Professional Documents
Culture Documents
SEMPURNA DAN
KEUTAMAANNYA
َانﺮﻤنﱠ ﺣ ا، أﺧﺒﺮهﺜ ﻳﺰِﻳﺪ اﻟﻠﱠﻴﻄﺎء ﺑﻦنﱠ ﻋ ا،ٍﺎبﻬﻦ ﺷﻦ اﺑ ﻋ،ﻮﻧُﺲﻦ ﻳﻋ
ﻨْﻪ ﻋﻪ اﻟﺿﻔﱠﺎن ر ﻋﻦﺎنَ ﺑﺜْﻤنﱠ ﻋ ا،ﺮهﺧْﺒﻨْﻪ ا ﻋﻪ اﻟﺿﺎنَ رﺜْﻤ ﻋَﻟﻮﻣ
، واﺳﺘَﻨْﺜَﺮ،ﺾﻤﻀ ﻣ ﺛﻢ،ٍاتﺮ ﻣثََ ﺛ ﻛﻔﱠﻴﻪ ﻓَﻐﺴﻞ،ﺎﺿ ﻓَﺘَﻮ،ﻮءﺿﺎ ﺑِﻮﻋد
ثََ ﺛﻓﻖـﺮ اﻟﻤَﻟ اَﻨﻤ اﻟﻴﺪَه ﻳﻞ ﻏَﺴ ﺛﻢ،ٍاتﺮ ﻣثََﻪ ﺛﻬﺟ وﻞ ﻏَﺴﺛﻢ
ﻠَﻪ رِﺟﻞ ﻏَﺴ ﺛُﻢ،ﻪﺳا رﺢﺴ ﻣ ﺛُﻢ،َﻚ ذَﻟى ﻣﺜﻞﺮﺴ اﻟْﻴﺪَه ﻳﻞ ﻏَﺴ ﺛﻢ،ٍاتﺮﻣ
ﺛُﻢ،َﻚ ذَﻟﺜْﻞى ﻣﺮﺴ اﻟﻴﻠَﻪ رِﺟﻞ ﻏَﺴ ﺛُﻢ،ٍاتﺮ ﻣثََ ﺛﻦﻴﺒﻌ اﻟَﻟ اَﻨﻤاﻟﻴ
ﺛُﻢ،ﺬَا ﻫﻮﺋ ۇﺿﻮ ﻧَﺤﺎﺿﻠﱠﻢ َﺗَﻮﺳ وﻪﻠَﻴ ﻋﻪ اﻟﻠﱠﻪ ﺻ اﻟﻮلﺳ رﺖﻳا ر:ﻗَﺎل
ﺛُﻢ،ﺬَا ﻫﺋﻮ ۇﺿﻮ ﻧَﺤﺎﺿ ﺗَﻮﻦ ))ﻣ:ﻠﱠﻢﺳ وﻪﻠَﻴ ﻋﻪ اﻟﻠﱠ ﺻﻪ اﻟﻮلﺳ رﻗَﺎل
.(( ذَﻧْﺒِﻪﻦ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﱠم ﻣ ﻟَﻪﺮ ﻏُﻔ،ﻪﺎ ﻧَﻔْﺴﻬِﻤﻴ ﻓﺪِّثﺤ ﻳ ﻦﺘَﻴﻌﻛ رﻊﻛ ﻓَﺮ،ﻗَﺎم
ﺑِﻪﺎﺿﺎ ﻳﺘَﻮﻎُ ﻣﺒﺳ اﻮءﺬَا اﻟﻮﺿ ﻫ:َﻘُﻮﻟُﻮنﻧَﺎ ﻳﺎوﻠَﻤﺎنَ ﻋﻛ و:ٍﺎبﻬ ﺷﻦ اﺑﻗَﺎل
ﺛُﻢ:ﺨَﺎرِي اﻟﺒﻗَﺎل و،ﻢﻠﺴﺬَا ﻟَﻔْﻆُ ﻣﻫ و،ﻪﻠَﻴ ﻋﺘﱠﻔَﻖ ﻣ.ةَﻠﺼأﺣﺪٌ ﻟ
ﺘَﻨْﺜَﺮ واﺳ،ﺘَﻨْﺸَﻖاﺳ و،ﺾﻤﻀﺗَﻤ.
Dari Yunus, dari Ibnu Syihab, bahwa Atha bin Yazid Al-Laytsi
mengabarkan kepada beliau, bahwa Humraan maula Utsman bin Affan
radhiyallahu anhu mengabarkan kepadanya (‘Atha), bahwa Utsman bin
Affan radhiyallahu anhu minta didatangkan air wudu, kemudian beliau
berwudu dengan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian berkumur dan ber-istintsar (mengeluarkan air yang
sebelumnya dimasukkan ke hidung), kemudian membasuh wajahnya
sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya hingga ke
siku, kemudian membasuh tangan kirinya demikian pula, kemudian
membasuh kepalanya, kemudian mencuci kaki kanannya hingga ke mata
kaki sebanyak tiga kali, kemudian mencuci kaki kirinya demikian pula,
kemudian beliau berkata, “Saya melihat Rasulullah ﷺberwudu
sebagaimana wudu saya ini, kemudian beliau bersabda, ‘Siapa berwudu
sebagaimana wudu saya ini, kemudian salat dua rakaat dan tidak
berbicara walau dengan dirinya sendiri (dalam salat tersebut), niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’”
Ibnu Syihab berkata, “Para Ulama kita mengatakan bahwa wudu yang
seperti ini adalah wudu yang paling sempurna yang dapat dilakukan
seseorang ketika akan salat.’ Muttafaqun alaihi[1], dan ini lafal Muslim,
sedangkan lafal Al-Bukhari, “Kemudian berkumur, lalu ber-istinsyaq,
kemudian ber-istintsar.”
Beliau masuk Islam sejak permulaan dakwah, pernah berhijrah dua kali
(Hijrah Habasyah dan Madinah). Beliau menikahi dua orang putri Nabi
Muhammad (Ruqayyah dan Ummu Kaltsum) pada waktu yang berbeda
setelah salah seorang di antara keduanya wafat.
Beliau diangkat menjadi khalifah setelah Umar bin Khatthab wafat. Beliau
wafat pada Hari Jumat pada bulan Zulhijjah tahun 35 hijriah di
Madinah.[2]
Makna hadis:
Hadis ini mencakup sifat wudu yang sempurna dari sifat Nabi Muhammad
ﷺ. Utsman bin Affan radhiyallahu anhu mengajarkannya dengan metode
yang terbaik dan memahamkannya kepada orang di sekitarnya dengan
pemahaman yang sempurna yaitu dengan langsung mempraktikkannya.
Tentu cara ini akan lebih mudah dipahami dan lebih kuat dalam ingatan.
Beliau minta didatangkan air dalam bejana agar air tersebut tetap bersih,
dan beliau tidak mencelupkan tangannya ke dalam bejana, namun
dengan menuangkan air ke telapak tangan sebanyak tiga kali, sampai
kedua telapak tangan tersebut bersih. Kemudian beliau membasuh
wajahnya sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangannya hingga ke
siku sebanyak tiga kali. Kemudian membasuh kepala sekali saja.
Kemudian mencuci kedua kakinya hingga ke mata kaki sebanyak tiga
kali.
Imam Ats-Tsauri dan Abu Hanifah memandang bahwa berkumur dan ber-
istinsyaq wajib pada saat mandi janabah, dan sunah ketika berwudu.
Imam Ahmad bin Hambal dan Abu Tsaur berpendapat bahwa al-Istinsyaq
wajib ketika berwudu dan mandi janabah, namun berkumur tidak
wajib.[7]
11. Hadis ini memberikan dalil tentang anjuran melakukan salat dua
rakaat setiap selesai wudu, dan hukumnya sunah muakkad. Salat
ini boleh dilakukan pada semua waktu tanpa terkecuali, karena
ada sebabnya.
12. Pahala yang dijanjikan dalam hadis khusus jika dilakukan dengan
sempurna dua hal utama, pertama, berwudu dengan tata cara
sebagaimana dalam hadis, kedua, salat dua rakaat dengan sifat
salat yang khusyuk seperti dijelaskan dalam hadis.[11]
Footnote:
[6] Abdullah bin Shalih Al-Bassam. Op. Cit. Jilid. 1, hlm 27.
[9] Ibnu Daqiiq Al-‘Ied. Ihkamul Ahkam Syarh Umdatil Ahkam. Jilid 1, hlm
82.
[11] Abdullah bin Shalih Al-Bassam. Op. Cit. Jilid. 1, hlm 29.
[12] Ibid.
[14] Ibid.