You are on page 1of 7

MENYINGKAP MOTIF EKONOMI DI BALIK LGBT+

Oleh: Anto Apriyanto, M.E.I.


(Dosen Tetap Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang,
Ketua Harian Komunitas Ekonomi Islam Indonesia – KONEKSI)

Problem LGBT+ yang makin memanas hari ini sebenarnya dipicu sejak dua tahun lalu ketika
sebuah badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Development Programme
(UNDP) menjalin kemitraan regional dengan Kedutaan Swedia di Bangkok-Thailand dan
USAID untuk mendukung komunitas LGBT+ dengan menyuplai dana tak kurang dari US$ 8
juta (sekitar Rp 108 milyar) yang fokus dikucurkan ke empat negara yaitu Indonesia, China,
Filipina, dan Thailand. UNDP dalam situs resminya pada 12/2/2016 menyatakan bahwa
pemberian dana tersebut dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan komunitas LGBT+
serta mengurangi ketimpangan serta marginalisasi atas dasar orientasi seksual dan identitas
gender.

Tiga hari berselang pasca-rilis UNDP itu Wapres RI Jusuf Kalla langsung memanggil UNDP
untuk klarifikasi sekaligus meminta agar menghentikan aliran dana untuk LGBT di Indonesia.
Program pendanaan itu diakui UNDP berlangsung dari Desember 2014 hingga September 2017
lalu dengan nama “The Being LGBT in Asia Phase 2 Initiative (BLIA-2)”. Tujuannya untuk
mendukung kaum LGBT+ mengetahui hak-hak mereka dan memudahkan akses ke pengadilan
guna melaporkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi atas mereka. Proyek dukungan
bagi LGBT+ itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi-organisasi
LGBT+ di Indonesia untuk secara efektif memobilisasi, menyokong, dan berkontribusi dalam
dialog-dialog kebijakan serta aktivitas pemberdayaan komunitas mereka (republika.co.id,
15/2/2016 dan 20/2/2016).

Di awal 2018 ini, dua tahun kemudian sejak pengakuan UNDP membiayai proyek LGBT+,
pernyataan Mantan Ketua MK Prof. Mahfud MD di acara ILC di salah satu tv swasta yang
membahas topik LGBT-Zina menyebut ada dana ratusan milyar untuk golkan LGBT legal di
Indonesia (19/12/2017) digugat oleh para aktivis pro-LGBT+. Spontan saja membuat heboh
publik sekaligus menjadi suatu hal yang konyol. Salah satunya datang dari Ade Armando yang
mempertanyakan dari mana keabsahan dan validitas data yang disampaikan Mahfud MD
tersebut (republika.co.id, 25/1/2018). Padahal sudah jelas UNDP mengakui secara terbuka
kebenarannya dan pernah ditangani Wapres JK untuk dihentikan tegas. Aktivis LGBT+
Hartoyo, delapan hari pasca-rilis UNDP tahun 2016, bahkan menyesali dana tersebut akhirnya
distop untuk mereka yang awalnya banyak mereka terima dari Global Fund, Kemensos RI, dan
Kemenkes RI selain UNDP (republika.co.id, 20/2/2016). Mahfud MD kemudian menegaskan
bahwa apa yang dilakukan UNDP itu telah dilakukan sejak 2014 (kumparan.com, 2/2/2018).
Tak ketinggalan Prof. Din Syamsudin pun menguatkan dan mendukung pernyataan Mahfud
MD tentang keberadaan dana LGBT+ itu (republika.co.id, 6/2/2018).

Tak perlu diragukan lagi bahwa masifnya pergerakan kaum “belok” di tanah air
dilatarbelakangi kepentingan asing dan dukungan dana yang tak sedikit. Sehingga tak beralasan
jika proyek ini identik dengan konspirasi global musuh Islam dalam rangka menghancurkan
tatanan kehidupan manusia yang beradab. Terlebih Indonesia merupakan negara dengan
mayoritas umat Islam. LGBT+ (ditulis dengan tambahan lambang plus) dalam tulisan ini
dimaksudkan untuk memberi informasi bahwa komunitas laknat tersebut sudah semakin
melakukan pengembangan identitasnya dari awalnya hanya LGBT menjadi LGBTTTQQIAA
(Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Transeksual, Two-Spirited, Queer, Questioning,
Interseks, Aseksual, dan Ally). Maka sengaja ditulis LGBT+ agar pembaca menjadi lebih
waspada dan mudah mengidentifikasi terhadap penyakit menyimpang ini. Sebab jumlah
mereka semakin bertambah seiring ditemukannya identifikasi baru atas kelainan yang dialami
mereka.

Muncul pertanyaan, apa betul kampanye besar-besaran kaum Sodom “zaman now” ini hanya
atas dasar kemanusiaan atau ada motif lain? Sebab fakta menunjukkan sejumlah korporasi
besar Amerika bahkan dunia memberikan dukungannya kepada kelompok LGBT+ ini. Nilai
beli komunitas LGBT+ di Amerika juga sangat besar dan potensial untuk menjadi incaran
pasar. Disinyalir kuat perusahaan-perusahaan besar itu nyata-nyata memberikan dukungannya
kepada kelompok LGBT+ bukan semata-mata karena membela HAM, tetapi juga melibatkan
ceruk pasar yang cukup menggiurkan.

Tanpa bermaksud promosi, sebut saja misalnya perusahaan layanan jasa kedai kopi Starbucks.
Setelah banyak diprotes dan diboikot di hampir seluruh dunia karena dugaan keterlibatan
mereka terhadap kezhaliman Zionis Israel terhadap Palestina, merk minuman kopi ini dituduh
tidak memberlakukan fair price terhadap petani kopi yang menyediakan bahan baku produk
utama mereka, hingga dengan terang-terangan mendukung eksistensi LGBT+ dengan cara
turut mengkampanyekan life syle sesat LGBT+ di iklan-iklan promosi Starbucks. Karena
dukungan yang berlebihan itu, di Malaysia, sejak tahun lalu desakan boikot dan pencabutan
izin operasional kedai kopi ini sudah terus menggelinding (malaysiakini.com, 2/7/2017).
Sayangnya di Indonesia aksi serupa tidak terlalu mengemuka. Selain Starbucks, perusahaan
besar dunia yang ikut mendukung LGBT+ di antaranya Nike, Facebook, Google, Apple,
Microsoft (detik.com, 2/7/2017), Twitter, PayPal, Nissan, Nordstrom, Adidas, dan Levi’s
(tirto.id, 3/7/2017).

Dari segi pasar, sebagaimana dirilis oleh Witeck Communications pada 2013 bahwa
kemampuan membeli komunitas LGBT+ di AS mencapai US$ 830 milyar. Pada 2016 angka
kemampuan membeli mereka naik menjadi US$ 917 milyar. University of Georgia’s Selig
Center for Economic Growth kemudian menempatkan kelompok LGBT+ sebagai urutan ketiga
dalam hal kemampuan membeli meskipun tergolong minoritas di AS (tirto.id, 3/7/2017). Hal
inilah yang tidak bisa dielakkan dari fakta mewabahnya dukungan kepada para pelaku liwath
dan sejenisnya itu. Bisnis yang diraup dari kejahatan terhadap peradaban manusia.

Uang milyaran dolar Amerika di sekitar kehidupan LGBT+ ternyata bukan isapan jempol. Di
Indonesia pun penghasilan yang didapat dari bisnis layanan LGBT+ ini cukup fantastis.
Pertengahan Mei 2017 lalu saat masyarakat dihebohkan dengan penggerebekan 141 gay dalam
Pesta The Wild One di tempat fitnes Atlantis Jaya, Kelapa Gading-Jakarta Utara, ternyata
terkuak bahwa dari bisnis haram ini bisa menghasilkan keuntungan bagi pengusaha di atas Rp
25 juta untuk sekali event (jpnn.com, 22/5/2017). Bayangkan berapa total pendapatan dalam
satu bulan dan satu tahunnya. Mirisnya, oleh sebagian pekerja seni isu LGBT+ ini juga
dijadikan sebagai karya dan menjadi pengumpul pundi uang buat mereka. Beberapa bulan
semenjak UNDP melansir pengakuan pendanaan LGBT+ pada Mei 2016, beredar lagu tentang
LGBT. Meskipun dipelesetkan menjadi Lagi Galau Butuh Transferan dan tidak secara
langsung merujuk pada penyimpangan seksual yang tengah menjadi isu, tapi judul lagu itu
diyakini ikut mempopulerkan istilah LGBT. Bisa jadi hal ini terjadi karena masyarakat lama-
lama memandang LGBT+ sebagai hal biasa dan wajar. Diperhalus bahasanya dari yang
sesungguhnya dan parahnya dibuat bahan candaan yang tidak mendidik.
Seringkali latar belakang atau suatu dorongan tertentulah yang menyebabkan manusia
melakukan tindakan ekonomi. Hal ini lazim dikenal dengan istilah motif ekonomi. Dalam
perkembangan LGBT+ yang cukup drastis ini ditemukan beberapa motif ekonomi dalam
praktiknya. Menyisakan sebuah kepiluan tatkala menemukan fakta bahwa praktik LGBT+
dimulai dari korban yang berasal dari kalangan anak-anak. Dengan bantuan kecanggihan
teknologi kasus semacam ini makin hari makin merebak. Subdit Cyber Crime Dittipideksus
Bareskrim Mabes Polri dalam patroli cyber-nya pada pertengahan September 2016 berhasil
mengungkap kasus prostitusi sejenis yang melibatkan anak di bawah umur. Yang menjadi
korban rata-rata sudah terjerumus cukup jauh dalam dunia perdagangan anak, sehingga banyak
yang sulit untuk melepaskan diri. Lantaran sulitnya keluar dari dunia tersebut ditambah
desakan kebutuhan ekonomi, membuat para korban akhirnya malah menawarkan diri untuk
diperdagangkan kepada para homo sekaligus pedofil itu. Ketua Komnas Perlindungan Anak,
Arist Merdeka Sirait mengamini dengan menyatakan bahwa penemuan predator seksual online
ini bermula dari internet. Ada beberapa siklus yang mereka jalankan sebelum menjerat anak-
anak masuk ke dalam dunia prostitusi. Dari mulai menyelidiki si anak, memikatnya,
memastikan situasi yang dialami si anak misalnya broken home atau ditinggal pacar sampai
melakukan bujuk rayu dengan iming-iming tertentu. Nanti setelah mendapat kepercayaan si
anak yang menjadi target korban, pelaku kemudian menjerat mereka dengan sesuatu yang
sangat mereka inginkan. Karena kebutuhan akan biaya hidup yang mendesak akhirnya seorang
anak bisa dengan mudah terbujuk untuk melakukan praktik LGBT+, hingga terjadi pelecehan
seksual pada anak. Namun tak sedikit yang diakhiri dengan mencampakkan si anak yang telah
dinodai itu. Alih-alih bisa lari dari kejahatan ini, seorang anak yang pernah terjerat dan jadi
korban pada akhirnya memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis prostitusi LGBT+ (detik.com,
15/9/2016). Seperti pernah terjadi baru-baru ini di Payakumbuh-Sumatera Barat. Awal Januari
lalu terbongkar adanya perbudakan seks LGBT pada anak-anak. Berawal dari penangkapan
tiga anak jalanan oleh Polisi Pamong Praja, ditemukan data mengenai sejumlah anak jalanan
yang masih berusia remaja yang dipaksa melayani nafsu sejenis kaum LGBT+. Dari informasi
ketiga anak jalanan tersebut perbuatan menyimpang itu sudah berbulan-bulan dilakukan.
Pelakunya dikenal luas sebagai seorang waria yang menjadikan dua anak jalanan sebagai
pelampiasan nafsu, dan diiming-imingi tempat tinggal serta uang sebesar Rp 5 ribu. Salah
satunya bahkan sudah tinggal serumah selama tiga bulan (harianhaluan.com, 12/1/2018).

Kebutuhan biaya hidup yang menjadi motif ekonomi memang cukup terasa kuat sebagai salah
satu alasan perkembangan LGBT+ di Tanah Air. Dalam beberapa kasus lesbian yang terungkap
di media, ada perempuan yang menjadi butchy atau femme dalam pasangan lesbiannya dengan
tujuan mendapatkan materi (tribunnews.com, 8/4/2014).

PSK Gay di Depok Sudah Layani 50 Pria dengan Tarif Rp700 Ribu (sindonews.com,
22/1/2018) motif pelaku melakukan perbuatan tersebut lantaran kebutuhan ekonomi. Rudi
mendapatkan sejumlah uang dari aktivitasnya ini. "Informasinya, sekali transaksi sekitar
Rp300 ribu hingga Rp700 ribu. Untuk kedua pelaku pada saat melakukan hal tersebut
(hubungan intim ala gay) adalah suka sama suka

merdeka.com, 16/9/2016.
Pembunuh hubungan sejenis: Saya tidak gay karena butuh uang saja

PJS (33) pembunuh pedagang kelontong di Komplek Pondok Pucung Indah, Kecamatan
Pondok Aren, Tangerang Selatan, mengaku memperoleh uang sebesar Rp 350 ribu sampai Rp
500 ribu usai berkencan dengan korbannya Sumarmin. Pria yang bekerja serabutan itu
mengaku, telah mengenal korbannya selama 2 tahun. membunuh lantaran sakit hati diumpat
korban usai melakukan hubungan asmara pada malam itu. "Jadi korban dan pelaku bertemu
Kamis malam, saat korban meminta pelaku melakukan hubungan yang kedua di malam itu,
tapi pelaku menolak dan dikatai oleh korbannya. Karena kesal kemudian pelaku menusuk
korbannya beberapa kali dan membekap kepala korban dengan bantal hingga tewas

Referensi yang saya pakai di antaranya kitab “Dzammu Al-Liwath” karya Al-Ajurri, makalah
Dr. Wasim Fathullah yang berjudul “ Tahdziru Ahli Ash-Shiroth Min Ahli As-Sihaq Wa Al-
Liwath”, tafsir ayat-ayat tentang liwath, kitab “Ad-Da’ Wa Ad-Dawa’ karya Ibnu Qoyyim,
kitab “Dzammu Al-Hawa” karya Ibnu Al-Jauzi, kitab “Al-Kaba-ir” karya Adz-Dzahabi, kitab
“Az-Zawajir” karya Ibnu Hajar Al-Haitami, kitab “Qoshoshu Al-Anbiya’” karya Ibnu Katsir
khusus bab tentang kisah nabi Luth, kitab “Nizhom Al-‘Uqubat” karya Taqiyyuddin An-
Nabhani, syarah-syarah hadis terkait liwath yang terdapat pada kitab-kitab syarah seperti
“Nailu Al-Author” karya Asy-Syaukani dan “Subulu As-Salam” karya Ash-Shon’ani,
pembahasan fikih liwath pada kitab-kitab fikih besar seperti “Al-Majmu’” karya An-Nawawi,
“Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Al-Muhadzdzab” karya Asy-Syirozi, “Al-Mughni”
karya Ibnu Qudamah, dan “Al-Muhalla” karya Ibnu Hazm. Tidak lupa kita manfaatkan juga
kitab fikih yang populer di zaman sekarang seperti “Al-Fiqhu Al-Islami” karya Wahbah Az-
Zuhaili, “Fiqhu As-Sunnah” karya Sayyid Sabiq, “Al-Musu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah”
dan lain-lain. Juga puluhan referensi sekunder lain yang membantu.

“...Au istahalla muharraman bil ijma’i kal khamri wal liwaathi…fakulla haadza kufrun…”

“atau (barangsiapa) menghalalkan sesuatu yang sudah ijma’ haram seperti khomr atau
liwath….maka semua ini adalah kekufuran” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 10 hlm 64-65)

An-Nawawi menulis ungkapan di atas pada bab “Riddah” (kemurtadan). Artinya poin-poin
yang dirinci oleh beliau adalah hal-hal yang membuat seseorang dihukumi murtad, kafir, dan
telah keluar dari Islam.

Keharaman liwath memang termasuk perkara yang “ma’lumun min ad-din bi adh-dhoruroh”
(perkara agama yang telah diketahui hukumnya secara pasti oleh semua orang Islam tanpa ada
perselisihan, kesamaran, dan perdebatan) sebagaimana haramnya zina, minum khomr, makan
babi, durhaka kepada orang tua, membunuh tanpa haqq dan semisalnya. Tapi, percaya atau
tidak, di zaman sekarang ada sebagian orang yang menisbatkan diri pada Islam (liberal) yang
berani dan terang-terangan menghalalkan liwath!

“Inna akhwafa maa akhaafu ‘alaa ummatii ‘amalu qaumu luuthi.”

“Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: ‘Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: ‘Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan terhadap umatku adalah perbuatan kaum Luth.’’ [HR Ibnu Majah : 2563
Para alim ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela dan menghina para pelakunya.

‫اء ۚ بَ ْل أَ ْنت ُ ْم‬


ِ ‫س‬ ِ ‫ش ْه َوة ً ِم ْن د‬
َ ِ‫ُون الن‬ ِ َ‫﴾إِنَّ ُك ْم لَت َأْتُون‬٨٠﴿ َ‫سبَ َق ُك ْم ِب َها ِم ْن أ َ َح ٍد ِمنَ ْالعَالَ ِمين‬
َ ‫الر َجا َل‬ ِ َ‫طا إِذْ قَا َل ِلقَ ْو ِم ِه أَت َأْتُونَ ْالف‬
َ ‫اح َشةَ َما‬ ً ‫َولُو‬
َ‫قَ ْو ٌم ُمس ِْرفُون‬

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi
lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini
adalah kaum yang melampui batas” [Al-A’raf/7: 80-81]

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.

‫ظ ُر هللاُ ِإلَى َر ُج ٍل أَت َى َر ُجالً أ َ ْو ا ْم َرأَةً فِ ْي الدُب ُِر‬


ُ ‫الَ يَ ْن‬

“Allah tidak mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi
wanita pada duburnya” [HR Tirmidzi : 1166, Nasa’i : 1456 dan Ibnu Hibban : 1456

Al-Qawaaidul Fiqhiyyah Al-Jazaairi “Al-wasiilatu ilaal haraami haraamun.” 502 dan 654

Talbis Iblis, 1/281; Majalah al-Fiqh al-Islamy, 4/1923. Al-Marwazi rahimahullâh


meriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullâh, bahwasanya beliau mengatakan: “Penghasilan
orang banci adalah kotor, sebab ia mendapatkan uang lewat menyanyi, dan orang banci tidaklah
menyanyikan sya’ir-sya’ir yang mengajak untuk zuhud; namun ia bernyanyi seputar cinta,
asmara, atau meratapi kematian”. Dari sini, jelaslah bahwa Imam Ahmad rahimahullâh
menganggap penghasilan seorang banci sebagai sesuatu yang makruh. Bila dicermati, yang
dimaksud ‘makruh’ oleh Imam Ahmad ialah karâhah tahrîm, alias makruh yang berarti haram.
Sebab beliau mengaitkannya dengan hal-hal yang sifatnya haram, seperti bernyanyi seputar
cinta, asmara, dan meratapi orang mati.

Jadi, seorang penyanyi yang nampak gagah di mata banyak orang hari ini, menurut para Salaf
adalah orang banci, dan penghasilan mereka sifatnya haram, karena diperoleh melalui cara
yang haram. Apalagi jika ia sengaja bertingkah laku seperti wanita (pura-pura banci), maka
lebih haram lagi, sebagaimana yang sering dilakukan para pelawak.

Demikian pula banci yang bekerja di salon dan melayani wanita yang bukan mahramnya, ini
juga makruh hukumnya bila ia seorang banci alami, sebab profesi ini justru melestarikan sifat
bancinya, padahal ia diperintahkan untuk meninggalkan sifat tersebut. Namun bila ia sekedar
pura-pura banci, maka pekerjaan ini jelas haram hukumnya.

Apalagi yang berprofesi sebagai bencong penjaja cinta dan akrab dengan tindak-tindak asusila,
maka jauh lebih diharamkan lagi, karena mereka melakukan perbuatan kaum Luth yang sangat
tercela dan berat sanksinya dalam agama. Bahkan saking bejatnya perbuatan ini, pelakunya
tidak pantas dibiarkan hidup.

“Wa maa aadaa ilaal haraami fahuwa haraamun.


Apa saja yang dapat terlaksananya perbuatan haram, maka itu juga haram. (Imam Izzuddin bin
Abdussalam,Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/184. Syaikh Zakariya bin Ghulam Qadir
Al Bakistani, Ushul Al Fiqh ‘Ala Manhaj Ahlil Hadits, Hal. 114)

Jadi, perbuatan apa pun yang dapat mengantarkan pelakunya kepada perkara haram, maka
perbuatan tersebut menjadi haram juga.

Ada empat istilah fikih penting yang terkait dengan pembahasan LGBT, yaitu liwath, sihaq,
takhonnuts, dan tarojjul. Liwath bermakna homoseksual, sihaq bermakna lesbianisme,
takhonnuts bermakna perilaku banci, tarojjul bermakna perilaku tomboi.

Liwath hukumnya haram. Ada sejumlah pendapat ulama terkait sanksi perilaku liwath, yaitu
dihukum bunuh, dihukum seperti hukuman zina, dan hukuman ta’zir. Buku ini menguatkan
hukuman bunuh. Bercumbu sesama lelaki yang tidak sampai ada sodomi, atau menyetubuhi
anus wanita tidak termasuk liwath meskipun tetap disebut maksiat, sehingga hukuman terhadap
dua jenis kriminal tersebut adalah sanksi ta’zir.

Sihaq hukumnya juga haram, tetapi sanksinya tidak bisa disamakan dengan dengan sanksi
liwath. Para ulama sepakat sanksi sihaq adalah ta’zir.

Adapun takhonnuts dan tarojjul, keduanya juga perilaku menyimpang yang hukumnya haram.
Sanksi terhadap dua jenis kriminal itu adalah ta’zir. Kendati demikian, imamah mukhonnats
adalah sah, pernikahnnya sah, penghasilannya halal, sembelihannya halal, dan boleh
mengucapkan salam kepada mereka. Adapun melihat wanita ajnabi, maka mereka tidak
diperbolehkan karena sunnah Nabi SAW. menunjukkan mereka harus dijauhkan dari para
wanita. Persaksian mereka juga ditolak karena maksiat mereka membuat status keadilan
mereka menjadi gugur. (Mokhamad Rohma Rozikin, LGBT Dalam Tinjauan Fikih, UBPress
Malang, 2017)

Perlu diketahui, Kelompok LGBT di Pilpres 2014 lalu, yang diselenggarakan 9 Juli 2014,
mendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sekretaris Jenderal LSM pemerhati LGBT Arus Pelangi, Widodo Budidarmo pernah
mengatakan, dukungan itu diberikan terkait rekam jejak capres no 2 tersebut, terhadap
kelompok LGBT, terutama bagi waria. Semisal, adanya kucuran anggaran dan program
kesehatan bagi kelompok tersebut ketika Jokowi menjabat Gubernur DKI Jakarta.

kitanusantara.com, 22/1/2018
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS. Al Maidah: 2). Ayat ini
menunjukkan bahwa terlarang saling tolong menolong dalam maksiat.

Dalam hadits juga disebutkan,

‫ص ِم ْن أ َ ْوزَ ِار ِه ْم‬


َ ُ‫سيِئَةً َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِ َها ِم ْن بَ ْع ِد ِه ِم ْن َغي ِْر أ َ ْن يَ ْنق‬
َ ً‫سنَّة‬
ُ ‫اإل ْسالَ ِم‬ َ ‫َو َم ْن‬
ِ ‫س َّن فِى‬
‫ش ْى ٌء‬
َ

“Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari
perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1017).

Hukum membantu keburukan


Fakta Uang di sekitar LGBT
Motif Ekonomi LGBT
Hukum Pendapatan LGBT
Pandangan Islam

You might also like