You are on page 1of 154

LAPORAN PRAKTIKUM

SI 2101 REKAYASA BAHAN KONSTRUKSI SIPIL


MATERIAL BETON, KAYU DAN BAJA

Kelompok 6
Arvan Widjaja (150140
Zumrotun Nisa (15014043)
Erza Fakhri M. (15014049)
Jane Maria T. H. (15014067)
Rike Septiani (15014069)
Rahmaddian Nanda P. (15014077)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2015
Percobaan Baja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan sebuah material yang umum dalam teknik sipil. Kekuatan beton
sendiri sebagai bahan fondasi bangunan sudah tidak diragukan lagi. Beton adalah
campuran dari berbagai agregat, dari superfine seperti pasir sampai coarse seperti kerikil,
yang direkatkan oleh semen yang telah dicampur oleh air.

Kekuatan beton sendiri bisa diubah-ubah sesuai dengan keahlian mencampur dari
seseorang (Human Factor) sampai pada volume campuran dari beton itu sendiri. Berikut
akan dibahas tentang material pembentuk beton yaitu semen, agregat, air, dan admixture.

1.1.1 Semen

Jika meninjau kembali sejarah, sebenarnya pada zaman batu (5600 BC), orang
sudah bisa membuat pasta semen dengan mencampurkan pasir, kerikil, dan kapur merah.
Piramida orang Mesir sendiripun dibuat dari batuan yang direkatkan oleh mortar atau
gipsum yang dibakar.

Tahun 200 A.D, orang Roma menemukan campuran purelime dan abu vulkanis
yang bisa mengeras jika dicampur air. Tempat ditemukannya abu tersebut adalah
Pozzuoli yang terletak pada Kerajaan Roma, dekat teluk Napoli, Italia. Semenjak itu
nama pozzolan atau pozzuolana digunakan.

Semen yang digunakan pada zaman modern, yang disebut juga sebagai Portland
Cement atau semen Portland, karena hasil akhir olahannya mirip dengan tanah liat di
Pulau Portland di Inggris, baru ditemukan pada sekitar tahun 1700-an oleh John
Smeaton, seorang insinyur asal Inggris. Ironisnya adalah semen tersebut akhirnya
dipatenkan oleh Joseph Aspdin, seorang insinyur pada tahun 1824. Semen Portland
buatan Aspdin menggunakan bahan yang mirip dengan Smeaton, yaitu batu kapur, silika,
dan lempung. Yang membedakan hanyalah Aspdin mencampurkan alumunium oksida
serta oksida besi untuk menambah kekuatan dari semen tersebut. Campuran semen ini
lalu dipanaskan dan selama dipanaskan, diberikan bubuk gips agar campuran tidak
mengeras seperti batu. Terbentuk lah bubuk semen seperti yang kita kenal sekarang.

Zaman modern sekarang, semen Portland sudah lebih berkembang dan sekarang,
semen Portland mempunyai 5 tipe yaitu :

a. Semen tipe I (Semen biasa)


Semen normal, disebut juga general purpose cement. Digunakan ketika tidak ada
keperluan spesial pada konstruksi. Semen tipe terutama menngandung C3S sebanyak
45-55% dan C3A sebanyak 8-12%. Kehalusan semen berkisar antara 350-400 m2/kg.
Semen ini sering disebut sebagai semen biasa. Digunakan pada kontruksi beton yang
tidak terpengaruhi oleh sifat-sigat lingkungan yang mengandung bahan-bahan sulfat,
perbedaan temperatur yang ekstrem. Biasanya digunakan untuk membangun
jembatan, tanki, waduk, dll. Beton yang terbuat dari semen tipe I umumnya
memerlukan waktu pengerasan 14 hari sebelum bekisting struktur dipindahkan.
Waktu selama 28 hari dibutuhkan agar kekuatan rencana beton dapat tercapai.

b. Semen tipe II (Semen panas sedang)


Semen tipe II memiliki resistansi yang lebih pada sulfat (keadaan asam) dan
mempunyai panas hidrasi yang rendah. Semen tpe II terutama mengandung C3S
sebanyak 40-45% dan C3A sebanyak 5-7%. Kehalusan semen sekitar 300m2/kg
digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan terhadap bangunan
beton. Biasanya digunakan untuk membangun bangunan air dengan akadar
konsentrasi sulfat yang tinggi dalam air tanah.

c. Semen tipe III (Semen cepat mengeras / Quick Dry Cement)


Sesuai namanya, tipe III memiliki kekuatan yang tinggi pada awal pengecoran.
Digunakan pada kondisi dimana tidak memungkinkan semen untuk mengeras seperti
cuaca yang dingin atau kondisi dimana konsentrasi air sangat tinggi seperti offshore
construction. Semen tipe III terutama mengandung C3S lebih dari 55% dan C3A
lebih dari 12%. Kehalusan semen sekitar 500m2/kg. Semen tipe ini mempunyai laju
pengerasan awal yang tinggi (kurang dari seminggu), namun dengan waktu
pengerasan yang sama dengan semen tipe lain, semen tipe III mempunyai kekuatan
yang lebih lemah. Biasanya digunakan utnuk pada struktur bangunan yang
bekistingnya harus cepat dibuka dank akan segera dipakai lagi.

d. Semen tipe IV (Semen panas rendah)


Semen dengan panas hidrasi rendah, digunakan pada banyak sekali struktur sipil.
Semen tipe IV terutama mengandung C3S maksimum sebanyak 35% C3A maksimum
sebanyak 7% dan C2S sebanyak 40-50%. Semen tipe ini mempunyai kontur yang
lebih kasar dari kontur semen tipe I, karena memiliki hidarasi panas rendah, maka
biasanya digunakan untuk pada kontruksi dam/bendungan, bangunan yang masif, dll.

e. Semen tipe V (Semen tahan sulfat)


Semen yang sangat tahan pada suasana asam. Digunakan pada daerah pertambangan
dimana kadar sulfat yang ada pada tanah sangat tinggi sehingga sangat
memungkinkan terjadinya kerusakan jika digunakan semen biasa. Semen tipe V
terutama mengandung C3S sebanyak 45-55% dan C3A kurang dari 5%. Kehalusan
semen sekitar 300m2/kg. Tipe ini memiliki beberapa keunggulan antara lain
mempunyai panas hidrasi rendah dan ketahanan terhadap sulfat yang tinggi, namun
memiliki laju pengerasan yang rendah.
Pada zaman sekarang, semen dibuat dengan pembakaran melalui pyroprocessing.
Material pembuat semen yang sudah dihancurkan dicampur dan dihaluskan. Kemudian
material tersebut dibakar dan didinginkan.

1.1.2 Agregat

Agregat adalah material granular seperti pasir, kerikil, dan batuan kecil. Agregat
sendiri merupakan sebuah bahan utama dari beton, yang mengisi 80% beton. Agregat
“diikat” pada tempatnya oleh semen. Agregat yang baik haruslah agregat yang bersih,
keras, kuat, berbentuk bundar atau kubus, stabil seara kimiawi, terbebas dari kandungan
organik, dan bergradasi baik.

Pemilihan ukuran agregat pun harus diperhitungkan dengan matang. Beberapa


faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih agregat yang baik antara lain adalah
lebar bekisting, tebal pelat lantai, jarak bersih antara 2 tulangan beton, dan tebal bersih
selimut beton.

Kekuatan beton pun tergantung pada pengadukan dan gradasi agregat pada
umumnya. Semakin banyak gradasi agregat, semakin bagus pula kekuatan beton
tersebut. Ada beberapa jenis gradasi agregat, antara lain uniformly graded, densely
graded, dan gap graded.

A. Uniformly graded (Gradasi Seragam)


adalah jenis gradasi dimana ukuran dari agregat bisa dibilang sama dan juga
mengandung sedikit agregat halus. Dalam arti lain agregat dengan suatu ukuran
(contoh agregat dengan ukuran diameter 5 mm) terdapat banyak sekali dalam sebuah
campuran. Campuran beton dengan gradasi ini umumnya memiliki stabilitas tinggi.

B. Densely Graded (Gradasi Rapat)


Adalah jenis gradasi terbaik karena agregat yang digunakan mengandung semua
ukuran, mulai dari agregat kasar hingga agregat halus. Jenis gradasi ini disebut juga
sebagai well graded atau gradasi baik. Beton dengan gradasi ini memiliki kekuatan
yang besar karena minimnya rongga-rongga udara atau porositas.

C. Gap Graded (Gradasi Senjang)


Adalah jenis gradasi dimana tidak terdapat beberapa ukuran agregat atau dalam
arti lain ukuran agregat tidak lengkap. Contohnya dalam suatu campuran terdapat agregat
dengan diameter 5 mm dan 1 mm. tidak ditemukan adanya agregat dengan diameter
diantara 1 dan 5 mm. kualitas beton dari gap graded memiliki kualitas peralihan dari
campuran dengan gradasi rapat dan seragam.

Penggunaan agregat pada beton memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan


digunakannya agregat pada beton ialah :

 Menghasilkan beton yang murah


 Menimbulkan sifat volume beton yang stabil :
a. Mengurangi susut
b. Mengurangi rangkak
c. Memperkecil pengaruh suhu

Agregat dibagi menjadi duu macam beradasar ukuran partikel, sebagi berikut :

a. Agregat halus, mempunyai batasn bawah ukuran pasir = 0,075 mm dan batas atas ukuran
pasir 4,75 mm
b. Agregat kasar, mempunyai batas bawah 4,75 mm.
A. Sifat Mekanik
a. Gaya lekat (bond)
Beton memiliki berabagai bentuk dan tekstur permukaan. Hal-hal ini mempengaruhi
kekuatan beton, terutama beton berkekuatan tinggi. Semakin kasar tesktur agregat,
semakin besar daya lekat antara partikel dengan matriks semen.
b. Mekanisme lekatan(bond) anatar Agregat dan Pasta Semen
Lekatan yang tebentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
Ikatan fisik, ikatan yang bersumber dari kekerasan permukaan agregat, Semakin
kasar tekstur agregat, semakin kuatlah daya lekat antara partikel dengan matrik
semen.
Ikatan kimia, jika ikatan fisik kekuatannya bersumber pada tekstur permukaan,
maka pada ikatan kimia kekuatan ikatan bersumber pada reaksi kimia yang terjadi
antaran unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat yang menganduk
silika dapat mengikat pasta semen secara kimiawi.
c. Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari pengujian tak
langsung antara lain dari pengujian tekan sampel batuan, nilai crushing tumpukan
agregat atau performansi agregat dalam beton. Agregat dengan kekuatan moderat
atau rendah dan yang mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam
mempertahankan integritas beton pada saat terjadinya perubahan volume akibat
perubahan suhu atau sebab lainnya.
d. Thoughness
Dapat didefinisikan sebagai daya tahan ageragat terhadap kehancuran akibat beban
aimpak.
e. Hardness
Hardness, atau daya tahan terhadap keausan agregat, merupakan sifat yang penting
bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan lantai yang harus memikul
lalu lintas berat.

B. Sifat Fisik
Agregat memiliki beberapa sifat fisik ayng sangat diperlukan dalam perhitungan
perencanaan campuran beton. Beberapa sifaty yang perlu diperhatikan diantaranya :
 Specific Gravity : Perbandingan massa (atau berat di udara) dari suatu unit
volume bahan terhadap massa air dengan volume yang sama pada temperatur
tertentu
 Apparent Specific Gravity : Perbandingan massa agregat kering (yang divolen
pada 110C selama 24 jam) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan
agregat tersebut.
 Bulk Specific Gravity : Perbandingan massa agregat SSD (Saturated and Surface
Dry) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut.
 Bulk Density : Massa aktual yang akan mengisi suatu penampang/wadah dengan
volume satuan. Parameter ini berguna untuk merubah ukuran massa menjadi
ukuran volume.
 Porositas dan Absorpsi : Porositas, permeabilitas, dan absorpsi agregat
mempengaruhi daya lekat antara agregat dan daya tahan beton tehadap
pembekuan pasta semen, daya tahan beton terhadap pembekuan dan pencairan,
stabilitas kimia, daya tahan terhadap abrasi dan specific gravity.
 Berat Isi : Berat isi agregat adalah berat agregat ditempatkan dalam wadah 1 m3.
Berat isi beton normal berkisar antara 1200-1760 kg.
Agregat pun juga dapat memiliki kandungan air. Ini karena agregat memiliki
rongga di dalam partikel sehingga dapat menampung air. Kandungan air itu
sendiri dapat dibagi menajdi 2: Kandungan air serapan, yaitu kandungan air yang
diserap oleh rongga-rongga di dalam partikel agregat, dan kandungan air
permukaan, yaitu kandungan air yang menempel pada permukaan agregat saja.

1.1.3 Air

Air memiliki peran yang sangat penting dalam membuat beton. Air memiliki
fungsi sebagai pemicu proses kimiawi semen, pelumas bagi agregat, dan pemudah
adukan beton untuk dikerjakan. Air yang layak digunakan untuk adukan beton adalah air
yang dapat diminum. Air yang mengandung zat kimia yang berbahaya bagi adukan beton
adalah garam, zat spesi asam/basa, zat-zat organik, dsb. Disebut berbahaya karena zat-zat
tersebut dapat mengurangi kualitas beton atau spesifiknya dapat mengurangi kekuatan
beton, maka dari itu pemilihan air untuk adukan beton sangat diperlukan kejeliannya.
Berikut merupakan jenis air dan pengaruhnya terhadap beton (Mulyono T, 2003):

1. Garam Anorganik, ion-ion yang terdapat dalam air adalah Ca (kalsium), Mg


(Magnesium), Na (Natrium), K (kalium), (CO3)2 (bikarbonat), SO4 (sulfat), Cl
(klorida), NO3 (nitrat). Garam tersebut akan menghambat waktu pengikatan pafa
beton sehingga kuat tekan dari beton menurun. Kemudian garam tersebut dapat
membuat beton bersifat higroskopis, memiliki bercak putih, ditumbuhi lumut, dan
tulangan berkarat.
2. NaCl dan Sulfat, Garam ini membuat beton bersifat higroskopis, sehingga bila
garam ini bereaksi dengan agregat yang mengandung alkali maka beton akan
mengembang. Pengaruh garam sulfat pada beton adalah beton menjadi tidak awet.
3. Air asam, air yang bersifat asam (Ph<3) akan menyulitkan pekerjaan dalam
membuat beton.
4. Air basa, air dengan kandungan NaOH lebih besar dari 0,5% berat semen akan
menurunkan kekuatan beton.
5. Air gula, Terdapatnya gula lebih dari 0,25 % dapat menyebabkan bertambahnya
waktu ikat semen dan menurunkan kekuatan beton.
6. Minyak, air yang mengandung minyak tanah menurunkan kekuatan dapat beton.
7. Zat organik, , air yang mengandung senyawa organik biasanya berwarna keruh, dan
berbau. Air ini dapat menganggu proses hidrasi. Air ini dapat menyebabkan beton
mengembang yang akhirnya retak.

Syarat-syarat air untuk adukan beton menurut ACI 318-83

1. Air untuk beton harus bebas dari minyak, alkali, garam, dan bahan-bahan organik.
2. Air untuk beton pratekan atau yang dilekati aluminium, termasuk agregat tidak boleh
mengandung ion Cl (klorida). Untuk mencegah korosi, kadar klorida setelah
berumur 28 hari adalah sebagai berikut :

Bentuk konstruksi Maksimum Clorida Ion terhadap berat semen


A. beton pratekan 0,06 %
B. Beton bertulang yang 0,15%
berhubungan dengan Cl dalam
pemakaiannya
C. Beton bertulang di tempat yang 1,0%
selalu kering
D. Beton bertulang secara umum 0,3%
Tabel 1.1.1 Kandungan Ion Clorida terhadap Semen di bentuk-bentuk Konstruksi

1.1.4 Admixture

Admixture merupakan bahan yang ditambahkan pada tahap pembuatan beton bisa
saja sebelum, selama, atau setelah proses pencampuran. Admixture menjadi salahsatu
bahan penting karena admixture berfungsi untuk mengubah beberapa sifat dari semen.
Admixture dibagi kedalam dua bagian, pertama chemical admixture yang dapat larut
dalam air dan yang kedua mineral admixture yang tak dapat larut dalam air.
 Chemical admixture
Menurut suatu sumber, chemical admixture biasanya digunakan dakan jumlah yang
sedikit pada campuran beton. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat tertentu dari
campuran. Penggunaan admixture ini perlu mengikuti spesifikasi dan anjuran yang
telah ditetapkan. Jenis dari chemical admixture diantaranya yaitu :
1. Accelerators, zat yang mempercepat proses pengerasan atau pertumbuhan
kekuatan pada umur dini dari beton.
2. Set Retarder, zat yang memperlambat proses setting beton tanpa
mempengaruhi kekentalan campuran beton dan cocok digunakan pada
pengecoran dalam cuaca panas.
3. Water Reducers (Plasticizers), bahan tambahan yang dapat mengurangi
kebutuhan air pencampur namun tetap menjaga konsistensi beton yang
dihasilkan.
4. Air entraining agents, berfungsi untuk memperbanyak gelembung udara
dalam beton atau menungkatkan kelecakan campuran beton yang dihasilkan.

 Mineral admixture
Mineral admixture dapat digunakan sebagai bahan pengganti sebagian berat semen
dalam campuran beton. Bahan mineral admixture ini bersifat sangat reaktif dan dapat
memperbaiki sifat mekanik dari beton. Ketiga jenis dari mineral admixture adalah
sebgai berikut :
1. Silica fume, silica fume merupakan hasil sampingan dan produksi logam silikon
dan ferrosolikon. Silica fume dapat bereaksi dengan lime (dengan bantuan air)
untuk membentuk CSH (Calcium Silicate Hydrates) sehingga dapat mengurangi
kandungan lime pada beton.
2. Slag, slag merupakan hasil sampingan dan dari produksi besi
3. Fly ash, fly ash merupakan hasil pembakaran batu bara.
1.2 Perencanaan Beton

Perancangan campuran beton (mix design) adalah suatu langkah yang sangat
penting dalam pengendalian mutu beton. Perancangan campuran (mix design) merupakan
suatu cara yang bertujuan memberi gambaran mengenai kebutuhan bahanbahan yang
dibutuhkan tiap meter kubik beton. Perancangan campuran beton bertujuan untuk
mendapatkan komposisi campuran beton yang ekonomis dan memenuhi persyaratan
kelecakan, kekuatan dan durabilitas

Komposisi beton yang diproduksi bergantung pada:

1. sifat-sifat mekanis beton,


2. sifat-sifat beton segar,
3. tingkat pengendalian (kontrol) di lapangan.

Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut diperlukan proses trial


and mix yang dimulai dari suatu perancangan campuran yang diikuti pembuatan
campuran awal (trial mix). Sifat-sifat yang dihasilkan dari campuran awal tersebut
kemudian diperiksa terhadap kreteria yang telah ditentukan. Bila perlu dilakukan
penyesuaian atau perubahan komposisi sampai didapat hasil yang maksimal.

Hal utama yang diperhatikan dalam perancangan campuran beton adalah


kekuatan beton yang disyaratkan. Biasanya, kekuatan yang disyaratkan adalah kekuatan
beton umur 28 hari. Faktor lain yang menjadi pertimbangan untuk memilih kekuatan
beton selain umur 28 hari seperti: rasio air-semen, tipe kandungan semen, durabilitas,
kelecakan, kandungan air, pemilihan agregat, dan trial mix.
1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan parameter materi pembentuk beton (agregat) dengan cara :

 Menentukan berat volume agregat halus dan agregat kasar yang didefinisikan
sebagai perbandingan berat material kering dengan volumenya.
 Menentukan pembagian gradasi (butir) agregat.
 Menentukan besar kadar air yang terkandung dalam agregat.
 Menentukan kondisi SSD agregat.
 Menentukan besar (persentase) kadar lumpur dalam agregat halusyang digunakan
sebagai campuran beton.
 Menentukan ada bahan organik dalam agregat halus yang akan digunakan dalam
campuran beton.

2. Menentukan perencanaan beton (mix design)

3. Membuat sample beton sesuai standar

1.4 Metodologi percobaan

Metode yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut :

 Pengukuran secara kuantitatif

Contoh: (Pengukuran massa wadah agregat halus dan kasar, Pengukuran massa wadah
beserta agregat, Pengukuran berat agregat tertahan di saringan, Pengukuran berat
kering agregat, Pengukuran massa piknometer, Pengukuran massa piknometer yang
berisi air dan pasir)

 Observasi secara kualitatif

(Observasi perubahan warna di campuran air, pasir dan zat kimia)


BAB II

PEMERIKSAAN PROSEDUR MATERIAL PEMBENTUK BETON

2.1 Pemeriksaan Berat Volum Agregat


2.1.1 Tujuan Praktikum
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat halus,
kasar, atau campuran yang didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
material kering dengan volumenya.
2.1.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1% berat conoh

Gambar 1.1 Timbangan


b. Talam kapasitas cukup besar untuk mengeringkan agregat

Gambar 2.1.1 Talam pengering Agregat


c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat,
terbuat dari baja tahan karat

Gambar 2.1.2 Tongkat Pemadat


d. Mistar perata

Gambar 2.1.3 Tongkat Perata


e. Sekop

Gambar 2.1.4 Sekop


f. Wadah baja yang cukup berbentuk silinder dengan alat pemegang
berkapasitas berikut.

Gambar 2.1.5 Wadah Baja


2.1.3 Bahan

Gambar 2.1.6 Agregat Halus dan Kasar


2.1.4 Prosedur Percobaan
Masukkan Agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas
wadah sesuai dengan Tabel 1, keringkan dengan oven (110±5)ºC sampai berat
menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji
1. Berat Isi Lepas
- Menimbang dan mencatat berat wadah (W1)
- Memasukan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan
butir-butir dari ketinggian 5 cm di atas wadah dengan menggunakan
sendok atau sekop sampai penuh.

Gambar 2.1.7 Proses Pemasukan Benda Uji ke dalam Wadah Silinder

- Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata

Gambar 2.1.8 Perataan Permukaan Benda Uji dengan Mistar Perata

- Menimbang dan mencatat berat wadah beserta benda uji (W2)


- Menghitung berat benda uji (W3 = W2- W1)
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara
penusukan
- Menimbang dan mencatat berat wadah (W1)
- Mengisi wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.
Memadatkan setiap lapis daengan tongkat pemadat yang ditusukkan
sebanyak 25 kali secara merata
- Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
- Menimbang dan mencatat berat wadah serta benda uji (W2)
- Menghitung berat benda uji (W3=W2-W1)
3. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”) sampai 101,1 mm
(4”) dengan cara penggoyangan
- Menimbang dan mencatat berat wadah (W1)
- Mengisi wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal
- Memadatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah
dengan prosedur berikut :
 Meletakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan datar,
angkatlah salah satu sisinya kira-kira setinggi 5 cm kemudian
lepaskan
 Mengulangi hak ini pada sisi berlawanan. Memadatkan lapisan
sebanyak 25 kali untuk setiap sisi.
- Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
- Menimbang dan mencatat berat wadah beserta benda uji (W2)
- Menghitung berat benda uji (W3=W2-W1)
2.1.5 Perhitungan
𝑊3
Berat isi agregat = (kg/𝑚3 )
𝑉

V : isi wadah (𝑑𝑚3 )

2.1.6 Laporan Hasil Pengamatan


Observasi 1 (Pasir/Agragat Halus)
Tabel
2.1.1 Padat Gembur
Volume
Wadah , A. Volume Wadah 2,781 L 2,781 L
Berat
B. Berat Wadah 2,676 kg 2,676 kg
Wadah
dan C. Berat Wdah + Benda Uji 6,721 kg 6,149 kg
Agregat
Halus D. Berat Benda Uji (C-B) 4,045 kg 3,468 kg
dalam
𝑫 1,454 kg/L 1,247 kg/L
Kondisi Berat Volume ( 𝑨)
Padat
dan Gembur

Observasi II (Agregat Kasar)


Padat Gembur

A. Volume Wadah 2,781 L 2,781 L

B. Berat Wadah 2,676 kg 2,076 kg

C. Berat Wdah + Benda 7,823 kg 7,482 kg


Uji
D. Berat Benda Uji (C-B) 5,147 kg 4,806 kg

𝑫 1,851 kg/L 1,728 kg/L


Berat Volume ( 𝑨)

Tabel 2.1.2 Volume Wadah , Berat Wadah dan Agregat Kasar dalam Kondisi Padat dan
Gembur
Berat Volume Rata-rata

𝐷 𝐷
( )𝐼+( )𝐼𝐼
𝐴 𝐴
Kondisi padat = = 1,6525 kg/L
2

𝐷 𝐷
( )𝐼+( )𝐼𝐼
𝐴 𝐴
Kondisi gembur = = 1,4875 kg/L
2

2.1.7 Analisis Data

Keadaan agregat ketika dipadatkan memiliki berat yang lebih besar


dibandingkan saat kondisi gembur, dimana tidak dilakukan penusukan disetiap lapisan
agregat saat proses pemasukan agregat ke dalam wadah. hal ini disebabkan karena
ketika dipadatkan yaitu dilakukan penusukan, agregat-agregat lebih tersusun rapat,
sehingga rongga-rongga udara yang menempati wadah berkurang karena kerapatan
agregat semakin besar. Sebaliknya, saat kondisi gembur agregat tidak tersusun rapat
sehingga rongga udara yang ada semakin besar. Hal ini yang menyebabkan berat
agregat uji saat padat lebih besar daripada saat gembur dan berat volume rata-rata
yang diperoleh saat kondisi padat juga lebih besar.

2.1.8 Kesimpulan

- Berat agregat halus per volume silinder saat keadaan padat 1,851 kg/L dan saat
keadaaan gembur 1,728 kg/L
- berat agregar kasar per volume silinder keadaan padat 1,454 kg/L dan saat
keadaan gembur 1,247 kg/L
- Berat volume rrata-rata kondisi padat 1,6525 kg/L dan saat keadaan gembur
1,247 kg/L
2.2 Analisis Saringan Agregar Kasar

2.2.1 Tujuan Praktikum

Pemeriksaan ini bertujuan menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar. Data
distribusi butiran pada agregat kasar diperlukan dalam perencanaan adukan beton.

2.2.2 Peralatan Praktikum

a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat uji,


Gambar 2.2.1 Timbangan berat uji
b. Seperangkat saringan (2,38mm; 4,75mm; 9,5mm; 19,0mm; 25,0mm),

Gambar 2.2.2 Seperangkat Saringan


c. Oven yang dilengkapipengatur suhu untuk pemanasan sampai (110±5)ºC,
d. Alat Pemisah,
e. Talam-talam.
Gambar 2.2.3 Talam

2.2.3 Bahan Praktikum

Sample agregat kasar 1000 gram di laboratorium

Gambar 2.2.4 Sampel Agregat Kasar di Laboratorium

2.2.4 Perosedur Percobaan

a. Analisis gradasi dengan menetapkan jumlah persentase lolos saring atau yang tertahan
saringan,
b. Membuat grafik akumulatif (Kurva Gradasi)
c. Memeriksa grafik dengan batasan kurva gradasi untuk perencanaan campuran beton.
2.2.5 Perhitungan

Madulus Kehalusan (Fine Modulus) didefinisikan sebagai jumlah persen komulatif


yang tertahan pada saringan seri standar, dibagi 100.

Modulus Kehalusan : Persentase Tertahan Komulatif


100

2.2.6 Laporan Hasil Pengamatan

Ukuran Berat Persentase Persentase Persentase SPEC


Saringan Tertahan Tertahan Lolos Tertahan ASTM
(mm) (gram) (%) Komulatif Komulatif (%) C33-90
(%)
25,0 0 0 100 0 100
19,0 70 6,993 93,007 6,993 90-100
9,5 665 66,433 26,574 73,426 20-55
4,75 262 26,174 0,4 99,6 0-10
2,38 4 0,3996 0,0004 99,9996 0-5

100
95
93.007

37.5
26.574

2.5 5
0.0004 0.4
2.38 4.75 9.5 19 25
Persentase Lolos Komulatif SPEC ASTM C33-90

Tabel 2.2.1 Analisis Agregat Kasar

Grafik 2.2.1 Kurva Gradasi Agregat Kasar


2.2.6 Analisis Data

Dari kurva gradasi agregat kasar diperoleh bahwa hasil gradasi agregat sebagian besar
berada diantara batas minimum dan batas maksimum ASTM C33-90, kecuali disaringan
ukuran 2,38 mm, persentase lolos komulatif nilainya mendekati nilai minimum. Agregat
kasar dari percobaan ini tidak terlalu sesuai dengan yang sebaiknya digunakan.

2.2.7 Kesimpulan

Karena modulus kehalusan dari sample agregat kasar memenuhi standar yaitu 2,8 maka
dapat disimpulkan juga melalui data bahwa penyebaran atau gradasi dari sample agregat
kasar sudah cukup baik.
2.3 Analisis Saringan Agregat Halus

2.3.1 Tujuan Peraktikum

Pemeriksaan ini bertujuan menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus. Data
distribusi butiran pada agregat halus diperlukan dalam perencanaan adukan beton.

2.3.2 Peralatan Praktikum

a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat uji,


Gambar 2.3.1 Timbangan Berat Uji
b. Seperangkat saringan (0,075mm; 0,15mm; 0,30mm; 0,60mm; 1,18mm; 2,36mm;
4,75mm; 9,50mm),

Gambar 2.3.2 Seperangkat Saringan Agregat Halus


c. PAN,
d. Oven yang dilengkapipengatur suhu untuk pemanasan sampai (110±5)ºC,
e. Talam-talam.

Gambar 2.3.3 Talam

2.3.3 Bahan Praktikum

Sample agregat halus 500 gram di laboratorium

Gambar 2.3.4 Agregat Halus

2.3.4 Perosedur Percobaan


a. Analisis gradasi dengan menetapkan jumlah persentase lolos saring atau yang tertahan
saringan,
b. Membuat grafik akumulatif (Kurva Gradasi)
c. Memeriksa grafik dengan batasan kurva gradasi untuk perencanaan campuran beton.

2.3.5 Perhitungan

Madulus Kehalusan (Fine Modulus) didefinisikan sebagai jumlah persen komulatif


yang tertahan pada saringan
seri standar, dibagi Modulus Kehalusan : Persentase Tertahan Komulatif 100.

100

2.3.6 Laporan Hasil Pengamatan

Ukuran Berat Persentase Persentase Persentase SPEC


Saringan Tertahan Tertahan Lolos Tertahan ASTM C33-
(mm) (gram) (%) Komulatif Komulatif (%) 90
(%)
9,50 0 0 100 0 100
4,75 14 2,8 97,2 2,8 95-100
2,36 37 7,4 89,8 10,2 80-100
1,18 83 16,6 73,2 26,8 50-85
0,60 94 18,8 54,4 45,6 25-60
0,30 6 1,2 53,2 46,8 10-30
0,15 173 34,6 18,6 81,4 2-10
0,075 73 14,6 4 96
PAN 17 3,4 0,6 99,4
Modulus Kehalusan : 2,136

Tabel 2.3.1 Analisis Agregat Halus


100
97.5
97.2
90
89.8

73.2
67.5

53.2 54.4

42.5

18.6 20

6
Persentase Lolos Komulatif SPEC ASTM C33-90
0.15 0.3 0.6 1.18 2.36 4.75 9.5

Grafik 2.3.1 Kurva Gradasi Agregat Halus

2.3.7 Analisis Data

Berdasarkan hasil perhitungan modulus kehalusan didapat nilai modulus kehalusan


sebesar 2,136. Perhitungan modulus kehalusan tersebut menggunakan presentase komulatif
tertahan dariukuran 0,15 mm sampai 9,5 mm. Nilai modulus kehalusan yang didapat kurang
sesuai dengan rentang modulus kehalusan ideal yaitu 2,30-3,00. Dari kurva gradasi agregat
halus diperoleh bahwa hasil gradasi agregat sebagian besar berada diantara batas minimum
dan matas maksimum ASTM C33-90, kecuali disaringan ukuran 0,3 mm dan 0,15 mm,
persentase lolos komulatif berada diatas maksimum. Untuk itu, jumlah agregat halus ukuran
0,3 mm dan 0,15 mm harus dikurangi nilainya sampai batas tersebut sehingga presentase
komulatif tertahan menurun. Agregat dari percobaan ini tidak terlalu sesuai dengan yang
seharusnya digunakan.
2.3.8 Kesimpulan

Karena modulus kehalusan dari sample agregat halus tidak memenuhi standar yaitu
2,136 maka dapat disimpulkan juga melalui data bahwa penyebaran atau gradasi dari sample
agregat halus kurang merata.

2.4 Kadar Air agregat

2.4.1 Tujuan praktikum

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kadar air yang terdapat dalam agregat
halus maupun agregat kasar dengan cara pengeringan. Hal ini juga diakukan untu
mengkoreksi pemakaian air untuk campuran beton yang harus disesuaikan dengan kondisi
agregat di lapangan.

2.4.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kadar air agregat antara lain :

1. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh.

2. Oven suhunya dapat diatur.

3. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan benda uji.

2.4.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kadar air agregat antara lain:

1. Agregat halus 1000 gram

2. Agregat kasar 1000 gram

2.4.4 Prosedur percobaan


1. Timbang dan catat berat talam (w1)
2. Masukkan benda uji ke dalam talam, dan kemudian berat talam, dan kemudian berat talam
+ benda uji ditimbang. Catat beratnya (w2)
3. Hitung berat benda uji w3=w2-w1
4. Keringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110± 5)o hingga
beratnya tetap (24 jam)

Gambar 2.4.1 Pemasukan Talam berisi Agregat ke dalam Oven

5. Setelah kering bahan uji ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam (w4)
Gambar 2.4.2 Pengeluaran Talam dari Oven

6. Hitunglah berat benda uji kering : w5=w4-w1

2.4.5 Perhitungan
Kadar air dalam agregat = (w3-w5)/w5 * 100%

W3 = Berat contoh semula (gram)

W5 =Berat contoh kering (gram)

2.4.6 Laporan hasil pengamatan

Observasi I (halus)
A Berat wadah = 119 gram
B Berat wadah + Benda uji = 1019 gram
C Berat benda uji (B-A) = 1000 gram
D Berat benda uji kering = 974 gram
Kadar air = (C-D) / 2 x 100 % = 2,67% [KA1]

Observasi II (kasar)
A Berat wadah = 163 gram
B Berat wadah + Benda uji = 1163 gram
C Berat benda uji (B-A) = 1000 gram
D Berat benda uji kering = 954 gram
Kadar air = (C-D) / 2 x 100 % = 4,82% [KA2]

Kadar air rata-rata : ([KA1] + [KA2]) / 2 = 3,75%

Tabel 2.4.1 Data Kadar Air Pada Afregat Kasar dan Halus

2.4.7 Analisis data

Secara teori kadar air dari agregat halus dengan berat yang sama lebih tinggi daripada
agregat kasar. Hal ini dikarenakan oleh luas permukaan dari agregat halus lebih besar
daripada luas permukaan agregat kasar sehingga air yang diserap oleh agregat halus lebih
besar daripada agregat kasar.
Hasil dari pemeriksaan kadar air agregat halus dan kasar kelompok kami menunjukan
bahwa persentase kadar air yang dimiliki oleh agregat kasar lebih besar dari kadar air agregat
halus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latarbelakang kondisi dari kedua agregat tersebut.
Perbedaan kondisi dari agregat ini dikarenakan oleh penyimpanannya tidak dalam kondisi
yang sama. Sebelum pengujian agregat kasar dalam kondisi lembab. Maka dari itu meskipun
beratnya bahan uji sama, tetapi jika kondisi dari masing-masing bahan uji berbeda maka
kedua hasil akan berbeda dengan teori.

2.4.8 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan menunjukan persentase kadar air dalam agregat halus dengan berat
yang sama lebih kecil dari persentase kadar air yang terdapat dalam agregat kasar. Persentase
kadar air agregat halus yaitu 2,67% dan persentase kadar air yang terdapat dalam agregat
kasar yaitu 4,82%.
2.5 Analisis Specific-Gravity dan Penyerapan Agregat Halus

2.5.1 Tujuan Praktikum

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan bulk and apparent specific-gravity
dan penyerapan dari agregat halus menurut prosedur ASTM C128. Nilai ini diperlukan untuk
menetapkan besarnya komposisi volume agregat dalam adukan beton.

2.5.2 Alat Percobaan


1. Timbangan dengan ketelitian 0.5 gram dengan kapasitas minimum 1,000 gram
2. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
3. Cetakan kerucut pasir (metal sand cone mold)
4. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir

2.5.3 Bahan Percobaan

Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1,000 gram yang diperoleh dari bahan yang

diproses melalui alat pemisah atau perempatan.


2.5.4 Metodologi Percobaan
- Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering dengan
indikasi contoh yang tercurah dengan baik.
- Sebagian dari contoh dimasukkan ke dalam metal sand cone mold. Benda uji dipadatkan
dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah tumbukan adalah 25 kali. Kondisi SSD
diperoleh ketika butir-butir pasir longsor/runtuh ketika cetakan diangkat.

Gambar 2.5.2 Agregat dimasukkan ke dalam sand cone mold kemudian ditumbuk sebanyak 25 kali.

Gambar 2.5.3 Agregat dalam kondisi SSD akan longsor ketika cetakan diangkat.
- Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer. Kemudian
piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung udara dengan cara
menggoyangkan piknometer. Rendam piknometer dengan suhu air 73,43º F selama 24

jam. Timbang piknometer yang berisi contoh dan air.

- Pisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu 230º F. Langkah ini harus
diselesaikan dalam waktu 24 jam.

Gambar 2.5.4 Agregat dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditambahkan air ke dalamnya.

Gambar 2.5.5 Agregat dan air dikeluarkan dari piknometer.


Gambar 2.5.6 Agregat dikeringkan dengan temperatur 230º selama 24
jam.

- Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada
temperature 73,43º F dengan ketelitian 0.1 gram.

Gambar 2.5.7 Penimbangan piknometer dan air.


2.5.5 Hasil Percobaan

Penentuan Specific Gravity


A. Berat Piknometer = 163 gram
B. Berat contoh kondisi SSD = 500 gram
C. Berat Piknometer + air + contoh = 967 gram
SSD
D. Berat Piknometer + air = 660 gram
E. Berat contoh kering = 489 gram
Tabel 2.5.1 Data Penentuan Specific Gravity

2.5.6 Perhitungan

Apparent Specific Gravity 𝑬


=
𝑬+𝑫−𝑪
Bulk Specific Gravity (kering) 𝐸
=
𝐵+𝐷−𝐶
Bulk Specific Gravity (SSD) 𝐵
=
𝐸+𝐷−𝐶
Persentase Absorpsi Air 𝐵−𝐸
= × 100%
𝐸

Tabel 2.5.2 Rumus Perhitungan Specific Gravity

dimana:
A Berat Piknometer
B Berat contoh kondisi SSD
C Berat Piknometer + air + contoh
SSD
D Berat Piknometer + air
Berat contoh kering
E
Sehingga:

Tabel 2.5.3
Apparent Specific Gravity 𝟒𝟖𝟗 = 2.687
= Perhitungan
𝟒𝟖𝟗 + 𝟔𝟔𝟎 − 𝟗𝟔𝟕
Akhir Kondisi
Bulk Specific Gravity (kering) 489 = 2.534
= Specific
500 + 660 − 967
Gravity
Bulk Specific Gravity (SSD) 500 = 2.591
= Agregat Halus
489 + 660 − 967
Persentase Absorpsi Air 500 − 489 = 2.249 %
= × 100%
489
2.5.7 Ana
lisis

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai specific gravity dan nilai absorbsi suatu
agregat halus. Specific gravity pernting diketahui karena:

- Specific gravity mengindikasikan pencemaran material. Jumlah partikel perusak yang


cukup banyak akan memberikan nilai specific gravity yang tidak normal.
- Specific gravity menunjukan kualitas dan kemampuan agregat.
- Specific gravity adalah indikator adanya perubahan material. Perubahan mineral atau
sifat fisik pada agregat akan menghasilkan nilai specific gravity yang berbeda. Misalnya,
jika suatu wilayah terus menerus dicek nilai specific gravity-nya, maka perubahan nilai
yang signifikan menunjukan telah terjadi pembentukan batuan baru dengan mineral dan
sifat fisik yang berbeda dari sebelumnya.

Dari pengujian diperoleh nilai Apparent Specific Gravity sebesar 2.67, Bulk Specific Gravity
dalam kondisi kering sebesar 2.534, Bulk Specific Gravity dalam kondisi SSD sebesar 2.591,
dan persentase absorpsi air sebesar 2.249%. Berdasarkan standar ASTM C 128, nilai specific
gravity yang diperoleh telah memenuhi syarat yaitu dalam rentang 1.6 sampai 3.2. Nilai
Nilai Bulk Specific Gravity pada kondisi kering lebih kecil dibandingkan pada saat SSD
karena pada kondisi SSD masih ada air yang mengisi di dalam pori-pori agregat. Sehingga
berat pada kondisi SSD lebih besar dibandingkan saat kondisi kering. Jika dilihat dari nilai
specific gravity, pengujiaan ini dianggap berhasil. Namun nilai absorbsi air berdasarkan
pengujian lebih besar dari standar ASTM C 128 (2%) yaitu 2.249%. Hal ini bisa disebabkan
oleh dua hal, yaitu kesalahan pada proses pengujian atau karena agregat yang berkualitas
buruk.
2.5.6 Kesimpulan

Dari percobaan di atas, diperoleh nilai bulk and apparent specific gravity dan penyerapan dari
agregat halus sebesar:

Apparent Specific Gravity 2.687

Bulk Specific Gravity (kering) 2.534

Bulk Specific Gravity (SSD) 2.591

Persentase Absorpsi Air 2.249 %


2.6 Specific Gravity Agregat Kasar

2.6.1 Tujuan Praktikum

- ditentukan Apparent Specific Gravity Agregat Kasar

- ditentukan Bulk Specific Gravity Agregat Kasar kondisi kering

- ditentukan Bulk Specific Gravity Agregat Kasar kondisi SSD

- ditentukan Persentase Absorpsi Air Agregat Kasar

2.6.2 Peralatan

-Timbangan

-Keranjang besi

-Alat penggantung keranjang

-Tong berisi air

-Handuk atau kain pel

2.6.3 Bahan

Berat contoh agregat kasar dengan massa total 3 kg dalam keadaan kering muka
(SSD/Surface Saturated Dry)
2.6.4 Prosedur Percobaan

1. Benda uji direndam selama 24 jam dalam keadaan basah

Gambar 2.6.1 Kondisi basah permukaan agregat kasar


2. Benda uji dikeringkan permukaannya (SSD) dengan mengusap permukaan benda uji

dengan handuk

Gambar 2.6.2 proses pengeringan permukaan agregat kasar

3. Timbang benda uji saat SSD dan catat nilai massa tersebut

Gambar 2.6.3 Kondisi SSD Agregar Kasar


4. Kemudian, benda uji dimasukkan ke keranjang dan direndam kembali didalam air.
Saat dimasukkan dalam air, hitung massa benda uji dalam kondisi jenuh dengan
menggunakan alat penggantung keranjang beserta timbangan dan catat nilai massa
tersebut
5. Setelah itu, benda uji dioven/dikeringkan dalam suhu 110 oC selama ±24 jam

Gambar 2.6.4 Proses Pemasukan Agregat ke dalam Oven

6. Timbang benda uji dalam kondisi kering dan catat nilai massa tersebut.

2.6.5 Perhitungan

Apparent Specific Gravity = Berat contoh kering di udara/(Berat contoh kering di udara
- Berat contoh dalam air)
Bulk Specific Gravity kondisi kering = Berat contoh kering di udara/(Berat contoh SSD
- Berat contoh dalam air)
Bulk Specific Gravity kondisi SSD = Berat contoh SSD/(Berat contoh SSD - Berat
contoh dalam air)
Persentase absorpsi air = (Berat contoh SSD - Berat contoh kering di udara)/ Berat
contoh kering di udara x 100%
2.6.6 Laporan Hasil Pengamatan

Berat benda uji/agregat kasar dalam keadaan SSD = 3000 gram


Berat benda uji/agregat kasar dalam air = 1815 gram
Berat benda uji/agregat kasar kering di udara = 2813 gram

2.6.7 Analisa Data

Apparent Specific Gravity = C / ( C – B )


= 2813 / ( 2813 – 1815 )
= 2,819

Bulk Specific Gravity (kering) = C / ( A – B )


= 2813 / ( 3000 – 1815 )
= 2,374

Bulk Specific Gravity (SSD) = A / ( A – B)


= 3000 / ( 3000 – 1815 )
= 2,532

Persentase Absoprsi air = ( A – C ) / C x 100%


= ( 3000 – 2813 ) / 2813 x 100%
= 6,648%

Keterangan
A = Berat benda uji/agregat kasar dalam keadaan SSD
B = Berat benda uji/agregat kasar dalam air
C = Berat benda uji/agregat kasar kering di udara

Asumsi kami, berat benda uji/agregat kasar dalam keadaaan basah seharusnya lebih
berat daripada benda uji/agregat dalam keadaan SSD karena benda uji dalam air (keadaan
basah) memiliki air yang menempel di permukaan agregat kasar yang memberikan
tambahan berat daripada benda uji/agregat dalam keadaan SSD. Ternyata, berat benda
uji/agregat kasar dalam keadaan SSD mempunyai nilai yang lebih besar daripada berat
benda uji/agregat kasar dalam air (keadaan basah). Hal ini terjadi karena penimbangan berat
benda uji/agregat kasar dalam air (keadaan basah) dilakukan didalam tong berisi air.
Sehingga adanya gaya archimedes yang mempengaruhi penimbangan tersebut.
Persentase bulk specific gravity adalah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu
tertentu. Berdasarkan perhitungan data dari praktikum specific gravity persentase bulk
specific gravity dalam keadaan SSD memiliki nilai yang lebih besar daripada bulk specific
gravity dalam keadaan kering. Hal ini terjadi akibat masih ada air di dalam benda
uji/agregat dalam keadaan SSD. Sehingga hal tersebut mempengaruhi perhitungan bulk
specific gravity benda uji/agregat dalam keadaan SSD.
Dalam praktikum uji specific gravity agregat kasar, juga ada perhitungan nilai absorpsi
air di agregat kasar. Nilai absorpsi air di agregat kasar merupakan faktor dalam menentukan
kekuatan beton tersebut. Jika nilai absorpsi air di agregat kasar bernilai besar maka akan
mempengaruhi proses hidrasi antara air dan semen serta mempengaruhi nilai w/c ratio. Nilai
w/c ratio akan berpengaruh terhadap nilai absorpsi air karena jumlah berat/volume air untuk
pembuatan beton akan diserap juga oleh agregat kasar tersebut selain dari semen. Maka
akan memungkinkan semen belum mendapat air karena sudah terserap oleh agregat kasar
tersebut. Selain itu, nilai absorpsi air di agregat kasar yang besar menandakan bahwa
agregat tersebut kurang tahan lama karena makin banyak air di dalam agregat daripada
partikel agregat tersebut sehingga saat terjadi penguapan makan akan ada rongga kosong di
dalam agregat tersebut..

2.6.8 Kesimpulan

Nilai Apparent Specific Gravity adalah 2,819


Nilai Bulk Specific Gravity (kering) adalah 2,374
Nilai Bulk Specific Gravity (SSD) adalah 2,532
Nilai Persentase Absorpsi air adalah 6,648%
2.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus

2.7.1 Tujuan

Menghitung kadar lumpur pada agregat halus dimana presentase kandungan lumpur harus
< 5% agar agregat halus bisa digunakan sebagai kandungan beton.

2.7.2 Peralatan

1. Gelas Ukur
2. Air
3. Alat Pengaduk

2.7.3 Bahan
1. Agregat Halus

2.7.4 Prosedur Percobaan


1. Masukkan agregat halus kedalam gelas ukur sebanyak 150 ml

Gambar 2.7.1Pengambilan Sampel Agregat Halus ke dalam Gelas Ukur


2. Masukkan air kedalam gelas ukur kedua sebanyak 110 ml

Gambar 2.7.2 Pengambilan Sampel Air

3. Campur agregat halus dengan air dan dikocok

Gambar 2.7.3 Pencampuran Air dan Agregat Halus

4. Pastikan air berada diatas agregat halus dan tidak ada air yang terperangkap dalam
agregat.

Gambar 2.7.4 Cara Pencampuran agar tidak ada air yang terperangkap
5. Biarkan gelas ukur di tempat yang datar selama 24 jam agar lumpur mengendap

Gambar 2.7.5 Kondisi Agregat setelah dilakukan pencampuran dengan air

6. Ukur tinggi lumpur dan tinggi pasir

Gambar 2.7.6 Kondisi Campuran Agregat Halus dan Kasar setelah 24 jam
2.7.5 Perhitungan

Tinggi Lumpur = 1.45 cm

Tinggi agregat halus = 10.2 cm

Tinggi air = 8.95 cm

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐿𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟
Kadar Lumpur = × 100%
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐿𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟+𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡

1.45
= × 100% = 12.45%
(1.45+10.2 )

2.7.6 Laporan Hasil Pengamatan


Tinggi Lumpur (A) 1.45 cm
Tinggi Agregat Halus (B) 10.2 cm
Tinggi Air 8.95 cm
Tinggi Lumpur dan Agregat (A+B) 11.65 cm
Kadar Lumpur = A/(A+B)*100% 12.45%

Tabel 2.7.1 Keterangan Tinggi Lumpur, Agregat Halus, dan Air pada Gelas Ukur

2.7.7 Analisis Data

Kadar lumpur pada agregat harus lebih kecil dari 5%. Jika melebihi, maka agregat
mengandung terlalu banyak lumpur. Hasil uji kadar lumpur kelompok kami menunjukan
bahwa kandungan lumpur yang terkandung didalam agregat halus jauh melebihi batas yang
dianjurkan yaitu 5%.

2.7.8 Kesimpulan

Agregat yang digunakan tidak fit untuk digunakan sebagai bahan pembentuk beton
dikarenakan nilai kadar lumpur yang terlalu besar.
2.8 Pemeriksaan zat organik dalam agregat halus

2.8.1 Tujuan praktikum

Tujuan dari praktikum pemeriksaan zat organik dalam agregat halus adalah untuk
menentukan adanya bahan organik dala agregat haus yang akan digunakan pada campuran
beton.

2.8.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kadar organik agregat antara lain :

1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau bahan penutup lainnya yang tidak
bereaksi terhadap NaOH

2. Standar warna (organic plate)

Gambar 2.8.1 Botol Gelas tembus pandang dan Standar Warna


2.8.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan zat organik agregat antara lain :

1. Agregat halus (1/3 botol)

Gambar 2.8.2 Sampel Agregat Halus

2. Air 97 mL

3. NaOH (3 gram)

Gambar 2.8.3 NaOH untuk pencampuran dengan Agregat Halus

2.8.4 Prosedur percobaan

1. Masukan agregat halus ke dalam botol tembus pandang sebanyak 1/3 volume botol.

2. Campurkan air 97 mL dengan NaOH 3 gram lalu diaduk.

3. Tambahkan larutan yang telah dibuat tersebut kedalam botol isi agregat, kemudian kocok .

4. Tutup botol gelas tesebut dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat nampak
terpisah, dan percobaan ini dibiarkan selama 24 jam agar lumpur tersebut mengendap.
2.8.5 Laporan hasil pengamatan

Hasil pengamatan yang didapat yaitu warna larutan menjadi kuning. Warna dari
larutan tersebut mirip dengan standar warna nomor 3.

Gambar 2.8.4 Hasil Pengamatan warna setelah 24 Jam

2.8.6 Analisis data

Hasil percobaan menunjukan bahwa warna larutan memiliki kemiripan dengan


standar warna nomor 3. Hal ini mengandung arti bahwa kandungan organik dalam agregat
halus sesuai dengan standar toleransi kadar organik yang dimiliki agregat.

2.8.7 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan pemeriksaan zat organik dalam agregat halus adalah
agregat halus yang diuji memiliki kadar organik yang sesuai dengan standar toleransi kadar
organik agregat.
BAB III

RANCANGAN CAMPURAN BETON

3.1 Pengertian

Perancangan campuran (mix design) adalah prosedur kegiatan untuk menentukan


prosporsi (dalam batas-batas spesifikasi) material agar tercapai kinerja yang optimum.
Prosedur mix design mencakup pertimbangan faktor ekonomi dan lingkungan. Hal utama
yang diperhatikan dalam perancangan campuran beton adalah kekuatan beton yang
disyaratkan. Biasanya, kekuatan yang disyaratkan adalah kekuatan beton umur 28 hari.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan untuk memilih kekuatan beton selain umur 28 hari
seperti: rasio air-semen, tipe kandungan semen, durabilitas, kelecakan, kandungan air,
pemilihan agregar, dan trial mix.

Tahap-tahap mix design:

1. penentuan angka slump,


2. pemilihan ukuran maksimal agregat kasar,
3. estimasikebutuhan air pencampur dan kandungan udara,
4. pemilihan water-cement ratio,
5. perhitungan kandungan semen,
6. estimasi kandungan agregat kasar,
7. estimasi kandungan agregat halus,
8. koreksi kandungan air pada agregat,
9. trial mix.
3.2 Tujuan Percobaan

Perancangan campuran (mix design) beton bertujuan untuk mendapatkan komposisi


campuran beton yang ekonomis dan memenuhi persyaratan kelecakan, kekuatan, dan
durabilitas. Perancangan campuran juga bertujuan memberi gambaran mengenai kebutuhan
bahan-bahan yang dibutuhkan tiap meter kubik beton.

3.3 Tahapan Rancangan Campuran Beton Cara SNI

3.3.1 Pemilihan Angka Slump

Nilai slump dapat dipilih dari tabel 3.3.1 untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi
berikut bila nilai slump yang tidak ditentukan dalam spesifikasi.

Jenis Kontruksi Slump (mm)


Maksimum Minimum
Dinding fondasi, footing, 75 25
dinding basemen
Dinding dan balok 100 25
Kolom 100 25
Perkerasan dan lantai 75 25
Beton dalam jumlah yang 50 25
besar (seperti dam)

Tabel 3.3.1 Nilai slump yang disarankan untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi

Dari range slump 25-100, dipilih nilai slump 50 untuk untuk membuat beton
silinder.

3.3.2 Pemilihan ukuran maksimum agregat kasar

Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi yang baik
dan dengan ukuran maksimum yang besar akan yang besar akan menghasilkan rongga
yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat yang
lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume
satuan beton.

Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan dimensi


struktur. Sebagai contoh, ukuran maksimum agregat harus mempunyai persyaratan
berikut ini :

(i) D≤d/5

(ii) D≤h/3

(iii) D≤2s/3

(iv) D≤3c/4

Dimana, D = ukuran maksimum agregat

d = lebar terkecil di antara 2 tepi bekisting

h = tebal pelat lantai

s = jarak bersih antar tulangan

c = tebal bersih selimut beton

Dalam mixdesign beton silinder dipilih 3cm sebagai hasil dari perhitungan yang
disyaratkan pada nomor (i) lebar terkecil di anatara 2 tepi bekisting (15cm) dibagi 5.
3.3.3 Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara

Jumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk


menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat,
bentuk serta gradasi agregat dan juga pada jumlah kebutuhan kandungan udara pada
campuran.

Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tudak banyak terpengaru oleh jumlah
kandungan semen dalam campuran. Tabel 3.3.2 memperlihatkan informasi mengenai
kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.

Jenis beton Slump (mm) Air (kg/m3)


Ukuran agregat maksimum
10 mm 12,5 20 25 40 50 75
mm mm mm mm mm mm
Tanpa 25-50 205 200 185 180 160 155 140
penambahan 75-100 225 215 200 190 175 170 155
udara 150-175 240 230 210 200 185 175 170
Udara yang 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
tersekap %
Dengan 25-50 180 175 165 160 150 140 135
tambahan 75-100 200 190 180 175 160 155 150
udara 150-175 215 205 190 180 170 165 160
Kandungan 8 7 6 5 4,5 4,5 3,5
udara yang
tersekap %

Tabel 3.3.2 Nilai slump yang disarankan untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi

Jumlah air yang dibutuhkan dari hasil regresi 2 variabel yaitu nilai slump dan air adalah
173,33 kg/m3.

3.3.4 Pemilihan Nilai Perbandingan Air Semen


Untuk rasio air semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis agregat
dan semen yang digunakan. Oleh karena itu hubungan rasio air semen dan kekuatan
beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya
yang digunakan dalam pencampuran. Terlepas dari hal diatas, tabel 3.3.3 bisa dijadikan
pegangan dalam pemilihan nilai perbandingan air semen.

Kuat tekan beton umur Rasio air semen (dalam perbandingan berat)
28 hari (Mpa) Tanpa penambahan udara Dengan penambahan udara
48 0,33 -
40 0,41 0,32
35 0,48 0,40
28 0,57 0,48
20 0,68 0,59
14 0,82 0,74

Tabel 3.3.3 Hubungan rasio air-semen dan kuat tekan beton

Nilai kuat beton yang digunakan pada tabel 3.3.3 di atas adalah nilai kuat tekan
beton rata-rata yang dibutuhkan yaitu :

Fm = fc’ + 1,64 Sd

Dimana,

Fm = nilai kuat tekan b eton rata-rata

Fc = nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)

Sd = Standar deviasi (dapat diambil berdasarkan Tabel 3.3.4)

Kondisi pengerjaan Standar deviasi


Lapangan Laboratorium
Sempurna <3 <1,5
Sangat baik 3-3,5 1,5-1,75
Baik 3,5-4 1,75-2
Cukup 4-5 2-2,5
Kurang Baik >5 >2,5
Tabel 3.3.4 klasifikasi standar deviasi untuk berbagai kondisi pengerjaan
Harga rasio air semen tersebut biasanya dibatadi oleh harga maksimum yang
diperbolehkam untuk kondisi exposere (lingkungan) tertentu. Sebagai contoh, untuk
struktur yang berada dilingkungan laut harga rasio air semen biasanya dibatasi
maksimum 0,4-0,45.

Rasio air-semen yang dipilih dari hasil regresi 2 variabel yaitu kuat tekan beton umur 28
hari dan rasio air semen adalah 6,25.

3.3.5 Perhitungan Kandungan Semen

Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur
(step 3) dibagi dengan nilai rasio air semen (step 4). Hasil perhitungan nilai
perbandingan air semen yang didapat adalah 277-28 kg/m3 beton.

3.3.6 Estimasi Kandungan Agregat Kasar

Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didapat dengan mengunakan


semaksimal mungkin volume agregat kasar (atas dasar berat isi kering) persatuan volume
beton. Data eksperimen menunjukan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar
ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat ksar yang
dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dnegn kelecakan baik.

Tabel (3.3.5) memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan tertentu (slump = 75-
100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan persatuan volume beton adalah fungsi
daripada ukuran maksimum agegat kasar yang dibutuhkan persatuan volume beton
adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat
halus.

Berdasarkan tabel (3.3.5), volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3 beton
adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dati tabel 4.5. Volume ini kemudian
dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengn berat isi
kering dari agregat yang dimaksud (dry rodded unit weight)
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100, volume agregat kasar dapat
diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 3.3.5 dengan angka koreksi yang
ada pada tabel 3.3.6.

Ukuran maksimum agregat (mm) Volume agregat kasar (dry rodded) persatuan
volume beton untuk berbagai nilai modulus
kehalusan ACI
2,40 2,60 2,80 3,00
10 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
20 0,66 0,64 0,62 0,60
25 0,71 0,69 0,67 0,65
40 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,80 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81
Tabel 3.3.5 Volume agregat per satuan volume beton untuk beton dengan slump 5-100 mm
Volume Slump Faktor koreksi untuk berbagai ukuran
agregat (mm) maksimum agregat
kasar yang 10 mm 12,5 20 25 40
dipilih dari mm mm mm mm
hasil 25-50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
regresi 2 75-100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
variabel 150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00

Tabel 3.3.6 faktor koreksi untuk nilai slump yang berbeda

yaitu ukuran maksimum agregat dan volume agregat kasar adalah 0,7 dan faktor koreksi
yang didapat untuk nilai slump yang berbeda dari hasil regresi antara faktor koreksi dan
nilai slump adalah 1,07.

3.3.7 Estimasi Kandungan Agregat Halus

Setelah menyelesaikan step 6, semua ingridien beton yang dibutuhkan telah


diestimasi kecuali agregat halus. Jumlah pasir yang dibutuhkan dapat dihitung dengan 2
cara, yaitu :

a) Cara perhitungan berat (weight method)


b) Cara perhitungan volume absolut (absolut volume method)
Berdasarkan perhitungan berat, jika berat jenis beton normal diketahui berdasarkan
pengalaman yang lalu, maka berat [asir yang dibutuhkan adalah perbedaan antara
berat jenis beton dengan berat total air, semen dan agregat kasar persatuan volume
beton yang telah diestimasi dari perhitungan pada step-step sebelumnya.

Jika data berat jenis beton tidak diketahui, maka estimasi awal bisa didapat dari
tabel 3.3.7. estimasi ini didapat berdasarkan data beton dengan jumlah semen= 325
kg/m3 , dengan nilai slump 75-100 mm dan berat jenis agregat=2,7
Jika berat semen yang ada (=Ws) adalah lebih besar atau lebih kecil dari 325 kg/m 3
maka harga berat jenis beton (=X) dikoreksi sebagai berikut :
X’=X+(Ws-325)/60 * 9 kg/m3
Jika berat air yang ada (=Wa’) lebih besar/lebih kecil dari berat air yang
dibutuhkan untuk menghasilkan slump 75-100 mm berdasarkan tabel 4.2 (yaitu wa),
maka harga berat jenis beton (=X) dikoreksi sebagai berikut :
X’=X+(Ws-Wa)/6 * 9 kg/m3

Jika berat jenis agregat (=ɤag) lebih besar/lebih kecil dari 2,7, maka berat jenis
beton (=X) dikoreksi sebagai berikut:
X’=X+( ɤag-2,7)/0,1 * 59 kg/m3

Selain menggunakan tabel 4.7, estimasi awal berat jenis beton dapat diperoleh
melalui persamaan berikut :
X=10ɤa(100-A)+C(1- ɤa/ɤ) – W(ɤa-1)
Dimana : ɤa = Bulk Specific gravity (SSD) rata-rata dari kombinasi agregat halus dan
kasar
A= Kandungan udara (%)
C= Kandungan semen (kg/m3)
ɤ = Berat jenis semen
W = kandungan air (kg/m3)

Untuk perhitungan dengan menggunakan metoda volume absolut, volume pasir


didapat dengan mengurangi volume satuan beton dengan volume total dari ingridien-
ingridien beton yang sudah diketahui (yaitu air, udara, semen dari agregat kasar).
Harga volume pasir ini kemudian dikoneversi menjadi berat dengan mengalikan
dengan ɤ pasir. Perumusannya adalah :
Af = ɤf[1000-(w+c/ ɤ+Ac/ɤc+10A)
Dimana Ac = kandungan agregat kasar (kg/m3)
ɤf = Bulk specic gravity (SSD) agregat halus
ɤc = Bulk specific gravity (SSD)
ɤ = Berat jenis semen

Biasanya campuran yang memenuhi kriteria-kriteria yang diinginkan baru bisa


didapat setelah dilakukan beberapa “trial mix” (campuran percobaan) dengan merubah
proporsi bahan-bahan didalam campuran beton.

Ukuran Maksimum Agregat Estimasi awal berat jenis (kg/m3)


(mm)
Tanpa penambahan udara Dengan penambahan udara

10 2285 2190

12,5 2315 2235

20 2355 2280

25 2375 2315

40 2420 2355

50 2445 2375

75 2465 2400

150 2502 2435

Tabel 3.3.6 estimasi awal untuk berat jenis beton segar


3.3.8 Koreksi Kandungan Air pada Agregat

Pada umumnya, stok agregat dilapangan berada dalam kondisi basah atau tidak
dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (SSD).

Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang diperoleh bisa lebih
besar atau bahkan lebih kecil dari harga yang telah ditentukan berdasarkan step 4 dan
berat SSD agregat (kondisi jenuh dan kering permukaan) menjadi lebih kecil atau
lebih besar dari harga estimasi pada step 6 dan 7.

Urutan rancangan beton dari step 1 sampai 7 dilakukan berdasarkan kondisi


agregat yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix, air pencampur yang dibutuhkan
dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung dengan kandungan air
bebas tergantung pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi perubahan air
tersebut, jumlah agregat harus diperkecil atau diperbesar.
3.4 Prosedur Perencanaan Campuran Beton

Gambar 3.4.1 Pemasukan Material yang telah diukur ke dalam Mesin Pengaduk

Gambar 3.4.2 Pencampuran keseluruhan bahan di dalam Mesin Pengaduk

Gambar 3.4.3 Pengukuran Slump, Proses Vibrasi, dan Pelumuran Oli di Bekisting
Penetapan variabel acak unit
Desain struktur dan bahan dipastikan penggunaannya benar

Digunakan material beton sesuai dengan hasil perhitungan batas kuat

Disiapkan bahan

Disaring agregat halus Disaring agregat kasar Air Semen

Bahan yang telah dipersiapkan dimasukan kedalam molen dengan


hati-hati dan perlahan-lahan (untuk air tidak dimasukan seluruhnya,
jumlah air yang dimasukan sedikit-sedikit secara perlahan agar
campuran beton rata teraduk dan tidak terlalu lecak) (Gambar a & b)

Dilakukan tes slump, jika nilai slump yang didapat kurang dari yang
diharuskan maka campuran beton ditambah dengan air hingga hasil
tes slump menunjukan angka yang diharuskan (sebaiknya) (Gambar
c)

Campuran beton dituangkan kedalam bekisting yang permukaan


dalamnya telah dilumasi dengan oli (Gambar d)

Dilakukan vibrasi pada beton (Gambar e)

Karena ada permukaan yang turun dan jumlah beton pada bekisting
berkurang maka dilakukan penambahan beton hingga batas
permukaan dan diratakan

Beton dipindahkan ke tempat yang kondusif untuk melakukan proses


hidrasi.

Diagram 3.4.1 Proses Pencampuran dan Pengecoran Beton


1 Kategori jenis struktur : Tabel. I
2 Rencana SLUMP : Tabel III 5 cm
3 Rencana kuat tekan beton : σ'bm = σ'bk+1.64.s 24 Mpa
4 Modulus kehalusan agregat halus 2.63
5 ukuran maksimum aggregat kasar : Tabel IV 3 cm
6 Specific gravity aggregat kasar kondisi SSD 2.374
7 Specific gravity aggregat halus kondisi SSD 2.591
8 Berat Volume/isi agregat kasar 1.247 kg/lt
r

PERHITUNGAN KOMPOSISI UNSUR BETON


9 Rencana air adukan untuk 1 m3 beton Tabel A 173.333 kg
x − 180 30 − 25
=
160 − 180 40 − 25

15x − 2700 = −100


15x = 2600
x = 173,33

10 Persentase udara yang terperangkap : Tabel A 1.333 %


x − 1,5 30 − 25
=
1 − 1,5 40 − 25

15x = −2,5 + 22,5


20
x= = 1,33
15

11 W/C Ratio berdasarkan grafik 2 atau Tabel II 0.625


x − 0,68 24 − 20
=
0,57 − 0,68 28 − 20

8x = −0,44 + 5,44
5
x= = 0,625
8

12 W/C Ratio maksimum berdasarkan Tabel I 173.333 kg/m


x − 180 30 − 25 3
=
160 − 180 40 − 25

15x − 2700 = −100


15x = 2600
x = 173,33
13 Berat semen yang diperlukan : (9) / (11) 277.28 kg
173,33
= = 277,28
0,625

14 Volume aggregat kasar perlu/m3 beton Tabel B 0.749

15 Berat aggregat kasar perlu : [14] x [8] 934.003 kg


= 0,749 x 1247 = 934,003

16 Volume semen : 0,001 x [13] / 3,15 0.088 m3


0,001 x 277,28
= = 0.088
3,15

17 Volume air : 0,001 x [9] 0.173 m3


0,001 x 173,33 = 0,173

18 Volume aggregat kasar : 0,001 x [15] /[6] 0.393 m3


0,001 x 934,003
= = 0,393
2,374

19 Volume udara [10] 0.013 m3


20 Vol.agg.halus/m3 beton : 1m3-[(16)+(17)+(18)+(19)]m3 0.332 m3
=1-[0,088+0,173+0,393+0,013]=0,332

KOMPOSISI BERAT UNSUR ADUKAN / M3 BETON


21 Semen : [13] 277.28 kg
22 Air : [9] 173.3 kg
23 Aggregat kasar kondisi SSD : [15] 934.003 kg
24 Aggregat halus kondisi SSD : [20] x [7] x1000 859.990 kg
= 0,332 x2,591x1000 = 859,990
25 Faktor semen : [21] /40 (1 zak = 40 kg) 6.932 zak
277,28
= = 6,932 zak
40

KOMPOSISI JUMLAH AIR DAN BERAT UNSUR UNTUK


PERENCANAAN LAPANGAN
26 Kadar air asli / kelembaban aggregat kasar : mk 4.80%
27 Penyerapan air kondisi SSD aggregat kasar : ak 6.65%
28 Kadar air asli / kelembaban aggregat halus : mh 2.70%

29 Penyerapan air kondisi SSD aggregat halus : ah 2.25%

30 Tambahan air adukan dari kondisi agg. Kasar : [23] x ([ak- 16.2016 kg
mk]/[1+ak]) 46
(6,65% − 4,80%)
= 934,003 x = 16,202
1 + 6,65%

31 Tambahan agg. Kasar untuk kondisi lapangan : [30]/1000x 38.463 kg


[6]x[1000])
16,202
= x 2,374 x 1000 = 38,463
1000
32 Tambahan air adukan dari kondisi agg. Halus : [24]x ([ah- -3.7854 kg
mh]/[1+ah])

(2,25% − 2,70%)
= 859,990 x = −3,785
1 + 2,25%

33 Tambahan agg. Halus untuk kondisi lapangan [32]/1000x[7]x[1000]) -9.806 kg

−3,785
= x 2,374 x 1000 = −9,806
1000

KOMPOSISI AKHIR UNSUR UNTUK PERENCANAAN


LAPANGAN / M3 BETON
34 Semen : [13] 277.28 kg
35 Air : [22] + [30] + [32] 185.717 kg
=173.3 + 16,202+3,785=185,717
36 Aggregat kasar kondisi lapangan : [23] + [31] 972.466 kg
=934,003 + 38,463 = 972,466
37 Aggregat halus kondisi lapangan : [24] + [33] 850,184 kg
=859,990-9,806=850,184

KOMPOSISI UNSUR CAMPURAN BETON/KAPASITAS MESIN


MOLEN : 0,03 M
38 Semen 10 kg
39 Air 5.9 kg
40 Aggregat kasar kondisi lapangan 40 kg
41 Aggregat halus kondisi lapangan 26 kg
DATA-DATA SETELAH PENGADUKAN /PELAKSANAAN Tab
42 Sisa air campuran [jika ada] 1.28 kg el
43 Tambahan air selama pengadukan [jika ada] - Kg 3.5.
44 jumlah air sesungguhnya yang digunakan 4.62 Kg 1
45 nilai SLUMP hasil pengukuran 6.5 Cm Has

46 Berat isi beton basah waktu pelaksanaan 9.12 kg il


Per
hitu
ngan Mix Design

3.6 Analisis

Mix design adalah penting karena dengan mix design kita dapat mengetahui komposisi dari
beton yang akan dibuat. Adapun setelah melakukan perhitungan diatas, beton yang akan
dibuat seharusnya mengandung:

Semen : 10 Kg

Air : 5.9 Kg

Agregat kasar : 40 Kg

Agregat halus : 26 Kg

Hasil perhitungan rencana material beton yang ditentukan adalah perhitungan rata-rata dari
seluruh kelompok pada shift selasa pagi.

3.7 Kesimpulan

Setelah pembuatan, beton yang dihasilkan sedikit meleset dari yang sudah direncanakan,
dimana nilai slump yang didapatkan pada akhir adalah 65 mm (meleset dari perhitungan awal
yaitu 50 mm). dengan nilai slump tersebut didapatkan pula sisa air sehingga tidak seluruh air
digunakan yang menandakan bahwa agregat dalam kondisi basah atau tidak SSD.
BAB IV

PERAWATAN BETON

4.1 Pendahuluan

Perawatan beton merupakan sutu tindakan yang perlu dilakukan dalam tahapan
pembuatan beton yang berkualitas. Perawatan beton diperlukan untuk meningkatkan
pertumbuhan dari kekuatan beton itu sendiri. Prosedur dari perawatan beton terdiri dari
pengendalian temperatur dan pergerakan kelembaban dari dan kedalam beton. Aspek yang
dipengaruhi oleh perawatan beton selain dari kekuatan yaitu adalah durabilitas.

Kebutuhan akan perawatan timbul karena hidrasi semen hanya dapat berlangsung
dalam kapiler-kapiler yang berisi air. Kemudian karena kandungan air dalam kapiler tersebut
harus dijaga dan tidak penguapan harus dihindari maka air yang berasal dari luar diperlukan.

Kekuatan beton memang tidak dengan kriteria bahwa semua semen berhidrasi, tetapi
alangkah baiknya jika perawatan beton tetap dijaga keberlangsungannya semaksimal
mungkin dengan cara menjaga kelembaban dan menjaga agar kapiler tersebut tidak
mengalami kekeringan hingga kapiler dalam pasta semen yang telah berhidrasi dalam
keadaaan bersegmen sehingga beton kedap air.

4.2 Tujuan Percobaan

Tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan kekuatan beton. Kemudian


perawatan beton dilakukan untuk menjaga kelembapan beton dan menjaga beton agar tetap
dalam kondisi jenuh. Kelembapan beton dijaga agar proses hidrasi tetap berlangsung, karena
jika proses hidrasi terbatas karena air maka proses hidrasi akan berhenti dan pada akhirnya
hasil reaksi yang berujung pada terbentuknya elemen C-S-H atau komponen utama hasil
reaksi hidrasi yang memiliki sumbangsih besar pada kekuatan beton berkurang, atau akhirnya
keukatan beton tidak sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya.
4.3 Alat dan bahan percobaan

1. Bak atau tempat penampungan

2. Air yang bersih

Gambar 4.3.1 Bak Penampungan berisi Air Bersih


4.4 Metodologi percobaan

Metoda perawatan basah merupakan metoda yang dilakukan pada praktikum


pembuatan beton. Metoda perawatan basah merupakan metode yang mendampingkan beton
dengan air secara langsung. Hal ini dilakukan agar beton tidak kekurangan air ketika beton
tersebut melakukan reaksi hidrasi. Metoda perawatan basah ini berlangsung dalam jangka
waktu yang ditentukan. Pada percobaan ini, beton direndam berhari-hari dari mulai pelepasan
bekisting hingga h-1 pengujian misalkan pengujian beton pada hari ketujuh, maka beton
diangkat pada hari keenam.

Gambar 4.4.1 Beton dalam Bekisting dibiarkan selama 24 jam

Gambar 4.4.2 Pelepasan Beton Segar dari Bekisting


Gambar 4.4.3 Peletakan Beton Segar di dalam Bak Air

Gambar 4.4.4 Perendaman dilakukan sampai H-1 Pengujian Kuat Tekan


BAB V

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN BETON

5.1 Pendahuluan

Salah satu sifat mekanis dari beton adalah kekuatan beton (strength). Dari kekuatan
beton kita dapat mengetahui informasi dari beton mengenai kemampuan / kapasitas beton
tersebut dalam memikul beban. Tentu kita ingin beton yang kita buat dapat memikul beban
semaksimal mungkin baik itu beban tarik, tekan, geser, ataupun kombinasi beban-beban
tersebut.

Pengujian kuat tekan beton merupakan sebuah sarana untuk :

a. Riset
Riset berarti kita dapat mengetahui kuat tekan dari tiap macam campuran beton. tentu
kita mengetahui bahwa setiap beton yang dibuat berbeda-beda kekuatannya
tergantung dari cara pencampuran dan juga komposisi bahan pembuatnya.
b. Pengendalian Mutu
Berdasarkan apa yang sudah diberikan diatas, tentu perbedaan kekuatan tersebut
adalah masalah bagi perusahaan pembuat beton. Dengan uji tekan beton kita dapat
mengetahui mutu dari beton kita, seberapa sering mutu dari beton yang dibuat tidak
memenuhi persyaratan.
c. Penentuan Kapasitas Lapangan
Berdasarkan pengendalian mutu yang diatas, kita bisa mendapatkan standar deviasi
dari produk yang kita buat. Seberapa sering error yang kita lakukan dan ini dapat
membantu kita dalam menentukan kekuatan yang dibuat jika kita membuat untuk
pekerjaan lapangan. Sebagai contoh, jika diperlukan kapasitas 25 MPa, maka kita
dapat membuat batch diatas 25 MPa sehingga error yang terjadi pun masih diatas
kapasitas yang ditentukan yaitu 25 MPa.

Kekuatan beton dipengaruhi oleh beberapa faktor atau komponen seperti dibawah ini.

a. Densitas Beton
Densitas beton berhubungan dengan rasio air/semen (w/c). w/c yang tinggi
menyatakan beton yang lebih lemah dan sebaliknya.
b. Tipe dan Kandungan Semen
Semen yang digunakan dalam pembuatan semen pun berpengaruh akan
kemampuannya merekatkan agregat. Seperti contoh semen tipe IV (Low Heat of
Hydration) mempunyai kekuatan yang lebih baik dibanding semen tipe III (High
Early Strength).
c. Penggunaan bahan kimiawi / mineral (Admixture & Additive)
Salah satu kegunaan admixture dan additive adalah sebagai WRA atau Water
Reducing Agent yang berarti ia bisa mengurangi kandungan air dalam beton. ini
berpengaruh kepada w/c rasio yang kecil. Dengan menambah admixture ini, beton
kita dapat mempunyai kuat tekan yang lebih baik karena w/c rasio yang dibutuhkan
lebih kecil. Setelah itu terdapat pula semacam additive seperti silica fume. Ini
menambah kebutuhan air dan dalam arti lain menambah w/c rasio. Dengan ini beton
pun akan lebih lemah karena w/c rasio yang tinggi.
d. Suhu dan kelembaban selama perawatan.
Perawatan beton (curing), menyebabkan air bebas masuk kedalam pori-pori beton
sehingga rongga-rongga didalam beton yang kosong akibat panas hidrasi yang
menguapkan air didalanya bisa terisi kembali oleh air. Curing konvensional memakai
bak air untuk merendam beton atau karung goni basah yang menutupi permukaan
beton. Salah satu metode curing yang lain adalah steam curing yang menyemprot
beton dengan uap air panas. Dengan metode ini, selain air bisa masuk kedalam beton,
panas hidrasi dapat berlangsung dengan lebih baik dan akibatnya beton akan menjadi
lebih kuat dibanding metode curing konvensional.
e. Sifat fisik dan mekanik agregat
Beberapa sifat fisik agregat yang dapat mempengaruhi kekuatan beton adalah bentuk
dan kekuatan agregat. Ambil contoh bentuk agregat angular dan honeycombed.
Bentuk agregat angular adalah yang terbaik karena dia simetris dan tidak berongga.
Honeycombed mempunyai banyak rongga layaknya sarang lebah dan berarti selain
kekuatannya yang kecil, dia pun mempunyai banyak void yang dapat terisi udara yang
tentu berkontribusi pada kekuatannya yang kecil. Selain itu, bentuk agregat yang
pipih juga cenderung kurang baik karena gelembung udara sering terbentuk
dibawahnya dan menambah konsentrasi udara di beton kita. Konsentrasi udara yang
terlalu tinggi juga melemahkan beton.
f. Kebersihan agregat
Agregat harus sebisa mungkin terbebas dari debu. Debu yang terlalu banyak dapat
merusak mutu beton. agregat yang baik pun harus terbebas dari segala bahan organik
seperti lumut, jamur, dan lain-lain. Bahan organik pun merusak karena selain
mencegah pasta semen dan agregat bersatu, bahan organik pun dapat bereaksi dengan
C3A (Material utama pembentuk semen) dan dapat merusak tulangan pada beton
bertulang.
g. Proporsi campuran
Gradasi agregat juga sangat menentukan kekuatan dari beton yang dibuat. Semakin
bagus gradasi agregat, semakin kuat pula beton yang dibuat. Gradasi yang baik
disebut sebagai finely graded, berarti semua ukuran agregat terbagi dengan rata.
Dengan ini, maka agregat yang lebih kecil dapat mengisi gap yang ada akibat banyak
agregat yang lebih besar. Tentu ini berarti beton kita menjadi lebih padat dan lebih
kuat.
h. Derajat Pemadatan

Prosedur uji tekan beton mengikuti ASTM C31 atau C92. Faktor – faktor yang
mempengaruhi kekuatan tekan beton :

a. Kondisi ujung benda uji


Kondisi ujung benda yang diuji yang akan ditekan harus rata dan tegak lurus terhadap
sumbu benda uji. Untuk meratakan ujung benda uji dapat dilakukan capping yaitu
melapisi ujung benda uji dengan lapisan sulfur agar menjadi rata.
b. Ukuran benda uji
Ukuran benda uji standar adalah berbentuk silinder dengan ketinggian 30 cm dan
diameter 15 cm. hasil studi menyatakan bahwa akurasi tes akan menurun dengan
mengecilnya rasio diameter benda uji terhadap ukuran maksimum agregat.
c. Rasio panjang terhadap diameter (l/d)
Rasio l dan d yang baik adalah 2. Untuk rasio yang lebih kecil daripada 2
diperbolehkan asal mengikuti peraturan yang berlaku. Secara umum, semakin kecil
rasio l/d, semakin tinggi nilai kuat tekan yang didapat dikarenakan kondisi restrain
ujung yang sangat mempengaruhi distribusi tegangan pada benda uji.
d. Kondisi kelembaban dan suhu benda uji
Benda uji yang lembab dapat menghasilkan kuat tekan yang lebih kecil dibanding saat
kondisi kering. Perbedaan kekuatan pun sangat signifikan dimana rentang perbedaan
berkisar dari 5% sampai 20%. Benda uji yang bersuhu diatas suhu ruangan pun
memperkecil kekuatan tekan namun tidak sesignifikan itu dan dapat diabaikan.
e. Arah pembebanan dan arah pengecoran
Seperti kayu, arah pembebanan yang sejajar arah pengecoran akan membuat benda uji
memiliki kekuatan yang lebih dibanding arah pembebanan yang tegak lurus arah
pengecoran.
f. Geometri benda uji
Meskipun standar internasional benda uji berbentuk silinder, ada pula yang memakai
kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm sebagai bentuk benda ujinya. Ini
mempengaruhi nilai kuat tekan beton dimana uji kuat tekan silinder berkisar 75% -
85% nilai uji kuat tekan kubus.
5.2 Tujuan Percobaan

Menentukan kuat tekan dari beton berumur 7, 14, dan 28 hari dengan bentuk silinder.

5.3 Alat dan Bahan Percobaan

1. Ambil benda uji dari tempat curing.


2. Letakan benda uji pada mesin tekan secara sentris
3. Jalankan mesin uji tekan dengan laju pembebanan yang berkisar antara 4 – 6 kg/cm2
4. Lakukan pembebanan sampai terlihat fracture pada benda uji
5. Lakukan lagi dengan semua benda uji yang akan ditentukan kekuatannya.

Gambar 5.3.1 UTM (Utility Testing Machine)

5.4 Metodologi Percobaan

5.4.1 Persiapan Pengujian

Hal-hal yang dilakukan untuk mempersiapkan beton untuk diuji yaitu beton
diambil dari tempat perawatan. Selanjutnya beton ditimbang, kemudian setelah itu
dipasang atau dilapisi capping pada kedua alas beton. Capping ini dilakukan dengan
tahapan melelehkan mortar belerang didalam pot peleleh yang dinding dalamnya telah
dilapisi tipis dengan gemuk, lalu diletakkan benda uji tegak lurus pada cetakan pelapis
sampai mortar belerang cair menjadi keras. Capping dilakukan dengan tujuan untuk
membuat permukaan beton yang akan diuji memiliki sifat keseragaman sehingga ketika
pengujian posisi serta permukaan beton steady (tidak miring dan tidak ada permukaan
beton yang tidak teruji).

5.4.2 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian kuat tekan beton dilakukan melalui beberapa tahapan.


Pertama beton diletakan sentris dengan alat penguji atau UTM, alat penguji menempel
tepat diatas beton uji. Mesin uji tekan dijalankan, tekanan dinaikan berangsur-angsur.
Dilakukan pembebanan sampai benda uji hancur. Terakhir, dicatat beban maksimum
hancur yang terjadi selama pemeriksaan beton.

Gambar 5.4.1 Peletakan Beton di UTM

Gambar 5.4.2 Pemberian Tekanan Awal melalui UTM


Gambar 5.4.3 Kondisi Pembebanan saat Beton Tepat Retak

Gambar 5.4.4 Gambar Beton Yang Telah Retak setelah Pembebanan


5.5 Hasil Percobaan

Umur Berat Slump Luas Bidang Beban Hasil UJI Beban


(hari) (kg) (cm) Tekan (mm2) Maks (kg) (Mpa) Maks/Luas
(kg/mm2)
7 hari A 3,2 6,5 7853,982 6000,000 7,494 0,764
7 hari B 11,92 6,5 17671,459 13600,000 7,550 0,770
14 hari A 12,28 6,5 17671,459 17200,000 9,548 0,973
14 hari B 12,28 6,5 17671,459 19200,000 10,659 1,086
28 hari A 12,2 6,5 17671,459 20500,000 11,380 1,160
28 hari B 12,52 6,5 17671,459 22500,000 12,490 1,273
Tabel 5.5.1 Hasil Percobaan Uji Tekan Beton

5.6 Perhitungan

1. Beton Umur 7 hari A

Spesifikasi :

Berat = 3,2 kg

Nilai slump = 6,5 cm

Permukaan luas tekan = 7853,982 mm2

Beban maksimum = 6000 kg

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2

6000 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
7853,982

= 7,494 𝑁⁄𝑚𝑚2 = 7,494 MPa

2. Beton Umur 7 hari B


Spesifikasi :

Berat = 11,92 kg

Nilai slump = 6,5 cm

Permukaan luas tekan = 17671,459 mm2

Beban maksimum = 13600 kg

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2

13600 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459

= 7,550 𝑁⁄𝑚𝑚2 = 7,550 MPa

3. Beton Umur 14 hari A

Spesifikasi :

Berat = 12,28 kg

Nilai slump = 6,5 cm

Permukaan luas tekan = 17671,459 mm2

Beban maksimum = 17200 kg

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2

17200 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459

= 9,548 𝑁⁄𝑚𝑚2 = 9,548 MPa

4. Beton Umur 14 hari B

Spesifikasi :
Berat = 12,28 kg

Nilai slump = 6,5 cm

Permukaan luas tekan = 17671,459 mm2

Beban maksimum = 19200 kg

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2

19200 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459

= 10,659𝑁⁄𝑚𝑚2 = 10,659 MPa

5. Beton Umur 28 hari A

Spesifikasi :

Berat = 12,2 kg

Nilai slump = 6,5 cm

Permukaan luas tekan = 17671,459 mm2

Beban maksimum = 20500 kg

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2

20500 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459

= 11,380𝑁⁄𝑚𝑚2 = 11,380 Mpa

6. Beton Umur 28 hari B

Spesifikasi :

Berat = 12,52 kg
Nilai slump = 6,5 cm

Permukaan luas tekan = 17671,459 mm2

Beban maksimum = 22500 kg

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Kuat tekan beton = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛x 9,8 𝑚⁄𝑠 2

22500 𝑘𝑔⁄ 𝑚
= 𝑚𝑚2 x 9,8 ⁄𝑠 2
17671,459

= 12,490𝑁⁄𝑚𝑚2 = 12,490 MPa

5.7 Analisis

Kuat Tekan Beton vs Umur


100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
Persentase Hasil
50.00%
kuat tekan
40.00% Referensi
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
7 hari 14 hari 28 hari

Grafik 5.7.1 Kuat Tekan Beton vs Umur


Beton berumur 28 hari memiliki persentase kuat tekan rata-rata sebesaar 49,73% atau
sebesar 11,935 MPa. Kuantitas kuat tekan beton ini jauh berbeda dengan kuat beton rata-rata
pada umur 28 hari menurut SNI. Hal ini menandakan bahwa beton tidak ideal. Hal ini terjadi
akibat faktor kondisi material, metoda pencampuran yang, dan metoda pengecoran yang
kurang baik.

Material penyusun beton ada empat jenis yaitu air, semen, agregat kasar, dan agregat
halus. Aspek utama mengenai kurangnya mutu material yang digunakan adalah agregat halus
dan agregat kasar. Agregat kasar yang digunakan dinilai kurang baik karena kurangnya
gradasi. Kemudian agregat halus yang digunakan teidak sesuai dengan yang telah
direncanakan, kandungan airnya meningkat karena lingkungan sekitar yang lembab faktor
cuaca.

Kesalahan pada metode pencampuran adalah ketidaktepatan yang terjadi ketika


material beton disatukan. Penyebab dari ketidaktepatan tersebut adalah karena kondisi kadar
air pada agregat berlebih seperti yang telah disebutkan tadi lahsehingga campuran beton
lebih lecak daripada yang tela direncanakan. Hal ini dibuktikan dengan nilai slump yang
bergeser sebanyak 1,5 cm dari slump rencana.

Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan proses pengecoran beton kurang tepat.
Pertama yaitu bekisting tidak diolesi dengan oli. Hal ini berdampak pada kelekatan antara
beton dengan bekisting sehingga ketika bekisting tidak diolesi dengan oli maka saat bekisting
dilepas banyak material beton yang masih melekat pada bekisting. Alhasil beton yang didapat
menjadi bopeng. Kemudian, untuk kasus berikutnya yaitu pada proses pengecoran
berlangsung. Idealnya pengecoran beton pada bekisting divibrasi setiap kali adukan
dimasukkan kedalam bekisting (berlapis), nyatanya vibrasi dilakukan ketika adonan beton
telah memenuhi bekisting. Hal ini dapat mengakibatkan segregasi. Selanjutnya yaitu
penuangan beton setelah divibrasi menggunakan sekop untuk meratakan permukaan atas
beton dan membuat beton dalam bekisting tersebut penuh. Hal ini dinilai kembali sebagai
perilaku pengecoran yang tidak ideal.

.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

- Berdasarkan praktikum beton yang kami lakukan, kami mendapat kesimpulan yaitu:

a. Agregat memiliki berat volume yang besar saat sudah dipadatkan daripada
sebelum dipadatkan (gembur)
b. Sampel agregat kasar yang kami dapat memiliki gradasi yang baik. Tapi,
sampel agregat halus memiliki gradasi yang kurang baik (dominan halus
akibat modulus kehalusan kurang dari 2,3)
c. Persentase kadar air agregat kasar lebih besar daripada persentase kadar air
agregat halus
d. Nilai bulk specific gravity agregat halus (SSD) adalah 2,591
Nilai bulk specific gravity agregat kasar (SSD) adalah 2,374
Sehingga dalam SSD, Nilai bulk specific gravity agregat halus lebih besar
daripada nilai bulk specific gravity agregat kasar
e. Kadar lumpur di agregat halus memiliki persentase yang lebih besar dari
standar yaitu 12%
f. Agregat halus telah memenuhi persyaratan toleransi kadar organic
- Kami merancang pembuatan beton (mix design) mengikuti standar ACI. Tetapi, di
lapangan kondisi agregat kurang baik sehingga saat pembuatan beton segar terjadi
perbedaan nilai slump di mix design dengan di lapangan.
- Saat perawatan beton segar, kami melakukannya sesuai dengan standar ACI. Kami
rendam beton segar di bak sampai H-1 uji kuat tekan beton.
- Pada saat pengujian kuat tekan beton, hasil dari uji tersebut tidak sesuai dengan
rancangan di mix design bahkan terlampau jauh rendah. Penyebab dari ke tidak tercapai
nilai f”c beton akibat dari faktor material yang tidak sesuai dengan kondisi seharusnya,
pelepasan bekisting yang kurang hati-hati, dan proses pengecoran yang tidak sesuai
dengan standar ACI.
- Kekuatan beton akhir tidak sesuai dengan fcr yang direncanakan

Kekuatan beton meningkat di tiap umurnya

1. 7 hari A = 7,494 MPa

2. 7 hari B = 7,550 MPa

3. 14 hari A = 9,548 MPa

4. 14 hari B = 10,659

5. 28 hari A = 11,380

6. 28 hari B = 12,490
Percobaan Baja

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Uji tarik langsung dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari baja,
sepertu modulus Young, tegangan leleh, dan kuat tarik. Sifat-sifat mekanik tersebut penting
untk diketahui dalam perancangan suatu infrastruktur.

1. 2 Tujuan
- Mengetahui cara pengukuran uji tarik langsung.
- Mengetahui cara pengoperasian alat uji tarik (Universal Testing Machine)
- Menghitung nilai property mekanik dari baja seperti Modulus Young, tegangan
leleh, dan kuat tarik.
- Pembacaan tegangan dan regangan menggunakan strain gauge.
1. 3 Teorema Dasar

Tegangan (σ) adalah gaya yang dibaca pada load cell dibagi dengan luas penampang.

𝑃
𝜎=
𝐴

dimana:

𝜎 = Tegangan leleh
𝑃 = Gaya tarik saat leleh pertama
𝐴 = Luas penampang
Regangan adalah pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal benda uji.

∆𝐿
𝜀=
𝐿0

dimana:

𝜀 = Regangan
∆𝐿 = Pertambahan panjang
𝐿0 = Panjang awal
Modulus Young, E adalah nilai yang didapat dari tegangan elastis dibagi dengan
regangan elastis. Tegangan elastis terjadi ketika benda diberi beban hingga terjadi deformasi
plastis. Keadaan plastis adalah ketika baja tidak dapat kembali ke bentuk semuala setelah
beban yang bekerja dihilangkan. Ketika baja menjadi plastis dan beban masih bekerja pada
baja, pertambahan panjang akan bertambah sangat besar dengan pertambahan beban kecil,
baja akan mengalami titik patah.
BAB II

UJI TARIK BAJA

2. 1 Alat dan Bahan


- Baja polos diameter 8,10,12 mm
- Baja Ulir diameter 12,16,10 mm
- Strength Gauge
- UTM (Utility Testing Machine)
- Jangka Sorong
- Mistar

2. 2 Prosedur Percobaan
1. Persiapan benda uji
 Beri nomor atau nama setiap benda uji
 Ukur diameter dan panjang dari semua beda uji

Gambar 2.2.1 Pengukuran Panjang Baja menggunakan Mistar

Gambar 2.2.2 Pengukuran diameter Baja Menggunakan Jangka Sorong


2. Persiapan alat
 Cek dan kalibrasi semua alat yang digunakan
3. Pemasangan benda uji ke mesin UTM (Universal Testing Machine) dimana
sumbu alat penjepit harus berhimpit dengan sumbu benda uji
4. Pemasangan alat ukur
5. Pelaksanaan pengujian sebagai berikut:
 Tarik benda uji dengan pertambahan beban konstan sampai benda uji
putus. Catat pertambahan panjang yang terjadi setiap penambahan beban
 Amati secara visual perilaku benda uji
 Setelah putus ukur diameter penampang pada daerah putus
 Ukur panjang akhir benda uji

Gambar 2.2.3 Pelaksanaan Pengujian Baja


2.3 Hasil Percobaan dan Analisis
2. 3. 1 Data Hasil Uji Tarik Baja

Dari uji tarik baja, diperoleh data sebagai berikut:

No. Identifikasi Diameter Diameter Luas Panjang Panjang Elongation Beban Beban Kekuatan Tegangan Tegangan Kuat Tarik Modulus
Benda Uji Nominal Aktual Penampang Awal Akhir (%) Luluh (kg) Maks (kg) Tarik Leleh Leleh (N/mm2) Young
2
(mm) (mm) Nominal (mm) (mm) Nominal Nominal (N/mm )
(mm2) (kg/mm2) (kg/mm2)

1 Ø 8 polos 8 7.88 50.27 100 128 0.28 1500 2550 50.726079 29.83887 292.71932 497.6228367 166395

2 Ø 10 polos 10 9.74 78.54 101 128 0.27 2400 3850 49.019608 3.0557678 299.77082 480.8823529 219437

3 Ø 10 polos 10 9.68 78.54 100 128 0.28 2350 4600 58.568882 29.921059 293.52559 574.5607334 214171

4 D 10 ulir 10 9.93 78.54 103 123 0.19 2600 5100 64.935065 33.104151 324.75172 637.012987 204082

5 D 10 ulir 10 9.928 78.54 400 429 0.07 3900 5150 65.571683 49.656226 487.12758 643.2582124 200118

6 D 13 ulir 13 12.75 132.73 101 122 0.21 6600 8600 64.793189 49.725006 487.80231 635.6211859 190473

7 D 13 ulir 13 12.73 132.73 102 124 0.22 6450 8500 64.03978 48.594892 476.71589 628.2302418 204106

8 D 16 ulir 16 17.7 201.06 100 125 0.25 8750 11500 57.196857 43.519347 426.9248 561.1011638 159474

9 Ø 8 polos 8 7.94 50.27 150 193 0.29 1750 2600 51.720708 34.812015 341.50587 507.3801472 198075

10 D 10 ulir 10 9.91 78.54 495 520 0.05 3900 5100 64.935065 49.656226 487.12758 637.012987 187357

11 Ø 12 polos 12 11.85 113.1 402 453 0.13 4400 6600 58.355438 38.903625 381.64456 572.4668435 209180

Tabel 2.3.1 Data Hasil Uji Tarik Baja


2.3.2 Hasil Tarik Uji Baja Polos

Polos Ø 8 Polos Ø 8 Polos Ø 10 Polos Ø 10 (strain gauge) Polos Ø 12 (strain gauge)


Beban σ ε Beban σ (N/mm2) Ε Beban σ ε Beban σ ε Beban σ ε
(kg) (N/mm2) (kg) (kg) (N/mm2) (kg) (N/mm2) (kg) (N/mm2)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 17.78985552 0.007
250 50.2882705 0.2 350 69.34356504 0 350 46.0817811 0 200 26.33244634 0.007 400 35.57971104 0.007
300 60.34592459 0.3 400 79.24978862 0.1 400 52.66489269 0.15 400 52.66489269 0.007 600 53.36956656 0.118
750 150.8648115 0.5 1600 316.9991545 0.5 500 65.83111586 0.15 600 78.99733903 0.118 800 71.15942208 0.146
1500 301.729623 0.9 1750 346.7178252 0.7 1000 131.6622317 0.3 800 105.3297854 0.146 1000 88.9492776 0.197
1550 311.7872771 1 1800 356.6240488 1 1500 197.4933476 0.6 1000 131.6622317 0.197 1200 106.7391331 0.278
1700 341.9602394 1.3 1900 376.4364959 2 2000 263.3244634 0.7 1200 157.9946781 0.278 1400 124.5289886 0.354
1725 346.9890664 1.5 2150 425.9676138 3 2450 322.5724677 0.8 1400 184.3271244 0.354 1600 142.3188442 0.435
1750 352.0178935 1.8 2500 495.3111788 6 2500 329.1555793 0.85 1600 210.6595708 0.435 1800 160.1086997 0.514
1825 367.1043746 2 2550 505.2174024 7 2600 342.3218025 1 1800 236.9920171 0.514 2000 177.8985552 0.613
1975 397.2773369 2.5 2600 515.123626 10 2750 362.0711372 1.4 2000 263.3244634 0.613 2200 195.6884107 0.689
2100 422.4214722 3 2600 515.123626 11.6 3000 394.9866952 2 2200 289.6569098 0.689 2400 213.4782662 0.784
2200 442.5367804 3.5 2350 465.5925081 12 3250 427.9022531 2.6 2400 315.9893561 0.784 2600 231.2681218 0.871
2275 457.6232615 4 1950 386.3427195 12.2 3500 460.817811 3.4 2600 342.3218025 0.871 2800 249.0579773 0.946
2350 472.7097427 4.5 1750 346.7178252 12.4 3650 480.5671458 4 2800 368.6542488 0.946 3000 266.8478328 1.036
2400 482.7673968 5 1550 307.0929309 12.5 3800 500.3164805 5.7 3000 394.9866952 1.036 3200 284.6376883 1.126
2450 492.8250509 5.5 1000 198.1244715 12.5 3850 506.8995921 7.3 3200 421.3191415 1.126 3400 302.4275438 1.209
2475 497.8538779 6 500 99.06223577 12.55 3650 480.5671458 8.6 3400 447.6515878 1.209 3600 320.2173994 1.305
2500 502.882705 6.5 0 0 12.6 3500 460.817811 8.7 3600 473.9840342 1.305 3800 338.0072549 1.391
2525 507.911532 7 3250 427.9022531 8.9 3800 500.3164805 1.391 4000 355.7971104 1.489
2530 508.9172974 7.5 3000 394.9866952 9 4000 526.6489269 1.489 4200 373.5869659 1.576
2535 509.9230628 8 2800 368.6542488 9.1 4200 552.9813732 1.576 4400 391.3768214 1.689
2540 510.9288282 8.5 2500 329.1555793 9.5 4400 579.3138196 1.689 4600 409.166677 1.872
2545 511.9345936 9 2250 296.2400214 9.55 4600 605.6462659 1.872 4800 426.9565325 24.234
2550 512.9403591 9.5 2000 263.3244634 9.6 4800 631.9787123 24.234 5000 444.746388 27.758
2550 512.9403591 9.6 1750 230.4089055 9.6 5000 658.3111586 27.758 5200 462.5362435 28.578
2050 412.3638181 10 1500 197.4933476 9.6 5200 684.6436049 28.578 5400 480.326099 31.529
1750 352.0178935 10.3 1250 164.5777896 9.65 5400 710.9760513 31.529 5600 498.1159546 33.756
0 0 10.5 1000 131.6622317 9.65 5600 737.3084976 33.756 5800 515.9058101 35.082
750 98.74667379 9.7 5800 763.640944 35.082 6000 533.6956656 27.478
400 52.66489269 9.2 6000 789.9733903 27.478 6200 551.4855211 23.015
6200 816.3058367 23.015 6400 569.2753766 21.381
6400 842.638283 21.381 6600 587.0652322 17.985
6600 868.9707293 17.985

Tabel 2.3.2 Data Hasil Uji Tarik Baja Polos


Grafik Tegangan vs Regangan Baja
Polos D8
600

500

400
Grafik Tegangan vs
300
Regangan Baja Polos
200 D8

100

0
0 5 10 15

Grafik 2.3.1 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos ø10

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Polos D10
600

500

400
Grafik Tegangan vs
300
Regangan Baja Polos
200 D10

100

0
-5 0 5 10

Grafik 2.3.2 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos ø10


Grafik Tegangan vs Regangan Baja
Polos D10
800
700
600
500
Grafik Tegangan vs
400
Regangan Baja Polos
300 D10
200
100
0
-10 0 10 20 30 40

Grafik 2.3.3 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos ø10

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Polos D12
600

500

400
Grafik Tegangan vs
300
Regangan Baja Polos
200 D12

100

0
-10 0 10 20 30 40

Grafik 2.3.4 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos ø12


2.3.3 Hasil Uji Tarik Baja Ulir

Ulir D 10 Ulir D 10 Ulir D 10 Ulir D 13 Ulir D 13 Ulir D 16


Beban σ Ε Beban σ (N/m )
2
ε Beban Σ ε Beban σ ε Beban σ ε Beban σ ε
2 2 2 2 2
(kg) (N/m ) (kg) (kg) (N/m ) (kg) (N/m ) (kg) (N/m ) (kg) (N/m )
1000 126672.00 1 0 0.00 0.00 0 0.00 0 0 0 0 0 0.00 0 0 0 0
2000 253344.00 1.4 200 25345.56 0.20 400 49961.80 0.5 400 30733.976 0.2 1000 77076.56 0.85 1500 59803.12 1
3000 380016.00 1.8 400 50691.13 0.40 1000 124904.51 0.9 1000 76834.94 0.65 3000 231229.68 1.7 3000 119606.24 2
3900 494020.80 2 500 63363.91 0.50 1500 187356.76 1.1 2000 153669.88 1.1 5000 385382.80 2.2 5000 199343.74 2.5
4000 506688.00 2.6 3500 443547.35 1.60 2000 249809.01 1.3 3000 230504.82 1.4 6000 462459.36 2.3 8250 328917.17 3
4800 608025.60 4 3700 468892.91 1.70 2500 312261.27 1.4 4000 307339.76 1.65 6450 497143.81 2.4 8750 348851.54 3.5
5000 633360.00 4.8 3800 481565.69 1.80 3000 374713.52 1.6 5000 384174.7 1.9 6600 508705.29 2.7 9500 378753.10 4
5100 646027.20 6 3900 494238.47 1.90 3500 437165.78 1.7 6000 461009.64 2.1 7000 539535.91 3 10500 418621.85 5
5100 646027.20 6.5 4000 506911.25 2.40 3900 487127.58 1.8 6600 507110.604 2.2 8000 616612.47 4.5 11250 448523.41 6
4500 570024.00 7 4200 532256.81 2.60 4000 499618.03 2.5 6700 514794.098 2.35 8200 632027.79 5 11375 453507.00 7
4000 506688.00 7.4 4500 570275.16 3.15 4300 537089.38 3 6800 522477.592 2.5 8400 647443.10 6 11500 458490.60 8
2000 253344.00 7.5 4700 595620.72 3.40 4650 580805.96 3.5 6900 530161.086 2.6 8500 655150.75 7 11500 458490.60 9
5000 633639.06 4.30 4900 612032.09 4 7000 537844.58 2.7 8500 655150.75 7.5 11500 458490.60 9.8
5100 646311.85 4.60 5000 624522.54 4.5 7500 576262.05 3.2 8000 616612.47 7.7 11000 438556.22 10
5150 652648.24 5.30 5050 630767.76 5 8000 614679.52 3.9 7200 554951.23 8 10000 398687.48 10.3
5150 652648.24 5.70 5100 637012.99 5.5 8100 622363.014 4 7000 539535.91 8.1 9000 358818.73 10.6
5150 652648.24 6.00 5100 637012.99 6 8500 653096.99 5 6000 462459.36 8.3 7500 299015.61 11
5150 652648.24 6.20 5100 637012.99 6.7 8550 656938.737 5.55 5800 447044.04 8.3 5000 199343.74 11.1
5150 652648.24 6.40 8600 660780.484 6 5200 400798.11 8.65 0 0.00 11.2
5100 646311.85 6.50 8550 656938.737 6.65 4000 308306.24 8.7
5000 633639.06 6.60 8500 653096.99 7.6 2000 154153.12 8.8
4800 608293.50 6.80 8450 649255.243 7.8 0 0.00 8.85
4600 582947.94 6.90 8400 645413.496 7.9
4500 570275.16 7.00 8100 622363.014 8
4300 544929.60 7.20 8000 614679.52 8
4100 519584.03 7.30 7500 576262.05 8
4000 506911.25 7.40 6350 487901.869 8.05
0 0.00 7.55 6000 461009.64 8.1
5450 418750.423 8.15
5000 384174.7 8.2
2000 153669.88 8.25
1400 107568.916 8.3
1000 76834.94 8.3
800 61467.952 8.3

Tabel 2.3.3 Data Hasil Uji Tarik Baja Ulir


Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir D10
700000
600000
500000
400000 Grafik Tegangan vs
300000 Regangan Baja Ulir
D10
200000
100000
0
0 2 4 6 8

Grafik 2.3.5 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir D 10

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir D10
700000.00
600000.00
500000.00
400000.00 Grafik Tegangan vs
300000.00 Regangan Baja Ulir
D10
200000.00
100000.00
0.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

Grafik 2.3.6 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir D 10

98
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Grafik Regangan vs Tegangan pada


Baja Ulir D10
700000.00
600000.00
500000.00
400000.00 Grafik Regangan vs
300000.00 Tegangan pada Baja
Ulir D10
200000.00
100000.00
0.00
0 2 4 6 8

Grafik 2.3.7 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir D 10

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir D13
700000
600000
500000
400000 Grafik Tegangan vs
300000 Regangan Baja Ulir
D13
200000
100000
0
0 2 4 6 8 10

Grafik 2.3.8 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir D 13

99
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir D13
700000
600000
500000
400000 Grafik Tegangan vs
300000 Regangan Baja Ulir
D13
200000
100000
0
0 2 4 6 8 10

Grafik 2.3.9 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir D 13

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir D16
500000

400000

300000
Grafik Tegangan vs
Regangan Baja Ulir
200000
D16
100000

0
0 5 10 15

Grafik 2.3.10 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir D 16

100
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

2.3.4 Analisis Hasil Uji Tarik Baja

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Polos
600

500

400

300 D8
D 10
200

100

0
-2 0 2 4 6 8 10 12

Grafik 2.3.11 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir
700
600
500
400 D 10

300 D 13

200 D 16

100
0
0 2 4 6 8 10 12

Grafik 2.3.12 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Ulir

101
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Ulir dan Polos
700
600
500
400
Ulir D 10
300
Polos D 10
200
100
0
-2 0 2 4 6 8 10

Grafik 2.3.13 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos dan Ulir D 10

Grafik Tekanan vs Regangan Baja


Polos D 8
600

500

400

300 Polos D 8 Panjang


Polos D 8 Pendek
200

100

0
-5 0 5 10 15

Grafik 2.3.14 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos ø8

Uji tarik baja digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari material,
seperti Modulus Young, tegang leleh, dan tegang tarik. Yang menjadi variable
acak pada pengujian ini adalah diameter, panjang, dan jenis baja (polos dan ulir).

Dari hasil pengujian, tegangan leleh masing-masing baja berbeda. Untuk


baja polos ø8 sebesar 292.72 Mpa dan baja polos ø10 sebesar 299.77 Mpa.

102
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Sedangkan tegangan leleh untuk baja ulir D 10 adalah 324.752 Mpa, baja ulir D
13 adalah 487.80 Mpa, dan baja ulir D 16 adalah 426.925 Mpa. Gaya yang lebih
besar diperlukan untuk memutuskan baja dengan diameter yang lebih besar pula.
Namun pada akhirnya pada perhitungan kuat tarik gaya tersebut akan dibagi
dengan luas penampang. Sehingga perbandingan antara gaya dan luas penampang
antara baja dengan diameter besar dan diameter yang kecil akan relative sama.

Perbedaan harga tegangan leleh juga terlihat pada baja dengan panjang yang
berbeda namun jenis dan diameter yang sama. Besar tegangan leleh baja polos ø8
pendek adalah 292.72 Mpa dan tegangan leleh baja polos ø8 panjang adalah 341.5
Mpa. Sedangkan tegangan leleh baja ulir D 10 pendek adalah 324.75 Mpa dan
tegangan leleh baja ulir D 10 panjang adalah 487.13 Mpa. Perbedaan panjang
pada grafik menimbulkan kesan seolah-olah baja panjang lebih tidak mudah putus
dan lebih kuat dibandingkan baja pendek. Hal itu karena perbedaan deformasi dari
kedua baja. Baja panjang menghasilkan deformasi yang lebih besar dibandingkan
baja pendek. Namun akhirnya besar deformasi dibagi dengan panjang awal dari
baja. Sehingga semestinya nilai tegang leleh dan kekuatannya sama.

Kekuatan baja dipengaruhi oleh kandungan zat-zat penyusun di dalam baja.


Untuk mutu baja yang sama seharusnya tegangan leleh masing masing jenis baja
adalah sama. Diameter dan panjang dari baja tidak mempengaruhi kekuatan dari
baja.

Meskipun harga tegangan leleh yang berbeda, kekuatan dari baja polos ø8
dan baja polos ø10 memiliki nilai kemiringan kurva yang relative sama. Nilai
kemiringan kurva merupakan nilai modulus elastisitas atau modulus Young.
Semakin besar niali kemiringan kurva atau makin besar Modulus Young maka
benda uji bersifat semakin elastis.

Pada baja ulir, kesamaan pada kemiringan kurva hanya terjadi pada baja ulir
D 10 dan D 13 sedangkan baja ulir D 16 berbeda. Kemiringan kurva dari ketiga
jenis baja mestinya sama keran diameter tidak mempengaruhi elastisitas dari baja.
Perbedaan terjadi karena regangan yang dibaca merupakan regangan dari mesin
penguji. Sedangkan skala dari regangan tersebut belum tentu antar pegujian baja

103
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

sama. Sehingga ketika ketiga hasil dibandingkan dalam satu skala, terbentuk
kurva yang tidak sesuai. Kesalahan lain yang mungkin menyebabkan perbedaan
kemiringan kurva adalah kesalahan dalam pengambilan data percobaan.

Baja polos dan baja ulir memiliki kandungan karbon yang berbeda. Hal
tersebut menyebabkan perbedaan kekuatan. Baja ulir memiliki kekutan lebih besar
dibandingkan dengan baja polos karena kandungan karbon yang lebih besar.
Kandungan karbon yang cukup tinggi pada baja akan meningkatkan kekuatan baja
namun menurunkan sifat daktilitas baja. Karbon yang tinggi pada baja
meningkatkan sifat getas. Hal ini terlihat pada kurva tekanan terhadap regangan
antara baja polos dan ulir diameter 10, dimana baja ulir lebih getas atau lebih
mudah patah dibandingkan baja polos akibat kandungan karbon yang lebih besar.

2.3.5 Hasil dan Analisis Uji Tarik Menggunakan Strain Gauge

NO BEBAN TEGANGAN REGANGAN REGANGAN REGANGAN


(KG) (N) (µƐ) KUMULATIF
1. 200 1962 7 0.000007 0.000007
2. 400 3924 7 0.000007 0.000014
3. 600 5886 118 0.000118 0.000132
4. 800 7848 146 0.000146 0.000278
5. 1000 9810 197 0.000197 0.000475
6. 1200 11772 278 0.000278 0.000753
7. 1400 13734 354 0.000354 0.001107
8. 1600 15696 435 0.000435 0.001542
9. 1800 17658 514 0.000514 0.002056
10. 2000 19620 613 0.000613 0.002669
11. 2200 21582 689 0.000689 0.003358
12. 2400 23544 784 0.000784 0.004142
13. 2600 25506 871 0.000871 0.005013
14. 2800 27468 946 0.000946 0.005959
15. 3000 29430 1036 0.001036 0.006995
16. 3200 31392 1126 0.001126 0.008121
17. 3400 33354 1209 0.001209 0.00933
18. 3600 35316 1305 0.001305 0.010635

104
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

19. 3800 37278 1391 0.001391 0.012026


20. 4000 39240 1489 0.001489 0.013515
21. 4200 41202 1576 0.001576 0.015091
22. 4400 43164 1689 0.001689 0.01678
23. 4600 45126 1872 0.001872 0.018652
24. 4800 47088 24234 0.024234 0.042886
25. 5000 49050 27758 0.027758 0.070644
26. 5200 51012 28578 0.028578 0.099222
27. 5400 52974 31529 0.031529 0.130751
28. 5600 54936 33756 0.033756 0.164507
29. 5800 56898 35082 0.035082 0.199589
30. 6000 58860 27478 0.027478 0.227067
31. 6200 60822 23015 0.023015 0.250082
32. 6400 62784 21381 0.021381 0.271463
33. 6600 64746 17985 0.017985 0.289448
Tabel 2.3.4 Data Hasil Uji Strain Gauge

Grafik Tegangan vs Regangan Baja


Polos D12
700 Ultimate
600
500
400 Grafik Tegangan vs
300 Regangan Baja Polos
D12
200
100
0
Yield
-10 0 10 20 30 40

Grafik 2.3.15 Grafik Tegangan vs Regangan pada Baja Polos ø12

105
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Modulus Elastisitas Baja


500
450 y = 209.82x + 43.325
R² = 0.9926
400
350
Tegangan σ

300
250 Modulus Elastisitas Baja

200
Linear (Modulus Elastisitas
150 Baja)
100
50
0
-0.5 0 0.5 1 1.5 2
Regangan ε

Grafik 2.3.16 Modulus Elastisitas Baja

Gradien atau kemiringan dari kurva tegangan terhadap tegangan adalah nilai
Modulus Elastisitas atau Modulus Young. Dari grafik di atas diperoleh nilai
kemiringan kurva sebesar 209.82. Maka nilai modulus elastisitasnya adalah
209.82 dikalikan 1000 (skala regangan) adalah 209820 Mpa.

Pada grafik pertama, titik (1.689; 391.377) merupakan titik leleh baja.
Setelah melewati titik tersebut, kurva membentuk garis. Garis tersebut
menunjukkan bahwa terjadi perubahan regangan yang cukup besar sedangkan
tegangan tidak berubah cukup banyak. Deformasi terjadi cukup besar dengan
tarikan atau gaya yang bekerja yang relative kecil. Perubahan regangan yang
cukup besar terjadi hingga titik (35.082; 515.906) dimana baja putus/patah. Titik
tersebut adalah titik putus baja.

106
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

2.3.6 Nilai Karakteristik Baja


2.3.6.1 Tegangan Leleh (σy)

Tegangan leleh (σy) adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat
benda uji mengalami leleh pertama dibagi dengan luas penampang.

𝑃𝑦
𝜎𝑦 =
𝐴0

dimana:

𝜎𝑦 = Tegangan leleh
𝑃𝑦 = Gaya tarik saat leleh pertama
𝐴0 = Luas penampang

107
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Contoh Perhitungan

14715
𝜎𝑦 = = 29.8389 N/mm2
50.27

Beban Leleh Luas Penampang Tegangan Leleh


Baja
(kg) (mm2) (N/mm2)
Polos ø8 1500 50.27 292.7193157
Polos ø10 2400 78.54 299.7708174
Polos ø10 2350 78.54 293.5255921
Ulir D10 2600 78.54 324.7517189
Ulir D10 3900 78.54 487.1275783
Ulir D13 6600 132.73 487.8023054
Ulir D13 6450 132.73 476.7158894
Ulir D16 8750 17.7 426.9247986
Polos ø8 1750 7.94 341.5058683
Ulir D16 3900 9.91 487.1275783
Polos ø12 4400 11.85 381.6445623
Tabel 2.3.5 Data Beban Leleh, Luas Maksumal dan Tegangan Leleh Baja

2.3.6.2 Kuat tarik (σm)

Tegangan leleh (σy) adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat
benda uji mengalami leleh pertama dibagi dengan luas penampang.

𝑃𝑚𝑎𝑥
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝐴0

dimana:

𝜎𝑦 = Kuat Tarik
𝑃𝑦 = Gaya tarik saat leleh pertama
𝐴0 = Luas penampang

108
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Contoh Perhitungan

25015.5
𝜎𝑦 = 50.27
= 497.623 N/mm2

Beban Maksimal Luas Penampang Kuat Tarik


Baja 2
(kg) (mm ) (N/mm2)
Polos ø8 2550 50.27 497.6228367
Polos ø10 3850 78.54 480.8823529
Polos ø10 4600 78.54 574.5607334
Ulir D10 5100 78.54 637.012987
Ulir D10 5150 78.54 643.2582124
Ulir D13 8600 132.73 635.6211859
Ulir D13 8500 132.73 628.2302418
Ulir D16 11500 17.7 561.1011638
Polos ø8 2600 7.94 507.3801472
Ulir D16 5100 9.91 637.012987
Polos ø12 6600 11.85 572.4668435
Tabel 2.3.6 Data Beban Maksimal, Luas Penampang, dan Kuat Tarik Baja

109
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
 Uji tarik langsung dilakukan dengan cara pemasangan benda uji ke UTM
dan benda uji ditarik dengan beban yang konstan hingga putus. Melalui
UTM diperoleh data unit beban, skala, dan unit regangan.
 Setelah benda uji dipasang, pembebanan dilakukan dengan penambahan
beban secara konstan dengan skala tertentu. Benda ditarik hingga putus.
 Tegangan leleh dipeoleh dari nilai beban pada titik yield dibagi luas
permukaan. Kuat tarik diperoleh dari nilai beban terbesar dibagi dengan
luas permukaan benda uji.

110
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

No. Identifikasi Tegangan Kuat Tarik Modulus


Benda Uji Leleh (kg/mm2) Modulus
(kg/mm2)
Young Gambar
2.5.1
1 Ø 8 polos 50.726079 0.3962975 166395 Hasil

2 Ø 10 polos 49.019608 0.3829657 219437

3 Ø 10 polos 58.568882 0.4575694 214171

4 D 10 ulir 64.935065 0.5279274 204082

5 D 10 ulir 65.571683 0.1528477 200118

6 D 13 ulir 64.793189 0.5310917 190473

7 D 13 ulir 64.03978 0.5164498 204106

8 D 16 ulir 57.196857 0.4575749 159474

9 Ø 8 polos 51.720708 0.2679829 198075

10 D 10 ulir 64.935065 0.1248751 187357

11 Ø 12 polos 58.355438 0.12882 209180

Tegangan Leleh, Kuat Tarik, dan Modulus Young


111
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

112
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

 Melalui strain gauge, tegangan dan regangan dari baja polos diperoleh

NO BEBAN (KG) TEGANGAN (N) REGANGAN


1. 200 1962 0.000007
2. 400 3924 0.000007
3. 600 5886 0.000118
4. 800 7848 0.000146
5. 1000 9810 0.000197
6. 1200 11772 0.000278
7. 1400 13734 0.000354
8. 1600 15696 0.000435
9. 1800 17658 0.000514
10. 2000 19620 0.000613
11. 2200 21582 0.000689
12. 2400 23544 0.000784
13. 2600 25506 0.000871
14. 2800 27468 0.000946
15. 3000 29430 0.001036
16. 3200 31392 0.001126
17. 3400 33354 0.001209
18. 3600 35316 0.001305
19. 3800 37278 0.001391
20. 4000 39240 0.001489
21. 4200 41202 0.001576
22. 4400 43164 0.001689
23. 4600 45126 0.001872
24. 4800 47088 0.024234
25. 5000 49050 0.027758
26. 5200 51012 0.028578
27. 5400 52974 0.031529
28. 5600 54936 0.033756
29. 5800 56898 0.035082
30. 6000 58860 0.027478
31. 6200 60822 0.023015
32. 6400 62784 0.021381
33. 6600 64746 0.017985

sebagai berikut:

113
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Gambar 2.5.2Tegangan danRegangan yang diperoleh melalui Uji Tarik Strength Gauge

2.6 Saran

114
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Saran yang dapat diperhatikan dalam pengujian baja ini adalah diperlukan
ketelitian dalam membaca data-data hasil pengujian dan dalam pengolahan data
sehingga menghasilkan hasil yang presisi.

Percobaan Kayu

115
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk
berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi),
bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi.
Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan
sebagainya. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa
dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan di batang. Ilmu kayu (wood
science) mempelajari berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat-
sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam berbagai kondisi penanganan.

Ada kaitan yang erat antara sifat-sifat kayu dengan sifat jenis pohon yang
menghasilkannya. Kerapatan (densitas) kayu bervariasi menurut spesiesnya
dan menentukan kekuatan kayu tersebut. Kayu mahoni dan jati, misalnya,
memiliki kerapatan sedang hingga tinggi, sehingga baik untuk diolah sebagai
furniture dan kayu konstruksi. Akan tetapi kayu dadap dan kapuk
kerapatannya rendah, sehingga hanya layak untuk membuat begisting atau
penggunaan lain yang tidak memerlukan banyak kekuatan.

1.2 Tujuan Praktikum


- Mengetahui pengaruh kadar air terhadap kekuatan kayu
- Mengamati sifat anisotropik material kayu. Kekuatan sejajar serat kayu
berbeda dengan kekuatan tegak lurus serat kayu.
- Menghitung nilai-nilai properti mekanik dari kayu

1.3 Teori Dasar

116
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Setiap jenis kayu memiliki sifat fisik yang bervariasi, yang menentukan
kualitas dan fungsi dari kayu tersebut. Kayu lunak (softwood) misalnya lebih
dipilih untuk menjadi kertas karena mudah dihancurkan dan dijadikan pulp.
Sedangkan kayu keras (hardwood) digunakan sebagai tiang bangunan. Selain itu,
keberadaan fitur tertentu seperti knot (mata kayu) dan warna juga mempengaruhi.
Kayu merupakan hasil dari tumbuhan hidup dengan serat yang tidak homogen,
sehingga sifat fisiknya tidak akan sama secara radial (dari bagian empulur ke luar)
dan longitudinal (memanjang kayu, dari bawah ke atas).

Air terdapat di dalam kayu dalam bentuk: air di dalam dinding sel, air di
dalam protoplasma, dan air di antara ruang kosong dan celah antar sel. Secara
teori tidak pernah ada kayu yang seratus persen tanpa kadar air meski dikeringkan
di dalam tanur (oven) sekalipun. Sehingga pengukuran kadar kayu yang, biasanya
untuk keperluan kimiawi, kayu yang dikeringkan dengan tanur dapat dikatakan
"kering absolut". Efek keberadaan air di dalam kayu adalah menjadikan kayu
lebih lunak dan mudah dibentuk. Sehingga kadar air ini mempengaruhi sifat fisik
lainnya seperti kekuatan tarik dan kekuatan tekan.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kayu merupakan bahan yang sangat


sering dipergunakan untuk tujuan penggunaan tertentu. Terkadang sebagai barang
tertentu, kayu tidak dapat digantikan dengan bahan lain karena sifat khasnya. Kita
sebagai pengguna dari kayu yang setiap jenisnya mempunyai sifat-sifat yang
berbeda, perlu mengenal sifat-sifat kayu tersebut sehingga dalam pemilihan atau
penentuan jenis untuk tujuan penggunaan tertentu harus betul-betul sesuai dengan
yang kita inginkan. Berikut ini diuraikan sifat-sifat kayu (fisik dan mekanik) serta
macam penggunaannya.

Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang
sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak
dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu
tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini
penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat
tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan

117
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan penggantian


oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit didapat secara
kontinyu atau terlalu mahal.

Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang
berbeda-beda. Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-
beda. Dari sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada
beberapa sifat yang umum terdapat pada semua jenis kayu yaitu :

1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan


susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan
hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).
2. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan
tangensial).
3. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap
atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan
kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.
4. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama
dalam keadaan kering.

Sifat Fisik Kayu

1. Berat dan Berat Jenis

Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan
zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan
BJ-nya. Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara
BJ minimum 0,2 (kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani). Umumnya
makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula.

2. Keawetan

Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur


perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu
tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan
118
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat
kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu
teras lebih awet dari kayu gubal.

3. Warna

Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna
dalam kayu yang berbeda-beda.

4. Tekstur

Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu


digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll),
kayu bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur
kasar (contoh: kempas, meranti dll).

5. Arah Serat

Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon.
Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat
berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring).

6. Kesan Raba

Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan
kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba tiap jenis
kayu berbeda-beda tergantung dari tekstur kayu, kadar air, kadar zat
ekstraktif dalam kayu.

7. Bau dan Rasa

Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara
terbuka. Beberapa jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk
menyatakan bau kayu tersebut, sering digunakan bau sesuatu benda yang
umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat penyamak (jati), bau
kamper (kapur) dsb.

8. Nilai Dekoratif

119
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Gambar kayu tergantung dari pola penyebaran warna, arah serat, tekstur,
dan pemunculan riap-riap tumbuh dalam pola-pola tertentu. Pola gambar
ini yang membuat sesuatu jenis kayu mempunyai nilai dekoratif.

9. Higroskopis

Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin


lembab udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai
tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi
kelembaban kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut
kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content).

10. Sifat Kayu terhadap Suara, yang terdiri dari :

a. Sifat akustik, yaitu kemampuan untuk meneruskan suara berkaitan


erat dengan elastisitas kayu.

b. Sifat resonansi, yaitu turut bergetarnya kayu akibat adanya


gelombang suara. Kualitas nada yang dikeluarkan kayu sangat
baik, sehingga kayu banyak dipakai untuk bahan pembuatan alat
musik (kulintang, gitar, biola dll).

11. Daya Hantar Panas

Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk
membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber
panas.

12. Daya Hantar Listrik

13. Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran
listrik. Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar
air 0 %, kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya
apabila kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya
hantarnya boleh dikatakan sama dengan daya hantar air.

120
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Sifat Mekanik Kayu

1. Keteguhan Tarik

Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang


berusaha menarik kayu. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu :

a. Keteguhan tarik sejajar arah serat dan

b. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat.

Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar


arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil
daripada kekuatan tarik sejajar arah serat.

2. Keteguhan tekan / Kompresi

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan


muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :

a. Keteguhan tekan sejajar arah serat dan

b. Keteguhan tekan tegak lurus arah serat.

Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil daripada
keteguhan kompresi sejajar arah serat.

3. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang


membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di
dekatnya. Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu :

a. Keteguhan geser sejajar arah serat

b. Keteguhan geser tegak lurus arah serat dan

c. Keteguhan geser miring

Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada keteguhan
geser sejajar arah serat.

4. Keteguhan lengkung (lentur)

121
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya


yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati
maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan
yaitu :

a. Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang


mengenainya secara perlahan-lahan.

b. Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang


mengenainya secara mendadak.

5. Kekakuan

Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau


lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.

6. Keuletan

Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang


relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan
yang berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta
mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian.

7. Kekerasan

Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat


takik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan,
kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan
kayu.

122
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

8. Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang


berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik
dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang
tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya
kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah
tangensial.

Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau sifat
mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :

a. Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan,


pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak
kayu.

b. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.

Penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian tertentu tergantung dari sifat-
sifat kayu yang bersangkutan dan persyaratan teknis yang diperlukan. Jenis-jenis
kayu yang mempunyai persyaratan untuk tujuan pemakaian tertentu antara lain
dapat dikemukan sebagai berikut :

1. Bangunan (Konstruksi)

Persyaratan teknis : kuat, keras, berukuran besar dan mempunyai


keawetan alam yang tinggi.

Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati, kapur,


kempas, keruing, lara, rasamala.

2. Veneer biasa

Persyaratan teknis : kayu bulat berdiameter besar, bulat, bebas cacat dan
beratnya sedang.

123
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Jenis kayu : meranti merah, meranti putih, nyatoh, ramin, agathis,


benuang.

124
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

3. Veneer mewah

Persyaratan teknis : disamping syarat di atas, kayu harus bernilai


dekoratif.

Jenis kayu : jati, eboni, sonokeling, kuku, bongin, dahu, lasi, rengas,
sungkai, weru, sonokembang.

4. Perkakas (mebel)

Persyaratan teknis : berat sedang, dimensi stabil, dekoratif, mudah


dikerjakan, mudah dipaku, dibubut, disekrup, dilem dan dikerat.

Jenis kayu : jati, eboni, kuku, mahoni, meranti, rengas, sonokeling,


sonokembang, ramin.

5. Lantai (parket)

Persyaratan teknis : keras, daya abrasi tinggi, tahan asam, mudah dipaku
dan cukup kuat.

Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, bintangur, bongin, bungur,


jati, kuku.

6. Bantalan Kereta Api

Persyaratan teknis : kuat, keras, kaku, awet.

Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, bedaru, belangeran, bintangur,


kempas, ulin.

7. Alat Olah Raga

Persyaratan teknis : kuat, tidak mudah patah, ringan, tekstur halus, serat
halus, serat lurus dan panjang, kaku, cukup awet.

Jenis kayu : agathis, bedaru, melur, merawan, nyatoh, salimuli,


sonokeling, teraling.

8. Alat Musik

125
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Persyaratan teknis : tekstur halus, berserat lurus, tidak mudah belah,


daya resonansi baik.

Jenis kayu : cempaka, merawan, nyatoh, jati, lasi, eboni.

9. Alat Gambar

Persyaratan teknis : ringan, tekstur halus, warna bersih.

Jenis kayu : jelutung, melur, pulai, pinus.

10. Tong Kayu (Gentong)

Persyaratan teknis : tidak tembus cairan dan tidak mengeluarkan bau.

Jenis kayu : balau, bangkirai, jati, pasang.

11. Tiang Listrik dan Telepon

Persyaratan teknis : kuat menahan angin, ringan, cukup kuat, bentuk


lurus.

Jenis kayu : balau, giam jati, kulim, lara, merbau, tembesu, ulin.

12. Patung dan Ukiran Kayu

Persyaratan teknis : serat lurus, keras, tekstur halus, liat, tidak mudah
patah dan berwarna gelap.

Jenis kayu : jati, sonokeling, salimuli, melur, cempaka, eboni.

13. Korek Api

Persyaratan teknis : sama dengan persyaratan veneer, cukup kuat (anak


korek api), elastis dan tidak mudah pecah (kotak).

Jenis kayu : agathis, benuang, jambu, kemiri, sengon, perupuk, pulai,


terentang, pinus

14. Pensil

Persyaratan teknis : BJ sedang, mudah dikerat, tidak mudah bengkok,


warna agak merah, berserat lurus.

Jenis kayu : agathis, jelutung, melur, pinus.

126
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

15. Moulding

Persyaratan teknis : ringan, serat lurus, tekstur halus, mudah dikerjakan,


mudah dipaku. Warna terang, tanpa cacat, dekoratif.

Jenis kayu : jelutung, pulai ramin, meranti dll.

16. Arang (bahan bakar)

Persyaratan teknis : BJ tinggi.

Jenis kayu : bakau, kesambi, walikukun, cemara, gelam, gofasa, johar,


kayu malas, nyirih, rasamala, puspa, simpur.

127
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

BAB II

KUAT TEKAN KAYU

2.1 Pendahuluan
Kuat tekan kayu merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui
seberapa kuat kayu tersebut ditekan. Kuat tekan kayu adalah tolak ukur yang
digunakan nantinya untuk menentukan dimensi kayu yang disarankan pada kerja
pembebanan.

2.2 Tujuan
Menentuka kekuatan tekan kayu yang basah dan kering dengan penekanan
yang berbeda yaitu secara sejajar serat dan tegak lurus serat.

2.3 Alat dan Bahan


a. Pengujian kuat tekan kayu sejajar serat
1. Ukuran 2 benda uji adalah Panjang: 50 mm, Lebar: 50 mm, Tinggi: 200
mm (satu benda uji kering dan satu benda uji basah)
2. Mesin uji
3. Alat ukur waktu
4. Alat ukur (roll meter, jangka sorong)
5. Alat penjepit baja
6. Alat ukur deformasi

b. Pengujian kuat tekan kayu tegak lurus serat


1. Ukuran 2 benda uji adalah panjang: 50 mm, Lebar: 50 mm, Tinggi: 150
mm (satu benda uji kering dan satu benda uji basah)
2. Mesin uji
3. Alat ukur waktu
4. Alat ukur (roll meter, jangka sorong)
128
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

5. Alat penjepit baja


6. Alat ukur deformasi

2.4 Prosedur percobaan


a. Sejajar serat
1. Ukur benda uji/kayu sampai memenuhi ketentuan benda uji sejajar serat
2. Beri tanda/kode pada benda uji kayu untuk membedakan keadaan kayu
yang diuji (dalam keadaan kering atau basah)
3. Letakkan benda uji secara sentris terhadap alat pembebanan
4. Lakukan pembebanan tekan benda uji sampai benda uji menerima beban
maksimum (ditandai dengan terjadi deformasi di benda uji)
5. Catat beban maksimum yang diterima oleh benda uji
6. Cantumkan gambar/foto bentuk retakan di benda uji yang timbul setelah
pengujian di hasil pengamatan kuat tekan kayu

b. Tegak lurus serat


1. Ukur benda uji/kayu sampai memenuhi ketentuan benda uji tegak lurus
2. Beri tanda/kode pada benda uji kayu untuk membedakan keadaan kayu
yang diuji (dalam keadaan kering atau basah).
3. Letakkan benda uji dengan posisi melintang di bawah pelat penjepit
dengan jarak yang sama diantara kedua ujungnya secara sentris terhadap
alat pembebanan
4. Lakukan pembebanan Lakukan pembebanan tekan benda uji sampai
benda uji menerima beban maksimum (ditandai dengan terjadi deformasi
di benda uji)
5. Catat beban maksimum yang diterima oleh benda uji
6. Cantumkan gambar/foto bentuk retakan di benda uji yang timbul setelah
pengujian di hasil pengamatan kuat tekan kayu

129
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

2.5 Hasil Percobaan dan Pengolahan

No. Kategori Dimensi Tinggi Pembe Beban Kuat tekan


Kayu penampang akhir (mm) banan maksimum (MPa)
(mm) (kg) (N)
1. Kering (tekan 49,42 x 50,88 x 48,88 3890 38900 15,56
tegak lurus 149
serat)
2. Kering (tekan 50,15 x 50,17 x 198 8530 85300 34,12
sejajar serat) 199,5
3. Basah (tekan 50,43 x 51,61 x 49,61 3740 37400 14,96
tegak lurus 150
serat)
4. Basah (tekan 50,99 x 50,21 x 194 6560 65600 26,24
sejajar serat) 200
Tabel 2.5.1 Hasil Pengamatan Kayu

Keterangan: Ukuran dimensi x Ukuran dimensi = Dimensi/area yang menerima


beban
Perhitungan kuat tekan benda uji/kayu menggunakan rumus (sejajar serat dan
tegak lurus serat:
Fc // (sejajar serat) = P / A (Mpa)
Fc (tegak lurus serat) = P /A (Mpa)

Keterangan:
Fc : kuat tekan (Mpa)
P : beban maksimum (N)
A : Luas penampang tertekan (mm2)
A = panjang penampang x lebar penampang
P = pembebanan x g
130
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

g = 10 m/s2 (asumsi)

Berikut kondisi kayu setelah dilakukan uji tekan :

a. Kayu kering diberi beban maksimum sejajar serat

Gambar 2.5.1 Kayu Kering Setelah diberu beban maksimum serat sejajar

b. Kayu basah diberi beban maksimum sejajar serat

131
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Gambar 2.5.2 Kayu Basah Setelah diberu beban maksimum serat sejajar

c. Kayu kering diberi beban maksimum


tegak lurus serat

Gambar 2.5.3 Kayu kering diberi beban maksimum


tegak lurus serat

d. Kayu basah diberi beban maksimum tegak


lurus serat

132
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Gambar 2.5.4 Kayu basah diberi beban maksimum tegak lurus serat

133
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

2.6 Analisis
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data, nilai kuat
tekan kayu sejajar serat berbeda daripada nilai kuat tekan kayu tegak lurus
serat. Hal ini terjadi karena kayu memiliki sifat anisotropik yaitu kekuatan
sejajar serat kayu berbeda dengan kekuatan tegak lurus serat. Selain itu, kayu
dalam keadaan kering memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kayu
dalam keadaan basah. Hal ini disebabkan oleh air yang berada di dalam kayu
juga memberikan beban terhadap kayu sehingga kayu tidak bisa
menerima/menahan beban dari luar secara optimum. Nilai kuat tekan kayu
sejajar serat lebih besar daripada nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat. Hal
ini terjadi akibat dari arah lendutan (deformasi) kayu searah dengan
pemberian beban kayu tegak lurus serat sehingga kayu lebih mudah
mengalami deformasi jika diberi beban tegak lurus serat kayu. Pada kayu
setelah diberi beban sejajar serat, terlihat jelas retak kompresi dan geser
terutama pada kayu dalam keadaan kering. Kayu dalam keadaan basah setelah
diberi beban sejajar serat dominan mempunyai retak geser saja. Hal ini terjadi
karena, kayu dalam keadaan kering mengalami kompresi pada saat
pembebanan.

2.7 Kesimpulan
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan kering: 34,12 MPa
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan basah: 26,24 MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan kering: 15,56 MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan basah: 14,96 MPa

134
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

BAB III

KADAR AIR KAYU

3.1 Pendahuluan

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang sering digunakan


dalam pembuatan bangunan, jembatan, monumen, dan lain-lain. Kayu memiliki
peran penting dalam dunia konstruksi sehingga sangat penting untuk kita
mengetahui sifat, katakteristik, dan kekuatan dari bahan kayu, serta mengetahui
faktor apa saja yang mempengaruhi itu semua.

Pada bab ini akan dibahas pengaruh kadar air dari kayu terhadap kekuatan
dari kayu. Baik kekuatan menahan tekanan sejajar serat dan tekanan tegak lurus
serat. Pengujian ini diperlukan karena bahan material dari kayu yang sangat
berbeda dari baja dan beton, kayu memiliki sifat mudah meresap air, sehingga
sangat penting kita tahu seberapa besar pengaruh terhadap kekuatan dari kayu
tersebut agar kita sebagai engeneir dapat memanfaatkan sifat dan karakteristik
dari kayu semaksimal mungkin tanpa terganggu sifat kayu yang mudah menyerap
air.

Kadar air adalah kandungan air yang terdapat dalam kayu, biasanya
dinyatakan sebagai persen dari berat kayu kering oven. Kadar air kayu atau bahan
berkayu dapat dinyatakan dalam kadar air berdasarkan berat kayu kering oven
atau berat kayu basah.

3.2 Tujuan Percobaan

1. Menentukan pengaruh kadar air terhadap kekuatan kayu.


2. Mengamati sifat anisotropik material kayu. Kekuatan sejajar serat kayu
berbeda dengan kekuatan tegak lurus serat kayu.
3. Menghitung nilai-nilai properti mekanik kayu.

135
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

136
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

3.3 Alat dan Bahan Uji

Peralatan :

a. Oven : Gunakan oven yang dapat mempertahankan temperatur


(103±2)ºC ke seluruh ruangan pengeringan selama waktu yang
dibutuhkan untuk mengeringkan benda uji.
b. Timbangan : Pembacaan minimal timbangan harus ditentukan oleh
tingkat ketelitian pelaporan yang diinginkan.
Tingkat Ketelitian Pembacaan Timbangan
Pelaporan kadar Air (%) Minimum (mg)

0,01 1

0,05 5

0,1 10

0,5 50

1,0 100

Tabel 3.3.1 Tingkat Ketelitian Kadar Air sesuai Timbangan Minimum

Bahan Uji : Semua ukuran kayu atau bahan berkayu dapat dipakai

3.4 Prosedur Percobaan

1. Timbang benda uji dengan timbangan yang sesuai dengan tingkat ketelitian
yang dinginkan.

2. Tempatkan benda uji dalam oven.

3. Akhir proses pengeringan telah dicapai bila kehilangan berat benda uji dalam
pengukuran dalam pengukuran setiap 3 jam sekali adalah sama atau bila
kehilangan berat kurang dari dua kali kepekaan timbangan yang dipilih.

137
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

138
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

3.5 Hasil Percobaan dan Pengolahan

Berat Dimensi Berat Tinggi Berat


Kategori Pembebanan Kadar Air
Awal Penampan Akhir / Lebar Setelah
Kayu (kg) (%)
(gram) g (mm) (gram) Akhir Pengeringa
Kering 196 49,42 x 195 48,88 3890 172 13,9534884
Tegak 50,88 x 149
Lurus
Kering 245 50,15 x 244 198 8530 214 14,4859813
Sejajar 50,17 x
199,5
Basah 237 50,43 x 234 49,61 3740 181 30,9392265
Tegak 51,61 x 150
Lurus
Basah 308 50,99 x 306 194 6560 225 36,8888889
Sejajar 50,21 x 200

Contoh Perhitungan:

Hitung kadar air (KA) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(𝐴−𝐵)
KA (%) = 𝑥100 %
𝐵

Dimana :

A = Berat Awal (gr)

B = Berat Kering Oven (gr)

(196−172) 24
KA (%) = 𝑥100 % = 172 𝑥100 % = 13,9534884 %
172

139
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

3.7 Analisis

Gambar 3.7.1 Kering Tegak Lurus Serat

Gambar 3.7.2 Kering Sejajar Serat

Gambar 3.7.3 Basah Tegak Lurus Serat

140
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Gambar3.7.4 Basah Sejajar Serat

Kadar air pada kayu kering lebih sedikit dibandingkan kadar air kayu
basah, benda uji kering baik tegak lurus serat maupun sejajar serat masih
mengandung air, kering tegak lurus serat 13,9534884 % dan kering sejajar serat
14,4859813 %. Benda uji basah mengandung lebih banyak air, untuk basah tegak
lurus serat kadar airnya 30,9392265 % dan basah sejajar serat 36,8888889 %. Dari
gambar terlihar pola retakan dari kering sejajar serat dan basah sejajar serat
berbeda, pada basah sejajar serat pola retakannya lebih terbuka dan terlihat jelas
serat dari kayu tersebut, sedangkan pada kering sejajar serat polaretakan labih
patah-patah karena seratnya kaku. Untuk kering tegak lurus serat dan basah tegak
lurus serat ditinjau untuk deformasi yang sama memiliki nilai pembebanan
berbeda, kering tegak lurus serat dapat menahan pembebanan lebih besar
dibanding basah tegak lurus serat.

3.8 Kesimpulan percobaan

Kadar air berpengaruh terhadap kekuatan kayu, kayu yang kering lebih
tahan terhadap tekanan dibandingkan kayu yang basah terlihat dari retakan basah
sejajar serat lebih besar, ini dikarenakan serat dari basah sejajar serat lebih lentur
dari serat kayu kering sehingga mudah mengalami deformasi dan kering tegak
lurus serat untuk deformasi yang sama mampu menahan beban lebih besar
dibanding basah tegak lurus serat.

141
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Kekuatan tekan antara pembebanan tegak lurus serat dengan pembebanan


sejajar serat dapat dilihat pada tabel bahwa pembebanan sejajar serat mampu
menahan pembebanan yang lebih besar dibandingkan tegak lurus serat.

142
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Kadar air :

 Kering pembebanan tegak lurus serat adalah 13,9534884 %.


 Kering pembebanan sejajar serat adalah 14,4859813 %.
 Basah pembebanan tegak lurus serat adalah 30,9392265 %.
 Basah pembebanan sejajar serat adalah 36,8888889 %.

Pembebanan yang diterima benda uji :

 Kering pembebanan tegak lurus serat adalah 3890 Kg.


 Kering pembebanan sejajar serat adalah 8530 Kg.
 Basah pembebanan tegak lurus serat adalah 3740 Kg.
 Basah pembebanan sejajar serat adalah 6560 Kg.

143
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

BAB IV

KUAT LENTUR KAYU

4.1 Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kuat lentur. Kedua,
percobaan ini bertujuan untuk menentukan modulus elastisitas lentur berdasarkan
selisih beban antara tahap pembebanan, selisih lendutan.

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

a. Mesin uji lentur, alat ukur waktu, roll meter, jagka sorong, pengukur
lendutan, pengukur kadar air.
b. Dua buah tumpuan pelat dan rol dari baja dan harus memungkinkan benda uji
bisa bergerak dalam arah horizontal.
c. Bantalan penekan untuk pemberian beban terbuat dari baja.
d. Alat ukur lendutan
e. Data logger

Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah kayu.

4.3 Prosedur Percobaan

1. Disiapkan benda uji dengan ketentuan ukuran seperti pada gambar berikut

2. Benda uji diberi kode pengujian, dimensi hasil pengukuran (ditulis di


badan kayu dan di formulir pengamatan.

3. Diatur jarak pembebanan

4. Diletakkan bantalan penekan diatas benda uji

5. diletakkan alat ukur lendutan

144
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

6. Mesin uji dijaankan

7. Dibaca dan dicatat nilai lendutan setiap beban dinaikkan.

8. Setelah pengujian selesai dilakukan, digambar keretakan benda uji.


Kemudian dibuat grafik lendutan dan beban.

145
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

4.4 Hasil Percobaan dan Pengolahan

Keadaan Jarak Lebar Tinggi Pembebanan


Kayu Tumpuan (mm) (mm) (mm) maksimum (kg)

Kayu kering 710 50.6 52.46 570


Kayu basah 710 50.74 52.39 320

Tabel 4.4.1 Jarak tumpuan, lebar, tinggi, pembebanan maksimum dalam dua kondisi kayu yang
berbeda

Asumsi g = 10 m/s2

Beban vs Lendutan
Kayu Kering Kayu Basah
Beban Maksimum Beban Maksimum
No Lendutan (mm) Pembebanan (kg) No Lendutan (mm) Pembebanan (kg)
(N) (N)
1 0 0 0 1 0 0 0
2 3.36 100 1000 2 4 100 1000
3 5.56 200 2000 3 7.62 200 2000
4 7.8 300 3000 4 15.84 300 3000
5 10.62 400 4000 5 23.96 320 3200
6 15.08 500 5000
7 22.7 570 5700

Tabel 4.4.2 Beban dan lendutan dalam dua kondisi kayu yang berbeda

146
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Pola retakan pada kayu

Gambar 4.4.1 Pola Retakan Kayu dalam keadaan Kering

Ga
mba
r
4.4.
2

Pola
retak
an
pada
kayu
basa
h

147
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

2.4 Pengolahan Data


Nilai kuat lentur kayu dapat didapat dengan
menggunakan rumus:

Keterangan:
Fb = kuat lentur
P = beban maksimum (N)
L = jarak tumpuan (mm)
b = lebar (mm)
h = tinggi (mm)
dimana:
P=mxg
Keterangan:
P = beban maksimum (N)
m = pembebanan maksimum (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

Dengan asumsi g = 10 m/s2


maka kuat lentur kayu dalam keadaan kering adalah
fb = (3 x 5700 x 710)/(2 x 50,6 x 52,462)
fb = 43,59 MPa

kuat lentur kayu dalam keadaan basah adalah


fb = (3 x 3200 x 710)/(2 x 50,74 x 52,392)
fb = 24,47 MPa

Kayu memiliki modulus elastisitas, nilai modulus elastisitas dapat dicari


dengan rumus:

148
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Keterangan:
Eb = Modulus elastisitas lentur (MPa)
p = Selisih pembebanan dari satu tahap pembebanan ke tahap pembebanan
berikutnya (N)
L = Jarak tumpuan (mm)
y = Selisih lendutan dari satu tahap pembebanan ke tahap
pembebanan berikutnya (mm)
b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm)

Dalam tabel 4.4.2, sampel yang digunakan untuk perhitungan modulus


elastisitas lentur adalah percobaan kesatu dan percobaan kedua untuk kayu
kering dan basah. Kayu kering memiliki:
- p = 1000 N
- L = 710 mm
- y = 3,36 mm
- b = 50,6 mm
- h = 52,46 mm
Sehingga nilai modulus elastisitas (Eb) adalah:
Eb = (1000 x 7103)/(4 x 3,36 x 50,6 x 52,463)
Eb = 3645,36 MPa

Kayu basah:
- p = 1000 N
- L = 710 mm
- y = 4 mm
- b = 50,74
- h = 52,39
Sehingga nilai modulus elastisitas (Eb) adalah:
Eb = (1000 x 7103)/(4 x 4 x 50,74 x 52,393)

149
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Eb = 3065, 91 MPa

Sehingga grafik beban vs lendutan untuk kayu dalam keadaan kering dan
basah adalah:

Grafik 1.1 : Beban vs Lendutan

4.5 Analisa Data


Berdasarkan bab pengolahan data, nilai kuat lentur kayu dalam
keadaan kering lebih besar daripada nilai kuat lentur kayu dalam keadaan
basah. Hal ini diakibatkan dengan air yang terperangkap dalam kayu ikut
memberikan beban terhadap kayu sehingga kayu dalam kekuatan lentur
kayu dalam keadaan basah tidak optimum. Selain itu, air memberikan
pengaruh terhadap kelenturan kayu. Semakin banyak air yang terperangkap
dalam kayu, maka semakin getas kayu tersebut.

150
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

4.6 Kesimpulan
- kuat lentur kayu dalam keadaan kering adalah = 43,59 Mpa
- kuat lentur kayu dalam keadaan basah adalah = 24,47 MPa
- nilai modulus elastisitas (Eb) adalah = 3645,36 Mpa
- nilai modulus elastisitas (Eb) adalah = 3065, 91 Mpa

151
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Kadar air berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Kayu kering lehih kuat
menahan beban dibandingkan yang basah. Pembebanan yang diterima benda
uji :
 Kering pembebanan tegak lurus serat adalah 3890 Kg.
 Kering pembebanan sejajar serat adalah 8530 Kg.
 Basah pembebanan tegak lurus serat adalah 3740 Kg.
 Basah pembebanan sejajar serat adalah 6560 Kg.
- Kekuatan sejajar serat kayu lebih besar dibandingkan dengan kekuatan tegak
lurus kayu. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan sklerenkim dalam
kandungan kayu.
- Nilai-nilai properti mekanik kayu :
a. Dari Uji Tekan Kayu
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan kering: 34,12 MPa
- Nilai kuat tekan kayu sejajar serat dalam keadaan basah: 26,24 MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan kering: 15,56
MPa
- Nilai kuat tekan kayu tegak lurus serat dalam keadaan basah: 14,96 MPa

b. Dari Uji Kadar Air Kayu


Kadar air :
- Kering pembebanan tegak lurus serat adalah 13,9534884 %.
- Kering pembebanan sejajar serat adalah 14,4859813 %.
- Basah pembebanan tegak lurus serat adalah 30,9392265 %.
- Basah pembebanan sejajar serat adalah 36,8888889 %.
Pembebanan yang diterima benda uji :
- Kering pembebanan tegak lurus serat adalah 3890 Kg.
- Kering pembebanan sejajar serat adalah 8530 Kg.
- Basah pembebanan tegak lurus serat adalah 3740 Kg.
152
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

- Basah pembebanan sejajar serat adalah 6560 Kg.

c. Dari Uji Kuat Lentur


o kuat lentur kayu dalam keadaan kering adalah = 43,59 Mpa
o kuat lentur kayu dalam keadaan basah adalah = 24,47 MPa
o nilai modulus elastisitas (Eb) adalah = 3645,36 Mpa
o nilai modulus elastisitas (Eb) adalah = 3065, 91 Mpa

5.2 Saran

Sebaiknya saat proses praktikum berlangsung tiap-tiap kelompok diatur


susunannya sehingga saat melihat proses uji kayu, semua praktikan dapat melihat
dan mengikuti keseluruhan langkah-langkah dengan baik. Hal ini juga dinilai
perlu agar memudahkan dokumentasi dan pengamatan kayu saat diuji. Ketika
kegiatan praktikum selanjutnya diharapkan agar setiap koordinator dapat
mengatur posisi tiap praktikan yang sedang melihat proses pengujian.

153
Laporan Praktikum Rekayasa Bahan Kontruksi Sipil

Refrensi :

https://id.wikipedia.org/wiki/Semen

https://id.wikipedia.org/wiki/Agregat

https://id.wikipedia.org/wiki/Baja

https://id.wikipedia.org/wiki/Kayu

Modul Pedoman Pelaksanaan Praktikum Beton

Modul Pedoman Pelaksanaan Praktikum Baja

Modul Pedoman Pelaksanaan Praktikum Kayu

http://kumpulengineer.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-dan-klasifikasi-
gradasi.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Agregat#Fungsi

154

You might also like