Professional Documents
Culture Documents
SAHRONI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
2
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perilaku Makan Gorila (Gorilla
gorilla gorilla) di Pusat Perimata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan
Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Sahroni
NRP. G351060571
3
ABSTRACT
RINGKASAN
SAHRONI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
7
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
9
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam, penulis
sampaikan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta
para pengikutnya yang istiqomah menjalankan syariatnya. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2007 ini ialah
perilaku, dengan judul Perilaku Makan Gorilla (Gorilla gorilla gorilla) di Pusat
Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. R.R. Dyah Perwitasari,
M.Sc dan bapak Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si, selaku pembimbing yang telah
banyak memberi masukan dan saran. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada bapak Drh. Sri Mulyono, M.Si selaku kepala Taman
Margasatwa Ragunan, yang telah memberi izin penulis dalam penelitian, ibu Dra
Mimi, M.Si selaku kepala konservasi primata, para perawat (keeper) bapak Dwi
dan kawan-kawan yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian, serta
mahasiswa Pascasarjana Biologi angkatan tahun 2006, khususnya Idam Ragil.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta Ummu
Robi’ah dan ananda Ahmad fatih Al Muntazhor, serta seluruh keluarga atas
do’anya. Karya ilmiah ini penulis sembahkan buat kedua orang tua dan keluarga
semoga bermanfaat amin.
Sahroni
10
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
1. Latar Belakang …………………………………………………. 1
2. Tujuan Penelitian ………………………………………………. 4
3. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 4
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi gorila . …………………………………………………….. 6
2. Wilayah penyebaran gorila ………...……………………..………. . 7
3. Perbandingan persentase rata-rata aktivitas harian tiap waktu .. 22
4. Persentase makan gorila ……………………….……………………… 26
5. Teknik pengambilan pakan gorila …………………………………… 28
6. Komu makan a. satu tangan b. dengan dua tangan ……………… 29
7. Persentase posisi makan gorila ……………………………….……. 30
8. a. Kihi makan dengan posisi berdiri, b. Kidjoum makan dengan
Posisi duduk di enclosure PPS ………………………………..……. 31
9. a. pakan buah dan sayur yang diberikan untuk satu ekor gorila,
b. persentase jenis pakan yang dikonsumsi gorila ………………... 32
10. Persentase perilaku lokomosi gorila per individu ……………….… 36
11. Persentase perilaku istirahat gorila ………………………………... 37
12. Gorila sedang istirahat tidur di enclosure PPS a. di dalam goa,
b. dibawah pohon ………………………………………………….… 39
13. Rata-rata perilaku bermain yang dilakukan gorila per individu …. 40
14. Gorila bermain dengan objek secara soliter a. kumbo bermain
Dengan rumput, b. komu bermain dengan tali ………………..…. 41
15. persentase perilaku grooming gorila ……………………………… 42
16. a. Kumbo dengan Kidjoum sedang melakukan allpgrooming di
enclosure PPS, b. Kihi sedang melakukan autogrooming ……….. 43
17. Persentase agonistik gorila …………………………………………. 45
18. Perbandingan aktivitas harian pasca matinya Kidjoum ………….. 47
19. Perbandingan teknik memakan pasca matinya Kidjoum ………… 49
15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gorila merupakan jenis kera terbesar dalam dunia primata yang terdapat di
sembilan daerah Afrika. Populasi terbesar terdapat di Afrika Barat dan Afrika
Timur. Menurut Schaller (1976) gorila jantan berukuran lebih besar dibandingkan
gorila betina, dan beratnya dua kali berat tubuh betina. Betina memiliki berat
badan sekitar 75 kg, sedangkan berat badan jantan sekitar 160 kg. Suter dan
Oates (2000), mengelompokkan gorila kedalam dua spesies yaitu: Gorila Afrika
Barat (Gorilla gorilla) dan Gorila Afrika Timur (Gorilla berengei). Gorila Afrika
Barat dibedakan menjadi dua sub spesies yaitu: Gorila Cros River (Gorilla gorilla
diehli) dan Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla), sedangkan Gorila
Afrika Timur terdiri dari Gorila Dataran Rendah Timur (Gorilla berengei graueri)
dan Gorila Gunung (Gorilla berengei berengei). Gorila Dataran Rendah Barat
memiliki rambut berwarna coklat dibagian atas kepalanya, sedangkan Gorila
Dataran Rendah Timur memiliki wajah lebih panjang dan dada lebih lebar. Gorila
Pegunungan memiliki rambut lebih panjang daripada Gorila Dataran Rendah
(Lang, 2005).
Gorila Dataran Rendah merupakan gorila yang sering terdapat di kebun
binatang (Caravan, 1999), hal ini disebabkan populasi Gorila Dataran Rendah
lebih banyak dibandingkan jenis gorila lain. Gorila Pegunungan jarang ditemukan
di kebun binatang karena gorila ini tidak dapat bertahan lebih dari beberapa
bulan ketika dipindahkan dari habitat alaminya (Bloom, 1999).
Populasi gorila pada saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan
dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena ancaman hilangnya habitat akibat
penebangan hutan secara ilegal serta perubahan fungsi hutan menjadi lahan
pertanian dan pemukiman. Selain itu, perang saudara yang berkepanjangan
serta maraknya pedagangan ilegal daging gorila di benua Afrika dan pemakaian
produk gorila sebagai bahan adat dan bahan pembuatan obat (UNEP- World
Conservation Monitoring Centre, 2002).
Pada tahun 2000, International Union for the Conservation of Nature
(IUCN) mengklasifikasikan Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla)
sebagai hewan dengan status terancam (endangered) dan termasuk dalam
appendix 1 CITES. Diperkirakan populasi Gorilla Dataran Rendah Barat (Gorilla
gorilla gorilla) mencapai 9.400 ekor, jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan
17 2
populasi Gorila Cros River (Gorilla gorilla diehli) yang dimasukan kedalam
katagori criticaly endangered, karena berjumlah kurang dari 300 ekor (UNEP-
World Conservation Monitoring Centre, 2002).
Pusat Primata Schmutzer (PPS) merupakan pusat primata terbesar di Asia
yang berada di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. PPS ini merupakan hibah
dari mendiang nyonya Puck Schmutzer kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta
yang diresmikan pada tahun 2002. Pusat Primata Schmutzer mempunyai luas
kurang lebih 13 hektar, dan baru digunakan sekitar 6 hektar, diantaranya untuk
kandang gorila seluas kurang lebih 1 hektar, dan kandang orangutan sekitar 1,5
hektar.
Pusat Primata Schmutzer memiliki beragam satwa yang dilindungi
diantaranya adalah orangutan, simpanse dan Gorila Dataran Rendah barat
(Gorilla g. gorilla). Ada empat ekor gorilla yaitu Kumbo (lahir di Inggris, 8 Mei
1995), Kihi (lahir di Inggris, 8 Mei 1995), Komu (lahir di inggris, 16 April 1997),
dan Kidjoum (lahir di Inggris 7 Desember 1997) yang semuanya berasal dari
kebun binatang Howletz Inggris. Gorila ini didatangkan ke Indonesia pada
tanggal 8 Juli 2002.
Untuk mengurangi penurunan populasi dan mencegah kepunahan gorila,
diperlukan usaha perlindungan dan pelestarianya. Salah satu usaha yang
dilakukan adalah konservasi ex situ. Untuk kesuksesan program konservasi di
PPS ini, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, salah satunya adalah
gorila bukan hewan endemik Indonesia sehingga perlu penyesuaian habitat dan
ketersediaan pakan yang cukup, sehingga gorila dapat hidup dengan baik. Maple
dan Hoff (1982) menyatakan bahwa kandang terbuka yang dibangun tempatnya
harus cocok dengan hewan penghuninya dan dapat menjadikan hewan tersebut
nyaman dalam beraktivitas.
Gorila Dataran Rendah Barat hidup berkelompok di alam, dalam satu
kelompok terdiri dari satu jantan dewasa dominan (silverback), satu jantan pra
dewasa (8-12 tahun) dan beberapa betina dewasa, serta anak gorilla (kurang
dari 8 tahun). Pada kelompok gorila ini tidak pernah ditemukan dua jantan
dewasa (silverback), berbeda dengan Gorila Gunung yang terkadang terdapat
silverback subordinate (Watts, 1990). Sedangkan di PPS hanya terdapat empat
gorila jantan dewasa muda dalam kelompok bujang (bachelor group), dalam
merawat kelompok gorila ini banyak sekali hambatan dalam membentuk
interaksi sosial antar mereka dengan baik. Ada banyak faktor seperti
18 3
pengasuhan, sejarah sosial, ciri karakter, usia, desain fasilitas dan ada tidaknya
betina menjadi kunci dalam kesuksesan atau kegagalan dalam kelompok bujang.
Kelompok ini sering mengalami tingkat interaksi sosial yang berbeda ketika
jantan muda memasuki masa remaja (Stoinski et al.,2002).
Jantan dewasa menunjukkan tekanan stres yang tinggi ketika mencoba
untuk meningkatkan posisi mereka di dalam kelompok, yang sebagian besar
untuk breeding-rights, dan menghadapi agresi dari dominan silverbacks. Hal ini
menyebabkan terjadinya perilaku agonistik antar individu dan terdapat
penyimpangan perilaku, seperti terjadinya perilaku sodomi.
Gorila merupakan hewan diurnal terestrial, yang waktunya lebih banyak
dihabiskan untuk makan dan istirahat, ini juga terjadi pada orangutan yang
waktunya habis digunakan untuk makan dan untuk istirahat (Maple, 1980).
Kebanyakan diet primata bersifat omnivora dan juga dipengaruhi oleh
ukuran tubuh. Seperti baboon yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari
monyet aboreal sehingga memiliki diet yang lebih beragam , seperti umbi, akar,
rumput, buah, biji dan daging hewan (Napier dan Napier, 1985). Sedangkan
gorila merupakan jenis hewan pemakan dedaunan (folivorous) dan juga
pemakan buah (frugivorous). Selain buah- buahan, gorila juga memakan biji-
bijian, bunga, akar-akaran, serangga dan tanah liat (Tutin, 1996).
Di alam, gorila mungkin sangat vegetarian, banyak tergantung pada hampir
semua jenis tumbuhan yang ada di tanah, tetapi pada keadaan yang tidak
biasanya atau di kandang gorila memakan buah- buahan dan daging sapi
cincang (Napier dan Napier, 1985).
Gorila di PPS memiliki ukuran tubuh dan umur yang berbeda, Kumbo
merupakan gorila yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dengan berat
181,4 kg, Kihi dengan berat 161,4 kg, Komu dengan berat 135,2 kg dan yang
paling terkecil ukuran tubuh serta lebih muda umurnya adalah kidjoum dengan
berat 71,6 kg. Dari perbedaan ukuran tubuh dan umur gorila hal ini dapat
menimbulkan tingkah laku yang berbeda dalam mengakses pakan.
Dalam rangka konservasi secara ex-situ sangat diperlukan informasi
mengenai perilaku harian, dan khususnya perilaku makan gorilla di PPS. Hal ini
merupakan salah satu aspek penting dalam pemeliharaan gorilla di habitat ex-
situ untuk mengetahui bagaimana pola makan, komposisi pakan dan jenis pakan
apa yang disukai setiap individu. Setiap individu memiliki perilaku makan yang
berbeda. Perbedaan perilaku makan ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti:
19 4
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku harian dengan
penekanan terhadap perilaku makan gorila di dalam penangkaran, serta
membandingkan perilaku setelah matinya kidjoum.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk meningkatkan usaha
pengelolaan dan pelestarian gorila di Pusat Primata Schmutzer Jakarta.
20
TINJAUAN PUSTAKA
1.2. Morfologi
Gorila memiliki tubuh kekar dan kuat serta tidak berekor dengan tinggi rata-
rata sekitar 166,6 cm. Berat tubuh gorila liar sekitar 139,4 kg, sedangkan di
dalam penangkaran bekisar 150,7 – 181,5 kg. Pada gorila betina mempunyai
tinggi sekitar 140 cm, berat tubuhnya hanya sekitar 90 kg (Schaller, 1976).
Gorila mempunyai beberapa perbedaan fisik yang menunjukan karakteristik
morfologi pada setiap subspecies, diantaranya berdasarkan pertumbuhan gigi
dan tengkorak (Lang 2005).
Gorila memiliki hidung pendek, dengan lubang yang besar. Pada bagian
wajah, telinga, telapak tangan dan telapak kaki tidak berambut, sedangkan pada
jantan dewasa terdapat sedikit rambut serta tidak memiliki jenggot (Mcdonald,
1996), seperti ditunjukan pada Gambar 1.
Gorila juga mempunyai gigi yang berukuran besar, terutama pada bagian
geraham berfungsi untuk mengunyah makanan yang digerakan oleh otot rahang.
Pada pelipis terdapat tonjolan tulang besar yang disebut sagital crest, dan di
belakang kepala terdapat tulang belikat (nuchal). Gorila jantan memiliki sagital
crest yang lebih besar dibandingkan gorila betina (Maple dan Hoff, 1982).
21 6
Pada masa bayi (infant) gorila memiliki kulit berwarna merah keabu-abuan,
dan rambut tumbuh jarang berwarna merah kecoklatan (McDonald, 1996). Pada
tahapan dewasa kulit berwarna hitam, rambut hitam kecoklat abu-abuan. Bagian
punggung jantan dewasa terdapat pelana rambut berwarna keperak-perakan
yang berukuran pendek, sedangkan pada bagian paha, tungging dan lengan,
rambutnya lebih panjang ( Mcdonald, 1996, Maple dan Hoff, 1982).
Gambar 2. Wilayah penyebaran gorila. Warna merah G.g. gorilla, warna hijau
dengan panah G.g. diehli, warna biru G.b.graueri, dan warna jingga
dengan panah G.b. beringei. (sumber, Lang 2005.
http://pin.primate.wisc. edu/factsheets/entry/gorilla)
2.1. Lokomosi
Lokomosi pada gorila ditandai dengan perpindahan dari posisi diam ke
posisi diam lainya, atau pergerakan dari suatu rangkaian yang terus menerus
diantara dua titik (Doran dan McNeilage. 1998). Sifat pergerakan gorila adalah
adanya perubahan tipe pronograde yaitu pergerakan gorila yang meggunakan
empat anggota gerak secara quadrupedal untuk berjalan dengan kedua
tanganya antara jari 3 dan 4 yang ditekukan (Maple dan Hoff 1982). Di alam
gorila dataran rendah mengembara sejauh 5,6-6,7 km/hari (Jons dan Sabaster
1971).
Gorila bergerak dengan cara kuadrupedal, bipedal, memanjat dan
bergelantungan brahiasi (Maple dan Hoff 1982). Pergerakan secara kuadrupedal
merupakan cara yang khas karena pergerakan ini menggunakan buku-buku jari.
Pergerakan ini tidak hanya dilakukan oleh jenis gorila, melainkan semua kera
besar melakukanya, seperti pada orang-utan (Maple 1980).
Gorila mendukung berat tubuhnya dengan bertumpu pada permukaan
dorsal jari jari tangan ke tiga dan keempat yang ditekukan. Branhiasi biasanya
dilakukan oleh bayi (2-3 tahun), dan juvenile yang berumur antara 4-5 tahun,
menjelang dewasa frekuensi pergerakan ini jarang dilakukan karena faktor bobot
tubuh. Gorila terkadang melakukan pergerakan bipedal ketika memukul dada
dengan telapak tanganya untuk memperlihatkan dominansi atau menanggapi
adanya bahaya (Maple dan Hoff 1982).
24 9
2.2. Istirahat
Pada kelompok primata diurnal umumnya tidur dilakukan pada malam hari,
tetapi pada siang hari terutama pada saat cuaca disekitarnya panas dan
kelembapan tinggi juga melakukan tidur siang (Doran dan McNeilage 1998).
Gorila mempunyai aktivitas istirahat yang paling tinggi dibandingkan
aktivitas menjelajah dan mencari makan (Schaller 1976). Gorila istirahat dengan
ditandai tidak adanya aktivitas yang menampakan pergerakan, baik pada posisi
duduk maupun berbaring. Gorila akan beristirahat sekitar antara pukul 09.00 atau
10.00 sampai pukul 12.00. Setelah periode istirahat selesai, gorila akan memulai
untuk mencari makan yang ditandai dengan jantan punggung perak (silverback)
memulai untuk mencari makan (Maple dan Hoff 1982).
Pada umumnya gorila akan mengurangi aktivitas harianya setelah pukul
17.00 untuk membangun sarang, dan istirahat mulai pukul 18.00 sampai 06.00
pagi. Gorila dataran rendah membuat sarang di hutan diatas pepohonan,
sedangkan gorila pegunungan membuat sarang di permukaan tanah, semak-
semak atau dipepohonan. (Maple dan Hoff 1982).
Tinggi sarang gorila dari permukaan tanah bervariasi antara 1-15 meter,
dan gorilla memiih tempat yang tinggi dari permukaan tanah, serta memilih
batang yang dan akar yang kokoh (Maple dan Hoff 1982). Sarang yang dibangun
gorila mempunyai diameter yang bervariasi yaitu antara 2-3 meter (Schaller
1976 ).
Kematangan seksual gorila betina pada usia 8-9 tahun, sedangkan gorila jantan
pada usia 10-11 tahun (Chinery 1984). Masa kebuntingan gorila dataran rendah
barat (G.g. gorilla) selama 260 hari. Berat bayi gorila sekitar 3-5 pound dan laju
pertumbuhanya dua kali lebih cepat dari bayi manusia (Maple dan Hoff 1982).
Bayi gorila akan diasuh oleh induknya sampai usia 3.5-4 tahun dan disapih
pada usia 3 bulan. Dalam keadaan normal, gorila dapat hidup mencapai usia
lebih dari 37 tahun, sedangkan di penangkaran gorila mampu hidup mencapai
usia 50 tahun (Maple dan Hoff 1982).
Dalam kelompok gorila, jika terjadi perubahan pemimpin jantan dominan
maka akan terjadi infanticide yaitu gorila jantan dewasa (silverback) yang baru
akan membunuh anakan dari gorila jantan dewasa sebelumnya. Hal ini dilakukan
supaya gorila jantan dewasa (silverback) yang baru dapat segera mengawini
betina dan menurunkan genya (Watts 1990).
Untuk membentuk kelompok multi-jantan atau melakukan pengambil
alihan dari luar terhadap beberapa kelompok yang ada, betina dan anaknya
yang menyusui harus berpindah ke kelompok baru ketika gorila silverbacknya
mati (Doran dan McNeilage 1998).
milah sisa makanan berupa biji dari feses yang dikeluarkanya (Maple dan Hoff
1982).
Di alam gorila mungkin sangat vegetarian, banyak tergantung pada hampir
semua jenis tumbuhan yang ada di tanah, tetapi pada keadaan yang tidak
biasanya atau di kandang gorila memakan buah-buahan dan daging sapi cincang
(Napier dan Napier, 1985).
Gorila Dataran Rendah Barat lebih bersifat frugivorus daripada folivorus.
Konsumsi buah-buahan dapat mencapai 67% pada musim penghujan, daun
serta batang mencapai 17% dan serangga sebanyak 3% (Tutin, 1996). Serangga
merupakan salah satu sumber protein,lemak, dan energi yang sangat baik untuk
primata (Kay 1984). Gorila memakan serangga berupa rayap, semut, dan
serangga lain. Di alam gorila sering memakan rayap Cubitermes yang hidup
membuat sarang di pohon, dan semut Oecophilia longinoda serta semut
Chitinous exoskeleton. (Cipolletta et al. 2007).
Keistimewaan yang umum dari diet primata adalah kebiasaan musiman dari
memakan buah- buahan, hal ini terjadi karena sifat musiman dari ketersediaanya
(Tutin dan Fernandez 1992). Apabila memasuki musim kering tiba dan buah-
buahan sulit ditemukan, maka diet gorila akan berubah dengan mengkonsumsi
dedaunan dan batang tumbuhan yang kaya protein lebih banyak. Gorila tidak
terlalu membutuhkan air untuk minum, kebutuhan air akan disuplai melalui
makanan (Tutin, 1996).
Besarnya pemilihan pakan gorila barat terdiri dari batang, sum-sum batang,
tunas, dan daun yang tersedia diamanapun, serta berbagai macam buah dan
kualitas buah (Rogers et al. 2004). Pencarian dan pemilihan yang selektif untuk
buah-buahan yang lezat mempunyai konsekuensi langsung pada usaha
pencarian makanan gorila barat dengan pengaruh potensial pada perilaku sosial
mereka (Tutin 1996, Cipolletta et al. 2007).
Goodal (1977) mengatakan bahwa primata menggunakan naluri untuk
memilih makanannya berdasarkan kelimpahan dan ketersediaan jenis tanaman,
nilai nutrisi, rasa, bau, ukuran, bentuk, dan tekstur buah, serta berdasarkan
sistem pencernaan, kebiasaan dan pilihan individu.
28 13
METODE PENELITIAN
3. Metode
3.1. Pengamatan Perilaku Harian
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh gorila di dalam kandang enclosure. Metode pengamatan yang
digunakan adalah metode focal animal sampling yaitu mencatat aktivitas yang
dilakukan oleh gorila pada waktu yang telah ditentukan (Martin dan Bateson
1999). Pencatatan perilaku dimulai pukul 09.00 sampai pukul 16.00 wib, dengan
interval waktu 25 menit. Aktivitas yang terjadi pada satu individu dalam durasi 25
menit, dicatat seluruhnya. Selanjutnya pencatatan perilaku dilakukan pada
30 15
individu lainya dengan durasi yang sama diseling jeda waktu antara dua
pengamatan, dan seterusnya. Dalam satu hari pengamatan jumlah individu yang
diamati sebanyak 4 individu secara bergantian. (Tabel 2).
dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Pemberian pakan yang pertama merupakan
makanan pembuka yang diberikan di dalam kandang tidur sekitar pukul 08.00.
Makanan yang diberikan biasanya bervariasi dan relatif tidak terlalu banyak
berupa roti + selai/ madu sebanyak satu lembar, monkey chow sebanyak empat
buah, dan kacang sebanyak 75 gram masing-masing untuk satu individu.
Pemberian pakan kedua dilakukan di enclosure pada pukul 09.00 setelah
dibersihan dari sisa-sisa pakan kemarin. Pakan yang diberikan berupa kombinasi
dari buah-buahan, daun maupun umbi. Teknik pemberian pakan dilakukan
dengan penyebaran secara acak di dalam enclosure. Pemberian pakan ketiga
dilakukan di enclosure sekitar pukul 12.00 berupa umbi, buah, dan sayur-
sayuran. Teknik pemberian pakan dilakukan dengan cara di lempar secara acak.
Pemberian pakan yang keempat dilakukan di enclosure sekitar pukul
15.00 berupa buah, sayuran, mapun umbi. Komposisi makanan yang diberikan
lebih sedikit dibandingkan pakan pagi dan siang, hal ini bertujuan supaya gorila
tidak kenyang, sehingga gorila mudah masuk ke kandang dengan pancingan
berupa pakan, dan pemberian pakan yang kelima dilakukan di dalam kandang
tidur, sekitar pukul 16.00.
08.00 Susu, madu, roti tawar, selai, Makanan pembuka diberi- kan
monkey chow dan kacang tanah. di dalam kandang tidur.
3.3. Analisis
Data perilaku harian dan makan dikelompokkan sesuai dengan jenis
aktivitas yang dilakukan, dan diolah menjadi bentuk persentase dengan
penjelasan secara deskriptif. Selain itu, data dianalisis dengan menggunakan uji
statistik non parametrik (Walpole 1995).
Untuk mengetahui jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari,
data yang diperoleh ditabulasi dan ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk
persentase perbandingan. Seluruh jenis pakan yang diberikan dicatat dan
ditimbang tiap jenisnya dan dihitung keseluruhanya dalam satu hari.
34
2. Aktivitas Harian
50
45
40
Persentase (%)
35
30
25
20
15
10
5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
dengan pencarian pakan dan perilaku bermain. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fossey dan Harcourt (1977) bahwa pergerakan primata dipengaruhi
oleh dearah jelajah dan sumber pakan. Berdasarkan hasil pengamatan tiap
waktu, perilaku lokomosi sebesar 14%-19%, kecuali pada pukul 14.00 lokomosi
gorila relatif kecil yaitu 9,3%, hal ini disebabkan pada waktu tersebut gorila lebih
cenderung untuk istirahat tidur.
Istirahat merupakan perilaku yang persentasenya paling tinggi setelah
perilaku makan. Perilaku ini sering dilakukan pada saat setelah pencarian pakan.
Perilaku istirahat dapat dilakukan dengan berdiam diri, biasanya dalam posisi
duduk, atau berbaring dengan tanpa pergerakan. Pada umumnya primata
pemakan daun mempunyai waktu istirahat lebih banyak dibandingkan dengan
aktivitas lainya, misalnya bekantan (Nasalis larvatus) memiliki waktu istirahat
sebesar 52,20% (Prayogo, 2006), sedangkan orang-utan sebesar 39,2% (Maple,
1980). Hal ini mungkin dapat terjadi karena wilayah jelajah yang terbatas
dibandingkan dengan habitat aslinya dan juga dapat disebabkan karena
ketersediaan pakan yang tercukupi sehingga pergerakan gorila terbatasi untuk
mencari pakan dan aktivitas lainya.
Waktu istirahat yang paling panjang diantara keempat gorila berturut-turut
Kumbo, diikuti dengan Kihi, Komu dan yang paling rendah adalah Kidjoum
(Tabel 3). Perilaku istirahat dengan frekuensi tertinggi pada pukul 11.00 sebesar
40,15% dan pukul 14.00 sebesar 40,02%, sedangkan frekuensi terendah pada
waktu pemberian pakan yaitu pukul 09.00 sebesar 23,64%, pukul 12.00 sebesar
21,28% dan pukul 15.00 sebesar 20,73%. Istirahat gorila lebih sering dilakukan
dalam posisi duduk, sedangkan posisi berbaring (tidur) dilakukan pada waktu-
waktu setelah makan yaitu pukul 11.00 dan pukul 14.00.
Perilaku seksual tidak tampak, hal ini dikarenakan kelompok gorila yang
diamati adalah jenis kelamin jantan dewasa. Pada gorila di PPS perilaku
bermain lebih sering dilakukan oleh Kidjoum sebesar 4,42%, dan frekuensi
terkecil dilakukan oleh Kumbo sebesar 1,37%. Kidjoum merupakan gorila terkecil
diantara ketiga individu lain, sehingga perilaku bermain masih cukup tinggi.
Berbeda dengan Kumbo yang mempunyai ukuran tubuh paling besar dan bersifat
dominan perilaku bermain sangat rendah.
Perilaku bermain terlihat di semua periode dari pukul 09.00 sampai
dengan pukul 16.00, perilaku ini rata-rata sebesar 10,67%. Pada pukul 12.00
perilaku bermain lebih rendah sebesar 8,79%, sedangkan persentase tertinggi
39 24
pada pukul 10.00 sebesar 14,19%. Menelisik (grooming) pada gorila lebih sering
terlihat bersifat autogrooming (merawat atau membersihkan tubuh sendiri),
dibandingkan dengan allogrooming yang melibatkan individu lain untuk saling
membersihkan. Aktivitas grooming seperti membersihkan diri dari kotoran, dan
parasit, dilakukan dengan cara mengusap, meraba, menggaruk, mengigit dan
menjilat (Doran dan McNeilag. 1998; Hoff dan Maple 1982).
Perilaku menelisik (grooming) ada pada semua periode, frekuensi
tertinggi pada pukul 11.00 dan pukul 14.00. Pada periode ini, aktivitas gorila
lebih cenderung istirahat disarang untuk melakukan aktivitas individu, salah
satunya adalah membersihkan diri. Perilaku grooming juga dilakukan pada jam-
jam pemberian pakan yaitu pada saat setelah makan.
Agonistik merupakan prilaku yang timbul dalam suatu kelompok
berdasarkan tingkatan hirarki tertinggi. Sifat ini timbul untuk menunjukan
dominansi dalam kelompok untuk mendapatkan akses yang luas baik makanan,
habitat, maupun perkawinan (Doran-sheehy et al. 1004; Hoff dan Maple 1982).
Sifat agonistik juga terjadi pada kelompok gorila bujang di PPS yang di
dominasi oleh Kumbo silverback dominan, dikuti oleh Kihi, selanjutnya Komu dan
yang paling terendah adalah Kidjoum.
Perilaku agonistik terjadi pada saat waktu-waktu pemberian pakan, hal ini
dilakukan oleh gorila dominan untuk mendapatkan pakan yang sebanyak-
banyaknya. Perilaku ini juga terjadi pada saat menjelang istirahat, dimana gorila
dominan merebutkan tempat istirahat pavorit yaitu goa yang terletak disebelah
barat enclosure.
Perbedaan pemanfaatan waktu dari keempat gorila di PPS tampak jelas
pada (Tabel 3). Kumbo, dominan silverback memanfaatkan waktu untuk makan
sebesar 34,72 %, dan waktu istirahat sebesar 33,62 %. Perilaku bermain sangat
kecil sekitar 5,49 % dibandingkan ketiga individu lain yang mencapai 14,7%.
Agonistik secara keseluruhan frekuensinya terkecil yaitu 1,83% dibandingkan
dengan aktivitas lainya, tetapi agonistik pada kumbo lebih besar dari ketiga
individu lain.
Kidjoum merupakan gorila terkecil yang memiliki berat tubuh 71,6 kg
pada bulan Desember 2007, memanfaatkan waktu untuk makan sebesar 32,3%,
istirahat 25,09% lebih kecil dibandingkan Komu sebesar 28,11%. Kidjoum
memiliki persentase lokomosi dan bermain paling tinggi dibandingkan ketiganya,
yaitu sebesar 18,69% dan bermain 14,7%. Pada tingkah laku agonistik kidjoum
40 25
memiliki persentase terendah yaitu 0,7%, hal ini disebabkan kidjoum memiliki
postur tubuh dan umur yang paling kecl.
Kihi memanfaatkan waktu untuk makan sebesar 33,26%, sedangkan
Komu paling tinggi sebesar 35,94%. Waktu istirahat Kihi mencapai 30,46%,
bermain 10,91% dan waktu lokomosi terendah kedua setelah komu yaitu
14,31%.
50
45
40
persentase (%)
35
30
25
20
15
10
5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Kumbo Kihi Komu Kidjoum W a k t u
Aktivitas makan Kihi tidak terlalu berbeda dengan individu lain, yakni
meningkat pada waktu-waktu pemberian pakan dan selanjutnya mengalami
penurunan secara perlahan-lahan. Sedangkan Komu terlihat mendominasi pada
pukul 10.00 dan pukul 14.00, dimana sebagian besar gorila menggunakan waktu
untuk istirahat.
Berbeda dengan Kidjoum aktivitas makan pada pukul 13.01-14.00
persentasenya meningkat sebesar 44,67%, sedangkan ketiga individu lain
mengalami penurunan. Peningkatan ini disebabkan karena pada pukul 12.00-
13.00 merupakan waktu pemberian pakan. Kidjoum tidak dapat mengakses
pakan sebanyak-banyaknya dan kecenderungan untuk memilih pakan yang
disukai.
Perubahan pola aktivitas makan yang dilakukan oleh gorila di PPS
dengan di alam, hal ini lebih diakibatkan oleh pola manajemen terhadap gorila.
Pada umumnya aktivitas makan gorila meningkat pada pagi hari mulai jam 06.00
sampai pukul 09.00, dan dilanjutkan pukul 12.00 sampai pukul 17.00 (Maple dan
Hoff, 1982). Perilaku makan gorila dilakukan dengan cara foraging yaitu berjalan
sambil mencari sumber pakan. Aktivitas gorila yang ada di PPS, pada waktu
pagi hari yang seharusnya digunakan untuk makan lebih banyak digunakan
untuk istirahat, sehingga Pola aktivitas gorila di PPS tergantung dari pengelola
dengan mengikuti program pemeliharaan.
42 27
30
Frekuensi (%)
25
20
15
10
5
0
Ambil satu Ambil > Pegang Pegang Merobek Merobek
persatu satu dengan 1 dengan 2 dengan dengan
tangan tangan tangan gigi
Pada kategori merobek pakan dengan tangan dan gigi, gorila lebih
cenderung merobek pakan menggunakan gigi, baik berupa buah, daun, maupun
pakan lainya. Pada Gambar 5 terlihat Kumbo, Komu, dan Kidjoum lebih
cenderung menggunakan gigi, sedangkan Kihi lebih cenderung menggunakan
tangan. Di kandang tidur Kumbo terlihat merobek pakan berupa bawang bombay
dengan cara yang berbeda yaitu dengan diinjak, setelah pecah kemudian
dimakan.
44 29
Teknik pengambilan pakan oleh gorila terlihat lebih maju, bukan hanya
menggunakan tangan tetapi sudah dapat menggunakan alat berupa ranting atau
kayu, hal ini sudah dilakukan lebih jauh oleh simpanse dan orang-utan (Fox et al,
2004). Teknik pengambilan pakan dengan alat terlihat pada saat Komu
mengakses pakan berupa selai (jam) yang dimasukan ke lubang-lubang kecil
pada kayu di enclosure.
a b
Gambar 6. Komu makan dengan a. satu tangan, b. dengan dua tangan di
enclosure PPS
35%, posisi berdiri tertinggi Komu sebesar 21,87%, sedangkan posisi berjalan
Kidjoum tertinggi sebesar 18,18% (Gambar 7).
Pada saat makanan melimpah (pada waktu pemberian pakan) yaitu pukul
09.00, 12.00, dan pukul 15.00. Gorila lebih cenderung makan dengan posisi
duduk, walaupun ada sebagian individu makan dengan posisi berdiri dan
berjalan, hal ini dikarenakan akses untuk mendapatkan pakan gorila sangat kecil,
sehingga untuk mendapatkan pakan yang besar gorila berjalan sambil memakan,
seperti yang dilakukan oleh Kihi dan Kidjoum.
70
60
50
Frekuensi (%)
40
30
20
10
0
duduk berdiri berjalan berbaring
Kumbo Kihi Komu Kidjoum Katagori
Posisi makan dengan berdiri dan berjalan lebih sering teramati pada saat
makanan sudah mulai kurang, hal ini dilakukan untuk menghindari perebutan
atau perampasan pakan oleh individu lain (Gambar 8), sedangkan posisi makan
dengan berbaring dilakukan oleh gorila pada saat menjelang istirahat.
Secara umum dengan memperhatikan setiap kategori posisi makan gorila
adalah duduk. Dari keempat individu terlihat perbedaan dalam kecendrungan
posisi pada saat makan, seperti Kumbo lebih cenderung dengan posisi duduk
dan berbaring, hal ini dapat disebabkan Kumbo merupakan jantan dominan
46 31
dalam kelompok sehingga memiliki akses pakan yang besar. Kihi lebih
cenderung dengan posisi duduk dan berjalan, Komu lebih cenderung duduk dan
berdiri, sedangkan Kidjoum lebih cenderung dengan posisi duduk dan berjalan,
hal ini dikarenakan ketiga individu tersebut memiliki akses pakan yang terbatas.
a b
Gambar 8. a. Kihi makan dengan posisi berdiri, b. Kidjoum makan dengan
posisi duduk di enclosure PPS.
pakan oleh keeper, gorila juga makan tumbuhan yang berada di dalam
enclosure berupa daun muda dan sumsum batang pohon lamtoro Leucaena
glauca dan bunga kupu-kupu Bauhinia purpurea, dan juga makan serangga
berupa semut dan rayap, hal ini sesuai dengan penelitian Cipolletta et al. (2007)
yang menyatakan bahwa gorila memakan rayap Cubitermes dan semut
Oecophilia longinoda serta semut Chitinous exoskeleton.
2,17; 2%
0,83; 1%
26,24; 26%
50,49; 51%
20,23; 20%
a b
Gambar 9. a. Pakan buah dan sayur yang diberikan untuk satu ekor gorila
b. Persentase (%) jenis pakan yang dikonsumsi gorila.
Tabel 7. Jenis pakan dan bagian yang dikonsumsi oleh gorila di Pusat Primata
Schmutzer
Keterangan: Bt: batang, Dn: daun, Bh: buah, Bj: biji, Bg: bunga, Ub: umbi.
Kumbo terlihat memakan sisa makanan dari feses yang baru dikeluarkan
(coprophagi), seperti yang diutarakan oleh Hoff dan Maple (1982) bahwa gorila
memilah-milah sisa makanan berupa biji dari feses yang dikeluarkanya. Gorila
lebih menyukai buah dan sumsum batang (pith) karena megandung banyak
protein dibandingkan dengan daun dan kulit kayu. perilaku makan gorila memiliki
kesamaan dengan simpanse, tetapi gorila memakan buah lebih besar
dibandingkan daun dan batang (Rowe 1996).
49 34
dengan rata- rata sebesar 93,41%. Sisa pakan paling sedikit sebesar 1,5 kg dan
yang paling banyak sebesar 3 kg, dengan rata-rata sebesar 2,28 kg. Sedangkan
persentase rata-rata pakan yang tersisa sebesar 6,59%. Bagian yang tidak
dimakan biasanya berupa kulit buah, biji buah, bonggol, dan sedikit pakan utuh
yang tidak dimakan. Pakan yang sering terlihat tidak habis dimakan adalah
papaya, semangka, nanas, jagung, terung, wortel, daun fumak, daun selada, dan
paprika hijau, hal ini dapat disebabkan karena pemberian pakan yang sama
secara terus menerus, sehingga menimbulkan kebosanan. Sedangkan pakan
yang habis termakan biasanya berupa buah yang manis dengan ukuran kecil,
seperti anggur, duku, kelengkeng, jeruk, apel, dan sawo.
Dari hasil pengukuran ini, dapat dilakukan efesiensi pakan yang sering
terlihat tidak habis dimakan atau banyak mengandung sisa, yaitu dengan cara
mengurangi frekuensi pemberian pakan yang sering terlihat sisa atau dengan
membuat formula baru, sehingga tidak menimbulkan kebosanan. Untuk
memenuhi kebutuhan protein, gorila perlu diberikan makanan alternatif berupa
rayap. Hal ini dikarenakan rayap memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
yaitu 56 %.
2.2. Lokomosi
Persentase lokomosi pada keempat gorila terlihat jelas perbedaannya.
Pada pukul 09.00 Kihi lebih tinggi mencapai 23.87%, dilanjutkan kumbo 22.31%,
dan komu 16.95% diakhiri oleh Kidjoum 14.61%. Pada pukul 10.00, 11.00 dan
14.00 Kumbo memiliki persentase yang paling tinggi diantara ketiganya, yaitu
21.3%,19.6% , dan 13.18% secara berurutan. Kidjoum memiliki waktu lokomosi
lebih tinggi diantara ketiga individu yang lain yaitu pada pukul 12.00, 13.00, dan
pukul 15.00, sedangkan aktivitas lokomosi komu bekisar antara 6.11% terendah
pada pukul 14.00 dan tertinggi mencapai 17.47 pada pukul 10.00.
Dixson (1981) melaporkan bahwa daerah aktivitas gorila home range
sekitar 5.6 sampai 6.8 km, dan pergerakan normal gorila rata- rata 0.5-1.0 km per
hari. Berbeda dengan orang-utan aktivatasnya sekitar 2,6 sampai 5.2 km
(Rodman 1973), sedangkan jarak tempuh dalam sehari berkisar antara 300
sampai 1300 meter (van Noordwijk dan van Schaik 2005).
5136
30
25
Persentase (%)
20
15
10
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Kumbo Kihi Komu Kidjoum Waktu
sedangkan berjalan dengan dua anggota tubuh walking bipedally relatif singkat,
biasanya dilakukan pada saat bermain, maupun perilaku agonistik, begitupula
berlari, meloncat, memanjat maupun bergantung. Di alam gorila banyak
menghabiskan waktu tiap hari untuk mencari makan, yang dilakukan dari tempat
satu ke tempat yang lain dengan berjalan mencapai ½ mil (8 km) per hari
(Caravan 1987).
2.3. Istirahat
Istirahat merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh gorila, baik
dalam posisi duduk (istirahat diam), maupun dalam posisi berbaring (tidur).
Waktu yang digunakan untuk istirahat relatif tinggi mencapai rata-rata 28,7%.
Pada kelompok primata diurnal umumnya tidur dilakukan pada malam hari,
walau demikian pada siang hari terutama pada saat cuaca disekitarnya panas
dan kelembapan tinggi, gorila juga melakukan tidur siang (Prayogo 2006; Doran
dan McNeilage 1998). Istirahat pada siang hari dilakukan oleh gorila untuk
membantu proses pencernaan terhadap pakan yang dikonsumsi, hal ini sering
dilakukan pada primata folivorus (Alikodra et al 1990).
Perbedaan aktivitas istirahat terlihat pada Gambar 11. Puncak tertinggi
waktu untuk istirahat adalah priode 11.00-12.00 dan priode 14.01-15.00. Pada
periode 11.01-12.00, Komu tertinggi dengan persentase 43,2%, selanjutnya Kihi
sebesar 41,76%, Kidjoum 40,52% dan yang terendah Kumbo 35,14%.
Sedangkan pada priode 14.01-15.00, Kumbo tertinggi sebesar 47,36%, diikuti
Kihi sebesar 45,45%, Komu 42,2% dan Kidjoum terendah sebesar 19,19%.
50
45
40
Persentase (%)
35
30
25
20
15
10
5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Waktu
Kumbo Kihi Komu Kidjoum
Kumbo memiliki durasi istirahat yang paling tinggi pada pukul 09.00,
pukul 12.00, pukul 14.00, dan pukul 15.00. Waktu istirahat yang tertinggi pada
pukul 14.00 sebesar 47,36%, dan pukul 13.00 sebesar 35,86%. Kihi istirahat
tertinggi pada pukul 14.00 sebesar 45,45% dan pukul 11.00 sebesar 41,76%.
Komu melakukan istirahat tertinggi pada pukul 11.00 sebesar 43,17% dan jam
14.00 sebesar 42,2%, sedangkan Kidjoum istirahat tertinggi pada pukul 11.00
sebesar 40,52% dan pukul 10.00 sebesar 32,66%.
Perubahan waktu istirahat dari keempat gorila (Gambar 11), yaitu Kumbo
memiliki kisaran persentase istirahat sebesar 25%-47%, istirahat Kumbo terlihat
turun pada pukul 12.01-13.00, dan naik sampai puncak tertinggi pada pukul
14.01-15.00 dan turun kembali pada periode berikutnya. Kihi memiliki kisaran
15%-45%, pukul 12.01-13.00 Kihi terlihat turun sampai puncak terendah 15,96%
dan kembali naik sampai puncak tertinggi pada periode 14.01-15.00 kemudian
turun kembali. Kisaran istirahat Komu sebesar 20%-40%, pada pukul11.01-12.00
frekuensi naik sampai 43,2%, kemudian turun dan pada pukul14.01-15.00
frekuensi naik sampai 44,6%, sedangkan Kidjoum kisaran persentase istirahat
sebesar 15%-40%. Pada pukul 11.01-12.00 naik mencapai 40,52%, kemudian
turun pada pukul 13.01-14.00 kemudian naik kembali pada periode 14.01-15.00.
a b
Periode istirahat gorila tertinggi pada saat selesai makan, baik pagi hari
maupun siang, hal ini dilakukan gorila guna memperlancar proses pencernaan
makanan. Pada pagi hari gorila akan melakukan puncak istirahat pada jam 11.00
54 39
sampai makan siang, sedangkan pada siang hari pada jam 14.00, dimana
kondisi lingkungan cukup panas, sehingga kecenderungan gorila untuk istirahat
tidur baik dalam posisi duduk, maupun berbaring (Gambar 12). Pada kondisi
lingkungan tidak normal seperti turun hujan atau suhu panas diatas rata-rata
30oC gorila akan melakukan istirahat dibawah pohon besar (Hoff dan Maple
1982).
Di alam gorila dataran rendah membuat sarang untuk tidur diatas
pepohonan dengan tinggi antara 1 sampai 15 meter dari permukaan tanah,
sedangkan gorila pegunungan membuat sarang di permukaan tanah, semak-
semak dan dipepohonan (Maple dan Hoff 1982). Sarang yang dibangun gorila
mempunyai diameter yang bervariasi yaitu antara 2-3 meter (Schaller 1976).
Berbeda dengan orang-utan, pembuatan sarang untuk tidur dapat mencapai
ketinggian 10 sampai 30 meter diatas tanah dengan diameter sarang antara 1
sampai 2,5 meter (Noordwijk dan Schaik 2005).
2.4. Bermain
Perilaku bermain pada primate, termasuk gorila sering dilakukan oleh
kelompok anak, dan jarang dilakukan oleh kelompok dewasa (Hoff dan Maple
1982). Pada jenis simpanse, perilaku bermain dimulai dari usia bayi sampai
dewasa, baik di penangkaran (captive) maupun di alam. Perilaku bermain
merupakan faktor penting untuk menunjukan perkembangan sosial yang normal
pada kera (Maple 1980).
20
18
16
Persentase (%)
14
12
10
8
6
4
2
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Gambar 13. Rata- rata perilaku bermain yang dilakukan gorila perindividu.
55 40
a b
16
Persentase (%) 14
12
10
8
6
4
2
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
a b
keempat individu adalah Kumbo, yaitu 1,07%, sedangkan yang terendah adalah
Kidjoum 0,29%. Hasil ini sesuai dengan Browning (1996) yang menyatakan
bahwa perilaku allogrooming jarang teramati oleh gorila jantan, tetapi sering
dilakukan oleh gorila betina dewasa terhadap jantan dominan.
Perilaku autogrooming dari keempat individu terlihat hampir merata.
Kumbo memiliki persentase terendah sebesar 6,51%, sedangkan Kihi tertinggi
9,09. Hal ini dikarenakan Kihi memiliki karakter yang soliter, sehingga banyak
melakukan perilaku autogrooming.
2.6. Agonistik
Perilaku agonistik secara umum terjadi pada kelompok primata yang
memiliki tingkatan hirarki, dan perilaku ini umumnya dilakukan oleh primata
dominan. Pada gorila perilaku agonistik dilakukan oleh jantan dewasa silverback
sebagai tanda dominansi dalam kelompok (Maple dan Hoff 1982).
Perilaku agonistik tidak dilakukan sepanjang waktu, pada pukul 11.00-
12.00 tidak terlihat aktivitas agonistik baik yang dilakukan oleh Kumbo (jantan
dominan silverback), maupun oleh Kihi (Gambar 16). Di alam, perilaku agonistik
ditandai dengan dominance display yang dibarengi dengan pemukulan dada,
stare menatap dengan sikap agresif. Perilaku agonistik gorila betina dewasa
terlihat mimik mulut yang diregangkan disertai pekikan dan geraman sebagai
tanda adanya predator pengganggu (Doran dan McNeilage 1998).
4,5
4
Persentase (%)
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
09.00 - 10.01 - 11.01 - 12.01 - 13.01 - 14.01 - 15.01 -
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Kumbo Kihi Komu Kidjoum Waktu
yang lebih besar. Perilaku agonistik dalam kelompok lebih sering dalam bentuk
Chestbeating sebagai tanda peringatan maupun sebagai pertunjukan, meskipun
silverback paling banyak beralasan untuk berbuat demikian. Pada juvenil sikap
Chestbeating merupakan bagian dari bermain dan masa belajar bayi pada
perilaku wajah (Caravan 1987).
Perilaku agonistik gorila meliputi dominance display, perilaku ini yang
sering dilakukan oleh Kumbo dan Kihi yaitu menepuk dada dengan posisi tubuh
tegak sebagai tanda dominansi, stare yaitu sikap agresif yang ditunjukan kepada
individu lain biasanya dibarengi dengan suara dan mengeluarkan gigi taring,
sikap ini sering dilakukan oleh Kidjoum ketika terjadi tekanan dari individu lain
maupun dari kondisi lingkungan yang tidak kondusif (terlalu banyak pengunjung),
dan throw objects yaitu sikap tidak senang ditandai dengan pelemparan baik
dengan batu, kayu, maupun objek lainya ke arah sumber gangguan.
Frekuensi agonistik yang dilakukan Kumbo mulai terjadi pada pukul
09.00-10.00 dengan kisaran 3,11%. Perilaku ini dilakukan terhadap ketiga gorila
untuk mendominasi pakan yang tersebar di enclouser. Pada pukul 10.00-11.00
mencapai 3,56%, perilaku pada jam ini lebih disebabkan perebutan tempat untuk
istirahat (goa). Pada pukul 12.00-13.00 perilaku agonistik Kumbo terlihat kembali
dengan frekuensi yang lebih kecil yaitu 1,33%, meningkat pada jam berikutnya
sebesar 2%, sedangkan pada sore hari pukul 15.00-16.00 terlihat mencapai
2,67%. Kihi melakukan agonistik terhadap Komu maupun Kidjoum, dan
terkadang terhadap Kumbo dengan perilaku display maupun perilaku stare.
Perilaku Kihi terlihat tinggi pada pukul 12.01-13.00, sebesar 4%, dan mengalami
penurunan pada pukul berikutnya. Sedangkan pada pukul 14.01-15.00 perilaku
agonistik terlihat kembali sebesar 3,78% dan mengalami penurunan pada jam
berikutnya sebesar 3,33%.
Komu merupakan gorila yang memiliki kemampun untuk bersikap
agonistik bukan hanya pada Kidjoum saja melainkan dengan Kihi, walaupun hal
ini dilakukan jika berdekatan dengan Kumbo. Kihi akan melakukan perlawanan
terhadap Komu jika posisinya jauh dengan Kumbo, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya pembelaan dari Kumbo. Dari Gambar 17 terlihat Komu
melakukan agonistik pada pukul 11.00-12.00 sebesar 1,33%, dan yang paling
tinggi pada pukul 14.01-15.00 sebesar 2,44%.
Perilaku agonistik yang dilakukan oleh Kidjoum semata-mata untuk
perlawanan terhadap tekanan yang dilakukan oleh ketiga gorila, dan yang paling
61 46
sering dilakukan oleh Komu. Frekuensi tertinggi terlihat pada pukul 14.01-15.00,
mencapai 3,78%. Kidjoum akan melakukan perilaku stare dengan mengeluarkan
gigi dan taringnya sebagai tanda perlawanan yang dibarengi dengan langkah
untuk menghindar terhadap perilaku agonistik gorila lain.
Perilaku agonistik secara umum tidak mengarah keperkelahian, gorila
lebih cenderung menghindar dari gorila dominan sehingga tidak terjadi benturan
fisik, tetapi pada kondisi tertentu sering terjadi perkelahian antara gorila untuk
merebutkan tingkatan hirarki tertinggi dalam kelompok sehingga mendapatkan
akses yang lebih besar berupa pakan, tempat maupun pasangan kawin. Di alam
gorila jantan dominan silverback cenderung melakukan dominansi dengan cara
display (Maple dan Hoff 1982).
Gorila betina dan anaknya yang menyusui harus berpindah ke kelompok baru
ketika gorila silverbacknya mati (Doran dan McNeilage 1998). Introduksi Kihi
kedalam kelompok yang selama ini ditinggalkan akan mengakibatkan perubahan
perilaku harian baik oleh Kihi itu sendiri maupun oleh Komu dan Kumbo.
Perubahan yang terjadi pada semua kategori dan perubahan yang sangat
signifikan adalah perilaku agonistik. Pada Gambar 18 terlihat bahwa frekuensi
perilaku agonistik meningkat tajam dari 1,31% pada saat Kidjoum masih ada
menjadi 12,13% pasca matinya Kidjoum, perilaku lokomosi juga meningkat dari
15,58% menjadi 16,13%. Sedangkan perilaku yang frekuensinya menurun
adalah makan, istirahat, bermain dan grooming.
40
35
30
Frekuensi (%)
25
20
15
10
5
0
Makan Lokomosi Istirahat Bermain Grooming Agonistik
Perilaku agonistik terjadi pada Kihi dengan Komu dan Kumbo, sedangkan
Kumbo tidak terlihat melakukan agonistik terhadap Komu. Pada saat
penggabungan perilaku stare sudah tampak dari masing- masing individu, yang
dilanjutkan dengan perilaku display oleh Kihi. Kontak fisik terjadi antara Kihi
dengan Komu, sedangkan dengan Kumbo, kihi selalu menghindar.
Perilaku agonistik terjadi bukan hanya di dalam enclosure , tetapi juga
terjadi di dalam tempat yang terpisah. Seperti perilaku display yang sering
dilakukan oleh Kihi di dekat pintu slide dalam enclosure, sedangkan Kumbo dan
Komu berada di kandang dalam dekat pintu slide. Pada waktu pemberian pakan,
perilaku agonistik sering terjadi, hal ini dilakukan sebagai tanda dominasi untuk
mendapatkan akses pakan yang luas. Selain pada waktu pemberian pakan,
perilaku agonistik juga terlihat pada saat istirahat, hal ini sering dilakukan oleh
Kihi terhadap Kumbo di dalam goa untuk mendapatkan tempat istirahat.
63 48
30
25
Frekuensi (%)
20
15
10
0
Ambil satu Ambil > Pegang Pegang Merobek Merobek
persatu satu dengan 1 dengan 2 dengan dengan
tangan tangan tangan gigi
Pada saat pemberian pakan sering terlihat gorila melakukan play chase
yaitu saling mengejar untuk mendominasi wilayah pakan. Dari ketiga gorila Kihi
yang paling kecil akses untuk mendapatkan pakan, sehingga perlu upaya
pemberian pakan yang lebih pada saat Kihi masuk ke kandang. Hoff dan Maple
(1982), menjelaskan bahwa gorila akan melakukan chest-beating terhadap
individu lain saat terjadinya konflik antara penyerang dengan yang menghindar.
Perilku ini dapat disebabkan adanya perebutan pakan, wilayah maupun gorila
betina.
65
1. Simpulan
1. Kumbo merupakan gorila silverback dominan, hierarki berikutnya adalah
Kihi, Komu, dan Kidjoum
2. Persentase perilaku harian gorila yang tertinggi adalah perilaku makan
sebesar 33,56%, dan perilaku istirahat 29,82%.
3. Kumbo mendominasi makan pada jam-jam pemberian pakan, hal ini karena
Kumbo merupakan gorila silverback dominan yang memiliki akses lebih besar
terhadap pakan.
4. Gorila lebih cenderung mengambil pakan satu persatu langsung dimakan, hal
ini dilakukan untuk mendapatkan pakan yang cepat dan menghindari
perampasan dari individu lain
5. Posisi makan gorila meliputi duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring. Posisi
duduk merupakan perilaku yang paling sering dilakukan.
6. Gorila merupakan hewan omnivora, selain buah dan daun gorila juga
memakan serangga berupa rayap walaupun persentasenya kecil.
7. Adanya perbedaan perilaku harian dan makan gorila setelah matinya kidjoum
2. Saran
Di dalam enclousure gorila perlu kiranya ditanami pohon buah-buahan,
hal ini supaya gorila terlihat aktif untuk memanjat pohon untuk mendapatkan
pakan secara langsung. Penggabungan terhadap Kihi harus terus dilakukan
untuk menghindari sifat soliter yang permanen, hal ini akan menimbulkan stress
yang berkepanjangan akibat tekanan dari tidak nyamanya kandang. Untuk
memenuhi kebutuhan jumlah pakan sebaiknya sebelum di berikan ditimbang
terlebih dahulu sehingga diperoleh jumlah yang tepat yaitu 10% dari berat badan.
Rayap perlu diberikan sebagai makanan suplemen utama, karena mengandung
jumlah protein yang tinggi yaitu 56%.
66
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. et al. 1990. Studi Ekologi Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb 1781)
di Hutan Lindung Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Proyek Peningkatan
Perguruan Tinggi tahun 1989/1990, IPB Bogor.
Brusca RC, Brusca GJ. 1990. Invertebrata. USA. Sinauer Associates, Inc,
Sounderland.
Browning A. 1996. The Truth About Gorillas. New York: Putnam and Sons.
Chinery M. 1984. Dictionary of Animal. New York: Grisewood and Dempsey Co.
Crook JH. 1972. Sosial organization and the environment aspect of contemporary
sosial enthlogy. on Primates, Duance s DQ (ed) Minneapolis: Burger
Publising Company.
Cipolletta C. et al. 2007. Termite feeding by Gorilla gorilla gorilla at bai Hokou,
Central African Republic. Int J Primatology 28;2:257-506.
Dixon AF.1981. The Natural History of The Gorilla. London: Croom Helm Ltd.
Fox EA, Van Schaik CP, Sitompul A, and Wright DN. 2004. Intra and
interpopulational differences in orang-utan (Pongo Pygmaeus ) activity
and diet: Implications for the invention of tool use. Am J Physical
Antropology. 125: 167-174.
67 52
Gatti S. et al. 2004. Population and group structure of western lowland gorillas
(Gorilla gorilla gorilla) at lokoue, Republik of Congo. Am J primatologi. 63:
111-123
Goodal AG, Groves CP. 1977. The Conservation of Eastern Gorillas. Primate
Conservation. New York: Academic Press.
Goodall AG. 1977. Feeding and ranging in Kahuzi gorillas. In Primate Ecology.
TH. Clutton-Brock, ed. London: Academic Press.
Kay RF. 1984. On the use of anatomical features to infer foraging behavior in
extinct primates. In P. S. Rodman and JGH Can [editor ] Adaptations for
Foraging in Nonhuman Primates (pp.21-53). New York: Columbia
University Press.
Magliocca F, Hion GA. 2002. Mineral content as a basic for food selection by
western lowland Gorillas clearing, Am J Primatology, 57: 67-77
Maple TL. 1980. Orang-utan Behavior. New York: Van Hostrand Reinhold
Company.
Maple TL, Hoff MP. 1982. Gorilla Behavior. New York: Van Hostrand Reinhold
Company.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. London: British
(Natural history).
Parnell RJ. 2002. Group size and structure in western lowland gorillas (Gorilla
gorilla gorilla) at mbeli bai, republic of Congo, Am J Primatology 56:193-
206.
Prayogo H, 2006. Kajian tingkah laku dan analisis pakan lutung perak
(Trachypithecus cristatus) di Pusat Primata Schmutzer Taman
Margasatwa Ragunan . [Tesis ] IPB. Bogor.
Remis MJ. 1997. Western lowland gorillas (Gorilla gorilla gorilla) as seasonal
frugivores: use of variable resources, Am J Primatology, 43:87-109.
Rogers ME. et al 2004. Western gorilla diet: A synthesis from six sites. Am J
primatology. 64: 161-172
Schaller GB. 1976. The Mountain Gorilla. Chicago: Chicago University Press.
Simorangkil T. 1997. Komunikasi pada Kera Besar. [Karya Ilmiah ] UNAS Jakarta
Suter H, Oates J. 2000. Population systematic of the gorilla. J Zool. 21: 23-28.
Stoinski.TS. et al. 2002. Urinary androgen and corticoid levels in captive, male
western lowland gorillas (Gorilla g. gorilla): Age-and social group-related
differences. Am J primatology 56:73-87
Tutin CEG. 1996. Raging and social structure of lowland gorillas in the lope
reserve, gabon. In greap ape societies, eds. WC. Mcgrew T, Nishida LA.
Marchant, Cambridge University Press.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Ed ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Watts DP. 1990. Mountain gorilla life histories, reproductive competation and
sexual behavior and some implications for captive husbandry. Zoo Biol,
9:185-200
69