You are on page 1of 15

PRAKTIKUM IBADAH

..

DISUSUN OLEH

ABAS SAIDUN (1627010001)


ARIMA NETASARI (1657010019)
AZHARI (1657010023)
AINUN (1657010007)
DANDI FERNANDO ARISKA (1657010028)

DOSEN PENGAMPU : FITRIA ULFAH, M.Pd.I

PRODI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


Segala puji bagi Allah SWT, karena hanya dengan ijin dan kuasanyalah
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Praktik Sholat Jenazah” dengan tepat
waktu makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Tak lupa pula, sholawat serta salam marilah kita haturkan kepada baginda
Rasulullah SAW, karena dengan perantara beliaulah kita di pandu dari zaman
kebodohan, zaman kebatilan menuju zaman penuh dengan cahaya ilmu
pengetahuan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah berperan dalam
membantu menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada dosen yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini dalam hal pemberian materi
mengenai Perkembangan-perkembangan Ilmu Manajemen.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu jika dalam makalah ini
ada kesalahan kami meminta agar pembaca dapat memberikan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Palembang, Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Salat Jenazah ................................................................. 3


B. Dasar Hukum Salat Jenazah ................................................................. 3
C. Syarat Salat Jenazah ............................................................................. 5
D. Rukun Salat Jenazah ............................................................................ 5
E. Kaifiat Salat Jenazah ............................................................................ 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 11

Daftar Pustaka .................................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita


sebagai makhluk yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang
kewajiban tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain
salat adalah suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat
tertentu pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh
bahasa di atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa
permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya.

Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah


masyarakat adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori
salat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika
dibayangkan bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita
melihat dari aspek praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan
dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini
mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan
tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah dengan
baik dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana
pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat dalam
salat jenazah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini


adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud salat jenazah?

2. Apa saja syarat salat jenazah?

3. Apa saja rukun salat jenazah?

4. Bagaimana kaifiat salat jenazah?

1
C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan


penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan salat jenazah

2. Menjelaskan apa saja yang menjadi syarat salat jenazah

3. Menjelaskan apa saja yang menjadi rukun salat jenazah

4. Mengetahui kaifiat salat jenazah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya

Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan
umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan
salat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin
telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia
maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).

B. Dasar Hukum Salat Jenazah

Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan


baik, maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati
jenazah itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan
hadis Nabi SAW :

َ ‫صلُّ ْوا‬
ُ‫علَى َم ْن قَا َل ََلاِلهَ ا ََِّلهللا‬ َ :َ‫سلَّ ْم قَال‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ِ‫ع َم َررضي هللا عنه ا َ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ ُ ‫ع ِن اب ِْن‬ َ
ُّ
)‫(رواه الطبران‬.ُ‫صل ْو َاو َرا َء َم ْن قَا َل ََلاِلهَ ا ََِّلهللا‬ َ ‫َو‬
Artinya:

“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)

Juga hadis Nabi SAW :

‫لر ُج ِل ْال ُمت ََوفَّى‬ َّ ‫سلَّ ْم َكانَ يُؤْ تى ب ِا‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ ا َ َّن لنَّب‬:َ‫ب ُه َري َْرتَ رضي هللا عنه قَال‬ ِ َ ‫ع ْن ا‬ َ
ْ
َ‫صلَّى َوا ََِّلقَا َل ِلل ُم ْس ِل ِميْن‬ َ ‫ضالً؟ فَا ِْن ُحد‬
َ ‫ِث اَنَّهُ ت ََركَ َوفَا ًء‬ ِ ‫علَ ْي ِه‬
ْ َ‫الدي ُْن فَ َي ْسا َ ُل ه َْل ت ََركَ ِل ِد ْينِ ِه ف‬ َ
)‫احبُك ْم (رواه البخاري ومسلم‬ ُ ِ ‫ص‬ َ ‫على‬ َ ُّ
َ ‫صل ْوا‬ َ
Artinya :

“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal
dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi
menanyakan apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar
hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk

3
membayarnya, maka beliau akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan
memesankan kepada kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)

Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya
saja yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus
dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi
SAW. yang menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor
burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.

Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi
tampak tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti
jenazah biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka
tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu
manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.

Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah
menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa
menyalatkan.

Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :

َ ‫ع َل ا َ َحد ٍِم ْن ُح ْم َماتَ اَبَد ًَاو ََلت َ ُك ْم‬


)84:‫(التوبة‬...ِ‫ع َل قَب ِْره‬ َ ُ‫َو ََلي‬
َ ‫ص ِل‬
Artinya :

“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara


mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan
engkau berdiri dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)

Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan
melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak
dimandikan dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang
berlumuran darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam
kitabnya al Um bahwa telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara
mutawatir bahwa Nabi SAW. tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.

Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing


terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika
jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia

4
berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf
yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf
hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.”
Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.

C. Syarat Salat Jenazah

Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-
syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya,
seperti :

1. Beragama Islam

2. Sudah baligh dan berakal

3. Suci dari hadis atau najis

4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat

5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan

6. Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).

Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-
waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang
makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan
saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.

D. Rukun Salat Jenazah

1. Niat melaksanakan salat jenazah

‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأ ْ ُم ْو ًم ِالِلِ تَعَالَى‬ ٍ ‫على هذَااْل َميِتِ(ه ِذ ِه اْل َميِتَتِ)ا َ ْربَ َع ت َ ْكبِي َْرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫صل ِى‬
Artinya :

“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu
Akbar.”

5
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak
sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur.
Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika
sedang berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”.
Imam Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur
tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan
kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.

3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.

َ ‫صلَّى‬
‫علَى انَّ َجا ِشي ِ فَ َكب ََّرا َ ْربَعًا‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ع ْن َجا ِب ْر ا َ َّن انَ ِب‬
َ ‫ي‬ َ
)‫(رواه البخاري ومسلم‬

Artinya :

“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau
membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama
dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir
dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i,
Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.

4. Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.

5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga.
Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan
cara sirri(bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al
Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta memberi salam disunatkan
secara sirrikecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada takbir dan taslim
untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya
dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup.
Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi
sebagai berikut :

‫علَى‬
َ ‫ار ْك‬ ِ َ‫علَى ا َ ِل اِب َْرا ِهي َْم َوب‬
َ ‫علَى اِب َْرا ِهي َْم َو‬َ َ‫ص َليْت‬ َ ‫علَى ا َ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬َ ‫علَى ُم َح َّمد ٍَو‬ َ ‫ص ِل‬َ ‫اَلل ُه َّم‬
َ ‫علَى ا َ ِل اِب َْرا ِهي َْم ِفى ْال َعالَ ِميْنَ اِنَّ َّك‬
ٌ‫ح ِم ْيد ُ َّم ِجيْد‬ َ ‫علَى اِب َْرا ِهي َْم َو‬ َ َ‫ار ْكت‬ َ َ‫علَى ا َ ِل ُم َح َّم ٍد َك َماب‬َ ‫ُم َح َّمد ٍَو‬
Artinya :

6
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga
Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah
berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah
Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh penduduk alam, sungguh
engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”

6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.

َ ُّ‫ص ْوالَهُ الد‬


‫عا َء (رواه‬ ِ ِ‫علَى ْال َمي‬
ُ ‫ت فَا َ ْخ ِل‬ َ ‫صلَّ ْيت ُ ْم‬
َ ‫ اِذَا‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ُ‫س ْو ُل هللا‬
)‫ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬

Artinya :

Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah


untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban
yang menyatakan sahihnya)

Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama
adalah membaca doa berikut :

ٍ‫ع ْنهُ َوا َ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِس ْع َم ْد َخلَهُ َوا َ ْغس ِْلهُ بِ َماءٍ َوث َ ْلج‬
َ ‫ْف‬ ُ ‫عافِ ِه َواع‬ َ ‫ار َح ْمهُ َو‬ ْ ‫اَلل ُه َّم ا ْغ ِف ْرلَهُ َو‬
‫ارا َخي ًْر ِام ْن دَ ِار ِه َوا َ ْه ًال َخي ًْر ِام ْن‬ً َ‫ض ِمنَ الدَّن َِس َوا َ ْبد ِْلهُ د‬ َ ‫َوبَ َرد ٍَون َِق ِه ِمنَ ْال َخ‬
ْ ‫طا يَا َك َمايُن ََّق الث َّ ْوب‬
ُ َ‫ُااَلَ ْبي‬
)‫عذَابَاالنَّا ِر (رواه مسلم‬ َ ‫ا َ ْه ِل ِه َوزَ ْو ًجا َخي ًْر ِام ْن زَ ْو ِج ِه َوقِ ِه فِتْنَةَ ْالقَب ِْر َو‬
Artinya :

“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia,
lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air
embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari
noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitu
pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari
bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)

7. Membaca doa setelah takbir keempat

Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam
hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :

َ‫ َكان‬:َ‫ع ْوث ُ َّم قَال‬


ُ ‫الرا ِب َع ِة قَد َْر َمابَيْنَ الت َّ ْكبِي َْرتَي ِْن يَ ْد‬ َ َ‫علَ ْي َهاا َ ْربَعًاث ُ َّم ق‬
َّ َ‫ام بَ ْعد‬ ْ ‫أَنَّهُ َمات‬
َ ‫َت لَهُ اِ ْبنَة فَ َكب ََّر‬
‫جنَازَ ِة هَا َكذَا‬ َ ‫صنَ ُع ِفى ْال‬
ْ ‫سلَّ َم َي‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫ص َّل هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ُ ‫َر‬
Artinya :

7
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan
membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri
selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya,
“Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap jenazah.”

Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai
berikut :

ٌَ‫اح ِميْن‬ َّ ‫اَلل ُه َّم ََلتَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َو ََل ت َ ْفتِنَّابَ ْعدَهُ َوا ْغ ِف ْرلَن ََاولَهُ ِب َرحْ َمتِكَ يَاا َ ْر َح َم‬
ِ ‫الر‬
Artinya :

“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah
Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada
kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”

Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah


takbir keempat itu, dan sebagai berikut :

َ ‫سنَةً َوقِنَا‬
‫عدَا َبالنَّا ِر‬ َ ‫سنَةً َوفِى ْاَل ِخ َرةِ َح‬
َ ‫َربَّنَااتِنَافِى الدُّ ْن َيا َح‬

Artinya :

“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan
lindungilah kami dari siksa neraka.”

8. Mengucapkan Salam

Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu
Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya
wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk
salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan membaca
salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah
seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi
Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah dengan
menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan
perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu
kali, tidak ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa
hukum mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan
menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua kesebelah

8
kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam yang kedua termasuk
dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).

E. Kaifiat Salat Jenazah

Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah


berdiri lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil
membaca takbiratul ihram. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri kemudian
membaca surat al Fatihah diikuti dengan takbir lagi dan membaca salawat
Nabi, kemudian takbiryang ketiga diikuti membaca doa kepada jenazah, lalu
takbir keempat dan berdoa lagi kemudian salam.

1. Apabila jenazah ada di depan tempat Salat

Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah
dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih
dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah
perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang
lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.

2. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh

Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang
disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat
jenazah biasa dengan niat salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin
berkata bahwa jenazah gaib itu disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW.
telah menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang
berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.

3. Apabila jenazah telah dikubur

Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah


disalatkan sebelum dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah.

2. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka
terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu
hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi
SAW : Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu
orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di
belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.”

3. Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak
dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya
pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya. Syarat-
syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari hadis atau
najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki
auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh
anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.

4. Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat
kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW,
Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat,
mengucapkan salam.

5. Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah
jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan
kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada
di tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat
yang jauh, yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan
jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur

10
B. Saran-saran

1. Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan
diri untuk menyanbut kematian itu.

2. Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah hendaknya
benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia diterima di
sisi Allah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.

Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari

12

You might also like