You are on page 1of 7

Teori Ralat

Fisika mempelajari tentang fenomena-fenomena alam secara kualitatif dan kuantitaif,


karenanya masalah pengukuran terhadap besaran fisis mempunyai arti penting.Mengukur
adalah membandingkan suatu besaran fisis dengan besaran fisis sejenis yang dapat dianggap
sebagai tolok ukurnya (besaran standar).Oleh sebab itu tujuan pengukuran adalah untuk
mengetahui harga/nilai antara besaran yang diukur dengan besaran yang dianggap tolok
ukurnya.Dalam kenyataannya nilai pembanding yang sesungguhnya tidak pernah diketahui
sehingga hasil pengukuran yang benar tidak pernah diketahui.Setiap kali melakukan
pengukuran yang diulang-ulang dengan teliti, hasilnya hampir selalu berbeda meskipun
selisihnya sangat kecil. Karenanya dalam proses pengukuran selalu terdapat kesalahan atau
ralat (”error”). Usaha yang harus dilakukan dalam setiap pengukuran adalah memperoleh
kesalahan tersebut sekecil mungkin.
1. Faktor-faktor penyebab timbulnya ralat
Secara garis besar factor-faktor penyebab timbulnya kesalahan ralat dikelompokkan
menjadi 3 macam, yaitu ralat sistematis , ralat kebetulan, dan ralat kekeliruan tindakan.
1.1. Ralat sistematis
Ralat kelompok ini bersifat tetap adanya dan disebabkan oleh faktor-faktor :
a. Alat, misalnya kalibrasi alat; harga skala, kondisi alat yang berubah, pengaruh alat
terhadap besaran yang diukur.
b. Pengamat, karena ketidakcermatan pengamat dalam membaca.
c. Kondisi fisis pengamatan, misalnya karena kondisi fisis pada saat pengamatan tidak
sama dengan kondisi fisis peneraan alat akan mempengaruhi penunjukan alat.
d. Metoda pengamatan, ketidaktepatan pemilihan metode akan mempengaruhi hasil
pengamatan, misal sering terjadi kebocoran besaran fisis seperti panas, cahayadan
sebagainya.
1.2 Ralat kebetulan
Dalam pengamatan yang berulang-ulang untuk suatu besaran fisis yang dianggap tetap
ternyata memberikan hasil yang umumnya berbeda-beda. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
pada pengamatan berulang ini disebut ralat kebetulan, faktor-faktor penyebabnya adalah :
a. salah menaksir, misalnya penaksiran terhadap harga skala terkecil, bagi seorang
pengamat berbeda dari waktu ke waktu.
b. Kondisi fisis yang berubah (berfluktuasi), misalnya karena temperatur, atau tegangan
listrik ruang yang tidak stabil.
c. Gangguan, misalnya adanya medan magnet yang kuat dapat mempengaruhi
penunjukan meter-meter listrik.
d. Definisi, misalnya karena penampang pipa tidak bulat betul maka penentuan
diameternya menimbulkan kesalahan.
1.3. Ralat kekeliruan tindakan
Kekeliruan tindakan bagi pengamat dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu:
a. Salah berbuat, misalnya salah baca, salah pengaturan situasi/kondisi, salah menghitung
(misalnya ayuanan 10 kali hanya terhitung 9 kali).
b.Salah hitung terutama terjadi pada hitungan pembulatan.

2. Perhitungan ralat
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa adanya kesalahan dalam pengukuran
tidakdapat dihindari, usaha yang dilakukan hanya memperkecil kesalahan tersebut sampai
sekecil-kecilnya. Khusus dalam hal pengamatan pada praktikum Fisika Dasar, peralatan,
situasi kondisi yang ada harus diterima apa adanya, dalam arti praktikan tidak dapat
memanipulir ralat sistematik secara baik. Praktikan harus berusaha bekerja sebaik-baiknya
untuk menghindari atau mengurangi adanya ralat kekeliruan tindakan dan sekaligus
mengurangi ralat sistematik, maka yang dihadapi kemudian adalah ralat kebetulan. Setiap
pengukuran akan mempunyai ralat kebetulan, oleh sebab itu untuk memperkecil ralat ini
haruslah diadakan pengukuran berulang, makin banyak makin baik.

Namun demikian tidak semua pengamatan dapat diulangi, sehingga pratikum hanya
dapat melakukan pengamatan sekali saja, dalam hal ini kesalahan terjadi terutama penaksiran
skala. Karena ralatnya adalah penaksiran yang diperhitungkan 0,1 skala terkecil. Ralat
kebetulan secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yaitu ralat dari hasil pengamatan
langsung dan ralat hasil perhitungan.Kedua macam ralat tersebut dapat diperhitungkan dan
didefinisikan sebagai berikut.
2.1 Ralat pengamatan
Seperti telah diuraikan diatas, jika pengamatan/pengukuran dilakukan berkali-kali pada
besaran yang diukur secara langsung, hasilnya berbeda-beda, misalnya hasil
pengamatan/pengukuran yang dilakukan sebanyak k kali dengan hasil tiap kali xi :x1; x2
;x3………………… xk, dimana x yang berarti xi yang besarnya x1 ; x2 ;x3…………………
xk, dinamakan nilai terukur yang merupakan nilai atau harga yang mungkin. Nilai terbaik
dari nilai-nilai terukur adalah nilai rata-ratanya yang merupakan nilai yang paling mungkin,

jadi nilai terbaiknya yaitu :

Selisih atau penyimpangan anatara nilai terukur dengan nilai rata-rata disebut deviasi dengan

lambang jadi :

Deviasi seperti yang dituliskan pada persamaan (2), merupakan penyimpangan terhadap nilai

terbaik dari nilai terukur yang bersangkutan . Untuk menentukan nilai pengamatan yang
mungkin, ditentukan nilai terbaikdenganpenyimpangan yang disebut
”deviasi standard”. Deviasi standard ( S ) ini didefinisikansebagai akar rata-rata kuadrat
deviasinya, dan untuk pengamatan di lab. Fisika Dasar umumnya besaran terukur tunggal
digunakan rumus :

Sedangkan deviasi standard relatifnya dapat ditulis :

Dengan demikian, maka harga atau nilai suatu pengukuran/pengamatan dapat ditulis besaran-
besaran xyang benar adalah X ± Sx, jadi

Dalam menyatakan nialai suatu pengukuran, seringkali dinyatakan dengan kesaksamaan atau
kecermatan, yaitu 1 – Sxratau 100% - Sxr%. Kesaksamaan atau kecermatan dapat dianggap
sebagai jaminan akan kebenaran hasil pengamatan.
Contoh :

Suatu batang logam diukur berulang kali dengan hasil sebagai berikut :
Pengukuran Data Data Data
Ke pengamatan pengukuran pengamatan
ke
1 47,51 cm 6 47,49 cm
2 47,49 cm 7 47,48 cm
3 47,48 cm 8 47,46 cm
4 47,50 cm 9 47,53 cm
5 47,47 cm 10 47,49 cm
Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh hasil :
x = 47,49 cm
Sx = 0,007 cm
Catatan : untuk perhitungan mencari harga rata-rata dan simpangan/deviasi standar seperti di
atas gunakan kalkulator ilmiah ( scientific calculator).
Dari perhitungan diatas maka nilai x adalah :
X ± Sx = (47,490 ±0,007) cm

Dengan kesaksamaan :
3.2 Ralat perambatan
Merupakan ralat perhitungan dari suatu besaran yang besaran tersebut tidak dapat
diamati secara langsung tetapi lewat besaran lain yang terukur langsung. Misalnya
perhitungan volume balok dengan alat ukur panjang (pengagris).Besaran panjang (p);
lebar (l) dan tinggi merupakan besaran yang terukurlangsung. Sedangkan besaran
volume (V) dihitung berdasarkan rumus :
V=pxlxt
Ralat volume (V) dihitung dengan menggunakan rumus perambatan ralat sebagai berikut :

p = (5,12 ± 0,02) cm
l = (3,22 ± 0,01) cm
t = (2,57 ± 0,01) cm
dengan hasil perhitungan :

Penyajian hasil perhitungan volume balok adalah :


V = (42,4 ± 0,6) cm3
Fisika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda dan fenomena yang terkait dengan
benda tersebut. Untuk mendeskripsikan keadaan suatu benda atau suatu fenomena yang
terjadi pada benda, maka digunakanlah besaran-besaran fisika (Sears, F.W., Zemansky,
M.W.: 1994) Besaran-besaran fisika ini selalu memiliki nilai yang dapat dinyatakan dengan
angka melalui proses pengukuran (Satriawan, Mirza: 2012).
Pengukuran dalam fisika adalah membandingkan dua hal, dengan salah satunya
menjadi pembanding atau alat ukur yang besarnya harus distandarkan, bertujuan untuk
mengatahui kualitas atau kuantitas suatu besaran. (Giancoli, D.C. : 2013). Tidak pengukuran
yang mutlak tepat atau akurat, ini menunjukkan bahwa setiap hasil pengukuran besaran pasti
memiliki simpangan atau deviasi. Pengukuran yang tepat dan presisi bergantung kepada
manusia yang memiliki keterbatasan dalam metode serta alat ukurnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan hasil pengukuran, yang tidak
semuanya dapat dihindari. Misalnya jika pengolahan data yang tidak dikerjakan dengan tepat.
Maka, eksperimentator sangat membutuhkan pengetahuan tentang teori dan statistik untuk
mengetahui sejauh mana pengukurannya dapat dipercaya, kemudian berusaha menghindari
kesalahan dalam pengukuran semaksimal mungkin.
Eksperimentator harus mengetahui kesalahan yang tidak mungkin dihindari, sehingga
dalam menyajikan hasil pengukuran, harus pula membuat taksiran tentang ketakpastian yang
ada pada hasil pengukuran tersebut, melaporkannya dengan jujur, sehingga hasil pengukuran
dapat dinilai dan dipercaya. Dalam pengukuran ilmiah, perlu sekali dapat mengestimasi
ketepatan pengukuran, sebab dengan demikian dapatlah diketahui manfaat hasil pengukuran
(Bueche, F.J.: 1989).
1 KETAKPASTIAN HASIL PENGUKURAN
Pernyataan hasil pengukuran bergantung pada cara melakukan pengukurannya dalam hal ini
dibedakan pengukuran tunggal dan pengukuran berulang.
1 Pengukuran Tunggal
Pengukuran-pengukuran lamanya benda mendingin, kecepatan komet, dan lain-lain, tidak
mungkin dilakukan lebih dari sekali. Oleh sebab itu pengukurannya mungkin dilakukan
hanya sekali. Di samping itu jika dilakukan pengukuran lebih dari sekali, mungkin tidak
menghasilkan nilai-nilai yang berbeda, misalnya alat yang kasar dipakai untuk mengukur
sesuatu yang halus. Oleh sebab itu ukuran ketepatan suatu pengukuran tunggal ditentukan
oleh alat yang digunakan. Dalam hal ini hasil pengukuran dilaporkan sebagai :
(x + Δx)
dengan x menyatakan hasil pengukuran tunggal dan Δx adalah setengah nilai skala terkecil
alat
ukur. Misalnya hasil pengukuran besaran panjang dengan mistar adalah (2,1 + 0,05) cm
sebagai interpretasi, ada kepastian (keyakinan) 100 %, bahwa nilai benar x0 berada di antara
(x – Δx) dan (x + Δx).
2 Pengukuran Berulang
Kiranya kita patut bersikap kurang percaya terhadap hasil pengukuran tunggal. Makin banyak
pengukuran dilakukan, makin besarlah tingkat kepercayaan terhadap hasilnya. Dengan
melakukan pengukuran berulang diperoleh lebih banyak nilai benar x0, sehingga nilai
tersebut dapat didekati dengan teliti. Nilai benar baru dapat diketahui bila dilakukan
pengukuran yang tidak terbilang banyaknya, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena
alatnya sudah rusak atau aus sebelum pengukuran selesai dilakukan. Dengan demikian nilai
benar tidak mungkin dapat diketahui. Oleh sebab itu setiap pengukuran selalu menghadapi
empat hal berikut :
a. Berapa banyak pengukuran harus dilakukan ?

b. Nilai mana yang dipilih sebagai nilai terbaik, terdekat, dan pengganti nilai benar ?

c. Berapa simpangan nilai terbaik itu dari nilai benar dan bagaimana cara menentukan
simpangan tersebut ?

d. Hubungan apakah yang ada antara nilai terbaik dan tingkat kepercayaan di satu pihak,
dengan jumlah pengukuran yang dilakukan di pihak lain ?
Pada pengukuran berulang akan dihasilkan nilai-nilai x yang disebut sampel suatu populasi
x0, yaitu x1, x2, x3, . . . xn. Dari nilai-nilai x atau sampel tersebut, manakah yang dipakai
sebagai nilai terbaik (x), dan berapa ketakpastiannya (Δx) ? Nilai rata-rata sampel ( x )
dianggap sebagai nilai terbaik pengganti nilai populasi x0 yang tidak mungkin ditemukan dari
pengukuran. Pada suatu keyakinan tertentu, nilai benar ada di dalam (x ± Δx). Menurut
statistika (lihat gambar), x0 = x , yaitu nilai rerata sampel (Kahar,M. : 2007)

You might also like