You are on page 1of 69

1

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla )


DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN
MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA

SAHRONI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perilaku Makan Gorila (Gorilla
gorilla gorilla) di Pusat Perimata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan
Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Sahroni
NRP. G351060571
3

ABSTRACT

SAHRONI. Feeding Behavior of the Gorilla (Gorilla gorilla gorilla) at


Schmutzer Primate Center, Ragunan Zoo, Jakarta. Under direction of R.R.
DYAH PERWITASARI, and ENTANG ISKANDAR

Gorilla is a diurnal and terestrial animal. The animal is considered as folivorus


and frugivorous animal. The purpose of the research was to identifity daily
behavior with amphasize on feeding behavior of the gorilla at Schmutzer Primate
Center, Jakarta. The observation has been conducted using focal animal
sampling and ad libitum sampling method. Feeding and resting behaviors
(33.56%; 29.82%) of the gorilla at the Schmutzer were greater than other
behaviors. The percentage of food taken one at a time was 26.37%, hold in one
hand was 17.69% and torn using teeth was 24.19%. While feeding, gorilla was
siting (64.36%) and laying down (27.10%). Gorilla consumed fruit as much as
50.46%, leaves 20.23%, bulbs 26.24%, insects 0.83%, and other foods 2.17%.
The amount of food taken were about 91.55%-95.89%, with the residue
percentage at about 4,11%-8,45%. The leftovers consisted of fruit skin and
seeds. Variety of diet provided by the Schmutzer Primate Center, from the total
of 45 different diets 70.45% was fruits, 13.64% leaves, 22.7% seeds, 2.27%
branches, 4.55% flowers, and 6.82% bulbs.

Key words: Gorilla gorilla gorilla, behavior feeding.


4

RINGKASAN

SAHRONI. Perilaku Makan Gorila (Gorilla gorilla gorilla) dI Pusat Primata


Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh R.R. DYAH
PERWITASARI, dan ENTANG ISKANDAR.

Gorilla merupakan hewan diurnal teresterial. Makanan gorila berupa


dedaunan dan buah, serta sedikit makanan berupa serangga. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku harian dengan penekanan terhadap
perilaku makan di dalam penangkaran Pusat Primata Schmutzer Jakarta.
Pengamatan perilaku dengan metode focal animal sampling, dan ad libitum
sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persentase makan dan istirahat
gorila lebih besar dibandingkan dengan perilaku lainya, yaitu 34,06% dan
29,32%. Hal ini dikarenakan gorila memiliki ukuran tubuh yang besar, sehinga
waktunya lebih banyak dihabiskan untuk makan dan istirahat. Perilaku makan
meningkat pada pukul 09.00, 12.00, dan 15.00. Persentase gorila mengambil
pakan cenderung satu persatu 26,37%, pegang dengan satu tangan 17,69%,
dan merobek dengan menggunakan gigi 24,19%. Posisi makan gorila lebih besar
dengan duduk64, 36%, dan berbaring 27,10%.
Jenis pakan yang ada di PPS diberikan sebanyak 45 jenis yang terdiri dari
70,45% buah, 13,64% daun, 2,27% biji, 2,27 batang, 4,55% bunga, dan 6,82%
berupa umbi.
Gorila mengkonsumsi buah sebanyak 50,46%, daun 20,23%, umbi 26,24%,
rayap 0,83% dan makanan lain 2,15. Jumlah pakan, yang dimakan rata-rata
91,55%-95,89%, dengan persentase sisa antara 4,11%-8,45%. Sisa makanan
berupa kulit buah, biji, dan bonggol.

Kata Kunci: Gorilla gorilla gorilla, Perilaku makan.


5

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang- undang


1. Dilarang mengutip sebagia atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
6

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla )


DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN
MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA

SAHRONI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
7

Judul Tesis : Perilaku Makan Gorila (Gorilla gorilla gorilla ) di Pusat


Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan Jakarta
Nama : SAHRONI
NIM : G351060571

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : 29 Juli 2008


8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
9

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam, penulis
sampaikan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta
para pengikutnya yang istiqomah menjalankan syariatnya. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2007 ini ialah
perilaku, dengan judul Perilaku Makan Gorilla (Gorilla gorilla gorilla) di Pusat
Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. R.R. Dyah Perwitasari,
M.Sc dan bapak Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si, selaku pembimbing yang telah
banyak memberi masukan dan saran. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada bapak Drh. Sri Mulyono, M.Si selaku kepala Taman
Margasatwa Ragunan, yang telah memberi izin penulis dalam penelitian, ibu Dra
Mimi, M.Si selaku kepala konservasi primata, para perawat (keeper) bapak Dwi
dan kawan-kawan yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian, serta
mahasiswa Pascasarjana Biologi angkatan tahun 2006, khususnya Idam Ragil.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta Ummu
Robi’ah dan ananda Ahmad fatih Al Muntazhor, serta seluruh keluarga atas
do’anya. Karya ilmiah ini penulis sembahkan buat kedua orang tua dan keluarga
semoga bermanfaat amin.

Bogor, Juli 2008

Sahroni
10

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1976 dari ayah


Kibong (alm) dan ibu Hadijah (alm). Penulis merupakan putera ke empat dari
tujuh bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, di
Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta, lulus pada tahun 2001. Pada tahun
2006 penulis diterima di Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana IPB.
Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Utusan Daerah
(BUD) Departemen Agama Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai guru di Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta sejak
tahun 1999, dan diangkat menjadi PNS pada tahun 2003.
11

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xii


DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiv

PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
1. Latar Belakang …………………………………………………. 1
2. Tujuan Penelitian ………………………………………………. 4
3. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 4

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. 5


1. Tinjauan Umum Gorila ………………………………………… 5
1.1. Taksonomi ……………………………………………….. 5
1.2. Morfologi ………………………………………………….. 5
1.3. Habitat dan Penyebaran ………………………………… 6
2. Aktivitas Harian Gorila ………………………………………... 8
2.1. Lokomosi …………………………………………………. 8
2.2. Istirahat …………………………………………………… 9
2.3. Perilaku Sosial ………………………………………….. 9
2.4. Pola Makan ………………………………………………. 11
3. Pusat Primata Schmutzer …………………………………….. 13

METODE PENELITIAN ……………………………………………….. 14


1. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………… 14
2. Alat dan Bahan Penelitian ……………………………………. 14
3. Metode ………………………………………………………….. 14
3.1. Pengamatan Perilaku Makan …………………………... 14
3.2. Pengamatan Konsumsi Pakan ………………………… 16
3.3. Analisis …………………………………………………… 18

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………. 19


1. Hierarki Pupulasi Gorila di PPS ………………………………. 19
2. Aktivitas Harian …………………………………………………. 20
2.1. Perilaku Makan ……………………………………………. 25
2.1.1. Teknik Pengambilan Pakan …………………….. 27
2.1.2. Posisi Makan Gorila …………………………….... 29
2.1.3. Jenis dan Kuantitas Pakan ……………………... 31
2.2. Lokomosi ………………………………………………..... 35
2.3. Istirahat ……………………………………………………. 37
2.4. Bermain …………………………………………………… 39
2.5. Menelisik ………………………………………………….. 41
2.6. Agonistik …………………………………………………... 44
3. Perilaku Pasca Matinya Kidjoum …………………………….. 46
3.1. Perilaku Harian ………………………………………........ 46
3.2. Perilaku Makan ….……………………………………….. 48
12

SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………… 50


1. Simpulan ………………………………………………………… 50
2. Saran …………………………………………………………….. 50

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 51


LAMPIRAN ……………………………………………………………... 54
13

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi gorila di Pusat Primata Schmutzer Taman Margasatwa


Ragunan Jakarta. …………………………………………………….. 14
2. Waktu pergantian pengamatan individu pada setiap hari …………. 15
3. Jadwal pemberian pakan dan komposisi pakan gorila …………….. 17
4. Persentase perilaku harian gorila …………………………………… 21
5. Teknik pengambilan pakan gorila …………………………………… 27
6. Frekuensi posisi makan gorila di PPS ………………………………. 30
7. Jenis pakan dan bagian yang dikonsumsi oleh gorila di PPS ……. 33
8. Jumlah pakan yang diberikan per hari (untuk 3 individu) …………. 35
9. Persentase menelisik (grooming) pada gorila di PPS………………. 44
10. Persentase perilaku harian gorila pasca matinya kidjoum………… 46
14

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Morfologi gorila . …………………………………………………….. 6
2. Wilayah penyebaran gorila ………...……………………..………. . 7
3. Perbandingan persentase rata-rata aktivitas harian tiap waktu .. 22
4. Persentase makan gorila ……………………….……………………… 26
5. Teknik pengambilan pakan gorila …………………………………… 28
6. Komu makan a. satu tangan b. dengan dua tangan ……………… 29
7. Persentase posisi makan gorila ……………………………….……. 30
8. a. Kihi makan dengan posisi berdiri, b. Kidjoum makan dengan
Posisi duduk di enclosure PPS ………………………………..……. 31
9. a. pakan buah dan sayur yang diberikan untuk satu ekor gorila,
b. persentase jenis pakan yang dikonsumsi gorila ………………... 32
10. Persentase perilaku lokomosi gorila per individu ……………….… 36
11. Persentase perilaku istirahat gorila ………………………………... 37
12. Gorila sedang istirahat tidur di enclosure PPS a. di dalam goa,
b. dibawah pohon ………………………………………………….… 39
13. Rata-rata perilaku bermain yang dilakukan gorila per individu …. 40
14. Gorila bermain dengan objek secara soliter a. kumbo bermain
Dengan rumput, b. komu bermain dengan tali ………………..…. 41
15. persentase perilaku grooming gorila ……………………………… 42
16. a. Kumbo dengan Kidjoum sedang melakukan allpgrooming di
enclosure PPS, b. Kihi sedang melakukan autogrooming ……….. 43
17. Persentase agonistik gorila …………………………………………. 45
18. Perbandingan aktivitas harian pasca matinya Kidjoum ………….. 47
19. Perbandingan teknik memakan pasca matinya Kidjoum ………… 49
15

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Persentase perilaku harian individu . …………………………….. …….. 55


16

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Gorila merupakan jenis kera terbesar dalam dunia primata yang terdapat di
sembilan daerah Afrika. Populasi terbesar terdapat di Afrika Barat dan Afrika
Timur. Menurut Schaller (1976) gorila jantan berukuran lebih besar dibandingkan
gorila betina, dan beratnya dua kali berat tubuh betina. Betina memiliki berat
badan sekitar 75 kg, sedangkan berat badan jantan sekitar 160 kg. Suter dan
Oates (2000), mengelompokkan gorila kedalam dua spesies yaitu: Gorila Afrika
Barat (Gorilla gorilla) dan Gorila Afrika Timur (Gorilla berengei). Gorila Afrika
Barat dibedakan menjadi dua sub spesies yaitu: Gorila Cros River (Gorilla gorilla
diehli) dan Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla), sedangkan Gorila
Afrika Timur terdiri dari Gorila Dataran Rendah Timur (Gorilla berengei graueri)
dan Gorila Gunung (Gorilla berengei berengei). Gorila Dataran Rendah Barat
memiliki rambut berwarna coklat dibagian atas kepalanya, sedangkan Gorila
Dataran Rendah Timur memiliki wajah lebih panjang dan dada lebih lebar. Gorila
Pegunungan memiliki rambut lebih panjang daripada Gorila Dataran Rendah
(Lang, 2005).
Gorila Dataran Rendah merupakan gorila yang sering terdapat di kebun
binatang (Caravan, 1999), hal ini disebabkan populasi Gorila Dataran Rendah
lebih banyak dibandingkan jenis gorila lain. Gorila Pegunungan jarang ditemukan
di kebun binatang karena gorila ini tidak dapat bertahan lebih dari beberapa
bulan ketika dipindahkan dari habitat alaminya (Bloom, 1999).
Populasi gorila pada saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan
dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena ancaman hilangnya habitat akibat
penebangan hutan secara ilegal serta perubahan fungsi hutan menjadi lahan
pertanian dan pemukiman. Selain itu, perang saudara yang berkepanjangan
serta maraknya pedagangan ilegal daging gorila di benua Afrika dan pemakaian
produk gorila sebagai bahan adat dan bahan pembuatan obat (UNEP- World
Conservation Monitoring Centre, 2002).
Pada tahun 2000, International Union for the Conservation of Nature
(IUCN) mengklasifikasikan Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla)
sebagai hewan dengan status terancam (endangered) dan termasuk dalam
appendix 1 CITES. Diperkirakan populasi Gorilla Dataran Rendah Barat (Gorilla
gorilla gorilla) mencapai 9.400 ekor, jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan
17 2

populasi Gorila Cros River (Gorilla gorilla diehli) yang dimasukan kedalam
katagori criticaly endangered, karena berjumlah kurang dari 300 ekor (UNEP-
World Conservation Monitoring Centre, 2002).
Pusat Primata Schmutzer (PPS) merupakan pusat primata terbesar di Asia
yang berada di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. PPS ini merupakan hibah
dari mendiang nyonya Puck Schmutzer kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta
yang diresmikan pada tahun 2002. Pusat Primata Schmutzer mempunyai luas
kurang lebih 13 hektar, dan baru digunakan sekitar 6 hektar, diantaranya untuk
kandang gorila seluas kurang lebih 1 hektar, dan kandang orangutan sekitar 1,5
hektar.
Pusat Primata Schmutzer memiliki beragam satwa yang dilindungi
diantaranya adalah orangutan, simpanse dan Gorila Dataran Rendah barat
(Gorilla g. gorilla). Ada empat ekor gorilla yaitu Kumbo (lahir di Inggris, 8 Mei
1995), Kihi (lahir di Inggris, 8 Mei 1995), Komu (lahir di inggris, 16 April 1997),
dan Kidjoum (lahir di Inggris 7 Desember 1997) yang semuanya berasal dari
kebun binatang Howletz Inggris. Gorila ini didatangkan ke Indonesia pada
tanggal 8 Juli 2002.
Untuk mengurangi penurunan populasi dan mencegah kepunahan gorila,
diperlukan usaha perlindungan dan pelestarianya. Salah satu usaha yang
dilakukan adalah konservasi ex situ. Untuk kesuksesan program konservasi di
PPS ini, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, salah satunya adalah
gorila bukan hewan endemik Indonesia sehingga perlu penyesuaian habitat dan
ketersediaan pakan yang cukup, sehingga gorila dapat hidup dengan baik. Maple
dan Hoff (1982) menyatakan bahwa kandang terbuka yang dibangun tempatnya
harus cocok dengan hewan penghuninya dan dapat menjadikan hewan tersebut
nyaman dalam beraktivitas.
Gorila Dataran Rendah Barat hidup berkelompok di alam, dalam satu
kelompok terdiri dari satu jantan dewasa dominan (silverback), satu jantan pra
dewasa (8-12 tahun) dan beberapa betina dewasa, serta anak gorilla (kurang
dari 8 tahun). Pada kelompok gorila ini tidak pernah ditemukan dua jantan
dewasa (silverback), berbeda dengan Gorila Gunung yang terkadang terdapat
silverback subordinate (Watts, 1990). Sedangkan di PPS hanya terdapat empat
gorila jantan dewasa muda dalam kelompok bujang (bachelor group), dalam
merawat kelompok gorila ini banyak sekali hambatan dalam membentuk
interaksi sosial antar mereka dengan baik. Ada banyak faktor seperti
18 3

pengasuhan, sejarah sosial, ciri karakter, usia, desain fasilitas dan ada tidaknya
betina menjadi kunci dalam kesuksesan atau kegagalan dalam kelompok bujang.
Kelompok ini sering mengalami tingkat interaksi sosial yang berbeda ketika
jantan muda memasuki masa remaja (Stoinski et al.,2002).
Jantan dewasa menunjukkan tekanan stres yang tinggi ketika mencoba
untuk meningkatkan posisi mereka di dalam kelompok, yang sebagian besar
untuk breeding-rights, dan menghadapi agresi dari dominan silverbacks. Hal ini
menyebabkan terjadinya perilaku agonistik antar individu dan terdapat
penyimpangan perilaku, seperti terjadinya perilaku sodomi.
Gorila merupakan hewan diurnal terestrial, yang waktunya lebih banyak
dihabiskan untuk makan dan istirahat, ini juga terjadi pada orangutan yang
waktunya habis digunakan untuk makan dan untuk istirahat (Maple, 1980).
Kebanyakan diet primata bersifat omnivora dan juga dipengaruhi oleh
ukuran tubuh. Seperti baboon yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari
monyet aboreal sehingga memiliki diet yang lebih beragam , seperti umbi, akar,
rumput, buah, biji dan daging hewan (Napier dan Napier, 1985). Sedangkan
gorila merupakan jenis hewan pemakan dedaunan (folivorous) dan juga
pemakan buah (frugivorous). Selain buah- buahan, gorila juga memakan biji-
bijian, bunga, akar-akaran, serangga dan tanah liat (Tutin, 1996).
Di alam, gorila mungkin sangat vegetarian, banyak tergantung pada hampir
semua jenis tumbuhan yang ada di tanah, tetapi pada keadaan yang tidak
biasanya atau di kandang gorila memakan buah- buahan dan daging sapi
cincang (Napier dan Napier, 1985).
Gorila di PPS memiliki ukuran tubuh dan umur yang berbeda, Kumbo
merupakan gorila yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dengan berat
181,4 kg, Kihi dengan berat 161,4 kg, Komu dengan berat 135,2 kg dan yang
paling terkecil ukuran tubuh serta lebih muda umurnya adalah kidjoum dengan
berat 71,6 kg. Dari perbedaan ukuran tubuh dan umur gorila hal ini dapat
menimbulkan tingkah laku yang berbeda dalam mengakses pakan.
Dalam rangka konservasi secara ex-situ sangat diperlukan informasi
mengenai perilaku harian, dan khususnya perilaku makan gorilla di PPS. Hal ini
merupakan salah satu aspek penting dalam pemeliharaan gorilla di habitat ex-
situ untuk mengetahui bagaimana pola makan, komposisi pakan dan jenis pakan
apa yang disukai setiap individu. Setiap individu memiliki perilaku makan yang
berbeda. Perbedaan perilaku makan ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti:
19 4

perbedaan ukuran tubuh, usia, dan pemilihan pakan sehingga menimbulkan


akses yang berbeda dalam kelompok. Penelitian ini diharapkan dapat membantu
dan bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam usaha
pengelolaan dan pelestarian gorilla di PPS.

2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku harian dengan
penekanan terhadap perilaku makan gorila di dalam penangkaran, serta
membandingkan perilaku setelah matinya kidjoum.

3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk meningkatkan usaha
pengelolaan dan pelestarian gorila di Pusat Primata Schmutzer Jakarta.
20

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum Gorila


1.1. Taksonomi
Suter dan Oates (2000) memasukan Gorila Afrika kedalam ordo Primata,
suborde Antropoidea termasuk didalamnya orang-utan, superfamili Hominoide,
famili Hominidae, dengan dua spesies yaitu Gorila Afrika Barat (Gorilla gorilla)
dan Gorila Afrika Timur (Gorilla beringei). Gorila Afrika Barat (Gorilla gorilla)
terdiri dari dua sub spesies yaitu Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla g. gorilla)
dan Gorila Cros River (Gorilla g. diehli). Gorila Afrika Timur (Gorilla beringei)
terdiri dari Gorila Dataran Rendah Timur (Gorilla beringei graueri) dan Gorila
Gunung (Gorilla beringei beringei).
Nama lain gorila adalah: gorila (Finlandia, Perancis, Jerman, Spanyol),
bergsgorila, gorila, atau laglandsgorila (Swedia), G.gorilla: gorila barat, G.g.
beringei: gorila gunung, atau Virunga, dan G.b.graueri: gorila dataran rendah
bagian timur (Lang 2005).

1.2. Morfologi
Gorila memiliki tubuh kekar dan kuat serta tidak berekor dengan tinggi rata-
rata sekitar 166,6 cm. Berat tubuh gorila liar sekitar 139,4 kg, sedangkan di
dalam penangkaran bekisar 150,7 – 181,5 kg. Pada gorila betina mempunyai
tinggi sekitar 140 cm, berat tubuhnya hanya sekitar 90 kg (Schaller, 1976).
Gorila mempunyai beberapa perbedaan fisik yang menunjukan karakteristik
morfologi pada setiap subspecies, diantaranya berdasarkan pertumbuhan gigi
dan tengkorak (Lang 2005).
Gorila memiliki hidung pendek, dengan lubang yang besar. Pada bagian
wajah, telinga, telapak tangan dan telapak kaki tidak berambut, sedangkan pada
jantan dewasa terdapat sedikit rambut serta tidak memiliki jenggot (Mcdonald,
1996), seperti ditunjukan pada Gambar 1.
Gorila juga mempunyai gigi yang berukuran besar, terutama pada bagian
geraham berfungsi untuk mengunyah makanan yang digerakan oleh otot rahang.
Pada pelipis terdapat tonjolan tulang besar yang disebut sagital crest, dan di
belakang kepala terdapat tulang belikat (nuchal). Gorila jantan memiliki sagital
crest yang lebih besar dibandingkan gorila betina (Maple dan Hoff, 1982).
21 6

Pada masa bayi (infant) gorila memiliki kulit berwarna merah keabu-abuan,
dan rambut tumbuh jarang berwarna merah kecoklatan (McDonald, 1996). Pada
tahapan dewasa kulit berwarna hitam, rambut hitam kecoklat abu-abuan. Bagian
punggung jantan dewasa terdapat pelana rambut berwarna keperak-perakan
yang berukuran pendek, sedangkan pada bagian paha, tungging dan lengan,
rambutnya lebih panjang ( Mcdonald, 1996, Maple dan Hoff, 1982).

Gorilla gorilla gorilla Gorilla beringei beringei Gorilla beringei graueri

Gambar 1. Morfologi gorila (sumber, http://pin.primate.wisc. edu/factsheets/


entry/gorilla).

Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla g. gorilla) memiliki rambut berwarna


abu-abu kecoklatan dengan sedikit warna coklat kemerahan pada bagian atas
kepala. Pada jantan rambut berwarna keputihan cenderung melebar ke bagian
punggung dan paha. Gorila Dataran Rendah Timur (Gorilla beringei graueri)
memiliki warna rambut hitam dan pada jantan dewasa tumbuh rambut putih
keperakan sampai bagian punggun. Sedangkan Gorilla Gunung (Gorilla beringei
beringei) memiliki ciri yang sama dengan Gorila Dataran Rendah Timur, tetapi
rambutnya lebih panjang (Maple dan Hoff, 1982).

1.3. Habitat dan Penyebaran


Gorila merupakan hewan diurnal teresterial yang hidup dihutan hujan
tropis, hutan basah didataran rendah, rawa-rawa dan ladang terbuka yang
ditinggalkan. Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla g. gorilla) sering ditemukan
di hutan sekunder dengan kanopi, akan tetapi menurut penelitian terakhir Gorila
juga dapat ditemukan di hutan hujan primer (UNEP- World Conservation
Monitoring Centre, 2002).
Habitat Gorila Dataran Rendah Barat terdapat di hutan sekunder, hutan
primer, rawa-rawa dataran rendah, dan gunung dengan ketinggian diatas
3050m. Gorila Gunung (Gorilla beringei beringei) terdapat di gunung dan hutan
22 7

bambu berada diatas ketinggian 2800–3965m, sedangkan Gorila Dataran


Rendah Timur (Gorilla beringei graueri) terdapat di hutan primer, hutan sekunder,
hutan bambu, dan rawa-rawa diatas ketinggian 1000- 2400m. (Maple dan Hoff
1982).
Penyebaran gorila secara tidak merata di timur tengah dan dekat garis
katulistiwa Afrika bagian barat, yang dipisahkan oleh sungai Congo. Gorila Barat
termasuk didalamnya G.g. gorilla dan G.g. diehli ditemukan dalam wilayah
geografis kira-kira 709, 000 km2 (273,746 mi2). Perbatasan bagian Nigeria,
Camerun, Republik Afrika Tengah, Garis Guinea, Gabon, Republik Congo,
Angola, dan bagian barat Republik Demokratik Congo. Gorila Cros River
ditemukan hanya di 750 km2 (290 mi2) yaitu di Nigeria dan Camerun. Gorila
timur, didalamnya termasuk gorila gunung dan gorila dataran rendah timur
ditemukan di sebagian arah timur Republik Demokratik Congo, Uganda, dan
Rwanda, pada wilayah geografis kira- kira 112.000 (43,243 ), seperti ditunjukan
pada Gambar 2. Penyebaran Gorila Gunung dibatasi oleh dua lokasi yaitu
gunung berapi Virunga tepi Uganda, Rwanda dan Republik Demokratik Congo,
dan ditepi Taman Nasional Uganda (Lang 2005).

Gambar 2. Wilayah penyebaran gorila. Warna merah G.g. gorilla, warna hijau
dengan panah G.g. diehli, warna biru G.b.graueri, dan warna jingga
dengan panah G.b. beringei. (sumber, Lang 2005.
http://pin.primate.wisc. edu/factsheets/entry/gorilla)

Populasi gorila dihabitat aslinya diperkirakan sebesar 110,000 ekor untuk


Gorila Dataran Rendah Barat (G.g. gorilla), 250 sampai 300 individu Gorila Cros
River (G.g. diehli), 17,000 ekor Gorila Dataran Rendah Timur (G.b. graueri), dan
23 8

700 ekor Gorila Gunung (G.b. beringei). Di kebun binatang diperkirakan


berjumlah 350 gorila jenis Gorila Dataran Rendah (Lang 2005).

2. Aktivitas Harian Gorila


Tinbergen (1980) mendefinisikan secara umum perilaku binatang sebagai
gerak-gerik binatang. Gerak-gerik ini tidak hanya berlari, berenang, melata,
merangkak, berjalan, melompat, tetapi juga meliputi gerak-gerik yang dilakukan
oleh binatang pada waktu makan, membuat sarang, perkawinan dan bahkan
pada waktu binatang bernafas. Selain itu perilaku juga dapat berwujug sikap
diam atau memandang sesuatu dengan seksama, sehingga dapat
mempengaruhi perilaku berikutnya.

2.1. Lokomosi
Lokomosi pada gorila ditandai dengan perpindahan dari posisi diam ke
posisi diam lainya, atau pergerakan dari suatu rangkaian yang terus menerus
diantara dua titik (Doran dan McNeilage. 1998). Sifat pergerakan gorila adalah
adanya perubahan tipe pronograde yaitu pergerakan gorila yang meggunakan
empat anggota gerak secara quadrupedal untuk berjalan dengan kedua
tanganya antara jari 3 dan 4 yang ditekukan (Maple dan Hoff 1982). Di alam
gorila dataran rendah mengembara sejauh 5,6-6,7 km/hari (Jons dan Sabaster
1971).
Gorila bergerak dengan cara kuadrupedal, bipedal, memanjat dan
bergelantungan brahiasi (Maple dan Hoff 1982). Pergerakan secara kuadrupedal
merupakan cara yang khas karena pergerakan ini menggunakan buku-buku jari.
Pergerakan ini tidak hanya dilakukan oleh jenis gorila, melainkan semua kera
besar melakukanya, seperti pada orang-utan (Maple 1980).
Gorila mendukung berat tubuhnya dengan bertumpu pada permukaan
dorsal jari jari tangan ke tiga dan keempat yang ditekukan. Branhiasi biasanya
dilakukan oleh bayi (2-3 tahun), dan juvenile yang berumur antara 4-5 tahun,
menjelang dewasa frekuensi pergerakan ini jarang dilakukan karena faktor bobot
tubuh. Gorila terkadang melakukan pergerakan bipedal ketika memukul dada
dengan telapak tanganya untuk memperlihatkan dominansi atau menanggapi
adanya bahaya (Maple dan Hoff 1982).
24 9

2.2. Istirahat
Pada kelompok primata diurnal umumnya tidur dilakukan pada malam hari,
tetapi pada siang hari terutama pada saat cuaca disekitarnya panas dan
kelembapan tinggi juga melakukan tidur siang (Doran dan McNeilage 1998).
Gorila mempunyai aktivitas istirahat yang paling tinggi dibandingkan
aktivitas menjelajah dan mencari makan (Schaller 1976). Gorila istirahat dengan
ditandai tidak adanya aktivitas yang menampakan pergerakan, baik pada posisi
duduk maupun berbaring. Gorila akan beristirahat sekitar antara pukul 09.00 atau
10.00 sampai pukul 12.00. Setelah periode istirahat selesai, gorila akan memulai
untuk mencari makan yang ditandai dengan jantan punggung perak (silverback)
memulai untuk mencari makan (Maple dan Hoff 1982).
Pada umumnya gorila akan mengurangi aktivitas harianya setelah pukul
17.00 untuk membangun sarang, dan istirahat mulai pukul 18.00 sampai 06.00
pagi. Gorila dataran rendah membuat sarang di hutan diatas pepohonan,
sedangkan gorila pegunungan membuat sarang di permukaan tanah, semak-
semak atau dipepohonan. (Maple dan Hoff 1982).
Tinggi sarang gorila dari permukaan tanah bervariasi antara 1-15 meter,
dan gorilla memiih tempat yang tinggi dari permukaan tanah, serta memilih
batang yang dan akar yang kokoh (Maple dan Hoff 1982). Sarang yang dibangun
gorila mempunyai diameter yang bervariasi yaitu antara 2-3 meter (Schaller
1976 ).

2.3. Perilaku Sosial


Organisasi sosial pada gorila, termasuk semua primata berpengaruh
terhadap variabel ekologi, seperti ketersediaan pakan, tekanan predator, dan
pengaruh sosial (Parnell 2002). Di alam gorila hidup berkelompok yang terdiri
dari one male multi female (satu jantan banyak betina). Kelompok Gorila Dataran
Rendah terdiri dari satu jantan dewasa dominan (silverback), satu jantan pra
dewasa (8-12 tahun) dan beberapa betina dewasa, serta anak gorilla (kurang
dari 8 tahun). Pada kelompok gorila ini tidak pernah ditemukan dua jantan
dewasa (silverback), berbeda dengan Gorila Gunung yang terkadang terdapat
silverback subordinate dan biasanya merupakan anak dari silverback dominan
(Watts, 1990).
Berdasarkan hasil penelitian Gatti et al. (2004) populasi Gorila Dataran
Rendah Barat ditemukan dalam tiga tipe yaitu: soliter, kelompok breeding, dan
25 10

kelompok nonbreeding. Gorila soliter pada umumnya hanya gorila jantan


dewasa, sedang kelompok breeding berjumlah 3-15 ekor yang terdiri dari satu
jantan dewasa silverback dan rata-rata 1-3 betina dewasa. Pada kelompok
nonbreeding berjumlah 2-15 ekor tanpa betina dewasa, yang terdiri dari gorila
jantan dewasa blackbacks, jantan subadult, dan juvenile, kelompok ini didominasi
oleh gorila jantan dewasa blackbacks.
Pada masa remaja gorila jantan maupun betina akan meninggalkan
kelompok asalnya untuk membentuk kelompok baru. Gorila betina meninggalkan
kelompok untuk menghindari inbreeding, sedangkan gorila jantan dewasa muda
biasanya akan membentuk kelompok bujang (bachelor group) hingga
mendapatkan betina untuk membentuk kelompok baru (Watts 1990).
Perilaku sosial merupakan hubungan timbal balik antar individu dalam
kelompok dan linkunganya, seperti hubungan berpasangan menjelang
perkawinan, adanya kontak interaksi antar individu untuk berkomunikasi baik
dengan suara maupun dengan gerakan (Crook 1972).
Komunikasi vokal antar individu dalam satu kelompok mengandung makna
berbeda sesuai dengan keadaan tertentu, seperti suara raungan yang berasal
dari silverback atau jantan punggung hitam blacksback, ini menandakan adanya
bahaya atau individu yang mengalami stres (Maple dan Hoff 1982).
Komunikasi visual dilakukan oleh semua gorilla di dalam kelompok, seperti
memukul dada dan berjalan secara arogan sebagai tanda dominansi jantan
dewasa (Browning 1996). Sedangkan komunikasi berdasarkan sentuhan seperti
membersihkan parasit atau kulit mati yang menempel pada rambut individu
lainya, bertujuan untuk mempertahankan ikatan sosial diantara individu dalam
satu kelompok (Maple dan Hoff 1982).
Gorila dapat memperlihatkan emosinya yang kuat, terutama bila merasa
terancam, jika ketakutan gorila akan berteriak dengan tujuan sebagai tanda
kepada anggota kelompok akan bahaya. Pertunjukan menepuk dada pada gorila
gunung, sebenarnya baru satu tahap upacara yang rumit, upacara dimulai
dengan mengeluarkan suara seperti suara burung hantu, memuncak melalui
serentetan acara, yaitu makan secara simbolik, berdiri, menepuk dada dan
berakhir dengan klimaks pemukulan tanah pertunjukan seekor jantan dewasa,
(Simorangkil, 1981).
Aktivitas gorila lebih rendah dibandingkan kera besar lainya. Di dalam
kelompok, hanya jantan dewasa (silverback) yang dapat mengawini betina.
26 11

Kematangan seksual gorila betina pada usia 8-9 tahun, sedangkan gorila jantan
pada usia 10-11 tahun (Chinery 1984). Masa kebuntingan gorila dataran rendah
barat (G.g. gorilla) selama 260 hari. Berat bayi gorila sekitar 3-5 pound dan laju
pertumbuhanya dua kali lebih cepat dari bayi manusia (Maple dan Hoff 1982).
Bayi gorila akan diasuh oleh induknya sampai usia 3.5-4 tahun dan disapih
pada usia 3 bulan. Dalam keadaan normal, gorila dapat hidup mencapai usia
lebih dari 37 tahun, sedangkan di penangkaran gorila mampu hidup mencapai
usia 50 tahun (Maple dan Hoff 1982).
Dalam kelompok gorila, jika terjadi perubahan pemimpin jantan dominan
maka akan terjadi infanticide yaitu gorila jantan dewasa (silverback) yang baru
akan membunuh anakan dari gorila jantan dewasa sebelumnya. Hal ini dilakukan
supaya gorila jantan dewasa (silverback) yang baru dapat segera mengawini
betina dan menurunkan genya (Watts 1990).
Untuk membentuk kelompok multi-jantan atau melakukan pengambil
alihan dari luar terhadap beberapa kelompok yang ada, betina dan anaknya
yang menyusui harus berpindah ke kelompok baru ketika gorila silverbacknya
mati (Doran dan McNeilage 1998).

2.4. Pola Makan


Gorila menghabiskan waktunya untuk makan mulai pagi hari sekitar pukul
06.00 sampai 09.00 pagi, dan dilanjutkan pukul 12.00 sampai jam 17.00 (Maple
dan Hoff 1982). Bagian tumbuhan yang dimakan adalah bagian non reproduktif,
seperti daun, batang, serta bagian dalam jaringan lunak batang. Gorilla juga
memakan tanah liat untuk memenuhi kebutuhan mineralnya yang tidak diperoleh
dari makanan lain (Goodall dan Groves 1977).
Gorila mempunyai adaptasi morfologi terhadap jenis folivorus yaitu ukuran
tubuh yang besar, lengan yang panjang. Sedangkan adaptasi morfologi terhadap
jenis makanan furgivorus yaitu lebih mempunyai sensitivitas terhadap rasa
terutama rasa manis. Makanan gorilla dataran rendah merupakan gabungan dari
dua jenis makanan yaitu furgivorus dan foliovorus (Tutin 1994).
Makanan gorila pegunungan di penangkaran berupa buah persik,
semangka, anggur, pisang, jeruk, dan jagung, sedangkan gorila Congo memakan
kentang manis atau umbi rambat, pisang, jeruk, keseluruhan buah, susu, telur,
dan sereal kering (Doran dan McNeilage 1998). Selain itu gorila juga memilah-
27 12

milah sisa makanan berupa biji dari feses yang dikeluarkanya (Maple dan Hoff
1982).
Di alam gorila mungkin sangat vegetarian, banyak tergantung pada hampir
semua jenis tumbuhan yang ada di tanah, tetapi pada keadaan yang tidak
biasanya atau di kandang gorila memakan buah-buahan dan daging sapi cincang
(Napier dan Napier, 1985).
Gorila Dataran Rendah Barat lebih bersifat frugivorus daripada folivorus.
Konsumsi buah-buahan dapat mencapai 67% pada musim penghujan, daun
serta batang mencapai 17% dan serangga sebanyak 3% (Tutin, 1996). Serangga
merupakan salah satu sumber protein,lemak, dan energi yang sangat baik untuk
primata (Kay 1984). Gorila memakan serangga berupa rayap, semut, dan
serangga lain. Di alam gorila sering memakan rayap Cubitermes yang hidup
membuat sarang di pohon, dan semut Oecophilia longinoda serta semut
Chitinous exoskeleton. (Cipolletta et al. 2007).
Keistimewaan yang umum dari diet primata adalah kebiasaan musiman dari
memakan buah- buahan, hal ini terjadi karena sifat musiman dari ketersediaanya
(Tutin dan Fernandez 1992). Apabila memasuki musim kering tiba dan buah-
buahan sulit ditemukan, maka diet gorila akan berubah dengan mengkonsumsi
dedaunan dan batang tumbuhan yang kaya protein lebih banyak. Gorila tidak
terlalu membutuhkan air untuk minum, kebutuhan air akan disuplai melalui
makanan (Tutin, 1996).
Besarnya pemilihan pakan gorila barat terdiri dari batang, sum-sum batang,
tunas, dan daun yang tersedia diamanapun, serta berbagai macam buah dan
kualitas buah (Rogers et al. 2004). Pencarian dan pemilihan yang selektif untuk
buah-buahan yang lezat mempunyai konsekuensi langsung pada usaha
pencarian makanan gorila barat dengan pengaruh potensial pada perilaku sosial
mereka (Tutin 1996, Cipolletta et al. 2007).
Goodal (1977) mengatakan bahwa primata menggunakan naluri untuk
memilih makanannya berdasarkan kelimpahan dan ketersediaan jenis tanaman,
nilai nutrisi, rasa, bau, ukuran, bentuk, dan tekstur buah, serta berdasarkan
sistem pencernaan, kebiasaan dan pilihan individu.
28 13

3. Pusat Primata Schmutzer


Pusat Primata Schmuzer terletak di dalam Taman Margasatwa Ragunan
DkI Jakarta yang berada pada ketinggian 50 meter diatas permukaan laut
dengan curah hujan rata- rata 2291 mm pertahun, temperatur udara rata- rata
sepanjang tahun 27,2 oC dan kelembapan udara pertahunya sekitar 80%. Pusat
Primata Schmutzer merupakan hibah yang diberikan kepada Pemerintah DKI
Jakarta dari mendiang Nyonya Puck Schmutzer, seorang pemerhati dan pencinta
hewan primata dari Inggris.
Pembangunan dan pengembangan Pusat Primata Schmutzer dimulai tahun
2000 dan diresmikan pada tahun 2002, dengan luas wilayah kurang lebih 13
hektar, yang baru digunakan sekitar 6 hektar diantaranya untuk kandang gorila
seluas kurang lebih 1 hektar, dan kandang orang-utan sekitar 1,5 hektar.
Pusat Primata Schmutzer mengoleksi beberapa jenis primata, diantaranya
orang-utan, lutung perak, monyet ekor panjang, simpanse, dan gorila dataran
rendah barat. Satwa primata di Pusat Primata schmutzer merupakan hasil sitaan
dan penyerahan dari masyarakat serta tukar-menukar satwa dengan kebun
binatang lain. Salah satu satwa primata hasil tukar menukar adalah gorila. Gorila
berasal dari kebun binatang Howletz Inggris sebanyak empat ekor jantan yang
didatangkan pada tanggal 8 Juli 2002.
Satwa primata di Pusat Primata Schmutzer dipelihara dalam enclosure
(kandang berukuran luas yang dibuat mirip dengan habitat aslinya). Ukuran dan
tipe enclosure disesuaikan dengan jenis satwa primata, kera besar memiliki tipe
kandang terbuka sedangkan kera kecil dan monyet memiliki kandang tertutup.
Pada saat gorila sampai di Indonesia, gorila menjalani karantina di Pusat
Primata Schmutzer selama 1 bulan yang diawasi oleh petugas karantina hewan
DKI Jakarta. Karantina gorila dilakukan pada dua tempat yang berbeda yaitu
dalam kandang tertutup (enclosure) dan di luar kandang (exclosure).
Pusat Primata Schmutzer pada tahun 2008 akan mendatangkan dua ekor
gorila betina dari kebun binatang yang sama yaitu kebun binatang Howletz
Inggris, yang akan dipasangkan dengan salah satu gorila jantan yang sudah ada.
Pada saat ini jumlah gorila di Pusat Primata Schmutzer sebanyak 3 ekor,
bertepatan tanggal 18 Februari 2008 salah satu gorila bernama Kidjoum mati.
29

METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan dari bulan September 2007 sampai dengan April
2008, di kandang enclosure gorila Pusat Primata Schumutzer (PPS), Taman
Margasatwa Ragunan, Jakarta. Penelitian ini dibagi menjadi dua periode, yaitu
periode adanya kidjoum selama 210 jam dan periode setelah matinya kidjoum
selama 210 jam.

2. Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teropong binokuler,
kamera digital, alat pengukur waktu (stop watch), alat tulis, termometer udara,
timbangan buah, dan higrometer. Obyek penelitian yaitu gorila jantan Dataran
Rendah Barat (Gorilla g. gorilla) yang berada di kandang enclosure sebanyak 4
individu dengan nama Kumbo, Kihi, Komu, dan Kidjoum. (Tabel 1).

Table 1. Komposisi gorila di Pusat Primata Schmutzer Taman Margasatwa


Ragunan Jakarta .

No Nama Kelamin Tempat tanggal lahir Keterangan

1. Kumbo Jantan Howlett Inggris, 8 mei 95 Silverback


2. Kihi Jantan Howlett Inggris, 8 mei 95 Silverback subordinan
3. Komu Jantan Howlett Inggris, 16 mei 97 Jantan pra dewasa
subordinan
4. kidjoum Jantan Howlett Inggris, 7 Des 95 Jantan pra dewasa
subordinan

3. Metode
3.1. Pengamatan Perilaku Harian
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh gorila di dalam kandang enclosure. Metode pengamatan yang
digunakan adalah metode focal animal sampling yaitu mencatat aktivitas yang
dilakukan oleh gorila pada waktu yang telah ditentukan (Martin dan Bateson
1999). Pencatatan perilaku dimulai pukul 09.00 sampai pukul 16.00 wib, dengan
interval waktu 25 menit. Aktivitas yang terjadi pada satu individu dalam durasi 25
menit, dicatat seluruhnya. Selanjutnya pencatatan perilaku dilakukan pada
30 15

individu lainya dengan durasi yang sama diseling jeda waktu antara dua
pengamatan, dan seterusnya. Dalam satu hari pengamatan jumlah individu yang
diamati sebanyak 4 individu secara bergantian. (Tabel 2).

Tabel 2. Waktu pergantian pengamatan individu pada setiap hari.


Waktu Hari
Pengamatan 1 2 3 4
09.00 – 09.25 Kumbo Komu Kihi Kidjoum
09.30 – 09.55 Kihi Kidjoum Komu Kumbo
10.00 – 10.25 Komu Kumbo Kidjoum Kihi
10.30 – 10.55 Kidjoum Kihi Kumbo Komu

11.00 – 11.25 Kumbo Komu Kihi Kidjoum


11.30 – 11.55 Kihi Kidjoum Komu Kumbo
12.00 – 12.25 Komu Kumbo Kidjoum Kihi
12.30 – 12.55 Kidjoum Kihi Kumbo Komu

13.00 – 13.25 Kumbo Komu Kihi Kidjoum


13.30 – 13.55 Kihi Kidjoum Komu Kumbo
14.00 – 14.25 Komu Kumbo Kidjoum Kihi
14.30 – 14.55 Kidjoum Kihi Kumbo Komu

15.00 – 15.25 Kumbo Komu Kihi Kidjoum


15.30 – 15.55 Kihi Kidjoum Komu Kumbo

Pengamatan perilaku dibagi menjadi dua yaitu perilaku harian dan


perilaku makan. Perilaku harian yang diamati berdasarkan Maple dan Hoff (1982)
yaitu :
1. lokomosi atau bergerak, yaitu berpindah dari satu tempat ke tempat lain
meliputi: berjalan dengan dua atau keempat anggota tubuh (walking
bipedally/ quadrupedally), lari (running), meloncat (jumping), memanjat
(climbing), dan bergantung (hanging);
2. bermain, yaitu kegiatan yang dilakukan baik dengan individu lain maupun
dengan suatu obyek tertentu, seperti individu mengejar individu lain tanpa
adanya sifat agresif (play chase), individu saling bergulat tanpa adanya
sifat agresif (wrestling), mengajak bermain dengan menarik kaki/ tangan
maupun dengan menepuk tubuh (solicit play), bermain tanpa objek
seperti berguling atau berputar-putar (selfplay), bermain dengan objek
seperti dengan kayu, atau tali (playing with object), atau berayun pada
tali (swinging);
3. istirahat, yaitu kegiatan berdiam diri yang dilakukan baik dengan duduk
atau berbaring, tetapi masih terlihat pergerakan (lay), atau tidak adanya
pergerakan sama sekali/ tidur (rest);
31
16

4. menelisik (grooming), yaitu kegiatan merawat diri baik yang dilakukan


sendiri (autogrooming), maupun yang dilakukan dengan individu lain
(allogrooming);
5. agonistik, yaitu perilaku individu yang menunjukan dominansi terhadap
individu lain yang ditandai dengan menepuk dada dengan posisi tubuh
tegak (dominance display), dengan menunjukan sikap agresif (stare),
atau dengan melemparkan objek ke arah sumber gangguan (throw
objects).
6. makan, yaitu aktivitas mengkonsumsi makanan.
Pengamatan perilaku makan gorila menggunakan metode focal animal
sampling, yang meliputi:
1. posisi badan gorila saat makan,
2. mengambil pakan, dengan:
a. satu persatu,
b. lebih dari satu.
3. memegang pakan, dengan:
a. satu tangan,
b. dua tangan atau lebih.
4. merobek pakan dengan tangan,
5. merobek pakan dengan gigi.

3.2. Pengamatan Konsumsi Pakan


Pengamatan konsumsi pakan dilakukan pada saat pemberian pakan,
menggunakan metode ad libitum sampling, dengan mencatat beberapa
komponen diantaranya:
1. jenis pakan, meliputi tumbuhan yang diidentifikasi berdasarkan Steenis
(1997), dan invertebrata berdasarkan Brusca dan Brusca (1990).
2. bagian yang dimakan, meliputi: batang, daun, buah, umbi, bunga, dan biji.
3. pengumpulan dan penimbangan sisa pakan.
Bobot pakan yang diberikan pada satu hari ditimbang untuk setiap jenisnya
dan sisa pakan keesokan harinya yang masih berada di dalam kandang
dikumpulkan dan ditimbang perjenis pakan. Pengukuran dilakukan sebanyak
sembilan kali ulangan secara terus menerus dari tanggal 1 – 9 Maret 2008.
Pemberian pakan pada gorila dilakukan secara rutin sebanyak lima kali
sehari. Waktu pemberian pakan dan komposisi pakan yang diberikan dapat
3217

dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Pemberian pakan yang pertama merupakan
makanan pembuka yang diberikan di dalam kandang tidur sekitar pukul 08.00.
Makanan yang diberikan biasanya bervariasi dan relatif tidak terlalu banyak
berupa roti + selai/ madu sebanyak satu lembar, monkey chow sebanyak empat
buah, dan kacang sebanyak 75 gram masing-masing untuk satu individu.
Pemberian pakan kedua dilakukan di enclosure pada pukul 09.00 setelah
dibersihan dari sisa-sisa pakan kemarin. Pakan yang diberikan berupa kombinasi
dari buah-buahan, daun maupun umbi. Teknik pemberian pakan dilakukan
dengan penyebaran secara acak di dalam enclosure. Pemberian pakan ketiga
dilakukan di enclosure sekitar pukul 12.00 berupa umbi, buah, dan sayur-
sayuran. Teknik pemberian pakan dilakukan dengan cara di lempar secara acak.
Pemberian pakan yang keempat dilakukan di enclosure sekitar pukul
15.00 berupa buah, sayuran, mapun umbi. Komposisi makanan yang diberikan
lebih sedikit dibandingkan pakan pagi dan siang, hal ini bertujuan supaya gorila
tidak kenyang, sehingga gorila mudah masuk ke kandang dengan pancingan
berupa pakan, dan pemberian pakan yang kelima dilakukan di dalam kandang
tidur, sekitar pukul 16.00.

Tabel 3. Jadwal pemberian pakan dan komposisi pakan gorila.


Waktu Komposisi Pakan Keterangan

08.00 Susu, madu, roti tawar, selai, Makanan pembuka diberi- kan
monkey chow dan kacang tanah. di dalam kandang tidur.

09.00 Kombinasi buah-buahan, umbi, Pakan utama, diberikan dengan


daun-daunan dan makanan menyebar secara acak di
tambahan berupa kuaci, kismis, enclousere.
kurma, dan kacang tanah.

12.00 Kombinasi buah-buah, umbi, dan Pakan utama, diberikan dengan


daun- dauanan. cara dilempar secara acak di
sepanjang enclosure.

15.00 Kombinasi buah-buahan, umbi, dan Pakan utama, diberikan dengan


daun-daunan. cara dilempar secara acak di
sepanjang enclosure

16.00 Kombinasi buah-buahan, umbi, dan Pakan diberikan di dalam


makanan tambahan berupa telur kandang tidur, setiap individu
rebus, kentang rebus, jagung rebus makanan dipisah.
33 18

3.3. Analisis
Data perilaku harian dan makan dikelompokkan sesuai dengan jenis
aktivitas yang dilakukan, dan diolah menjadi bentuk persentase dengan
penjelasan secara deskriptif. Selain itu, data dianalisis dengan menggunakan uji
statistik non parametrik (Walpole 1995).
Untuk mengetahui jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari,
data yang diperoleh ditabulasi dan ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk
persentase perbandingan. Seluruh jenis pakan yang diberikan dicatat dan
ditimbang tiap jenisnya dan dihitung keseluruhanya dalam satu hari.
34

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hierarki Gorila di Pusat Primata Schmutzer

Berdasarkan hierarki, Kumbo merupakan silverback dominan yang


mengontrol segala aktivitas gorila didalam kelompoknya. Kihi berada pada
hierarki kedua tetapi Kihi memiliki sifat menyendiri dalam kelompok. Komu
merupakan gorila yang berada pada hierarki ketiga, sedangkan Kidjoum berada
pada hierarki terakhir.
Di enclosure gorila membentuk kelompok bujang yang didominasi oleh
jantan dewasa silverback, berbeda di alam kelompok sosial gorila menganut
system one male multi female artinya dalam satu kelompok gorila terdiri dari
satu jantan dominan dengan banyak betina dewasa. Pada kondisi tertentu juga
terbentuk kelompok nonbreeding yaitu kelompok tanpa betina dewasa yang
didominasi oleh gorila jantan dewasa blackbacks (Gatti et al. 2004).
Kumbo merupakan gorila silverback dominan dengan berat badan 181,4
kg (pada 14 Desember 2007). Kumbo memiliki ciri rambut tubuh berwarna abu-
abu kehitaman terutama pada bagian lengan, kaki, pundak, dan pada bagian
kepala atas berwarna coklat. Pada bagian dada terlihat bidang dan tidak terdapat
rambut. Kihi merupakan gorila silverback subordinan, memiliki ciri rambut tubuh
coklat keabu-abuan dengan bagian kepala atas berwarna coklat kemerahan. Kihi
memiliki berat tubuh 161,4 kg (pada 14 Desember 2007) lebih kecil dibandingkan
Kumbo.
Komu berdasarkan tingkatan hirarki berada di posisi ke tiga setelah Kihi,
yang memiliki berat 135,2 kg (pada 14 Desember 2007) dengan ciri warna
rambut coklat keabu-abuan dan pada bagian rambut kepala tumbuh tipis
berwarna coklat. Komu memiliki kedekatan dengan Kumbo sampai saat ini dan
kedekatan dengan Kidjoum, tetapi memasuki awal bulan Desember kidjoum
mulai berjauhan dengan Komu dan lebih dekat dengan kihi.
Kidjoum adalah gorila terkecil dengan berat tubuh 71,6 kg walaupun
memiliki umur yang hampir sama dengan Komu. Kidjoum memiliki perut buncit
dan warna rambut lebih tua dibandingkan dengan Kihi dan Komu. Kidjoum
merupakan gorila yang aktif dalam bermain, maupun menjelajah di enclouser.
Pada tanggal 18 Februari 2008, bertepatan pada hari senin pukul 09.15 am,
Kidjoum mati di Pusat Primata Schmutzer.
35 20

Pada bulan September 2007, kelompok gorila bujang ini terlihat


membentuk dua sekutu yaitu sekutu Kumbo yang terdiri dari Komu dan Kidjoum,
sedangkan sekutu kedua hanya Kihi. Pembentukan sekutu ini lebih disebabkan
adanya kompetisi antara Kumbo dengan Kihi mengenai pakan dan tempat
istirahat. Cipolletta (2007) melaporkan bahwa gorila silverback sering melakukan
pengusiran terhadap gorila juvenil sebesar 46% karena faktor makanan. Lebih
lanjut lagi Doran et al. (2004) mengatakan bahwa pemilihan pakan secara selektif
baik terhadap jenis buah-buahan maupun jenis makanan lainya akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku sosial diantara individu dalam
kelompok.
Pada bulan Desember 2007 Kidjoum terlihat bersekutu dengan Kihi,
sampai tanggal 18 Februari 2008, bertepatan dengan matinya Kidjoum.
Perpindahan ini dikarenakan Kidjoum sering mendapat tekanan fisik dari Komu,
dan terlihat Kumbo juga memperlihatkan perilaku yang sama. Perilaku ini
merupakan akibat perubahan umur gorila secara umum, khususnya Komu yang
meningkat menuju kedewasaan pada usia sekitar 12 tahun. Pada bulan Februari
2008 sampai akhir penelitian bulan April 2008, posisi hierarki masih tetap yaitu
Kihi berada pada posisi ke dua, walaupun telah terjadi perebutan tingkatan hirarki
antara Komu dengan Kihi.

2. Aktivitas Harian

Gorila merupakan hewan diurnal yang memiliki pola perilaku harian


secara umum sama dengan jenis primata diurnal yang lain, yaitu bangun pagi
hari dilanjutkan dengan bergerak mencari makan, dan pada sore hari mencari
tempat untuk tidur (Hoff dan Maple 1982). Persentase rata-rata aktivitas harian
33,56% untuk jenis perilaku makan, diikuti perilaku istirahat 29,82% lokomosi
15,70%, bermain 10.74%, menelisik 8.86% dan agonistik 1.32%. Caravan (1987)
mengatakan bahwa gorila di alam menghabiskan waktu 30% untuk mencari
makan, 40% waktu untuk tidur, sedangkan sisanya habis untuk menjelajah,
menelisik (grooming) dan bermain.
Jenis perilaku makan dan istirahat lebih besar dibandingkan dengan
perilaku lokomosi, bermain, menelisik, dan agonistik, hal ini sesuai dengan Tutin
(1996) yang menyatakan bahwa aktivitas terbesar gorila adalah makan dan
istirahat. Berbeda dengan pendapat Schaller (1976) yang menyatakan bahwa
gorila mempunyai aktivitas istirahat yang paling besar dibandingkan aktivitas
36 21

menjelajah dan mencari makan. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan


habitat dalam pengamatan yaitu di alam dengan di enclouser. Di Pusat Primata
Schmutzer gorila beraktivitas mulai pukul 09.00 sampai pukul 16.00, sedangkan
di alam gorila dapat beraktivitas mulai pukul 06.00 sampai pukul 18.00 (Maple
dan Hoff 1982).

Tabel 4. Persentase perilaku harian gorila.


Persentase (%)
Jenis perilaku Rata-rata
Kumbo Kihi Komu Kidjoum
(%)
Makan 34.72 33.26 33.94 32.30 33.56
Lokomosi 16.76 14.31 13.03 18.69 15.69
Istirahat 33.62 30.46 30.11 25.18 29.83
Bermain 5.49 10.91 11.85 14.70 10.74
Menelisik (grooming) 7.58 9.47 9.91 8.52 8.86
Agonistik 1.83 1.59 1.16 0.70 1.32

Perilaku makan pada jenis kera persentasenya lebih besar dibandingkan


dengan perilaku lainya, seperti lokomosi, istirahat, bermain, menelisik, dan
agonistik. Perilaku ini terlihat selain pada gorila, juga pada orang-utan. Perilaku
makan orang-utan mencapai 45,9% lebih tinggi dari perilaku istirahat yaitu
sebesar 39,2% (Maple 1980). Pada jenis primata folivorus kecenderungan
aktivitas istirahat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku makan seperti
pada lutung perak (Trachypithecus cristatus) persentase sebesar 14, 82%,
sedangkan istirahat mencapai 34,06% (Prayogo 2006), sedangkan pada jenis
bekantan (Nasalis larvatus) perilaku makan sebesar 13,10% (Bismark 1986).
Perilaku makan gorila relatif tidak begitu berbeda di antara individu dalam
kelompok, tetapi perilaku ini didominasi oleh Kumbo. Hal ini disebabkan Kumbo
merupakan jantan silverback dominan yang memiliki akses pakan yang lebih
besar dibandingkan individu Kihi, Komu, dan Kidjoum. Komu mengakses pakan
terbesar kedua setelah Kumbo, walaupun Komu berada di hirarki sosial ketiga
setelah Kihi. Hal ini dikarenakan Komu memiliki kedekatan yang lebih tinggi
terhadap Kumbo, sehingga memudahkan untuk mengakses pakan sebanyak-
banyaknya. Berbeda dengan Kidjoum yang memiliki persentase terendah
walaupun memiliki kedekatan dengan individu yang lainya termasuk Kumbo, ini
dikarenakan adanya kecenderungan pemilihan pakan oleh Kidjoum, sehingga
akses pakan rendah.
37 22

Berdasarkan rata-rata persentase aktivitas harian perjam (Gambar 3)


perilaku makan tampak lebih sering pada waktu pemberian pakan yaitu pada
pukul 09.00-10.00 (43%), pukul 12.00-13.00 sebesar 42,12%, dan pada pukul
15.00-16.00 perilaku makan sedikit mengalami penurunan menjadi 38,21%.
Perilaku lokomosi tiap waktu sebesar 14%-19%, kecuali pada pukul 14.00-15.00
hanya mencapai 9,43%. Penurunan perilaku makan terjadi pada pukul 11.00 dan
14.00, penurunan ini disebabkan karena makanan yang ada di enclouser sudah
sedikit, dan gorila pada waktu-waktu tersebut lebih banyak menggunakan untuk
istirahat.

50
45
40
Persentase (%)

35
30
25
20
15
10
5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00

makan lokomosi istirahat bermain grooming agonistik


Wakt u

Gambar 3. Perbandingan persentase rata- rata aktivitas harian tiap waktu (n = 4


ekor)

Perilaku istirahat tampak jelas pada waktu-waktu setelah mencari makan


yaitu pukul 11.00-12.00 sebesar 40,15%, dan pukul 14.00-15.00 mencapai
40,02%, sedangkan perilaku sosial seperti bermain, grooming, dan agonistik
terlihat pada pukul 10.00-11.00, perilaku bermain sebesar 14,19%, grooming
sebesar 7,36% dan agonistik 1,22%. Pada pukul 11.00-12.00 perilaku bermain
mengalami penurunan menjadi 9,33%, sedangkan perilaku grooming meningkat
sebesar 12,09%, dan agonistik tidak tampak. Perilaku bermain dan grooming
juga tampak tinggi pada jam 14.00-16.00, sedangkan agonistik terlihat tinggi
pada pukul 15.00-16.00 sebesar 1,17%.
Perilaku lokomosi relatif tidak terlalu berbeda diantara masing-masing
individu, meskipun demikian perilaku ini lebih banyak dilakukan oleh Kidjoum,
selanjutnya Kumbo, Kihi, dan kemudian Komu. Perilaku ini berkaitan erat
3823

dengan pencarian pakan dan perilaku bermain. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fossey dan Harcourt (1977) bahwa pergerakan primata dipengaruhi
oleh dearah jelajah dan sumber pakan. Berdasarkan hasil pengamatan tiap
waktu, perilaku lokomosi sebesar 14%-19%, kecuali pada pukul 14.00 lokomosi
gorila relatif kecil yaitu 9,3%, hal ini disebabkan pada waktu tersebut gorila lebih
cenderung untuk istirahat tidur.
Istirahat merupakan perilaku yang persentasenya paling tinggi setelah
perilaku makan. Perilaku ini sering dilakukan pada saat setelah pencarian pakan.
Perilaku istirahat dapat dilakukan dengan berdiam diri, biasanya dalam posisi
duduk, atau berbaring dengan tanpa pergerakan. Pada umumnya primata
pemakan daun mempunyai waktu istirahat lebih banyak dibandingkan dengan
aktivitas lainya, misalnya bekantan (Nasalis larvatus) memiliki waktu istirahat
sebesar 52,20% (Prayogo, 2006), sedangkan orang-utan sebesar 39,2% (Maple,
1980). Hal ini mungkin dapat terjadi karena wilayah jelajah yang terbatas
dibandingkan dengan habitat aslinya dan juga dapat disebabkan karena
ketersediaan pakan yang tercukupi sehingga pergerakan gorila terbatasi untuk
mencari pakan dan aktivitas lainya.
Waktu istirahat yang paling panjang diantara keempat gorila berturut-turut
Kumbo, diikuti dengan Kihi, Komu dan yang paling rendah adalah Kidjoum
(Tabel 3). Perilaku istirahat dengan frekuensi tertinggi pada pukul 11.00 sebesar
40,15% dan pukul 14.00 sebesar 40,02%, sedangkan frekuensi terendah pada
waktu pemberian pakan yaitu pukul 09.00 sebesar 23,64%, pukul 12.00 sebesar
21,28% dan pukul 15.00 sebesar 20,73%. Istirahat gorila lebih sering dilakukan
dalam posisi duduk, sedangkan posisi berbaring (tidur) dilakukan pada waktu-
waktu setelah makan yaitu pukul 11.00 dan pukul 14.00.
Perilaku seksual tidak tampak, hal ini dikarenakan kelompok gorila yang
diamati adalah jenis kelamin jantan dewasa. Pada gorila di PPS perilaku
bermain lebih sering dilakukan oleh Kidjoum sebesar 4,42%, dan frekuensi
terkecil dilakukan oleh Kumbo sebesar 1,37%. Kidjoum merupakan gorila terkecil
diantara ketiga individu lain, sehingga perilaku bermain masih cukup tinggi.
Berbeda dengan Kumbo yang mempunyai ukuran tubuh paling besar dan bersifat
dominan perilaku bermain sangat rendah.
Perilaku bermain terlihat di semua periode dari pukul 09.00 sampai
dengan pukul 16.00, perilaku ini rata-rata sebesar 10,67%. Pada pukul 12.00
perilaku bermain lebih rendah sebesar 8,79%, sedangkan persentase tertinggi
39 24

pada pukul 10.00 sebesar 14,19%. Menelisik (grooming) pada gorila lebih sering
terlihat bersifat autogrooming (merawat atau membersihkan tubuh sendiri),
dibandingkan dengan allogrooming yang melibatkan individu lain untuk saling
membersihkan. Aktivitas grooming seperti membersihkan diri dari kotoran, dan
parasit, dilakukan dengan cara mengusap, meraba, menggaruk, mengigit dan
menjilat (Doran dan McNeilag. 1998; Hoff dan Maple 1982).
Perilaku menelisik (grooming) ada pada semua periode, frekuensi
tertinggi pada pukul 11.00 dan pukul 14.00. Pada periode ini, aktivitas gorila
lebih cenderung istirahat disarang untuk melakukan aktivitas individu, salah
satunya adalah membersihkan diri. Perilaku grooming juga dilakukan pada jam-
jam pemberian pakan yaitu pada saat setelah makan.
Agonistik merupakan prilaku yang timbul dalam suatu kelompok
berdasarkan tingkatan hirarki tertinggi. Sifat ini timbul untuk menunjukan
dominansi dalam kelompok untuk mendapatkan akses yang luas baik makanan,
habitat, maupun perkawinan (Doran-sheehy et al. 1004; Hoff dan Maple 1982).
Sifat agonistik juga terjadi pada kelompok gorila bujang di PPS yang di
dominasi oleh Kumbo silverback dominan, dikuti oleh Kihi, selanjutnya Komu dan
yang paling terendah adalah Kidjoum.
Perilaku agonistik terjadi pada saat waktu-waktu pemberian pakan, hal ini
dilakukan oleh gorila dominan untuk mendapatkan pakan yang sebanyak-
banyaknya. Perilaku ini juga terjadi pada saat menjelang istirahat, dimana gorila
dominan merebutkan tempat istirahat pavorit yaitu goa yang terletak disebelah
barat enclosure.
Perbedaan pemanfaatan waktu dari keempat gorila di PPS tampak jelas
pada (Tabel 3). Kumbo, dominan silverback memanfaatkan waktu untuk makan
sebesar 34,72 %, dan waktu istirahat sebesar 33,62 %. Perilaku bermain sangat
kecil sekitar 5,49 % dibandingkan ketiga individu lain yang mencapai 14,7%.
Agonistik secara keseluruhan frekuensinya terkecil yaitu 1,83% dibandingkan
dengan aktivitas lainya, tetapi agonistik pada kumbo lebih besar dari ketiga
individu lain.
Kidjoum merupakan gorila terkecil yang memiliki berat tubuh 71,6 kg
pada bulan Desember 2007, memanfaatkan waktu untuk makan sebesar 32,3%,
istirahat 25,09% lebih kecil dibandingkan Komu sebesar 28,11%. Kidjoum
memiliki persentase lokomosi dan bermain paling tinggi dibandingkan ketiganya,
yaitu sebesar 18,69% dan bermain 14,7%. Pada tingkah laku agonistik kidjoum
40 25

memiliki persentase terendah yaitu 0,7%, hal ini disebabkan kidjoum memiliki
postur tubuh dan umur yang paling kecl.
Kihi memanfaatkan waktu untuk makan sebesar 33,26%, sedangkan
Komu paling tinggi sebesar 35,94%. Waktu istirahat Kihi mencapai 30,46%,
bermain 10,91% dan waktu lokomosi terendah kedua setelah komu yaitu
14,31%.

2.1. Perilaku Makan

Gorila dataran rendah barat mulai melakukan aktifitas mencari makan di


alam pada pagi hari pukul 06.00 sampai menjelang sore hari pukul 17.00, dan
gorila melakukan aktivitas di sarang selama dua jam setelah matahari terbit
(Schaller 1976; Maple dan Hoff. 1982). Di pusat primata Schmutzer, gorila
melakukan aktivitas mencari makan dan aktivitas lainya mulai pukul 09.00
sampai pukul 16.00 wib.
Secara keseluruhan perilaku makan selalu ada di setiap periode
pengamatan. Aktivitas makan gorila terlihat meningkat pada pukul 09.00-10.00
(Gambar 4). Hal ini disebabkan pada waktu tersebut gorila diberikan pakan
utama berupa buah dan sayur-sayuran. Selanjutnya aktivitas makan berangsur-
angsur menurun sampai pukul 12.00. Pada pukul 11.00 aktivitas gorila lebih
banyak digunakan untuk istirahat, dan sebagian kecil waktunya masih digunakan
untuk mencari pakan sisa maupun pakan yang tumbuh di enclosure.
Pada periode berikutnya yaitu mulai dari pukul 12.01-14.00 persentase
perilaku makan kembali meningkat, berada pada rata-rata 40%, selanjutnya
terjadi penurunan kembali aktivitas makan sampai pukul 15.00, kemudian
kembali meningkat bersamaan dengan pemberian pakan sore. Aktivitas makan
gorila (Gambar 4) terlihat berjalan terus menerus dalam satu hari. Perilaku ini
menunjukan bahwa gorila melakukan aktivitas makan selain pada waktu-waktu
pemberian pakan, gorila juga makan pada waktu sebagian individu istirahat, hal
ini juga terjadi pada lutung perak Trachpithecus cristatus (Prayogo 2006).
Kumbo merupakan individu yang paling mendominasi makan pada waktu-
waktu pemberian pakan seperti pukul 09.00, 12.00, dan pukul 15.00. Hal ini
sesuai dengan penyataan Schaller (1976) bahwa gorila jantan dominan
(silverback) memiliki akses paling besar terhadap sumber pakan. Persentase
perilaku makan Kumbo mengalami penurunan pada jam 11,01-12.00, dan yang
41 26

paling terendah pada pukul 14,01-15.00, waktu-waktu tersebut cenderung


digunakan Kumbo untuk melakukan istirahat.

50
45
40
persentase (%)

35
30
25
20
15
10
5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Kumbo Kihi Komu Kidjoum W a k t u

Gambar 4. Persentase makan gorila.

Aktivitas makan Kihi tidak terlalu berbeda dengan individu lain, yakni
meningkat pada waktu-waktu pemberian pakan dan selanjutnya mengalami
penurunan secara perlahan-lahan. Sedangkan Komu terlihat mendominasi pada
pukul 10.00 dan pukul 14.00, dimana sebagian besar gorila menggunakan waktu
untuk istirahat.
Berbeda dengan Kidjoum aktivitas makan pada pukul 13.01-14.00
persentasenya meningkat sebesar 44,67%, sedangkan ketiga individu lain
mengalami penurunan. Peningkatan ini disebabkan karena pada pukul 12.00-
13.00 merupakan waktu pemberian pakan. Kidjoum tidak dapat mengakses
pakan sebanyak-banyaknya dan kecenderungan untuk memilih pakan yang
disukai.
Perubahan pola aktivitas makan yang dilakukan oleh gorila di PPS
dengan di alam, hal ini lebih diakibatkan oleh pola manajemen terhadap gorila.
Pada umumnya aktivitas makan gorila meningkat pada pagi hari mulai jam 06.00
sampai pukul 09.00, dan dilanjutkan pukul 12.00 sampai pukul 17.00 (Maple dan
Hoff, 1982). Perilaku makan gorila dilakukan dengan cara foraging yaitu berjalan
sambil mencari sumber pakan. Aktivitas gorila yang ada di PPS, pada waktu
pagi hari yang seharusnya digunakan untuk makan lebih banyak digunakan
untuk istirahat, sehingga Pola aktivitas gorila di PPS tergantung dari pengelola
dengan mengikuti program pemeliharaan.
42 27

2.1.1. Teknik Pengambilan Pakan


Untuk mendapatkan pakan gorila menggunakan kedua tangan, dan
terkadang juga dibantu dengan kaki untuk memegang (Tabel 5). Selain dengan
menggunakan tangan secara langsung, gorila juga meraih pakan dengan
bantuan alat berupa ranting. Perilaku ini sama dengan jenis kera pada umumnya
yaitu simpanse dan orang-utan. Simpanse dan orang-utan merupakan jenis kera
besar yang paling maju dalam menggunakan alat-alat untuk mengakses pakan
(Fox et al 2004)
Pengambilan pakan satu persatu sebesar 26,37%, memegang dengan
satu tangan sebesar 17,58%, sedangkan merobek makanan dengan gigi sebesar
24,19% (Tabel 5). Cipolletta (2007), melaporkan bahwa gorila dataran rendah
barat mengambil rayap dengan menggunakan dua teknik yang berbeda, yaitu
pukul ditangan untuk memisahkan rayap dengan gundukan dan teknik
memisahkan rayap dengan lidah.

Tabel 5. Teknik pengambilan pakan gorila


No Katagori Frekuensi (%)
1. Ambil satu persatu 26,37
2. Merobek dengan gigi 24,19
3. Pegang dengan satu tangan 17,58
4. Pegang dengan dua tangan 15,38
5. Ambil lebih dari satu 8,79
6. Merobek dengan dua tangan 7,69

Pengambilan pakan oleh keempat individu gorila berbeda ( Gambar 5),


yaitu pada saat pengambilan secara satu persatu komu tertinggi yaitu sebesar
25,83% dan Kumbo 23,47%, pengambilan lebih dari satu Kidjoum tertinggi
sebesar 11,94% dan diikuti dengan pegang satu tangan sebesar 16,42%.
Sedangkan pegang dua tangan Kihi memiliki frrekuensi tertinggi sebesar 21,35%.
Pada teknik merobek pakan dengan tangan Kihi tertinggi sebesar 19,57% dan
merobek dengan gigi kumbo memiliki persentase tertinggi sebesar 22,45%.
Kumbo dan Komu memiliki frekuensi yang hampir sama dalam megambil
pakan satu persatu, yaitu sekitar 23%, sedangkan Kihi sebesar 18,86% dan
Kidjoum 20,89%. Ppada kategori mengambil lebih dari satu, Kidjoum lebih besar
yaitu 11,94% selanjutnya Komu 10,59%, Kumbo 9,18% dan yang terakhir Kihi
8,54%.
43 28

Gorila lebih cenderung mengambil pakan satu persatu kemudian


langsung dimakan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan pakan secepat mungkin
dan untuk menghindari perampasan dari individu lain. Kejadian ini terpantau
saat pakan Kidjoum di rampas oleh Kihi. Sedangkan gorila mengambil pakan
lebih dari satu terjadi pada saat pakan sudah mulai berkurang dan adanya
dominasi wilayah pakan oleh salah satu individu dominant.
Kidjoum lebih besar frekuensi dalam mengambil lebih dari satu dan
diikuti oleh Komu. Hal ini jelas menandakan bahwa untuk mendapatkan pakan
yang lebih luas gorila harus mengambil pakan sebanyak-banyaknya dibawa
ketempat yang aman untuk dimakan. Gorila lebih cenderung memegang dengan
dua tangan saat makan. Gambar 5 Kumbo terlihat memegang pakan dengan
satu tangan lebih kecil yaitu 16,33%, sedangkan dengan dua tangan sebesar
17,35%, ini terjadi pula terhadap Komu, Kidjoum, dan yang paling terlihat
berbeda pada Kihi, yaitu 12,46% pada kategori pegang dengan satu tangan dan
21,35% untuk memegang dengan dua tangan.

30
Frekuensi (%)

25
20
15
10
5
0
Ambil satu Ambil > Pegang Pegang Merobek Merobek
persatu satu dengan 1 dengan 2 dengan dengan
tangan tangan tangan gigi

Kumbo Kihi Komu Kidjoum Katagori

Gambar 5. Tenik pengambilan pakan gorila.

Pada kategori merobek pakan dengan tangan dan gigi, gorila lebih
cenderung merobek pakan menggunakan gigi, baik berupa buah, daun, maupun
pakan lainya. Pada Gambar 5 terlihat Kumbo, Komu, dan Kidjoum lebih
cenderung menggunakan gigi, sedangkan Kihi lebih cenderung menggunakan
tangan. Di kandang tidur Kumbo terlihat merobek pakan berupa bawang bombay
dengan cara yang berbeda yaitu dengan diinjak, setelah pecah kemudian
dimakan.
44 29

Teknik pengambilan pakan oleh gorila terlihat lebih maju, bukan hanya
menggunakan tangan tetapi sudah dapat menggunakan alat berupa ranting atau
kayu, hal ini sudah dilakukan lebih jauh oleh simpanse dan orang-utan (Fox et al,
2004). Teknik pengambilan pakan dengan alat terlihat pada saat Komu
mengakses pakan berupa selai (jam) yang dimasukan ke lubang-lubang kecil
pada kayu di enclosure.

a b
Gambar 6. Komu makan dengan a. satu tangan, b. dengan dua tangan di
enclosure PPS

2.1.2. Posisi Makan Gorila


Gorila pada saat makan memperlihatkan karakter yang khas, salah satu
karakter tersebut adalah posisi makan gorila. Di alam, posisi makan gorila
meliputi duduk diatas dahan pohon dengan kedua tangan memegang pakan,
berdiri diatas dahan pohon dengan kedua tangan memegang pakan dan posisi
berdiri dengan satu tangan memegang dahan dan tangan yang satu memegang
pakan (Hoff dan Maple 1982).
Dari hasil pengamatan pendahuluan diperoleh bahwa posisi makan gorila
meliputi duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring. Dari keempat posisi tersebut,
duduk merupakan perilaku yang paling sering dilakukan sebanyak 64,36%
(Tabel 6), selanjutnya posisi berbaring sebesar 27,1 %, dan posisi berdiri serta
berjalan masing-masing sebesar 4,37% dan 4,17%.
Pada posisi duduk dari keempat gorila, Kidjoum memiliki frekuensi
tertinggi sebesar 63,64%, posisi berbaring frekuensi tertinggi Kumbo sebesar
45 30

35%, posisi berdiri tertinggi Komu sebesar 21,87%, sedangkan posisi berjalan
Kidjoum tertinggi sebesar 18,18% (Gambar 7).

Tabel 6 . Frekuensi (%) posisi makan gorila di PPS

Posisi Makan Frekuensi %


Duduk 1900 64,36
Berbaring 800 27,1
Berdiri 129 4,37
Berjalan 123 4,17

Pada saat makanan melimpah (pada waktu pemberian pakan) yaitu pukul
09.00, 12.00, dan pukul 15.00. Gorila lebih cenderung makan dengan posisi
duduk, walaupun ada sebagian individu makan dengan posisi berdiri dan
berjalan, hal ini dikarenakan akses untuk mendapatkan pakan gorila sangat kecil,
sehingga untuk mendapatkan pakan yang besar gorila berjalan sambil memakan,
seperti yang dilakukan oleh Kihi dan Kidjoum.

70

60

50
Frekuensi (%)

40

30

20

10

0
duduk berdiri berjalan berbaring
Kumbo Kihi Komu Kidjoum Katagori

Gambar 7. Persentase posisi makan gorila.

Posisi makan dengan berdiri dan berjalan lebih sering teramati pada saat
makanan sudah mulai kurang, hal ini dilakukan untuk menghindari perebutan
atau perampasan pakan oleh individu lain (Gambar 8), sedangkan posisi makan
dengan berbaring dilakukan oleh gorila pada saat menjelang istirahat.
Secara umum dengan memperhatikan setiap kategori posisi makan gorila
adalah duduk. Dari keempat individu terlihat perbedaan dalam kecendrungan
posisi pada saat makan, seperti Kumbo lebih cenderung dengan posisi duduk
dan berbaring, hal ini dapat disebabkan Kumbo merupakan jantan dominan
46 31

dalam kelompok sehingga memiliki akses pakan yang besar. Kihi lebih
cenderung dengan posisi duduk dan berjalan, Komu lebih cenderung duduk dan
berdiri, sedangkan Kidjoum lebih cenderung dengan posisi duduk dan berjalan,
hal ini dikarenakan ketiga individu tersebut memiliki akses pakan yang terbatas.

a b
Gambar 8. a. Kihi makan dengan posisi berdiri, b. Kidjoum makan dengan
posisi duduk di enclosure PPS.

2.1.3. Jenis dan Kuantitas Pakan


Jenis pakan gorila di alam sangat beragam, gorila mampu makan
sebanyak 129 jenis tumbuhan dan 9 jenis invertebrata. Dari 129 jenis tumbuhan
termasuk didalamnya buah 77 jenis, daun 70 jenis, bunga 4 jenis dan daun serta
batang 14 jenis dari tumbuhan herba maupun tumbuhan tanah (Remis, 1997).
Gorila merupakan primata yang lebih bersifat frugivorus daripada
folivorus, yaitu memakan buah-buahan lebih banyak dibandingkan jenis pakan
lainnya (Tutin 1996). Namun demikian asupan pakan gorila tergantung
ketersediaan pakan di alam yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
hujan.
Di Pusat Primata Schmutzer gorila diberikan pakan yang sesuai dengan
kebiasaan di alam, yaitu berupa buah-buahan, sayur, umbi, dan jenis pakan lain
(Gambar 9a). Sekurangnya ada sekitar 45 jenis pakan yang diberikan untuk
gorila dengan komposisi terdiri dari buah 70,45%, daun 13,64%, biji 2,27%,
batang 2,27%, bunga 4,55%, dan umbi 6,82% dapat dilihat padaTabel 7.
Pemberian pakan yang bervariasi ini sesuai dengan hasil penelitian
Rogers et al. (2004) bahwa diet gorila dataran rendah barat terdiri dari batang,
sum-sum batang, tunas, daun, dan berbagai macam buah. Selain pemberian
47 32

pakan oleh keeper, gorila juga makan tumbuhan yang berada di dalam
enclosure berupa daun muda dan sumsum batang pohon lamtoro Leucaena
glauca dan bunga kupu-kupu Bauhinia purpurea, dan juga makan serangga
berupa semut dan rayap, hal ini sesuai dengan penelitian Cipolletta et al. (2007)
yang menyatakan bahwa gorila memakan rayap Cubitermes dan semut
Oecophilia longinoda serta semut Chitinous exoskeleton.

2,17; 2%
0,83; 1%
26,24; 26%

50,49; 51%

20,23; 20%

Buah Daun Umbi Serangga Lain- lain

a b
Gambar 9. a. Pakan buah dan sayur yang diberikan untuk satu ekor gorila
b. Persentase (%) jenis pakan yang dikonsumsi gorila.

Pemberian pakan di PPS dalam sehari terdiri dari buah sebanyak 10


jenis, daun sayuran sebanyak 4 jenis, umbi-umbian sebanyak 4 jenis, dan lain-
lain sebanyak 3 jenis. Dari hasil pengamatan, gorila mengkonsumsi buah
sebanyak 50,49%, daun-daunan sebesar 20,23%, umbi-umbian 26,24%,
serangga 0,83% (rayap Macrotermes sp) dan jenis makanan lain (meliputi biji,
bunga, roti tawar, dan telor rebus) sebesar 2,17% (Gambar 9b). Hal ini sesuai
dengan Rowe (1996) yang melaporkan bahwa gorila di alam memakan buah-
buahan sebesar 67%, sedangkan biji, daun, batang, dan pith 17%; dan animal
prey termasuk didalamnya rayap, ulat sutra dan larva insekta lain sebesar 3%.
Sedangkan Remis (1997) juga melaporkan bahwa gorila di alam memakan buah
sebanyak 51%, daun 26%, kulit kayu 12% dan tanaman herba 10%, serta
makanan lain termasuk insekta 1%. Jenis pakan gorila hampir sama dengan
pakan orang-utan yaitu buah, daun muda, bunga, kulit pohon, serta rayap (van
Noordwijk dan van Schaik 2005, Maple 1980)
48 33

Tabel 7. Jenis pakan dan bagian yang dikonsumsi oleh gorila di Pusat Primata
Schmutzer

No Nama lokal Nama Ilmiah Bagian yang dikonsumsi


Btg Dn Bh Bj Bg Ub
1 Anggur Vitis vinivera √
2 Apel puji Pyrus pyrifolia √
3 Apel malang Pyrus malus √
4 Apel merah Pyrus sp √
5 Belimbing Averrhoa carambola √
6 Bengkuang Pachyrhizus erosus √
7 Bawang bombay Allium sp √
8 Bit Beta vulgaris √
9 Brokoli Brassica sp √
10 Duku Lansium domesticum √
11 Jagung Zea mays √
12 Jambu air Syzygium aqueum √
13 Jambu biji Psidium guajava √
14 Jeruk medan Citrus sp √
15 Jeruk Sunkist Citrus sp √
16 Kacang panjang Vigna unguiculata √
17 Kelengkeng Dimocarpus longan √
18 Kesemek Diospyros kaki √
19 Kelapa Coccos nucifera √
20 Kurma Phoenix dactylifera √
21 Kumek Lactuca indica √
22 Kembang kol Brassica olarecea √
23 Kailan Brassica sp √
24 Kembang matahari Helianthus annuus √
25 Mangga Mangifera indica √
26 Manggis Carcinia mangostana √
27 Markisa Passiflora guadrangularis √
28 Melon Cucumis melo √
29 Mentimun Cucumis sativus √
30 Nanas Ananas comosum √
31 Paprika hijau Capsicum annuum √
32 Pear Pyrus communis √
33 Pisang Musa paradisiaca √
34 Pakchoy Brassica chinensis √
35 Pepaya Carica papaya √
36 Salak Salacca edulis √
37 Sawo Achras zapota √
38 Semangka Citrulus vulgaris √
39 Selada Lactuca sativa √
40 Siomak Nasturitium officinale √
41 Seledri Apium graveolens √
42 Terung Solanum melongena √
43 Tomat Solanum Lycopersicum √
44 Tebu Saccharum spontaneum √
45 Monkey chow

Persentase ( % ) 2.27 13.64 70.45 2.27 4.55 6.82

Keterangan: Bt: batang, Dn: daun, Bh: buah, Bj: biji, Bg: bunga, Ub: umbi.

Kumbo terlihat memakan sisa makanan dari feses yang baru dikeluarkan
(coprophagi), seperti yang diutarakan oleh Hoff dan Maple (1982) bahwa gorila
memilah-milah sisa makanan berupa biji dari feses yang dikeluarkanya. Gorila
lebih menyukai buah dan sumsum batang (pith) karena megandung banyak
protein dibandingkan dengan daun dan kulit kayu. perilaku makan gorila memiliki
kesamaan dengan simpanse, tetapi gorila memakan buah lebih besar
dibandingkan daun dan batang (Rowe 1996).
49 34

Magliocca dan Hion (2002) melaporkan bahwa dari beberapa jenis


tumbuhan yang dimakan gorila, Enydra fluctuans (Aster) bagian yang dimakan
berupa batang dan daun sebesar 34,9%, dan jenis Rhynchospora corymbosa
(Cyp) yang dimakan berupa daun bagian bawah dan tunas sebesar 40,9%.
Pemilihan pakan ini dikarenakan besarnya komposisi mineral yang ada dalam
tumbuhan tersebut. Jenis Enydra fluctuans (Aster) memiliki komposisi Ca 26,3%,
Mg 5,8%, K 30,7%, Na 21,8% dan P 7,7% dengan total mineral 92,3%. Pada
jenis Rhynchospora corymbosa (Cyp) memiliki komposisi Ca 5,0%, Mg 4,1%, K
42,2%, Na 0,6%, dan P 7,8% dengan total mineral 59,7%.
Pemberian pakan oleh keeper dilakukan secara rutin dan teratur
terhadap gorila sebanyak lima kali sehari . Secara umum pemberian pakan lebih
dahulu dicuci, dipotong-potong, dan pemberian pakan tidak dilakukan
penimbangan terlebih dahulu. Dari hasil pengukuran sampel pakan yang
diberikan terhadap 3 ekor gorila dataran rendah barat.
Jumlah pakan yang dimakan oleh tiga individu gorila paling sedikit 29 kg
dan yang paling banyak 34 kg, dengan rata-rata sebesar 32.28 kg/ hari (Tabel 8).
Jumlah pakan yang diberikan dengan rata-rata 34.56 kg untuk 3 individu
jumlahnya masih kurang dari 10% berat badan gorila yang ada di PPS. Kumbo
harus mendapatkan pakan sekitar 18 kg, dari 10% berat badan dengan berat
181.4 kg, sedangkan kihi harus mendapatkan pakan sebanyak 16 kg dari 10%
berat tubuh kihi dengan berat 161.4 kg dan komu harus mendapatkan pakan
sebanyak 13.5 kg dari 135.2 berat tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan pakan dari
ketiga gorila di PPS, harus disediakan sebanyak 47.5 kg / hari.

Tabel 8. Jumlah pakan yang diberikan per hari (untuk 3 individu).


Jumlah Persentase Persentase
Pakan yang diberikan (kg) yang yang yang
Jumlah Sisa dikonsumsi dikonsumsi
Ulangan Pagi Siang Sore Petang total(kg) (kg) (kg) (%) tersisa (%)
1 9,5 11,5 10,9 5,0 36,5 1,5 35,0 95,89% 4,11%
2 10,5 9,0 8,0 5,5 33,0 1,5 31,5 95,45% 4,55%
3 10,0 9,0 9,0 5,0 33,0 2,5 30,5 92,42% 7,58%
4 10,0 11,0 10,0 5,0 36,0 2,0 34,0 94,44% 5,56%
5 10,0 8,0 8,0 5,0 31,0 2,0 29,0 93,55% 6,45%
6 9,0 9,5 10,0 5,5 34,0 2,5 31,5 92,65% 7,35%
7 10,0 11,0 10,0 5,0 36,0 2,5 33,5 93,06% 6,94%
8 11,0 10,0 9,0 5,5 35,5 3,0 32,5 91,55% 8,45%
9 10,0 10,0 10,0 6,0 36,0 3,0 33,0 91,67% 8,33%
Jumlah 90 89 84,9 47,5 311 20,5 290,5 840,68% 59,32%
Rerataan 10 9,89 9,43 5,278 34,56 2,28 32,28 93,409% 6,59%

Jika dihitung berdasarkan persentase rata-rata, maka jumlah terkecil


pakan yang dikonsumsi sebanyak 91,55% dan jumlah terbanyak sebesar 95,89%
5035

dengan rata- rata sebesar 93,41%. Sisa pakan paling sedikit sebesar 1,5 kg dan
yang paling banyak sebesar 3 kg, dengan rata-rata sebesar 2,28 kg. Sedangkan
persentase rata-rata pakan yang tersisa sebesar 6,59%. Bagian yang tidak
dimakan biasanya berupa kulit buah, biji buah, bonggol, dan sedikit pakan utuh
yang tidak dimakan. Pakan yang sering terlihat tidak habis dimakan adalah
papaya, semangka, nanas, jagung, terung, wortel, daun fumak, daun selada, dan
paprika hijau, hal ini dapat disebabkan karena pemberian pakan yang sama
secara terus menerus, sehingga menimbulkan kebosanan. Sedangkan pakan
yang habis termakan biasanya berupa buah yang manis dengan ukuran kecil,
seperti anggur, duku, kelengkeng, jeruk, apel, dan sawo.
Dari hasil pengukuran ini, dapat dilakukan efesiensi pakan yang sering
terlihat tidak habis dimakan atau banyak mengandung sisa, yaitu dengan cara
mengurangi frekuensi pemberian pakan yang sering terlihat sisa atau dengan
membuat formula baru, sehingga tidak menimbulkan kebosanan. Untuk
memenuhi kebutuhan protein, gorila perlu diberikan makanan alternatif berupa
rayap. Hal ini dikarenakan rayap memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
yaitu 56 %.

2.2. Lokomosi
Persentase lokomosi pada keempat gorila terlihat jelas perbedaannya.
Pada pukul 09.00 Kihi lebih tinggi mencapai 23.87%, dilanjutkan kumbo 22.31%,
dan komu 16.95% diakhiri oleh Kidjoum 14.61%. Pada pukul 10.00, 11.00 dan
14.00 Kumbo memiliki persentase yang paling tinggi diantara ketiganya, yaitu
21.3%,19.6% , dan 13.18% secara berurutan. Kidjoum memiliki waktu lokomosi
lebih tinggi diantara ketiga individu yang lain yaitu pada pukul 12.00, 13.00, dan
pukul 15.00, sedangkan aktivitas lokomosi komu bekisar antara 6.11% terendah
pada pukul 14.00 dan tertinggi mencapai 17.47 pada pukul 10.00.
Dixson (1981) melaporkan bahwa daerah aktivitas gorila home range
sekitar 5.6 sampai 6.8 km, dan pergerakan normal gorila rata- rata 0.5-1.0 km per
hari. Berbeda dengan orang-utan aktivatasnya sekitar 2,6 sampai 5.2 km
(Rodman 1973), sedangkan jarak tempuh dalam sehari berkisar antara 300
sampai 1300 meter (van Noordwijk dan van Schaik 2005).
5136

30

25
Persentase (%)
20

15

10

0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Kumbo Kihi Komu Kidjoum Waktu

Gambar 10. Persentase perilaku lokomosi gorila per individu (%)

Secara umum perilaku lokomosi dilakukan setiap periode pengamatan


Gambar 10. Perilaku ini meliputi perpindahan dari satu tempat ke tempat lain
dengan berjalan menggunakan dua atau keempat anggota tubuh, dengan
berlari, meloncat, memanjat maupun bergantung (Maple dan Hoff 1982).
Pada pukul 09.00-10.00 aktivitas keempat individu terlihat tinggi, dan
mengalami penurunan sampai pukul 11.00-12.00. Pada pukul 12.00- 13.00
sampai pukul 13.00-14.00 aktivitas meningkat kembali, dan pada pukul 14.00-
15.00 aktivitas turun dan pukul 15.00-16.00 aktivitas meningkat. Terjadinya naik
turun perilaku lokomosi dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan dan kondisi
lingkungan. Pada kondisi suhu yang cukup panas dan hujan gorila lebih banyak
berdiam diri (Doran dan McNeilage 1998).
Gambar 10 memperlihatkan persentase perilaku lokomosi tiap individu
bereda-beda, seperti Kumbo pergerakanya mengalami penurunan dari pukul
09.00 sampai pukul 16.00, hal ini disebabkan karena postur tubuh Kumbo relatif
besar sehingga perilaku lokomosi rendah. Perilaku lokomosi pada Kihi dan
Komu, mengalami naik turun, puncak tertinggi pada waktu pemberian pakan
yaitu pukul 09.00-10.00, dilanjutkan pada pukul 12.00-13.00, dan pada pukul
15.00-16.00, begitujuga dengan perilaku Komu. Kidjoum merupakan individu
yang melakukan perilaku lokomosi tertinggi, puncak tertinggi pada periode 12.00-
13.00 mencapai 26,72%, dan pada pukul 15.00- 16.00 sebesar 25,74%.
Dari hasil pengamatan perilaku lokomosi gorila di Pusat Primata
Schmutzer, berjalan dengan menggunakan empat anggota tubuh walking
quadrupedally lebih sering dilakukan untuk menjelajah dan mencari makan,
52 37

sedangkan berjalan dengan dua anggota tubuh walking bipedally relatif singkat,
biasanya dilakukan pada saat bermain, maupun perilaku agonistik, begitupula
berlari, meloncat, memanjat maupun bergantung. Di alam gorila banyak
menghabiskan waktu tiap hari untuk mencari makan, yang dilakukan dari tempat
satu ke tempat yang lain dengan berjalan mencapai ½ mil (8 km) per hari
(Caravan 1987).

2.3. Istirahat
Istirahat merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh gorila, baik
dalam posisi duduk (istirahat diam), maupun dalam posisi berbaring (tidur).
Waktu yang digunakan untuk istirahat relatif tinggi mencapai rata-rata 28,7%.
Pada kelompok primata diurnal umumnya tidur dilakukan pada malam hari,
walau demikian pada siang hari terutama pada saat cuaca disekitarnya panas
dan kelembapan tinggi, gorila juga melakukan tidur siang (Prayogo 2006; Doran
dan McNeilage 1998). Istirahat pada siang hari dilakukan oleh gorila untuk
membantu proses pencernaan terhadap pakan yang dikonsumsi, hal ini sering
dilakukan pada primata folivorus (Alikodra et al 1990).
Perbedaan aktivitas istirahat terlihat pada Gambar 11. Puncak tertinggi
waktu untuk istirahat adalah priode 11.00-12.00 dan priode 14.01-15.00. Pada
periode 11.01-12.00, Komu tertinggi dengan persentase 43,2%, selanjutnya Kihi
sebesar 41,76%, Kidjoum 40,52% dan yang terendah Kumbo 35,14%.
Sedangkan pada priode 14.01-15.00, Kumbo tertinggi sebesar 47,36%, diikuti
Kihi sebesar 45,45%, Komu 42,2% dan Kidjoum terendah sebesar 19,19%.

50
45
40
Persentase (%)

35
30
25
20
15
10
5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Waktu
Kumbo Kihi Komu Kidjoum

Gambar 11. Persentase perilaku istirahat gorila (%)


53 38

Kumbo memiliki durasi istirahat yang paling tinggi pada pukul 09.00,
pukul 12.00, pukul 14.00, dan pukul 15.00. Waktu istirahat yang tertinggi pada
pukul 14.00 sebesar 47,36%, dan pukul 13.00 sebesar 35,86%. Kihi istirahat
tertinggi pada pukul 14.00 sebesar 45,45% dan pukul 11.00 sebesar 41,76%.
Komu melakukan istirahat tertinggi pada pukul 11.00 sebesar 43,17% dan jam
14.00 sebesar 42,2%, sedangkan Kidjoum istirahat tertinggi pada pukul 11.00
sebesar 40,52% dan pukul 10.00 sebesar 32,66%.
Perubahan waktu istirahat dari keempat gorila (Gambar 11), yaitu Kumbo
memiliki kisaran persentase istirahat sebesar 25%-47%, istirahat Kumbo terlihat
turun pada pukul 12.01-13.00, dan naik sampai puncak tertinggi pada pukul
14.01-15.00 dan turun kembali pada periode berikutnya. Kihi memiliki kisaran
15%-45%, pukul 12.01-13.00 Kihi terlihat turun sampai puncak terendah 15,96%
dan kembali naik sampai puncak tertinggi pada periode 14.01-15.00 kemudian
turun kembali. Kisaran istirahat Komu sebesar 20%-40%, pada pukul11.01-12.00
frekuensi naik sampai 43,2%, kemudian turun dan pada pukul14.01-15.00
frekuensi naik sampai 44,6%, sedangkan Kidjoum kisaran persentase istirahat
sebesar 15%-40%. Pada pukul 11.01-12.00 naik mencapai 40,52%, kemudian
turun pada pukul 13.01-14.00 kemudian naik kembali pada periode 14.01-15.00.

a b

Gambar 12. Gorila sedang istirahat tidur di enclosure PPS


a. didalam goa, b. dibawah pohon .

Periode istirahat gorila tertinggi pada saat selesai makan, baik pagi hari
maupun siang, hal ini dilakukan gorila guna memperlancar proses pencernaan
makanan. Pada pagi hari gorila akan melakukan puncak istirahat pada jam 11.00
54 39

sampai makan siang, sedangkan pada siang hari pada jam 14.00, dimana
kondisi lingkungan cukup panas, sehingga kecenderungan gorila untuk istirahat
tidur baik dalam posisi duduk, maupun berbaring (Gambar 12). Pada kondisi
lingkungan tidak normal seperti turun hujan atau suhu panas diatas rata-rata
30oC gorila akan melakukan istirahat dibawah pohon besar (Hoff dan Maple
1982).
Di alam gorila dataran rendah membuat sarang untuk tidur diatas
pepohonan dengan tinggi antara 1 sampai 15 meter dari permukaan tanah,
sedangkan gorila pegunungan membuat sarang di permukaan tanah, semak-
semak dan dipepohonan (Maple dan Hoff 1982). Sarang yang dibangun gorila
mempunyai diameter yang bervariasi yaitu antara 2-3 meter (Schaller 1976).
Berbeda dengan orang-utan, pembuatan sarang untuk tidur dapat mencapai
ketinggian 10 sampai 30 meter diatas tanah dengan diameter sarang antara 1
sampai 2,5 meter (Noordwijk dan Schaik 2005).

2.4. Bermain
Perilaku bermain pada primate, termasuk gorila sering dilakukan oleh
kelompok anak, dan jarang dilakukan oleh kelompok dewasa (Hoff dan Maple
1982). Pada jenis simpanse, perilaku bermain dimulai dari usia bayi sampai
dewasa, baik di penangkaran (captive) maupun di alam. Perilaku bermain
merupakan faktor penting untuk menunjukan perkembangan sosial yang normal
pada kera (Maple 1980).

20
18
16
Persentase (%)

14
12
10
8
6
4
2
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00

Kumbo Kihi Komu Kidjoum Waktu

Gambar 13. Rata- rata perilaku bermain yang dilakukan gorila perindividu.
55 40

Dari keempat gorila, individu yang paling sering melakukan bermain


adalah Kidjoum dan Komu. Permainan gorila meliputi bermain bersama dengan
individu lain, biasanya dalam bentuk play chase (mengejar individu lain tanpa
sikap agresif), wrestling (saling bergulat tanpa sikap agresif), dan solicit play
(mengajak bermain dengan menarik kaki atau tangan maupun dengan
menepuk). Gorila juga bermain secara individu seperti berguling atau berputar-
putar (selfplay), atau bermain dengan objek secara soliter (playing with object)
misalnya dengan kayu, tali, batu atau drum yang digantung (Tutin 1996; Hoff
dan Maple 1982).
Frekuensi tertinggi bermain dilakukan pukul 10.00-11.00 dan dari
keempat individu terdapat perbedaan dalam pemanfaatan waktu dalam bermain
(Gambar 13). Kumbo tidak melakukan aktivitas bermain pada pukul 09.01-10.00,
dan pukul 13.01-14.00, waktu tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk makan
dan istirahat. Sedangkan pada pukul 10.01-11.00 aktivitas bermain sebesar 9,3%
dan tertinggi pada pukul 14.01-15.00 sebesar 12,52%. Kumbo bermain bersama
dengan individu lain yaitu dengan Kidjoum dan Komu berupa pergulatan dan
terkadang dibarengi dengan gigitan tanpa sikap agresif. Hal ini sesuai dengan
Fossey (1977) yang menyatakan bahwa gorila dominan silverback sering
teramati bermain dengan kelompok anak.
Perilaku bermain pada primata umumnya dilakukan oleh primata
kelompok bayi sampai kelompok menjelang dewasa dan jarang dilakukan pada
kelompok dewasa (Maple 1980). Sebagai perbandingan, pada jenis orang-utan
perilaku bermain lebih banyak dilakukan oleh orang-utan yang belum dewasa
dibandingkan dengan yang dewasa. Perilaku bermain orang-utan mencapai 10%
dari aktivitas harianya. Orang-utan jantan lebih sering bermain bersama 44% dari
bermain dengan betina 10% (Fox et al. 2004). Pada bekantan perilaku bermain
sering dilakukan oleh kelompok anak saat induk atau individu dewasa lainya
makan dan istirahat (Alikodra et al 1990; Prayogo 2006).
Aktivitas bermain Kihi tertinggi pada pukul 10.01-11.00, sebesar 15,69%
dan turun pada waktu berikutnya, kemudian naik kembali pada pukul 13.01-14.00
yaitu sebesar 14,08%. Kihi cenderung soliter yaitu bermain dengan objek berupa
kayu atau berguling dan berputar-putar. Kihi juga terlihat bermain secara
bersama dengan Kidjoum dan Komu berupa solicit play dan play chase
(Gambar 14).
56 41

a b

Gambar 14. Gorila bermain dengan objek secara soliter.


a. Kumbo bermain rumput dan b. Komu bermain tali.

Komu menghabiskan waktu untuk bermain tertinggi pada pukul 13.01-


14.00 sebesar 15,83% dan sebesar 13,88% pada pukul 15.01-16.01. Dari hasil
pengamatan Komu terlihat bermain aktif baik secara soliter yaitu berupa selfplay
maupun playing with object, dan Komu aktif bermain berupa play chase dengan
ketiga individu lain, wrestling dan solicit play dengan Kumbo dan Kidjoum (14b).
Kidjoum merupakan individu yang menghabiskan waktu tertinggi untuk
bermain dibandingkan dengan ketiga individu lain yaitu sebesar 14,74%. Waktu
yang tertinggi digunakan untuk bermain oleh Kidjoum adalah pukul 14.01-15.00
sebesar 18,83% dan pada pukul 10.01-11.00 sebesar 17,89%, sedangkan waktu
terendah pada pukul 12.01-13.00 yaitu sebesar 8,33%. Kidjoum memiliki aktivitas
bermain yang lebih beragam baik dengan menggunakan objek maupun bermain
dengan individu lain.

2.5. Menelisik (grooming)


Perilaku menelisik grooming atau merawat diri umumnya dilakukan oleh
primata kelompok sosial. Hal ini dilakukan sebagai salah satu media komunikasi
dengan cara sentuhan antar anggota kelompoknya, dan juga sebagai sarana
membersihkan diri dari kotoran atau parasit yang menempel di tubuh (Prayogo
2006).
57 42

16
Persentase (%) 14
12
10
8
6
4
2
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00

Kumbo Kihi Komu Kidjoum Waktu

Gambar 15. Persentase perilaku grooming gorila (%).

Komu mendominasi perilaku menelisik grooming, dilanjutkan Kihi,


Kidjoum, dan yang paling terkecil adalah Kumbo. Grooming biasanya dilakukan
antara dua atau lebih individu dewasa yang disebut allogrooming dan grooming
atau merawat diri dapat dilakukan dengan sendiri yang disebut autogrooming.
Frekuensi grooming tertinggi tercatat pada pukul 11.00 dan pukul 14.00, yaitu
berurutan sebesar 14,76% dan 14,88%.
Perilaku grooming Kumbo terlihat mengalami perubahan dari jam ke jam,
seperti pukul 09.00 Kumbo tidak melakukan aktivitas grooming, dan meningkat
pada pukul 11.00 sebesar 14,48%, kemudian kembali turun pada pukul 12.00
sebesar 2,85%, pada jam berikutnya mengalami peningkatan, dan turun kembali
pada sore hari pukul 16.00. Kumbo lebih banyak melakukan autogrooming dalam
bentuk menjilat, mengusap, meraba, mengaruk dan menggigit, sedangkan
allogrooming biasanya dilakukan bersama dengan Komu dan Kidjoum .
Aktivitas menelisik meningkat pada pukul 14.00-15.00 mencapai 14,84%,
hal ini dikarenakan pada umumnya pukul 14.01 aktivitas gorila lebih besar
digunakan untuk istirahat, ini yang menyebabkan tingginya aktivitas menelisik
grooming yang dilakukan oleh Kumbo sebelum istirahat, dan aktivitas grooming
terendah yaitu pukul 09.00-10.00. Aktivitas grooming yang dilakukan oleh Komu
lebih bervariasi walaupun sifatnya masih lebih besar Autogrooming dibandingkan
dengan Allogrooming. Pada aktivitas Allogrooming lebih sering dilakukan dengan
Kumbo, dibandingkan dengan Kidjoum sampai akhir penelitian berlangsung.
5843

a b

Gambar 16. a. Kumbo dengan Kidjoum sedang melakukan allogrooming di


enclosure PPS, b. Kihi sedang melakukan autogrooming.

Aktivitas grooming Kidjoum meningkat pada pukul 11.01-12.00


sebesar 11,7% dan pukul 14.00-15.00 sebesar 13,88% dan pada pukul 12.01-
14.00 aktivitas terlihat stabil dengan kisaran 4,05%-4,34% (Gambar 15). Kidjoum
lebih cenderung bersifat allogrooming baik dengan Kumbo, Kihi, maupun Komu,
sedangkan aktivitas autogrooming terlihat pada saat selesai makan maupun
sebelum istirahat.

Tabel 9. Persentase menelisik (grooming) pada gorila di PPS.


Persentase (%)
Tipe perilaku Kidjoum Komu Kihi Kumbo
Allogrooming 0,29 0,91 0,38 1,07
Autogrooming 8,23 9,00 9,09 6,51
Total 8,52 9,91 9,47 7,58

Persentase perilaku allogrooming pada gorila relatif kecil dibandingkan


golongan primate lainya (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena perbedaan umur
gorila yang bervariasi dalam kelompok, dan gorila merupakan kelompok kera
besar yang memiliki tingkat hubungan sosial lebih rendah dibandingkan
kelompok primata dibawahnya, seperti primata jenis lutung perak
(Trachypithecus cristatus) perilaku Allogrooming dilakukan oleh seluruh anggota
kelompok (Prayogo 2006). Persentase perilaku allogrooming tertinggi dari
59 44

keempat individu adalah Kumbo, yaitu 1,07%, sedangkan yang terendah adalah
Kidjoum 0,29%. Hasil ini sesuai dengan Browning (1996) yang menyatakan
bahwa perilaku allogrooming jarang teramati oleh gorila jantan, tetapi sering
dilakukan oleh gorila betina dewasa terhadap jantan dominan.
Perilaku autogrooming dari keempat individu terlihat hampir merata.
Kumbo memiliki persentase terendah sebesar 6,51%, sedangkan Kihi tertinggi
9,09. Hal ini dikarenakan Kihi memiliki karakter yang soliter, sehingga banyak
melakukan perilaku autogrooming.

2.6. Agonistik
Perilaku agonistik secara umum terjadi pada kelompok primata yang
memiliki tingkatan hirarki, dan perilaku ini umumnya dilakukan oleh primata
dominan. Pada gorila perilaku agonistik dilakukan oleh jantan dewasa silverback
sebagai tanda dominansi dalam kelompok (Maple dan Hoff 1982).
Perilaku agonistik tidak dilakukan sepanjang waktu, pada pukul 11.00-
12.00 tidak terlihat aktivitas agonistik baik yang dilakukan oleh Kumbo (jantan
dominan silverback), maupun oleh Kihi (Gambar 16). Di alam, perilaku agonistik
ditandai dengan dominance display yang dibarengi dengan pemukulan dada,
stare menatap dengan sikap agresif. Perilaku agonistik gorila betina dewasa
terlihat mimik mulut yang diregangkan disertai pekikan dan geraman sebagai
tanda adanya predator pengganggu (Doran dan McNeilage 1998).

4,5
4
Persentase (%)

3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Kumbo Kihi Komu Kidjoum Waktu

Gambar 17. Persentase agonistik gorila.


Aktivitas agonistik sering terlihat terjadi pada waktu-waktu pemberian
pakan, hal ini dikarenakan masing-masing individu menginginkan akses pakan
6045

yang lebih besar. Perilaku agonistik dalam kelompok lebih sering dalam bentuk
Chestbeating sebagai tanda peringatan maupun sebagai pertunjukan, meskipun
silverback paling banyak beralasan untuk berbuat demikian. Pada juvenil sikap
Chestbeating merupakan bagian dari bermain dan masa belajar bayi pada
perilaku wajah (Caravan 1987).
Perilaku agonistik gorila meliputi dominance display, perilaku ini yang
sering dilakukan oleh Kumbo dan Kihi yaitu menepuk dada dengan posisi tubuh
tegak sebagai tanda dominansi, stare yaitu sikap agresif yang ditunjukan kepada
individu lain biasanya dibarengi dengan suara dan mengeluarkan gigi taring,
sikap ini sering dilakukan oleh Kidjoum ketika terjadi tekanan dari individu lain
maupun dari kondisi lingkungan yang tidak kondusif (terlalu banyak pengunjung),
dan throw objects yaitu sikap tidak senang ditandai dengan pelemparan baik
dengan batu, kayu, maupun objek lainya ke arah sumber gangguan.
Frekuensi agonistik yang dilakukan Kumbo mulai terjadi pada pukul
09.00-10.00 dengan kisaran 3,11%. Perilaku ini dilakukan terhadap ketiga gorila
untuk mendominasi pakan yang tersebar di enclouser. Pada pukul 10.00-11.00
mencapai 3,56%, perilaku pada jam ini lebih disebabkan perebutan tempat untuk
istirahat (goa). Pada pukul 12.00-13.00 perilaku agonistik Kumbo terlihat kembali
dengan frekuensi yang lebih kecil yaitu 1,33%, meningkat pada jam berikutnya
sebesar 2%, sedangkan pada sore hari pukul 15.00-16.00 terlihat mencapai
2,67%. Kihi melakukan agonistik terhadap Komu maupun Kidjoum, dan
terkadang terhadap Kumbo dengan perilaku display maupun perilaku stare.
Perilaku Kihi terlihat tinggi pada pukul 12.01-13.00, sebesar 4%, dan mengalami
penurunan pada pukul berikutnya. Sedangkan pada pukul 14.01-15.00 perilaku
agonistik terlihat kembali sebesar 3,78% dan mengalami penurunan pada jam
berikutnya sebesar 3,33%.
Komu merupakan gorila yang memiliki kemampun untuk bersikap
agonistik bukan hanya pada Kidjoum saja melainkan dengan Kihi, walaupun hal
ini dilakukan jika berdekatan dengan Kumbo. Kihi akan melakukan perlawanan
terhadap Komu jika posisinya jauh dengan Kumbo, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya pembelaan dari Kumbo. Dari Gambar 17 terlihat Komu
melakukan agonistik pada pukul 11.00-12.00 sebesar 1,33%, dan yang paling
tinggi pada pukul 14.01-15.00 sebesar 2,44%.
Perilaku agonistik yang dilakukan oleh Kidjoum semata-mata untuk
perlawanan terhadap tekanan yang dilakukan oleh ketiga gorila, dan yang paling
61 46

sering dilakukan oleh Komu. Frekuensi tertinggi terlihat pada pukul 14.01-15.00,
mencapai 3,78%. Kidjoum akan melakukan perilaku stare dengan mengeluarkan
gigi dan taringnya sebagai tanda perlawanan yang dibarengi dengan langkah
untuk menghindar terhadap perilaku agonistik gorila lain.
Perilaku agonistik secara umum tidak mengarah keperkelahian, gorila
lebih cenderung menghindar dari gorila dominan sehingga tidak terjadi benturan
fisik, tetapi pada kondisi tertentu sering terjadi perkelahian antara gorila untuk
merebutkan tingkatan hirarki tertinggi dalam kelompok sehingga mendapatkan
akses yang lebih besar berupa pakan, tempat maupun pasangan kawin. Di alam
gorila jantan dominan silverback cenderung melakukan dominansi dengan cara
display (Maple dan Hoff 1982).

3. Perilaku Pasca Matinya Kidjoum


3.1. Perilaku Harian
Perilaku harian gorila dalam satu kelompok akan terjadi perubahan jika
dalam kelompok tersebut terintroduksi individu baru, atau dalam kelompok
tersebut terjadi perubahan hirarki (Maplef dan Hoff 1982). Persentase perilaku
harian gorila pasca matinya kidjoum, tidak mengalami perubahan yang mendasar
(Tabel 10). Perilaku makan dan istirahat masih cukup tinggi yaitu 28,75% dan
25,86%. Kalau dibandingkan dengan masih adanya Kidjoum, perilaku makan dan
istirahat menurun. Hal ini disebabkan adanya satu perilaku agonistik yang
berubah cukup besar, sehingga mempengaruhi perilaku lainya.

Tabel 10. Persentase perilaku harian gorila pasca matinya kidjoum.


Persentase (%)
Jenis perilaku Rata-rata
Kumbo Kihi Komu
(%)
Makan 30.76 27.14 28.34 28.75
Lokomosi 14.58 17.26 16.56 16.13
Istirahat 28.54 25.62 23.42 25.86
Bermain 5.25 6.23 8.67 6.72
Menelisisk (grooming) 8.21 10.23 12.69 10.38
Agonistik 12.56 13.52 10.32 12.13

Dalam kelompok gorila, jika terjadi perubahan pemimpin jantan dominan


maka akan terjadi infanticide yaitu gorila jantan dewasa (silverback) yang baru
akan membunuh anakan dari gorila jantan dewasa sebelumnya. (Watts 1990).
6247

Gorila betina dan anaknya yang menyusui harus berpindah ke kelompok baru
ketika gorila silverbacknya mati (Doran dan McNeilage 1998). Introduksi Kihi
kedalam kelompok yang selama ini ditinggalkan akan mengakibatkan perubahan
perilaku harian baik oleh Kihi itu sendiri maupun oleh Komu dan Kumbo.
Perubahan yang terjadi pada semua kategori dan perubahan yang sangat
signifikan adalah perilaku agonistik. Pada Gambar 18 terlihat bahwa frekuensi
perilaku agonistik meningkat tajam dari 1,31% pada saat Kidjoum masih ada
menjadi 12,13% pasca matinya Kidjoum, perilaku lokomosi juga meningkat dari
15,58% menjadi 16,13%. Sedangkan perilaku yang frekuensinya menurun
adalah makan, istirahat, bermain dan grooming.

40
35
30
Frekuensi (%)

25
20
15
10
5
0
Makan Lokomosi Istirahat Bermain Grooming Agonistik

ada Kidjoum Pasca matinya Kidjoum Ka t a g o r i

Gambar 18. Perbandingan aktivitas harian pasca matinya Kidjoum

Perilaku agonistik terjadi pada Kihi dengan Komu dan Kumbo, sedangkan
Kumbo tidak terlihat melakukan agonistik terhadap Komu. Pada saat
penggabungan perilaku stare sudah tampak dari masing- masing individu, yang
dilanjutkan dengan perilaku display oleh Kihi. Kontak fisik terjadi antara Kihi
dengan Komu, sedangkan dengan Kumbo, kihi selalu menghindar.
Perilaku agonistik terjadi bukan hanya di dalam enclosure , tetapi juga
terjadi di dalam tempat yang terpisah. Seperti perilaku display yang sering
dilakukan oleh Kihi di dekat pintu slide dalam enclosure, sedangkan Kumbo dan
Komu berada di kandang dalam dekat pintu slide. Pada waktu pemberian pakan,
perilaku agonistik sering terjadi, hal ini dilakukan sebagai tanda dominasi untuk
mendapatkan akses pakan yang luas. Selain pada waktu pemberian pakan,
perilaku agonistik juga terlihat pada saat istirahat, hal ini sering dilakukan oleh
Kihi terhadap Kumbo di dalam goa untuk mendapatkan tempat istirahat.
63 48

Peningkatan frekuensi lokomosi pada saat ini, lebih dikarenakan faktor


pemberian pakan oleh keeper yang disebar secara merata di dalam enclosure,
hal ini bertujuan untuk mengurangi perilaku agonistik yang mengarah pada
kontak fisik dan untuk mendapatkan pakan secara merata pada masing- masing
individu. Sifat agonistik yang cenderung meningkat pada masing- masing
individu, juga dapat meningkatkan frekuensi lokomosi dan menurunkan frekuensi
perilaku makan, istirahat, bermain, dan grooming.

3.2. Perilaku Makan


Persentase perilaku makan juga mengalami perubahan menurun, dari
33,56% pada saat Kidjoum masih ada menjadi 28,75% pasca Kidjoum mati, hal
ini tidak terlepas dari adanya sifat agonistik yang timbul setelah Kihi dipisahkan
dengan rentan waktu sebulan. Perubahan perilaku makan terlihat pada teknik
gorila makan dari mulai mengambil, sampai memasukan kedalam mulut.
Pengambilan pakan masih tertinggi dengan cara mengambil satu persatu, yaitu
sebesar 24,21%, sedangkan mengambil lebih dari satu sebesar 12, 26%.
Memegang pakan dengan satu tangan sebesar 21,12% lebih besar di
bandingkan dengan memegang dengan dua tangan 9,09%, sedangkan merobek
dengan gigi sebesar 18.18%, sedangkan merobek dengan tangan, sebesar
13,35% (Gambar 19).
Perubahan perilaku makan pasca matinya Kidjoum yang meningkat
adalah katagori ambil satu persatu, ambil lebih dari satu, pegang dengan satu
tangan dan merobek dengan tangan. Sedangkan yang mengalami penurunan
adalah pegang dengan dua tangan dan merobek dengan gigi. Pada saat waktu
pemberian pakan yaitu pukul 09.00, Kihi harus keluar lebih pertama, selanjutnya
Kumbo dan Komu, hal ini dikarenakan jika Kumbo yang pertama, maka akses
pakan untuk Kihi ditutup oleh Kumbo dan Komu, sehingga mengakibatkan Kihi
tidak mendapatkan pakan yang cukup. Sedangkan pemberian pakan pada pukul
12.00 dan 15.00, pakan disebar secara merata sepanjang jalur enclosure, hal ini
dilakukan untuk menghindari kontak fisik antara individu, dan memberikan waktu
lebih panjang untuk mencari pakan.
64 49

30

25
Frekuensi (%)
20

15

10

0
Ambil satu Ambil > Pegang Pegang Merobek Merobek
persatu satu dengan 1 dengan 2 dengan dengan
tangan tangan tangan gigi

ada Kidjoum pasca matinya Kidjoum K a t a g o r i

Gambar 19. Perbandingan teknik memakan pasca matinya Kidjoum

Pada saat pemberian pakan sering terlihat gorila melakukan play chase
yaitu saling mengejar untuk mendominasi wilayah pakan. Dari ketiga gorila Kihi
yang paling kecil akses untuk mendapatkan pakan, sehingga perlu upaya
pemberian pakan yang lebih pada saat Kihi masuk ke kandang. Hoff dan Maple
(1982), menjelaskan bahwa gorila akan melakukan chest-beating terhadap
individu lain saat terjadinya konflik antara penyerang dengan yang menghindar.
Perilku ini dapat disebabkan adanya perebutan pakan, wilayah maupun gorila
betina.
65

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
1. Kumbo merupakan gorila silverback dominan, hierarki berikutnya adalah
Kihi, Komu, dan Kidjoum
2. Persentase perilaku harian gorila yang tertinggi adalah perilaku makan
sebesar 33,56%, dan perilaku istirahat 29,82%.
3. Kumbo mendominasi makan pada jam-jam pemberian pakan, hal ini karena
Kumbo merupakan gorila silverback dominan yang memiliki akses lebih besar
terhadap pakan.
4. Gorila lebih cenderung mengambil pakan satu persatu langsung dimakan, hal
ini dilakukan untuk mendapatkan pakan yang cepat dan menghindari
perampasan dari individu lain
5. Posisi makan gorila meliputi duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring. Posisi
duduk merupakan perilaku yang paling sering dilakukan.
6. Gorila merupakan hewan omnivora, selain buah dan daun gorila juga
memakan serangga berupa rayap walaupun persentasenya kecil.
7. Adanya perbedaan perilaku harian dan makan gorila setelah matinya kidjoum

2. Saran
Di dalam enclousure gorila perlu kiranya ditanami pohon buah-buahan,
hal ini supaya gorila terlihat aktif untuk memanjat pohon untuk mendapatkan
pakan secara langsung. Penggabungan terhadap Kihi harus terus dilakukan
untuk menghindari sifat soliter yang permanen, hal ini akan menimbulkan stress
yang berkepanjangan akibat tekanan dari tidak nyamanya kandang. Untuk
memenuhi kebutuhan jumlah pakan sebaiknya sebelum di berikan ditimbang
terlebih dahulu sehingga diperoleh jumlah yang tepat yaitu 10% dari berat badan.
Rayap perlu diberikan sebagai makanan suplemen utama, karena mengandung
jumlah protein yang tinggi yaitu 56%.
66

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. et al. 1990. Studi Ekologi Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb 1781)
di Hutan Lindung Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Proyek Peningkatan
Perguruan Tinggi tahun 1989/1990, IPB Bogor.

Brusca RC, Brusca GJ. 1990. Invertebrata. USA. Sinauer Associates, Inc,
Sounderland.

Bismark. 1986. Perilaku Bekantan (Nasalis larvatus Wurb) Dalam Memanfaatkan


Lingkungan Hutan Bakau di Taman Nasional Kutai. Kalimantan Timur. .
[Tesis ] IPB. Bogor.

Bloom S. 1999.In Praise of Primates. Jerman: Koneman verlagsgesellschaf mbh.

Browning A. 1996. The Truth About Gorillas. New York: Putnam and Sons.

Caravan JM. 1987. Gorillas a Portrait of the Animal World. Todtri

Chinery M. 1984. Dictionary of Animal. New York: Grisewood and Dempsey Co.

Crook JH. 1972. Sosial organization and the environment aspect of contemporary
sosial enthlogy. on Primates, Duance s DQ (ed) Minneapolis: Burger
Publising Company.

Cipolletta C. et al. 2007. Termite feeding by Gorilla gorilla gorilla at bai Hokou,
Central African Republic. Int J Primatology 28;2:257-506.

Dixon AF.1981. The Natural History of The Gorilla. London: Croom Helm Ltd.

Doran-Sheehy DM, Greer D, Mongo P, and Schwindt D. 2004. Impact of


ecological and social factors on ranging in western gorillas. Am J
Primatology 64:207-222.

Doran D, McNeilage A. 1998. Gorilla ecology and behavior. Evol J Antropol


6:120-131

Fay JM, Agnagna M. 1992. Censusu of gorillas in northem Republic of Congo.


Am J Primatology, 27: 275-284

Fossey D, Harcourt AH. 1977. Feeding ecology of free-ranging mountain gorillas


(Gorilla gorilla gorilla). In: Clutton-Brock TH, [editor ] Primate ecology.
London: Academic Press.

Fossey D. 1982. Ecology of Free Ranging Mountain Gorillas. Primate Ecology.


New York: Academic Press.

Fox EA, Van Schaik CP, Sitompul A, and Wright DN. 2004. Intra and
interpopulational differences in orang-utan (Pongo Pygmaeus ) activity
and diet: Implications for the invention of tool use. Am J Physical
Antropology. 125: 167-174.
67 52

Gatti S. et al. 2004. Population and group structure of western lowland gorillas
(Gorilla gorilla gorilla) at lokoue, Republik of Congo. Am J primatologi. 63:
111-123
Goodal AG, Groves CP. 1977. The Conservation of Eastern Gorillas. Primate
Conservation. New York: Academic Press.

Goodall AG. 1977. Feeding and ranging in Kahuzi gorillas. In Primate Ecology.
TH. Clutton-Brock, ed. London: Academic Press.

Kay RF. 1984. On the use of anatomical features to infer foraging behavior in
extinct primates. In P. S. Rodman and JGH Can [editor ] Adaptations for
Foraging in Nonhuman Primates (pp.21-53). New York: Columbia
University Press.

Lang KC. 2005. Gorilla Gorilla sp. http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/


entry/gorilla. 17 April 2008

Magliocca F, Hion GA. 2002. Mineral content as a basic for food selection by
western lowland Gorillas clearing, Am J Primatology, 57: 67-77

Martin P, Bateson FRS. 1999. Measuring Behavior: An Introductory Guide 2nd


edition. Cambridge University Press

Maple TL. 1980. Orang-utan Behavior. New York: Van Hostrand Reinhold
Company.

Maple TL, Hoff MP. 1982. Gorilla Behavior. New York: Van Hostrand Reinhold
Company.

McDonal D. Enyclopedia of mammals I. Oxford: Glorlier International Inc.

Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. London: British
(Natural history).

Noordwijk MA dan Schaik CP. 2005. Development of ecological competence in


Sumatran orang-utan. Am J Physical Anthropology, 127:79-94

Parnell RJ. 2002. Group size and structure in western lowland gorillas (Gorilla
gorilla gorilla) at mbeli bai, republic of Congo, Am J Primatology 56:193-
206.

Prayogo H, 2006. Kajian tingkah laku dan analisis pakan lutung perak
(Trachypithecus cristatus) di Pusat Primata Schmutzer Taman
Margasatwa Ragunan . [Tesis ] IPB. Bogor.

Remis MJ. 1997. Western lowland gorillas (Gorilla gorilla gorilla) as seasonal
frugivores: use of variable resources, Am J Primatology, 43:87-109.

Rodman P. 1973. Population compotition and adaptive organization among


orang-utan. In: Comparative ecology and behavior of primates. J.Crook
and Michael (eds). London: Academic press.
68 53

Rogers ME. et al 2004. Western gorilla diet: A synthesis from six sites. Am J
primatology. 64: 161-172

Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates.New York:Pongonias


Press

Schaller GB. 1976. The Mountain Gorilla. Chicago: Chicago University Press.

Simorangkil T. 1997. Komunikasi pada Kera Besar. [Karya Ilmiah ] UNAS Jakarta

Suter H, Oates J. 2000. Population systematic of the gorilla. J Zool. 21: 23-28.

Steenis CGGJ. Van. 1997. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Surjowinoto M, et


al, penerjemah ; Jakarta: Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Flora.

Stoinski.TS. et al. 2002. Urinary androgen and corticoid levels in captive, male
western lowland gorillas (Gorilla g. gorilla): Age-and social group-related
differences. Am J primatology 56:73-87

Tinbergen N. 1980. Prilaku Binatang. Seri Pustaka Time Life. Jakarta:Tiara


Pustaka.

Tutin CEG, Fernandez M. 1992. Insect-eating by sympatric lowland gorillas


(Gorilla gorilla gorilla) and chimpanzees (Pan t. troglodytes) in the
Lope Reserve, Gabon. Am J Primatology 28:29-40

Tutin CEG. 1996. Raging and social structure of lowland gorillas in the lope
reserve, gabon. In greap ape societies, eds. WC. Mcgrew T, Nishida LA.
Marchant, Cambridge University Press.

UNEP-World Conservation Monitoring Centre 2002. Taksonomi and distribution


gorilla. htt://www.unep.org/grasp/Fact_gorilla asp, 19 Maret 2007

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Ed ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Watts DP. 1990. Mountain gorilla life histories, reproductive competation and
sexual behavior and some implications for captive husbandry. Zoo Biol,
9:185-200
69

You might also like