Professional Documents
Culture Documents
Jurnal 12674 PDF
Jurnal 12674 PDF
ABSTRACT
Background: Public Hospital of Area of Semarang represent the public hospital type B
which have used ICD-10 as guidance coding. In the initial survey conducted by researchers
of the 30 documents medical record found as many as 47% of medical record document with
writing code that does not match. to that end, researchers conducted a study to determine
the level of conformity between the writing of the main diagnosis and ICD-10 coding on
public patients at the hospital.
Method: The research use the observation method with the approach crossectional with the
descriptive analytic research type while population from this research are 1323 medical
record documents take care of to lodge by sample 93 document taken by technique
systematic random sampling.
Result: Result of writing main diagnosed code match at medical record documents take
care of lodge counted 83% documents, and main diagnosed not match counted 16,12%
medical record documents take care of lodge. The cause of the discrepancy of the main
diagnosis was writing the main diagnosis was not specific and not pay attention to diagnosis
code sheet-sheet checks. In addition the background coding clerk who has never followed a
training is one of the causes of the discrepancy of the main diagnosis. The conclusion
obtained is that to get a diagnosis code compliance is not only influenced by the writing of
major-specific diagnosis, but also influenced the telitian officer coding as well as the other
factors associated. Therefore, the Clerk to the coding should be given the opportunity to
attend training relating to his duties as officer coding. In addition to the coding clerk should
be more active and conscientious in finding informsi if found major non-specific diagnosis by
analyzing other examination sheet sheets, or if you need to ask the doctor who wrote the
diagnosis.
1. Jenis Penelitian
Keterangan : 7. Pengolahan Data
a. Cross-check (editing)
n = Jumlah sampel
b. Koding
N = Jumlah populasi
c. Calculating
d = tingkat keakurasian atau
8. Analisa Data
kepercayaan 10% (0,1)
Dalam penelitian ini
Dengan demikian didapatkan menggunakan analisa data deskriptif
sampel untuk dokumen rekam yaitu dengan mengunakan tingkat
medis rawat inap sejumlah 93 kesesuaian kode diagnosis utama
dokumen. dokumen rekam medis rawat inap
apakah sesuai dengan keadaan
5. Sumber Data
sebenarnya tanpa melakukan uji
a. Data Primer
statistik.
Dalam penelitian ini data primer
yang digunakan yaitu diagnosis HASIL PENGAMATAN
utama pada lembar masuk dan
Di RSUD Kota Semarang dilakukan
keluar (RM1), serta wawancara
observasi pada lembar masuk dan keluar
langsung pada petugas koding
(RM1). Dari hasil observasi, ditemukan
khususnya tentang pelaksanaan
penulisan diagnosis utama yang tidak
koding indeksing di RSUD Kota
spesifik. Penulisan diagnosis utama yang
Semarang.
tidak spesifik akan mempengaruhi
b. Data Sekunder
ketepatan kode pada diagnosis utama.
6. Pengumpulan Data
a. Metode pengumpulan data Sehubungan dengan ketepatan kode
Cara pengumpulan data yang diagnosis utama pada dokumen rekam
digunakan dengan melakukan medis, masih ditemukan kode yang
pengamatan langsung pada belum sesuai dengan kriteria.
dokumen rekam medis rawat inap Ketidaktepatan kode diagnosis utama
khususnya pada RM1. sering dijumpai didalam penulisan pada
b. Instrumen pengumpulan data karakter ke empat. Ketidaktepatan pada
1) Check-list penulisan kode diagnosis karakter ke
2) ICD-10 Volume 1 dan Volume empat di pengaruhi oleh tidak spesifiknya
3 penulisan pada diagnosis utama yang
3) Wawancara ada.
Hasil penelitian didapat dari total Dyspepsia. Kode yang tepat untuk
sampel sejumlah 93 DRM. Jumlah kode diagnosis Hepatitis adalah B15.9.
diagnosis utama yang tepat 78 DRM 4. KPD (Ketuban Pecah Dini)
(83,87%) dan jumlah kode diagnosis Pada diagnosis KPD (Ketuban Pecah
utama yang tidak tepat sebesar 15 DRM Dini), petugas memberikan kode
(16,13%) rawat inap tahun 2012 triwulan O42.1. Kode yang diberikan pada
I. karakter ke empat tidak tepat, kode
tersebut memang diberikan pada
Dari jenis diagnosis yang ada pada
diagnosis KPD (Ketuban Pecah Dini)
dokumen rekam medis yang digunakan
akan tetapi pada ibu hamil yang
sebagai sampel, ditemukan
ketubannya pecah setelah 24 jam.
ketidaktepatan antara lain :
Pada lembar pemeriksaan penunjang
1. Keloid diketahui bahwa ketuban pecah pada
Pada diagnosis Keloid, petugas saat 16 jam. Kode yang tepat untuk
memberikan kode Z47.0. Kode yang diagnosis KPD (Ketuban pecah Dini)
diberikan tidak tepat, karena kode dengan kondisi tersebut adalah O42.0.
Z47.0 adalah kode yang diberikan 5. Febris
kepada pasien yang follow up care Pada diagnosis Febris, petugas
(datang untuk kontrol) sedangkan memberikan kode J06.9. Kode yang
pasien disini adalah pasien yang diberikan tidak tepat, karena kode
menjalani rawat inap. kode yang tepat tersebut adalah kode untuk penyakit
adalah L91.0. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan
2. Malocclusion Atas). Hasil pemeriksaan fisik,
Pada diagnosis Malocclusion, petugas pemeriksaan penunjang dan
memberikan kode S00.5. Kode yang perjalanan penyakit tidak
diberikan tidak tepat, karena kode memperlihatkan pasien menderita
S00.5 adalah kode yang diberikan batuk pilek atau gejala yang
kepada pasien yang mengalami menunjukkan penyakit ISPA. Kode
trauma karna kecelakaan sedangkan yang sesuai untuk diagnosis Febris
pasien disini adalah pasien yang adalah R50.6.
menderita Malocclusion dengan 6. BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
jahitan pada bibir. Pada diagnosis BBLR (Berat Bayi
3. Hepatitis Lahir Rendah), petugas memberikan
Pada diagnosis Hepatitis, petugas kode Z30.8. Kode yang diberikan tidak
memberikan kode K30. Kode yang tepat. Z30.8 adalah kode yang
diberikan tidak tepat, karena kode K30 digunakan untuk diagnosis Neunatus
adalah kode diagnosis penyakit Aterm. Kode Z30.8 adalah kode yang
diberikan kepada ibu yang melahirkan, pasien juga sangat menentukan kode
bukan pada bayi. Kode yang tepat diagnosis utama.
untuk diagnosis BBLR adalah P07.1 8. DM (Diabetus Melitus)
dengan berat bayi antara 1000-2499 Selain ketidaksesuaian dalam kode
gram. diagnosis utama yang ditulis oleh
7. TB Paru petugas, dalam penelitian ini dijumpai
Pada diagnosis TB Paru, adalah penulisan diagnosis yang kurang
diagnosis yang paling sering dijumpai sesuai. Misalnya pada kasus berikut
dengan penulisan kode yang tidak ini, pasien dirawat dengan diagnosis
tepat. Pada dasarnya kode penyakit utama adalah DM (Diabetus Melitus),
TB Paru yang disertai dengan kode yang diberikan adalah E11.8.
pemeriksaan sputum yang positif Pada dasarnya pasien tersebut
menggunakan kode A15.0, akan tetapi dirawat karena mengalami diare akut
kode diagnosis yang digunakan selama 7hari dan DM adalah penyakit
adalah A16.2. Begitu juga sebaliknya, yang pernah diderita oleh pasien.
diagnosis utama TB Paru yang tidak Penyakit DM tidak pernah muncul di
disertai dengan pemeriksaan sputum riwayat perjalanan penyakit pasien
yang positif diberikan kode A15.0 yang selama periode perawatan. Pada
seharusnya kode yang sesuai adalah kasus seperti ini seharusnya petugas
A16.2. Pemeriksaan sputum pada koding lebih jeli dan teliti lagi. Dan
penyakit TB Paru dapat dilihat di hasil seharusnya petugas koding
pemeriksaan penunjang, pada mengklarifikasi ke dokter yang
pemeriksaan penunjang biasanya bersangkutan. Agar diperoleh
tertera apakah pasien yang diagnosis utama yang sesuai dan
bersangkutan melakukan pemeriksaan kode diagnosis utama yang sesuai
sputum. Jika pasien melakukan dengan koding ICD 10.
pemeriksaan sputum, dapat dilihat
SUMPULAN
apakah sputum pasien bernilai positif
atau negatif. Hal ini membuktikan 1. Ditinjau dari diagnosis utama pada
bahwa petugas koding di RSUD Kota dokumen rekam medis, ditemukan
Semarang kurang teliti dalam penulisan diagnosis yang tidak
menentukan kode diagnosis yang ada, spesifik sehingga kode yang
karena untuk menentukan kode dihasilkan tidak tepat.
diagnosis utama tidak hanya dilihat 2. Ditinjau dari kode diagnosis utama,
dari lembar masuk dan keluar pasien kode yang digunakan oleh petugas
yang bersangkutan. Lembar-lembar tidak mencakup diagnosis yang
pemeriksaan lainnya yang ada di DRM dituliskan. Hal ini dibuktikan
dengan adanya penulisan kode DAFTAR PUSTAKA
diagnosis yang tidak tepat sesuai
Shofari, Bambang. Pengelolaan
dengan diagnosis yang ada.
Sistem Rekam Medis Kesehatan,
3. Ditinjau dari tingkat kesesuaian
Semarang. 2004
kode diagnosis utama yang tepat
sebanyak 76 dokumen rekam Depkes RI Dirjen Pelayanan Medik.
medis rawat inap dan kode Pedoman Pengolahan RM Rumah
diagnosis yang tidak tepat Sakit di Indonesia Revisi 1. Jakarta,
sebanyak 17 dokumen rekam 1997
medis rawat inap.
Depkes RI. Dirjen Yanmed. Pelatihan
4. Ditinjau dari perhitungan
Penggunaan Klasifikasi International
persentase, kode diagnosis utama
Mengenai Penyakit Revisi X (ICD-10).
yang tepat adalah 83,87%
Jakarta. 2000
sedangkan kode diagnosis utama
yang tidak tepat adalah 16,13% Depkes RI. PERMENKES NO
269/MENKES/PER/III.2008.
SARAN
Hapsari, Anita. Tinjauan Penulisan
1. Sebaiknya petugas koding diberikan
Kode ICD-10 Berdasarkan Diagnosa
kesempatan untuk mengikuti pelatihan-
Pertama Pada Lembar Masuk dan
pelatihan yang berkaitan dengan
Keluar Dokumen Rekam Medis RS
tugasnya sebagai petugas koding.
Islam Sultan Agung Triwulan IV Tahun
2. Prosedur tetap yang ada di RSUD
2003. Semarang, 2004.
Kota Semarang sebaiknya
diperbaharui dengan acuan yaitu Kresnowati, Lily. Hand Out ICD-10
prosedur yang ditetapkan oleh tidak dipublikasikan. Semarang. 2005
WHO. Hal ini bertujuan agar dalam
Shofari, Bambang. Pengelolaan
pemberian kode diagnosis,
Sistem Rekam Medis 1 & 2.
petugas koding lebih teliti dan
Semarang, 2004. (tidak dipublikasika)
tetap menggunakan lembar-lembar
pemeriksaan lain sebagai Kresnowati, Lily. Modul Klasifikasi
informasi sebelum menetapkan Tindakan II Morbiditas Coding.
kode. Sehingga kedi diagnosis Semarang, 2012.
yang dihasilkan tepat sesuai
Kresnowati, Lily. & Ariyani, Dessi.
dengan kaidah.
Modul Klasifikasi Penyakit dan
Tindakan I General Koding.
Semarang, 2011.