Professional Documents
Culture Documents
OLEH
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
1. Pengertian dan Tujuan Analisis CVP
Analisis Cost Volum Profit (CVP) atau analisis biaya volume laba, merupakan
suatu analisis yang dilakukan dalam tahap perencanaan untuk menentukan berapa volume
barang yang harus dijual untuk mencapai suatu tingkatan laba tertentu. Untuk melakukan
analisis CVP ini semua biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan harus dibedakan
menjadi biaya tetap dan biaya variable. Penggolongan biaya periode dan biaya produk
tidak relevan untuk analisis ini.
Dalam konteks CVP biaya variable adalah biaya total yang akan meningkat atau
menurun secara proporsional sesuai dengan unit barang yang dijual, sedangkan biaya
tetap adalah total biaya yang tidak akan berubah berapapun jumlah barang yang dijual
perusahaan, selama masih berada dalam suatu kapasitas tertentu
Karena pengelompokkan tersebut maka format laporan laba rugi yang dibutuhkan
juga berbeda. Format laporan laba rugi yang dibutuhkan dalam hal ini adalah laporan laba
rugi yang membedakan biaya menjadi boaya tetap dan biaya variable, bukannya biaya
periode dan biaya produk. Laporan laba rugi tersebut dinamakan sebagai laporan laba
rugi dengan format direct costing atau variable costing. Bentuk format dari laporan laba
rugi tersebut adalah
Pendapatan xxx
Titik Impas (Break Even Point) = Total Biaya Tetap / (Harga Jual Per Unit – Biaya Variabel per
Unit
Dalam perencanaan laba, perusahaan tentu saja tidak akan puas hanya mencapai
titik impas, perusahaan tentunya ingin mendapatkan keuntungan. Target keuntungan
perusahaan biasanya bersifat absolut dan berperilaku seperti biaya tetap, misalkan target
keuntungan perusahaan Rp 500.000.000 atau Rp 1.000.000.000. jika demikian keadannya
maka rumus untuk menghitung berapa besarnya unit yang harus dijual perusahaan untuk
mendapatkan suatu keuntungan tertentu adalah :
Unit Terjual untuk Mencapai Keuntungan Tertentu = (Total Biaya Tetap + Target Keuntungan) /
(Harga Jual per Unit – Biaya Variabel per Unit)
Dari rumus tersebut terlihat bahwa untuk mendapatkan suatu tingkat keuntungan
tertentu, maka jumlah target unit yang harus dijual perusahaan tidak hanya menutupi biaya
tetap saja, namun juga harus mencapai tingkat keuntungan perusahaan. Variasi dari rumus ini
adalah apabila terdapat tingkat pajak tertentu yang akan dikenakan perusahaan. Jika demikian
keadaannya maka rumus tersebut akan dimodifikasi menjadi :
Unit Terjual untuk Mencapai Keuntungan Tertentu = (Total Biaya Tetap + Target Keuntungan
Sebelum Pajak) / (Harga Jual per Unit – Biaya Variabel per Unit)
Tingkat Keuntungan Sebelum Pajak = Tingkat Keuntungan Setelah Pajak / (1-Tingkay Pajak)
Jika yang diinginkan adalah perhitungan target penjualan bukan dalam unit, namun dalam
rupiah maka rumus yang akan dipakai adalah :
Target Rupiah Terjual = (Total Biaya Tetap + Target Keuntungan) / (Rasio Marjin Konstribusi)
Rasio Margin Konstribusi = (Harga Jual per Unit – Biaya Variabel per Unit)/ Harga Jual per Unit
3. Contoh Soal Perhitungan CVP
Misalkan PT X sedang melakukan perencanaan laba. Informasi yang dapat dikumpulkan
adalah sebagai berikut :
Harga jual per unit adalah Rp 500
Biaya variabel per unit adalah Rp 250
Total biaya tetap Rp 10.000.000
Total target keuntungan setelah pajak adalah Rp 15.000.000
Tarif pajak 25%
Dari informasi tersebut, dengan mempergunakan rumus yang telah dibahas, maka
titik impas perusahaan adalah Rp 10.000.000 / (Rp 500 – Rp 250) = 40.000 unit.
Sedangkan untuk menghitung untit terjual untuk mencapai tingkat keuntungan Rp
15.000.000 setelah pajak, perusahaan harus terlebih dahulu menghitung tingkat
keuntungan sebelum pajak yaitu Rp 15.000.000/(1-25%) = Rp 20.000.000. angka tersebut
akan dipakai untuk menghitung target unit yang harus dijual yaitu Rp 20.000.000 / (Rp
500- Rp 250) = 80.000 unit
Setelah angka 80.000 unit tersebut diperoleh angka tersebut tidak dapat
langsungdimasukkan sebagai target penjualan perusahaan untuk tahun depan. Pertama
angka tersebut akan diperbandingkan dengan kapasitas produk perusahaan, apakah
kapasitas produk dapat memenuhi target penjualan sebanyak 80.000 unit tersebut. Jika
kapasitas produk perusahaan kurang dari itu maka asumsi-asumsi penyusunan CVP harus
diperbaiki misalnya peningkatan harga jual, penambahan kapasitas produk, outsourcing
dan sebagainya. Selain kapasitas produk, hal lain yang harus dipertimbangkan adalah
tingkat permintaan dari produk tersebut, dalam hal ini apakah pasar dapat menyerap
target penjualan tersebut. Jika tingkat permintaan maksimal di pasar hanya 75.000 unit
maka sekali lagi perusahan harus mengubah asumsi awal mereka, misalkan pengurangan
biaya tetap, penambahan biaya iklan dan seterusnya. Angka yang dapat dipakai sebagai
target penjualan tahun depan adalah angka yang sesuai dengan kapasitas produksi
perusahaan dan diperkirakan dapat diserap pasar.
4. Analisis CVP Untuk Lebih dari Satu Jenis Produk
Semua ilustrasi diatas mengasumsikan bahwa produk yang dihasilkan hanya satu jenis.
Bagaimana jika perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis peoduk bahkan bisa jadi
puluhan atau ratusan jenis produk. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Apakah produk tersebut diproduksi atau dijual dengan mempergunakan kapasitas
yang sama ? jika antara satu produk dengan produk lain dihasilkan dari fasilitas yang
berbeda, maka analisis CVP dapat dilakukan secara terpisah untuk masing-masing
produk
2. Jika produk-produk yang dihasilkan berasal dari fasilitas yang sama, maka harus
dilihat lagi, apakah produk-produk tersebut memiliki marjin konstribusi per unit yang
sama. Jika produk-produk tersebut memiliki konstribusi marjin yang sama maka
analisis CVP dapat dilakukan seolah-olah produk-produk tersebut tersebut merupakan
satu produk
3. Jika produk-produk yang dihasilkan berasal dari fasilitas yang sama, namun memiliki
marjin konstribusi per unit yang berbeda-beda, maka yang dapat dilakukan adalah
melakukan alokasi biaya untuk masing-masing produk tersebut, lalu melakukan
analisi CVP untuk masing-masing produk secara terpisah. Namun, cara seperti ini
tidak disarankan karena biasanya perusahaan mengalami kesulitan untuk
mengalokasikan biaya secara akurat pada masing-masing produknya. Karena itu, cara
yang disarankan adalah menggabungkan marjin konstribusi per unit dari masing-
masing produk berdasarkan target baruan penjualan dari masing-masing produk.
Hasilnya adalah rata-rata tertimbang dari marjin konstribusi untuk kesemua produk
tersebut (weighted average contribution margin).
Tabel berikut ini memberikan contoh cara perhitungan Weighted Average Contribution
Margin :
Per Unit Target
Produk Harga Biaya Margin Bauran Proporsi
Jual Variabel Konstribuasi Penjualan
A 1.000 300 700 6.000 0,6 420
B 2.000 800 1.200 3.000 0,3 360
C 2.500 1.200 1.300 1.000 0,1 130
Weighted Average Constribution Margin 910
Setelah angka tesebut diperoleh, maka analisis CVP dapat dilakukan dengan
rumus seperti yang telah dibahas sebelumnya. Misalkan total biaya tetap perusahaan
adalah Rp 18.200.000, maka jumlah total unit barang yang harus dijual adalah Rp
18.200.000/910 = 20.000 unit. Dari total penjualan tersebut 12.000 unit (60%)
merupakan target penjualan produk A, 6.000 unit (30%) merupakan target penjualan
produk B dan 2.000 unit (20%) merupakan target penjualan produk C.
Bagimana jika perusahaan memproduksi puluhan atau ratusan produk. Dalam hal
ini, perusahaan harus mengelompokkan produk tersebut berdasarkan kesamaan marjin
konstribusi per unitnya. Biasanya produk-produk yang memiliki kesamaan marjin
konstribusi adalah produk-produk yang berasal dari satu lini produk walaupun
keadaannya tidak selalu begitu. Jika memang produk-produk yang berasal dari satu lini
produk memiliki marjin konstribusi per unit yang sama atau hamper sama, maka produk-
produk tersebut bisa digabungkan dan dianggap sebagai satu jenis produk tersendiri.
Dengan cara ini, maka diharapkan jumlah kelompok yang dipakai untuk analisis CVP
dapat dikurangi.
Biaya Lembur Petugas Tol (10 jam x 5 hari x 52 minggu x Rp 20.000) 52.000.000
Aspek tambahan yang diusulkan oleh Tuan Kacheck adalah terkait dengan kolam
renang tertutup dan hangat. Beliau percaya bahwa dengan adanya fasilitas tersebut, maka
tingkat sewa kamar perusahaan akan lebih dari 30%. Estimasi yang benar-benar tepat
tidaklah mungkin dilakukan. Meskipun selama musim dingin tingkat penyewaan kamar
tidak akan terpengaruh secara signifikan dengan adanya keputusan untuk menambah
kolam renang indoor, namun kolam renang tersebut akan bermanfaat untuk menghadapi
kompetisi yang ada di industri tersebut. Biaya untuk pengadaan kolam renang adalah
sekitar $40,000. Jumlah ini dapat didepresiasikan selama 5 tahun tanpa adanya nilai sisa
($15,000 dari $40,000 adalah untuk pembelian pelampung dan unit penghangat yang
hanya akan digunakan selama 9 bulan dalam setahun). Biaya lain yang berkaitan dengan
kolam renang adalah gaji lifeguard sebesar $400 per bulan, asuransi tambahan $1,200 dan
biaya penghangatan $1,000 dan biaya perawatan sebesar $1,800. Jika usulan tersebut
disetujui, lifeguard akan diperlukan selama 12 bulan. Namun jika usul tersebut tidak
disetujui, penjaga hanya diperlukan selama 3 bulan musim panas (dari 15 Juni sampai 15
September), dan tidak diperlukan biaya penghangat ruangan.
Pemasalahan
1. Secara rata-rata, berapa banyak kamar yang harus disewakan setiap malam dalam musim
ski supaya hotel mencapai titik breakeven?
2. Hotel penuh terisi pada akhir minggu selama musim ski. Jika seluruh harga kamar
dinaikkan sebesar $5 pada malam-malam akhir minggu, tetapi tingkat occupancy turun
menjadi 72 kamar, bukannya 80 kamar, berapakah nilai profit before taxes yang telah
direvisi, berdasarkan Exhibit 1?
3. Berapa kenaikan contribution margin yang diusulkan per kamar disewa/hari selama off-
season?
4. Untuk setiap alternative dalam kasus, buatlah daftar pengeluaran tahunan yang akan
bertambah atas keputusan yang diambil dari alternatif yang ada, tetapi yang tidak
berhubungan dengan biaya kamar/hari yang disewa.
5. Untuk setiap altenatif, hitunglah tingkat hunian yang diperlukan untuk mencapai titik
breakeven atas tambahan beban tahunan tersebut.
6. Alternatif apa yang Anda rekomendasikan?
7. Evaluasi profitabilitas Hotel sebagai sebuah investasi para pemiliknya. Apakah hal ini
mempengaruhi jawaban Anda untuk Pertanyaan 6?
Pembahasan
1. Secara rata-rata, berapa banyak kamar yang harus disewakan setiap malam dalam musim ski
supaya hotel mencapai titik breakeven?
Jumlah Kamar
50 Kamar Bagian Timur
30 Kamar Bagian Barat
80 Kamar
Penjabaran sesuai dengan Exhibit 1 (dengan total kamar selama setahun 7.860 kamar)
Jadi, kamar yang harus disewakan setiap malam dalam musim ski supaya hotel mencapai
titik break even point adalah sebanyak 6.417 kamar.
2. Hotel penuh terisi pada akhir minggu selama musim ski. Jika seluruh harga kamar dinaikkan
sebesar $5 pada malam-malam akhir minggu, tetapi tingkat occupancy turun menjadi 72
kamar, bukannya 80 kamar, berapakah nilai profit before taxes yang telah direvisi,
berdasarkan Exhibit 1?
Weekend days (120 x 2/7) 34 roundling
Jika kita mau menaikkan harga $ 5 per malam
Maka :
Menghasilkan tambahan $5/malam untuk 72 kamar per weekend night $ 12.240,00
Kehilangan rata-rata CM $18.40 per malam untuk 8 kamar yg tidak
disewakan $ 5.004,80
Incremental pre-tax profit $ 7.235.20
Original profit before taxes $ 22.390,00
Revised profit before taxes $ 29.625.20
Nilai profit before taxes yang telah direvisi adalah $29.625.2
3. Berapa kenaikan contribution margin yang diusulkan per kamar disewa/hari selama off-
season?
Asumsi : tingkat penyewaan kamar 40% setelah menggunakan jasa periklanan senilai $4.000
($500 untuk 8 bulan), jasa iklan ini sesuai dengan anjuran dari Nyonya Kacheck
Jumlah kamar 30 kamar (sisi barat)
Kamar disewa 12 kamar
Jumlah hari 245 hari
Rasio Singel Room 2 dari 10
Rasio Doubel Room 8 dari 10
Contribution Margin = Total Revenue - Variable Cost
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa atas setiap alternatif yang diambil,
terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh Skyview manor, yaitu berupa penambahan
biaya yang terjadi. Sehingga sebelum perusahaan memutuskan untuk mengambil suatu suatu
keputusan dari alternatif yang ada, perlu dilakukan perhitungan terlebih dahulu apakah
alternatif tersebut menguntungkan bagi perusahaan atau tidak. Selain pertimbangan
keuntungan dalam jangka pendek, perlu diperhatikan keuntungan dalam jangka panjang.
Misalnya terkait dengan pembukaan kolam renang, meskipun dalam jangka pendek apabila
dilakukan hal tersebut kurang menguntungkan bagi perusahaan, perlu dipertimbangkan
keuntungan dalam jangka panjang, termasuk terkait dengan strategi perusahaan untuk
berkompetisi dalam industri tersebut.
Selain itu karena estimasi pendapatan atas penyewaan kamar tidak dapat dilakukan
secara akurat, maka perusahaan perlu mempertimbangkan juga hal tersebut dan mengambil
langkah lebih lanjut untuk meminimalisir kesalahan estimasi. Misalnya dengan cara
melakukan survei terhadap para penyewa ataupun masyarakat di sekitar daerah tersebut
untuk mengetahui respon potensial dari alternatif tersebut. Selain perusahaan juga dapat
mempertimbangkan cara untuk mendapatkan penambahan pendapatan (incremental revenue)
dari alternatif yang ada. Misalnya terkait dengan kolam renang, adalah dengan cara membuka
kolam renang tersebut untuk umum. Hal ini mungkin saja dapat meningkatkan pendapatan
bagi perusahaan, karena mungkin terdapat sebagian orang hanya ingin berenang saat waktu
luang, namun tidak berniat untuk menginap.
5. Untuk setiap altenatif, hitunglah tingkat hunian yang diperlukan untuk mencapai titik
breakeven atas tambahan beban tahunan tersebut.
Alternatif 1 : Tetap buka hanya pada bulan – bulan musim dingin (sesuai dengan diskusi
jawaban 1, maka dibutuhkan occupancy rate sebesar 67% untuk mencapai BEP)
Jadi, untuk Alternatif 1, yaitu tetap menjalankan operasi hotel hanya pada musim ski,
dibutuhkan occupancy rate sebesar 67% untuk mencapai titik breakeven, sebagaimana sudah
dihitung dalam Jawaban Pertanyaan 1.
Sedangkan untuk Alternative 2, yaitu membuka operasi hotel juga selama off-season, dilakukan
penghitungan breakeven point (BEP) dengan menggunakan incremental annual cost dan
proposed increment contribution margin terkait dengan alternatif tersebut. Lalu, selama periode
off-season terdapat 245 hari, yaitu 365 hari setahun dikurangi 120 hari musim
ski. Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan adalah sebesar 18.34%.
Untuk Alternative 3, yaitu membangun kolam renang tertutup sehingga dapat dipakai selama
12 bulan dalam setahun, penghitungan BEP-nya menggunakan penjumlahan incremental
annual cost untuk Alternative 3, dan juga sekaligus incremental annual cost untuk
Alternative 2. Hal ini dikarenakan Alternative 3 dapat dijalankan hanya jika Alternative 2
pun dijalankan. Tujuan utama usulan kolam renang ini juga sejatinya untuk mendongkrak
kemungkinan pencapaian occupancy rate sebesar 30% pada off-season. Jumlah hari yang
digunakan adalah 365 hari, yaitu seluruh hari selama setahun. Ditemukanlah bahwa
occupancy rate yang dibutuhkan adalah 9.62% untuk mencapai breakeven incremental
annual costs.
Untuk Alternative 4, yaitu membangun kolam renang tidak tertutup sehingga hanya dapat
digunakan selama tiga bulan musim panas, penghitungan BEP-nya juga menggunakan
penjumlahan incremental annual cost untuk Alternative 4 dan incremental annual cost untuk
Alternative 2. Hal ini dikarenakan Alternative 4 dapat dijalankan hanya jika Alternative 2 pun
dijalankan. Jumlah hari yang digunakan adalah 245 hari, karena alternatif ini merupakan bagian
integral dari Alternative 2 itu sendiri. Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan
adalah 29.23% untuk mencapai breakeven incremental annual costs.
b. Kolam renang tersebut meski memiliki initial cost yang cukup besar, tetapi memiliki
kemampuan untuk mendukung posisi kompetisi Skyview Manor di pasar. Jadi, keputusan
ini tidak hanya berdampak baik dalam jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang.
c. Kolam renang ini dipercaya untuk menarik konsumen yang lebih banyak lagi, terutama
untuk sepanjang musim off-season. Kemungkinan pencapaian occupancy rate sebesar
30% akan lebih besar jika dibangun pula kolam renang ini. Hal ini juga membawa
dampak baik dalam periklanan yang dibuat, karena publik akan memandang bahwa
Skyview Manor mampu beradaptasi dengan lingkungan persaingan yang menuntut para
pemain untuk mampu membawa competitive advantage dibandingkan pesaingnya. Belum
lagi, kolam renang yang tertutup ini dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga selama
musim dingin pun para penginap dapat melaksanakan kegiatan baru selain ski.
7. Evaluasi profitabilitas Hotel sebagai sebuah investasi para pemiliknya. Apakah hal ini
mempengaruhi jawaban Anda untuk Pertanyaan 6?
Kami melakukan evaluasi profitabilitas dengan aspek Operating Profit Margin. Operating
profit margin menunjukkan bagaimana kondisi kesehatan keuangan perusahaan, terutama
kekuatan pendapatan perusahaan dari operasinya saat ini. Rasio ini juga menunjukkan
kemampuan manajemen untuk mengelola operasi untuk menjadi efektif dan efisien.
Operating profit adalah sumber utama dana untuk operasi, untuk itu peningkatan operating
profit dapat menunjukkan peningkatan kemampuan pengelolaan manajemen untuk
memberikan output yang terbaik untuk para stakeholders.
Karena rasio ini tidak memasukkan aspek pajak, kami merasa bahwa rasio ini lebih obyektif
dibandingkan dengan rasio net profit margin. Berdasarkan Operating Statement akhir tahun
1962, berikut hasil penghitungannya:
Operating Profit Margin : Operating Profit (before tax) x 100%
: 14%
Jika Skyview Manor memutuskan untuk membuka penginapan sepanjang off-season dan
ingin meningkatkan, atau paling tidak mempertahankan rasio operating profit margin ini,
dibutuhkan occupancy rate yang di atas 9.62%, yang merupakan suatu hal yang tidak dapat
dipastikan. Untuk itu, para pemilik Skyview Manor memiliki tambahan pertimbangan lagi,
yaitu kemampuan perusahaan untuk menarik pelanggannya sehingga operating profit
perusahaan tetap prima.
Terkait dengan kolam renang, setelah dilakukan proses menilik pasar, misalnya melalui
survey, atau benchmarking ke penginapan sejenis Skyview Manor, proses pembangunan
kolam renang dapat dilakukan jika memang pasar memberikan respon positif. Jika tidak,
perusahaan dapat beralih ke hanya membuka hotel selama off-season, tanpa kolam renang,
dan bekerja keras untuk mencapai titik occupancy rate yang dibutuhkan untuk mencapai
target operasi.
Daftar Pustaka
IAI. 2016. Modul Chartered Accountant Akuntansi Manajemen Lanjutan. Jakarta Pusat: IAI.
https://www.scribd.com/document/265387965/Skyview-Manor-Fix (Diakses pada tanggal 22
Februari 2018)