Professional Documents
Culture Documents
Syahdan hiduplah seorang pemuda yatim piatu pada zaman dahulu kala.
Malim Deman namanya. Dia pemuda yang rajin giat bekerja dan baik budinya.
Setiap hari dia mengerjakan sawah dan ladang milik ibunya yang berada
dipinggir hutan. Dia bekerja membantu pamannya.
Di sekitar sawah milik ibu Malim Deman itu tinggal seorang janda tua. Mandeh
Rubiah namanya. Malim Deman sangat akrab dengan janda tua itu. Bahkan,
Mandeh Rubiah telah mengaggap Malim Deman sebagai anaknya sendiri.
Mandeh Rubiah kerap mengirimkan makanan kepada Malim Deman ketika
Malim Deman tengah menjaga tanaman padinya pada malam hari.
Pada suatu malam Malim Deman kembali menjaga tanaman padinya. Dia
hanya seorang diri ditengah sawah. Dia merasa sangat haus. Malim Deman
segera ke pondok Mandeh Rubiah untuk meminta air minum. Belum juga
Malim Deman tiba di pondok Madeh Rubiah, Malim Deman mendengar suara
beberapa perempuan di belakang pondok Mandeh Rubiah. Dengan berjalan
berjingkat-jingkat, Malim Deman segera menuju sumber suara yang sangat
mencurigakan tersebut.
Sejak saat itu Malim Deman kian rajin berkunjung ke rumah Mandeh Rabiah
untuk menemui Putri Bungsu. Malim Deman dan Putri Bungsu tampaknya
saling jatuh cinta. Keduanya lantas menikah. Tidak beberapa lama mereka
dikarunia seorang anak laki-laki. Malim Deman memberi nama Sutan Duano
untuk nama anak lelakinya itu.
Putri Bungsu menjadi sangat bersedih melihat perangai buruk suaminya. Dia
kadang menangis sendiri meratapi nasibnya. Kerinduannya untuk pulang
kembali ke kahyangan kembali muncul. Semakin lama rasa itu semakin besar.
Hingga pada suatu saat dia menemukan selendang miliknya di rumah ibu
Malim Deman. Dia berpura-pura hendak menjemur selendang itu. Seketika
dia membawa selendang itu kerumahnya. Putri Bungsu kemudian menemui
Bujang Karim pegawai Malim Deman. “Tolong kau sampaikan kepada Malim
Deman, aku akan kembali ke Kahyangan dengan membawa Sutan Duano.”
Bujang Karim segera cepat mencari Malim Deman ke arena perjudian. setelah
bertemu diceritakannya pesan dari Putri bungsu kepada Malim Deman.
Malim Deman panik dengan terburu-buru dia segera kembali ke rumah untuk
menemui istri dan anaknya. Namun terlambat. Sesampainya dirumah, istri
dan anaknya sudah tidak ada. Istrinya telah membawa anak kesayangannya
kembali ke Kahyangan. Malim Deman hanya dapat menyesali kepergian anak
dan istrinya. Benar-benar dia sangat menyesal. Namun penyesalan hanya
penyesalan, apa yang telah terjadi tidak dapat diulang lagi. Akibat sikap
buruknya dia harus kehilangan keluarga yang dicintainya.
Pesan Moral dari Cerita Rakyat Singkat Hikayat Malim Deman adalah
berjudi hanyalah akan merugikan diri sendiri dan keluarga di kemudian
hari. Hendaknya kita menghidari perbuatan buruk tersebut agar tidak
mengalami kerugian di kemudian hari. Kita juga harus berhati-hati dalam
bertindak karena penyesalan dikemudian hari tidak ada gunanya.
Hikayat Sang Pohon Cantik
Nun,di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon yang memiliki keunikan
tersendiri dibandingkan dengan jutaan pohon yang lainnya. Ia memiliki batang yang
sangat lurus dan tegak, akarnya yang kukuh, serta aroma khasnya yang harum,
semerbak, memenuhi seluruh isi hutan. Sehingga tidaklah menjadi hairan, ramai
sekali para pencari kayu bakar yang merasa tertarik kepada pohon itu. Bahkan
ramai yang berniat baik untuk turut memelihara keindahan pohon itu. Dengan
senang hati mereka membiarkan pohon tersebut tetap tumbuh.
Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya dengan air yang
diperoleh dari lubuk bening di pinggir hutan. Semua itu mereka lakukan dengan
penuh harap agar suatu saat kelak, di alam yang mulai penuh dengan kerosakkan
ini, Sang Pohon Cantik akan tumbuh dengan sejuta pesona. Memberikan warna
perubahan bagi siapa saja, untuk lebih mencintai lingkungan mereka dan berhenti
membuat kerosakan.
Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan pohon cantik itu
sangatlah mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut tumbuh dengan baik,
maka akan banyak perhatian yang akan tertuju kepada hutan itu. Perhatian yang
tentu saja membuat langkah mereka semakin sulit dalam membuat kerosakan di
dalam hutan itu. Para penebang pohon yang liar itu berikrar, mereka akan
memindahkan pohon cantik itu ke halaman rumah-rumah mereka. Tetapi kalau
tujuan itu tidak tercapai, maka mematikan pohon itu adalah cara terbaik yang harus
mereka tempuh.
Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang sangat rapi dari para
pencari kayu bakar yang baik hati. Mereka secara bergiliran mengiring berjalan
dengan sangat waspada agar pertumbuhan Sang Pohon terjaga . Selain itu, pohon
tersebut rupanya memiliki akar yang dapat menumbuh dengan cepat. Sehingga sari-
sari makanan yang ada dalam tanah dapat diserap dengan baik. Demikian juga
dengan air yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon untuk menampung
kehidupannya.
Dipendekkan cerita,pohon tersebut telah tumbuh besar, daunnya yang rimbun
menghijau membuat mata tak lelah untuk memandang, dari dahan-dahannya lahir
wangian semerbak harum yang menyeliputi seluruh hutan, dan satu lagi, pohon
cantik tersebut memiliki buah yang sangat manis. Selain dapat menghilangkan
dahaga, juga dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah berkah Sang
Pencipta bagi para pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon yang liar
masih saja mencari helah untuk selalu menghapuskan pohon itu.
Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang hidup dan tumbuh di
atas muka bumi ini, tak satupun yang abadi! Tak terkecuali dengan keadaan pohon
cantik yang disanjung para pencari kayu bakar dan seluruh penghuni hutan. Pada
suatu petang, ketika langit mulai gelap, angin pun kencang berhembus. Pucuk
pohon cantik bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga mengimbangi keadaan
yang mana pada bila-bila masa boleh menumbangkannya. Sang Pucuk terus
bergerak, awalnya hanya berniat untuk mempertahankan diri dari keadaan alam
yang ia hadapi.
Tetapi lama-kelamaan ia sedar, bahwa sebenarnya ia dapat mengatasi sepenuhnya
serangan angin tersebut. Ia yakin benar telah ditampung oleh akar yang kuat, dan
dahan-dahan yang kukuh, serta dedaunan yang dapat menahan laju dan
kencangnya angin dengan sempurna. Kerana keyakinannya itulah tiba-tiba ia
membuat sebuah gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar, yang sekuat
tenaga mencengkam tanah.
Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun terkadang ia
membuat gerakan yang membingungkan Sang Akar dalam mempertahankan
keseimbangannya. Dan, Sang Akar pun mengeluarkan bantahannya; “Hai, pucuk.
Berhentilah menari! Aku bingung melihatmu!” “Kenapa mesti bingung, Akar? Aku
tahu benar situasi yang ada. Ikut sajalah!” “Bagaimana aku hendak mengikuti
tarianmu, kalau kamu susah diikuti” “Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat
semuanya. Bukan hanya batang, daun, dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak puluhan
batu di sekeliling kita pun dapat aku lihat dengan jelas” “Hai, apa salahnya aku
mengingatkanmu, pucuk?” “Kau salah akar, harusnya kau ikut saja apa kataku.
Kerana posisimu di bawah, dan kau tidak tahu apa-apa tentang dunia ini!”
“Aduhai…angkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku, mana mungkin kau dapat
berdiri dan berada di atas sana!” “Sudahlah, kenapa kalian malah bertengkar, hah?!”
Sang Daun menegahi suasana yang semakin panas. “Kerana dia mulai merasa
angkuh, daun!” akar mengarahkan serabut akarnya kepada Sang Pucuk. “Apa
urusanmu, akar?! Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat” “Apakah kalian lupa,
hah? Kalian itu saling memerlukan! Tidak akan ada kehidupan kalau tidak aku, kau,
dan si akar itu. Sedarlah, saudaraku! kawanku!” Sang Daun kembali berkata-kata
dengan perasaan yang sedih kerana pertelingkahan saudaranya sendiri.
Perdebatan demi perdebatan terus bergulir di antara keduanya. Sang Pucuk tidak
merasa harus mengalah sedikit pun terhadap Sang Akar. Ia merasa bahawa ialah
segalanya, dialah ketua kerana berada di tempat yang paling atas. Ia merasa
ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan segala penglihatannya yang luas
akan dunia ini. Ia merasa Tuhan telah memberikan kekuasaan mutlak kepadanya
untuk berbuat sesuka hati. Sementara, Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk
telah mengambil langkah yang keliru dalam melaksanakan upaya menjaga
kelangsungan hidup seluruh bagian pohon tersebut. Dan, Sang Daun yang berusaha
meleraikan perdebatan itu pun tak berdaya menenangkan keduanya, meski ia tak
pernah merasa lelah untuk mendamaikan perseteruan dua saudara satu tubuh itu.
Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana perdebatan yang berlarutan
itu, Sang Akar bermalas-malasan untuk menyerap air dan zat-zat yang
dibutuhkannya. Demikian juga Sang Daun, kerana kelelahan melerai perdebatan
kedua saudaranya, ia lupa untuk mengolah makanan meskipun matahari terus
bersinar sepanjang hari. Dan, Sang Pucuk rupanya semakin terlena. Ia tidak
menyadari dua saudara dibawahnya sudah mengalami gangguan. Ia tetap
berlenggok mengikuti arah angin dengan irama yang menghiburkan hatinya. Hingga
tibalah saat di mana angin justeru berhembus dengan sangat perlahan.
Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan ia biarkan gerakannya
yang tidak beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap dalam tidur yang tidak
disedarinya, dan angin datang menyerang. Tubuhnya terkulai. Sang Daun yang
lapar tidak berdaya menahan tubuh Sang Pucuk yang datang tiba-tiba. Ia ikut
terjatuh. Sementara di bawah, Sang Akar yang bermalas-malasan tidak lagi memiliki
cengkaman yang kuat terhadap tanah di sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa
menahan tubuh kedua saudaranya yang terjatuh lebih dulu. Ia tercabut, bercerai-
berai.
Beginilah akhirnya kisah pohon cantik,sebuah cerita
yang menyedihkan.Para pencari kayu bakar yang baik hati bermuram durja,
sementara para penebang liar bergelak tawa, “Tak perlu kita robohkan, kawan.
Mereka roboh sendiri kerana permusuhan…!! ” “O, bahkan tak perlu angin yang
kencang rupanya…….kasihan betul…..” demikianlah kata penebang pohon yang
liar.
Dari sini saudara-saudaraku dapatkah kita mengambil sedikit iktibar dari cerita ini?
Marilah kita jauhi permusuhan yang meleraikan silaturrahim antara kita,
janganlah berdendam kerana dendam itu tidak membawa kedamaian..
saling hormat menghormati dan bersatu padulah kita agar syiar Islam dapat diteruskan dan
digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..
InsyaAllah..
‘Perumpamaan orang beriman yang berkasih sayang, dan saling rahmat merahmati
dan di dalam kemesraan sesama mereka adalah seperti satu tubuh, apabila satu
anggota mengadu sakit, maka seluruh tubuh akan turut merasainya.
Hikayat Abu Nawas – Kisah Enam Ekor
Lembu yang Pandai Bicara
Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke
Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di
hadapan Sultan,Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas,
aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah
engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku
penggal lehermu.
Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah
kau Abu Nawas!”
Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk
berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah,
sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu
kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.
Ia segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda,
hari ini hari apa?”
Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang
menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab
dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja
kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-
Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”
Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin
tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot.
Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk
dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot
yang pandai bicara itu?”
Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu,
“Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”
“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.
Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-
beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari
apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah
mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai
bicara itu, Tuanku.”
Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman.
Maka Sultan pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.
PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua
orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya
perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau
ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun
berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu
terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi
bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang
itu, “Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba
tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah
didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu
baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya,
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata
orang tua itu, “Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata
Bedawi itu, “Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini?
Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam.”
Maka kata orang tua itu kepada istrinya, “Pergilah diri dahulu.” Setelah itu maka
turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata
seberangkan.” Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah
maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka
pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam.
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, “Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka
tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan
orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri
Maka kata perempuan itu kepadanya, “Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu.”
Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah,
setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala
kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan
Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun
berjalanlah keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya
berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, “Daripada hidup melihat hal yang
Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena
dilihatnya sungai itu aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu
diikutnya Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada
maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, “Istri siapa perempuan
ini?”
Maka kata Bedawi itu, “Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba
Maka kata orang tua itu, “Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.”
Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah.
Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah
Maka kata perempuan celaka itu, “Si Panjang inilah suami hamba.”
supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh
Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, “Si Panjang itulah suami hamba.”
Maka kata Masyhudulhakk, “Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan
Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk
perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk,
Maka kata Bedawi itu, “Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.”
Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu
perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di
Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan
laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata
benamya?”
Maka kata orang tua itu, “Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya,
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah
Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh
Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya.
Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi
itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya
Unsur intrinsik :
· Tokoh :
akalnya itu.
supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
ú Maka kata orang tua itu, “Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.
ú Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang
ú Maka kata orang tua itu kepada istrinya, “Pergilah diri dahulu.” Setelah itu maka
ú Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya
perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam
ú Maka kata Bedawi itu, “Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.
ú ….maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, “Si Panjang
· Setting :
ü tempat :
ú tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
ü Suasana :
ú menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
ú Mengecewakan: “Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku
ú Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka
gemparlah.
ü Eksposisi :
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit maka
cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan.
ü Complication :
….serta dilihatnyaperempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan
ü Rising action :
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, “Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka
tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang
bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba.”
ü Turning point :
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka
disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan
berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
ü Ending :
Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan
kebenaran orang tua itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga
perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan
· Poin of View :
ü orang ke-3 :
· Amanat :
ü Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa, dan hanya akan
ü Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu baik untuk kita
Unsur ekstrinsik :
· Nilai religiusitas : kita harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh
Allah. Jangan pernah merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena apa yang te;ah
diberikan Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik untuk kita. Janagn
· Nilai moral :
Janganlah sekali-kali kita memutar balikkan fakta, mengatakan bahwa yang salah itu
benaran.
Sebuah kesalahan pastilah akan mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini diterangkan
bahwa seorang yang melakukan keslahan seperti berbohong maka akan did era
sebanyak seratus kali. (Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan
· Kepengarangan :
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan
diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d.
Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam Volksalmanak
Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan
=======================================================
=======================================================
==================================
SI MISKIN
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari
Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara
dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada
isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si
Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah
yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh
Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki
kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal,
didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk
berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ
Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan
Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian,
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan
Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah
Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan
bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa.
Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya
putra-putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah
terbakar.
pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke
dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera
mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota
pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah
diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat
raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada
oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian,
ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah
perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung
bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan
seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh
2. Alur : Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari
3. Setting/ Latar :
¯ -Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan,
5. Amanat :
¯ Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
¯ Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah
hati.
¯ Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam
hatinya.
¯ Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
2. Nilai Budaya
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan
tanpa rasa pamrih. Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan
=======================================================
=======================================================
==================================
HIKAYAT BUNGA KEMUNING
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-
cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan
sang raja sudah meninggal ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak
sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal.
Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama
Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri
Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning, Baju yang mereka
pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah
tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama,
si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya
ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya.
“Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?” tanya
raja.
“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta
hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri
“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat
dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Tak lama
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering
membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena
sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat
membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman
adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu
dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar
“Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan
sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam
sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para
“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa
untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata Puteri Kuning dengan marah.
“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Puteri Nila. Mereka
meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai
ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puterinya masih
Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain
kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang raja. Raja
memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda
“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan
bajuku yang berwarna kuning,” kata Puteri Kuning dengan lemah lembut.
“Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,”
berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada
Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. “Wahai
adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku
“Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya
berbuat baik!” kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu.
meninggal.
“Astaga! Kita harus menguburnya!” seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai
mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut
mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi. Sewaktu raja
mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya
pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan
berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. “Aku ini ayah
yang buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan
di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran
melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat
berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi!
Kemuning.!” kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan
rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit
kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih
memberikan kebaikan.
=======================================================
================
ABU NAWAS DAN LELAKI KIKIR
Syahdan,disuatu masa hidup seorang laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia
mempunyai sebuah rumah yang cukup besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama
seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya
abu nawas : “salam juga untukmu hai orang asing,ada apa gerangan kamu
sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
ayam,jantan dan betina,lalu buatkan kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor
kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu.mereka membuat keributan dan
abu nawas : “( sambil tersenyum ) kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan
pertama kali,ia tak berani membantah,karena ingat reputasi abunawas yang selalu
abu nawas : “bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai aku.saat ini adalah saat paling
parah selama aku tinggal dirumah itu.rumahku sekarang sangat mirip pasar
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin ayam,bebek dan sekarang kambing.apa
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau dari kambing dan suara embikannya
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
si lelaki : “syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang
dan tidak terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas : “kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
dan kandangnya sudah tidak ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga
menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas
sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai sekarang kau harus lebih
banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit
bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan jangan banyak mengeluh.”
yang dilegalisir oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin
Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan
Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada beruang. Suatu hari Baginda
Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia tidak berani menolak perintah
Baginda.
“Tahukah mengapa engkau aku panggil?” tanya Bagla tanpa sedikit pun
senyum di wajahnya.
“Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan Hutan masih jauh
dari sini. Kau kuberi kuda yang lambat Sedangkan aku dan pengawal-
kita harus menghindarinya dengan cara kita masing masing agar pakaian
Baginda akan menjebaknya, la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas
para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda segera
lambat Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas
tidak basah. Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa
Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin
hari ini lebih deras daripada kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung
basah kuyup karena kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan
kencang
Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba tempat peristirahatan
Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba
dengan pakaian yang basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian
yang tetap kering Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup lagi
tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kudamu yang lamban ini.” kata
Baginda.
berjalan menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar
Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan
seekor burung jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada
burung jantan tentang keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan
mengatakan bahwa Sri Rama tak bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia
yang memiliki empat istri namun bisa menjaganya. Tersinggunglah Sri Rama
mendengar perkataan burung itu. Kemudian, Sri Rama memohon pada Dewata
Mulia Raya agar memgutuk burung itu menjadi buta hingga tak dapat melihat istri-
istrinya lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata Mulia Raya.
Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor
bangau yang sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu.
Maharaja Rawana. Sri Rama merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita
bangau itu. Sebagai balas budi, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk
membuat leher bangau menjadi lebih panjang sesuai dengan keinginan bangau.
Namun, Sri Rama khawatir jika leher bangau terlalu panjang maka dapat dijerat
orang.
Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama
kemudian datanglah seorang anak yang hendak mengail. Tetapi, anak itu melihat
bangau yang sedang minum kemudian menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri
Rama dan Laksamana bertemu dengan anak itu dan membebaskan bangau dengan
mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak
panah agar dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu,
Laksamana membawanya pada Sri Rama. Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata
air itu busuk. Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke tempat sumber
air dimana Laksamana memperolehnya. Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu
berlinang-linang. Sri Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar
yang mati di hulu sungai itu. Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan
Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat
sayapnya dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai
Jentayu seperti itu. Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang
lalu memberikan cincin yang dilontarkan Sita Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat
berperang dengan Maharaja Rawana. Kemudian, cincin itu diambil oleh Sri Rama.
Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin istrinya, Sita Dewi.
Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi menyeberang ke negeri Langka
Puri, Sri Rama tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung
bernama Gendara Wanam. Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang
bernama Dasampani sedang bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu mengetahui
bahwa dirinya akan segera mati. Setelah Jentayu selesai berpesan, ia pun mati.
Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia
tempat itu. Lalu ia kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama
bahwa ia tidak dapat menemukan tempat sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri
Rama menyuruh Laksamana untuk menghimpun semua kayu api dan
meletakkannya di tanagn Sri Rama. Lalu diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu
api itu dan di bakar oleh Laksamana. Beberapa lama kemudian, api itu padam.
Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya tidak terluka bakar
bukti: Para patik Sri Rama berani berkorban nyawa demi membantu Sri Rama yang
sedang kesulitan mencari Sita Dewi. Mereka bakti akan perintah Sri Rama dengan
Alur: Maju
bukti: Sri Rama mencari Sita Dewi yang dibawa lari oleh Maharaja Rawana. Dia berhasil
menemukan petunjuk tentang keberadaan Sita Dewi saat bertemu dengan Jentayu.
Tokoh:
Setting/latar cerita
bukti: Sri Rama terharu melihat kesetiaan Jentayu atas pengabdiannya menolong Sita
Dewi.
Sudut pandang: menggunakan orang ketiga sebagai pelaku utama
Amanat: hargailah pengorbanan seseorang yang telah rela mati demi menbantu kita
Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular (Balas Budi)
Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia dikenal
takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu,
menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan
petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan
nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang
senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba
menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya)
membawa tongkat.
“Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka menolong.
Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang
mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya.
Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya
dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon,
kabulkanlah permintaan saya ini.”
“Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah mulutku kubuka,
kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keculasan.
Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali
lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya sekira-kira
dapat untuk ular itu masuk.
Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia
menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa
ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak
berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu
aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu mengira
sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat
dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna.
Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara
makhluk hidup dan benda mati.”
“Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang
tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu
dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan
jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu
mengancam.
“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan
kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah
aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong
terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang
tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.
Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa
pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku,
izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon
tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.”
Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap,
“Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini
dan menyelamatkanku.”
Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang
ular: “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu.
Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.”
Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik
rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu
dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk
mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya
beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya
ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya
musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga berujar,
“Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?”
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku
kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka atas
izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang
menyelamatkanmu.”
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi
pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.”
Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:
“Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia
pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena
prilakunya yang jahat.”
Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan
selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa
sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya
dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-
senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu
banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu
mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan
menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan
uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia
memaksaku untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.
Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa,
suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang
untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun
lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak
sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan
bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari
penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid,
Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.
Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun
memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian
yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan
khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul
Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan
selama burung masih berkicau.
Apresiasi unsur intrinsik
2. Perwatakan tokoh :
a) Si Kakek : Baik hati, pandai, taat, terlalu mudah percaya pada siapapun, suka menolong
dan pasrah.
- Baik Hati : Dia rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya sendiri.
- Pandai : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
- Taat : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu,
menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang.
- Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang dia
endiripun tahu jika itu dapat membunuhnya.
- Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang
hendak kamu bunuh?
- Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik.
b) Ular : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
- Licik : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu
bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
- Jahat : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan
hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.
- Suka berbohong : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi ternyata dia juga
mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
- Tidak tahu balas budi : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya berterima kasih, ular
itu malah mau membunuh kakek.
- Baik hati : Dia ada disaat yang tepat. Saat kakaek akan dibunuh oleh ular itu.
- Suka menolong : Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru
penyelamat untuknya.
Unsur Ekstrinsik
1) Nilai Moral : Kita dapat belajar bahwa menolong orang itu memang baik, namun kita
juga harus memikirkan pula tentang akibat dari pertolongan kita itu.
2) Nilai Pendidikan : Kita dapat belajar bahwa perbuatan baik juga akan mendapatkan balasan yang
baik pula.
3) Nilai Religius : Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
4) Nilai Sosial : Menolong sesama yang membutuhkan adalah hal yang baik, apalagi bila
memang sedang membutuhkan pertolongan.
5) Nilai Budaya : Budaya tolong-menolong antara kiat memang harus selalu diterapkan
dimanapun dan kapanpun.
6) Nilai Estetika : Hubungan antar umat manusia yang saling tolong-menolong dan
pertolongan Allah yang terkadang tak terduga.
UNSUR INSTRINSIK :
Alur : Maju
Tahapan Alur:
Pengenalan :
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang dari
keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si
Miskin.(Pada paragraph 1)
Muncul Konflik :
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan
menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.(Pada paragraph 7)
Ketegangan :
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati
yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar.(Paragraf
10)
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin.
Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka
mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu
oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi
isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.(Paragraf 11)
c. Tritagonis : Marakarmah
4. Perwatakan :
terpengaruh.
Bukti :
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyhurkan kerajaan Puspa
Sari….(Paragraf 7)
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati
yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
Bukti :
Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah
(anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih saying.
Maharaja Indera Dewa (raja Antah Berantah) : Iri hati, jahat, licik.
Bukti :
...menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
(paragraph 7)
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah
dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagiorangtuanya. (Paragraf 8)
Bukti :
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati
yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
Marakarmah : Patuh pada orangtua, bijaksana.
Bukti :
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati
yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.(Paragraf 9)
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan
kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti
dahulu kala.Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja
Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani). (Paragraf 15)
Bukti :
Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan
terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. (Paragraf 12)
Bukti :
Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah
perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai
Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela. (Paragraf 12)
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga.
(Paragraf 13)
Bukti :
Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut….
(Paragraf 12)
5. Setting/ Latar :
Setting Tempat :
..... dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri
Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. (Paragraf 2)
- Di hutan,
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin.
(Paragraf 11)
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain.
(Paragraf 4)
Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu
berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya
diberi nama Puspa Sari.(Paragraf 6)
- Di lautan,
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa
yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. (Paragraf 12)
Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan
terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. (Paragraf 12)
- Di kapal,
Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah
kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke
laut….(Paragraf 12)
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu
Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi r aja di
Palinggam Cahaya. (Paragraf 16)
b. Setting Suasana :
Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai
penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. (Paragraf 2)
Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin
menghadap raja memohon mempelam.(Paragraf 4)
Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak,
kemudian dilemparkan ke laut.(Paragraf 11)
- Bahagia,
Setelah genap bulannya kandungan itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama
Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih saying.(Paragraf 5)
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah
tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya.
Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu
berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya
diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama
Nila Kesuma.(Paragraf 6)
- Menyedihkan,
Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu
malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. (Paragraf 2)
Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.(paragraf 2)
6. Sudut Pandang Pengarang : Orang ketiga, karena pengarang hanya berperan sebagai
. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. (Paragraf 3)
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah
tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya.
(paragraf 6)
8. Amanat :
- Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
- Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
Nilai Moral
- Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa
rasa pamrih.
- Jangan mudah iri kepada orang lain, karena hal tersebut dapat mendorong kita untuk berbuat hal
yang tidak baik.
Nilai Budaya
Nilai Sosial
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa
rasa pamrih.
- Seorang pemimpin harus memiliki sikap adil dan pemurah kepada rakyatnya.
HIKAYAT BUNGA KEMUNING
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri
yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana.
Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak
mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal
dunia ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja
diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan
nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar
dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi
diantara mereka.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka
sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar
menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang
rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri
Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat
kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan
mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya,
rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga
rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap
berkeras mengerjakannya.
Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri
itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah.
"Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!" teriaknya.
Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-
minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat
sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya." Biarlah anak-anakku kukirim
ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!" Maka ia pun
mengirimkan puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja
sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan
Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.
Suatu hari raja hendak pergi jauh. Ke-9 puterinya meminta oleh-oleh yang mewah, namun
Puteri Kuning hanya memint ayahnya kembali dengan selamat.
Ketika sang raja pulang, ia memberi Puteri Kuning sebuah kalung batu hijau. Puteri Hijau
merasa cemburu, ia bersama saudaranya yang lain memukul kepala Puteri Kuning hingga ia
meninggal. Tanpa sepengetahuan orang-orang istana, ke-9 puteri mengubur Puteri Kuning.
Mengetahui puteri bungsunya hilang, sang raja mencarinya, namun pencariannya tak
membuahkan hasil.
Suatu hari tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning.Karena tanaman tersebut
nampak seperti Puteri Kuning, maka sang raja menamainya PUNSUR INTRINSIK
Bukti : karna dalam cerita ini tidak menceritakan tentang masa lalu.
Latar/setting :
1. Latar tempat :
Kerajaan (bukti: hikayat ini mengisahkan tentang kerajaan jaman dahulu.)
Taman (bukti : tanpa ragu, putri kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu.)
Danau (bukti : ketika sang raja tiba di istana kesembilan putrinya masih bermain di danau.)
Teras istana (bukti : sementara putri kuning sedang merangkai bunga di teras istana.)
3. Latar suasana : Sedih (bukti: berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang
berhasil menemukan Putri Kemuning. Raja sangat sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya.)
Tokoh:
Karaker tokoh-tokoh
1. Raja :
Bijaksana (bukti: sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana)
Penyayang (bukti: sang raja sangat menyayangi anak-anaknya)
2. Putri kuning :
Baik hati (bukti: karna para inang sibuk untuk menuruti permintaan kakak-kakaknya, taman menjadi
tidak ada yang membersihkan. Tapi dengan senang hati putri kuning mau membantu membersihkan
taman.)
Penyabar (bukti: “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan
sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Putri kuning diam saja dan menyapu
sampah sampah itu.)
Ramah (bukti: Sebaliknya ia selalu riang dan tersenyum ramah kepada siapa pun.)
3. Puteri Hijau : Jahat, mudah iri (bukti: Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung
barunya. "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku
adalah Puteri Hijau!" katanya dengan perasaan iri)
4. Kakak-kakak putri kuning : Nakal, manja, jahat. (bukti: sering membentak inang pengasuh dan
menyuruh pelayan agar menuruti mereka, merampas kalung putri kuning, menangkap dan memukul
kepala putri kuning sampai putri kuning meninggal dan menguburnya tanpa memberitahu ayahnya
(raja).
Amanat :
-Berlaku baiklah kepada sesama saudara kita
-Berfikirlah terlebih dahulu ketika kita akan bertindak
UNSUR EKSTRINSIK
Nilai Sosial
“Sesungguhnya rahmat Allah Swt amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”(QS. Al-A’raf:
56)
“Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang bepergian) dan
hamba sahayamu (pembantu).” (QS. An-Nisa [4]: 36).
“Balaslah perbuatan buruk mereka dengan yg lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka
sifatkan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 96)
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman [55]: 60).
“Mereka itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka dan mereka menolak
kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka,
mereka nafkahkan.”(QS. Al-Qashash [28]:54)
“Siapa yang datang membawa kebaikan, baginya pahala yang lebih baik daripada kebaikannya itu;
dan siapa yang datang membawa kejahatan, tidaklah diberi balasan kepada orang-orang yang telah
mengerjakan kejahatan itu, melainkan seimbang dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (SQ. Al-
Qashash [28]:84)
ِ َض ُز ْل ِزل
ت ِإ َذا ُ ( ِز ْلزَ الَ َها ْاْل َ ْر1) ت ِ ض َوأ َ ْخ َر َج ُ ( أَثْقَالَ َها ْاْل َ ْر2) سانُ َوقَا َل ِ ْ ( لَ َها َما3) ِّث َي ْو َمئِذ
َ اْل ْن َ ( أ َ ْخ َب4) لَ َها أ َ ْو َحى َربكَ ِبأَن
ُ ارهَا ت ُ َح ِد
(5) صد ُُر َي ْو َمئِذْ اس َي ُ ( أ َ ْع َمالَ ُه ْم ِلي َُر ْوا أ َ ْشت َاتًا الن6
( يَ َرهُ َخي ًْرا ذَرة مِ ثْقَا َل يَ ْع َم ْل فَ َم ْن7) ( يَ َرهُ ش ًَّرا ذَرة مِ ثْقَا َل يَ ْع َم ْل َو َم ْن8)
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi
begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah
memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam
keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan
mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah: 1-8)
( يَ َرهُ َخي ًْرا ذَرة مِ ثْقَا َل يَ ْع َم ْل فَ َم ْن7) ( يَ َرهُ ش ًَّرا ذَرة مِ ثْقَا َل يَ ْع َم ْل َو َم ْن8)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula.“
عمِ لَتْ َما نَ ْفس ُكل ت َِج ُد يَ ْو َم َ ْعمِ لَتْ َو َما ُمح
َ ض ًرا َخيْر مِ ْن ُ بَعِيدًا أ َ َمدًا َوبَ ْينَهُ بَ ْينَ َها أَن لَ ْو ت ََود
َ سوء مِ ْن
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga)
kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang
jauh.“ (QS. Ali Imran: 30).
Nilai Moral
Nilai Budaya
Sopan dan santun kepada orang tua, Pada jaman dahulu tentang pemberian nama putri atau putra.
Gaya Bahasa :
Majas metafora : Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau,
bunganya putih kekuningan dan sangat wangi!
Majas ironi : "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku”
Majas Paradoks : Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit
berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada
siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra karya prosa lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng
maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kephalawanan seseorang, lengkap dengan
keanehan, kekuatan/ kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama
Ciri-ciri Hikayat :
1. Anonim : Pengarangnya tidak dikenal
2. Istana Sentris : Menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan istana/ kerajaan
3. Bersifat Statis : Tetap, tidak banyak perubahan
4. Bersifat Komunal : Menjadi milik masyarakat
5. Menggunakan bahasa klise : Menggunakan bahasa yang diulang-ulang
6. Bersifat Tradisional : Meneruskan budaya/ tradisi/ kebiasaan yang dianggap baik
7. Bersifat Didaktis : Didaktis moral maupun didaktis religius (Mendidik)
8. Menceritakan Kisah Universal Manusia : Peperangan antara yang baik dengan yang buruk, dan
dimenangkan oleh yang baik
9. Magis : Pengarang membawa pembaca ke dunia khayal imajinasi yang serba indah