You are on page 1of 15

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN

INFORMATKA DAN KOMUNIKASI KADIRI


ARKANUL IMAN

Disusun oleh :

Adhitya Aji Nugroho

Dany Ardianto Kusuma Putra

Faried Dwicahyanto

PROGRAM S1

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

KADIRI KEDIRI

2016
ARKANUL IMAN

Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang dikenal dengan rukun iman.
Rukun iman terdiri dari enam pilar yang merupakan keyakinan umat Islam terhadap hal-hal
yang hanya dapat diyakini secara transedental atau sebuah kepercayaan terhadap hal-hal di
luar nalar manusia. Rukun Iman terdiri dari iman kepada Allah SWT, iman terhadap
malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul Allah
SWT, iman kepada hari kiamat, iman kepada qada’ dan qadar.

Keenam pilar iman umat Islam tersebut merupakan sesuatu hal yang wajib diyakini
oleh setiap umat Muslim. Jika salah satu rukun iman tersebut tidak diyakini maka gugurlah
keimanannya. Meyakini keenam rukun iman merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat
dihindarkan oleh setiap umat Muslim.

PENGERTIAN

Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana firman


Allah ta’ala :

َ‫َو َما أ َ ْنتَ ِب ُمؤْ ِم ٍن لَن‬


“Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya/membenarkan kepada kami” [QS. Yuusuf : 17]
Beberapa penjelasan penting tentang perbedaan antara tashdiiq dan iman.
Beliau rahimahullah berkata :
“Bahwasannya iman itu tidak bersinonim dengan at-tashdiiq dalam makna. Karena setiap
orang menyampaikan khabar penglihatan langsung ataupun tidak langsung (ghaib), dapat
dikatakan kepadanya secara bahasa : ‘shadaqta’ (engkau benar), sebagaimana dapat juga
dikatakan : ‘kadzabta (engkau dusta). Barangsiapa yang mengatakan : ‘langit itu di atas
kami’, maka dapat dikatakan kepadanya : ‘shadaqa’ (ia benar), sebagaimana juga dapat
dikatakan : ‘kadzaba’ (ia dusta/tidak benar). Adapun lafadh iman tidaklah digunakan kecuali
dalam penerimaan khabar dari yang ghaib (tidak terlihat secara tidak langsung). Tidak
didapatkan dalam pembicaraan ada orang yang menyampaikan khabar dengan
penglihatannya langsung : ‘matahari telah terbit dan tenggelam’; kemudian dikatakan
:‘aamannaahu’ sebagaimana dapat dikatakan : shadaqnaahu’….. Sesungguhnya kata iman
berasal dari kata al-amnu. Kata tersebut dipergunakan dalam khabar yang dipercayai oleh
orang yang meyampaikan khabar, seperti permasalahan ghaib. Oleh karenanya, tidak
didapatkan dalam Al-Qur’an dan yang lainnya lafadh aamana lahu (aku mempercayainya),
kecuali dalam pengertian ini” [Al-Iimaan oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 276-277]

1.Arti Iman kepada Allah SWT


Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat
dengan anggota badan (beramal). Dengan demikian iman kepada Allah berarti meyakini
dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan
dalam kalimat :
‫أشهد أن الإله إال هللا‬
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti dengan perbuatan,
yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Rukun Iman yang pertama adalah iman kepada Allah SWT yang merupakan dasar dari
seluruh ajaran Islam. Orang yang akan memeluk agama Islam terlebih dahulu harus
mengucapkan kalimat syahadat. Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah
dimiliki manusia sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada
Allah SWT sejak ia berada di alam arwah. Firman Allah SWT :
‫وإذ اخذ ربك من بني أدم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا‬
“Dan ingatlah, ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku
ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi.” (QS. Al-
A’raf : 172)
Jauh sebelum datangnya agama Islam, orang-orang jahiliyah juga sudah mengenal
Allah SWT. Mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan yang harus
disembah adalah dzat yang Maha Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana diungkapkan di
dalam Al-Qur’an :
‫ولئن سألتهم من خلق السموت واألرض ليقولن خلقهن العزيز العليم‬
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?”, niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf : 9)
Manusia memiliki kecenderungan untuk berlindung kepada sesuatu Yang Maha
Kuasa. Yang Maha Kuasa itu adalah dzat yang mengatur alam semesta ini. Dzat yang
mengatur alam semesta ini sudah pasti berada di atas segalanya. Akal sehat tidak akan
menerima jika alam semesta yang sangat luas dan teramat rumit ini diatur oleh dzat yang
kemampuannya terbatas. Sekalipun manusia sekarang ini sudah dapat menciptakan teknologi
yang sangat canggih, namun manusia tidak dapat mengatur alam raya ini. Dengan
kecanggihan teknologinya, manusia tidak akan dapat menghentikan barang sedetik pun bumi
untuk berputar.
Dzat Allah adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak mungkin dapat
memikirkan dzat Allah. Oleh sebab itu mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan
puas dengan apa yang telah dijelaskan Allah SWT melalui firman-firman-Nya dan bukti-
bukti berupa adanya alam semesta ini.
Pengabdian kita kepada Allah adalah pengabdian dalam bentuk peribadatan,
kepatuhan, dan ketaatan secara mutlak. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah, dan
tidak pula mempersekutukan Nya dengan sesuatu yang lain. Itulah keimanan yang
sesungguhnya. Jika sudah demikian Insya Allah hidup kita akan tentram. Apabila hati dan
jiwa sudah tentram, maka seseorang akan berani dan tabah dalam menghadapi liku-liku
kehidupan ini. Segala nikmat dan kesenangan selalu disyukurinya. Sebaliknya setiap musibah
dan kesusahan selalu diterimanya dengan sabar.

Dasar Beriman Kepada Allah


a. Kecenderungan dan pengakuan hati
b. Wahyu Allah atau Al-Qur’an
c. Petunjuk Rasulullah atau Hadits

Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam
rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain,
maka keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang.
Sebab jika iman kepada Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini
akan berlanjut kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-
kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan
merusak ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-
cara beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut
mengaku beragama Islam.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada
Allah SWT :
a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita
mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai suber ajaran
pokok Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT.
Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha
Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.
b. Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai Allah
secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat
yang berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul Husna”
yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga meresapi
dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung di dalamnya.

2.Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah


Iman kepada Malaikat merupakan salah satu landasan agama Islam.
AllahTa`ala berfirman yang artinya: “Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian juga orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya….” (QS. Al-
Baqarah: 285) Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril tentang iman, beliau menjawab: “(Iman
yaitu) Engkau beriman dengan Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya,
hari akhir, dan beriman dengan takdir yang baik dan buruk.” (Muttafaq `alaih)
.
Allah Ta`ala menciptakan malaikat dari cahaya. Hal tersebut sebagaimana terdapat
dalam hadits dari Ummul Mu`minin `Aisyah radhiyallah `anha, dia mengatakan bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya.” (HR. Muslim.

Wujud malaikat mustahil dapat dilihat dengan mata telanjang, karena mata manusia
tercipta dari unsur dasar tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk[29] tidak akan
mampu melihat wujud dari malaikat yang asalnya terdiri dari cahaya, hanya Nabi
Muhammad SAW yang mampu melihat wujud asli malaikat bahkan sampai dua kali. Yaitu
wujud asli malikat Jibril .Mereka tidak bertambah tua ataupun bertambah muda, keadaan
mereka sekarang sama persis ketika mereka diciptakan. Dalam ajaran Islam, ibadah manusia
dan jin lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah para malaikat, karena manusia dan jin
bisa menentukan pilihannya sendiri berbeda dengan malaikat yang tidak memiliki pilihan
lain. Malaikat mengemban tugas-tugas tertentu dalam mengelola alam semesta. Mereka dapat
melintasi alam semesta secepat kilat atau bahkan lebih cepat lagi. Mereka tidak berjenis lelaki
atau perempuan dan tidak berkeluarga.

Sifat-sifat malaikat yang diyakini oleh umat Islam adalah sebagai berikut:

1. Selalu bertasbih siang dan malam tidak pernah berhenti


2. Suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur,
bercanda, berdebat, dan lainnya.
3. Selalu takut dan taat kepada Allah.
4. Tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya.
5. Mempunyai sifat malu.
6. Bisa terganggu dengan bau tidak sedap, anjing dan patung.
7. Tidak makan dan minum.
8. Mampu mengubah wujudnya.
9. Memiliki kekuatan dan kecepatan cahaya.

Iman kepada malaikat mempunyai pengaruh positif dan manfaat yang besar
bagi kehidupan seseorang, antara lain sebagai berikut :

1. Semakin meyakini kebesaran, kekuatan dan kemahakuasaan Allah SWT.


2. Bersyukur kepada-Nya, karena telah menciptakan para malaikat untuk membantu
kehidupan dan kepentingan manusia dan jin.
3. Menumbuhkan cinta kepada amal shalih, karena mengetahui ibadah para malaikat.
4. Merasa takut berbuat maksiat karena meyakini berbagai tugas malaikat seperti mencatat
perbuatannya, mencabut nyawa, dan menyiksa di neraka.
5. Cinta kepada malaikat karena kedekatan ibadahnya kepada Allah SWT.

3.Iman kepada Kitab-Kitab Allah


Meyakini kitab-kitab Allah SWT Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya
bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya,
yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk.
Apa yang dikandungnya adalah benar.Lafadz dan makna al-Kitab bukanlah berasal dari
Rasulullah. Juga tidak muncul atas pemikiran dan kehendak beliau.Fungsi Rasulullah dalam
hal ini adalah merupakan penyampai kalam Ilahi itu dengan kebenaran dan amanah yang
sempurna. Kemudian beliau ditugasi untuk memberikan penjelasan tentang isinya yang masih
global dan menafsirkan firman-firman yang perlu diberi penafsiran melalui ilmu yang
dianugerahkan oleh Allah SWT. Ummat manusia tidak mungkin mampu mengambil manfaat
dalam bentuknya yang sempurna dari isi al-Kitab itu dan karena itu pulalah mereka
membutuhkan seorang “maha guru” yang bisa menanamkan ilmu yang terdapat dalam al-
Kitab itu dalam jiwa mereka.

Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara
ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya
secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an.Allah menyatakan bahwa orang
mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti
disebutkan dalam firman Allah berikut ini.

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya”. (QS An Nisa : 136)

Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan
kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah
diberitahukan Allah dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat
masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan untuk melihat masa depan yang akan
ditempuhnya setelah hidup berakhir, maka dengan pemberitahuan kitab suci manusia dapat
mengatur hidupnya menyesuaikan dengan rencana Allah, sehingga manusia mempunyai masa
depan yang jelas.Menjadikan manusia tidak kesulitan, atau agar kehidupan manusia menjadi
aman, tenteram, damai, sejahtera, selamat dunia dan akhirat serta mendapat ridha Allah
dalam menjalani kehidupan.

4.Iman kepada Rasul-Rasul Allah


Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari enam rukun yang
wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini
dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah swt.
untuk menerima wahyu dariNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar
dijadikan pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.Mengenai
identitas rasul dapat dibaca dalam Q.S. Al Anbiya ayat 7 dan Al-Mukmin ayat 78 yang
artinya: “ Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa
orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada
orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.” (Q.S. al Anbiya: 7)

Dijelaskan, bahwa rasul-rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. adalah mereka dari
golongan laki-laki, tidak pernah ada rasul berjenis kelamin perempuan, dan jumlah rasul yang
diutus sebelum Nabi Muhammad saw. sebenarnya sangat banyak. Di antara para rasul itu ada
yang diceritakan kisahnya di dalam Al-Quran dan ada yang tidak.

‫ قَا َل ذَر أَبِى َعن‬: ‫سو َل يَا‬ ِ َ‫ قَا َل ؟ االَنبِي‬: ُ‫س ُل اَلفًا َو ِعش ُرونَ َواَربَعَة اَلف ِمائَة‬
ُ ‫اء ِعدَّة ُ كَم للاِ َر‬ ُّ َ ‫سةَ ِمائ َة ثَالَثَةُ ذَالِكَ ِمن ا‬
ُ ‫لر‬ َ ‫َوخَم‬
‫)أَح َمد َر َواهُ( َغ ِفي ًرا َج ًّما َعش ََر‬
"Dari Abu Dzar ia berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah : berapa jumlah para nabi?
Beliau menjawab: Jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang dan di antara mereka yang
termasuk rasul sebanyak 315 orang suatu jumlah yang besar." (H.R. Ahmad)
Berdasarkan hadis di atas jumlah nabi dan rasul ada 124.000 orang, diantaranya ada 315
orang yang diangkat Allah swt. menjadi rasul. Diantara 315 orang nabi dan rasul itu, ada 25
orang yang nama dan sejarahnya tercantum dalam Al Quran dan mereka inilah yang wajib
kita ketahui

Tugas pokok para rasul Allah ialah menyampaikan wahyu yang mereka terima dari
Allah swt. kepada umatnya. Tugas ini sungguh sangat berat, tidak jarang mereka
mendapatkan tantangan, penghinaan, bahkan siksaan dari umat manusia. Karena begitu berat
tugas mereka, maka Allah swt. memberikan keistimewaan yang luar biasa yaitu berupa
mukjizat.
Adapun tugas para nabi dan rasul adalah sebagai berikut:
1. Mengajarkan aqidah tauhid, yaitu menanamkan keyakinan kepada umat manusia bahwa:
a. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa dan satu-satunya dzat yang harus disembah
(tauhid ubudiyah).
b. Allah adalah maha pencipta, pencipta alam semesta dan segala isinya serta mengurusi,
mengawasi dan mengaturnya dengan sendirinya (tauhid rububiyah)
c. Allah adalah dzat yang pantas dijadikan Tuhan, sembahan manusia (tauhid uluhiyah)
d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah)

2. Mengajarkan kepada umat manusia bagaimana cara menyembah atau beribadah kepada
Allah swt.
3. Menjelaskan hukum-hukum dan batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-hal yang dilarang
dan mana yang harus dikerjakan menurut perintah Allah swt.

4. Memberikan contoh kepada umatnya bagaimana cara menghiasi diri dengan sifat-sifat
yang utama seperti berkata benar, dapat dipercaya, menepati janji, sopan kepada sesama,
santun kepada yang lemah, dan sebagainya.

5. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita-berita gaib sesuai dengan ketentuan yang
digariskan Allah swt.

6. Memberikan kabar gembira bagi siapa saja di antara umatnya yang patuh dan taat kepada
perintah Allah swt. dan rasulNya bahwa mereka akan mendapatkan balasan surga, sebagai
puncak kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya mereka membawa kabar derita bagi umat
manusia yang berbuat zalim (aniaya) baik terhadap Allah swt, terhadap manusia atau
terhadap makhluq lain, bahwa mereka akan dibalas dengan neraka, suatu puncak penderitaan
yang tak terhingga.(Q.S. al Bayyinah: 6-8)

Tugas-tugas rasul di atas, ditegaskan secara singkat oleh nabi Muhammad saw.dalam
sabdanya sebagai berikut:

‫ي ه َُري َرةَ اَ ِبى َعن‬ ُ ‫ م ص للاِ َر‬: ‫صا ِل َح أل ُ ِِت َِِّم َم بُ ِعثتُ ِإنَّ َما‬
ِ ‫ قَا َل َعنهُ للاُ َر‬: ‫سو ُل قَا َل‬
َ ‫ض‬ ِ َ‫األَخال‬
َ ‫ق‬
(ُ‫) َحنبَل بن أَح َمد َر َواه‬
Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. (H.R. Ahmad bin Hanbal)
Di antara tanda-tanda orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah adalah sebagai
berikut:
1. Teguh keimanannya kepada Allah swt

2. Meyakini kebenaran yang dibawa para rasul

3. Tidak membeda-bedakan antara rasul yang satu dengan yang lain

4. Menjadikan para rasul sebagai uswah hasanah

Dalam surah Al Ahzab ayat 21 Allah swt. menegaskan sebagai berikut:


“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kamu,” (Q.S. Al Ahzab
ayat 21).
Sebab itu, apa yang diucapkan atau yang dikerjakan rasulullah harus dicontoh atau diikuti,
dan sebaliknya apa –apa yang dilarangnya harus dihindarkan.
(Q.S. Al Hasyr ayat 7).

Semua rasul Allah mempunyai sifat-sifat terpuji yang merupakan tanda


kesempurnaan pribadi mereka. Sifat-sifat terpuji tersebut adalah sebagai berikut:
1). Shiddiq (benar). Mereka selalu berkata benar, dimana, kapan dan dalam keadaan
bagaimanapun mereka tidak akan berdusta (kadzib).
2). Amanah, yaitu dapat dipercaya, jujur, tidak mungkin khianat.
3). Tabligh, artinya mereka senantiasa konsekwen menyampaikan kebenaran (wahyu) kepada
umatnya.
4). Fathanah, artinya semua rasul-rasul adalah manusia-manusia yang cerdas yang dipilih
Allah SWT. Tidak mungkin mereka bodoh atau idiot (baladah).
5. Meyakini rasul-rasul Allah sebagai rahmat bagi alam semesta
6. Meyakini Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir

7. Mencintai Nabi Muhammad saw.


Rasulullah saw. telah bersabda:
‫ان َحالَ َوة َ َو َجدَ فِي ِه َكانَ َمن ثَالَثَة‬ ِ : ‫سولُهُ للاُ يَ ُكونَ اَن‬
ِ ‫اإلي َم‬ ُ ‫اَن َو للِ اِالَّ ي ُِحبُّهُ الَ ال َمر َء ي ُِحبَّ َواَن ِس َوا ُه َما ِم َّما اِلَي ِه ا َ َحبَّ َو َر‬
ِ ‫ار فِى يُلقَى ِاَن َيك َرهُ َك َما ِمنهُ للاُ اَنقَذَهُ اِذ بَعدَ ال ُكف ِر‬
َ‫ف ِِى يَعُودَ اَن يَك َره‬ ِ َّ‫َارى َر َواهُ( الن‬ َ ‫)س َِاَن‬
ِ ‫عن َو ُمس ِلم البُخ‬
Ada tiga perkara, siapa yang memilikinya, ia telah menemukan manisnya iman: 1) orang
yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lainnya; 2) orang yang mencintai
seseorang hanya karena Allah; 3) orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran
sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka. (H.R. Muttafaq alaih).

Bukti-bukti cinta kepada Rasul harus meneladani seluruh aspek kehidupan Rasulullah,
misalnya:
1. Dalam ibadahnya; diwujudkan dalam bentuk ketundukan dalam menjalankan dan
memelihara salat sesuai dengan tuntunan beliau. Beliau bersabda:
‫صلُّوا‬
َ ‫ص ِِّلى َراَيت ُ ُمونِى َك َما‬
َ ُ‫ا‬
Salatlah kalian sebagaimana aku salat. (H.R. Bukhari)
2. Dalam tatacara berpakaian yang menutup aurat, sopan, bersih dan indah, makan makanan
yang halal, bersih dan bergizi, makan tidak sampai kenyang, tidak makan kecuali setelah
dalam keadaan lapar.
3. Dalam berkeluarga, misalnya sebagai seorang suami yang harus melindungi, mencintai dan
menyayangi keluarganya. Beliau bersabda:

‫ِّب‬
َ ِ‫ي ُحب‬ ِّ ِ َ‫سا ُء ا‬
َّ َ‫ ثَالَث دُنيَا ُكم ِمن اِل‬: ُ‫لطيب‬ َ ِِّ‫صالَةِ فِى َعينِى قُ َّرة ُ َو ُج ِعلَت َوالن‬
َّ ‫ائ َر َواهُ( ال‬
ِ ‫س‬َ ِّ‫)الن‬
Telah ditanamkan padaku di dunia ini tiga perkara: rasa cinta kepada wanita, wewangian,
serta dijadikan mataku sejuk terhadap salat. (H.R. an-Nasai)
4. Sebagai pemimpin umat, Beliau lebih mendahulukan kepentingan umatnya daripada
kepentingan pribadinya; Beliau bukan tipe manusia individualistik yang hanya memikirkan
dirinya sendiri.
5. Sebagai anggota masyarakat, Beliau bukan manusia yang suka berdiam diri di rumah
seraya memisahkan diri dengan masyarakat sekitar, tetapi selalu berinteraksi dengan semua
lapisan masyarakat dan sering mengunjungi rumah-rumah para sahabatnya.
Nilai-nilai yang harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari:
1. Istiqamah dalam menjalankan syari’at agama
2. Tabah dan sabar dalam menghadapi musibah
3. Selalu optimis dan tidak pernah putus asa
4. Peduli terhadap kaum dhu’afa
5. Selalu melaksanakan ibadah-ibadah sunah
6. Tidak membeda-bedakan para Rasul-rasul Allah
7. Meyakini isi kitab-kitab yang dibawa oleh para Rasul
8. Meyakini para Rasul memiliki sifat-sifat terpuji
9. Menjadikan Rasul sebagai suri tauladan

5.Iman kepada Hari Kiamat

Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari
akhir sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan sikap
optimis, yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena
semuanya akan dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya. Manusia tidak akan
kecewa apabila di dunia ia tidak memperolah balasan dari amal perbuatannya, karena ia yakin
di hari akhir ia akan memperoleh balasan apa yang ia perbuat di dunia ini. Apabila seorang
muslim yakin akan hari akhir, maka ia akan terhindar dari sikap malas dan suka melamun,
melainkan ia akan terus berproses dan mencari makna kehidupan.

Keyakinan terhadap hari akhir merupakan hal yang sangat penting dalam rangkaian
kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama halnya dengan
orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi.
Firman Allah SWT:

“Segala sesuatu yang ada di jagat raya ini akan binasa. Hanya Tuhanmu yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan akan abadi” (Q.S. 55:26-27). .

6. Iman kepada Qada’ dan Qadar

Iman mempunyai arti yaitu keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan
lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa
pengertian yaitu hukum, ketetapan,perintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut
istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai
dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Kata Azali
memiliki arti yaitu ketetapan yang sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran suatu
mahluk .

Sedangkan qadar berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti
penentuan. Adapun menurut Islam qadar bererti perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah
terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Iman kepada qada dan qadar (takdir) artinya percaya bahwa tiap-tiap yang telah, sedang, dan
akan terjadi terhadap diri kita semata-mata merupakan ketentuan Allah yang telah ditetapkan
sebelumnya.Hukum beriman kepada qada dan qadar adalah Fardhu'ain.

Beriman kepada qada dan qadar berarti mengimani rukun-rukunnya.Iman kepada


qada dan qadar memiliki empat rukun, antara lain yaitu :

1. Ilmu Allah SWT


2. Penulisan Takdir
3. Sebagai mukmin, kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik di masa
lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang, semuanya telah dicatat dalam
Lauh Mahfuzh dan tidak ada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya.
4. Masyi’atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah)
5. Penciptaan Allah

hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar, para ulama berpendapat bahwa
takdir itu ada dua macam :
1.Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh
manusia.Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami
sunnahtullah, hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat
tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt.Seperti, bumi brputar pada
porosnya 24 jam sehari.matahari terbit disebelah timur dan teggelam disebelah barat dan
banyak lagi contoh lainnya,kalau kita mau memikirkannya. hal ini allah swt berfirman yang
artinya yaitu:

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. ( Q.S
Ar-Ra’d ayat 11)

2. Taqdir Mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dpat dielakkan kejadiannya.
dapat kita beri contoh nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat
dan sebagainya. Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia
Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui
qada’dan qadarnya melalui usaha dan ikhtiar. Kapan manusia lahir, bagaimana ststusnya
sosialnya, bagaimana rizkinya ,siapa jalan hidup manusia seperti itu sudah ditetapkan sejak
zaman azali yaitu masa sebelum terjadinya sesuatu atau massa yang tidak bermulaan.tidak
seorang pun yang mengetahui itu.

Beriman kepada qada dan qadar mengandung hikmah yang besar bagi pelakunya,
antara lain :
a. Melatih diri untuk senantiasa bersyukur dan bersabar.
b. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa.
c. Memupuk sikap optimis dan giat bekerja.
d. Menenangkan jiwa..
e. Meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
f. Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan
ketentuan Allah.
g. Menumbuhkan sikap dan perilaku terpuji menghilangkan perilaku tercela.
Kesimpulan

a. Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang
muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam,
yaitu: Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Iman kepada Kitab-kitab
Allah, Iman kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hari Kiamat, Iman kepada Qada dan
Qadar,
b. Iman kepada Allah serta iman kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang
muslim, sebab keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya.
Jika seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar,
maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan merasa
sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya.

c. Keyakinan terhadap adanya malaikat akan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika
kita yakin ada malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang
muslim akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari
bahwa semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat.

d. Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan
kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah
diberitahukan Allah dalam kitab suci.

e. Iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul maka
manusia dapat melihat contoh-contoh perilaku dan teladan terbaik yang sesuai dengan apa
yang diharapkan Allah.

f. Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari akhir
sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan sikap optimis,
yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan
dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya.

g. Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah kecewa dan putus
asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan
kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan
sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.

Tim Arafah, 2006, Pendidikan Agama Islam 3, Semarang : Aneka Ilmu.

You might also like