You are on page 1of 25

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PERENCANAAN


LABA”

OLEH

EDI FAHRUDIN 1707611001


IQRAM 1707611002
KADEK UPAWITA CANDRA PERTIWI 1707611004

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
1. Pengertian dan Tujuan Analisis CVP
Analisis Cost Volum Profit (CVP) atau analisis biaya volume laba, merupakan
suatu analisis yang dilakukan dalam tahap perencanaan untuk menentukan berapa volume
barang yang harus dijual untuk mencapai suatu tingkatan laba tertentu. Untuk melakukan
analisis CVP ini semua biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan harus dibedakan
menjadi biaya tetap dan biaya variable. Penggolongan biaya periode dan biaya produk
tidak relevan untuk analisis ini.
Dalam konteks CVP biaya variable adalah biaya total yang akan meningkat atau
menurun secara proporsional sesuai dengan unit barang yang dijual, sedangkan biaya
tetap adalah total biaya yang tidak akan berubah berapapun jumlah barang yang dijual
perusahaan, selama masih berada dalam suatu kapasitas tertentu
Karena pengelompokkan tersebut maka format laporan laba rugi yang dibutuhkan
juga berbeda. Format laporan laba rugi yang dibutuhkan dalam hal ini adalah laporan laba
rugi yang membedakan biaya menjadi boaya tetap dan biaya variable, bukannya biaya
periode dan biaya produk. Laporan laba rugi tersebut dinamakan sebagai laporan laba
rugi dengan format direct costing atau variable costing. Bentuk format dari laporan laba
rugi tersebut adalah

Pendapatan xxx

Biaya Variabel xxx

Margin Kontribusi xxx

Biaya tetap xxx

Laba Operasi xxx

2. Rumus Perhitungan Cost Volum Profit


Dari format tersebut terlihat bahwa tiga unsur pertama yaitu, penjualan, biaya
variabel, dan margin konstribusi semuanya bersifat variabel. Artinya semakin banyak unit
yang terual maka penjualan, total biaya variabel dan konsekuensinya total margin
kontribusi akan meningkat dan sebaliknya. Dengan demikian, bila perusahaan dapat
memaksimalkan margin konstribusimya maka otomatis laba perusahaan juga akan
maksimal karena biaya tetap tidak akan berubah. Namun jika perusahaan hanya dapat
menjual sejumlah unit tertentu yang menyebabkan total konstribusi marjinnya sama
dengan total biaya tetap, maka perusahaan dikatakan dapat mencapai titik impas atau
break even point.
Dari format laporan laba rugi direct costing tersebut dapat dibuat rumus untuk mencari
titik impas sebagai berikut :

Titik Impas (Break Even Point) = Total Biaya Tetap / (Harga Jual Per Unit – Biaya Variabel per
Unit

Dalam perencanaan laba, perusahaan tentu saja tidak akan puas hanya mencapai
titik impas, perusahaan tentunya ingin mendapatkan keuntungan. Target keuntungan
perusahaan biasanya bersifat absolut dan berperilaku seperti biaya tetap, misalkan target
keuntungan perusahaan Rp 500.000.000 atau Rp 1.000.000.000. jika demikian keadannya
maka rumus untuk menghitung berapa besarnya unit yang harus dijual perusahaan untuk
mendapatkan suatu keuntungan tertentu adalah :

Unit Terjual untuk Mencapai Keuntungan Tertentu = (Total Biaya Tetap + Target Keuntungan) /
(Harga Jual per Unit – Biaya Variabel per Unit)

Dari rumus tersebut terlihat bahwa untuk mendapatkan suatu tingkat keuntungan
tertentu, maka jumlah target unit yang harus dijual perusahaan tidak hanya menutupi biaya
tetap saja, namun juga harus mencapai tingkat keuntungan perusahaan. Variasi dari rumus ini
adalah apabila terdapat tingkat pajak tertentu yang akan dikenakan perusahaan. Jika demikian
keadaannya maka rumus tersebut akan dimodifikasi menjadi :
Unit Terjual untuk Mencapai Keuntungan Tertentu = (Total Biaya Tetap + Target Keuntungan
Sebelum Pajak) / (Harga Jual per Unit – Biaya Variabel per Unit)

Tingkat keuntungan sebelum pajak diperoleh dengan rumus :

Tingkat Keuntungan Sebelum Pajak = Tingkat Keuntungan Setelah Pajak / (1-Tingkay Pajak)

Jika yang diinginkan adalah perhitungan target penjualan bukan dalam unit, namun dalam
rupiah maka rumus yang akan dipakai adalah :
Target Rupiah Terjual = (Total Biaya Tetap + Target Keuntungan) / (Rasio Marjin Konstribusi)

Rasio Margin Konstribusi = (Harga Jual per Unit – Biaya Variabel per Unit)/ Harga Jual per Unit
3. Contoh Soal Perhitungan CVP
Misalkan PT X sedang melakukan perencanaan laba. Informasi yang dapat dikumpulkan
adalah sebagai berikut :
 Harga jual per unit adalah Rp 500
 Biaya variabel per unit adalah Rp 250
 Total biaya tetap Rp 10.000.000
 Total target keuntungan setelah pajak adalah Rp 15.000.000
 Tarif pajak 25%

Dari informasi tersebut, dengan mempergunakan rumus yang telah dibahas, maka
titik impas perusahaan adalah Rp 10.000.000 / (Rp 500 – Rp 250) = 40.000 unit.
Sedangkan untuk menghitung untit terjual untuk mencapai tingkat keuntungan Rp
15.000.000 setelah pajak, perusahaan harus terlebih dahulu menghitung tingkat
keuntungan sebelum pajak yaitu Rp 15.000.000/(1-25%) = Rp 20.000.000. angka tersebut
akan dipakai untuk menghitung target unit yang harus dijual yaitu Rp 20.000.000 / (Rp
500- Rp 250) = 80.000 unit

Setelah angka 80.000 unit tersebut diperoleh angka tersebut tidak dapat
langsungdimasukkan sebagai target penjualan perusahaan untuk tahun depan. Pertama
angka tersebut akan diperbandingkan dengan kapasitas produk perusahaan, apakah
kapasitas produk dapat memenuhi target penjualan sebanyak 80.000 unit tersebut. Jika
kapasitas produk perusahaan kurang dari itu maka asumsi-asumsi penyusunan CVP harus
diperbaiki misalnya peningkatan harga jual, penambahan kapasitas produk, outsourcing
dan sebagainya. Selain kapasitas produk, hal lain yang harus dipertimbangkan adalah
tingkat permintaan dari produk tersebut, dalam hal ini apakah pasar dapat menyerap
target penjualan tersebut. Jika tingkat permintaan maksimal di pasar hanya 75.000 unit
maka sekali lagi perusahan harus mengubah asumsi awal mereka, misalkan pengurangan
biaya tetap, penambahan biaya iklan dan seterusnya. Angka yang dapat dipakai sebagai
target penjualan tahun depan adalah angka yang sesuai dengan kapasitas produksi
perusahaan dan diperkirakan dapat diserap pasar.
4. Analisis CVP Untuk Lebih dari Satu Jenis Produk
Semua ilustrasi diatas mengasumsikan bahwa produk yang dihasilkan hanya satu jenis.
Bagaimana jika perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis peoduk bahkan bisa jadi
puluhan atau ratusan jenis produk. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Apakah produk tersebut diproduksi atau dijual dengan mempergunakan kapasitas
yang sama ? jika antara satu produk dengan produk lain dihasilkan dari fasilitas yang
berbeda, maka analisis CVP dapat dilakukan secara terpisah untuk masing-masing
produk
2. Jika produk-produk yang dihasilkan berasal dari fasilitas yang sama, maka harus
dilihat lagi, apakah produk-produk tersebut memiliki marjin konstribusi per unit yang
sama. Jika produk-produk tersebut memiliki konstribusi marjin yang sama maka
analisis CVP dapat dilakukan seolah-olah produk-produk tersebut tersebut merupakan
satu produk
3. Jika produk-produk yang dihasilkan berasal dari fasilitas yang sama, namun memiliki
marjin konstribusi per unit yang berbeda-beda, maka yang dapat dilakukan adalah
melakukan alokasi biaya untuk masing-masing produk tersebut, lalu melakukan
analisi CVP untuk masing-masing produk secara terpisah. Namun, cara seperti ini
tidak disarankan karena biasanya perusahaan mengalami kesulitan untuk
mengalokasikan biaya secara akurat pada masing-masing produknya. Karena itu, cara
yang disarankan adalah menggabungkan marjin konstribusi per unit dari masing-
masing produk berdasarkan target baruan penjualan dari masing-masing produk.
Hasilnya adalah rata-rata tertimbang dari marjin konstribusi untuk kesemua produk
tersebut (weighted average contribution margin).

Tabel berikut ini memberikan contoh cara perhitungan Weighted Average Contribution
Margin :
Per Unit Target
Produk Harga Biaya Margin Bauran Proporsi
Jual Variabel Konstribuasi Penjualan
A 1.000 300 700 6.000 0,6 420
B 2.000 800 1.200 3.000 0,3 360
C 2.500 1.200 1.300 1.000 0,1 130
Weighted Average Constribution Margin 910
Setelah angka tesebut diperoleh, maka analisis CVP dapat dilakukan dengan
rumus seperti yang telah dibahas sebelumnya. Misalkan total biaya tetap perusahaan
adalah Rp 18.200.000, maka jumlah total unit barang yang harus dijual adalah Rp
18.200.000/910 = 20.000 unit. Dari total penjualan tersebut 12.000 unit (60%)
merupakan target penjualan produk A, 6.000 unit (30%) merupakan target penjualan
produk B dan 2.000 unit (20%) merupakan target penjualan produk C.

Bagimana jika perusahaan memproduksi puluhan atau ratusan produk. Dalam hal
ini, perusahaan harus mengelompokkan produk tersebut berdasarkan kesamaan marjin
konstribusi per unitnya. Biasanya produk-produk yang memiliki kesamaan marjin
konstribusi adalah produk-produk yang berasal dari satu lini produk walaupun
keadaannya tidak selalu begitu. Jika memang produk-produk yang berasal dari satu lini
produk memiliki marjin konstribusi per unit yang sama atau hamper sama, maka produk-
produk tersebut bisa digabungkan dan dianggap sebagai satu jenis produk tersendiri.
Dengan cara ini, maka diharapkan jumlah kelompok yang dipakai untuk analisis CVP
dapat dikurangi.

5. Identifikasi Biaya Variabel dan Biaya Tetap


Masalah tersulit dalam analisis CVP adalah membagi semua biaya-biaya yang
dikeluarkan perusahaan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Analisis CVP tidak
mengenal jenis biaya lain, seperti biaya semu variabel, step cost, dan sebagainya. Jadi
sekali lagi, semua biaya yang dikeluarkan perusahaan semuanya harus dikelompokkan
menjadi biaya tetap maupun biaya variabel. Masalahnya tidak semua biaya dapat
diklasifikasikan dengan mudah menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Seringkali banyak
biaya perusahaan yang tidak dapat diklasifikasikan menjadi baya tetap dan biaya variabel.
Kelompok pertama adalah biaya yang sering disebut sebagai mixed costs. Contoh
biaya ini adalah biaya listrik, air, telepon dimana biaya-biaya tersebut memiliki unsur
biaya tetap dan biaya variabel. Untuk biaya seperti ini maka unsur biaya tetap dan biaya
variabel harus dipisahkan. Cara-cara untuk memisahkan kedua sifat biaya tersebut antara
lain dapat mempergunakan high-low point method atau pemisahan secara statistic.
Disarankan untuk melakukan pemisahan secara statistic karena pemisahan berdasarkan
high-low point method tidak akan menghasilkan angka pemisahan yang akurat
Kelompok biaya kedua adalah biaya-biaya yang memang tidak dapat
dikelompokkan sebagai biaya tetap ataupun biaya variabel. Dalam pembahasan
sebelumnya dikatakan dalam analysis CVP biaya variabel adalah biaya yang secara total
akan meningkat atau menurun secara proporsional sesuai dengan jumlah unit yang
terjual. Karena itu, jika terdapat biaya yang angkanya berubah-ubah namun perubahan
tersebut tidak proporsional dengan unit terjual, maka biaya tersebut dapat dikatakan
sebagai biaya variabel. Contohnya misalkan ada sebuat took roti yang akan melakukan
analisis CVP. Dalam analisis CVP nya, took tersebut memperkirakan bahwa setiap hari
sabtu dan minggu karyawab akan melakukan lembur selama dua jam. Dalam hal ini,
biaya lembur bukan merupakan biaya variabel karena biaya lembur akan meningkat atau
menurun sesuai dengan jumlah jam lembur. Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa
setiap jam lembur akan menghasilkan tingkat penjualan roti yang sama, karena itu biaya
lembur bukan merupakan biaya variabel. Karena dalam analisis CVP hanya ada dua
golongan biaya maka biaya lembur tersebut akan dimasukkan dalam kategori biaya tetap.
Dengan demikian definisi biaya tetap dalam analysis CVP ada;ah semua biaya-biaya
yang dikeluarkan perusahan yang tidak dapat dikategorikan sebagai biaya variabel
Masalah lain yang timbul adalah rumus CVP menyatakan bahwa biaya variabel
harus dinyatakan secara per unit dan tidak dapat dinyatakan dalam bentuk total. Misalkan
dalam contoh toko roti terseb untuk membuat roti dibutuhkan berbagai bahan baku
termasuk air. Biaya air untuk membuat roti merupakan biaya variabel karena makin
banyak roti yang dibuat makin banyak air yang dipakai dan kenaikannya adalah
proporsional. Masalahnya adalah jika perusahaan ingin memperlakukan biaya air sebagai
biaya variabel maka perusahaan harus dapat menghitung berapa biaya air untuk satu roti.
Jika jenis roti yang dihasilkan perusahaan cukup banyak, maka perhitungan biaya air per
unit roti menjadi cukup sulit untuk dilakukan. Jika toko roti tersebut tidak menghitung
biaya biaya air per unit roti dan hanya memiliki informasi mengenai angka total biaya air
maka biaya air untuk pembuatan roti tersebut, meskipun sebenarnya bersifat variabel
terpaksa akan dimasukkan dalam kelompok biaya tetap dari penjelasan tersebut terlihat
bahwa dalam analisis CVP banyak biaya dalam kelompok biaya tetap bukan merupakan
biaya tetap seperti pada definisi awal
6. Ilustrasi Analisis CVP dengan Identifikasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel
PT Jaja Marja adalah sebuah perusahaan yang mengelola jalan tol. Luas jalan tol
yang dikelola adalah 80 Km. jalan tol ini merupakan jalan tol dalam kota sehingga tariff
yang dibeban pada setiap kendaraan tidak tergantung dari jarak. Untuk satu kali masuk
setiap kendaraan sedan akan dibebani biaya sebesar Rp 8.000, sedangkan kendaraan jenis
truk akan dikenakan tariff Rp 10.000 Untuk mengoperasikan jalan tol diperlukan
sebanyak 12 orang petugas tol dengan gaji sebesar Rp 2.000.0000 per bulan. Pada jam-
jam sibuk diperlukan petugas tol lebih banyak sehingga diperkirakan setiap hari senin
sampai jumat adalah perusahaan akan memberikan total lembur sebanyak 10 jam
perharinya. Upah lenbur yang dibayarkan adalah Rp 20.000 per jam. Diluar petugas tol,
PT. Jaja Marja juga memilikidireksi dan karyawan berjumlah 30 orang dengan total biaya
gaji Rp 120.000.000 per bulannya. Selain itu PT Jaja Marja juga mengeluarkan biaya
pemeliharaan jalan sebesar Rp 4.000.000 per kilometer per tahun.
Besarnya biaya penyusutan jalan per tahunnya adalah Rp 300.000.000. selain itu
untuk melakukan penerangan jalan dimalam hari diperlukan listrik sebesar 20.000 Kwh
per bulan. Biaya listrik per Kwh adalah Rp 1.000. biaya untuk mencetak buku karcis tol
adalah Rp 100 per lembar dan setipa kendaraan yang memasuki jalan tol akan diberikan
satu lembar karcis. Diluar biaya-biaya diatas perusahaan juga mengeluarkan biaya
administrasi dan umum sebesar Rp 100.000.000 per tahun (semua biaya administrasi
merupakan biaya tetap).
Perusahaan juga merencanakan untuk menyewakan pinggiran tol untuk
pemasangan papan iklan. Terdapat 12 spot yang dapat dipergunakan untuk pemasangan
iklan. Tariff untuk pemasangan iklan adalah Rp 20.000.000 per spot per tahun dan
diperkirakan akan terdapat 10 spot yang dapat disewakan. Untuk membangun papan iklan
tersebut diperkirakan perusahaan akan mengeluarkan biaya sebesar Rp 3.000.000 per
spot. Selain itu, perusahaan juga harus membayar pajak kepada pemerintah daerah
sebesar Rp 1.000.000 per spot, tidak peduli apakah papan iklan tersebut laku atau tidak.
Semua data tersebut merupakan data yang diperkirakan akan terjadi di tahun
20X2. Untuk tahun 20X2 tersebut diperkirakan jumlah kendaraan yang melalui jalan tol
ada;ah 90% kendaraan sedan dan 10% kendaraan truk. Berdasarkan data diatas hitunglah
:
1. Jumlah kendaraan sedan dan truk yang harus melewati jalan tol tersebut agar
perusahaan mencapai titik break even
2. Jumlah kendaraan sedan dan truk yang harus melewati jalan tol tersebut agar
perusahaan mendapatkan keuntungan setelah pajak Rp 50.400.000 per tahun (pajak
yang dikenakan terhadap perusahaan ada;ah 20%)

7. Jawaban Ilustrasi Soal


Tahap pertama untuk melakukan analisis CVP adalah menentukan mana biaya
yang dikelurkan perusahaan merupakan biaya tetap dan mana yang merupakan biaya
variabel. Dalam hal ini biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan hanya satu yaitu
biaya pencetakan karcis karena biaya karcis merupakan satu-satunya biaya yang akan
meningkat atau menurun secara proporsional sesuai dengan jumlah kendaraan yang
memasuki jalan tol. Semua biaya lainnya merupakan biaya tetap, dengan perkiraan total
biaya sebesar :

Biaya Gaji Petugas tol (12 orang x Rp 2.000.000 x 12 bulan) 288.000.000

Biaya Lembur Petugas Tol (10 jam x 5 hari x 52 minggu x Rp 20.000) 52.000.000

Biaya Gaji (diluar petugas tol) 120.000.000

Biaya Pemeliharaan (80 kilometer x Rp 4.000.000 320.000.000

Biaya Peyusutan 300.000.000

Biaya Listrik (20.000 Kwh x Rp 1.000 x 12 bulan) 240.000.000

Biaya Administrasi dan Umum 99.980.000

Biaya Pajak Iklan (Rp 1.000.000 x 12) 12.000.000

Biaya Pembangunan Papan Iklan (Rp 3.000.000 x 10) 30.000.000

Penerimaan Pendapatan Iklan 200.000.000

Total Biaya Tetap (Netto) 1.261.980.000


Karena perusahaan memiliki dua jenis produk dengan dua marjin konstribusi yang
berbeda, maka langkah berikutnya adalah menghitung rata-rata tertimbang dari marjin
konstribusi kedua produk tersebut, yaitu :
Marjin Bauran
Konstribusi
Mrjin Konstribusi 7.900 90% 7.110
Marjin Konstribusi Truk 9.900 10% 990
Total Rata-rata Tertimbang Marjin Konstribusi 8.100

Berdasarkan kedua perhitungan tersebut dapat diperoleh besarnya titik impas


perusahaan yaitu Rp 1.261.980.000/ Rp 8.100 = 155.800 yang terdiri dari 15.580
kendaraan truk (10%) dan 140.220 kendaraan mobil (90%).
Untuk menjawab pertanyaan kedua terlebih dahulu harus dihitung besarnya target
keuntungan sebelum pajak, yaitu Rp 504.000.000 /(1-20%) = Rp 630.000.000. untuk
mencapai target keuntungan tersebut maka jumlah kendaraan yang harus lewat jalan tol
adalah (Rp 1.261.980.000 + Rp 630.000.000) / Rp 8.100 = 233.578 kendaraan yang
terdiri dari 23.358 kendaraan truk (10%) dan 201.220 kendaraan mobil (90%)

8. Analisis CVP dalam Ketidakpastian


Analisis CVP dilakukan dalam tahap perencanaan dimana asumsi yang dibuat perusahaan
belum tentu sama dengan kondisi sebenarnya saat rencana tersebut dilaksanakan. Karena
itu unsur ketidakpastian harus dipertimbangkan. Ada tifa cara yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut yaitu :
1. Safety Margin
Safety margin merupakan selisih antara unit yang diperkirakan dapat dijual
perusahaan pada periode analisis dengan unit yang harus terjual untuk mencapai titik
impas. Semakin besar safety margin yang dimiliki perusahaan maka posisi
perusahaan akan semakin aman karena jika terdapat asumsi yang sedikit meleset,
perkiraan posisi perusahaan masih jauh dari titik impas. Sebaliknya jika safety margin
perusahaan rendah maka perusahaan berada dalam posisi rawan karena jika terdapat
asumsi yang meleset maka laba yang diperoleh perusahaan bisa dibawah titik impas
dengan kata lain perusahaan merug
2. Operating Leverage
Operating leverage mengukur besarnya proporsi biaya tetap dibandingkan dengan
total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Semakin tinggi operating leverage berarti
semakin tinggi proporsi biaya tetap dalam perusahaan. Proporsi biaya tetap yang
semakin tinggi akan menambah risiko yang dihadapi perusahaan, karena semakin
tinggi biaya tetap perusahaan maka fluktuasi laba yang diperoleh perusahaan akan
cenderung semakin besar. Rumus untuk meghitung operating leverage adalah total
margin konstribusi dibagi dengan total laba operasi. Jika perusahaan memiliki
operatimg leverage sebesar 5 hal ini berat jika target penjualan perusahaan meleset
sebanyak 1 % maka laba yang diperoleh perusahaan akan meleset sebanyak 5%
3. Analisis Sensitivitas (That if Analysis)
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mencari unsur yang
paling sensitive dalam analisis CVP, yang dimaksud factor yang paling sensitive
adalah fakto yang jika meleset paling memperngaruhi perolehan laba perusahaan.
Misalkan perusahaan menganggap faktoryang paling sensitive adalah harga maka
dalam analisis ini harga akan dinaikkan atau diturunkan sebesar 1% dari rencana
awal, dan dilihat dampaknya terhadap laba yang diperoleh perusahaan. Factor yang
paling sensitive inilah yang harus dijaga perusahaan agar dalam masa pelaksanaannya
tidak meleset dari rencana

9. CVP Dengan Model Activity Based Costing


Dalam hal ini definisi biaya tetap dan biaya variabel akan dikaitkan bukan hanya
terhadap produk namun juga terhadap aktivitas. Dengan konsep activity based costing ini,
biaya variabel hanyalah merupakan biaya variabel dari aktivitas tingkat unit, sedangkan
biaya tetap untuk aktivitas tingkat unit dan juga biaya-biaya dari ringkat aktivitas lainnya
akan dikelompokkan sebagai biaya tetap
10. Kasus Skyview Manor
Latar Belakang
Skyview Manor hanya buka selama musim ski. Perusahaan ini buka pada tanggal
2 Desember dan tutup pada hari terakhir bulan Maret. Pemerintah hanya
memperbolehkan perusahaan ini untuk beroperasi selama 120 hari dalam setahun.
Terdapat 50 kamar di sisi sebelah timur yang tarifnya masing-masing adalah sebesar $15
untuk hunian sendiri dan sebesar $20 untuk hunian ganda. Sisi sebelah barat memiliki 30
kamar yang memiliki pemandangan yang spektakuler. Tarif sewa kamar disisi ini adalah
sebesar $20 dan $25 untuk hunian sendiri dan ganda. Rata-rata tingkat pemakaian kamar
selama musim adalah sebesar 80% (umumnya hotel penuh pada akhir pekan dan rata-rata
sekitar 50 sampai 60 kamar terisi di hari biasa). Rasio antara hunian sendiri dan ganda
rata-rata adalah 2:8.
Hasil operasi untuk tahun lalu ditunjukkan pada Exbihit 1. Tuan Kacheck,
manajer hotel, mengkhawatirkan tentang bulan-bulan off-season yang setiap bulannya
mengalami kerugian dan menguragi laba tinggi yang telah diperoleh dan dilaporkan
perusahaan selama musim ski. Beliau telah merekomendasikan kepada kepada pemilik
hotel, yang telah mengakuisisi hotel pada akhir tahun 1961, bahwa untuk mengurangi
kerugian dari off-season, mereka seharusnya setuju untuk tetap mengoperasikan hotel
untuk sisi sebelah barat selama sepanjang tahun. Beliau memperkirakan bahwa rata-rata
tingkat sewa kamar selama off-season beberapa tahun kedepan adalah sekita 20%-40%.
Kacheck mengestimasikan bahwa untuk mencapai hasil tersebut dari 30 kamar yang
tersedia, diperlukan biaya iklan sebesar $4000 setiap tahun ($500 untuk 8 bulan). Tidak
terdapat kemungkinan perbedaan rasio perbandingan hunian sendiri dan ganda sebesar
2:8. Namun demikian, perusahaan perlu menurunkan harga sewa kamar menjadi $10 dan
$15 untuk hunian sendiri dan ganda.
Gaji manajer dibayar selama 12 bulan. Manajer bertindak sebagai caretaker
fasilitas dan kontrak sebagian besar pekerjaan perbaikan dan pemeliharaan.
Menggunakan sisi sebelah barat tidak akan mengganggu pekerjaan ini, tetapi
diperkirakan akan menyebabkan tambahan $2000 per tahun untuk perbaikan dan
pemeliharaan.
Nyonya Kacheck dibayar sebesar $20 per hari untuk mengawasi para pelayan
hotel dan juga membantu dibagian check-in. Selama musim tersebut beliau bekerja 7 hari
dalam seminggu, karyawan administrasi dan pelayan hotel digaji setiap hari sebesar $24
dan $15. Pajak pendapatan dan tunjangan lain yang diperoleh adalah sebesar 20% dari
gaji. Meskipun beban depresiasi dan pajak properti tidak akan dipengaruhi oleh
keputusan untuk membuka hotel dibagian sisi barat, namun beban asuransi akan
meningkat sebesar $500 untuk tahun tersebut. Selama off-season, diestimasikan bahwa
perusahaan tidak memerlukan pegawai tambahan. Ketika off-season, Nyonya Kacheck
hanya akan dibayar untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Perlengkapan kebersihan dan setengah dari beban lain-lain dibebankan sebagai
biaya langsung dari masing-masing kamar yang disewa. Sedangkan separuh lainnya
dicatat sebagai biaya tetap dan tidak akan berubah selama 12 bulan operasi. Linen juga
disewa dari sebuah supply house dan besarnya biaya tergantung dari banyaknya ruangan
yang disewa. Utilitas mencakup dua hal, yaitu listrik dan telepon. Tidak ada beban listrik
yang harus dikeluarkan ketika perusahaan tidak beroperasi. Sedangkan ketika
perusahaan beroperasi, beban listrik akan tergantung dari penggunaan listrik oleh masing-
masing kamar. Kamar yang ada harus dihangatkan atau didinginkan menggunakan AC.
Tagihan telepon setiap bulan selama musim tersebut adalah sebagai berikut:
80 telepon @ $3.00/bulan $240
Biaya pelayanan dasar 50
$290

Selama off-season, hanya biaya pelayanan dasar yang dibayarkan. Sedangkan


tagihan bulanan sebesar $3.00 yang dibayarkan digunakan untuk mengaktifkan telepon
kamar.

Aspek tambahan yang diusulkan oleh Tuan Kacheck adalah terkait dengan kolam
renang tertutup dan hangat. Beliau percaya bahwa dengan adanya fasilitas tersebut, maka
tingkat sewa kamar perusahaan akan lebih dari 30%. Estimasi yang benar-benar tepat
tidaklah mungkin dilakukan. Meskipun selama musim dingin tingkat penyewaan kamar
tidak akan terpengaruh secara signifikan dengan adanya keputusan untuk menambah
kolam renang indoor, namun kolam renang tersebut akan bermanfaat untuk menghadapi
kompetisi yang ada di industri tersebut. Biaya untuk pengadaan kolam renang adalah
sekitar $40,000. Jumlah ini dapat didepresiasikan selama 5 tahun tanpa adanya nilai sisa
($15,000 dari $40,000 adalah untuk pembelian pelampung dan unit penghangat yang
hanya akan digunakan selama 9 bulan dalam setahun). Biaya lain yang berkaitan dengan
kolam renang adalah gaji lifeguard sebesar $400 per bulan, asuransi tambahan $1,200 dan
biaya penghangatan $1,000 dan biaya perawatan sebesar $1,800. Jika usulan tersebut
disetujui, lifeguard akan diperlukan selama 12 bulan. Namun jika usul tersebut tidak
disetujui, penjaga hanya diperlukan selama 3 bulan musim panas (dari 15 Juni sampai 15
September), dan tidak diperlukan biaya penghangat ruangan.
Pemasalahan

1. Secara rata-rata, berapa banyak kamar yang harus disewakan setiap malam dalam musim
ski supaya hotel mencapai titik breakeven?
2. Hotel penuh terisi pada akhir minggu selama musim ski. Jika seluruh harga kamar
dinaikkan sebesar $5 pada malam-malam akhir minggu, tetapi tingkat occupancy turun
menjadi 72 kamar, bukannya 80 kamar, berapakah nilai profit before taxes yang telah
direvisi, berdasarkan Exhibit 1?
3. Berapa kenaikan contribution margin yang diusulkan per kamar disewa/hari selama off-
season?
4. Untuk setiap alternative dalam kasus, buatlah daftar pengeluaran tahunan yang akan
bertambah atas keputusan yang diambil dari alternatif yang ada, tetapi yang tidak
berhubungan dengan biaya kamar/hari yang disewa.
5. Untuk setiap altenatif, hitunglah tingkat hunian yang diperlukan untuk mencapai titik
breakeven atas tambahan beban tahunan tersebut.
6. Alternatif apa yang Anda rekomendasikan?
7. Evaluasi profitabilitas Hotel sebagai sebuah investasi para pemiliknya. Apakah hal ini
mempengaruhi jawaban Anda untuk Pertanyaan 6?

Pembahasan

1. Secara rata-rata, berapa banyak kamar yang harus disewakan setiap malam dalam musim ski
supaya hotel mencapai titik breakeven?

Kami mengasumsikan bahwa laporan keuangan dalam Exhibit 1 merupakan laporan


keuangan dengan jam operasional hanya pada musim ski.

Jumlah Kamar
50 Kamar Bagian Timur
30 Kamar Bagian Barat
80 Kamar

Jumlah hari : 120 hari

Rata-rata tingkat pemakaian kamar selama musim 80%


Room Night : Jumlah kamar x Jumlah hari x rata-rata pemakaian kamar selama musim ski
: 80 kamar x 120 hari x 80%
: 7680 kamar

Penjabaran sesuai dengan Exhibit 1 (dengan total kamar selama setahun 7.860 kamar)

Total per Year Per Room Cost


Revenue $ 160,800.00 $ 20.46
Expense
- Cleaning Supplies $ 1,920.00 $ 0.25
- Linen Service - Singel Room $ 4,640.00 $ 0.60
- Linen Service - DoubeL Room $ 9,280.00 $ 1.21
- Electricity ($6.360 - $ 1.160) $ 5,200.00 $ 0.68
- Miscelaneous Expense (half) $ 3,657.00 $ 0.48
Total Variable Expense $ 24,697.00 $ 3.22
Contribution Margin 136,103.00 $ 17.72
Fixed Cost
- Salari
Manager $ 15,000.00
Manager's Wife $ 2,400.00
Desk Clerk $ 2,880.00
Maids (four) $ 7,200.00
- Total Salaries $ 27,480.00
- Payroll Taxes and Fringe Benefits $ 5,496.00
- Depreciation $ 30,000.00
- Property Tax $ 4,000.00
- Insurance $ 3,000.00
- Repair and Maintanance $ 17,204.00
- Telephones $ 1,160.00
- Interest on Mortgage(5%interest
rate) $ 21,716.00
- Miscelaneous Expense (half) $ 3,657.00
Total Fixed Expense $ 113,713.00
Profit berfore Federal Income Taxes $ 22,390.00
- Federal Income Taxes (48%) $ 10,747.20
NET INCOME $ 11,642.80

Break Even Point


= Fixed Expense / Contribution Margin Per Unit
= $ 113.713 / $ 17.72
= $ 6.417.22
Note : Untuk Electricity (listrik)
Utilities $6.360
Telephone $290 x 4musim $1.160
Listrik $5.200

Jadi, kamar yang harus disewakan setiap malam dalam musim ski supaya hotel mencapai
titik break even point adalah sebanyak 6.417 kamar.

2. Hotel penuh terisi pada akhir minggu selama musim ski. Jika seluruh harga kamar dinaikkan
sebesar $5 pada malam-malam akhir minggu, tetapi tingkat occupancy turun menjadi 72
kamar, bukannya 80 kamar, berapakah nilai profit before taxes yang telah direvisi,
berdasarkan Exhibit 1?
Weekend days (120 x 2/7) 34 roundling
Jika kita mau menaikkan harga $ 5 per malam
Maka :
Menghasilkan tambahan $5/malam untuk 72 kamar per weekend night $ 12.240,00
Kehilangan rata-rata CM $18.40 per malam untuk 8 kamar yg tidak
disewakan $ 5.004,80
Incremental pre-tax profit $ 7.235.20
Original profit before taxes $ 22.390,00
Revised profit before taxes $ 29.625.20
Nilai profit before taxes yang telah direvisi adalah $29.625.2
3. Berapa kenaikan contribution margin yang diusulkan per kamar disewa/hari selama off-
season?
Asumsi : tingkat penyewaan kamar 40% setelah menggunakan jasa periklanan senilai $4.000
($500 untuk 8 bulan), jasa iklan ini sesuai dengan anjuran dari Nyonya Kacheck
Jumlah kamar 30 kamar (sisi barat)
Kamar disewa 12 kamar
Jumlah hari 245 hari
Rasio Singel Room 2 dari 10
Rasio Doubel Room 8 dari 10
Contribution Margin = Total Revenue - Variable Cost

Berdasarkan perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa Skyview Manor akan


memperoleh contribution margin yang positif apabila tetap beroperasi selama off-
season.Artinya dengan membuka hotel sisi barat selama off-season, perusahaan akan mampu
mengurangi kerugian yang terjadi setiap bulannya selama off-season dibandingkan ketika
perusahaan tidak beroperasi total selama off-season.Namun demikian, sebelum perusahaan
memutuskan untuk beroperasi selama off-season, perlu dipertimbangkan fixed cost yang
harus ditanggung, termasuk incremental cost yang muncul.Selain itu, dari perhitungan diatas
dapat diketahui bahwa contribution margin akan lebih tinggi dari kamar yang dihuni secara
ganda (double), sehingga sebaiknya apabila perusahaan memutuskan untuk beroperasi
selama off-season, perusahaan berusaha untuk mendorong penyewaan kamar secara double
occupancy.
4. Untuk setiap alternative dalam kasus, buatlah daftar pengeluaran tahunan yang akan
bertambah atas keputusan yang diambil dari alternatif yang ada, tetapi yang tidak
berhubungan dengan biaya kamar/hari yang disewa

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa atas setiap alternatif yang diambil,
terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh Skyview manor, yaitu berupa penambahan
biaya yang terjadi. Sehingga sebelum perusahaan memutuskan untuk mengambil suatu suatu
keputusan dari alternatif yang ada, perlu dilakukan perhitungan terlebih dahulu apakah
alternatif tersebut menguntungkan bagi perusahaan atau tidak. Selain pertimbangan
keuntungan dalam jangka pendek, perlu diperhatikan keuntungan dalam jangka panjang.
Misalnya terkait dengan pembukaan kolam renang, meskipun dalam jangka pendek apabila
dilakukan hal tersebut kurang menguntungkan bagi perusahaan, perlu dipertimbangkan
keuntungan dalam jangka panjang, termasuk terkait dengan strategi perusahaan untuk
berkompetisi dalam industri tersebut.
Selain itu karena estimasi pendapatan atas penyewaan kamar tidak dapat dilakukan
secara akurat, maka perusahaan perlu mempertimbangkan juga hal tersebut dan mengambil
langkah lebih lanjut untuk meminimalisir kesalahan estimasi. Misalnya dengan cara
melakukan survei terhadap para penyewa ataupun masyarakat di sekitar daerah tersebut
untuk mengetahui respon potensial dari alternatif tersebut. Selain perusahaan juga dapat
mempertimbangkan cara untuk mendapatkan penambahan pendapatan (incremental revenue)
dari alternatif yang ada. Misalnya terkait dengan kolam renang, adalah dengan cara membuka
kolam renang tersebut untuk umum. Hal ini mungkin saja dapat meningkatkan pendapatan
bagi perusahaan, karena mungkin terdapat sebagian orang hanya ingin berenang saat waktu
luang, namun tidak berniat untuk menginap.

5. Untuk setiap altenatif, hitunglah tingkat hunian yang diperlukan untuk mencapai titik
breakeven atas tambahan beban tahunan tersebut.

Alternatif 1 : Tetap buka hanya pada bulan – bulan musim dingin (sesuai dengan diskusi
jawaban 1, maka dibutuhkan occupancy rate sebesar 67% untuk mencapai BEP)

Jadi, untuk Alternatif 1, yaitu tetap menjalankan operasi hotel hanya pada musim ski,
dibutuhkan occupancy rate sebesar 67% untuk mencapai titik breakeven, sebagaimana sudah
dihitung dalam Jawaban Pertanyaan 1.

Sedangkan untuk Alternative 2, yaitu membuka operasi hotel juga selama off-season, dilakukan
penghitungan breakeven point (BEP) dengan menggunakan incremental annual cost dan
proposed increment contribution margin terkait dengan alternatif tersebut. Lalu, selama periode
off-season terdapat 245 hari, yaitu 365 hari setahun dikurangi 120 hari musim
ski. Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan adalah sebesar 18.34%.

Untuk Alternative 3, yaitu membangun kolam renang tertutup sehingga dapat dipakai selama
12 bulan dalam setahun, penghitungan BEP-nya menggunakan penjumlahan incremental
annual cost untuk Alternative 3, dan juga sekaligus incremental annual cost untuk
Alternative 2. Hal ini dikarenakan Alternative 3 dapat dijalankan hanya jika Alternative 2
pun dijalankan. Tujuan utama usulan kolam renang ini juga sejatinya untuk mendongkrak
kemungkinan pencapaian occupancy rate sebesar 30% pada off-season. Jumlah hari yang
digunakan adalah 365 hari, yaitu seluruh hari selama setahun. Ditemukanlah bahwa
occupancy rate yang dibutuhkan adalah 9.62% untuk mencapai breakeven incremental
annual costs.

Untuk Alternative 4, yaitu membangun kolam renang tidak tertutup sehingga hanya dapat
digunakan selama tiga bulan musim panas, penghitungan BEP-nya juga menggunakan
penjumlahan incremental annual cost untuk Alternative 4 dan incremental annual cost untuk
Alternative 2. Hal ini dikarenakan Alternative 4 dapat dijalankan hanya jika Alternative 2 pun
dijalankan. Jumlah hari yang digunakan adalah 245 hari, karena alternatif ini merupakan bagian
integral dari Alternative 2 itu sendiri. Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan
adalah 29.23% untuk mencapai breakeven incremental annual costs.

6. Alternatif apa yang Anda rekomendasikan?


Berdasarkan hasil penghitungan di Jawaban Pertanyaan 5, Kami merekomendasikan untuk
melaksanakan Alternatif 3, yaitu membuka hotel sepanjang tahun, ditambah dengan
pembangunan kolam renang tertutup. Terdapat beberapa alasan yang mendasari rekomendasi
Kami ini, yaitu:
a. Dibutuhkan occupancy rate sebesar 9.62%, yang bernilai terkecil dibandingkan dengan
occupancy rate yang dibutuhkan oleh dua alternatif lainnya untuk mencapai titik
breakeven. Dengan demikian, pencapaian titik tersebut lebih besar kemungkinannya.

b. Kolam renang tersebut meski memiliki initial cost yang cukup besar, tetapi memiliki
kemampuan untuk mendukung posisi kompetisi Skyview Manor di pasar. Jadi, keputusan
ini tidak hanya berdampak baik dalam jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang.

c. Kolam renang ini dipercaya untuk menarik konsumen yang lebih banyak lagi, terutama
untuk sepanjang musim off-season. Kemungkinan pencapaian occupancy rate sebesar
30% akan lebih besar jika dibangun pula kolam renang ini. Hal ini juga membawa
dampak baik dalam periklanan yang dibuat, karena publik akan memandang bahwa
Skyview Manor mampu beradaptasi dengan lingkungan persaingan yang menuntut para
pemain untuk mampu membawa competitive advantage dibandingkan pesaingnya. Belum
lagi, kolam renang yang tertutup ini dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga selama
musim dingin pun para penginap dapat melaksanakan kegiatan baru selain ski.

7. Evaluasi profitabilitas Hotel sebagai sebuah investasi para pemiliknya. Apakah hal ini
mempengaruhi jawaban Anda untuk Pertanyaan 6?
Kami melakukan evaluasi profitabilitas dengan aspek Operating Profit Margin. Operating
profit margin menunjukkan bagaimana kondisi kesehatan keuangan perusahaan, terutama
kekuatan pendapatan perusahaan dari operasinya saat ini. Rasio ini juga menunjukkan
kemampuan manajemen untuk mengelola operasi untuk menjadi efektif dan efisien.
Operating profit adalah sumber utama dana untuk operasi, untuk itu peningkatan operating
profit dapat menunjukkan peningkatan kemampuan pengelolaan manajemen untuk
memberikan output yang terbaik untuk para stakeholders.

Karena rasio ini tidak memasukkan aspek pajak, kami merasa bahwa rasio ini lebih obyektif
dibandingkan dengan rasio net profit margin. Berdasarkan Operating Statement akhir tahun
1962, berikut hasil penghitungannya:
Operating Profit Margin : Operating Profit (before tax) x 100%

: 14%

Jika Skyview Manor memutuskan untuk membuka penginapan sepanjang off-season dan
ingin meningkatkan, atau paling tidak mempertahankan rasio operating profit margin ini,
dibutuhkan occupancy rate yang di atas 9.62%, yang merupakan suatu hal yang tidak dapat
dipastikan. Untuk itu, para pemilik Skyview Manor memiliki tambahan pertimbangan lagi,
yaitu kemampuan perusahaan untuk menarik pelanggannya sehingga operating profit
perusahaan tetap prima.

Kami menyarankan bagi para pemilik perusahaan untuk mencoba membuka


penginapan sepanjang off-season selama setahun dan sekaligus menilik minat pasar atas
kolam renang yang akan dibangun. Jika occupancy rate selama setahun tersebut memadai
untuk kebutuhan pencapaian target operasi perusahaan, program pembukaan sepanjang off-
season dapat dilanjutkan. Jika tidak, perusahaan dapat saja kembali ke operasi awal yang
hanya membuka penginapan selama musim dingin.

Terkait dengan kolam renang, setelah dilakukan proses menilik pasar, misalnya melalui
survey, atau benchmarking ke penginapan sejenis Skyview Manor, proses pembangunan
kolam renang dapat dilakukan jika memang pasar memberikan respon positif. Jika tidak,
perusahaan dapat beralih ke hanya membuka hotel selama off-season, tanpa kolam renang,
dan bekerja keras untuk mencapai titik occupancy rate yang dibutuhkan untuk mencapai
target operasi.
Daftar Pustaka

IAI. 2016. Modul Chartered Accountant Akuntansi Manajemen Lanjutan. Jakarta Pusat: IAI.
https://www.scribd.com/document/265387965/Skyview-Manor-Fix (Diakses pada tanggal 22
Februari 2018)

You might also like