You are on page 1of 30

TRIPLOIDISASI IKAN KOI (Cyprinus carpio)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Praktikum


Genetika Perikanan

Disusun oleh :

M. Fathi Dhiaulhaq 230110140165


Ressa Muhammad S. 230110120196
Dhandy Alfian 230110140213
Savira Bunga Puspita 230110140188
Hanifah Nurul Amran 230110160192

Kelas :
Kelompok 8/ Perikanan C

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan salah satu tugas laporan praktikum genetika
tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya, para sahabat,hingga kepada
umatnya akhir jaman.
Laporan ini membahas mengenai “Triploidisasi Ikan Koi”. Kami
mengucapkan terimakasih kepada kelompok 5 yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya serta kepada pihak yang telah
mendukung.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Maka dari
itu, kami mengharapkan saran yang membangun untuk makalah yang lebih baik.

Jatinangor, Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... iv
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 1
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
1.4 Kegunaan .................................................................................... 2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ikan Koi ...................................................................................... 3
2.2 Ikan Komet .................................................................................. 4
2.3 Pemijahan Buatan ....................................................................... 6
2.4 Metode Triploidisasi .................................................................. 7
2.5 Tujuan Triploidisasi .................................................................... 8

III BAHAN DAN METODOLOGI


3.1 Tempat dan Waktu ..................................................................... 9
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat Praktikum .................................................................. 9
3.1.2 Bahan Praktikum .............................................................. 9
3.3 Tahapan Praktikum
3.3.1 Persiapan Praktikum ...................................................... 10
3.3.2 Pelaksanaan Praktikum ................................................... 10
3.4 Metode ...................................................................................... 11
3.5 Parameter yang Diamati
3.5.1 FR ................................................................................... 11
3.5.2 HR ................................................................................... 12
3.5.3 SR .................................................................................... 12
3.6 Analisa Data ............................................................................. 12
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Kelas ........................................................... 13
4.1.1 FR ..................................................................................... 13
4.1.2 HR .................................................................................... 13
4.1.3 SR ..................................................................................... 13
4.2 Hasil Pengamatan Kelompok ................................................... 14
4.2.1 FR ..................................................................................... 14
4.2.2 HR .................................................................................... 14
4.2.3 SR ..................................................................................... 14

iii
4.3 Pembahasan Kelompok .............................................................. 15
4.3.1 FR ..................................................................................... 15
4.3.2 HR .................................................................................... 15
4.3.3 SR ..................................................................................... 16
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................... 17
5.2 Saran ......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 18
LAMPIRAN ................................................................................... 19

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Hasil pengamatan kelas .......................................................................13

DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman

1. Ikan Koi (Cyprinus carpio) ...................................................................3


2. Ikan Komet (Carassius auratus auratus) ..............................................5
3. Prinsip dasar triploidisasi ......................................................................8

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Alat yang digunakan ............................................................................19


2. Bahan yang digunakan ........................................................................20
3. Diagram alir prosedur ..........................................................................21

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses
terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set. Triploidisasi telah
dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan. Teknik
triploidisasi dapat mengunakan dua pelakuan, yaitu perlakuan fisika dan kimia.
Penggunaan perlakuan fisika dan kimia sesaat setelah dimulainya pembuahan
merupakan cara yang relatif mudah dalam triploidisasi. Kejutan suhu mempunyai
kelebihan jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kejutan suhu ini bisa
berupa kejutan yang lebih panas dari suhu normal. kejutan panas juga
memerlukan waktu yang lebih singkat dari pada kejutan dingin. Pendekatan
praktis untuk induksi poliploidi melalui kejutan panas merupakan
perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau
sesaatsetelah pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu lethal.
Tiga parameter yang berhubungan dengan perlakuan kejutan panas adalah umur
zigot waktu pelaksanaan kejutan, suhu kejutan dan lama perlakuan kejutan.
Budidaya yang masih banyak dilakukan secara tradisional menyebabkan
produksi ikan per tahunnya masih sangat rendah (Subagja et al., 2006). Penerapan
bioteknologi perikanan dalam manajemen pembenihan ikan melalui poliploidisasi
dengan kejut temperatur dingin telah terbukti menghasilkan benih ikan poliploid
dengan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi (Hammed et al.,
2010; Venkatachalam et al., 2012).Mengingat pentingnya mengetahui metode
manipulasi kromosom dalam pemuliaan ikan, maka praktikum triploidisasi ini
dilakukan. Dengan demikian diharapkan metode tersebut dapat diaplikasikan
dalam budidaya perikanan

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah yang dapat
diambil yaitu:

1
1. Sejauh mana efektivitas penggunaan sperma ikan komet (Carassius auratus
auratus) dan penggunaan telur ikan koi terhadap keberhasilan triploidisasi.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dan perkembangan
ikan koi hasil manipulasi kromosom dengan menggunakan teknik yang
umum digunakan yaitu triploidisasi.

1.3 Tujuan
Tujuan praktikum triploidisasi ini adalah agar mahasiswa dapat menerapkan
teknik manipulasi kromosom kelamin ikan dari status diploid (2n) menjadi status
triploid (3n) yang memiliki keunggulan pertumbuhan.

1.4 Kegunaan
Kegunaan praktikum triploidisasi ini adalah mahasiswa dapat menerapkan
teknik manipulasi kromosom kelamin ikan dari status diploid (2n) menjadi status
triploid (3n) yang memiliki keunggulan pertumbuhan.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ikan Koi
Ikan koi merupakan salah satu ikan hias yang memiliki harga jual yang
tinggi dan juga sangat populer. Ikan ini termasuk dalam famili ikan mas atau “
Ciprynidae ” yang berasal dari negara jepang, dan sudah menyebar keberbagai
wilayah lainnya. Adapun klasifikasi ikan koi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Esteichthyes
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyrinus
Spesies : Cyprinus carpio

Gambar 1. Ikan Koi


(Sumber: https://minasejahtera.com/pusat-ikan-koi-di-kabupaten-sampang/)
Ikan Koi adalah jenis ikan hias ini termasuk dalam ikan mas (Cyprinus
carpio) yang memiliki corak yang sangat indah pada tubuhnya. Ikan ini berasal
dari Jepang yang pada awalnya ikan ini digunakan sebagai ikan konsumsi namun
sekarang ikan koi digunakan sebagai ikan hias karena warna dan coraknya yang
indah dan beragam. Ikan Koi berkerabat dekat dengan ikan mas sehingga banyak
imasyarakat indonesia menyebut Ikan Koi dengan nama Ikan Mas Koi. Ikan Koi
dibedakan berdasarkan warna,ukuran serta pola pada tubuhnya. Biasanya warna
ikan koi ada yang bercorak putih, hitam, kuning, oranye,biru,merah, dan krem.

3
Ikan koi memiliki bentuk memanjang atau di sebut torpedo, mempunyai
sirip punggung, sepasang sirip perut, sepasang sirip dada, dan juga mempunyai
sirip di bagian ekor. Pada sirip ikan koi ini terdiri atas jari lunak, jari keras, dan
juga memiliki selaput sirip. Alat yang membantu untuk berenag dengan cepat
terletak pada bagian selaput sirip atau di sebut sayap.
Secara alami ikan koi akan memijah mulai dari pukul 11 malam hingga
menjelang pagi pada kondisi lingkungan yang sesuai. Dengan sifat telurnya yang
adesiv ikan koi membutuhkan media untuk memijah sebagai substrat telurnya
menempel. Substrat ini dapat berupa kakaban, dedaunan atau akar tumbuhan air
seperti eceng gondok dan apu-apu. Setelah memijah induk diangkat dari wadah
pemijahan untuk kemudian dipulihkan kondisinya pada wadah yang berbeda
antara jantan dan betinanya.

2.2 Ikan Komet


ikan Mas Komet (Carassius Auratus) atau biasa dipanggil ikan komet
memiliki ciri fisik yang sangat khas dari ikan lain, bentuknya yang sedikit agak
memanjang dengan ekor yang biasanya panjang gemulai menjadi pembeda dari
ikan lainnya.Untuk asal mula munculnya ikan komet ada 2 versi, TS juga tidak
tahu mana yang benar tapi keduanya akan ditampilkan kutipan artikelnya. Ikan
berpostur ramping ini pertama kali dibudidayakan oleh masyarakat Cina pada
tahun 1729. Awalnya bentuk ikan komet ini seperti ikan maskoki. Karena kedua
jenis ikan mas ini masih satu kerabat, yakni dari keluarga Cyprinidae. Pada zaman
Dinasti Ming (tahun 1368-1644) popularitas ikan komet makin menanjak. Setelah
itu, penyebaran ikan komet berkembang sampai ke Negeri Sakura. Ciri yang
membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin atau sirip ekornya
lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat jelas. Ikan komet
termasuk dalam famili Cyprinidae dalam genus Carassius. Ikan komet merupakan
salah satu jenis dari Cypridae yang banyak dikenal dikalangan masyarakat karena
memiliki warna yang indah dan eksotis serta bentuk yang menarik.

4
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariphisysoidei
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

Gambar 2. Ikan Komet


(Sumber: http://www.agrowindo.com/peluang-usaha-budidaya-ikan-komet-dan-
analisa-usahanya.htm)
Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar.
Menjelang memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun,
seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah
yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus
membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan. (Gursina, 2008). Sifat telur
ikan Komet adalah menempel pada substrat. Telur ikan Komet berbentuk bulat,
berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran
telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan
tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2-3 hari
kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan Komet
mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan
makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4
hari.
Larva ikan Komet bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva
antara 0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg. Larva berubah menjadi kebul

5
(larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari. Pada stadia kebul ini, ikan Komet
memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya. Pakan
alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan
daphnia. Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari
bobotnya. Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-
3 cm dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh
menjadi putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan
bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan
berubah menjadi gelondongan yang bobot per ekornya sekitar 100 gram.

2.3 Pemijahan Buatan


Pemijahan secara buatan yaitu perlakuan pemijahan. pembuahan dilakukan
oleh campur tangan manusia. proses pengeluaran telurnya menggunakan proses
streeping (pengurutan). Untuk Keberhasilan Pemijahan ini sangat ditentukan oleh
tingkat kematangan gonad induk yang benarbenar siap untuk dipijahkan agar
benih yang dihasilkan berkualitas.
Ovaprim digunakan sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah,
kandungan sGnRHa akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan
GtH II. Sedangkan anti dopamin menghambat hipotalamus dalam mensekresi
dopamin yang memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH I dan GtH II.
Telur-telur induk betina yang telah disuntik akan mengalami ovulasi
sehingga dengan mudah di stripping atau dikeluarkan dengan cara mengurut dari
bagian genitalnya. Stripping dilakukan setelah 8 jam dari penyuntikan. Menurut
Khairuman dan Amri (2009) bahwa setelah telur dan sperma dicampur dengan
sodium atau NaCL 0,90%, diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu
ayam. Tujuan pencampuran sodium adalah untuk mengencerkan sperma agar
sperma dan telur lebih merata.
Setelah diaduk secara merata dan telur sudah terbungkus oleh sperma,
langkah selanjutnnya adalah pembuahan. Pembuahan dilakukan dengan cara
memasukkan air kedalam wadah telur yang sudah dicampur dengan sperma.

6
Proses pembuahan ini berlangsung cepat karena sperma hanya aktif bergerak dan
bertahan hidup kurang lebih 1 menit setelah terkena air.

7
2.4 Metode Triploidisasi
Poliploidi merupakan istilah bagi spesies hewan yang mempunyai
kromosom tiga set atau lebih. Salah atu bentuk poliploid adalah triploid yang
memiliki kromosom tiga set. Ikan triploid bersifat steril, memiliki pertumbuhan
yang pesat dan konversi penggunaan pakan yang baik karena sebagian besar
energi yang diperoleh dari makanan dipergunakan untuk pertumbuhan sel somatik
(Husain dkk. 1995).
Triploidisasi merupakan kromosom kelamin pada ikan yang memiliki
keuntungan ditinjau dari segi produksi budidaya (pertumbuhan relatif tinggi),
mengurangi interaksi genetik dengan ikan asli di suatu perairan (perlindungan
biodiversitas ikan asli) dan mengendalikan reproduksi tidak terkontrol pada
budidaya ikan nila (Bramick dkk. 1995 dan Guo dkk. 1996).
Produksi ikan triploid (memiliki 3N kromosom kelamin) dapat dilakukan
dua metoda yaitu (1) metode interploid yaitu ikan tetraploid (4N) disilangkan
dengan diploid normal (2N) dan (2) pemberian kejutan suhu (panas atau dingin).
Kejutan suhu dilakukan dengan cara mengubah suhu medium penetasan menjadi
sublethal yang peka.kejutan panas lebih mudah diterapkan dan memberikan hasil
yang lebih baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan triploidisasi
dengan kejutan panas adalah waktu awal kejutan, suhu dan lama kejutan panas
(Reddy dkk. 1990).
Pada sebagian besar spesies ikan, proses pembuahannya terjadi secara eksternal
sehingga memungkinkan manipulasi kromosom kelamin khususnya fase meiosis
II (triploidisasi) dan mitosis I (tetraploidisasi).

Prinsip pemberian kejutan suhu panas dalam triploidisasi bertujuan untuk


mencegah berkurangnya jumlah kromosom telur dengan cara menahan keluarnya
polar bodi kedua pada fase meiosis II. Periode meiosis II pada perkembangan
embrio ikan mas (telur yang sudah dibuahi) adalah 3 – 5 menit setelah pembuahan
pada suhu kejutan 38 – 40 0C dengan lama kejutan berkisar 2 – 2,5 menit
(Hollebeq 1986). Ketika terjadi penetrasi sperma pada telur yang sudah dibuahi,
pada inti sel telur akan diperoleh dua pasang kromosom (1N dari telur dan 1N dari

8
sperma) yang menjadikan telur dalam status diploid (2N). Sebelum berakhirnya
meiosis II tersebut, polar bodi kedua (1N) akan keluar dari inti sel telur. Oleh
karena adanya perlakuan kejutan suhu pada periode ini, maka polar bodi kedua ini
ditahan agar tidak keluar sehingga status kromosom telur menjadi 3N (triploid),
dimana 1N berasal dari telur, 1N berasal dari sperma dan 1N berasal dari polar
bodi kedua (Bromage 1995). Pada Gambar 1 disajikan prinsip dasar teknik
triploidisasi.

Gambar 3. Prinsip Dasar Triploidisasi


(Sumber: Modul Genetika Perikanan)

2.5 Tujuan Triploidisasi

Tujuan Triploidisasi diharapkan padat menerapkan teknik manipulasi


kromosom kelamin ikan dari status diploid (2N) menjadi status triploid (3N) yang
memiliki keunggulan pertumbuhan.

9
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Triploidisasi dilaksanakan pada hari Kamis 29 Maret 2019
pukul 13.00 WIB s.d. selesai. Praktikum bertempat di Laboratorium Fisiologi
Hewan Air, Gedung 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan alam praktikum triploidisasi sebagai berikut:
 Waterbath berfungsi memanaskan air sampai suhu yang dikehendaki,
 Thermometer untuk mengukur suhu air
 Seperangkat alat hipofisasi (sentrifuse, dissecting set, pisau bedah,
talenan dan jarum suntik) untuk pemijahan dan pembuahan buatan,
 Kotak styrofoam dan saringan perendaman telur sebagai wadah
penetasan telur
 Petridish, pipet dan sendok untuk wadah sampel telur dan alat
pengambil telur
 Hemasitometer, mikroskop cahaya, gelas obyek dan mikrometer okuler
dan obyektif untuk pengambilan sampel darah dan pengukuran sel darah
merah
 Sendok, untuk mengambil telur
 Akuarium, sebagai tempat budidaya
 Aerator, untuk menyuplai oksigen dari udara

3.2.2 Bahan Praktikum


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum triploidisasi yaitu:
 Ikan koi yang sudah matang gonad, sebagai ikan uji
 Hormon ovaprim berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi telur
oleh indukan yang dipijahkan dan untuk indukan jantan berfungsi
untuk meningkatkan produksi sperma yang akan dikeluarkan.
 Larutan NaCl fisiologis, sebagai larutan pengencer sperma
 Air panas, untuk kejutan suhu panas

10
 Larutan Hayem’s, untuk mengencerkan sel darah merah ikan
 Metanol, untuk fiksasi preparat apus darah
 Larutan Giemsa, untuk pewarnaan preparat apus darah
 Minyak imersi, untuk mengumpulkan cahaya saat pengamatan ukuran
sel darah merah

3.3 Tahapan Praktikum


3.3.1 Persiapan Praktikum
1) Penyuntikan
Untuk mempercepat ovulasi dan spermiasi, dilakukan penyuntikan induk
ikan dengan menggunakan hormon ovaprim (gonadotropin ikan salmon)
dengan dosis 0,5 ml/kg berat induk. Penyuntikan dilakukan oleh asisten
laboratorium. Pengurutan (stripping) dilakukan 8 jam setelah penyuntikan.
2) Persiapan Akuarium
Persiapan praktikum dilakukan oleh praktikan. Akuarium yang disediakan
dicuci dengan air bersih. Akuarium yanng sudah bersih dimasukkan air keran
sebanyak 1/3 penuh. Aerator dipasang pada akuarium dan dihidupkan.
3.3.2 Pelaksanaan Praktikum
-Pembuahan
Secara bersamaan induk jantan dan betina diurut, sperma dan telur
ditampung dalam baki, kemudian telur yang telah disediakan diambil
menggunakan sendok dan dimasukkan ke dalam saringan yang dibawahnya
terdapat petridisk. Jumlah telur tersebut dihitung dengan menggunakan
handcounter. Larutan sperma yang telah disediakan ditambahkan ke dalam
petridisk yang berisi telur, lalu digoyangkan dengan pola angka “8” selama 2
menit. Setelah itu, dibuang sperma dengan menambahkan air pada petridisk
sampai semua sperma keluar.
- Kejutan suhu
Kejutan suhu dilakukan 2 menit setelah pembuahan telur, dengan cara
memindahkan telur dari akuarium penetasan (suhu air 25 0C) ke dalam kotak
styrofoam berisi air panas yang bersuhu 40 0C. lama kejutan suhu panas ini

11
adalah 2 menit dan kemudian dipindahkan ke dalam akuarium penetasan (suhu
air 25 0C) sampai terlihat adanya telur-telur yang menetas.
- Pemeliharaan larva
Larva-larva yang telah menetas kemudian dipindahkan dalam akuarium
pemeliharaan larva yang berukuran lebih besar. Pakan larva berupa suspensi
kuning telur yang diberikan ketikalarva umur 3 sampai 15 hari.

3.3.4 Pengamatan
Pengamatan pada praktikum dilakukan setelah 2x24 jam fertilisasi. Dihitung
jumlah telur yang menetas dan jumlah telur yang berhasil hidup.

3.4 Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini berupa eksperimental dengan
menggunakan beberapa perlakuan. Perlakuan yang diberikan diantaranya adalah
stripping, pengenceran, dan kejut suhu (heat shock).

3.5 Parameter yang Diamati


3.5.1 FR
FR atau fertilization rate adalah derajat pembuahan telur. Pengamatan
derajat pembuahan telur (FR) yang dilakukan setelah pembuahan telur pada
proses ginogenesis, hibridisasi, dan triploidisasi selesai dilakukan.
Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat fertilisasi
telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

FR (%) = x 100 %

Keterangan :
FR : Derajat fertilisasi telur (%)
P : Jumlah telur sampel
Po : jumlah telur yang dibuahi

12
3.5.2 HR
HR atau hatching rate adalah derajat penetasan telur. Pengamatan derajat
penetasan telur dilakukan ketika embrio berumur 17-20 jam dari proses
pembuahan telur.
Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat penetasan
telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

HR (%) = x 100 %

Keterangan :
HR : Derajat penetasan telur
Pt : Jumlah telur yang menetas
Po : Jumlah telur yang dibuahi

3.5.3 SR
Penghitungan SR dilakukan sampai yolk pada larva habis. SR merupakan
nilai derajat kelangsungan hidup. Nilai SR dapat dihitung dengan rumus berikut:

SR = Nt/No x 100%

Keterangan
SR : Tingkat kelangsungan hidup
Nt :Jumlah ikan di akhir pemeliharaan
No : Jumlah ikan di awal pemeliharaan

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk perhitungan dan dianalisis secara
deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil percobaan dengan literatur terkait.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Kelas
Data hasil pengamatan kelas meliputi FR, HR dan SR yang disajikan
dalam bentuk tabel.
4.1.1 FR
Berikut data FR hasil pengamatan kelas:
Ulangan
Perlakuan
1 2 3
Triploidisasi 84% 83,30% 98%
triploidisasi 63,09% 72,35% 90,62%
triploidisasi 94% 48,30% 58,49%
triploidisasi 55,46% 86% 70 %
jumlah 74,13% 72,48% 79,27%

4.1.2 HR
Berikut data HR hasil pengamatan kelas:
Ulangan
Perlakuan
1 2 3
triploidisasi 4,90% 8% 0,90%
triploidisasi 9,45% 15% 1,15%
triploidisasi 5,10% 5,50% 4,30%
triploidisasi 0% 12,19% 100 %
jumlah 15,62% 10,17% 26,58%

4.1.2 SR
Berikut data SR hasil pengamatan kelas:
Ulangan
Perlakuan
1 2 3
triploidisasi 100% 100% 100%
triploidisasi 60% 100% 1,15%
triploidisasi 60% 50% 100%
Triploidisasi 55,46% 50% 90,47 %
Jumlah 68,86% 75% 72,90%

14
4.2 Hasil Pengamatan Kelompok
Hasil pengamatan kelompok 8 meliputi FR, HR dan SR.
4.2.1 FR
Berikut hasil perhitungan Fertilization Rate (FR) kelompok 8:
𝑃𝑜
FR (%) = x 100%
P
82
= 95 x 100%
= 86,3%
Jadi, persentase pembuahan pada pengamatan kelompok 8 sebesar 86,3 %.

4.2.2 HR
Berikut hasil perhitungan Hatching Rate (HR) kelompok 8:
𝑃𝑡
HR (%) = Po x 100%
10
= 82 x 100%
= 12,19%
Jadi, persentase penetasan ikan koi sebesar 12,19%.

4.2.3 SR
Berikut merupakan hasil perhitungan SR kelompok 8:
𝑁𝑡
SR (%) = x 100%
No
5
= 10 x 100%

= 50%
Jadi persentase kelangsungan hidup ikan koi sebesar 50%

4.3 Pembahasan Kelompok

Praktikum triploidisasi dilakukan oleh setiap kelompok dengan perlakuan


yang sama. Telur dan sperma sudah disiapkan oleh asisten laboratorium, dimana
sebelumnya dilakukan penyuntikkan hormon ovaprim dan stripping terlebih
dahulu terhadap indukan. Dosis hormon ovaprim yang digunakan 0,3 ml/kg berat
badan ikan. Menurut Manickam dan Joy (1989), pemberian hormon ovaprim 0,3
ml/kg berat badan ikan dapat meningkatkan daya tetas telur dengan rata – rata

15
86,3 % dari hasil pemijahan. Penyuntikkan ovaprim juga dapat mempengaruhi
tingkat daya tetas telur. Menurut Manickam dan Joy (1989), Peningkatan daya
tetas telur ikan lele dumbo yang diberi larutan ovaprim disebabkan karena
kandungan Folicle Stimulating Hormone (FSH) meningkat sehingga folikel
berkembang dan daya tetas telur juga meningkat.

4.3.1 FR
Telur yang kami ambil ada sebanyak 95 telur, yang terdapat dalam saringan
dibawahnya terdapat petridisk ditambahkan dengan larutan sperma secukupnya,
lalu dilakukan fertilisasi dengan menggoyangkan saringan dengan pola angka “8”
selama 2 menit. Setelah itu, heatshock dilakukan pada suhu 40oC selama 2 menit.
Hal ini sesuai dengan Hollebeq (1986), setelah pembuahan pada suhu kejutan 37 –
40oC dengan lama kejutan berkisar 2 – 2,5 menit. Perhitungan terhadap telur yang
terbuahi menunjukkan 82 butir telur. Hasil dari persentase Fertlization rate (FR)
adalah 86,3%. Penambahan sperma dilakukan secara randem kelompok 8
persentasi FR 86,3%. Nilai FR ini nilai yang cukup baik. Jumlah telur sesuai
dengan sperma yang dicampurkan sehingga banyak yang terbuahi. Juga indukan
ikan komet dan ikan koi telah matang gonad. faktor lain yang juga mempergaruhi
adalah kualitas air, serta penanganan dalam penyuntikan.

4.3.2 HR
Presentasi yang didapatkan dari penetasan koi yaitu 12,19 %. Dilihat dari
hasil tersebut nilai HR nya sedikit. Hanya terdapat 10 ekor dari 82 telur yang
terbuahi. Adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai HR yaitu waktu heat
shock yang tidak sesuai. Heat shock seharusnya dilakukan saat telur mengalami
meiosis II, sekitar 3-5 menit setelah pembuahan. Namun, setelah pembuahan telur
langsung dilakukan heat shock. Hal ini berdasarkan Hollebeq (1986), periode
meiosis II pada perkembangan embrio ikan koi (telur yang sudah dibuahi) adalah
3 – 5 menit setelah pembuahan.
Menurut Sumantadinata (1983) mengatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi daya tetas telur adalah :

16
1. Kualitas telur. Kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan
pada induk dan tingkat kematangan telur.

2. Lingkungan yaitu kualitas air terdiri dari suhu, oksigen, karbon-dioksida,


amonia, dll.

3. Gerakan air yang terlalu kuat yang menyebabkan terjadinya benturan yang
keras di antara telur atau benda lainnya sehingga mengakibatkan telur pecah.

Penetasan telur dapat disebabkan oleh gerakan telur, peningkatan suhu,


intensitas cahaya atau pengurangan tekanan oksigen. Dalam penekanan mortalitas
telur, yang banyak berperan adalah faktor kualitas air dan kualitas telur selain
penanganan secara intensif.

4.3.3 SR
Hasil dari Survivel Rate (SR) sebesar 50%. Nilai presentase SR ini
menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup kurang sempurna karena larva
ikan koi tersebut kurang baik dalam hal mencerna makanan yang diberikan yaitu
kuning telur. Sehingga makanan yang diberikan kurang mampu diserap oleh
tubuh larva ikan koi yang dapat meningkatkan imunitas larva ikan tersebut.

17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil pengamatan triploidisasi pada ikan koi didapatkan persentasi FR
sebesar 86,3%, persentasi HR sebesar 12,19 %, persentasi 50%. Hal tersebut
menunjukan bahwa pengamatan triploidisasi terdapat kegagalan karena nilai HR
kecil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur rendah yaitu
suhu lingkungan, kadar cahaya, kadar oksigen dan keberadaan jasad renik
pengganggu di sekitar lingkunganya.
5.2 Saran
Kualitas air juga merupakan faktor daya tetas telur koi, sebaiknya kualitas
air ditingkatkan lagi sehingga nilai daya tetas dapat lebih biak.

18
DAFTAR PUSTAKA
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Nusatama. Bogor.
Chumaidi, S., I. Yunus, M. Sahlan R. Utari, A. Prijadi, P. Imanto, Hartati,
Bastiawan, Z. Jangkaru, dan R. Arifudin. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya
Pakan Alami Ikan dan Udang. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. PHP/KAN/PT/12/1990. Jakarta
Daelami, D.A.S 2001. Usaha Pembenihan Ikan Air Tawar. Penebar Swadaya
(Anggota IKAPI). Jakarta. 166 hal.
Lingga P. dan H. Susanto. 2003. Klasifikasi Ikan Komet (Carassius auratus).
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Manikandavelu, D., Raveneswaran, K., & Sivakumar, T. (2009). Breeding of koi
carp (Cyprinus carpio) and gold fish (Carassius auratus) using
Synchromate B. (GnRh regulator). Tamilnadu J. Veterinary & Animal
Sciences, 5(6), 225-227.
Murtidjo BA. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Rustidja. 1991. Aplikasi Manipulasi Kromosom pada Program Pembenihan
Ikan. Makalah pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V di Jakarta:
3—7 tak 1991.
Zairin, J.R. 2005. Pemijahan Ikan Tawes dengan Sistem Imbas Menggunakan
Ikan Mas Sebagai Pemicu. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol 4 (2). Jurusan
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

19
20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat yang digunakan

Hand counter Saringan

Petridisk Box heat shock

Akuarium Heater

21
Lampiran 2. Bahan yang digunakan

Sperma Telur ikan koi

Lampiran 3. Tahapan praktikum

Dilakukan persiapan akuarium Dilakukan Pengurutan Koi

Dimasukkan Telur Ikan Koi Ditambahkan Sperma Ikan koi

22
Digoyangkan selama 2 menit Dilakukan heat shock

Dimasukkan kedalam akuarium

Lampiran 4. Diagram Alir Prosedur

Akuarium dicuci dengan air bersih

Akuarium diisi dengan air sebanyak 5liter

Telur diambil dengan sendok dan dimasukkan ke dalam


saringan dibawahnya diberi petridisk

Jumlah telur dihitung

larutan sperma ditambahkan dan digoyangkan hingga merata


selama 2 menit 23
Sperma yang sebelumnya dibuangdengan
melarutkandengan air

Proses heatshock dilakukan selama 2 menit

Jumlah telur yang terbuahi dihitung

Telur yang telah dihitung dimasukkan ke dalam


• Dihitung jumlah telur yang terbuahi
akuarium

Pengamatan dilakukan setelah 2 hari


• Dihitung jumlah telur yang terbuahi

HR dihitung

Setelah 1 minggu dilakukan pengamatan juga dilakukan


perhitungan SR

Lampiran 5. Tabel Hasil Pengamatan

- Hasil FR pengamatan kelas:


Ulangan
Perlakuan
1 2 3
Triploidisasi 84% 83,30% 98%
Triploidisasi 63,09% 72,35% 90,62%
Triploidisasi 94% 48,30% 58,49%
Triploidisasi 55,46% 86% 70 %
Jumlah 74,13% 72,48% 79,27%

- Hasil HR pengamatan kelas:


Ulangan
Perlakuan
1 2 3

24
Triploidisasi 4,90% 8% 0,90%
Triploidisasi 9,45% 15% 1,15%
Triploidisasi 5,10% 5,50% 4,30%
Triploidisasi 0% 12,19% 100 %
Jumlah 15,62% 10,17% 26,58%

- Hasil SR pengamatan kelas:

Ulangan
Perlakuan
1 2 3
Triploidisasi 100% 100% 100%
Triploidisasi 60% 100% 1,15%
Triploidisasi 60% 50% 100%
Triploidisasi 55,46% 50% 90,47 %
Jumlah 68,86% 75% 72,90%

25

You might also like