You are on page 1of 53

PENDAHULUAN

Dr. Tim La Haye dalam bukunya yang berjudul You and Your Family, memberikan

diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes,

seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan

Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. Jonathan

Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup

yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat

1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100

orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan : 300 orang

pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat

pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dan, kisah ini mengantarkan kita pada

pembahasan yang sangat penting, yaitu tentang karakter Kristen.

Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari

generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Hal ini sesuai

dengan pendapat para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang menyatakan

bahwa lingkungan dan agen yang banyak mempengaruhi pembentukan karakter, iman,

dan tata nilai seseorang adalah keluarga asal (the family of origin). (Sijabat, B.S., 2008.

Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 17-18). Dengan

kata lain, keluarga asal dianggap paling berperan dan berharga dengan berbagai dinamika

dan kondisi apapun dalam membentuk karakter dan kebiasaan seseorang.

APAKAH KARAKTER KRISTEN ITU?

Tema tentang karakter adalah bahasan yang penting, tetapi jarang dibicarakan dan telah
diabaikan, bahkan dikalangan Kristen sekalipun. Dua kemungkinan alasan pengabaian
ajaran ini adalah : (1) Bahasan ini dianggap kurang manarik dibanding dengan tema
doktrinal lainnya; (2) Tidak semua orang suka membahas karakter karena ini menyangkut
wilayah “kepribadian” seseorang yang dianggap tidak boleh diusik. Puluhan buku teologi
yang pernah saya baca tidak mencantumkan tema ini sebagai bahasan penting seperti
tema-tema doktrinal lainnya.

Akibat dari pengabaian ini banyak orang Kristen yang tidak mengetahui ajaran dari tema
yang sangat penting ini, padahal Jerry C. Wofford telah mengamati bahwa “bagi seorang
pemimpin gereja, tidak ada atribut yang lebih penting ketimbang karakter”. Selanjutnya
Wofford menjelaskan, “Dalam pengajaranNya Yesus sangat menekankan karakter para
muridNya. Surat Paulus kepada Timotius dan Titus juga berbicara mengenai karakter
pemimpin gereja. Karakter itu meliputi kualitas seperti: integritas, kemurnian moral,
kelemahlembutan dan kesabaran. Kualitas kepemimpinan dibahas diseluruh Perjanjian
Baru. Unsur karakter Kristen sangat penting sehingga Yesus mengambil waktu khusus
untuk mengajarkannya kepada mereka yang akan memimpin gereja mula-mula”
(Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan, terj, Penerbit ANDI:
Yokyakarta, hal 115-116). Tragisnya, akibat ketidaktahuan ini, banyak orang Kristen
tidak bertumbuh dalam karakter Kristen yang baik, dan lebih buruk lagi, tetap merasa
bertumbuh padahal stagnan!

1. Pengertian Karakter Kristen

W.J.S Poerwadarminta menyebutkan karakter sebagai, “tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan


atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya” (Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta). Karakter adalah istilah psikologis yang menunjuk
kepada “sifat khas yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dari individu
lainnya”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Baru, Pustaka Phoenix: Jakarta). Jadi,
pada dasarnya karakter adalah sifat-sifat yang melekat pada kepribadian seseorang.
Sedangkan Kristen adalah sebutan bagi seseorang yang telah menerima Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-
ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, karakter Kristen disebut juga
sifat-sifat Kristen, yaitu kualitas rohani yang dimiliki seorang Kristen.

2. Pembentukan Karakter

Setiap pribadi dikenali melalui sifat-sifat (karakter) yang khas baginya. Pembentukan
pribadi mencakup kombinasi dari beberapa unsur yang tidak mungkin dapat dihindari,
yaitu unsur hereditas, unsur lingkungan, dan kebiasaan. (1) Unsur hereditas adalah unsur-
unsur yang dibawa (diwariskan) dari orang tua melalui proses kelahiran, seperti keadaan
fisik, intelektual, emosional, temperamen dan spiritual; (2) Unsur lingkungan mempunyai
peranan dan pengaruh yang besar dalam membentuk karakter dari pribadi seseorang.
Unsur lingkungan disini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan tradisi dan budaya,
serta lingkungan alamiah (tempat tinggal); (3) Unsur kebiasaan adalah suatu tindakan
atau tingkah laku yang terus menerus dilakukan menjadi suatu keyakinan atau keharusan.
Kebiasaan-kebiasan ini akan turut membetuk karakter seseorang.

Secara umum ketiga unsur tersebut membentuk pribadi seseorang. Tetapi, ada lagi satu
unsur yang membedakan orang Kristen dari yang bukan Kristen, yaitu unsur regenerasi
atau kelahiran baru, yang bersifat radikal dan supranatural. Justru unsur regenerasi ini
sangat menentukan dalam pembentukan karakter Kristen, karena tanpa regenerasi ini kita
gagal menyenangkan Allah.

PENTINGNYA KARAKTER KRISTEN

Alasan penting mengapa kita perlu mengajarkan dan menampilkan karakter Kristen
adalah: (1) Kemerosotam moral. Karena saat ini sudah begitu luas kalangan yang
merasakan terjadinya kemerosotan moral. Pengajaran karakter adalah suatu perlawanan
terhadap kemerosotan moral dan terhadap etika modern yang rasionalistik yang
dipengaruhi oleh pencerahan dan individualistik; (2) Bahaya Pluralisme. Dalam zaman
globalisasi dari postmodern saat ini kita semakin menyadari berbagai aturan moral yang
berbeda dari berbagai budaya yang berbeda. Saat ini kita hidup disuatu zaman
perjumpaan global dan keragaman budaya, dan itu membutuhkan kemampuan untuk
beradaptasi; (3) Pudarnya semangat keteladan. Karakter dibentuk oleh orang-orang lain
yang menjadi model atau mentor yang kita ikuti. Orang tua, guru, pembina, pelatih yang
menjadi model atau teladan bagi kita turut membentuk karakter kita. Dengan dituntun
atau mengikuti dan meneladani para pembina atau sosok lain yang layak diteladani kita
belajar mengenali dan mewujudkan berbagai disposisi, kebiasaan, dan keterampilan
emosional dan intelektual yang dinyatakan oleh berbagai kebajikan. Sayangnya,
kebanyakan teori etika individualistik dan rasionalistik modern kurang memperhatikan
pengaruh-pengaruh ini, atau dengan kata lain semangat untuk mewarisi keteladanan
kebenaran ini semakin memudar.

Kita mengetahui bahwa identitas orang Kristen dikenal lewat dua kualitas transformatif
yang secara metaforis dinyatakan sebagai “garam” dan “terang” dunia (Matius 5:13,14).
Kedua metafora ini mengacu kepada “perbedaan” dan “pengaruh” yang harus
dimanifestasikan murid-murid Yesus kepada dunia ini. Kedua metafora ini dapat
diartikan sebagai “penetrating power of the Gospel” yang harus dinyatakan oleh murid-
murid Yesus yang sudah lebih dahulu mengalami transformasi. Implikasi dari penegasan
ini cukup serius, yaitu bahwa orang Kristen secara harus memikul beban moral dari
metafora-metafora ini secara konsisten dan konsekuen. Lebih jauh, implikasi ini bukan
sekedar penegasan, tetapi merupakan sebuah panggilan bagi orang Kristen untuk
melibatkan diri dan memberi solusi dalam masalah-masalah dunia ini tanpa harus
menjadi duniawi.

Tetapi, pengaruh kurangnya karakter yang baik merupakan aspek yang dapat merusak
kesaksian Kristen. Jika garam menjadi tawar maka ia tidak berguna (Matius 5:13). Dan
jika terang disembunyikan di bawah gantang maka ia tidak dapat menerangi semua orang
(Matius 5:15). Karena itu Kristus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu
bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik (kalá erga)dan
memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius 5:16). Kata Yunani “kalá erga” atau yang
diterjemahkan “perbuatan yang baik” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian
moral, kualitas dan manfaat. Dengan demikian, perbuatan baik adalah cermin dari
kualitas karakter seseorang. (Baca artikel saya:
http://artikel.sabda.org/makna_sebuah_integritas)

Karena itu, pentingnya karakter hidup Kristen dijelaskan oleh Stephen Tong sebagai
berikut, “Hal ini merupakan tugas dan fungsi akhir dari pendidikan Kristen”. Selanjutnya
Stephen Tong menjelaskan, “Kita sebagai orang Kristen, selain memberikan hidup
kepada orang-orang yang kita didik, selain kita mengharapkan mereka memiliki hidup di
dalam (inward life) yang sudah dilahirkan kembali, mereka juga membentuk karakter
diluar (outward character). Hidup ini merupakan pekerjaan Roh Kudus melalui firman
yang kita kabarkan, melalui Injil yang kita tegaskan sebagai pusat iman, kita melahirkan
mereka melalui kuasa Injil dan Firman oleh Roh Kudus di dalam kuasa Allah. Setelah itu
kita mendidik mereka di dalam karakter Kristen”. (Tong, Stephen, 2010, Arsitek Jiwa II,
Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 25-26).

KERUSAKAN TOTAL DAN KETIDAKMAMPUAN TOTAL MANUSIA

Manusia telah mati secara rohani sehingga memerlukan kelahiran kembali atau hidup
baru secara rohani. Akibat dari dosa pertama Adam dan Hawa, citra Allah dalam diri
manusia telah tercoreng dan mengakibatkan dosa masuk dan menjalar kepada setiap
manusia (Roma 3:10-12, 23; 5:12). Adam dan Hawa telah membuat dosa menjadi aktual
pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan
kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22).

Manusia telah rusak total (total depravity), tetapi ini bukanlah berarti (1) bahwa setiap
orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) bahwa
orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan
dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4)
bahwa orang berdosa tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan
Allah maupun manusia. Tetapi yang dimaksud dengan kerusakan total adalah (1)
kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap aspek natur dan kemampuan manusia:
termasuk pikiran, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara
menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1 Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15), dan (2)
secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk
berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).

Selain mengakibatkan kerusakan total pada manusia, dosa juga mengakibatkankan


ketidakmampuan total (total inability), yaitu bahwa : (1) Orang yang belum lahir baru
tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh
diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah; (2) Tanpa karya
khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah
hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah.
Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir
baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apapun.
Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk
kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak digerakan oleh kasih
kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak
Allah

Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu
menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apapun untuk
mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah bahwa
manusia memerlukan suatu perubahan yang radikal dan menyeluruh yang
memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan
Tuhan. Regenerasi adalah solusi yang disediakan Allah bagi manusia.

REGENERASI SEBAGAI PONDASI DARI KARAKTER KRISTEN

Regenerasi adalah perubahan yang radikal dan seketika yang diperlukan untuk
memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan
hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Regenerasi merupakan suatu perubahan
radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Kita tidak memiliki peran apapun dalam kelahiran baru ini; sepenuhnya merupakan
tindakan Allah. Sebab jika kita telah mati secara rohani, bagaimana mungkin orang mati
dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri (Efesus 2:5)?
(Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit
Momentum : Jakarta, hal. 121-146).
1. Natur Regenerasi

Berdasarkan pengertian di atas ada tiga natur dari regenerasi, yaitu: (1) Regenerasi
merupakan perubahan yang terjadi secara seketika, bukan suatu proses bertahap seperti
pengudusan yang progresif. Paulus mengatakan, “telah menghidupkan kita bersama-sama
dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih
karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5). Disini, kata kerja yang diterjemahkan
“menghidupkan (synezoopoiesen)”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan
yang seketika atau sekejap; (2) Regenerasi merupakan perubahan yang supernatural
(adikodrati). Kelahiran baru bukan merupakan peristiwa yang dapat dilaksanakan oleh
manusia (Yohanes 3:6). Kelahiran baru sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Secara
khusus merupakan karya Roh Kudus. (3) Regenerasi merupakan perubahan yang radikal.
Istilah radikal berasal kata Latin “radix” yang berarti “akar”, sehingga regenerasi
merupakan suatu perubahan pada akar natur kita. Dengan demikian regenerasi berarti: (a)
penanaman (pemberian) kehidupan rohani yang baru, karena pada dasarnya manusia telah
mati secara rohani (Efesus 2:5; Kolose 2:13; Roma 8:7-8). Manusia yang telah mati
secara rohani tidak mungkin dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan
dirinya sendiri, karena regenerasi merupakan tindakan Allah dan manusia hanya
menerimanya; (b) perubahan yang total yaitu perubahan mempengaruhi seluruh
keberadaan kepribadian, yaitu pikiran, hati nurani, kehendak, emosi. Alkitab
menyebutnya sebagai pemberian “hati yang baru” (Yehezkiel 36:26). Hati menurut
Alkitab adalah inti rohani dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas; sumber yang
darinya mengalir semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan,
menghendaki, mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan dengan Amsal 4:23; Matius
15:18-19).

2. Regenerasi sebagai Awal dari Seluruh Proses Pembaharuan

Dapat dikatakan bahwa regenerasi adalah awal dari seluruh proses pembaharuan dalam
kehidupan seorang Kristen. Karena regenerasi merupakan pemberian hidup yang baru,
maka artinya regenerasi merupakan awal dari proses-proses pembaharuan hidup. Dengan
demikian, orang yang lahir baru telah mengalami langkah pertama dari pembaharuan.
Proses-proses pembaharuan hidup yang mengikuti regenerasi itu bersifat progresif dan
disebut “pengudusan yang dinamis”. Paulus mengingatkan “..karena kamu telah
menanggalkan (apekdysamenoi) manusia lama (palaion anthropos) serta kelakuannya,
dan telah mengenakan (endysamneoi) manusia baru (kainon anhtropos) yang terus-
menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar
Khaliknya” (Kolose 3:9-10). Dalam ayat ini Paulus bukan bermaksud memberitahu
orang-orang percaya di Kolose bahwa mereka sekarang atau setiap hari harus
menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru berulang-ulang kali, tetapi
Paulus menegaskan bahwa mereka telah mengalaminya pada saat regenerasi dan telah
melakukannya perubahan ini ketika mereka di saat konversi menerima dengan iman apa
yang telah dikerjakan Kristus bagi mereka. Kata Yunani “apekdysamenoi
(menanggalkan)” dan “endysamneoi (mengenakan)” menggunakan bentuk aorist tense
yang mendeskripsikan kejadian seketika. Jadi Paulus sedang merujuk kepada apa yang
telah dilakukan orang percaya di Kolose ini di masa yang lalu.

Lalu apakah yang dimaksud Paulus dengan frase “terus menerus diperbaharui”?
Walaupun orang-orang percaya adalah pribadi-pribadi baru, akan tetapi mereka belum
mencapai kesempurnaan yang tanpa dosa; mereka masih harus bergumul melawan dosa.
Pembaharuan ini merupakan proses seumur hidup. frase ini menjelaskan kepada kita
bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan
mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan hati nurani. Alkitab menyebutnya
dengan istilah “pengudusan”, yang bersifat dinamis bukan statis, yang progresif bukan
seketika; yang memelukan pembaharuan, pertumbuhan dan transformasi terus menerus (1
Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18). Selanjutnya, Paulus dalam Efesus 4:23
mengingatkan orang percaya “supaya kamu dibaharui (ananeousthai) di dalam roh dan
pikiranmu”. Bentuk infinitif “ananeousthai” yang diterjemahkan dengan “dibaharui”
adalah bentuk present tense yang menunjuk kepada suatu proses yang berkelanjutan. Jadi,
orang-orang percaya yang telah lahir baru dan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus
masih diperintahkan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging dan segala sesuatu
yang berdosa di dalam diri mereka berupa keinginan-keinginan daging (Roma 8:13;
Galatian 5:19-21; Kolose 3:5), serta menyucikan diri dari segala sesuatu yang mencemari
tubuh dan roh (2 Korintus 7:1).

3. Peranan Regenerasi dalam Pembentukan Karakter Kristen

Regenerasi merupakan misteri karena merupakan karya Allah semata-mata dan kita tidak
pernah dapat melihat dan merasakan; kita tidak pernah tahu persis kapan regenerasi itu
terjadi. Kita hanya dapat mengamati efek-efek dari regenerasi itu saja; dan mengamati
bukti-bukti dari perubahan yang terjadi. Berikut ini akibat-akibat dari regenerasi.

(1) Memampukan seseorang untuk bertobat dan percaya. Pada saat seseorang dilahirkan
baru maka ia dimampukan bertobat dari dosa-dosanya dan percaya kepada Kristus untuk
keselamatannya. Seseorang dapat memberi respon di dalam pertobatan dan iman hanya
setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Bertobat dan percaya
disebut dengan istilah perpalingan (convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan
sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk
mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat
menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang
dapat melakukannya (Yohanes 6:44).
(2) Perubahan atau transformasi. Kelahiran baru oleh Roh Kudus mengakibatkan
perubahan. Kelahiran baru ini tidak disadari atau tidak dirasakan saat terjadi, tetapi dapat
diamati lewat kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup yang baru, serta
kemampuan untuk hidup benar dan menaati Allah. Perubahan ini meskipun tidak
disadari, menghasilkan hati (kardia) yang diubahkan yang memimpin kepada karakter
yang diubahkan dan kemudian menghasilkan hidup yang diubahkan (2 Korintus 5:17).
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus
mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan hati
nurani. Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan” (1 Tesalonika 5:23; Ibrani
10:14; 2 Petrus 3:18).

(3) Pembaharuan pikiran. Paulus dalam Roma 12:2 mengatakan “Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga
kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan
kepada Allah dan yang sempurna”. Kata Yunani “nous” yang digunakan disini berarti
“akal budi atau pikiran”. Pembaharuan nous adalah syarat untuk bisa mengenal dan
melakukan kehendak Allah. Apa yang diyakini oleh pikiran (nous) akan mempengaruhi
perilaku (behavior) seseorang (Rm 12:1-21). Pembaharuan akal budi (nous) akan
menghasilkan perubahan perilaku (behavior transformation). Yang dimaksud dengan
perilaku (behavior) ialah karakter, sikap, perbuatan atau tindakan seseorang yang dapat
dilihat (visible), diamati (observable), dan dapat diukur (measurable). Jadi, perubahan
perilaku akan teraktualisasi dalam sikap, tindakan dan perbuatan karena telah mengalami
pembaharuan nous ( Efesus 4:17-32).

(4) Menghasilkan buah Roh. Regenerasi oleh Roh Kudus mengakibatkan kita mampu
menghasilkan buah Roh Kudus (Galatia 6:22-23). Buah Roh Kudus disini ditulis dalam
bentuk tunggal yaitu kata Yunani “karpos”. Walaupun buah Roh itu satu (bentuknya),
tetapi majemuk (sifatnya). Kesatuan dan banyak segi dari buah Roh ini mencerminkan
integritas dan keharmonisan. Dengan kata lain buah Roh Kudus hanya satu, tetapi
memiliki sembilan rasa. Buah Roh Kudus berasal dari dalam dan tidak ditambah dari
luar. Ini adalah hasil kehidupan baru saat orang percaya dilahirkan kembali oleh Roh
Kudus.

MEMBANGUN KARAKTER KRISTEN

Kelemahan atau kecacatan karakter merupakan tanda pada gangguan kepribadian


(personality disorder). Para psikolog dan praktisi kesehatan jiwa mengenali sepuluh jenis
gangguan kepribadian, yaitu: (1) Paranoid, polanya adalah orang tidak mudah percaya
dan selalu curiga; (2) Skizoid, yaitu orang mengalami keterpisahan secara sosial dan
emosi yang terkungkung; (3) Skizopital, yaitu orang yang biasanya mengalami gannguan
pikiran, perilaku eksentrik, dan kapasitas yang kurang untuk berhubungan dekat; (4)
Antisosial, biasanya terdapat pada pola sikap tidak peduli, dan pelanggaran atas hak
orang lain; (5) Borderline, biasanya ditandai dengan ketidakstabilan dalam hubungan,
gambar diri, suasana hati, dan sikap yang impulsif dramatis; (6) Histrionik, polanya
adalah emosi yang berlebihan dan mencari perhatian; (7) Narsistik, polanya ditunjukkan
oleh adanya rasa sombong, haus pujian, dan kurangnya empati; (8) Avoidant, biasanya
dicirikan oleh adanya hambata sosial, perasaan tidak mampu, dan kepekaan yang
berlebihan terhadap kritik; (9) Dependent, pada masalah ini terdapat kebutuhan yang
sangat besar akan perhatian, sikap patuh, perilaku bergantung, dan takut kan perpisahan;
(10) Obsesif Kompulsif, biasanya ditandai dengan kesenangan akan keteraturan,
kesempurnaan, dan kontrol sebagai ganti fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi
(Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005. Staying Sane in a Crazy World.
Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta, hal. 297-299).

Berapa banyak orang Kristen telah bertindak bodoh karena tidak membangun karakter
yang kuat sehingga mereka menjadi lemah. Kita dikejutkan oleh laporan berita mengenai
pemimpin-pemimpin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau
penyelenggara negara yang ditangkap polisi karena berusaha melakukan kekerasan fisik
terhadap istrinya supaya ia bisa bebas berhubungan dengan kekasihnya. Atau para orang
tua yang melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap anak-
anak mereka. Ironisnya, beberapa dari mereka adalah orang-orang Kristen! Akibatnya,
orang Kristen dihina dan diejek, dan perilaku yang buruk dari beberapa orang Kristen ini
dijadikan tolok ukur untuk menuduh bahwa Kekristenan penuh dengan kemunafikan.
Meskipun tuduhan tersebut tidak benar, sekali lagi, pengaruh kurangnya karakter
merupakan aspek penting yang merusak kesaksian Kristen.

Karena itu, Pemazmur mengingatkan kita “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mamur 90:12). Pada saat
seseorang menjadi cukup dewasa untuk menyadari betapa singkatnya hidup ini, maka ia
mulai sadar betapa berharganya seandainya ia telah belajar lebih awal untuk menjadi
bijaksana dalam kehidupan. Paulus menasihati, “Karena itu, perhatikanlah dengan
saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,
dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah
kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Efesus 5:15-
17). Jika kita berusaha sungguh-sungguh untuk memiliki hikmat dari Allah, kita akan
lebih mampu meningkatkan kualitas diri, mengembangkan karakter dan nilai-nilai yang
mengalir dari hidup baru yang telah ditanamkan Allah dalam kita. Karakter kita akan
menjadi karakter yang saleh sehingga orang lain senang melihatnya, dan memuliakan
Allah (Matius 5:16).

1. Meneladani Karakter Allah


Studi tentang karakter seharusnya dimulai dari Allah, karena hanya Allah saja yang
memiliki karakter yang sempurna. Karena itu beberapa teolog lebih suka memberi judul
“Kesempurnaan Allah” ketika membahas tentang sifat-sifat Allah dalam buku teologi
mereka. Kesempurnaan Allah ialah totalitas dari sifat-sifat atau karakter Allah
sebagaimana dinyatakan Alkitab. Seluruh sifat (karakter) Allah menyatakan
kesempurnaan Allah! Para teolog sepakat bahwa ada beberapa karakteristik yang hanya
dimiliki oleh Allah saja. Para teolog menyebutnya sebagai karakter Allah yang tidak
dapat dikomunikasikan dan melekat hanya pada Allah. Sedangkan beberapa karakteristik
lainnya ditularkan kepada manusia yang diciptakan secitra dengan Allah. Para teolog
menyebutnya sebagai karakter yang dapat dikomunikasikan. (Enns, Paul., 2004. The
Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang,
hal 229-241).

Siapa orang yang kita kagumi akan mempengaruhi hidup kita. Bisa jadi kualitas umum
pada orang yang kita kagumi tersebut adalah karakter atau sifat-sifat yang ada padanya.
Jika kita mengagumi orang yang berkualitas, bukankah seharusnya jauh lebih baik kita
mengagumi kesempurnaan Allah yang hidup, yang daripadaNya segala kebenaran,
kebaikan, dan keindahan berasal? Sekilas, karakter Allah yang luar biasa, indah dan
menganggumkan itu terungkap dalam Keluaran 34:6-7 berikut, “Berjalanlah TUHAN
lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih,
panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya
kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi
tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan
kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan
keempat”.

Ketika Allah menyatakan diriNya kepada Musa sebagai Allah yang penuh dengan
kemurahan dan belas kasihan, yang tidak lekas marah, yang berlimpah-limpah kasih
setiaNya, dan yang tetap mengasihi beribu-ribu keturunan serta yang mengampuni
kesalahan, pelanggaran dan dosa, maka Allah menyatakan dengan sangat jelas bahwa
karakter pribadiNya adalah standar yang mutlak: Dengan standar tersebut semua sifat
ditetapkan. Allah tidak bertanggung jawab terhadap siapapun, dan tidak ada standar lain
yang lebih tinggi yang harus diikutiNya. KarakterNya yang kekal dan tanpa kompromi
adalah standar yang tak dapat berubah yang kemudian memberikan arti terdalam dari
kasih, kemurahan hati, kesetiaan, dan kesabaran. (Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill
Perkins, 2013. Handbook To Leadership, terj. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih:
Jakarta, hal. 18).

2. Membangun Karakter Allah di dalam Kita


Beberapa dari karakter Kristen yang disebutkan dalam Alkitab harus dikembangkan dan
ditampilkan oleh setiap orang Kristen, yaitu : integritas (Titus 1:7-9), kerendahan hati
(Matius 5:1-7; Markus 10:14-15; 1 Timotius 3:6), kasih dengan segala karakteristiknya
(Matius 22:37-39; 1 Korintus 13), melayani dan menolong (Lukas 10:25-37), kekuatan
dan kebenaran batiniah (Lukas 11:37-53; 12:15; Yohanes 16:33), hubungan yang erat
dengan Kristus (1 Timotius 6:11; 2 Timotius 2:22; Yohanes 15:1-8), sukacita (Yohanes
17:13), kekudusan (Yohanes 17:16; 2 Timotius 2:22), damai ( 2 Timotius 2:22), sabar dan
tekun (1 Timotius 6:11; 2 Timotius 3:10), lemah lembut (1 Tomotius 6:11; 2 Timotius
2:25), penguasaan diri (1 Timotius 3:2; Titus 1:8), tidak tamak dan tidak suka bertengkar
(1 Timotius 3:2-3; 6:10-11), serta kualitas lainnya dalam 2 Petrus 1:5-8, seperti :
kebajikan, pengetahuan, ketekunan, dan kesalehan.

Karakter yang dipaparkan dalam ayat-ayat tersebut diatas memang sangat mengagumkan,
tetapi juga kita akui memang terlalu tinggi. Daya pesonanya membuat banyak orang
Kristen terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam
kemegahannya sehingga tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari
betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk mendakinya. Kita
merindukan sifat-sifat ini tercermin dalam hidup kita dan kita sangat mendambakannya,
tetapi apakah mungkin kita mencapainya? Jika hanya mengandalkan usaha pada manusia
saja maka upaya itu akan sia-sia. Namun, Dalam Kristus kita telah diperkenankan
mendapat kuasa ilahiNya dan telah dikaruniai keistimewaan yang tidak terbayangkan
untuk ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:3-4; 2 Korintus 5:17). Kita tidak
hanya menerima hakikat (hidup) baru dalam Kristus (Roma 6:6-13), tetapi kita juga
didiami oleh Roh Kudus, yang kehadiranNya dalam diri kita memampukan kita
mewujudkan kualitas-kualitas karakter seperti Kristus.

Perubahan atau transformasi rohani dan karakter yang benar berlangsung dari dalam
keluar, bukan dari luar ke dalam. Iman, kasih, pengetahuan, kesalehan, ketekunan,
kesetiaan, penguasaan diri, dan lainnya sebagainya, mengalir dari kehidupan Kristus yang
telah ditanamkan dalam diri kita saat kita lahir baru. Saat kita mengembangkan dan
membuat sifat-sifat itu menjadi semakin nyata di dalam kehidupan kita, maka kita tidak
hanya menjadi kesaksian hidup bagi orang lain tetapi juga menyenangkan hati Tuhan.
Sangat menakjubkan apa yang dapat dilakukan Allah bagi orang-orang yang
menginginkan pribadinya bertumbuh dan karakternya berkembang. Kabar baiknya ialah,
“Allah ingin kita berkembang sepenuhnya”. Ia menebus kita untuk keperluan itu, Ia ingin
kita bertumbuh dan dewasa (sempurna) sama seperti Bapa surgawi kita sempurna
(Bandingkan Matius 5:48). Rasul Paulus mengajarkan hal yang sama dalam Efesus 4:13-
15, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang
menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita
bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.
MENGEMBANGKAN KARAKTER KRISTEN YANG KUAT SEBAGAI PROSES
SEUMUR HIDUP

Satu hal yang pasti, karakter tidak pernah terbentuk secara instan, apalagi dalam satu
malam. Membangun karakter memerlukan waktu dan sikap dasar yaitu kesediaan untuk
belajar dan berubah. Banyak orang menginginkan untuk mampu secepat-cepatnya
mengatasi masalah dalam memperbaiki karakter. Mereka mengingingkan semacam
formula ajaib yang dapat secara seketika mengubah karakter mereka. Seseorang bisa saja
mendapatkan teknik mudah dan cepat, yang memberikan solusi sementara, seperti yang
ditawarkan dalam banyak buku yang ditulis para ahli saat ini. Itu memang membantu,
tetapi itu tidak dapat membentuk karakter yang kokoh. Pada dasarnya, karakter yang
kokoh dibentuk di atas landasan pengalaman, disiplin diri, dan dedikasi. Jika seseorang
hanya memiliki pencitraan atau rekayasa dan bukan keaslian karakter yang kokoh, maka
tantangan-tantangan kehidupan akan segera menghancurkan solusi-solusi yang sementara
itu.

Karakter adalah sebuah kekuatan yang tidak kelihatan. Karakter bertumbuh melalui
proses dan ujian. Karakter yang baik menghasilkan buah-buah yang unggul dan
berkualitas Buah-buah yang bermanfaat bagi kehidupan kita dan orang lain. Buah-buah
dari karakter antara lain: Integritas menghasilkan kewibawaan, tanggung jawab
menghasilkan kedewasaan, kejujuran menghasilkan kepercayaan, ketulusan
menghasilkan persahabatan, iman menghasilkan kekuatan, ketekunan menghasilkan
pengharapan, dan lain sebagainya. (Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh Character.
Penerbit Andi : Yogyakarta, hal. 13-14). Tuhan Yesus berkata, “Demikianlah setiap
pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik
menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan
buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”
(Matius 7:17-18).

Karakter Kristen dibentuk sebagai hasil perjumpaan dengan kebenaran Alkitabiah yang
menembus kedalam hati. Hal itu hanya mungkin terjadi jika seseorang belajar firman
Allah, merenungkan firman Allah itu dengan segala makna dan penerapannya.
Merupakan fakta yang terbukti bahwa doktrin (pengajaran firman Tuhan) mempengaruhi
karakter. Apa yang dipercayai seseorang sangat besar mempengaruhi perbuatannya. Jika
seseorang menerima dan mengikuti ajaran yang sehat maka ajaran itu akan menghasilkan
karakter ilahi dan karakter Kristus. Paulus memberikan nasihat kepada Timotius agar
“awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Timotius 4:6,13,16). Selanjutnya
Paulus berbicara tentang “ajaran yang sesuai dengan ibadah kita” (1 Timotius 6:1-3),
yakni serupa dengan Allah dalam hal karakter dan kehidupan yang kudus (Conner, Kevin
J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit Gandum Mas:
Malang, hal. 33).

PENUTUP

Untuk melawan kekuatan dari rasionalisme, liberalisme, dan individualisme modern yang
menghancurkan, beberapa pakar etika Kristen bersikeras bahwa kita perlu berfokus bukan
hanya pada keputusan benar atau salah, tetapi juga pada apa yang membentuk karakter
dari orang-orang yang membuat keputusan dan melakukan perbuatan. Sudah tiba saatnya
orang-orang Kristen harus lebih berani dan lebih tegas lagi mengajarkan dan
menampilkan citra dari karakter Kristen dimana pun mereka berada. Kita patut
meneladani kaum Puritan sebelum abad pencerahan yang begitu menekankan pengajaran
tentang kebajikan moral (karakter) pada abad keenam belas dan ketujuh belas.

Kaum Puritan mengakhiri monarki, menuntut pemerintah bertanggung jawab terhadap


tujuannya dalam mengendalikan negara menuju keadilan, kebebasan, kedamaian,
mewujudkan demokrasi, dan toleransi agama, dan mendorong terbentuknya suatu jenis
baru karakter moral dan kebajikan sebagai seorang warga. Melalui pengajaran Alkitabiah
dan praktek Gereja, kaum Puritan itu mengajarkan kebajikan, disiplin, kewajiban,
kerajinan, pengendalian diri, usaha yang sungguh untuk melakukan kehendak Tuhan,
ketaatan yang sistematik kepada perintah-perintah Allah, devosi segenap hati untuk
kebaikan bersama, kebajikan sebagai warga, dan aktivisme (Stassen, Glen & David
Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini. Terjemahan,
penerbit Momentum : Jakarta, hal. 51-54).

Akhirnya, saya mengajak kita merenungkan nasihat bijaksana dari C.S Lewis berikut ini,
“Intinya bukanlah bahwa Allah tidak akan mengijinkan Anda masuk ke dalam dunia
kekalNya jika Anda belum memiliki kualitas-kualitas karakter tertentu: intinya adalah
jika orang tidak memiliki permulaan-permulaan dari kualitas-kualitas itu sedikitpun
dalam diri mereka, maka tidak ada kondisi-kondisi eksternal yang memungkinkan, yang
bisa menciptakan ‘surga’ bagi mereka – maksudnya, bisa membuat mereka bahagia
dengan kebahagiaan yang dalam, kuat, dan tidak tergoyahkan yang dipersiapkan Allah
bagi kita” (Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya :
Bandung, hal. 122).

REFERENSI
Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership. Terjemahan,
Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta.

Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal
Wholeness. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief. Terjemahan, Penerbit
Gandum Mas: Malang.

Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit


Literatur SAAT : Malang.

Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh Character. Penerbit Andi : Yogyakarta.

Hearth, W. Stanley., 1997. Psikologi Yang Sebenarnya. Penerbit ANDI: Yogyakarta.

Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit


Momentum : Jakarta.

Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005. Staying Sane in a Crazy World.
Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.

Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1. Terjemahan, penerbit ANDI Offset :
Yogyakarta.

Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Sobur, Alex., 2009. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Penerbit CV. Pustaka
Setia: Bandung.

Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi


Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, penerbit Literatur SAAT : Malang.

Tong, Stephen., 2010. Arsitek Jiwa II, Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta.

Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks
Masa Kini. Terjemahan, penerbit Momentum : Jakarta.

Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan. Terjemahan, penerbit


ANDI: Yokyakarta.

Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik,
Gembala di GBAP El Shaddai Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika
Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Googgle dengan mengklik nama Samuel T.
Gunawan; (2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T.
Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).

Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, dan budi yang terdapat dalam diri seseorang.
Dengan mengetahui karakternya, kita dapat memberikan penilaian. Apakah orang
tersebut baik atau tidak. Salah satu hal yang mempengaruhi karakter ialah lingkungan
sekitar. Jika seseorang tinggal di lingkungan yang menjunjung tinggi kekeluargaan,
kemungkinan besar ia orang yang loyal.

ads

Karakter manusia yang sebenarnya akan kelihatan ketika dirinya menghadapi masalah.
Ya, hidup ini tak pernah luput dari masalah. Namun, kita harus menyerahkan diri kita
kepada Tuhan. Saat mengalami masa sukar, lihat dan ketahui makna kebangkitan Yesus.
Memiliki karakter yang kuat, tangguh, tegar, stabil, dan sempurna.

Proses pembentukan karakter seperti Yesus tidaklah mudah dan diperoleh secara instan.
Sebaliknya, proses tersebut amatlah menyakitkan dan mengancam kehidupan kita. Disini,
Allah meminta kita untuk selalu setia kepada-Nya. Dengan membawa diri kita ke tempat
yang dikehendaki Allah, kita telah mempersembahkan diri kita kepada-Nya. Roma 8:29
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari
semula untuk menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu,
menjadi yang sulung diantara banyak saudara.” Berikut ialah karakter Kristus sebagai
manusia:

1. Penuh Perhatian

Hati Yesus selalu tergerak oleh belas kasihan. Oleh sebab itu, Ia tidak tinggal diam jika
manusia mengalami kesusahan. Matius 8:5-7 “Ketika Yesus masuk ke Kapernaum,
datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: Tuan,
hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita. Yesus
berkata kepadanya: Aku akan datang menyembuhkannya.” Ayat di atas sebagai bukti
bahwa Yesus sangat prihatin kepada manusia. Ia tidak akan membiarkan umat-Nya
berlarut-larut dalam penderitaan.

2. Hidup Miskin dan Sederhana

Miskin bukanlah sebuah dosa, bukan juga salah satu hal yang luar biasa. Melainkan suatu
tujuan hidup orang Kristen untuk meneladani hidup Yesus. Yesus memiliki karakter yang
sederhana dan mau hidup miskin. Tujuannya agar Ia bisa sama seperti manusia. Dalam
kemiskinan, kita diajarkan sesuatu hal yang sangat berharga. Sebuah pelajaran yang
memiliki makna yang luar biasa.

Filipi 4:11-12 “Kukatakan ini bukanlah kekurangan, sebab aku telah belajar
mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan apa itu
kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang
merupakan rahasia bagiku; baik dalam kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik
dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.”

3. Hidup Kaya Tanpa Ketamakan


Yesus itu kaya, karena Ia memiliki kuasa yang atas alam semesta. Namun, ia memilih
untuk tidak tamak akan semua itu. Ia berbagi kuasa-Nya dengan melakukan mujizat
Tuhan Yesus. Allah sangat senang jika kebutuhan anak-anak-Nya terpenuhi. Bagi mereka
yang dekat dan telah belajar, Yesus membukakan kelimpahan harta sorgawi kepada
mereka. Kelimpahan tersebut tiada habisnya.

4. Berani

Karakter Kristus selanjutnya ialah pemberani. Dapat dilihat ketika Ia menjungkirbalikkan


meja-meja penyamun di Bait Allah. Tindakan tersebut sangat mengundang banyak
perhatian. Namun, Ia dengan tegas mengatakan “Jangan Menjadikan Rumah Bapa-Ku
sebagai sarang penyamun.” Kita juga dituntut untuk meneladani sifat Yesus yang
pemberani. Yesaya 41:10“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah
bimbang, sebab Aku ini Allahmu. Aku akan meneguhkan bahkan akan menolong engkau;
Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”

5. Penuh Pertimbangan

Allah Tritunggal selalu mempertimbangkan segala sesuatu sebelum mengambil


keputusan. Ia memikirkan kapan waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu. Sama
seperti kita, jangan terlalu terburu-buru ketika mengambil keputusan. Melainkan pikirkan
dampak positif dan negatif yang akan terjadi dari keputusan tersebut.

6. Tegas

Sponsors Link

Yesus selalu bersifat tegas, terutama saat Ia dihadapkan pada keputusan sulit. Ketegasan
ini bisa kita peroleh dengan cara belajar. Caranya dengan melakukannya dan
menyerahkannya ke dalam tangan Tuhan. Ketegasan akan selalu menuntun kita pada
hidup yang memiliki tujuan.

7. Berbelas Kasih

Yesus itu Maha Pengasih dan Penyayang. Sebagai manusia, kita dituntut untuk mengasihi
musuh-musuh kita. Agar kita dapat bertumbuh dan berbuah di dalam Kristus. Hal tersebut
merupakan bagian tersulit dalam hidup kita. Well, sebenarnya tidak terlalu sulit. Asalkan
kita mau membuang rasa benci dan memupuk kasih sayang untuk diberikan kepada
sesama manusia.

8. Tidak Butuh Ketenaran

Yesus tidak butuh sanjungan orang banyak. Ia juga tidak meminta untuk dikenal orang
banyak. Namun, ia lebih memilih untuk “mati dalam diri sendiri”. Makna dari kalimat
tersebut ialah “apabila kamu dilupakan, tidak dikenal, atau tidak dianggap sama sekali,
dan engkau tidak lupa dan sakit hati terhadap penghinaan dan kelalaian ini. Tetapi
sebaliknya, hatimu gembira, merasa layak untuk menderita bersama Kristus.”

9. Tahan Godaan
Ingatkah kamu ketika Yesus dicobai di padang gurun? Yesus mampu menahan diri-Nya
dari berbagai godaan si Iblis. Bagaimana dengan kita? Di tengah-tengah dunia yang
gemerlap ini, kita sulit manahan nafsu dan keinginan hati. Penyembahan berhala,
pembunuhan, percabulan, dan pencurian dilakukan untuk mendapatkan harta duniawi.
Kita kurang memaknai pandangan Iman Kristen terhadap gaya hidup modern

10. Selalu Puas dan Bersyukur

Yesus selalu bersyukur atas apa yang diberikan Bapa kepada-Nya. Namun, tidak bagi
manusia biasa. Kita selaku Kristiani sangat tamak dalam hidup. Bukan malah hidup
sederhana dan mengetahui makna paskah. Sudah punya rumah, ingin punya apartemen.
Sudah punya mobil, ingin punya yang baru lagi. Ketamakan akan membawa manusia
hidup dalam kehancuran dan egoisme.

11. Pemaaf

Sponsors Link

Karakter manusia dalam diri Yesus selanjutnya ialah pemaaf. Ia mau memaafkan
siapapun yang telah berbuat dosa kepada-Nya. Tidak memandang apakah dosa tersebut
berat atau tidak. Sifat ini tampak jelas ketika karakter Kristus mau memaafkan dosa
seluruh umat manusia. Terutama orang-orang yang menyalibkan Dia. Lukas 6:37
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah
kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan
diampuni.”

12. Rendah Hati

Yesus itu rendah hati. Ia merendahkan diri-Nya agar sama dengan manusia biasa.
Kerendahan hati-Nya dibuktikan ketika Ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai
Yordan. Kitapun harus bisa demikian. Walaupun beribu-ribu pujian datang, tetaplah
mempertahankan sikap rendah hati. Jangan sekali-kali kamu meninggikan diri. Biarlah
Yesus sendiri yang meninggikan dirimu.

13. Penyabar

Yesus itu Maha Penyabar. Ia sabar ketika dianiaya dan dijelek-jelekkan oleh orang
banyak. Ia tidak marah, malahan Ia mendoakan orang tersebut agar mau bertobat. Yesus
sabar menunggu agar manusia di dunia ini bertobat dan mau menjadi murid Kristus.

14. Sanggup Dianiaya

Sama seperti Yesus yang dianiaya, kita sebagai manusia juga akan menerima
penganiayaan. Cepat atau lambat, tuduhan palsu akan dilemparkan pada kita. Tapi,
jangan membukakakan pintu kebencian bagi orang yang menganiaya kita. Ingatlah akan
janji Tuhan bagi orang percaya. Tetaplah belajar untuk mengasihi musuh-musuh kita.
Jangan lupa juga untuk berdoa dengan cara berdoa yang benar.

15. Tulus Hati


Yesus mengasihi manusia secara tulus ikhlas. Tanpa meminta apapun dari manusia yang
dikasihi-Nya. Ketulusan Yesus membawa terang dan kesempurnaan bagi hidup manusia.
Ia sebagai manusia telah menunjukkan bahwa semua hal itu bisa dilakukan. Yang
terpenting ialah kemauan.

Itulah 15 karakter Yesus sebagai manusia. Kita sebagai Kristiani diharapkan bisa
meneladani karakter tersebut. Tidak lupa juga untuk menaati hukum Taurat. Semoga
pengetahuanmu tentang Kristiani bertambah ya.

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT BELAJAR SISWA di SEKOLAH DAN di


RUMAH BAGI SISWA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan terjadi secara terus-
menerus. Proses belajar yang ideal tentunya menginginkan adanya kelancaranbaik dalam
guru menyampaikan materi atau siswa yang menerima materi,tapi kenyataanya banyak
kendala yang dialami siswa yangsering disebut permasalahan atau hambatan dalam
belajar. Hambatan tersebut dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari luar. Terdapat
beberapa faktor yang menjadi penghambat keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Yaitu faktor dari dalam individu dan dari luar. Faktor sekolah juga mempengaruhi belajar
siswa. Faktorsekolah yang mempengaruhi belajar mencakup beberapa faktor
yaitu,metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, dan keadaangedung. Selain faktor sekolah
ada faktor keluarga dan faktor masyarakat yang mempengaruhi berhasil tidaknya siswa
dalam belajar.
Setiap anak mempunyai masalah yang berbeda dengan anak lain. Dengan adanya
hambatan tersebut akan mempersulit anak untuk mancapai hasil belajar yang maksimal.
Oleh karena itu, harus ada solusi untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam belajar
pada anak.Sebagai guru sudah sepatutnya kita bisa menyadari dan bisa memecahkan
permasalah. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang permasalahan-permasalahan
yang bekaitan dengan proses belajar siswa serta bagaimana solusi penanganannya.

B. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan faktor penghambat dalam belajar pada siswa di sekolah dan di rumah .
2. Mendeskripsikan cara mengatasi hambatan belajar pada siswa di sekolah dan di
rumah.
C. Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan ini meliputi:
1. Peserta didik
2. Hubungan guru dan peserta didik
3. Hubungan peserta didik dengan peserta didik lain
4. Hubungan peserta didik dengan orang tua
5. Keadaan kelas
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi Belajar
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational
Psychology: The Teaching-Learning Process dalam buku Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru karangan Muhibbin Syah (2010: 88), berpendapat bahwa belajar adalah
suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

Hintzman dalam bukunya The Psyschology of Learning and Memory yang dikutip
oleh Muhibbin Syah (2010: 88) dalam buku Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru berpendapat “Learning is a change in organism due to experience which can affect
the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu prubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat memengaruhi
tingkah laku organisme tersebut.
Bigggs dalam pendahuluan Teaching for Learning yang dikutip oleh Muhibbin
Syah (2010: 90) dalam buku Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru,mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu:
a. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut pandang jumlah), belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.
Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa.
b. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi”
atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari.
Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui seusai proses
mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu
perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor.
c. Secara kualitatif (tinjauan mutu) belajar ialah memperoleh arti-arti dan pemahaman
serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini
difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan
masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

B. Fase-Fase Dalam Proses Belajar


Rebber (1998), dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-
langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai hasil-
hasil tertentu dalam buku Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru oleh Muhibbin
Syah (2010: 110).
Proses belajar dapat diartikan sebagai “ tahapan perubahan perilaku kognitif,
afektif,dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif
dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya” (Syah,
2010: 111).
Menurut Jerome S. Bruner Dalam buku Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru karangan Muhibbin Syah(2010: 111) dalam proses belajar, siswa menempuh tiga
fase, yakni:
1. Fase informasi (tahap penerimaan materi)
Seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai
materi yang sedang dipelajari. Diantara informasi yang diperoleh itu ada yang sama
sekali baru dan ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam
pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
2. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)
Informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat
dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
3. Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
Seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh mana pengetahuan (informasi
yang telah ditransformasikan tadi) dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala
lain atau memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of Learning yang dikutip oleh
Muhibbin Syah(2010: 111) dalam buku Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru,
setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tahapan-tahapan yang mencakup:
1. Acquisition (tahap perolehan atau penerimaan informasi)
Seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons
terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi
pula asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam kesesluruhan perilakunya.
Proses acquisition dalam belajar merupakan tahapan yang paling mendasar. Kegagalan
dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.
2. Storage (tahap penyimpanan informasi)
Seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman
dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition. Peristiwa ini sudah
tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori.
3. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sitem memorinya,
misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses retrieval
pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan
memproduksi kembali item-item yang tersimpan dalam memori berupa informasi,
simbol,pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atas stimulus yang sedang
dihadapi.

C. Jenis-Jenis Belajar
Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki
corak yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya
maupun dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan
kebutuhan kegidupan manusia yang juga bermacam-macam. Dalam bukunya, yang
berjudul Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Muhibbinn Syah (2010: 120)
menjelaskan tentang jenis-jenis belajar sebagai berikut:
1. Belajar abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak.
Tujuannya adalah unutk memeroleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang
tidak nyata. Dalam mempelajrai hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat
disamping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini
misalnya belajar matematika, astronomi, filafat, dan materi bidang studi agama seperti
tauhid.
2. Belajar ketrampilan
Belajar ketrampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakn motorik
yakni yang brgubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot motorik atau
neuromuscular. Tujuannya untuk memperoleh dan menguasai kererampilan jasmaniah
tertentu. Dalam belajar jenis ini pelatihan internal dan teratur amat diperlukan. Termasuk
belajar dalam jenis ini misalnya belajar olahraga, musik, menari, melukis, memperbaiki
benda-benda elektronik, dan juga sebagian materi pelajaran agama, seperti ibadah shalat
dan haji.
3. Belajar sosial
Belajar sosial adalah beldjar memahami maslah-masalah dan teknik-teknik untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk menguasai pemahaman dan kecakapan
dalam memecahkan masalh –masalah sosial seperti masah kelkuarga, masalh
persahabatan, masalah kelompok.
4. Belajar pemecahan masalah
Belajar pemecahan masalah adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah
atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memeroleh
kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalh secara rasional, lugas,
dan tuntaas. Untuk itu, kemampuasn siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan generalisasi serta insight (tilikan akal) amat diperlukan.

5. Belajar rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemmpuan berpikir secara logis
dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya ialah untuk memeroleh aneka ragama
kecakapank menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini sangat erat
kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan
memiliki kemampuan rasional problem solving.
6. Belajar kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau
perbaikan kebiasan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan
perintah, teladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran.
Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru
yang kebih tepat dan positif.
7. Belajar apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suati
objek. Tujuannya agar siswa memperoleh dan mengembangkann kecakapan ranah rasa
yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu
misalnya apresiasi sastra dan apresiasi musik.
8. Belajar pengetahuan
Belajar pengetahuan ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam
terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga diartikan sebagai sebuah progam
belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan
investigasi dan eksperimen (Reber, 1988). Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa
memeroleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu
yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya
dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan.

D. Kesulitan Belajar dan Alternatif Pemecahannya


1. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai
kinerja akademik yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelaas
bahwa siswa itu memiliki perbedaan.
Sementara itu penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya
hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang
berkategori di luar rata-rata tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk
berkembang. Dari sinilah kemudian timbul kesulitan belajar, yang juga dialami oleh
siswa yang berkemampuan rata-rata disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang
menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan. Dalam bukunya,
Pendidikan Psikologi dengan Pendekatan Baru Muhibbin Syah (2010: 170) menjelaskan
faktor yang menghambat belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan umum dari dalam diri siswa
sendiri. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psikofisik siswa
yakni:
1) Bersifat kognitif seperti rendahnya kapasitas intelektual atau intelegensi siswa.
2) Bersifat Afektif seperti labilnya emosi dan sikap.
3) Bersifat psikomotor seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran.
b. Faktor ekstern siswa, yakni meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang
tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam:
1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu
dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan atau masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan
kumuh dan teman sepermainan yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk, kondisi
guru serta alat-alat belajar yang buruk.
2. Alternatif Pemecahan Kesulitan Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2010: 171) dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, untuk mendapatkan jalan keluar dari masalah kesulitan belajar pada
siswa ada beberapa langkah yang dilalui yaitu:
a. Diagnosis Kesulitan belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan kesulitan belajar siswa, guru sangat
dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap fenomena yang
menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya
seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan untuk menetapkan jenis kesulitan belajar
siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-
langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya jenis kesulitan belajar atau
disebut diagnostik.
Banyak langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup
terkenal adalah Prosedur Weener dan Senf (1982) sebagai berikut:
1) Melakukan observasi kelas
2) Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa
3) Mewawancarai orang tua atau wali siswa
4) Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu
5) Memberikan tes kemampuan intelegensi
b. Analisis Hasil Diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi
perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan yang dialami siswa dapat
diketahui secara pasti.
c. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah
Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang
kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang
kecakapan bermasalah dapat dikategorikan menjadi tiga macam:
1) Bidang kecakapan bermasalah yang dapa ditangani oleh guru sendiri.
2) Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
3) Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang
tua.
BAB III
Hasil Observasi Lapangan

Nama Sekolah : SMP Negeri 8 Malang


Alamat : Jalan Arjuno Nomor 19 Malang
Kelas : VIII- H
Materi : Faktor-Faktor yang Menghambat Proses Belajar.
A. Faktor Yang Menghambat Proses Belajar Siswa :
1. Belajar hanya ketika akan menghadapi ujian.
2. Mengalami kesulitan pada mata pelajaran tertentu.
3. Bersikap acuh pada materi pelajaran tertentu.
4. Mengerjakan ujian dengan mencontek.
5. Mengantuk saat pelajaran berlangsung.
6. Memikirkan hal lain saat pelajaran berlangsung
7. Asyik mengobrol saat guru sedang menerangkan pelajaran.
8. Kurang memahami materi yang disampaikan guru.
9. Mengalami gangguan kesehatan saat pelajaran berlangsung.
10. Perselisihan dengan teman menyebabkan sulit berkonsentrasi.
11. Mendapatkan hasil belajar tidak sesuai dengan usaha.
12. Terlalu banyak jumlah murid dalam satu kelas.
B. Faktor Yang Mendukung Proses Belajar Siswa :
1. Mencatat pelajaran yang sedang diterangkan guru.
2. Bertanya tentang materi yang belum dipahami.
3. Aktif dalam mengikuti pelajaran.
4. Selalu mengerjakan PR.
5. Tidak pernah datang terlambat.
6. Selalu mengikuti pelajaran.
7. Tidak menggunakan HP saat pelajaran berlangsung.
8. Menggunakan fasilitas yang tersedia di sekolah.
9. Sering bergaul dengan teman untuk bertukar pikiran.
10. Suasana di rumah yang kondusif untuk belajar.
11. Metode pembelajaran yang digunakan cukup baik.
C. Hasil Wawancara
1. Wawancara dengan Siswa
a. Apakah pernah mengalami kesulitan dalam belajar?
Pernah.
b. Apakah pernah bertanya tentang materi yang kurang dipahami pada orang lain? Siapa
yang membantu menyelesaikan masalah tersebut?
Pernah. Biasanya saya bertanya pada kakak, teman atau guru les saat kurang memahami
tentang suatu materi.
c. Apa yang menyebabkan sulit memahami materi yang disampaikan oleh guru?
Faktor guru :
- Pada saat menerangkan pelajaran suara guru terdengar kurang jelas.
- Cara guru menyampaikan materi kurang cocok dengan siswanya.
- Guru terlalu emosional.
Faktor Lingkungan
- Suasana kelas yang kurang nyaman.
- Situasi dan kondisi yang kurang kondusif.
Faktor Teman
- Gangguan dari teman.
- Teman kurang bisa diajak diskusi.
d. Suasana belajar yang seperti apa yang mendukung proses belajar?
- Suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
- Suasana hati yang senang.
2. Wawancara dengan Guru BK
a. Hambatan belajar yang seperti apa yang biasnya dialami siswa?
Jawab: hambatan yang paling sering muncul antara anak laki-laki dan perempuan itu
beda. Anak laki-laki biasanya diakibatkan karena terlalu suka bermain game sampai tidak
kenal waktu ini bisa berakibat ngantuk pada saat jam belajar disekolah. Ketika ngantuk
maka konsentrasi anak dapat terganggu sehingga kurang bisa fokus ke mata pelajaran
yang diajarkan. Selain itu terlalu sering didepan komputer/laptop atau yang lain akan
mengakibatkan sakit mata atau mata merah. Lain halnya dengan perempuan, biasanya
hambatan serinng muncul karena terlalu sering menonton sinetron atau film sehingga
mengganggu belajar dirumah. Pada saat di sekolah para siswi juga sering menceritakan
apa yang telah dilihatnya pada waktu malam hari hal ini bila dilakukan pada saat belajar
mengajar tentu akan mengganggu konsentrasi siswi. Peran orang tua saat berada dirumah
sangat berpengaruh untuk memantau belajar anaknya serta mengendalikan mereka.
b. Bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?
Jawab: cara mengatasi hamabatan adalah dengan memberian motivasi kepada mereka.
Dengan hal ini diharapkan mereka mau bangkit untuk memperbaiki prestasinya.
c. Jika ada anak yang sedang berniat sungguh-sungguh dalam belajarnya, namun disisi lain
ia tetap dipaksa berada di lingkungan yang buruk (contoh: lingkungan kelas, teman
sepermainannya yang masih suka usil ataupun menganggu) apa yang perlu dilakukan
untuk anak tersebut tidak terpengaruh dan tetap memiliki keseriusan untuk belajar
sungguh-sungguh?
Jawab: yang membuat tidak nyaman (teman sekelas) yang mengganggu tersebut
dikendalikan, dinasehati dan dibina. Mengajak seluruh siswa dikelas tersebut untuk
kerjasama untuk memberi anak tersebut duduk didepan. Dengan demikian anak tersebut
dapat diawasi. Kapasitas siswa dikelas juga mempengaruhi kenyamanan belajar,
sebaiknya satu kelas hanya berisi 30 sampai 35 siswa saja agar suasana tidak terlalu padat
dan ramai.
d. Metode yang seperti apa yang saat ini sangat efisien digunakan untuk mengajar siswa?
Jawaban: dengan metode belajar yang aktif dan menyenangkan. Guru memperhatikan dan
mengamati siswa, kemudian siswa diajak berdiskusi untuk menyelesaikan petrsoalan
yang menjadi pertanyaan. Cara guru menyajikan materi juga menggunakan media-media
yang menarik seperti video atau power point agar pelajaran tidak membosankan. Proses
belajar mengajar tidak dilakukan serius setiap waktu tetapi kadang ada waktu dimana
belajar dilakukan dengan santai. Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa tegang.
Karena kalau siswa terlalu tegang akan sulit berkonsentrasi.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Perbandingan Hasil Observasi dengan Teori


Berdasarkan hasil observasi mengenai hambatan dalam belajar siswa, seperti:
1. Belajar hanya ketika akan menghadapi ujian.
2. Mengalami kesulitan pada mata pelajaran tertentu.
3. Bersikap acuh pada materi pelajaran tertentu.
4. Mengerjakan ujian dengan mencontek.
5. Mengantuk saat pelajaran berlangsung.
6. Memikirkan hal lain saat pelajaran berlangsung
7. Asyik mengobrol saat guru sedang menerangkan pelajaran.
8. Kurang memahami materi yang disampaikan guru.
9. Mengalami gangguan kesehatan saat pelajaran berlangsung.
10. Perselisihan dengan teman menyebabkan sulit berkonsentrasi.
11. Mendapatkan hasil belajar tidak sesuai dengan usaha.
12. Terlalu banyak jumlah murid dalam satu kelas.

Maka dapat dilakuakan alternatif pemecahan dalam hambatan belajar tersebut.


Menurut Muhibbin Syah (2010: 171) dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, untuk mendapatkan jalan keluar dari masalah kesulitan belajar pada
siswa ada beberapa langkah yang dilalui yaitu:
a. Diagnosis Kesulitan belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan kesulitan belajar siswa, guru sangat
dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap fenomena yang
menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya
seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan untuk menetapkan jenis kesulitan belajar
siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-
langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya jenis kesulitan belajar atau
disebut diagnostik.
Banyak langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup
terkenal adalah Prosedur Weener dan Senf (1982) sebagai berikut:
1) Melakukan observasi kelas
2) Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa
3) Mewawancarai orang tua atau wali siswa
4) Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu
5) Memberikan tes kemampuan intelegensi
b. Analisis Hasil Diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi
perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan yang dialami siswa dapat
diketahui secara pasti.
c. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah
Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang
kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang
kecakapan bermasalah dapat dikategorikan menjadi tiga macam:
1) Bidang kecakapan bermasalah yang dapa ditangani oleh guru sendiri.
2) Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang
tua.
3) Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang
tua.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kegiatan belajar, sering timbul permasalan atau hambatan pada anak.
Permasalahan belajar dapat timbul dari dalam diri anak sendiri (internal) maupun dari
luar (eksternal). Hambatan internal meliputi fisiologis, biologis dan psikologis anak,
mulai dari kecerdasan, motivasi, minat, sampai bakat si anak. Sedangkan hambatan
eksternal meliputi lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial.
Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, hambatn belajar tersebut harus
diatasi. Berbagai hambatan yang timbul saat belajar dapat diatasi mulai dari diri anak
sendiri, keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

A. Saran
Tenaga pendidik, guru maupun orang tua harus mengerti kemampuan anak.
Dalam belajar anak harus didampingi dan dalam mendidik harus menyesuaikan dengan
keadaan anak. Dalam belajar anak memiliki kebebasan untuk memilih, namun juga harus
mengikuti aturan yang ada.
Untuk siswa yang mengalami hambatan belajar juga harus sadar dan memiliki
semangat untuk belajar, karena belajar merupakan bekal untuk masa depan. Siswa harus
menjaga kesehatan, hubungan dengan guru, teman, dan keluarga dengan baik agar batin
tidak terbebani sehingga dapat belajar dengan baik.
DAFTAR RUJUKAN

Syah, Muhibbin. 2010. Pendidikan Psikologi dengan Pendekatan Baru.Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Faktor pendukung guru-guru dalam mewujudkan kinerjanya yang professional

Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya yang mulia mempunyai faktor pendukung
yang menunjang sehingga dapat mendorong keberhasilan dan kesuksesan dalam
menjalankan tugasnya. Faktor pendukung ini bisa lahir melalui dirinya sendiri maupun
dari luar dirinya.

1.Faktor pendukung dari dalam diri

semangat dalam menjalankan tugasnya

Seorang pendidik hendaknya memiliki semangat yang kuat dalam menjalankan tugasnya,
sehingga ia dapat tanggung jawabnya dengan baikdalam mendidik, mengarahkan,
memotivasi, para peserta didik. semangat dalam dirinya sangat berdampak pada cara
sorang pendidik mengajar. apabila semangat dalam dirinya rendah otomatis cara
mengajarnya akan seorang pendidik akan asal-asalan, bahkan guru akan tidak masuk
kelas, otomatis disini berdampak pada siswa juga apabila seorang guru itu tidak semangat
dalam mengajar, siswa akan menjadi bodoh, males dan menjadi siswa yang terbelakang
dalam mendapatkan informasi.

Tingkat pendidikannya

Seorang pendidik akan menjadi profesional apabila ia mempunyai tingkat pendidikan


yang tinggi, kerena tingkat pendidikan sangat mendukung terbentuknya kinerja yang
profesinal yang diharapkan oleh masyarakat, untuk membentuk anak-anaknya menjadi
anak yang mempunyai pengetahuan yang luas dan menjadi anak yang berahlak baik
(berbakti kepada orang tua)..

Intelektual

Seorang pendidik yang intelektual atau pinter sangat mendukung dalam mewujudkan
kinerjanya sebagai pendidik yang profesional dan juga dapat meningkatkan mutu
pendidikan,. Intelektual yang dimaksud ialah kemampuan seorang pendidik dalam
menyusun materi pelajaran yang rumit menjadi mudah di mengerti para siswanya.
Kemampuan seorang pendidik dalam menyesuaikan suasana pembelajaran yang nyaman,
sehingga siswa mwnjadi nyaman, senang, dan mudah menerima pelajaran yang di
sampaikan oleh gurunya. Kemampuan dalam menjaga sikap, prilaku saat di dalam kelas
maupun didalam kelas.

Tuntutan tugas yang di hadapi.

Seorang guru menjadi lebih profesional dalam menjalankan tugasnya karena merasa
dirinya memiliki tanggung jawab yang besar yang harus ia tekuni. Dengan adanya
tuntutan tugas ini seorang pendidik merasa dirinya mempunyai tanggung jawab dan harus
menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya karena pendidik merasa ia sebagai suatu
taauladan yang akan diikuti oleh peserta didik.

Etos kenerja guru

Seorang pendidik hendaknya mempunyai etika yang baik, karena pendidik harus
memperlihatkan etika yang baik saat mengajar kepada para peserta didiknya. Etika ini
sangat penting bagi para pendidik untuk mencerminkan martabat guru sebagai tauladan
yang patut di contohi atau diikuti.

2.Faktor pendukung dari luar dirinya.

Kurikulum

Kurikulum ialah rancangan pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai acuan
dalam mengajar dan belajar yang bertujuan untuk membentuk pendidikan yang tepat dan
sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum ini sangat
mendukung bagi seorang guru dalam mewujudkan keprofesionalitasnya karena seorang
guru dapat mengetahui bagaimana cara/metode dalam mengajar yang sesuai dengan
perkembangan siswa. namun apabila kurikulum itu tidak ada seorang guru akan menjadi
bingung saat mengajar karena dia tidak mempunyai acuan bagaimana seharusnya cara
mengajar yang tepat dan apa buku yang harus ia pakai dalam mengajar.

Suasana atau kondisi kelas


Faktor yang mendukung guru dalam mewujudkan kinerjanya yang profesionalitas yakni
suasana atau kondisi dalam kelas, karena kondisi sangat berpengaruh bagi eorang
pendiddik dalam meengajar dan juga siwanya. Contoh apabila didalam kelas suhunya
panas otomatiss proses belajar menjadi terganggu dan apa yang di sampaikan guru
menjadi siswa karena konsentrasi siswa menjadi terganggu karena panas. Namun apabila
didalam kelas suasananya sejuk, proses belajar pun menjadi lancar.

Sarana daan prasarana

Sara yang menunjang dapat mendukung seorang guru dalam mewujudkan kinerjanya
profesinalitas, karena sarana merupakan alat bantu seorang pendidik dalam memberikan
informasi atau sebagai alat tunjang dalam menambah wawasannya. Apabila sarana sudah
terpenuhi otomatis wawasan seorang guru dalam mengajar semakin luas. Sarana yang di
meksudd ialah : buku, papan tulis, kompiuter, dan lain sebagainya.

2.2.2 Faktor penghambat guru-guru dalam mewujudkan kinerjanya yang


profesional

Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung

Keprofesionalitas guru sangat ditunjang pada sarana, faktor penghambatan seorang guru
dalam mewujudkan kinerjanya yang profesional di pengaruhi oleh sarana yang kurang
memadai. Seorang guru tidak akan mendapatkan informasi baru sebagai bahan ajar kalau
sarana dan prasarana seperti buku, buku paket, papan kelas, alat tecnologi tidak ada.

Tidak intelektual

Guru dikatakan profesional apabila ia mempunyai kemampuan atau intelektual, sepeti


kemempuan untuk merancang materi pembelajaran, kemampuan untuk menyesuaikan
keadaan, dan kemampuan untuk mengevaluasikan karakter masing-asing siswanya
bahkan mampu berinteraksi dengan masyarakat. Jika kemampuan tersebut tidak dimiliki
oleh para pendidik maka dapat menghambat dirinya mewujudkan kinerja yang
profesional.

Kurang memahami isi dari kurikulum yang di tetapkan

Seorang guru hendaknya memahami isi dari kurikulum yang sedang berlaku, karena
kurikulum merupakan acuan atau pedoman dalam mengajar. Apabila seorang guru tidak
memahami isi dari kurikulum otomatis menghambat tewujudnya kinerja yang profesional
karena kurikulum menjelaskan secara detail bahan ajaran yang akan di ajarkan, karakter
siswa pada tahap tertentu, sikap yang diterapkan dan lain sebagainya.

Kuarangnya pemahaman moral

Seorang guru yang profesional hendaknya berprilaku yang baik, karena segala perbuatan
yang dilakukan akan menjadi cermin bagi anak didik untuk bertindak atau berprilaku.
Moral merupakan suatu perilaku yang dilakukan manusia yang berpatokan pada
perbuatan baik, seangkan amoral adalah perbuatan manusia yang menunjukakan sikap
yang tidak baik, jadi faktor penghalang seorang guru untuk menjadi kinerja yang
berprofesional apabila ia tidak mengetahui mana perbuatan moral dan amoral ia hanya
menjalankan saja apa tugasnya tanpa ditunjang pada sikap yang baik. Contoh seorang
guru merokok di dalam kelas, guru secara tidak sadar mengajarkan seorang siswa untuk
mengenal rokok itu dan akhirnya siswa pun mencoba, disiniguru memperlihatkan prilaku
yang tidak bermanfaat kepada anak didiknya sesuatu

Tidak menjalankan kode etik yang berlaku

Kode etik merupakan batasan tingkah laku yang harus di taati untuk menjadikan seorang
pendidik yang mempunyai etika yang baik yang mampu menjadi tauladan bagi pesserta
didik. Apabila seorang pendidik tidak mematuhi kode etik yang berlaku maka akan
mencerminkan suatu sikap yang tidak baik karena kode etik diterapkan bertujuan untuk
mengembalikan martabat guru yang sudah mulai hilang, dan juga mengembalikan
kepercayaan masyarakat atas kinerja guru. Melanggar kode etik yang berlaku
menyebabkan terhambatnya seorang guru dalam mewujudkan kinerja yang profesional.
2.31 Faktor peluang guru-guru dalam mewujudkan kinerjanya yang profesional

Peluang seorang guru sangat banyak dalam mewujudkan kinerjanya yang profesional,
peluang itu dapat di laksanakan apabila seorang guru mempunyai komitmen atau niat
yang tinggi dan juga bermaksud baik. Seperti dalam agama islam yang menjelaskan
bahwa :’’ innamal a’mallu bin niaat’’ yang artinya ‘’ sesungguhnya amalan itu tergantung
pada niat’’ jadi seorang guru dalam mewujudkan kinerjanya yang profesional hendaknya
memeiliki niat niat yang baik dan tinggi tanpa pantang semangat. Dengan adanya niat
yang kuat seorang guru pasti mempunyai peluang yang banyak dalam mewujudkan
kinerjanya itu. Peluang untuk mewujudkan kinerja yang profesional akan mudah tercapai
apabila sudah dilandasi niat yang kuat. Selain niat, ada juga faktor yang lain dalam
mewujudkan kinerjanya yag profesional yakni :

Kesempatan dalam menyalurkan kinerjanya yang profesional.seorang petugas yang


bertugas dalam mengangkat seorang guru hendaknya memilah dan memilih mana
pendidik yang mempunyai kompetensi yang begus, tapi benyak yang kita lihat dalam
realita sekarang seorang petugas mengangkat seorang guru karena uang tanpa
memikirkan adanya kemampuan yang dimilikinya sehingga, guru yang mempunyai
kinerja yang profesional tidak mempunyai kesempatan untuk menyalurkan
keprofesinalitasnya.

Peluang kerja. Seorang guru dapat mewujudkan keprofesionalitasnya apabila seorang


guru diberikan tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan itu, jadi kesempatan menjadi
lebih besar apabila seorang pendidik di berikan kessempatan untuk mendidik para peserta
didik, dengan adanya peluang untuk kerja ini dapat meningkatkan keprofesionalitasnya.

Adanya pengetahuan yang banyak yang mampu mendidik peserta menjadi generasi yang
mempunyai pengetahuan luas. Jadi seorang pendidik akan mempunyai peluang untuk
mewujudkan kinerjanya yang profesional apabila ia sudah mempunyai pengetahuan yang
banyak.

2.3.2Faktor tantangan guru dalam mewujudkan kinerjanya yang profesional

Seorang pendidik dalam mewujudkan keprofesionalitasnya, mempunyai banyak rintangan


atau tantangan yang harus ia hadapi. para pendidik hendaknya mampu melawan
tantangan itu. Guru profesional hendaknya mampu menunjukkan kinerjanya dengan baik
yang menghasilkan para pendidik yang mempunyai pengetahuan yang banyak walaupun
tantangan kedepan semakin banyak.Adapun tantangan yang `dihadapi seorang guru ialah.
1.Perkembangan teknologi

Teknologi merupakan alat pendukung seorang pendidik dalam mengajar para pendidik,
jadi seorang pendidik hendaknya mampu menguasai dan menggunakan dengan baik
teknologi ini. Biasanya kebanyakan seorang pendidik masing mengunakan cara lama dan
tidak mampu memanfaatkan teknologi yang ada sebagai pembantu dalam proses belajar,
teknologi merupakan tantangan seorang guru dalam mewujudkan kinerjanya yang
profesional, karena seorang dikatakan guru yang profesional harus mampu menguasai
segala peralatan yang ada yang di sediakan oleh pemerintah.

2.Kenakalan peserta didik

Kenakalan peserta didik harus diperhatikan oleh pendidik. Pendidik hendaknya mampu
merubah sifat buruk siswanya agar menjadi siswa yang mempunyai prilaku yang baik. Ini
merupakan faktor tantangan seorang yang harus diperhatikan dan cermati oleh para
pendidik supaya mampu menjadi tauladan yang mempunyai jiwa didik yang baik.

3.Perubahan kurikulum

Kurikulum merupakaan rancangan pembelajaran yang di buat oleh pemerintah untuk


mencapai pendidikan yang sesuai dengan perkembangan daya pikir manusia. Jadi faktor
tantangan guru dalam mewujudkan kinerja yang propesional adalah perubahan
kurikulum. Seorang guru harus mampu menjalankan kurikulum yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah, dan juga guru mampu mendidik, memotivasi, membimbing dan mampu
menguasai materi yang ditetapkan dalam kurikulum tersebut untukmenciptakan peserta
didik yang di harapkan.

4.karakter siswa

Siswa mempunyab karakter yang berbeda-beda dalam kelas, jadi pendidik hendaknya
mampu mengatasi dan menyesuaikan cara belajarnya dengan karakter yang di sukai
siswanya.ini merupakan tantangan yang dihadapi oleh para pendidik untuk mencapai
kinerja yang profesional, apabila pendidik tidak mampu menyesuaikandirinya dengan
karakter siswa maka biasanya para peserta didik akan menjadi malas, bosan untuk
menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
5.Jauhnyatempat tinggal guru dengan sekolah

Tempat tinggal merupakan pektor tantangan yang harus di hadapi oleh guru, kerena
apabila tempat rumah jauh dengan sekolah akan mengurahi kekonsetrasian asat mengajar
karena stamina berkuarang, dan juga keberadaan rumah sangat berpengaruh pada
ketepatan waktu seorang pendidik datang di sekolah. seorang pendidik yang profesional
harus mempu menunjukkan tauladan yang baik pada siswanya dengan datang tepat waktu
, bersemangat saat mengajar sehingga dapat di contoh oleh siswanya.

Factor-faktor pendukung dan penghambat pembinaan moral siswa

Dalam melaksanankan pembinaan moral pasti ada beberapa factor yang


mempengaruhinya, sedangkan factor-faktor tersebut ikut menentukan berhasil tidaknya
pelaksanaan pembinaan moral. Adapun factor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembinaan morar dapat penulis kelompokan menjadi 6 faktor yaitu:

1. Factor yang bersumber dari dalam siswa

Factor ini di sebut factor interen, maksud nya factor yang timbul dari diri siswa itu
sendiri. Dari factor ini kita dapat melihat kemungkinaan yang menjadi penghambat dan
penunjang pelaksanaan pembinaan moral. Diantara adalah kesasdaran akan pentingnya
moral yang baik. Dalam masaitu siswa sangant memerlukan bimbingan untuk menjadi
diri sendiri dengan demikian kita dapat memahami karekter yang akan timbul dalam diri
siswa tersebut.

2. Factor yang timbula dari lingkungan keluarga

keluarga merupakan kesatuan social yang paling sederhana dalam kehidupan


manusia. Anggota nya terdiri dari ayah-ibu dan anak, bagi anak-anaka keluarga
merupakan lingkungan yang pertama dikenal. Dengan demikian kehidupan keluarga
merupakan fase pertama yang pembentukan social bagi anak.

Menurut islam anak merupakan amanat dari Allah bagi kedua orang tuanya ia
mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang, bila ia sejak kecil di biasakan berbuat baik.
Pendidikan yang dilatih secara continue akan menumbuhkan dan dapat berkembang
menjadi anak yang baik pula. Dan sebaliknya apabila ia di biasakan berbuat buruk,
nantinya ia akan terbiasa berbuat buruk pula dan menjadi rusak metala dan morar mereka.
Oleh karena itu perlu dibentuknya lembaga pendidikan, walaupun pendidikan yang
pertama dan utama. (Muhaimin, Abdul Mulib, 1993:290)

Sebagia pendidikan yang pertama dan utama keluarga dapat mencetak anak agar
mempunyai kepribadiaan yang kemudian dapat di kembangkan dalam lembaga
pendidikan berikutnya. Sehingga wewenang lembaga-lembga tersebut tidak di
pwerkenangkan mengubah apa yang di milikinya, tetapi cukup dengan
mengkombinasikan antara pendidikan keluarga dengan pendidikan lembaga. Tingkah
llaku anak tidak hanya di pengaruhi oleh bagaimana sikap orang tua yang berada dalam
lingkungan keluarga itu. Melainkan juga bagaimana sikap mereka dan di luar rumah.
Dalam halini peranan orang tua penting sekali untuk mengikuti dapa saja yang di
butuhkan oleh anak dalam rangka perkembangan nilai-nila anak.

Orang tua harus bisa menciptakan keadaan dimana anak bisa berkembang dalam
suasana ramah, ikhlas, jujur dan kerjasama yang di perhatikan oleh masing-masing
angota keluarga dalam kehidupan mereka seharihati. Sebaliknya sulit untuk
menumbuhkan sikap yang baik pada anak di kemudian hari, bilamana anak tumbuh dan
berkembang dalam suasana pertikaian, pertengkaran, ketidak jujuran menjadihal yang
biasa dalam hubungan antara anggota keluarga atqaupun dengan orang yang ada di luar
rumah. Kebijakan orang tua menciptakan suasana baik baik dalam rumah, menuntut
pengertian yang cukup dari orang tua terhadap danak. Factor-faktor kemampuan
pengertian akan segi pendidikan dengan sendirinya dapat mempengaruhi ataupu dtidak
berarti, bahwa rendahnya taraf inteligensi yang di miliki orang tua akan menciptakan
anak-anak yang kurang bermoral, ataupun sebaliknya, orang tua yang memiliki taraf
kemampuan dan kecerdasan yang tinggi akan memjamin dapat menciptakan anakanak
dengan nilai moral yang tinggi pula.

Demikian pula setatus ekonomi sekalipun nampak ada kecenderungan pengaruh


terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak tetapi factor lain yang mungkin lebih
berperan dan akan lebih mempengaruhi. Rumanh miskin tidak berarti rumah buruk buat
si anank. Kenyataanya memang susanan kemiskinan khususnya pada mereka dengan taraf
social – ekonomi yang rendah sering menunjukna unsure-unsur kebersihan yang kurang
di perhatikan, pembentukan cara bersikap rendah terhadap orang lain di abaikan, dengan
nilai moral yang kurang di peerhatikan.

3. Factor yang bersuber dari lingkungan sekolah

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesuidah keluarga, karena


makin besar kebutuhan siswa, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagain
kepada lembga pendidikan. sekolah sebagai pembantu keluarga mendidik anak. Sekolah
memberi pendidikan dan pengajaran kepada siswa mengenai apa yang tidak dapat atau
tidak ada fkesempatan orang tu untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam
keluarga.

Tugass guru dan pemimpin sekolah di samping menberikan ilmu pengetahuan,


ketrampilan, juga mendidik siswa beragama. Disinilah sekolah berfungsi sebagai
pembantu keluarga dalam memberikan bimbingan dan pengajaran kepada anak didik.
Perndidikan budi pekerti dan keagamaan yang di selenggarakan di sekolah haruslah
merupakan kelanjutan setidaknya jangan bertentangan dengan apa yang di berikan dalam
keluarga.

Dalam tubuh setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanankan ajaran
islam mereka berusaha untuk memasukan anak mreka ke sekolah yang dibereikan
pendidikan agama. Dasar kepribadian dan pola sikap siswa yang telah di peroleh melalui
pertumbuhan dan perkembangan akan di alami secara melias apabila anak memasuki
sekolah. Corak hubungan antara m,urit dengan guru atau antara guru dengan muri,
banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadiaan, termasuk nilai-nilai moralyang
memang masih mengalami perubahan-perubahan. Type seorang guru keras
mernyebabkan sikap rendah diri pada siswa akan tetapi sikap ini akan berubah apabila
menemukan guru yang bersikap demokratis.
Kepribadiaan yang di pancarkan oleh guru dapat menjadi tokoh yang di kagumi,
karena itu timbul hasrat peniru terhadap sebagian adtau keseluruhan tingkah laku guru
tersebut. Di pihak lain rasa tidaksengan dapat menimbulkna penilain terhadap guru
menjadi negatif. Makin baik hubungan atara murit dengan guru maka makin tinggi pula
nilai kejujuran dan akan lebih efektif suatu pendidikan moral yang sengaaja di lakukan
dalam diri siswa.

Hubungan murit dengan murid yang baik dapat meperkecil kemungkinan


tumbuhnya perbuatan perbuatan yang jauh dari nilai moral yang tinggi bilamana
kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma moral yang baik pula. Melalui
kegiatan kegiatan yang mengandung unsure-unsur persaingan olahraga, siswa
memperoleh kesempatan bagaimana bertingkah laku yang sesuai dengan jiwa seoramg
olahragawan yang seportif, menghargai dan menghormanti kekalahan orang lain, belajar
berkerja sama, sehingga secara tidak langsung siswa memperoleh kesempatan untuk
melatih dan meperkembangkan nilai nilai moral.

4. Factor dari lingkungan teman-teman sebaya.

Makin bertambah umur anak makin memperoleh kesempatan luas untuk


mengadakan hubungan dengan teman sebayanya. Sekalipun dalam kenyataannya
perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadikan sebab tidak adanya kemungkinan
melakukan hubunga-hubungan dalam suasana bermain. Siswa yang bertindak langsung
atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukan cirri-ciri kepemimpinan
dengan sikap menguasaianak lain akan besar pengaruhnya terhadap pola sikap
kepribadian mereka. Konflik akan terjadi pada siswa bilamana norma pribadi sangant
berlainan dengan norma yang ada di lingkungan teman-teman dmereka. Di situlah ian
inggin mepertahankan pola tingkh laku yang telah di peroleh diruma/sekolah sedangkan
di pihak lain lingkungan menuntut siswa untuk meperlihatkan pola lain yang
bertentangan dengan pola yang sudah ada atau sebaliknya.

Teman sepergaulan mempunyai pengaruh yang cukup besar umembuat anak


menjadi anak yang baik dan juga membuat anak yang suka melanggar norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Hal ini terjadi hampir di seluruh kawasan yang ada, kawasan yang
kami maksut adalah kawasan yang ada penduduknya yang masih usia remaja, orang
dewasayang masih dikategorikan sebagai generasi muda. Para ahli ilmu social pada
umumnya berpendapat bahwa kelompok seusia atau kelom[pok sepermainan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap remaja/generasi muda sebagai individu atau pribadi.

5. Factor dari segi keagamaan

Seorang siswa perlu mengetahui hukum dan ketentuan agama. Di samping itu
yang lebih penting adalah menggerakan hati mereka untuk secara otomatis terdorong
untuk mengetahui hukum dan ketentuan agama. Jangan sampai pengetahuan dan
pengertian mereka tentang agama hanya sekedar pengetahuan yang tidak berpengaruh
apa-apa dalam kehidupan sehari- hari. Untuk itu diperlukan pendekatan agama dengan
segala ketentuan pada kehidupan sehari-hari dengan jalan mencarikan hikmah dan
manfaat setiap ketentuan agama itu. Jangan sampai mereka menyangka bahwa hukum
dan ketentuan agama merupakan perintah tuhan yang terpaksa mereka patuhi, tanpa
merasakan manfaat dari kepatuhan itu. Hal ini tidak dapat di capai dengan penjelasan
yang sederhana saja, tetapi memerlukan pendekatan pendekatan secara sungguh-sungguh
yang di dasarkan atas pengertian dan usaha yang sungguh-sungguh pula.
Kejujuran dan tingkah laku moralitas lainya yang di perhatikan seseorang siswa,
tidak ditentukan bagaimana pandainya atau oleh pengertian dan pengetahuan keagamaan
yang di miliki siswa melaikan bergantung sepenuhnya pada penghanyatan nili-
nilai keagamaan dan pewujudannya dalam tingkah laku dan dalam hubungan dengan
siswa lain.

Dalam perkembangannya seorang siswa mula-mula merasa takut untuk berbuat


sesustu yang tidak baik, seperti berbohong karena larangan-larangan orang tua atau guru
agama, bahwa perbuatan yang tidak baik akan di hukum oleh penguasa yang tertinggi
yaitu Tuhan. Sekalipun tokoh tuhan ini adalah tokoh abstrak yang tidak kelihtan tetapi
pengaruhnya besar sekali. Siswa akan menginsafi bahwa perbuatan-perbuatan yang tidak
baik itu perbuatan dosa derngan akibat di hukum. Ajaran-ajaran keagamaan dapat berupa
petunjuk apa yang boleh dan wajar di lakukan dan dapat berupa pengontrolan untuk
melakukan sesuai dengan keinginan atau kehenedaknya.

Nilai-nilai keagamaan yang di peroleh siswa pada usia muda dapat menetapkan
menjadi pedoman tingkahlaku di kemudian hari. Kalau pada mulanya kepatuhan di
dasarkan karena adanya rasa takut yang di asosiasikan dengan kemumgkinan memperoleh
hukuman, maka lam-lama kepatuhan ini akan dapat dihayati sebagai dari cara dan tujuan
hidup.

6. Factor dari aktivitas-aktivitas rekreasi

Dalam kehidupan siswa dapat mempelajari pelajaran yang di sampaikan oleh


guru dan dapat mereka terapkan dalam ke kehidupan sehari-hari. Bagaimana seorang
siswa mengisi waktu luanh seiring dikemukakan sebagai sesuatu yang berpengaruh besar
terhadap konsep moral siswa. Orang tua dan guru menyadari betapa pentingnya bacaan
pada siswa yang antara lain juga membentuk segi-segi moral bagi siswa. Perhatian dan
anjuran untuk membaca ini minimbulkan keinginan dan kebebasan yang besar untuk
membaca. Akan tetapi kebiassaan dan keinginan membaca ini juga di arahkan untuk
membaca yang sekirana dapat membangun pikiran nya.

Dengan halini makam pemikiran siswa akan semakin meningkat dan dapat
menjangkau apa yang mereka inginkan. Selain dari factor di atas masih ada factor lain
yang tidak kalah pentingnya dalam menghambat pembinaan moral, di antaranya factor
inteligendan jenis kelamin. Intelegensi di kemukakan dengan alasan bahwa untuk
mengerti hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan di butuhkan kemampuan yang
baik. Sebaliknya kemampuan yang baik dan yang dapat mengeti perbuatan yang baik dan
yang tidak baik. Jenis kelamin dikemukakan karena kemyataanya bahwa lebih banyak
kenakalan atau kejahatan di temui pada siswa laki-laki dari pada siswa perempuan . ini
pun tidak dikatakan secara umum, juga hal-hal yang sebaliknya yakni bahwa siswa
perempuan lebih jujur dari pada siswa laki-laki.

Demikian mengenai factor-faktor yang mendukung dan menghambat pembinaan


moral siswa. (Snggih D Gunarsa, 1984:38-46)

Faktor faktor yang mempengaruhi proses belajar


Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut saling
memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

A, factor internal
Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis
dan factor psikologiss.

1. Factor fisiologis

Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi


fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya,
kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi
proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :

a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang


masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan
mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak
ada gairah untuk belajar,
b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c. istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung,


peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar,
terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah
aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk
bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga
manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar
dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru
maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif
maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang
memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara
periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2. Factor psikologis

Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat


memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi
proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

– kecerdasan /intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam


mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara
yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak
saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper
seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar
siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang
lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang
penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman
tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga
mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah
penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh
Terman dan Merill sebagai berikut ((Fudyartanto 2002).

Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision


Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi

140 – 169 Amat superior

120 – 139 Superior

110 – 119 Rata-rata tinggi

90 – 109 Rata-rata

80 – 89 Rata-rata rendah

70 – 79 Batas lemah mental

20 — 69 Lemah mental

Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia,
yaitu:

A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140—


IQ 169;
B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
C. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
D. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
E. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
F. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ
79;
G. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—
IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi
kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik
akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada
siswa.
– Motivasi

Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan
terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang
siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca,
karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga
telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki
pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak
tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic
untuk belajar anatara lain adalah:

a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju;
c. Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan
lain sebaginya.
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib,
teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara
positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

– Minat

Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan


yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003)
minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan,
moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di
kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik
mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran
yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh
domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif,
maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan
atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi
dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.

– Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses


belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative
(Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang
pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk
mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian
sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha
untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga
membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan;
meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.

– Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya,
maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia
akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang
dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki
oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.

b. Factor-faktor eksogen/eksternal

Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga


dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan
bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan social

a. Lingkungan social sekolah, seperti ggggggguru, administrasi, dan teman-


teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan
harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar
lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan
seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk
belajar.
b. Lingkungan social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi
aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan
teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilkinya.
c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu
siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2) Lingkungan non social.

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;


a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak
dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan
factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila
kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan
terlambat.
b. Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas
belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain
sebagainya.
c. Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode
mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu,
agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr
siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
HUBUNGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN KELUARGA

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak.Faktor-faktor tersebut


dapat berasal dari dalam diri anak (intrinsic) dan dapat pula berasal dari luar diri anak
(extrinsic).Salah satu diantara faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak
adalah faktor orang tua yang dalam banyak hal menempati peranan yang cukup
penting.Hal ini dikarenakan orang tua merupakan tokoh yang penting di dalam kehidupan
seorang anak. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang
(anak/siswa) yang menurut beberapa pendapat:
H.M. Alisuf Sabri mengatakan bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar anak yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.

Faktor-faktor internal

Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, serta kondisi
panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.

Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan kemampuan-
kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan, berpikir dan kemampuan
dasar pengetahuan (bahan apersepsi) yang dimiliki siswa.

Faktor-faktor eksternal

Faktor lingkungan; faktor ini terbagi dua, yaitu pertama faktor lingkungan alam atau
non sosial seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), letak
sekolah, dan sebagainya. Kedua faktor lingkungan sosial seperti manusia dan budayanya.

Faktor instrumental, antara lain gedung atau sarana fisik kelas, sarana atau alat
pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum atau materi pelajaran serta strategi
belajar mengajar.

2. Pengaruh lingkungan keluarga pada anak didik

Di lingkungan keluarga, peranan orang tua (ibu dan ayah) dan anggota keluarga lain
di rumah sangat mempengaruhi pembentukan sikap disiplin pada anak.

Menurut Gunarsa (2009 : 6-7), aspek lingkungan keluarga yang mempengaruhi


tingkah laku anak diantaranya adalah “contoh dari orang tua, kasih sayang orang tua, dan
keutuhan keluarga.”

Fuad Ihsan (2005 : 19), faktor lingkungan keluarga yang mepengaruhi perkembangan
anak didik yaitu :”perhatian dan kasih sayang dari orang tua, pigur keteladanan orang tua
bagi anak, dan keharmonisan keluarga.”

Gerungan (2002 : 185) peranan lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak


meliputi : “status sosio ekonomi, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua, dan
status anak.”

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor lingkungan


keluarga yang mempengaruhi anak didik terutama yang mempengaruhi anak didik dalam
hal pembentukan sikap disiplin meliputi perhatian dan kasih sayang orang tua, keutuhan
orang tua, keharmonisan keluarga, dan sifat keteladanan atau contoh dari orang tua.
Sehinnga Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak
didik, termasuk didalamnya prestasi belajar anak didik.Pendidikan keluarga adalah
fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang
diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di
sekolah maupun di masyarakat.

C.G.Salzmann (1744-1811), seorang penganut aliran philantropium, yang telah


mengkritik dan mengecam pendidikan yang telah dilakukan oleh para orang tua waktu
itu. Dalam karangannya, Kresbuchlein (buku Udang Karang) mengatakan, bahwa segala
kesalahan anak-anak itu adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama
orang tua.Orang tua pada masa Salzmann dipandangnya sebagai penindas yang menyiksa
anaknya dengan pukulan yang merugikan kesehatannya, dan menyakiti perasaan-
perasaan kehormatannya.

Adapun faktor keluarga ini dapat di golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Cara mendidik anak

Setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik. Ada keluarga yang cara
mendidik anak secara diktator militer, ada yang demokratis di mana pendapat anak
diterima oleh orang tua. Tetapi ada juga keluarga yang acuh dengan pendapat setiap
anggota keluarga.

2. Hubungan orang tua dan anak

Ada keluarga yang hubungan anak dan orang tua dekat sekali sehingga anak tidak mau
lepas dari orang tuanya. Bahkan ke sekolah pun susah. Ia takut terjadi sesuatu dengan
orang tuanya. Pada anak-anak yang berasal dari hubungan keluarga demikian kadang-
kadang mengakibatkan anak menjadi tergantung.Sikap orang tuaHal ini tidak dapat
dihindari, karena secara tidak langsung anak adalah gambaran dari orang tuanya.Jadi
sikap orang tua menjadi contoh bagi anak.

3. Ekonomi keluarga

Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan rumah


tangga.Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak dapat
terlepas dari faktor ekonomi.Begitu pula faktor keberhasilan seseorang.Pada keluarga
yang ekonominya kurang mungkin dapat menyebabkan anak kekurangan gizi, kebutuhan-
kebutuhan anak mungkin tidak dapat terpenuhi.Selain itu ekonomi yang kurang
menyebabkan suasana rumah menjadi muram dan gairah untuk belajar tidak ada.Tetapi
hal ini tidak mutlak demikian. Kadang-kadang kesulitan ekonomi bisa menjadi
pendorong anak untuk lebih berhasil, sebaliknya bukan berarti pula ekonomi yang
berlebihan tidak akan menyebabkan kesulitan belajar. Pada ekonomi yang berlebihan
anak mungkin akan selalu dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga perhatian anak
terhadap pelajaran-pelajaran sekolah akan berkurang karena anak terlalu banyak
bersenang-senang, misalnya dengan permainan yang beranekaragam atau pergi ke
tempat-tempat hiburan dan lain-lain.
4.Suasana dalam keluarga

Suasana rumah juga berpengaruh dalam membantu belajar anak. Apabila suasana
rumah itu selalu gaduh, tegang, sering ribut dan bertengkar, akibatnya anak tidak dapat
belajar dengan baik, karena belajar membutuhkan ketenangan dan konsentrasi.

3. Peranan orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak

Partisipasi orang tua besar pengaruhnya terhadap proses belajar anak dan prestasi
belajar yang akan dicapai. Hasil penelitian Baker dan Stevenson menunjukkan bahwa,
peran atau partisipasi orang tua memberikan pengaruh baik terhadap penilaian guru
kepada siswa.Orang tua mempunyai peran serta untuk ikut menentukan inisiatif, aktivitas
terstruktur di rumah untuk melengkapi program-program pendidikan di sekolah
sebagaimana yang terjadi di Indonesia.Selain itu, juga dinyatakan bahwa jaringan
komunikasi yang dibangun oleh orang tua sangat penting dalam menentukan keberhasilan
siswa di masyarakat.

Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak
acuh terhadap proses belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan
kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya,
tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana kemajuan
belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami anaknya dalam belajar dan lain-lain
dapat menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak berhasil dalam belajarnya. Hasil yang
didapatkan, nilai atau prestasi belajarnya tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal
dalam studinya. Hal ini dapat terjadi pada anak dari keluarga yang kedua orang tuanya
memang tidak mencintai anaknya (Slameto, 1995). Disisi lain, mendidik anak dengan
cara memanjakan adalah cara memperhatikan anak yang tidak baik. Orang tua yang
terlalu kasihan pada anaknya tidak akan sampai hati memaksa anaknya untuk belajar,
bahkan mungkin membiarkan saja jika anaknya tidak belajar dengan alasan segan adalah
tindakan yang tidak benar. Karena jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, anak akan
menjadi nakal, berbuat seenaknya saja, pastilah belajarnya menjadi kacau. Sebaliknya,
mendidik anak dengan cara memperlakukan secara keras, memaksa dan mengejar-ngejar
anaknya untuk belajar adalah cara memperhatikan anak yang juga salah. Dengan
demikian, anak tersebut diliputi ketakutan dan akhirnya benci dengan kegiatan belajar.
Bahkan jika ketakutan itu semakin serius, anak akan mengalami gangguan kejiwaan
akibat dari tekanan-tekanan tersebut. Orang tua yang demikian, biasanya menginginkan
anaknya mencapai prestasi belajar yang sangat baik, atau mereka mengetahui bahwa
anaknya bodoh tetapi tidak tahu apa yang menyebabkannya, sehingga anak dikejar-kejar
untuk mengatasi kekurangannya.
Salah satu dari peranan orang tua terhadap keberhasilan pendidikan anaknya adalah
dengan memberikan perhatian, terutama perhatian pada kegiatan belajar mereka di
rumah.Perhatian orang tua memiliki pengaruh psikologis yang besar terhadap kegiatan
belajar anak. Dengan adanya perhatian dari orang tua, anak akan lebih giat dan lebih
bersemangat dalam belajar karena ia tahu bahwa bukan dirinya sendiri saja yang
berkeinginan untuk maju, akan tetapi orang tuanya pun demikian.
Totalitas sikap orang tua dalam memperhatikan segala aktivitas anak selama menjalani
rutinitasnya sebagai pelajar sangat diperlukan agar si anak mudah mentransfer ilmu
selama menjalani proses belajar, di samping itu juga agar ia dapat mencapai prestasi
belajar yang maksimal. Perhatian orang tua dalam bentuk lain dapat berupa pemberian
bimbingan dan nasihat, pengawasan terhadap belajar, pemberian motivasi dan
penghargaan, serta pemenuhan fasilitas belajar. Pemberian bimbingan dan nasihat
menjadikan anak memiliki idealisme, pemberian pengawasan terhadap belajarnya adalah
untuk melatih anak memiliki kedisiplinan, pemberian motivasi dan penghargaan agar
anak terdorong untuk belajar dan berprestasi, sedangkan pemenuhan fasilitas yang
dibutuhkan dalam belajar adalah agar anak semakin teguh pendiriannya pada suatu
idealisme yang ingin dicapai dengan memanfaatkan fasilitas yang ada.

Bentuk peran serta orang tua terhadap perkembangan prestasi anak antara lain :

1. Memberikan semangat terhadap diri anak akan pentingnya suatu


pendidikan untuk masa depan mereka.
2. Sebagai fasilitator terhadap segala kegiatan mereka.
3. Menjadi sumber ilmu dan pengetahuan dalam keluarga.
4. Memberikan motivasi kepada anak untuk selalu meningkatkan prestasi belajar
mereka.
5. Sebagai tempat bertanya dan mengaduh terhadap hal-hal yang menjadi
permasalahan anak.
6. Memberikan arahan yang jelas untuk masa depan anak-anaknya.

Dengan peran serta orang tua tersebut maka kemajuan dan peningkatan prestasi
belajar anak di sekolah dapat terus meningkat, seiring dengan bertambahnya usia dan
daya nalar anak. Pemberian tugas kepada anak dapat melatih mereka untuk dapat
bertanggung jawab terhadap diri mereka dan kepada orang lain. Kurangnya peran serta
orang tua dapat menjadikan anak sebagai jiwa atau pribadi yang merasa tidak diabaikan,
merasa tidak berguna dan bahkan cenderung untuk menyalahkan orang lain dalam
tindakannya di masyarakat. Mereka yang kurang mendapat dukungan dari orang tua
menganggap bahwa orang tua mereka tidak peduli terhadap mereka dan
cenderungmemberi jarak antara mereka dengna orang tua mereka.
D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Peran Orang Tua Dalam
Meningkatkan Prestasi Siswa
1. Faktor Penghambat Orang Tua Dalam Meningkatan Prestasi Belajar Anak.
Permasalahan umum yang dialami oleh setiap orang tua dalam memberikan dukungan
terhadap anak-anaknya banyak dikarenakan kesibukan mereka mencari nafkah, mereka
berdalih bahwa mereka tidak mempunyai waktu untuk sekedar membantu mengerjakan
pekerjaan rumah (PR) bagi anaknya.Orang tua merasa bahwa waktu yang mereka miliki
tidak sampai atau tidak mencukupi untuk memberikan bimbingan bagi anaknya, waktu
semuanya dihabiskan untuk bekerja dan bekerja.Selain permasalahan di atas, kendala
Sumber Daya Manusia (SDM) orang tua menjadi penyebab kurangnya mereka dalam ikut
serta meningkatkan prestasi anaknya. Banyak orang tua yang tidak mengenyam
pendidikan tinggi, bahkan tidak sedikit mereka yang tidak bersekolah sama sekali.
Umumnya mereka adalah orang tua tempo dulu atau orang tua yang hidup di tempat-
tempat pedalaman atu desa yang masih belum maju.

2. Faktor Pendukung Orang Tua Dalam Meningkatan Prestasi Belajar Anak.

Peran serta orang tua hendaknya sedini mungkin diterapkan pada anak-anak mereka,
ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi anak-anak agar menjadi pribadi yang maju dan
bertanggung jawab.Seberat apapun permasalahan mereka pasti dapat dilalui apabila
mendapat dukungan dan bantuan dari orang tua.Sebagai orang tua hendaknya
menanamkan semangat dan disiplin kepada anak-anak mereka agar dapat berprestasi di
sekolah dan kedisiplinan menjadi kunci untuk mencapai keberhasilan. Kemandirian
bukan berarti tanpa dukungan dari orang lain, namun kemandirian adalah usaha untuk
menjalankan atau melaksanakan segala pekerjaan dengan mengandalkan kemampuan
sendiri dengan dukungna dan dorongan dari orang lain.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari berbagai penjelasan yang telah dijabarkan diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa peran keluarga dalam menentukan prestasi belajar siswa di sekolah sangatlah
besar. Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh
tak acuh terhadap proses belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan
kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya,
tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana kemajuan
belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami anaknya dalam belajar dan lain-lain
dapat menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak berhasil dalam belajarnya. Hasil yang
didapatkan, nilai atau prestasi belajarnya tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal.

Sebaliknya, orang tua yang selalu memberikan perhatian pada anaknya, terutama
perhatian pada kegiatan belajar mereka di rumah, membuat anak akan lebih giat dan lebih
bersemangat dalam belajar karena ia tahu bahwa bukan dirinya sendiri saja yang
berkeinginan untuk maju, akan tetapi orang tuanya juga memiliki keinginan yang sama.
Sehingga hasil belajar atau prestasi belajar yang di raih oleh siswa menjadi lebih baik.

B. SARAN
Untuk meeningkatan prestasi belajar anak dalam menempuh pendidikan, maka saran
yang penulis berikan kepada para orang tua antara lain :

1. Meningkatkan ketertarikan siswa terhadap pendidikan dengan memberikan nuansa


belajar yang nyaman, menarik dan menyenangkan.

2. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, latihan,


penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain.
3. Meningkatkan peran serta orang tua semaksimal mungkin untuk dapat membimbing dan
mengarahkan akan untuk lebih berprestasi dalam pendidikan mereka.

4. Memberikan pengertian kepada semua orang tua bahwa masa depan anak ada di tangan
mereka, dan pengorbanan yang tulus hendaknya mereka berikan untuk kemajuan anak-
anak mereka kelak.

Selain itu, orang tua hendaknya selalu aktif memberikan motivasi berupa
perhatian dan dorongan belajar pada anak baik dirumah maupun di sekolah, memberikan
bimbingan dan teguran serta pemberian fasilitas belajar dan terpenuhinya kebutuhan
belajar yang memadai.Bagi pihak sekolah perlu adanya peningkatan hubungan kerjasama
yang lebih baik antara pihak sekolah dengan orang tua, sehingga lebih mudah mengikuti
perkembangan kemajuan belajar siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Khairuddin, Sosiologi Keluarga, 1997, Liberty; Yogyakarta

Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,1995, Rineka Cipta;


Jakarta

Sardiman, 2002, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta; Pt.Raja


Grafindopersada

Munif, Chatib, Orangtuanya Manusia, 2012,Kaifa; Bandung

Http://Edukasi.Kompasiana.Com/2013/05/22/Faktor-Faktor-Yang-Mempengaruhi-
Prestasi-Belajar-558299.Html

Http://Pmr-Smabhatig.Blogspot.Com/2011/08/Pengaruh-Lingkungan-Keluarga-
Terhadap.Html#Ixzz3w7aimsnd

You might also like