
122
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
8. Keteguhan Belah
Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau sifat
mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :
b. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.
Penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian tertentu tergantung dari sifat-
sifat kayu yang bersangkutan dan persyaratan teknis yang diperlukan. Jenis-jenis
kayu yang mempunyai persyaratan untuk tujuan pemakaian tertentu antara lain
dapat dikemukan sebagai berikut :
1. Bangunan (Konstruksi)
2. Veneer biasa
Persyaratan teknis : kayu bulat berdiameter besar, bulat, bebas cacat dan
beratnya sedang.
123
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
124
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
3. Veneer mewah
Jenis kayu : jati, eboni, sonokeling, kuku, bongin, dahu, lasi, rengas,
sungkai, weru, sonokembang.
4. Perkakas (mebel)
5. Lantai (parket)
Persyaratan teknis : keras, daya abrasi tinggi, tahan asam, mudah dipaku
dan cukup kuat.
Persyaratan teknis : kuat, tidak mudah patah, ringan, tekstur halus, serat
halus, serat lurus dan panjang, kaku, cukup awet.
8. Alat Musik
125
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
9. Alat Gambar
Jenis kayu : balau, giam jati, kulim, lara, merbau, tembesu, ulin.
Persyaratan teknis : serat lurus, keras, tekstur halus, liat, tidak mudah
patah dan berwarna gelap.
14. Pensil
126
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
15. Moulding
127
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
BAB II
2.1 Pendahuluan
Kuat tekan kayu merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui
seberapa kuat kayu tersebut ditekan. Kuat tekan kayu adalah tolak ukur yang
digunakan nantinya untuk menentukan dimensi kayu yang disarankan pada kerja
pembebanan.
2.2 Tujuan
Menentuka kekuatan tekan kayu yang basah dan kering dengan penekanan
yang berbeda yaitu secara sejajar serat dan tegak lurus serat.
129
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Keterangan:
Fc : kuat tekan (Mpa)
P : beban maksimum (N)
A : Luas penampang tertekan (mm2)
A = panjang penampang x lebar penampang
P = pembebanan x g
130
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
g = 10 m/s2 (asumsi)
Gambar 2.5.1 Kayu Kering Setelah diberu beban maksimum serat sejajar
131
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Gambar 2.5.2 Kayu Basah Setelah diberu beban maksimum serat sejajar
132
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Gambar 2.5.4 Kayu basah diberi beban maksimum tegak lurus serat
133
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
2.6 Analisis
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data, nilai kuat
tekan kayu sejajar serat berbeda daripada nilai kuat tekan kayu tegak lurus
serat. Hal ini terjadi karena kayu memiliki sifat anisotropik yaitu kekuatan
sejajar serat kayu berbeda dengan kekuatan tegak lurus serat. Selain itu, kayu
dalam keadaan kering memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kayu
dalam keadaan basah. Hal ini disebabkan oleh air yang berada di dalam kayu
juga memberikan beban terhadap kayu sehingga kayu tidak bisa
menerima/menahan beban dari luar secara optimum. Nilai kuat tekan kayu
sejajar serat lebih besar daripada nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat. Hal
ini terjadi akibat dari arah lendutan (deformasi) kayu searah dengan
pemberian beban kayu tegak lurus serat sehingga kayu lebih mudah
mengalami deformasi jika diberi beban tegak lurus serat kayu. Pada kayu
setelah diberi beban sejajar serat, terlihat jelas retak kompresi dan geser
terutama pada kayu dalam keadaan kering. Kayu dalam keadaan basah setelah
diberi beban sejajar serat dominan mempunyai retak geser saja. Hal ini terjadi
karena, kayu dalam keadaan kering mengalami kompresi pada saat
pembebanan.
2.7 Kesimpulan
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan kering: 34,12 MPa
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan basah: 26,24 MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan kering: 15,56 MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan basah: 14,96 MPa
134
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
BAB III
3.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas pengaruh kadar air dari kayu terhadap kekuatan
dari kayu. Baik kekuatan menahan tekanan sejajar serat dan tekanan tegak lurus
serat. Pengujian ini diperlukan karena bahan material dari kayu yang sangat
berbeda dari baja dan beton, kayu memiliki sifat mudah meresap air, sehingga
sangat penting kita tahu seberapa besar pengaruh terhadap kekuatan dari kayu
tersebut agar kita sebagai engeneir dapat memanfaatkan sifat dan karakteristik
dari kayu semaksimal mungkin tanpa terganggu sifat kayu yang mudah menyerap
air.
Kadar air adalah kandungan air yang terdapat dalam kayu, biasanya
dinyatakan sebagai persen dari berat kayu kering oven. Kadar air kayu atau bahan
berkayu dapat dinyatakan dalam kadar air berdasarkan berat kayu kering oven
atau berat kayu basah.
135
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
136
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Peralatan :
0,01 1
0,05 5
0,1 10
0,5 50
1,0 100
Bahan Uji : Semua ukuran kayu atau bahan berkayu dapat dipakai
1. Timbang benda uji dengan timbangan yang sesuai dengan tingkat ketelitian
yang dinginkan.
3. Akhir proses pengeringan telah dicapai bila kehilangan berat benda uji dalam
pengukuran dalam pengukuran setiap 3 jam sekali adalah sama atau bila
kehilangan berat kurang dari dua kali kepekaan timbangan yang dipilih.
137
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
138
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Contoh Perhitungan:
(𝐴−𝐵)
KA (%) = 𝑥100 %
𝐵
Dimana :
(196−172) 24
KA (%) = 𝑥100 % = 172 𝑥100 % = 13,9534884 %
172
139
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
3.7 Analisis
140
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Kadar air pada kayu kering lebih sedikit dibandingkan kadar air kayu
basah, benda uji kering baik tegak lurus serat maupun sejajar serat masih
mengandung air, kering tegak lurus serat 13,9534884 % dan kering sejajar serat
14,4859813 %. Benda uji basah mengandung lebih banyak air, untuk basah tegak
lurus serat kadar airnya 30,9392265 % dan basah sejajar serat 36,8888889 %. Dari
gambar terlihar pola retakan dari kering sejajar serat dan basah sejajar serat
berbeda, pada basah sejajar serat pola retakannya lebih terbuka dan terlihat jelas
serat dari kayu tersebut, sedangkan pada kering sejajar serat polaretakan labih
patah-patah karena seratnya kaku. Untuk kering tegak lurus serat dan basah tegak
lurus serat ditinjau untuk deformasi yang sama memiliki nilai pembebanan
berbeda, kering tegak lurus serat dapat menahan pembebanan lebih besar
dibanding basah tegak lurus serat.
Kadar air berpengaruh terhadap kekuatan kayu, kayu yang kering lebih
tahan terhadap tekanan dibandingkan kayu yang basah terlihat dari retakan basah
sejajar serat lebih besar, ini dikarenakan serat dari basah sejajar serat lebih lentur
dari serat kayu kering sehingga mudah mengalami deformasi dan kering tegak
lurus serat untuk deformasi yang sama mampu menahan beban lebih besar
dibanding basah tegak lurus serat.
141
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
142
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Kadar air :
143
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
BAB IV
4.1 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kuat lentur. Kedua,
percobaan ini bertujuan untuk menentukan modulus elastisitas lentur berdasarkan
selisih beban antara tahap pembebanan, selisih lendutan.
a. Mesin uji lentur, alat ukur waktu, roll meter, jagka sorong, pengukur
lendutan, pengukur kadar air.
b. Dua buah tumpuan pelat dan rol dari baja dan harus memungkinkan benda uji
bisa bergerak dalam arah horizontal.
c. Bantalan penekan untuk pemberian beban terbuat dari baja.
d. Alat ukur lendutan
e. Data logger
1. Disiapkan benda uji dengan ketentuan ukuran seperti pada gambar berikut
144
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
145
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Tabel 4.4.1 Jarak tumpuan, lebar, tinggi, pembebanan maksimum dalam dua kondisi kayu yang
berbeda
Asumsi g = 10 m/s2
Beban vs Lendutan
Kayu Kering Kayu Basah
Beban Maksimum Beban Maksimum
No Lendutan (mm) Pembebanan (kg) No Lendutan (mm) Pembebanan (kg)
(N) (N)
1 0 0 0 1 0 0 0
2 3.36 100 1000 2 4 100 1000
3 5.56 200 2000 3 7.62 200 2000
4 7.8 300 3000 4 15.84 300 3000
5 10.62 400 4000 5 23.96 320 3200
6 15.08 500 5000
7 22.7 570 5700
Tabel 4.4.2 Beban dan lendutan dalam dua kondisi kayu yang berbeda
146
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Ga
mba
r
4.4.
2
Pola
retak
an
pada
kayu
basa
h
147
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Keterangan:
Fb = kuat lentur
P = beban maksimum (N)
L = jarak tumpuan (mm)
b = lebar (mm)
h = tinggi (mm)
dimana:
P=mxg
Keterangan:
P = beban maksimum (N)
m = pembebanan maksimum (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
148
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Keterangan:
Eb = Modulus elastisitas lentur (MPa)
p = Selisih pembebanan dari satu tahap pembebanan ke tahap pembebanan
berikutnya (N)
L = Jarak tumpuan (mm)
y = Selisih lendutan dari satu tahap pembebanan ke tahap
pembebanan berikutnya (mm)
b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm)
Kayu basah:
- p = 1000 N
- L = 710 mm
- y = 4 mm
- b = 50,74
- h = 52,39
Sehingga nilai modulus elastisitas (Eb) adalah:
Eb = (1000 x 7103)/(4 x 4 x 50,74 x 52,393)
149
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Eb = 3065, 91 MPa
Sehingga grafik beban vs lendutan untuk kayu dalam keadaan kering dan
basah adalah:
150
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
4.6 Kesimpulan
- kuat lentur kayu dalam keadaan kering adalah = 43,59 Mpa
- kuat lentur kayu dalam keadaan basah adalah = 24,47 MPa
- nilai modulus elastisitas (Eb) adalah = 3645,36 Mpa
- nilai modulus elastisitas (Eb) adalah = 3065, 91 Mpa
151
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
BAB V
5.1 Kesimpulan
- Kadar air berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Kayu kering lehih kuat
menahan beban dibandingkan yang basah. Pembebanan yang diterima benda
uji :
Kering pembebanan tegak lurus serat adalah 3890 Kg.
Kering pembebanan sejajar serat adalah 8530 Kg.
Basah pembebanan tegak lurus serat adalah 3740 Kg.
Basah pembebanan sejajar serat adalah 6560 Kg.
- Kekuatan sejajar serat kayu lebih besar dibandingkan dengan kekuatan tegak
lurus kayu. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan sklerenkim dalam
kandungan kayu.
- Nilai-nilai properti mekanik kayu :
a. Dari Uji Tekan Kayu
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan kering: 34,12 MPa
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan basah: 26,24 MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan kering: 15,56
MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan basah: 14,96 MPa
5.2 Saran
153
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil
Refrensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Semen
https://id.wikipedia.org/wiki/Agregat
https://id.wikipedia.org/wiki/Baja
https://id.wikipedia.org/wiki/Kayu
http://kumpulengineer.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-dan-klasifikasi-
gradasi.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Agregat#Fungsi
154