You are on page 1of 66

 WAJIB

 Masukan pengertian stridor dan macam


macamnya
 Masukan banyak gambar lagi
KEGAWATDARURATAN
DI BIDANG THT
 Epistaksis
 Tuli mendadak
 Abses leher Dalam
 Obstruksi Saluran NapasAtas
 Benda Asing Saluran Napas
 Trauma Laring
Sudden Deafness
Pendahuluan

Definisi Tuli Mendadak :


- Terjadi secara tiba-tiba
- Tuli sensorineural
- Penyebab belum diketahui saat itu
Pendahuluan

Definisi beberapa ahli :


- Penurunan pendengaran > 30 dB
- Paling sedikit pada 3 frekuensi
berurutan
- Waktu gradasi penurunan
pendengaran kurang dari 3 hari
Kekerapan

 Di dunia: 1 kasus/5.000-10.000/tahun artinya


15.000 kasus baru pertahun
 Tieri : 28/2240 dari kasus penelitiannya
terjadi pada anak di bawah 10 tahun
 Kecenderungan meningkat dengan
bertambahnya usia
 Biasanya unilateral, hanya 1,7 - 2 % yang
bilateral
Kekerapan

Sub-Bag Neurotologi THT RSCM :


- Th 1999 : 59/1350 kasus gangguan
pendengaran (4,37 %)
- Th 2000 : 159/2645 kasus gangguan
pendengaran (6,01 %)
- Th 2005 : sekitar 8 % dari kasus gangguan
pendengaran
- Akhir-akhir ini meningkat sesuai dengan
meningkatnya insidens stroke
Etiologi (Hughes)

 Gangguan sirkulasi  Gangguan metabolik


 Infeksi  Neoplasma
 Trauma  Obat ototoksik
 Gangguan imunologi  Gangguan neurologik
Faktor predisposisi

 Kelainan hematologi
 Hipertensi
 Diabetes melitus
 Stres
 Kolesterol tinggi
Gejala klinik (Fetterman)

 Penurunan pendengaran tiba-tiba, biasanya


pada satu telinga (sering pasien menyadari)
 Tinitus (91 %)
 Vertigo (42,9 %)
 Rasa penuh di telinga (40,7 %)
 Otalgia (6,3 %)
 Parestesia (3,5 %)
 Tidak jelas ada penyebab sebelumnya
Diagnosis

 Anamnesis pasien sebaiknya dilakukan secara


menyeluruh dan teliti.
 Informasi mengenai :
- onset, jangka waktu
- gejala yang menyertai
- aktivitas yang dilakukan
- faktor predisposisi
- riwayat penyakit sebelumnya untuk
mencari faktor risiko amat diperlukan
Pemeriksaan Pendengaran

 Pada pemeriksaan pendengaran didapatkan:


 Tes penala : Rinne positif, Weber lateralisasi
ke yang sehat, Schwabach memendek.
·Audiometri nada murni : tuli sensorineural
·Timpanometri : normal
Pemeriksaan penunjang

 CT Scan atau MRI kalau dicurigai penyebabnya


neuroma akustik
 Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus/bakteri, DM,
hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid, penyakit
autoimun dan faal hemostasis
Penatalaksanaan : terapi shotgun

 Kortikosteroid  Anti virus


 Vasodilator  Vitamin/mineral
 Antikoagulan  Transqualizer
 Fibrinolitik  Hiperbarik
 Inhalasi oksigen/  Antitrombotik
carbogen
Kriteria perbaikan pendengaran

 Sembuh : perbaikan ambang dengar


<30 dB pada 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000Hz
dan <25 dB pada 4000 Hz
 Perbaikan sangat baik : perbaikan
> 30 dB pada 5 frekuensi
 Perbaikan baik : 10-30 dB pada 5 frek.
 Tidak ada perbaikan : bila < 10 dB pada
5 frekuensi
Prognosis

 Keterlambatan pengobatan
 Vertigo
 Usia tua
 Tuli nada tinggi
 Kecemasan
 Tinitus
 Penyakit penyerta
Abses Leher Dalam

 Nyeri tenggorok
 Demam
 Trismus
 Leher Kaku
Etiologi

 Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang


potensial diantara fasia leher dalam sebagai
akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga tengah dan leher
Abses Peritonsilar

 Abses Peritonsilar  komplikasi tonsilis akut atau


infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber
di kutub atas tonsil.
Gejala

 Odinofagia hebat
 Otalgia
 Muntah (regurgitasi)
 Mulut berbau (foeter ex ore)
 Hipersalivasi
 Suara sengau (rinolalia)
 Sukar membuka mulut (trismus)
 Pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan
Pemeriksaan

 Palatum mole membengkak dan menonjol ke depan


 Uvula membengkak dan terdorong ke kontra lateral
 Tonsil bengkak dan hiperemis
Terapi

 Stadium infiltrasi dapat diberikan antibiotika dosis


tinggi, obat simtomatik,kumur2 dengan cairan
hangat, & kompres dingin pada leher.
 Bila telah terbentuk abses pungsi di daerah
abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan pus
 Tonsilektomi, pada umumnya dilakukan sesudah
infeksi tenang, 3-4 minggu setelah drainase abses
Abses Retrofaringeal

Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :


1. Akut
 Sering terjadi pada anak-anak berumur dibawah 4–
5 tahun. Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada
saluran nafas atas seperti pada adenoid,
nasofaring, rongga hidung,sinus paranasal dan tonsil
yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring (
limfadenitis )sehingga menyebabkan supurasi pada
daerah tersebut.
 Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat
infeksi langsung oleh karena traumaa kibat
penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea,
endoskopi,sewaktu adenoidektomi )atau benda
asing.
2. Kronis.
 Biasanya terjadi pada orang dewasa atau
anak-anak yang lebih tua.  tuberkulosis ( TBC )
pada vertebra.
 Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TBC
pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar
dari kelenjar limfeservikal.
Gejala dan Tanda Klinis

 Anamnesis  infeksi saluran nafas atas.


 Gejala dantanda klinis yang sering dijumpai pada anak :
 demam
 sukar dan nyeri menelan
 suara sengau
 dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis
pada satu sisi.
 pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan
 pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ).
 Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk
 kekakuan otot leher (neck stiffness ) disertai nyeri pada pergerakan
 air liur menetes (drooling )
 Dewasa
 Anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda
asing pada dinding posterior faring
 Pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk
kronis.
 Gejala yang dapat dijumpai adalah :
 Demam
 Sukar dan nyeri menelan
 Rasa sakit di leher (neck pain )
 Keterbatasan gerak leher
 Dispnea
 Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak
begitu khas sampai terjadi pembengkakan yang besar
dan menyumbat hidung serta saluran nafas.
 Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
infeksi saluran napas atas atau trauma,
 Gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan
penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral.
 Pada foto rontgen
 Ruang retrofaring  >7 mm pada anak dan dewasa
 Ruang retrotrakeal  >14 mm pada anak dan >22mm
pada dewasa.
 Selain itu juga dapat terlihat berkurangnyal ordosis
vertebral servikal.
Penatalaksanaan

 Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :


 Posisi pasien supine dengan leher ekstensi
 pemberian O2
 intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung /intubasi fiber optik
 trakeostomi / krikotirotomiI.

 Medikamentosa
 Antibiotik  broad spektrum luas

 Bilaterdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk


memperbaiki keseimbangancairan elektrolit.
 Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika
Komplikasi

 Penjalaran ke ruang parafaring,


 Ruang vaskular visera
 Penjalaran ke madiastinum mediastinitis
 Obstruksi jalan napas asfiksia
 Abses pecah spontan pneumonia aspirasi dan
abses paru
Ludwig Angina
(Submandibula,Submental,Subling
ual Abses)
Submandibula Abses
Obstruksi Saluran Napas Atas
Obstruksi Saluran Napas Atas

 Obstruksi  sebagian atau total.


 Obstruksi ringan  sesak
 Obtruksi yang lebih berat namun masih ada sedikit
celah menyebabkan  sianosis (berwarna biru pada
kulit dan mukosa membran yang disebabkan
kekurangan oksigen dalam darah), gelisah bahkan
penurunan kesadaran.
 Obstruksi total bila tidak ditolong dengan segera 
kematian .
 Obstruksi saluran napas atas yang akan dibahas kali
ini adalah obstruksi pada laring.
 Prinsip penaggulangan obstruksi laring ialah
menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat
atau membuat jalan napas baru yang dapat
menjamin ventilasi.
 Sumbatan pada laring atau saluran napas atas dapat
disebabkan oleh :
 Radang akut dan kronis
 Benda asing
 Trauma akibat kecelakaan
 Trauma akibat tindakan medis
 Tumor saluran napas atas (tumor jinak maupun ganas)
 Kelumpuhan nervus rekuren bilateral
Gejala dan tanda

 Serak (disfoni) sampai afoni


 Sesak napas (dispnea)
 Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu
inspirasi.
 Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di
suprasternal, epigastrium,supraklavikuladan
interkostal.
 Gelisah karena pasien haus udara (air hunger )
 Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis
karena hipoksi
 Derajat OSNA (Kriteria Jackson)
 Stadium I:
 Cekungan sedikit pada inspirasi didaerah suprasternal,
stridor inspirasi, pasien masih tenang.
 Stadium II:
 Cekungan di suprasternal dan epigastrium dan
stridor,pasien mulai gelisah.
 Stadium III:
 Cekungan terdapat di suprasternal, epigastrium,
intercostals, dan infrakalvikula. Stridor inspirasi dan
ekspirasi. pasien sangat gelisah, dipsneu.
 Stadium IV:
 Cekungan bertambah dalam,sianosis,pasien yang mula-
mula gelisah mulai tampak lemah dan akhirnya diam
dan kesadaran menurun
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan foto leher dengan posisi tegak untuk


menilai jaringan lunak leher serta thorak postero-
anterior dan lateral
 Endoskopi dilakukan atas indikasi diagnostic dan
terapi.
 Pemeriksaan laboratorium darah berguna untuk
mengetahui gangguan keseimbangan asam basa dan
tanda infeksi traktus trakeobronkial
Penatalaksanaan

 Stadium I:
 Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi, anti
alergi, anti biotikserta pemberian oksigen intermiten jika
disebabkanoleh peradangan.
 Stadium II:
 Intubasi endotrakea dan trakeostomi

 Stadium III:
 Intubasi endotrakea dan trakeostomi

 Stadium IV:
 Krikotiroidektomi
BENDA ASING SALURAN NAPAS
BENDA ASING SALURAN NAPAS

 Benda asing adalah benda yang berasal dari luar


atau dalam tubuh yang pada keadaan normal
tidak ada.
 Eksogen
 organik (kacang- kacangan, tulang),
 anorganik (paku, jarum,peniti, batu baterai dll), zat
kimia cair, makanan diesophagus)
 Endogen
 (sekret kental, bekuan darah, membran difteri,
mekonium dlm saluran nafas)
GEJALA DAN TANDA

 Tergantung lokasi : Batuk hebat, rasa


tercekik, tersumbat tenggorok,
 bicara gagapobstruksi jalan nafas yang
terjadi segera.
 Nyeri daerah leher, rasa tidak enak di
substernal, nyeri punggung, disfagia, nyeri
menelan perforasi esofagus
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran


napas antara lain
 faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat
tinggal)
 kegagalan mekanisme proteksi yang normal (antara lain keadaan
tidur,kesadarn menurun, alkoholisme, dan epilepsi)
 faktor fisik (yaitu kelainan dan penyakit neurologik)
 proses menelan yang belum sempurna pada anak,
 faktor dental, medikal dan surgical(antara lain tindakan bedah, ekstraksi
gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang berumur < 4 tahun)
 faktor kejiwaan (antara lain emosi, gangguan psikis),
 ukuran dan bentukserta sifat benda asing,
 faktor kecerobohan (antara lain meletakkan benda asing di
mulut,persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-
gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak
yang gigi molarnya belum lengkap
GEJALA AWAL ASPIRASI AKUT DAPAT DITANDAI
DENGAN EPISODE YANG KHAS YAITU „

 choking ‟ (rasatercekik), „
 gagging ‟ (tersumbat), „
 sputtering ‟ (gagap), „
 wheezing ‟ (napas berbunyi),
 paroxysmal coughing
 serak, disfonia sampai afonia
 sesak napas tergantung dari derajat sumbatan.
 Benda asing yang tersangkut di trakea akan
menyebabkan stridor, dapat ditemukan dengan
auskultasi (audible stridor) dan
 palpasi di daerah leher (palpatory thud ).

 Jika benda asing menyumbat total trakea akan


timbul sumbatan jalan napas akut yang
memerlukan tindakan segera untuk
membebaskan jalan napas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi


tegak untuk menilai jaringan lunak leherdan
pemeriksaan toraks postero anterior dan
lateral
PENATALAKSAAN

 Bronkoskop kaku
 back blows

 abdominal thrusts

 Heimlich
BACK BLOWS
HEIMLICH

Kalau berdiri, maka penolong berdiri di belakang pasien, kepalan


tangan kanan penolong diletakan di atas prosesus xiphoideus,
sedangkan tangan kirinya diletakan di atasnya. Kemudian dilakukan
penekanan ke belakang dan ke atas ke arah paru beberapa kali,
sehingga diharapkan benda asing akan terlempar ke luar dari mulut
ABDOMINAL THRUSTS

Bila tiduran, penolong


bersetumpu pada lututnya di
kedua sisi paru, kepalan tangan
diletakkan di bawah prosessus
xiphoid, kemudian dilakukan
penekanan ke bawah dan ke
arah paru pasien beberapa kali,
sehingga benda asing akan
terlempar ke luar mulut.
Trauma Laring
Trauma Laring
Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:
1.Trauma mekanik eksternal (traumatumpul, trauma tajam,
komplikasi trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal
(akibat tindakan endoskopi, intubasi endotrakea atau pemasangan
pipa nasogaster).

2.Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas)
dan kimia(cairan alcohol, amoniak, natrium hipoklorit dan lisol) yang
terhirup.

3.Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas


leher.

4.Traumaotogen akibat penggunaan suara yang berlebihan (vocal


abuse) misalnya akibat berteriak,menjerit keras, atau bernyanyi
dengan suara keras
Patofisiologi

 Trauma dapat menyebabkan edem dan hematoma plika


ariepiglotika dan ventrikularis oleh karena jaringan
submukosa di daerah ini mudah membengkak.

 Selain itu Mukosa faring dan laring mudah robek


kemudian diikuti terbentuknya emfisema subkutis di
daerah leher yang akan menyebabkan infeksi sekunder .

 Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami


fraktur dandislokasi.
Gejala klinik

 Stridor,
 suara serak,
 emfisema subkutis,
 krepitasi kulit,
 hemoptisis,
 disafgia.
Penatalaksanaan
Luka terbuka : Asfiksia, gelembung udara pada daerah
luka
Tujuan : perbaiki saluran nafas dan mencegah aspirasi
darah ke paru
Trakeostomi dengan kanul trakeaeksplorasi : jahit
mukosa dan tulangrawan yang robek
Cegah infeksi : Antibiotik, serum anti tetanus.

Antibiotik
Luka tertutup : fraktur & dislokasi tulang rawan, laserasi
mukosa laring
Konservatif : istirahat suara, humidifikasi, kortikosteroid
 Indikasi untuk melakukan eksplorasi ialah: sumbatan
jalan napas yang memerlukan trakesotomi,
◦ emfisema subkutis progresif,
◦ laserasi mukosa luas,
◦ tulang krikoid terbuka,
◦ paralisis bilateral terbuka
 Eksplorasi dengan insisi kulit horisontal , untuk
mereposisi tulang rawan atau sendi yangmengalami
fraktur atau dislokasi, menjahit mukosa yang robek dan
menutup tulang rawan yang terbuka
Komplikasi

 Dapat terjadi apabila penatalaksanaannya


kurang tepat dan cepat.
 Komplikasi :
◦ Terbentuknya jaringan parut disekitar luka dan
terjadinya stenosis laring
◦ Paralisis nervus rekuren
◦ Infeksi luka dengan akibat terjadinya
perikondritis, jaringan parut, dan stenosislaring
dan trakea.
TERIMA KASIH

You might also like