Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami dari pihak
penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Evaluasi Hasil belajar dalam bentuk makalah.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Dosen sebagai bahan
pertimbangan nilai.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu khususnya dari rekan-rekan sekelompok kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, walaupun ada beberapa hambatan yang
kami alami dalam penyusunan makalah ini. Namun, berkat motivasi yang disertai kerja keras dan
bantuan dari berbagai pihak akhirnya dapat teratasi.
Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca.
Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kiranya pembaca dapat
memakluminya. Akhir kata dengan kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Sekian dan terima kasih.
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Hopkins melalui Suyata (1997:18) menjelaskan bahwa penyusunan tes adalah “lebih pada
seni daripada ilmu” dan seni menyusun tes dapat dipelajari lewat petunjuk-petunjuk yang jelas,
praktek penyusunan yang terus menerus, serta umpan balik dari apa yang disusunnya.
.
1PENGERTIAN TES BENTUK URAIAN
Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban
atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes
secara naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh
orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi disusun oleh peserta tes. Peserta tes bebas untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Setiap peserta tes dapat memilih, menghubungkan, dan
atau menyampaikan gagasan dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Soal uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk mengorganisasikan
gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan atau pokok
pikiran tersebut dalam bentuk tulisan.
Djiwandono (2008: 57) menjelaskan bahwasanya secara lebih khusus tes uraian (tes esai)
mengacu pada tes yang jawabannya berupa suatu esai atau uraian dalam berbagai gaya penulisan,
seperti diskriptif dan argumentatif, sesuai dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan.
Salah satu pertimbangan dalam menggunakan salah satu bentuk tes, apakah tes subyektif
atau tes objektif, maka perlu dipahami terlebih dulu keunggulan dan kelemahan bentuk tes
tersebut. Jika telah menentukan pilihan untuk menggunakan salah satu bentuk tes tersebut maka
salah satu kiat dalam seni membuat soal tes adalah memaksimalkan keunggulan tes tersebut dan
menekan seminimal mungkin kelemahan-kelemahan dari soal bentuk tersebut.
Bentuk tes uraian dapat diklasifikasi ke dalam dua tipe yaitu tes uraian bebas (extended
response) dan tes uraian terbatas (restricted response). Pembedaan kedua tipe tes uraian ini
adalah atas dasar besarnya kebebasan yang yang diberikan kepada peserta tes untuk
mengorganisasikan, menulis dan menyatakan pikiran, tingkat pemahaman terhadap pokok
permasalahan dan gagasannya.
Sebagaimana telah dikemukakan, perbedaan utama antara tes uraian bebas dan uraian
terbatas tergantung kepada kebebasan memberikan jawaban. Jawaban yang diberikan oleh
peserta tes dalam tes uraian bebas hampir-hampir tidak ada pembatasan. Peserta tes memiliki
kebebasan yang luas sekali untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan
gagasannya dalam menjawab soal tersebut. Jadi jawaban siswa bersifat terbuka, fleksibel, dan
tidak tersrtuktur.
3) Bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk melahirkan kepribadiannya
dan watak sendiri, sesuai dengan sifat tes uraian yang menuntut kemampuan siswa untuk
mengekspresikan jawaban dalam kata-kata sendiri. Untuk dapat mengekspresikan pemahaman
dan penguasaan bahan dalam jawaban tes, maka bentuk tes uraian menuntut penguasaan bahan
secara utuh. Penguasaan bahan yang tanggung atau parsial dapat dideteksi dengan mudah.
Karena itu untuk menjawab tes uraian dengan baik peserta tes akan berusaha menguasai bahan
yang diperkirakannya akan diujikan dalam tes secara tuntas. Seorang peserta tes yang
mengerjakan tes uraian dengan penguasaan bahan parsial akan tidak mampu menjawab soal
dengan benar atau akan berusaha dengan cara membual.
4) Kelebihan lain tes uraian ialah memudahkan guru untuk menyusun butir soal. Kemudahan ini
terutama disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, jumlah butir soal tidak perlu banyak dan kedua,
guru tidak selalu harus memasok jawaban atau kemungkinan jawaban yang benar sehingga akan
sangat menghemat waktu konstruksi soal. Tetapi hal ini tidak berarti butir soal uraian dapat
dikontruksikan secara asal-asalan. Kaidah penyusunan tes uraian tidaklah lebih sederhana dari
kaidah penyusunan tes objektif.
5) Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis. Hal ini merupakan kebaikan sekaligus
kelemahannya. Dalam arti yang positif tes uraian akan sangat mendorong siswa dan guru untuk
belajar dan mengajar, serta menyatakan pikiran secara tertulis.
Dengan demikian diharapkan kemampuan para peserta didik dalam menyatakan pikiran secara
tertulis akan meningkat. Tetapi dilihat dari segi lain, penekanan yang berlebihan terhadap
penggunaan tes uraian yang sangat menekankan kepada kemampuan menyatakan pikiran dalam
bentuk tulisan yang dapat menjadikan tes sebagai alat ukur yang tidak adil dan tidak reliable.
Bagi siswa yang tidak mempunyai kemampuan menulis, akan menjadi beban.
Namun demikian tes uraian mempunyai kelemahan antara lain:
1) Reliabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai oleh peserta tes tidak konsisten bila tes yang
sama atau tes yang paralel yang diuji ulang beberapa kali. Ada tiga hal yang menyebabkan tes
uraian realibilitasnya rendah yaitu pertama keterbatasan sampel bahan yang tercakup dalam soal
tes. Kedua, batas-batas tugas yang harus dikerjakan oleh peserta tes sangat longgar, walaupun
telah diusahakan untuk menentukan batasan-batasan yang cukup ketat. Ketiga, subjektifitas
penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes.
2) Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan siswa membutuhkan waktu yang relatif banyak.
4) Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling membedakan prestasi
belajar siswa.
5) Sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwasannya secara umum ada dua jenis tes yang
memiliki karakteristik sangat berbeda yakni tes obyektif dan tes subyektif. Kapan kedua jenis tes
itu dipergunakan akan bergantung pada tujuan soal tes itu dibuat.
2) Waktu yang dipunyai guru untuk mempersiapkan soal relatif singkat dan
terbatas.
3) Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam
bentuk tertulis, menguji kemampuan dengan baik, atau penggunaan kemampuan penggunaan
bahasa secara tertib.
4) Guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung di dalam soal ujian tetapi
dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti : sikap, nilai, atau pendapat. Soal uraian dapat
digunakan untuk memperoleh informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan dengan sangat
hati-hati oleh guru.
Sebenarnya menyususn tes uraian tidak semudah yang diperkirakan banyak orang, kalau
benar-benar ingin menghasilkan butir soal yang berkualitas. Ada beberapa ketentuan yang perlu
diikuti dan dipenuhi. Pemilihan format tes uraian menjadi pertimbangan lagi apabila mengingat
betapa tidak mudahnya pemberian skor dengan prinsip pengukuran yang benar. Berikut adalah
rambu-rambu bagaimana menyusun tes uraian dengan memenuhi kriteria dan prinsip-prinsip
pengukuran.
Suyata (1997:19) menguraikan bahwa tes yang baik perlu direncanakan dengan hati-hati
dan teliti. Petunjuk yang biasa diberikan untuk itu adalah sesuaikan tes yang disusun dengan
tujuan kurikulum, bukan pada apa yang tertulis, melainkan pada apa yang dipelajari. Perhatikan
tujuan diadakan tes tersebut,seperti untuk melihat perbedaan individu, atau untuk penguasaan
kelas akan materi yang dipelajari, serta sesuaikan tes dengan tingkat kemampuan siswa.
Tujuan tes perlu dinyatakan secara eksplisit dan jelas, agar tes benar-benar mengukur apa
yang hendak diukur. Dikatakan demikian karena tes yang berkualitas dituntut memenuhi syarat
validitas dan reliabilitas.
Yang perlu diperhatikan, jangan sampai terjadi tes uraian prestasi belajar dipakai untuk
mengukur kemampuan menulis atau sebaliknya alat ukur untuk kemampuan menulis dipakai
untuk mengukur prestasi belajar.
Bentuk uraian seperti ini memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan yang relatif
lebih pasti sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif. Anthony J. Nitko ( 1996 )
menjelaskan bentuk uraian terbatas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar yang kompleks,
yaitu berupa kemampuan-kemampuan, menjelaskan hubungan sebab-akibat, melukiskan
pengaplikasian prinsip-prinsip, mengajukan argumentasi-argumentasi yang relevan, merumuskan
hipotesis dengan tepat, merumuskan asumsi yang tepat, melukiskan keterbatasan data,
merumuskan kesimpulan secara tepat, menjelaskan metode dan prosedur, dan hal-hal sejenis
yang menuntut kemampuan peserta didik untuk melengkapi jawabannya.
Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor hanya dimungkinkan menggunakan
dua kategori, yaitu benar atau salah. Untuk setiap kata kunci yang benar diberi skor 1 (satu) dan
untuk kata kunci yang dijawab salah atau tidak di jawab diberi skor 0 (nol). Dalam satu rumusan
jawaban dapat mengandung lebih dari satu kata kunci sehingga skor maksimum jawaban dapat
lebih dari satu. Kata kunci tersebut dapat berupa kalimat, kata, bilangan, symbol, gambar, grafik,
ide, gagasan atau pernyataan. Diharapkan dengan pembagian yang tegas seperti ini, unsure
subjektivitas dapat dihindari atau dikurangi.
Adapun langkah – langkah pemberian skor soal bentuk uraian objektif adalah :
1. Tuliskan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban secara jelas untuk setiap soal.
2. Setiap kata kunci yang dijawab benar diberi skor 1. Tidak ada skor setengah untuk jawaban
yang kurang sempurna. Jawaban yang diberi skor 1 adalah jawaban sempurna, jawaban lainnya
adalah 0.
3. Jika satu pertanyaan memiliki beberapa sub-pertanyaan, perincilah kata kunci dari jawaban
soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban dan buatkan skornya.
4. Jumlah skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal tersebut. Jumlah skor ini
disebut skor maksimum.
Contoh :
Indikator : menghitung isi bangun ruang ( balok ) dan mengubah satuan ukurannya.
Soal :
Sebuah bak penampung air berbentuk balok berukuran panjang 100 cm, lebar 70 cm dan tinggi
60 cm. berapa liter isi bak penampung mampu menyimpan air ?
3 =420.000 1
5 = 420 liter 1
Skor maksimum 5
7. BENTUK URAIAN NON-OBJEKTIF (BUNO)
Bentuk soal seperti ini memiliki rumusan jawaban yang sama dengan rumusan jawaban
bebas, yaitu menuntut peserta didik untuk mengingat dan mengorganisasikan (menguraikan dan
memadukan) gagasan-gagasan pribadi atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis sehingga
dalam penskorannya sangat memungkinkan adanya unsure subjektivitas. Bentuk uraian bebas
dapat digunakan untuk menilai hasil belajar yang bersifat kompleks, seperti kemampuan
menghasilkan, menyusun dan menyatakan ide-ide, memadukan berbagai hasil belajar dari
berbagai bidang studi, merekayasa bentuk-bentuk orisinal ( seperti mendesain sebuah
eksperimen ), dan menilai arti atau makna suatu ide.
Dalam penskoran soal bentuk uraian nonobjektif, skor dijabarkan dalam rentang.
Besarnya rentang skor ditetapkan oleh kompleksitas jawaban, seperti 0 – 2, 0 – 4, 0 – 6, 0 – 8, 0
– 10 dan lain – lain. Skor minimal harus 0, karena peserta didik yang tidak menjawab pun akan
memperoleh skor maksimum ditentukan oleh penyusun soal dan keadaan jawaban yang dituntut
dalam soal tersebut. Adapun langkah-langah pemberian skor untuk soal bentuk uraian
nonobjektif adalah sebagai berikut :
1. Tulislah garis – garis besar jawaban sebagai criteria jawaban untuk dijadikan pegangan dalam
pemberian skor.
2. Tetapkan rentang skor untuk setiap criteria jawaban.
3. Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban yang diberikan oleh
peserta didik.
4. Jumlahkan skor – skor yang diperoleh dari setiap criteria jawaban sebagai skor peserta didik.
Jumlah skor tertinggi dari setiap criteria jawaban disebut skor maksimum dari suatu soal.
5. Periksalah soal untuk setiap nomor dari semua peserta didik sebelum pindah ke nomor soal
yang lain. Tujuannya untuk menghindari pemberian skor berbeda terhadap jawaban yang sama.
6. Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik untuk
setiap soal. Kemudian hitunglah nilai tiap soal dengan rumus :
7. Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah nilai ini disebut nilai akhir dari
suatu perangkat tes yang diberikan.
Contoh :
Indikator : Menjelaskan alasan yang membuat kita harus bangga sebagai bangsa Indonesia.
Soal : Jelaskan alasan yang membuat kita perlu bangga sebagai bangsa Indonesia !
Skor maksimum 9
Kisi-kisi adalah suatu format berupa matrik yang memuat pedoman untuk menulis soal
atau merakit soal menjadi suatu tes (Ninik dalam http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2105619-kaidah-penyusunan-soal-ulangan-uraian).
Suyata (1997:20) menguraikan bahwa kisi-kisi ujian adalah suatu format yang berisi
kriteria tentang soal-soal yang diperlukan oleh suatu tes. Oleh karena tidak semua penyusun kisi-
kisi adalah penulis soal, maka komponen kisi-kisi perlu jelas dan mudah dipahami agar penulisan
soal dapat dilaksanakan. Dengan adanya kisi-kisi, penulis soal yang berbeda, dengan kualitas
yang relatif sama, diharapkan menghasilkan soal yang relatif sama, baik tingkat kedalamannya
maupun cakupan materi yang dibahas.
Menurut Balitbang Depdikbud dikutip Suyata (1997:21) kisi-kisi yang baik harus
memenuhi kriteria diantaranya (1) dapat mewakili isi kurikulum secara tepat, (2) komponen-
komponen jelas dan mudah dipahami, (3) dapat dilaksanakan atau disusun soalnya.
Secara umum komponen-komponen yang biasa dimuat dalam penyusunan kisi-kisi tes
prestasi belajar adalah sebagai berikut: (1) jenis sekolah/jenjang sekolah, (2) tingkat sekolah, (3)
bidang Studi / mata pelajaran, (4) tahun pelajaran, (5) kurikulum yang diacu/ dipergunakan, (6)
jumlah soal, (7) bentuk soal, (8) standar kompetensi , (9) kompetensi dasar, (10) materi yang
akan diujikan/dijadikan soal, (11) indikator, (12) nomor urut soal (jika diperlukan).
Suyata (1997:21) menjelaskan bahwa komponen yang terdapat pada sebuah kisi-kisi
bermacam-macam, bergantung pada model tesnya. Tes bahasa komunikatif Carroll misalnya,
berisi (1) tujuan kegiatan, (2) kompetensi, (3) saluran, (4) lingkup, (5)jumlah soal, (6) format tes.
Setelah kisi-kisi disiapkan, tahap selanjutnya adalah menulis butir soal. Sebelum
penulisan soal dilakukan, penulis perlu memperhatikan batasan jawaban soal, seperti kedalaman,
ruang lingkup soal, serta jumlah rincian. Penentuan jawaban soal tersebut penting sebab secara
langsung akan berkaitan dengan perumusan butir soal yang akan ditulis. Butir soal yang terlalu
luas atau terlalu sempit perlu dihindari sebab akan menyulitkan dalam pemberian skor.
Hopkins melalui Suyata (1997:22) memberikan rambu-rambu untuk menulis butir soal
tes bahasa bentuk uraian, yaitu sebagai berikut:
1) Soal ditulis sedemikian rupa sehingga soal menjadi spesifik dan dapa ditangkap dengan jelas
oleh peserta ujian.
2) Pertanyaan uraian diawali dengan kata-kata bandingkan, berilah alasan, atau jelaskan, dan
hendaknya menghindari kata-kata seperti apa, kapan, atau siapa pada awal soal, sebab hanya
akan memancing jawaban yang berupa reproduksi informasi belaka.
3) Beberapa butir soal dengan jawaban relatif pendek-pendek lebih baik daripada satu soal tetapi
memerlukan jawaban panjang. Hal ini berkaitan dengan masalah reliabilitas tes, yang makin
banyak jumlah soal, makin tinggi koefisien reliabilitas soal tersebut.
4) Disarankan untuk tidak menulis butir soal bentuk pilihan pada soal tes uraian, kecuali penulis
soal dapat memberikan bobot skor yang sama pada soal-soal yang diberikan.
5) Soal disusun secara berseri dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, dari soal yang relatif
mudah, makin lama makin sulit, dan diakhiri dengan soal yang paling sulit, yaitu soal evaluasi.
Selain rambu-rambu tersebut di atas, Pusat Penelitian Sistem Pengujian dikutip Suyata
(1997:22) menambahkan perlunya rumusan soal tes uraian yang menggunakan kata tanya atau
perintah yang menuntut jawaban uraian, seperti mengapa, jelaskan, uraikan, tafsirkan, dan
sebagainya, serta rumusan soal tes uraian perlu menggunakan bahasa yang sederhana dan sesuai
kaidah bahasa yang berlaku.
Soal yang telah selesai ditulis perlu ditelaah kembali. Tujuan kegiatan adalah untuk
melihat dan mengkaji setiap butir soal agar menghasilkan soal dengan kualitas yang baik,
sebelum soal tersebut digunakan dalam suatu perangkat tes. Penelaahan butir soal dilakukan
dengan cara menyesuaikan butir soal dengan kisi-kisi tes, kurikulum, atau buku sumber.
Langkah ini juga dimaksudkan untuk menjaga validitas isi tes.
Telaah soal yang dilakukan berupa telaah materi dan telaah bahasa. Telaah materi
dimaksudkan untuk melihat kesesuaian antara materi yang telah diajarkan, tertera dalam kisi-
kisi, dengan soal yang ditulis. Sedangkan telaah bahasa maksudnya untuk melihat kejelasan,
kebenaran, dan ketepatan bahasa yang digunakan agar soal yang ditulis dapat dipahami oleh
peserta didik sebagaimana dimaksudkan oleh pembuat soal.
Kegiatan penelaahan soal ini dapat dilakukan oleh penulis soal sendiri maupun
dilakukan oleh orang lain yang bukan penulisnya.
Dari beberapa jenis tes subyektif, tes uraian merupakan jenis tes yang paling tinggi
tingkat subyektivitasnya, karena jawabannya yang relatif panjang, beragam isi dan kemasannya.
Djiwandono (2008: 59) menjelaskan bahwasanya penskoran tes subyektif dalam bentuk
esei tidak dilakukan dengan menggunakan kunci jawaban seperti pada penskoran tes obyektif,
melainkan dengan menggunakan rambu-rambu penskoran (scoring guide), yang memuat
pedoman, kadang-kadang sekadar kriteria, yang menyebutkan jawaban yang diharapkan dalam
hal relevansi isi, susunan, bahasa yang digunakan termasuk ejaan, bahkan panjang dan
pendeknya jawaban, dan lain-lain. Kadang-kadang disertai proporsi skor yang disediakan bagi
masing-masing unsur berdasarkan tingkat pentingnya suatu unsur yang diskor.
4) Lain-lain yang perlu dan relevan dengan bidang kajian dan titik berat sasaran tes (dengan uraian
dan rinciannya), misalnya penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.
Jawaban tuntas 4
Amat sistematis 4
Mendekati sistematis 3
3 pengorganisasian
sedikit sistematis 2
Tidak sistematis 1
Jika penskoran dilakukan tanpa pembobotan dalam arti bahwa semua kriteria dianggap
sama berat dan dialokasikan rentangan skor yang sama, maka skor jawaban esei seorang peserta
tes diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperolehnya. Jika penskoran dilakukan
dengan pembobotan, maka bobot masing-masing kriteria perlu ditentukan berdasarkan
pentingnya berbagai komponen kemampuan dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan.
Suyata (1997:23) menguraikan beberapa cara yang dapat dilakukan berkaitan dengan
kegiatan penskoran tersebut:
1) Model Jawaban
Sebelum memulai pemberian skor dalam tes uraian, pengoreksian ujian perlu membuat
contoh jawaban benar untuk setiap butir soal sebagai model. Dengan model tersebut, penskoran
akan berjalan relatif sesuai dengan ukuran yang sama, berlaku untuk setiap jawaban pada soal
yang sama. Hal ini akan lebih menyingkat waktu dan meningkatkan akurasi penskoran.
Cara penskoran yang lain adalah bagian demi bagian. Hal ini lebih dianjurkan sebab
penskoran akan relatif lebih teliti. Dengan menyusun daftar poin-poin penting dalam setiap
jawaban.
Jawaban hendaknya dibaca tiap butir untuk seluruh peserta tes, agar reliabilitas skor
dapat dipertahankan.
Agar penskoran dapat dilakukan dengan lebih obyektif, untuk setiap soal perlu dibuat
daftar poin-poin penting yang perlu ada.
1. Perencanaan waktu
Pertama kali yang harus kita perhatikan adalah merencanakan waktu yang akan kita
habiskan untuk setiap pertanyaan. Jika kita tidak berhati – hati merencanakan waktu, kita bisa
menghabiskan waktu terlalu banyak pada satu soal yang agak sulit dan membuang waktu untuk
soal yang lebih mudah. Guru yang baik seringkali membantu mahasiswa / pelajar dengan
menuliskan alokasi waktu yang dibutuhkan pada setiap soal. Hal ini tentu sangat membantu
murid. Namun demikian, kita harus merencanakan penyelesaian ujian ini sesuai dengan
kemampuan kita. Alokasi yang ditetapkan biasa saja tidak sesuai dengan alokasi yang kita buat.
Kecuali tentunya pada test psikologi dimana kita tidak dibenarkan menggunakan waktu lebih
dari yang dialokasikan.
2. Mengikuti petunjuk
Ujian essay sangat ditentukan oleh petunjuk dan instruksi pada pertanyaan yang
diberikan. Perhatikanlah kata-kata penting yang digunakan dalam petunjuk umum maupun
petunjuk khusus. Misalnya petunjuk sebutkan berbeda dengan jelaskan. Juga kata-kata
bandingkan dengan ulaslah.
Jika anda diminta untuk menyebutkan anda tidak perlu memberikan penjelasan terinci
untuk masing-masing item yang anda sebutkan, kecuali memang diminta (sebutkan dan
jelaskan). Sebab, hal ini akan membuang waktu anda, sedangkan pemerikasa tidak akan
memberikan nilai tambahan untuk ini. Sebaliknya, jika anda diminta menjelaskan, berikan
penjelasan yang mudah dimengerti, jangan berbelit-belit dan gunakan bahasa yang baik.
Beberapa perintah atau petunjuk ujian essay perlu di mengerti benar apa maksudnya.
Berikut ini disajikan beberapa kata kunci yang sering digunakan dalam ujian beserta sedikit
penjelasannya.
Sebutkan. Disini anda cukup menyebutkan istilah atau kalimat tertentu saja. Sebaiknya anda
memberikan nomor atau huruf untuk memudahkan perhitungan.
Berikan definisi. Disini anda diminta untuk memberikan pengertian suatu istilah dengan singkat
dan jelas. Jangan memberikan penjelasan terinci, tetapi juga harus dapat membedakan dengan
istilah lain yang hampir bersamaan.
Jelaskan. Instruksi ini menuntut lebih banyak pengertian kita terhadap materi yang ditanyakan
dan kemampuan kita mengekspresikan pengertian kita. Berikanlah penilaian anda secara jelas,
bagaimana hal tersebut terjadi dan berikan alasan – alasan yang diperlukan.
Bandingkan. Disini biasanya kita diminta membandingkan dua keadaan. Dalam hal ini
terangkan sifat – sifat dan kualitas keadaan / sesuatu yang diminta. Tunjukkan persamaan dan
perbedaan satu dengan yang lainnya.
Gambarkan. Berikan gambar, diagram atau struktur dari sesuatu yang diminta. Jangan lupa
memberikan label / petunjuk tertentu agar pemeriksa mengetahui bahwa kita mengerti akan apa
yang kita gambarkan. Pada beberapa kasus diperlukan penjelasan singkat.
Buktikan. Dalam ujian matematika atau ilmu pasti lainnya perintah ini seringkali keluar. Disitu
kita harus membuktikan secara sistematika matematika atau teori yang telah dikenal sebelumnya.
Dalam bidang ilmu sosial, kita juga bias memberikan bukti dengan mengutip fakta – fakta dan
alasan – alasan logis yang membuktikan kebenaran hal yang ditanyakan.
4. Menyudahi ujian
Seperti juga dalam menyelasaikan ujian pada umumnya, sebelum kita serahkan,
periksalah sekali lagi ( jika anda masih punya waktu ). Dalam ujian essay ini, anda juga mungkin
akan memberikan koreksi terhadap jawaban anda, anda mungkin ingin menambahkan satu kata
kalimat untuk memperjelas jawaban anda.
13. METODE PENGOREKSIAN SOAL BENTUK URAIAN
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode
per nomor ( whole method ), metode per lembar ( separated method ), dan metode bersilang (
cross metode ).
a. Metode per nomor : Disini guru mengoreksi hasil jawaban peserta didik untuk setiap nomor.
Misalnya, guru mengoreksi nomor satu untuk seluruh peserta didik, kemudian nomor dua untuk
seluruh peserta didik, dan seterusnya. Kebaikannya adalah pemberian skor yang berbeda atas dua
jawaban yang kualitasnya sama hampir tidak akan terjadi, karena jawaban peserta didik yang
satu selalu dibandingkan dengan jawaban peserta didik yang lain, sedangkan kelemahannya
adalah pelaksanaannya terlalu berat dan memakan waktu banyak.
b. Metode per lembar. Disini guru mengoreksi setiap lembar jawaban peserta didik mulai dari
nomor satu sampai dengan nomor terakhir. Kebaikannya adalah relatif lebih murah dan tidak
memakan waktu banyak, sedangkan kelemahannya adalah guru sering member skor yang
berbeda atas dua jawaban yang sama kualitasnya atau sebaliknya.
c. Metode bersilang. Guru mengoreksi jawaban peserta didik dengan jalan menukarkan hasil
koreksi dari seorang korektor kepada korektor yang lain. Dengan kata lain, jika telah selesai
dikoreksi oleh seorang korektor, lalu dikoreksi kembali oleh korektor yang lain.
Prestasi belajar memiliki arti yang penting dan sangat strategis dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan, sehingga sangat diperlukan alat ukur yang berkualitas pula untuk memantau
dan menjaga agar prestasi belajar senantiasa mengalami peningkatan mutu, yang salah satu
bentuknya adalah tes uraian.
Tes uraian memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan jenis bentuk yang lain,
oleh karena itu dalam rangka membuat tes uraian yang bermutu, pendidik dalam hal ini
diharapkan memahami betul karakteristik tersebut, termasuk mengetahui keunggulan dan
kelemahan tes uraian, teknis penyusunannya, sehingga akan dapat membuat tes uraian yang
sesuai dengan harapan.
Penskoran tes bentuk uraian membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran yang khusus dan
relatif banyak jika dibandingkan dengan penskoran jenis tes yang obyektif. Oleh karena itu perlu
sekali diperhatikan teknik dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan penskoran, agar tes uraian
yang dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana tujuan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran, Cetakan kelima. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Drs. M. Ngalim Purwanto, M.P. 2002. Prinsip – prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Djiwandono, Soenardi. 2008. Tes Bahasa (Pegangan bagi Pengajar Bahasa).Jakarta: PT Indeks.