Professional Documents
Culture Documents
..
DISUSUN OLEH
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan
umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan
salat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin
telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia
maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
َ صلُّ ْوا
ُعلَى َم ْن قَا َل ََلاِلهَ ا ََِّلهللا َ :َسلَّ ْم قَال َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َّ ِع َم َررضي هللا عنه ا َ َّن النَّب
َ ي ُ ع ِن اب ِْن َ
ُّ
)(رواه الطبران.ُصل ْو َاو َرا َء َم ْن قَا َل ََلاِلهَ ا ََِّلهللا َ َو
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)
لر ُج ِل ْال ُمت ََوفَّى َّ سلَّ ْم َكانَ يُؤْ تى ب ِا َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ي َّ ِ ا َ َّن لنَّب:َب ُه َري َْرتَ رضي هللا عنه قَال ِ َ ع ْن ا َ
ْ
َصلَّى َوا ََِّلقَا َل ِلل ُم ْس ِل ِميْن َ ضالً؟ فَا ِْن ُحد
َ ِث اَنَّهُ ت ََركَ َوفَا ًء ِ علَ ْي ِه
ْ َالدي ُْن فَ َي ْسا َ ُل ه َْل ت ََركَ ِل ِد ْينِ ِه ف َ
)احبُك ْم (رواه البخاري ومسلم ُ ِ ص َ على َ ُّ
َ صل ْوا َ
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal
dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi
menanyakan apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar
hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk
3
membayarnya, maka beliau akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan
memesankan kepada kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya
saja yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus
dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi
SAW. yang menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor
burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi
tampak tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti
jenazah biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka
tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu
manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah
menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa
menyalatkan.
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan
melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak
dimandikan dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang
berlumuran darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam
kitabnya al Um bahwa telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara
mutawatir bahwa Nabi SAW. tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.
4
berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf
yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf
hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.”
Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-
syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya,
seperti :
1. Beragama Islam
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-
waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang
makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan
saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.
ض ْال ِكفَايَ ِة َمأ ْ ُم ْو ًم ِالِلِ تَعَالَى ٍ على هذَااْل َميِتِ(ه ِذ ِه اْل َميِتَتِ)ا َ ْربَ َع ت َ ْكبِي َْرا
َ ت فَ ْر َ ُا
َ صل ِى
Artinya :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu
Akbar.”
5
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak
sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur.
Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika
sedang berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”.
Imam Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur
tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan
kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.
َ صلَّى
علَى انَّ َجا ِشي ِ فَ َكب ََّرا َ ْربَعًا َ سلَّ َم َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َّ ع ْن َجا ِب ْر ا َ َّن انَ ِب
َ ي َ
)(رواه البخاري ومسلم
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau
membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama
dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir
dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i,
Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.
5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga.
Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan
cara sirri(bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al
Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta memberi salam disunatkan
secara sirrikecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada takbir dan taslim
untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya
dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup.
Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi
sebagai berikut :
علَى
َ ار ْك ِ َعلَى ا َ ِل اِب َْرا ِهي َْم َوب
َ علَى اِب َْرا ِهي َْم َوَ َص َليْت َ علَى ا َ ِل ُم َح َّم ٍد َك َماَ علَى ُم َح َّمد ٍَو َ ص ِلَ اَلل ُه َّم
َ علَى ا َ ِل اِب َْرا ِهي َْم ِفى ْال َعالَ ِميْنَ اِنَّ َّك
ٌح ِم ْيد ُ َّم ِجيْد َ علَى اِب َْرا ِهي َْم َو َ َار ْكت َ َعلَى ا َ ِل ُم َح َّم ٍد َك َمابَ ُم َح َّمد ٍَو
Artinya :
6
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga
Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah
berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah
Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh penduduk alam, sungguh
engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
Artinya :
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama
adalah membaca doa berikut :
ٍع ْنهُ َوا َ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِس ْع َم ْد َخلَهُ َوا َ ْغس ِْلهُ بِ َماءٍ َوث َ ْلج
َ ْف ُ عافِ ِه َواع َ ار َح ْمهُ َو ْ اَلل ُه َّم ا ْغ ِف ْرلَهُ َو
ارا َخي ًْر ِام ْن دَ ِار ِه َوا َ ْه ًال َخي ًْر ِام ْنً َض ِمنَ الدَّن َِس َوا َ ْبد ِْلهُ د َ َوبَ َرد ٍَون َِق ِه ِمنَ ْال َخ
ْ طا يَا َك َمايُن ََّق الث َّ ْوب
ُ َُااَلَ ْبي
)عذَابَاالنَّا ِر (رواه مسلم َ ا َ ْه ِل ِه َوزَ ْو ًجا َخي ًْر ِام ْن زَ ْو ِج ِه َوقِ ِه فِتْنَةَ ْالقَب ِْر َو
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia,
lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air
embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari
noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitu
pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari
bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam
hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
7
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan
membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri
selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya,
“Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai
berikut :
ٌَاح ِميْن َّ اَلل ُه َّم ََلتَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َو ََل ت َ ْفتِنَّابَ ْعدَهُ َوا ْغ ِف ْرلَن ََاولَهُ ِب َرحْ َمتِكَ يَاا َ ْر َح َم
ِ الر
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah
Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada
kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
َ سنَةً َوقِنَا
عدَا َبالنَّا ِر َ سنَةً َوفِى ْاَل ِخ َرةِ َح
َ َربَّنَااتِنَافِى الدُّ ْن َيا َح
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan
lindungilah kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu
Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya
wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk
salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan membaca
salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah
seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi
Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah dengan
menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan
perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu
kali, tidak ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa
hukum mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan
menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua kesebelah
8
kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam yang kedua termasuk
dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah
dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih
dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah
perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang
lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang
disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat
jenazah biasa dengan niat salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin
berkata bahwa jenazah gaib itu disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW.
telah menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang
berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah.
2. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka
terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu
hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi
SAW : Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu
orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di
belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.”
3. Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak
dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya
pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya. Syarat-
syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari hadis atau
najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki
auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh
anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4. Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat
kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW,
Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat,
mengucapkan salam.
5. Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah
jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan
kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada
di tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat
yang jauh, yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan
jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur
10
B. Saran-saran
1. Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan
diri untuk menyanbut kematian itu.
2. Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah hendaknya
benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia diterima di
sisi Allah.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
12