You are on page 1of 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOK

Nama : SUHARYONO

NPM : 2016727093

Paraf Paraf
Tanggal Paraf
NO KOMPETENSI ELEMEN KOMPETENSI Perseptor Perseptor
Pencapaian Mahasiswa
Klinik Akademik
A. Pengertian A. Pengkajian
PPOK adalah penyakit kronik yang 1. Wawancara
ditandai dengan keterbatasan aliran Riwayat kesehatan dahulu :
udara dalam saluran napas yang tidak - Merokok
sepenuhnya reversibel dan biasanya - Terpapar polusi udara
menimbulkan obstruksi. - Infeksi pernafasan
- Pernah menderita tuberkulosa
B. Etiologi - Status sosial ekonomi
Asap rokok Bakteri, Polusi tempat kerja - Pekerjaan : pabrik, industri, dan
(bahan kimia, zat iritan, gas beracun), tambang
Indoor Air Pollution atau polusi di
- Nutrisi
dalam ruangan, Polusi di luar ruangan,
- Stress
seperti gas buang kendaraan bermotor
- Pernah menderita jantung
dan debu jalanan, Infeksi saluran nafas
Riwayat kesehatan keluarga :
berulang, Jenis Kelamin
- Adanya riwayat keluarga yang
menderita PPOK generasi terdahulu
C. Manifestasi Klinik :
Riwayat kesehatan sekarang :
 Denyut jantung abnormal
“gejala PPOK tergantung dari area
 Sesak napas
manayang mengalami gangguan”
 Henti nafas atau nafas tidak teratur
a. Emfisema :
dalam aktivitas sehari-hari.
- Dipsnea saat melakukan aktivitas
 Kulit, bibir atau kku menjadi biru. dengan atau tanpa batuk.
 Batuk menahun, atau disebut juga - Hiperinflasi paru dengan
'batuk perokok' (smoker cough) berkurangnya ekspansi dada saat
 Batuk berdahak (batuk produktif) inspirasi.
Riwayat merokok atau bekas - Berat badan menurun atau tampak
perokok dengan atau tanpa gejala kurus.
pernapasan - Warna kulit tampak pucat.
 Riwayat terpajan zat iritan yang
bermakna di tempat kerja b. Bronkitis kronis :
 Riwayat penyakit emfisema pada - Batuk produktif ± 3 bulan per tahun
keluarga dan berlangsung selama 2 tahun
 Terdapat faktor predisposisi pada berturut-turut, disertai dahak
masa bayi/anak, mis berat badan berlebih.
lahir rendah (BBLR), - Dyspnea.
infeksi saluran napas berulang, - Blue bloater (pasien mengalami
lingkungan asap rokok dan polusi hipoksemia dan sianosis akibat
udara berkurangnya ventilasi pada jalan
napas yang sakit).
 Batuk berulang dengan atau tanpa
- Bentuk badan besar.
dahak
- Adanya napas dengan bibir
 Sesak dengan atau tanpa bunyi
mengerucut.
mengi (ngik-ngik)
2. Pemeriksaan fisik
D. Klasifikasi a. Emfisema
1. Derajat I: COPD ringan - Inspeksi :
Dengan atau tanpa gejala klinis o Badan klien tampak kurus.
(batuk produksi sputum). o Dyspnea.
Keterbatasan aliran udara ringan o Klien tampak membungkukkan
(VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% tubuhnya kedepan dengan kedua
Prediksi). Pada derajat ini, orang lengan diekstensikan
tersebut mungkin tidak menyadari (posisi”tripoding”).
bahwa fungsi parunya abnormal. o Adanya penggunaan otot bantu nafas
2. Derajat II: COPD sedang (leher dan bahu).
Semakin memburuknya hambatan o Terlihat ekspirasi memanjang.
aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; o Edema peripheral
50% < VEP1 < 80%), disertai o Ekspirasi memanjang, pembuluh darah
dengan adanya pemendekan dalam leher terlihat menggembung pada
bernafas. Dalam tingkat ini pasien waktu ekspirasi maupun inspirasi.
biasanya mulai mencari o Pink puffer (gejala yang khas pada
pengobatan oleh karena sesak nafas emfisema) dan kulit kemerahan.
yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat - Palpasi :
Ditandai dengan keterbatasan / o Didnding dada lateral bawah
hambatan aliran udara yang terasa bergerak kedalam.
semakin memburuk (VEP1 / KVP o Fremitus melemah.
< 70%; 30%  VEP1 < 50% o Sela iga melebar.
prediksi). Terjadi sesak nafas yang - Auskultasi :
semakin memberat, penurunan Adanya bunyi ronchi bernada tinggi
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang samar-samar menjelang akhir
yang berulang yang berdampak ekspirasi, kadang-kadang terdengar
pada kualitas hidup pasien. wheezing pada eksipasi paksa.
4. Derajat IV: COPD sangat berat - Perkusi :
Keterbatasan / hambatan aliran o Hipersonor.
udara yang berat (VEP1 / KVP < o Batas jantung mengecil.
70%; VEP1 < 30% prediksi) atau o Letak diafragma rendah, hepar
VEP1 < 50% prediksi ditambah terdorong kebawah.
dengan adanya gagal nafas kronik b. Bronchitis kronis :
dan gagal jantung kanan. - Inspeksi :
o Bentuk dada seperti tong (Barel
E. Pemeriksaan Diagnostik : chest).
Terapi farmakologis
o Adanya sianosis khususnya
1. Bronkodilator
ujung jari-jari tangan, bibir, dan
a. Secara inhalasi (MDI), kecuali
lidah terlihat berwarna biru
preparat tak tersedia / tak
keunguan.
terjangkau
o Terlihat adanya clubbing finger
b. Rutin (bila gejala menetap)
(jari tangan tabuh).
atau hanya bila diperlukan
(gejala intermitten o Hipoksemia.
c. golongan : o Sesak napas.
- Agonis - fenopterol, o Penggunaan otot bantu napas.
salbutamol, albuterol, o Peningkatan produksi sputum.
terbutalin, formoterol, - Palpasi :
salmeterol - Permukaan dada terasa seperti
- Antikolinergik : menggembung seperti tong
ipratropium bromid, - Auskultasi :
oksitroprium bromid Terdengar bunyi wheezing dan ronchi.
- Metilxantin : teofilin lepas - Perkusi :
lambat, bila Menimbulkan suara sonor.
kombinasisteroid belum
memuaskan 3. Pemeriksaan Penunjang
d. Dianjurkan bronkodilator - Tes Fungsi Paru :Sprirometri merupakan tes
kombinasi daripada paling penting untuk mendiagnosis dan
meningkatkan staging ppok. Rasio FEV¹ / FVC
dosis bronkodilator menunjukkan laju pengosongan paru
monoterapi digunakan untuk menunjukkan ada kelainan
ventilasi obstruksi. Spirometri merupakan
2. Steroid gold standart diagnosis dari PPOK.
a. PPOK yang menunjukkan - Foto Thoraks : pada emfisema menunjukkan
respon pada uji steroid adanya hiperinflasi, perubahan bulosa,
b. PPOK dengan VEP1 < 50% diafragma mendatar, dan jantung tampak
prediksi (derajat III dan IV) kecil. Pada bronchitis kronis menunjukkan
c. Eksaserbasi akut adanya peningkatan corakan bronkovaskular
3. Obat-obat tambahan lain
pada basis paru, dan jantung tampak
a. Mukolitik (mukokinetik,
membesar.
mukoregulator) : ambroksol,
- CT Scan : dapat memberikan gambaran
karbosistein, gliserol iodida
parenkim paru lebih baik dari foto thoraks,
b. Antioksidan : N-Asetil-sistein
karena pada High-resolution CT (HRCT) scan
c. Imunoregulator
memiliki sensivitas tinggi untuk
(imunostimulator,
imunomodulator) : tidak rutin menggambarkan emfisema, tapi tidak
d. Antitusif : tidak rutin dianjurkan untuk pemeriksaan rutin.
e. Vaksinasi : - Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah) :
influenza,pneumokokus pada emfisema Pa02 normal dan PaCO2
4. Terapi non farmakologis kadang meningkat pada emfisema stadium
a. Rehabilitasi : latihan fisik, lanjut, ketika asidosis respiratori terjadi.
latihan endurance, latihan Pada bronchitis kronis PaO2 mengalami
pernapasan, rehabilitasi penurunan dan PaCO2 mengalami
psikososial peningkatan.
b. Terapi oksigen jangka - Pemeriksaan darah rutin :hb, ht, dan
panjang (>15 jam sehari): leukosit.
pada PPOK derajat IV, AGD. - Elektrokardiogram (EKG) : latihan, tes
- PaO2 < 55 mmHg, atau stress membantu dalam mengkaji derajat
SO2 < 88% dengan atau disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan
tanpa hiperkapnia terapi bronkodilator, perencanaan atau
- PaO2 55-60 mmHg, atau evaluasi program latihan.
SaO2 < 88% disertai
hipertensi pulmonal, - Ekokardiografi : mengamati fungsi jantung
edema perifer karena bilater dapat komplikasi
gagal jantung, - Pemeriksaan sputum.
polisitemia.
4. Penatalaksanaan
a. Edukasi
Tidak memperbaiki exercise performance
atau faal paru tetapi dapat : memperbaiki
skill, kemampuan untuk menanggulangi
penyakit dan status kesehatan dan efektif
untuk mencapai tujuan khusus seperti berhenti
merokok.

b. Terapi obat-obatan
- Bronkodilator :
Merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan simptomatik PPOK,
diberikan bila perlu atau rutin untuk
mencegah atau mengurangi gejala. Terapi
inhalasi lebih dianjurkan. Pengobatan
regular dengan bronkodilator long acting
lebih efektif dan menyenangkan dari pada
brokodilator short acting tetapi lebih
mahal.
Bronkodilator yang sering digunakan
pada PPOK adalah :
Agonis beta 2 :salbutamol, terbutalin,
fenoterol.
Antikolinergis : ipratropium bromide,
tiotropium bromide.
Derivatsantin : aminofilin, teofilin.
- Kortikosteroid :
Pengobatan regular (teratur) dengan
inhaled corticosteroid (ICS) tidak
mempengaruhi penurunan jangka panjang
FEV1 pada klien PPOK. Namun
pengobatan regular dengan ICS sudah
tepat untuk klien PPOK simptomatik
dengan FEV1<50% prediksi ( stadium II
dan IV) dan eksaserbasi berulang.
Penggunaaan kortikosteroid oral jangka
panjang tidak dianjurkan.
- Mukolitik :
Dianjurkan pada klien dengan sputum
kental karena dapat mengurangi sputum
yang kental, tetapi saat ini penggunaan
secara luas tidak dianjurkan.
- Antioksidan :
Antioksidan khususnya N-acetylcysteine
dapat menurunkan frekuensi eksaserbasi
berulang. Perlu penilaian lebih lanjut
sebelum di rekomendasikan untuk
penggunaan secara rutin.
- Antibiotik
Tidak dianjurkan kecuali untuk terapi
eksaserbasi infeksius dan infeksi bacterial
lain.

c. Rehabilitasi Medik
Tujuan utama dari rehabilitasi pulmonal
adalah mengurangi gejala, meningkatkan
kualitas hidup dan meningkatkan partisipasi
fisik dan emosi dalam aktivitas sehari-hari.
Durasi minimal dari program rehabilitasi
efektif adalah 2 bulan, semakin panjang
program diteruskan maka semakin efektif
hasilnya. Rehab paru komprehensif terdiri
atas :
- Exercise training
- Konsultasi nutrisi
- Edukasi
B. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan penuruna ventilasi dan sumbatan
mucus
 Bersihan nafas tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi
 Intoleransi aktifitas b/d oksigenasi yang tidak
adekuat.
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake tdak
adekuat
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan
dipsneu
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PPOK

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
penurunan ventilasi atau keperawatan selama 3 x 1. Bantu Klien ke posisi Fowler tinggi.
sumbatan mukus. 24 jam diharapkan R/ Posisi tegak memungkinkn pengembangan paru penuh dan meningkatkan
gangguan pertukaran gas pertukaran udara.
membaik 2. Monitor secara teratur laju dan pola respirasi klien, oksimetri nadi, hasil AGD, serta
KH : manifestasi hipoksia dan hiperkapnia. Laporkan segera perubahan yang signifikan atau
 TTV dalam batas jika klien tidak merespon.
normal R/ Pengenalan yang segera dari fungsi napas yang menurun dapat mengurangi tingkat
 Tidak sesak kematian.
 Tidak gelisah
Kolaborasi :
 Nilai AGD dalam
3. Berikan terapi oksigen aliran rendah (1 – 3 L/menit pada FiO224% hingga 31%) sesuai
batas normal
kebutuhan dengan nasal kanul atau masker venture aliran rendah.
R/ Oksigen memperbaiki adanya hipoksemia.
4. Berikan bronkodilator sesuai perintah. Monitor efek sampingnya.
R/ Bronkodilator akan merelaksasikan otot polos bronkus, membantu aliran udara.
Efek samping yang umum adalah tremor, takikardi dan disritmia jantung lainnya.
5. Berhati-hati ketika memberikan opioid, sedative, dan penenang.
R/ Obat-obatan ini merupakan penekan system pernapasan dan dapat makin
mengganggu pernapasan.

2 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan asuhan Mandiri :


efektif b.d hipersekresi. keperawatan selama 3 x 24 1. Ajarkan klien untuk menjaga hidrasi yang cukup dengan minum paling tidak 8 hingga
jam diharapkan bersihan 10 gelas per hari (jika tidak ada kontraindikasi) dan meningkatkan kelembapan dari
jalan napas efektif atau udara sekitar.
membaik R/ Hidrasi membantu menipiskan sekresi.
KH : 2. Ajari dan awasi teknik spirometer intensif 10 kali per jam ketika klien bangun.
 TTV dalam batas R/ Spirometer intensif merupakan pengukuran objektif mengenai kedalaman inhalasi
normal untuk membantu ekspansi paru.
 Tidak batuk 3. Monitor suara paru tiap 4 – 8 jam dan sebelum serta setelah batuk.
R/ Ronki pada jalan napas besar dapat mengganggu kepatenan jalan napas.
 Tidak ada sumbatan
4. Kaji kondisi membrane mukosa mulut dan lakukan atau anjurkan perawatan mulut tiap
jalan napas
 Tidak ada sekret 2 jam.
R/ Sekresi yang kental akan melapisi mulut ketika klien batuk; perawatan mulut akan
menghilangkan lapisan ini.
5. Lakukan fisioterapi dada, jika diperlukan, serta instruksikan klien dan orang
terdekatnya tentang teknik ini.

Kolaborasi
6. Berikan bronkodilator

3 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan Mandiri :


oksigenisasi yang tidak keperawatan selama 3 x 1. Monitor keparahan dispnea, serta saturasi oksigen saat dan setelah aktivitas.
adekuat. 24 jam diharapkan R/ aktivitas meningkatkan kebutuhan oksigen, serta ketidakmampuan memenuhi
intoleransi aktivitas kebutuhan ini akan menyebabkan dipsnea dan desaturasi.
membaik 2. Bantu klien menjadwalkan peningkatan aktivitas harian dan latihan secara perlahan
KH : R/ peningkatan perlahan pada aktivitas fisik akan memperbaiki kondisi respirasi dan
 Tidak lemas jantung, sehingga memperbaiki toleransi aktivitas.
 Mampu melakukan 3. Beritahu klien untuk menghindari kondisi yang meningkatkan permintaan oksigen,
aktivitas sendiri seperti merokok, suhu ekstrim, berat badan berlebih, dan stress.
R/ faktor-faktor ini meningkatkan resistansi vaskuler perifer, yang meningkatkan
beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
4. Ajarkan klien teknik pernapasan bibir mengerucut dan pernapasan diafragma selama
aktivitas.
R/ Latihan bernapas memastikan penggunaan optimal dari fungsi respirasi yang ada.
Pernapasan bibir mengerucut akan menimbulkan tekanan akhir ekspirasi yang positif
di paru-paru yang membantu jalan napas tetap terbuka.
5. Jadwalkan latihan aktif setelah terapi respirasi atau obat-obatan (misalnya
bronkodilator dalam inhaler dosis terukur)
R/ Fungsi paru akan maksimal saat periode puncak dari obat-obatan dan efek obat.

Kolaborasi :
6. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan saat aktivitas.
R/ Suplementasi oksigen mengurangi hipoksemia yang dipicu latihan, sehingga
memperbaiki toleransi aktivitas.
4 Gangguan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
kebutuhan tubuh b.d intake keperawatan selama 3 x 24 1. Bantu klien dengan perawatan mulut sebelum makan dan jika diperlukan.
yang tidak adekuat. jam diharapkan nutrisi R/ Batuk dan sputum dapat mengganggu nafsu makan. Bernapas melalui mulut
terpenuhi membuat membrane mukosa menjadi kering.
KH : 2. Anjurkan klien untuk makan porsi kecil tapi sering dengan tinggi protein dan rendah
 BB dalam batas karbohidrat.
normal R/Porsi besar dapat menciptakan rasa penuh berlebihan, serta membuat bernapas tidak
 Tidak mual nyaman dan sulit. Protein diperlukan untuk menjaga status gizi karena peningkatan
 Tidak muntah kerja napas. Asupan karbohidrat harus dikurangi karena dapat menghasilkan karbon
dioksida.
3. Anjurkan klien untuk menghindari makanan pembentuk gas seperti buncis dan kubis.
R/ Makan pembentuk gas dapat menimbulkan perut kembung, distensi dan
mengganggu ventilasi.
4. Monitor asupan makanan klien, berat badan, serta kadar hemoglobin serum,
prealbumin dan albumin.
R/ Perubahan berat badan menunjukkan derajat status gizi atau malnutrisi. Kadar
hemoglobin, prealbumin dan albumin mencerminkan asupan protein.
5. Sarankan klien hipoksemia untuk menggunakan oksigen melalui nasal kanul saat
makan.
R/ Oksigenisasi yang cukup akan meningkatkan energy yang tersedia untuk makan.
6. Timbang berat badan klien setiap minggu.
R/selama asupan nutrisi yang baik, klien bisa memperoleh kenaikan berat badan
sekitar ½ kg/hari.

Kolaborasi :
7. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk membuat pilihan makanan yang mengurangi
produksi dari karbon dioksida.
R/ Klien dengan retensi karbon dioksida emndapatkan keuntungan dari makanan yang
tidak memproduksi CO2 berlebihan.
8. Sarankan metode untuk membuat proses penyiapan makan lebih nyaman.
R/ Mengeluarkan pengeluaran energy untuk persiapan makanan akan memaksimalkan
energy yang ada untuk proses makan.
5 Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
dipsnea. keperawatan selama 3 x 24 1. Dorong relaksasi dengan memberikan lingkungan yang agak gelap dan tenang;
jam diharapakan gangguan pastikan ventilasi ruangan cukup dan ikuti jadwal tidur.
pola tidur membaik R/ Lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi dan tidur. Gunakan jadwal
KH : tidur yang sudah ada untuk meningkatkan relaksasi.
 Klien tidur dengan 2. Jadwalkan aktivitas perawatan sehingga memungkinkan klien tidur tanpa terganggu.
baik R/ untuk setiap orang yang memiliki siklus tidur lengkap sekitar 60 sampai 90 menit
 Tidak sering tiap hari dapat menciptakan perasaan telah beristirahat yang dengan baik.
terbangun 3. Hindari penggunaan “pil tidur”.
R/ banyak bentuk hipnotik, sedative dan barbiturat akan mengganggu siklus tidur.
4. Instruksikan klien tindakan-tindakan untuk tidur berkualitas. Rencanakan aktivitas
fisik untuk siang hari berupa aktivitas pasif dan tidak terlalu menstimulasi pada sore
hari.
R/ Aktivitas akan meningkatkan kebutuhan tidur dan menimbulkan rasa lelah.
5. Hindari stimulant, seperti kafein.
R/stimulant meningkatkan metabolism dan menghambat relaksasi.
6. Jaga jadwal yang konsisten dan teratur.
R/ Konsistensi akan mendorong relaksasi dan mencegah gangguan jam tidur.
7. Makan makanan yang mengandung tinggi protein sebelum tidur.
R/ Pencernaan protein menghasilkan triptofan dan asam amino yang memiliki sedatif.
8. Gunakan teknik relaksasi (misalnya, meditasi, mandi air hangat, pijatan, minuman
hangat).
R/ Tidur akan sulit kecuali klien santai.
9. Jika klien terbangun di malam hari, sarankan aktivitas yang tenang dan mengalihkan,
seperti membaca di ruangan lain.
R/ Frustasi karena tidak bisa tidur akan semakin mengganggu usaha untuk tidur.
10. Jika dipsnea parah, kursi malas atau ranjang rumah sakit mungkin lebih nyaman
daripada ranjang biasa.
R/ Posisi tegak memfasilitasi ventilasi.
DAFTAR PUSTAKA

Hood Alsagaf & Abdul Mukty. (2010). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya. Airlangga
University pres.

Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern (2012). Buku saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Nurarif, A. H. & Hardhi K. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa media
dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12”. Jakarta :
EGC,

Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC

You might also like