You are on page 1of 115

Bimbingan Teknis Analisis Keruntuhan Bendungan

Makassar 13 – 15 September 2017

1. Teori Keruntuhan Bendungan


(DAMBRK-BREACH)

Narasumber:
Bambang Adi Riyanto, M.Eng
Fakultas Teknik Jurusan Sipil UNPAR Bandung
Jalan Ciumbuleuit No. 94 Bandung, Telp. 2033691-92
1
JADWAL PELATIHAN BENDUNGAN RUNTUH DENGAN HEC‐RAS, MAKASSAR 13‐15 SEPTEMBER 2017
SEPTEMBER 2017
No. Jam Tgl 13 Tgl 14 Tgl 15
Rabu Kamis Jumat

1 08.00 ‐ 08.45 Teori Keruntuhan Bendungan Latihan Aliran Tetap Simulasi Bendungan Runtuh

2 08.45 ‐ 09.30 Teori Keruntuhan Bendungan Pemodelan Jembatan Evaluasi

Analisis Keruntuhan Bendungan 
3 09.30 ‐ 10.15 Latihan Pemodelan Jembatan Evaluasi
Menggunakan HEC‐RAS

10.15 ‐ 10.30

Analisis Keruntuhan Bendungan  Analisis Aliran Tak tetap 1 D Dengan HEC‐
4 10.30 ‐ 11.15
Menggunakan HEC‐RAS RAS
Latihan Aliran Tak Tetap 1 D Dengan HEC‐
5 11.15 ‐ 12.00 Pengenalan HEC‐RAS
RAS

12.00 ‐ 13.00

6 13.00 ‐ 13.45 Dasar Teori Aliran Tetap 1 D HEC‐RAS Tampungan (Storage Area)

7 13.45 ‐ 14.30 Bekerja Dengan HEC‐RAS Pemodelan Inline dan Lateral Structure

Latihan Pemodelan Inline dan Lateral 
8 14.30 ‐ 15.15 Bekerja Dengan HEC‐RAS
Structure

15.15 ‐ 15.45

9 15.45 ‐ 16.30 Latihan Aliran Tetap Simulasi Bendungan Runtuh

10 16.30 ‐ 17.15 Latihan Aliran Tetap Simulasi Bendungan Runtuh

2
I

Denah

H O  Cd L H 3/2

O  Cd A 2  g  h
Potongan Melintang

3
Waduk Saguling

4
5
BENDUNGAN SAGULING

Waduk/Reservoir
Tubuh
Bendungan Pintu/Gate

Pelimpah/Spillway

6
Tubuh
Bendungan
Waduk/Reservoir

Pelimpah/Spillway
Pintu/Gate

Pelimpah Samping Bendungan Saguling


7
8
BENDUNGAN BETON HOOVER

9
10
11
12
Pendahuluan
 Banjir akibat runtuhnya bendungan mempunyai sifat
berbeda dari banjir biasa:
 Puncak banjir sangat tinggi.
 Waktu sangat singkat, waktu puncak banjir sama dengan waktu
terbentuknya rekahan (), berkisar antara beberapa menit
sampai beberapa jam.
 Ciri di atas mengakibatkan banjir akibat runtuhnya
bendungan mempunyai komponen percepatan jauh
lebih besar dari pada banjir biasa.
 Data statistik penyebab runtuhnya bendungan di seluruh
dunia diperlihatkan pada tabel berikut:

13
14
15
16
Bendungan Teton Amerika Serikat :
H1  57 ft (17,1 m) pada lokasi bendungan
H2  14 ft (4,2 m) 9 mil (14,4 km) dari bendungan
H3  9 ft (1,8 m) 60 mil (96 km) hilir bendungan
17
Hidrograf Banjir Pada Beberapa Lokasi di S. Cisanggarung
Akibat Runtuhnya Bendungan Darma Karena Piping
5000
Jarak
No. dari Dam Darma
4500 ( km )
1
1 0.32
2 5.79
4000
2 3 10.21
4 15.18
3
3500 5 19.81
4
6 24.73
5 7 30.57
3000
6
8 35.84
9 41.67
Debit 7
2500 10 45.93
( m 3/det )
8
11 50.54
12 55.69
2000
9

1500 10

11

1000 12

500

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Waktu
( jam )

18
Hidrograf Banjir Pada Beberapa Lokasi di S. Cisanggarung
Akibat Runtuhnya Dam Babakan Akibat Overtopping
1300
Jarak
No. Dari Dam Babakan
1200
( km )
1100
1 0.03
1
2 5.06
1000 3 10.63
2 4 15.42
900
5 21.15
800 3
6 25.49
7 30.53
Debit ( m 3/det )

5
700
4 7
8 35.11
6
8 9 40.95
600
10 11 10 45.21
500
9 11 51.07
12 12 54.96
400

300

200

100

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Waktu
( jam )

19
Film Mekanisme
Gelombang
Runtuhnya
Bendungan

20
 Video Gelombang Banjir

21
Hidrograf Banjir Akibat Bendungan-Runtuh
 Hidrograf banjir akibat bendungan runtuh dapat dihasilkan
dengan 2 cara :
1. Memodelkan keruntuhan bendungan dengan menggunakan
parameter empiris rekahan, berupa :
 lebar akhir rekahan b,
 waktu keruntuhan  dan
 kemiringan lereng samping rekahan Z.
Pemodelan ini dapat dilakukan dengan model matematik NWS-
DAMBRK, FLDWAV atau HECRAS.
Kesulitan yang timbul adalah menentukan besarnya parameter-
parameter tersebut yang sesuai untuk bendungan yang diteliti.

22
 Video Keruntuhan Bendungan Tanah
 Video Keruntuhan Bendungan Tanah Longsor
 Video Keruntuhan Bendungan Beton

23
24
25
TETON DAM USA

26
TETON DAM USA
TETON DAM USA

27
BALDWIN DAM (1963) LA USA

28
29
The August 2014 breach of the tailings pond at Mount Polley mine.

30
DAERAH GENANGAN BANJIR RUNTUHNYA MARIANA TAILING DAM (BRASIL)
31
DAERAH GENANGAN BANJIR RUNTUHNYA BENDUNGAN MARIANA (BRASIL)
32
DAERAH GENANGAN BANJIR RUNTUHNYA MARIANA TAILING DAM (BRASIL)
33
DAERAH GENANGAN BANJIR RUNTUHNYA MARIANA TAILING DAM (BRASIL)

34
RUNTUHNYA SITU GINTUNG 35
RUNTUHNYA SITU GINTUNG 36
RUNTUHNYA SITU GINTUNG 37
RUNTUHNYA SITU GINTUNG 38
RUNTUHNYA SITU GINTUNG 39
RUNTUHNYA SITU GINTUNG 40
RUNTUHNYA SITU GINTUNG
41
DAERAH GENANGAN BANJIR RUNTUHNYA BENDUNGAN MARIANA (BRASIL)
42
Damage caused by dam failure in Iowa 43
Panshet earthen dam developed a breach in its wall due to structural failure
under the massive pressure of accumulated rain water (India)

44
Rekahan

45
46
47
Hidrograf Banjir Akibat Bendungan-Runtuh
2. Memodelkan keruntuhan bendungan dengan model erosi
rekahan untuk bendungan tanah. Model ini adalah model
matematik berbasis sifat-sifat fisik material tubuh bendungan,
antara lain :
 diameter rata-rata (d50),
 sudut geser dalam (),
 berat jenis () dan
 kohesi (C).
Juga dapat dimodelkan adanya material inti tubuh bendungan
yang berbeda dengan material tubuh bendungan bagian luar
serta adanya lapisan rumput pada lereng hilir tubuh bendungan.
Model matematik ini diberi nama BREACH- An Erosion Model
For Earthen Dam Failures. Karena model ini berbasis fisik,
maka parameternya mudah ditentukan berdasarkan sifat-sifat
meterial tubuh bendungan, sehingga banyak kelebihannya
dibandingkan model pertama.
48
Model Erosi Rekahan
Wcr

Hy
Hu
Hi
ZU
ZD
Hsp (Spillway Crest)
1 1
D50 c Lapisan rumput
D50 S
Hl

Tampak Samping Bendungan

49
50
Penelusuran Banjir Dinamik
 Hidrograf banjir akibat bendungan runtuh ini kemudian ditelusurkan
ke lembah hilir.
 Analisis penelusuran menggunakan penelusuran banjir dinamik,
berdasarkan persamaan Saint Venant (aliran tak tetap 1 dimensi),
 Digabung dengan persamaan batas internal pada bangunan (rumus
aliran lewat bendung ambang lebar).
 Analisis ini dilakukan menggunakan program NWS DAMBRK,
FLDWAV, HECRAS, SOBEK, MIKE 11 dll.
 Hasil analisis berupa profil muka air banjir maksimum serta
hidrograf banjir pada lokasi tertentu.
 Dengan data di atas dapat dihasilkan peta genangan banjir di
bagian hilir sebagai dasar pembuatan Rencana Tindak Darurat
(RTD).

51
Rekahan
 Rekahan adalah lubang yang terbentuk pada saat bendungan runtuh.
 Mekanisme keruntuhannya sendiri sampai saat ini tidak diketahui
secara pasti baik untuk bendungan tanah maupun bendungan beton.
 Untuk memperkirakan banjir di hilir akibat runtuhnya bendungan di
masa lalu, biasanya diasumsi bahwa bendungan akan runtuh
seketika dan seluruhnya.
 Para peneliti gelombang bajir akibat runtuhnya bendungan seperti
Ritter (1892), Shocklitsch (1917), Re (1946), Dressler (1954),
Stoker (1957), Su dan Barnes (1969), serta Sakkas dan Strelkoff
(1973) menganggap rekahan akan mencakup seluruh bendungan
dan terjadi seketika.
 Peneliti lain, seperti Schocklitsch (1917) dan Army Corps of
Engineers (1960), menganggap runtuhnya sebagian bendungan
saja bukan keseluruhan dan terjadi seketika.
 Asumsi ini dianggap benar untuk kasus bendungan beton, akan tetapi
tidak demikian untuk bendungan tanah maupun pasangan batu
52
Rekahan
 Secara umum rekahan dapat terjadi dengan
diawali terjadinya :
 Limpasan di atas puncak bendungan
(Overtopping), atau
 Rembesan yang terjadi dalam tubuh bendungan
(Piping)

53
Rekahan Limpasan (Overtopping)
 Parameter Rekahan Limpasan :
 Interval waktu terjadinya rekahan ()
 Disebut juga waktu keruntuhan, adalah durasi waktu
antara rekahan pertama yang terjadi sampai terbentuk
seluruhnya.
 Untuk keruntuhan limpasan, awal terbentuknya rekahan
adalah setelah lereng hilir tubuh bendungan telah tererosi
habis dan alur yang terbentuk telah mencapai lereng hulu.
 Lebar dasar rekahan akhir (b)
 Lebar akhir b merupakan fungsi lebar rata-rata rekahan (brt)
dalam rumus :
………………………(1)
b = brt – Z hd
 Bila  < 1 menit, maka lebar dasar rekahan dimulai dengan
nilai b (keruntuhan seketika).
54
Rekahan Limpasan (Overtopping)
Rekahan

1
1 1
Z
Z 1 Z

hd
h
hb
hbm b

Pembentukan Rekahan Overtopping

55
56
Rekahan Limpasan (Overtopping)
 Elevasi dasar rekahan disimulasikan sebagai fungsi dari
waktu () sbb:

 tb 
hb  hd  (hd  hbm )  jika 0  t b   ………(2)
 
dimana :
hd : Elevasi puncak bendungan
hbm : Elevasi akhir dari dasar rekahan dimana umumnya, tetapi tidak
harus, sama dengan elevasi dasar waduk atau elevasi dasar
bangunan pengambilan,
tb : Waktu, dihitung dari saat terjadinya rekahan,
 : Parameter yang menunjukkan derajad ketidak linieran,  = 1
menunjukkan hubungan linier,  = 2 hubungan non linier
kuadratik. Rentang nilai  adalah 1 ≤  ≤ 4. Umumnya yang
digunakan adalah hubungan linier
57
Rekahan Limpasan (Overtopping)
 Lebar dasar rekahan pada suatu saat (bi) sbb:

bi  b(t b  )  jika 0  tb   ………….………(3)

 Pada saat simulasi keruntuhan bendungan,


terbentuknya rekahan yang sesungguhnya dimulai saat
elevasi muka air di waduk (h) lebih tinggi dari pada suatu
elevasi yang ditentukan hf.
 Kondisi ini memungkinkan memodelkan limpasan air di
atas bendungan tanpa mengakibatkan rekahan, sampai
jumlah air cukup besar untuk menggerus tubuh
bendungan. Alternatif lain adalah menetapkan waktu
dihitung dari saat simulasi pada saat mana rekahan
mulai terbentuk. 58
59
Rekahan Limpasan (Overtopping)
 Parameter Rekahan Limpasan :
 Kemiringan sisi samping rekahan (Z)
 Nilai Z mempunyai rentang dari 0 sampai > 1
 Tergantung dari sudut geser dalam dari material
tubuh bendungan dalam kondisi basah saat
terjadi rekahan

60
Rekahan Rembesan (Piping)
 Runtuhnya bendungan diawali dengan rembesan
yang terjadi di dalam tubuh bendungan.
 Parameter rekahan rembesan adalah:
 Elevasi titik pusat lubang rembesan
 Dimensi awal lubang rembesan

hd h
hf
hbm
b

61
Film Proses Keruntuhan
62
Memperkirakan Parameter Rekahan
 Bendungan tanah cenderung tidak runtuh seluruhnya
ataupun runtuh seketika.
 Rekahan akhir dari bendungan tanah secara umum
mempunyai lebar rata-rata (brt) dalam rentang :
h ≤ brt ≤ 5 hd ………….………(4)

dimana hd adalah tinggi bendungan.


 Rumusan untuk memperkirakan brt dan  oleh Froehlich,
berdasarkan data statistik 43 rekahan bendungan dengan
tinggi bendungan antara 15 sampai 285 kaki, diperoleh
persamaan:
0,59 Vr0, 47
brt  9,5 ko (Vr hd ) 0, 25  ……………(5)
hd0,9
63
Memperkirakan Parameter Rekahan
dimana :
brt : Lebar rekahan rata-rata [kaki]
 : Waktu keruntuhan [jam]
ko : Koefisien, = 0,7 untuk rembesan dan = 1,0 untuk limpasan
Vr : Volume tampungan waduk (acre-kaki)
hd : Tinggi air di atas dasar rekahan yang biasanya sama dengan
tinggi bendungan.

64
Memperkirakan Parameter Rekahan
 Cara lain untuk memeriksa kebenaran parameter brt dan 
adalah dengan rumus berikut :

Q*p  370 (Vr hd ) 0,5 …………………………..(6)

3
 
 C 
Q p  3,1 brt   …………………………..(7)
   C 
 hd 

65
Memperkirakan Parameter Rekahan
dimana :
Q*p = Perkiraan debit puncak melalui rekahan [cfs]
Vr = Volume waduk [acre-ft]
hd = Tinggi bendungan [ft]
C = 23,4 As/brt
As = Luas daerah genangan waduk pada elevasi puncak
bendungan [acres]

 Pers (6) dikembangkan oleh Hagen berdasarkan data dari


14 keruntuhan bendungan.
 Pers (7) dikembangkan oleh Fread (1981) dan digunakan
dalam NWS Simplified Dam Break Model, SMPDBK
(Wetmore dan Fread, 1984).

66
Memperkirakan Parameter Rekahan
 Setelah menetapkan nilai brt dan , persamaan (7) dapat
digunakan untuk menghitung besarnya Qp, yang
kemudian dibandingkan dengan nilai Q*p yang diperoleh
dari persamaan (6).
 Jika Qp >> Q*p , maka nilai brt terlalu besar dan atau nilai 
terlalu kecil,
 Bila Qp << Q*p, maka nilai brt terlalu kecil dan atau nilai 
terlalu besar.

67
Model BREACH
 Fread (1984a, 1987a) mengembangkan model erosi
rekahan untuk bendungan tanah yang disebut sebagai
BREACH.
 Model ini adalah model matematik berbasis fisik
(physically based mathematical model) yang
memperkirakan karakteristik rekahan (ukuran, bentuk,
waktu terbentuk) dan hidrograf debit banjir yang
dihasilkan dari rekahan bendungan tanah.
 Model BREACH dikembangkan dengan menggabungkan
konservasi massa aliran masuk waduk, aliran ke luar
lewat pelimpah, dan debit air yang ke luar dari rekahan,
dengan kapasitas angkutan sedimen dari aliran seragam
tak tetap sepanjang saluran rekahan yang terbentuk karena
terjadinya erosi. 68
Model BREACH
 Kemiringan dasar dari saluran rekahan dianggap sama
dengan kemiringan lereng hilir tubuh bendungan.
 Pembesaran dari saluran rekahan tergantung dari
karakteristik material tubuh bendungan (D50, berat jenis,
sudut geser dalam dan kohesi).

69
Model BREACH
Model ini memperhitungkan adanya kondisi berikut :
 Material inti bendungan yang mempunyai sifat berbeda
dengan material tubuh bendungan bagian luar,
 Terbentuknya alur kecil sepanjang lereng hilir tubuh
bendungan sebelum terbentuknya rekahan yang
sesungguhnya akibat limpasan air (overtopping),
 Lereng hilir bendungan dapat tertutup lapisan rumput
atau tertutup oleh lapisan batuan (rip rap) yang
mempunyai ukuran butir lebih besar dari material butiran
di bagian luar tubuh bendungan,
 Pembesaran rekahan melalui mekanisme keruntuhan
struktural sebagian tubuh bendungan secara tiba-tiba,
dimana rekahan terjadi karena tekanan hidrostatik
melebihi gaya tegangan geser dan kohesi material.
70
Model BREACH
Model ini memperhitungkan adanya kondisi berikut :
 Pembesaran lebar rekahan karena runtuhnya lereng
samping rekahan mengikuti teori stabilitas lereng, dan
 Terjadinya rekahan diawali oleh rembesan (piping) yang
berkembang menjadi aliran bebas pada rekahan.

71
Teori Dasar Rekahan
 Model BREACH mensimulasikan keruntuhan bendungan
tanah seperti diperlihatkan pada gambar di bawah.
 Bendungan dapat berupa bendungan tanah homogen
atau dapat terdiri dari dua macam material : bagian luar
maupun bagian inti dengan karakterisitik material yang
berbeda.
 Karakteristik material disajikan dengan parameter sbb :
  : sudut geser dalam,
 C : kohesi,
 D50 : diameter rata-rata butiran [mm], dan
  : berat jenis.

72
Teori Dasar Rekahan
 Geometri dari lereng hilir bendungan dilukiskan dengan
memberikan data :
 elevasi dasar bendungan (Hl) dan
 puncak bendungan (Hu),
 perbandingan kemiringan lereng 1 (vertikal) : ZD (horisontal).
 Sedangkan geometri lereng hulu dilukiskan dengan
memberikan data perbandingan kemiringan lereng 1
(vertikal) : ZU (horisontal).
 Pada bendungan buatan, diperlukan data tambahan,
yaitu lebar puncak bendungan (bagian datar di puncak)
(Wcr), sedangkan untuk bendungan-tanah longsor
(bendungan yang terbentuk akibat tanah longsor), tidak
terdapat puncak-datar maupun pelimpah.

73
Teori Dasar Rekahan
B A
Wcr

Hy
Hu
Hi
ZU
ZD
Hsp (Spillway Crest)
1 1
D50 c
D50 S
Hl

Tampak Samping Bendungan Melukiskan Konsepsi Keruntuhan Limpasan


A
B

 Karakteristik tampungan waduk diberikan dalam bentuk :


 Tabel hubungan antara luas permukaan (Sa) dalam
satuan acre-ft dan elevasi permukaan air [ft],
 Elevasi muka air pada awal simulasi (Hi) serta hidrograf
aliran masuk waduk (debit Qi vs waktu Ti ). 74
75
Rekahan Limpasan
 Limpasan akan terjadi bila elevasi air di waduk (H) lebih tinggi dari
puncak bendungan.
 Erosi awal akan terjadi sepanjang lereng hilir bendungan seperti
ditunjukkan oleh garis A-A pada gambar di atas, dimana pada
awalnya, jika tidak ada lapisan rumput, akan terbentuk selokan kecil
berbentuk segi empat.
 Secara perlahan-lahan akan terjadi erosi lereng hilir dengan
membentuk saluran dengan kedalaman-fungsi lebar. Aliran ke
dalam saluran dihitung dengan rumus aliran melalui bendung
ambang lebar berikut :

Qb  3 Bo ( H  H c )1,5 ……………….…….………(8)

76
Rekahan Limpasan
dimana :
Qb : Debit aliran ke dalam saluran rekahan,
Bo : Lebar awal saluran yang berbentuk segi empat,
Hc : Elevasi dasar rekahan.

 Sementara erosi terjadi sepanjang lereng hilir bendungan,


elevasi dasar rekahan (Hc) tetap berada pada puncak
bendungan (Hu), sedangkan ujung hulu saluran bergerak ke
hulu sepanjang puncak bendungan ke arah lereng hulu. Pada
saat dasar saluran telah mencapai garis B-B, dasar rekahan
(Hc) mulai tergerus ke bawah pada arah vertikal sampai
mencapai elevasi dasar bendungan Hl.

77
Rekahan Limpasan
 Bila lereng hilir bendungan tertutup lapisan rumput, kecepatan
air sepanjang lereng akan dihitung setiap saat dengan rumus
Manning. Bila kecepatan ini melebihi kecepatan maksimum
yang diijinkan untuk saluran berlapis rumput, maka erosi baru
terjadi sepanjang lereng hilir.

78
Rekahan Limpasan
 Saat mulai erosi, seketika dianggap terbentuk sebuah selokan
sedalam 1 ft dengan lebar dua kali kedalaman sepanjang
permukaan lereng hilir.
 Proses erosi dalam selokan sama dengan kasus dimana
lereng hilir tidak ditutup rumput.
 Kecepatan sepanjang lereng hilir dihitung dengan rumus :

q  3( H  H c )1, 5

0, 6
 q n' 
y 
1,49 1 / ZD 
n'  aq b
V  q/ y 79
Rekahan Limpasan
dimana :
Q = debit limpasan per ft panjang puncak bendungan
H-Hc = hidrostatic head di atas puncak [ft]
n’ = koefisien Manning untuk saluran dilapis rumput (Chow,
1959)
a dan b = koefisien regresi dari grafik oleh Chow

80
Rekahan Rembesan (Piping)
 Jika diinginkan simulasi rekahan karena rembesan, maka
elevasi muka air (H) di waduk harus lebih besar dari pada
elevasi pusat lubang awal rembesan (Hp) yang berbentuk
segi empat.
 Dasar lubang rembesan akan tergerus vertikal ke bawah
sementara puncak lubang akan tergerus vertikal ke atas
dengan kecepatan yang sama. Aliran ke dalam lubang
dikendalikan oleh rumus aliran melalui lubang sebagai
berikut:
0,5
 
2 g ( H  H )
Qb  A
p 
……………….…….………(9)
 fL 
 (1 
D 
81
Rekahan Rembesan (Piping)
dimana :
Qb : Debit aliran melewati lubang rembesan [cfs]
g : Percepatan gravitasi [ft/sec2]
A : Luas penampang lubang [ft2]
(H-Hp) : Tinggi tekan hidrostatik pada lubang [ft]
L : Panjang lubang [ft]
D : Diameter atau lebar lubang [ft]
f : Koefisien kekasaran Darcy-Weisbach

 Puncak lubang (Hpu) akan tergerus ke atas sampai suatu titik


dimana aliran akan berubah dari aliran lewat lubang menjadi
aliran bebas, yaitu pada saat tinggi tekan (head) dalam pipa
lebih kecil dari pada diameter lubang. Transisi aliran akan
terjadi pada saat berikut :

82
Rekahan Rembesan (Piping)
H  H p  2 ( H pu  H p ) ……………….…….………(10)

 Aliran melalui bendung akan mengikuti rumus (8) dimana Hc


adalah elevasi dasar lubang dan Bo adalah lebar lunbang
pada saat terjadi transisi.
 Saat terjadi peralihan aliran dari aliran melalui lubang menjadi
aliran melalui bendung, sisa material di atas lubang dan di
bawah puncak bendungan diasumsikan akan runtuh dan
terangkut aliran sepanjang saluran dengan daya angkut
sedimen saat itu, sebelum erosi lebih lanjut terjadi.
 Erosi kemudian berjalan dengan menggerus selokan sejajar
dan sepanjang lereng hilir yang tersisa antara elevasi dasar
lubang dan dasar bendungan.
 Proses selanjutnya sama dengan keruntuhan akibat
limpasan. 83
Rekahan Rembesan (Piping)
Lebar Rekahan :
 Lebar rekahan secara dinamis dikendalikan oleh 2
mekanisme. Mekanisme pertama menganggap bahwa
rekahan awal berbentuk segi empat seperti ditunjukkan pada
gambar di bawah.
 Lebar awal rekahan (Bo) mengikuti rumus berikut :
Bo  Br y ……………….…….………(11)

dimana Br adalah suatu faktor yang didasarkan pada suatu


saluran yang mempunyai efisiensi hidraulik optimum
(penampang ekonomis), dan y adalah kedalaman aliran
dalam saluran rekahan

84


Garis Pusat Rekahan Bo 

Hc
Hd
Bendungan Bendungan

Bom

Tampak Depan Bendungan Melukiskan Proses Rekahan

Garis Pusat Rekahan

H 
H’c  H’
Y 
Hd Y/3

Bendungan Bendungan

Tampak Depan Bendungan Dengan Rekahan 85


Rekahan Rembesan (Piping)
Lebar Rekahan :
 Nilai Br adalah 2 untuk keruntuhan limpasan, sedangkan
untuk keruntuhan rembesan nilainya 1.
 Model menganggap bahwa y adalah kedalaman kritis pada
bagian pemasukan (entrance) dari saluran rekahan :
y  2 / 3 (H  H c ) ……………….…….………(12)

 Mekanisme kedua yang mengendalikan lebar rekahan


diperoleh dari stabilitas lereng (Spangler, 1951). Saluran awal
berbentuk segi empat berubah menjadi trapesium pada saat
lereng samping runtuh, membentuk sudut () dengan garis
vertikal. Keruntuhan akan terjadi pada saat kedalaman
rekahan (H’c) mencapai kedalaman kritis (H’) yang merupakan
fungsi dari material bendungan (, C, dan ) sebagai berikut :
86
Rekahan Rembesan (Piping)
4 C cos  sin  '
H '   1
  1,2,3

 1  cos(' 1   )  ……………….…….……(13)

dimana subskrip  menunjukkan tiga kondisi keruntuhan


berurutan seperti diperlihatkan pada gambar di atas,
sedangkan  adalah sudut lereng samping rekahan dengan
garis horisontal.
 Sudut () atau () pada setiap saat pada waktu pembentukan
rekahan diberikan pada rumus berikut :
  ' 1    H   H ' ……………….…….……(13a)

       H   H ' ……………….…….……(13b)
……………….…….……(13c)
Bo  Br y      1 87
Rekahan Rembesan (Piping)
Bo  Bom       1 ……………….…….……(13d)

Bom  Br y    saat H1  H1' ……………….…….……(13e)


……………….…….……(13f)
  0,5   
dimana :
 0'  0,5  ……………….…….……(13g)

'  1 / 2(' 1   )      1,2,3 ……………….…….……(13h)

H   H c'  y / 3 ……………….…….……(13i)

 Gerusan dianggap terjadi dengan kecepatan yang sama


sepanjang dasar dan lereng samping rekahan, kecuali ketika
lereng samping runtuh. Pada saat itu lebar dasar rekahan
berhenti berkembang sampai volume tanah yang runtuh
sepanjang rekahan terangkut air ke hilir sesuai dengan
kapasitas angkutan sedimen.
88
Rekahan Rembesan (Piping)
 Pada saat gerusan rekahan telah sampai dasar bendungan,
erosi ke bawah akan berhenti, akan tetapi gerusan ke arah
samping akan tetap berlangsung sehingga lebar dasar
rekahan terus melebar.

89
Penentuan Elevasi Air Waduk
 Untuk menghitung perubahan elevasi muka air waduk (H)
digunakan konservasi massa, merupakan fungsi dari:
 Debit aliran masuk waduk (Qi)
 Aliran ke luar melalui pelimpah (Qsp)
 Limpasan di atas bendungan (Qo)
 Aliran melalui rekahan (Qb)
 Karakteristik tampungan waduk
 Konservasi massa pada interval waktu (t) dalam jam
diberikan pada rumus berikut :

 
Qi  Qb  Qsp  Qo  S a
H 43560 ……………….…….……(13j)
t 3600

90
Penentuan Elevasi Muka Air Waduk
dimana :
H = perubahan elevasi muka air waduk selama interval waktu t
Sa = luas permukaan waduk pada elevasi H (acre)
Persamaan (13 j) disederhanakan menjadi :

H 
0,0826 t
Sa

Qi  Qb  Qsp  Qo  ……………….…….……(13k)

Elevasi permukaan waduk (H) pada saat (t) dapat dihitung


dengan rumus berikut:

H  H '  H ……………….…….……(13l)

dimana H' adalah elevasi muka air waduk pada saat t - t

91
Saluran Rekahan (Breach Channel)
 Aliran pada rekahan diasumsikan sebagai aliran quasi
seragam dan mengikuti rumus Manning berikut:
1,49 S 0,5 A1,67
Qb 
n P 0.67
dimana :
S = 1/ZD
A = luas penampang selokan
P = keliling basah
n = koefisien Manning, dihitung dengan rumus Strickler
berdasarkan rata-rata diameter material saluran rekahan.

n  0,013 D500,167

92
Saluran Rekahan (Breach Channel)
 Bila saluran rekahan adalah segi empat, kedalaman
normal yn dapat dihitung dengan rumus berikut :
0, 6
 Qb  n 
yn   0,5 
1,49  Bo  S 
 Bila saluran berbentuk trapesium, maka kedalaman
normal dihitung dengan rumus Manning dan
diselesaikan dengan trial and error

93
Angkutan Sedimen
 Kecepatan erosi dari rekahan tergantung dari kapasitas
angkutan sedimen dari aliran melalui rekahan.
 Digunakan rumus angkutan sedimen Mayer-Peter dan
Muller yang dimodifikasi oleh Smart (1984) untuk saluran
curam :
2/3
D
Qs  3,64 ( D90 / D30 ) 0, 2 P S 1,1 ( DS  T )
n
T  0,0054  c D50 (noncohesive)
b'
T ( PI ) c ' (cohesive)
62,4
 c  a'  0'
94
Angkutan Sedimen
  tan 1 S
*0 , 970
  0,122 / R
'
0    R*  3
*0 , 266
  0,056 / R
'
0    3  R *  10
 0'  0,0205 / R *0,173    R *  10
S  1 / ZD
R *  1524 D50 ( DS ) 0,5
dimana :
Qs = angkutan sedimen
D30 , D50, D90 = gradasi butiran [mm]
D = kedalaman hidraulik [ft]
S = kemiringan lereng hilir
’o = tegangan geser kritis shield
95
Angkutan Sedimen
dimana :
PI = indeks plastisitas
b’, c’ = koefisien empiris, nilainya sebagai berikut:
0,002  b’ 0,019; 0,54  c’ 0,84

96
Pembesaran Rekahan Dengan Runtuh Seketika

 Pembesaran lubang rekahan mungkin terjadi dengan


mendadak karena runtuhnya bagian atas bendungan.
Keruntuhan bendungan tersebut terjadi pada bendungan
dengan bentuk baji (wedge-shaped), setinggi Yc seperti
terlihat pada gambar di bawah.
 Keruntuhan terjadi karena tekanan air pada bagian hulu dari
bendungan lebih besar dari pada gaya tahan bendungan
berupa gaya tahan yang terbentuk karena adanya kohesi dan
.
 Bendungan akan tergeser ke kanan, kemudian akan dibawa
oleh air, yang melalui lubang rekahan yang baru melebar
tersebut, ke arah hilir.

97
Pembesaran Rekahan Dengan Runtuh Seketika

WccXP
hd
Yn
ZU ZD
1 Fss 1
Yc Fw Fcs
Jenuh Tak Jenuh

Fsb Fcb

Tampak Samping Bendungan Melukiskan Gaya-gaya Pada Runtuh Seketika


Bagian Atas Bendungan (Yc)

98
Pembesaran Rekahan Dengan Runtuh Seketika

 Pemeriksaan kemungkinan keruntuhan tersebut akan


dilakukan setiap selang t selama simulasi.
 Pemeriksaan keruntuhan terdiri dari :
 Pertama menganggap bahwa Yc = 10 ft,
 Menjumlahkan gaya-gaya yang bekerja pada baji setinggi Yc.
Gaya-gaya tersebut adalah :
 gaya tekanan air (Fw) dan
 gaya gesek (Fsb) yang bekerja sepanjang dasar baji,
 gaya lintang (Fss) yang bekerja pada kedua sisi baji,
 gaya akibat kohesi (Fcb) yang bekerja sepanjang dasar, dan
 gaya akibat kohesi yang bekerja sepanjang sisi baji (Fcs).
 Keruntuhan akan terjadi bila :
Fw > Fsb + Fss + Fcb + Fcs ……………….…….……(14)

99
Pembesaran Rekahan Dengan Runtuh Seketika

 Jika persamaan di atas tak dipenuhi pada nilai asumsi Yc


yang pertama tersebut, maka keruntuhan tak terjadi pada
saat ini. Jika persamaan tersebut dipenuhi, maka nilai Yc
ditambah dengan 2 ft dan persamaan di atas dievaluasi lagi.
Prosedur tersebut diulang terus sampai persamaan di atas
tak dipenuhi. Maka nilai Yc akhir adalah nilai Yc pada saat
akhir persamaan tersebut dipenuhi.

100
Algoritma Perhitungan
 Langkah perhitungan adalah iterasi karena aliran dalam rekahan
merupakan fungsi dari elevasi dasar rekahan dan lebar dasar
rekahan, sementara karakteristik rekahan tergantung dari kapasitan
angkutan sedimen dari rekahan dan angkutan sedimen tergantung
dari dimensi rekahan dan aliran.
 Iterasi dimulai dengan memberikan nilai awal kedalaman erosi
(H’c). Nilai ini perkiraan ini dapat diekstrapolasi dari nilai
perhitungan sebelumnya.
 Algoritma perhitungan sebagai berikut :
1. Waktu di tambah : t = t’ + t
2. Hitung Hc menggunakan perkiraan H’c : Hc = H’c - H’c
3. Hitung elevasi waduk : H = H’ + H, dimana H’ adalah nilai perkiraan
perubahan elevasi muka air waduk.
4. Hitung Qsp, Qi, Qo pada elevasi muka air waduk H
5. Hitung H dari pers (13 k), menggunakan nilai Qb dari perhitungan
sebelumnya.
6. Hitung elevasi muka air waduk H = H’ + H
101
Algoritma Perhitungan
 Algoritma perhitungan sebagai berikut :
7. Hitung debit rekahan (Qb)
8. Hitung Bo, , B, P, dan R untuk saluran rekahan
9. Hitung angkutan sedimen (Qs)
10. Hitung Hc = 3600 t Qs/[Po L (1 – Por) dimana L panjang dari saluran
rekahan, Por adalah porositas dari material rekahan, dan Po adalah
total perimeter rekahan.
Po = Bo + 2 (Hu – Hc)/cos 
11. Hitung Hc berdasarkan perkiraan H’c ; jika 100 (H’c - Hc )/ Hc <
E, dimana E adalah toleransi kesalahan
12. Periksaan terhadap keruntuhan
13. Ekstrapolasi untuk nilai H’c dan H’
14. Jika t < durasi perhitungan (te) kembali ke langkah (1)
15. Plot hidrograf outflow.

102
Aplikasi Model
 Program BREACH telah diterapkan untuk memodelkan
keruntuhan 4 buah bendungan, yaitu :
 Teton
 Lawn Lake
 Mantaro Landslide Dam
 Spirit Lake Landslide Dam

103
104
105
106
Foto-foto Keruntuhan Bendungan Teton Amerika
Tahun 1976

107
108
109
110
111
112
113
Bimbingan Teknis Analisis Keruntuhan Bendungan
Makassar 13 – 15 September 2017

114
115

You might also like