You are on page 1of 14

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No.

2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN


DALAM UPAYA PENINGKATAN PEREKONOMIAN
DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

Adrianus Kabubu Hudang ABSTRACT


The implementation of regional autonomy aims
Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga
to optimize its resources so that the community
Surabaya welfare and employment increased accompanied
adriansumba@gmail.com by equitable distribution of the fruits of
development. In East Sumba district, one of the
Informasi Artikel potential sectors are agriculture, particularly
Riwayat Artikel in the livestock sector. However, management
at livestock subsector still experiencing various
Diterima tanggal 13 Agustus 2016 obstacles, so that development objectives have not
Direvisi tanggal 18 September 2016 been fully achieved. The purpose of this study is to
Disetujui tanggal 27 Oktober 2016 (1) analyzing the potential and role of the livestock
sector to the economic development in East
Klasifikasi JEL Sumba district, and (2) formulating alternative
development strategy of the livestock sector in
E29
order to boost the economy in East Sumba District.
The analysis tool used is LQ (Location Quotient),
Kata Kunci SSA (Shift Share Analysis), and analysis of SWOT
Pengembangan, (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). The
Peternakan, results of this study indicate that the livestock
LQ, sector is able to contribute or role for the economy
as seen from its ability to meet the growing demand
SSA, from both inside and outside the territory of East
SWOT Sumba district. Strategy development of the
livestock subsector in East Sumba district are: (1)
DOI the provision of infrastructure (roads into the center
10.17970/jrem.16.1602012.ID of the product of the livestock, electricity, water,
and financial institutions, (2) the procurement
of feed industry and processing of livestock, and
(3) enforcement of the rules (laws and customs)
pertaining to the establishment of development
centers, management of communal land, livestock
inter-island trade and other supporting institutions.
Therefore, (i) intensification of livestock raising is
required to provide adequate food and promoting
the availability of infrastructure for the survival
of farms, (ii) required formal enforcement
(enforcement problem of theft of livestock) and
informal (restriction of the number of animals in
a custom implementation of activities) to support
the development of livestock for improving the
welfare of society.

ABSTRAKSI
Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki
daerah agar kesejahteraan masyarakat dan

331
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

lapangan kerja meningkat yang disertai PENDAHULUAN


dengan pemerataan distribusi hasil-hasil Perhatian terhadap pentingnya
pembangunan. Di kabupaten Sumba Timur, pembangunan daerah semakin besar terutama
salah satu sektor potensialnya adalah setelah pelaksanaan otonomi daerah yang
pertanian, khususnya di subsektor peternakan. diperkuat melalui UU No.22/1999 (direvisi
Namun, pengelolaan di subsektor peternakan
dengan UU No.32/2004) tentang Pemerintahan
masih mengalami berbagai hambatan sehingga
Daerah dan UU No.25/1999 (direvisi dengan
tujuan pembangunan belum sepenuhnya
tercapai. Tujuan dari penelitian ini adalah UU No.33/2004) tentang Perimbangan
untuk (1) menganalisis potensi dan peran Keuangan Pusat dan Daerah. Munculnya kedua
subsektor peternakan terhadap pembangunan UU tersebut sebagai dasar bagi Pemerintah
ekonomi di Kabupaten Sumba Timur, dan (2) Daerah untuk mengoptimalkan segala potensi
merumuskan alternatif strategi pengembangan yang dimiliki bagi pembangunan di daerah,
subsektor peternakan dalam rangka yang tidak hanya mengejar pertumbuhan
meningkatkan perekonomian di Kabupaten ekonomi, tetapi juga berupaya menciptakan
Sumba Timur. Alat analisis yang digunakan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya
adalah LQ (Location Quetion), SSA (Shift melalui peningkatan laju pembangunan di
Share Analysis), dan analisis SWOT (strength,
wilayah kurang berkembang (Rustiadi, et.al,
weakness, opportunity, threat). Hasil penelitian
2009). Pada era otonomi, daerah diberikan
ini menunjukkan bahwa subsektor peternakan
mampu memberikan kontribusi atau peranan kewenangan yang luas untuk mengembangkan
yang besar bagi perekonomian yang terlihat potensi ekonomi, sosial, politik dan budaya.
dari kemampuannya memenuhi permintaanm Salah satu bentuk peluang itu adalah adanya
baik dari dalam maupun luar wilayah kabupaten penajaman orientasi pembangunan yang
Sumba Timur. Strategi pengembangan berbasis pada potensi daerah, dimana masing-
subsektor peternakan di kabupaten Sumba masing daerah didorong tidak hanya untuk
Timur adalah: (1) penyediaan infrastruktur lebih mampu mengambil peran dan prakarsa
(jalan ke sentra produksi ternak, listrik, dalam perencanaan pembangunan, tetapi
air, dan lembaga keuangan, (2) pengadaan juga untuk lebih mampu mengekplorasi dan
industri pakan dan pengolahan hasil-hasil
mengeksploitasi sumber daya secara optimal
ternak, serta (3) penegakan aturan (hukum
guna mensejahterahkan rakyat setempat/
dan adat) yang berkaitan dengan penetapan
sentra pengembangan, pengelolaan lahan masyarakat (Bahar, 2006).
komunal, perdagangan antarpulau ternak dan Pembangunan sektor pertanian merupakan
kelembagaan penunjang lainnya. Oleh sebab salah satu aspek penting pembangunan daerah.
itu, diperlukan; (i) intensifikasi pemeliharaan Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub
ternak dengan menyediakan makanan yang sektor, yaitu: tanaman pangan, perkebunan,
memadai serta didukung dengan ketersediaan peternakan, perikanan dan kehutanan. Sektor
infrastruktur bagi kelangsungan peternakan, pertanian memegang peranan penting dalam
(ii) penegakan aturan formal (penindakan
keseluruhan perekonomian baik nasional
masalah pencurian ternak) dan informal
(pembatasan jumlah ternak dalam kegiatan
maupun regional karena masih banyaknya
pelaksanaan adat) dalam rangka mendukung penduduk yang menggantungkan hidupnya
pengembangan ternak bagi peningkatan pada sektor tersebut. Sektor pertanian
kesejahteraan masyarakat. juga mampu bertahan di saat krisis yang
melanda bangsa Indonesia tahun 1998
karena pemanfaatan sumberdayanya berasal
dari domestik. Pembangunan pertanian ini
sebagai penggerak utama perekonomian yang

332
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

berdampak pada penciptaan lapangan kerja ternak khususnya ternak besar yaitu sapi,
dan peningkatan pendapatan masyarakat, yang kuda, kerbau dan kambing/domba. Peranan
akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk ternak di Sumba Timur tidak hanya memiliki
miskin terutama di daerah pedesaan. nilai ekonomis tetapi juga nilai budaya yang
Salah satu daerah yang memiliki potensi tinggi khususnya dalam urusan pernikahan
besar di sektor pertanian adalah kabupaten sebagai mas kawin, dan kematian. Hal ini
Sumba Timur, provinsi Nusa Tenggara Timur. yang menyebabkan hampir semua masyarakat
Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi memiliki ternak tersebut. Dilihat dari jumlah
besar dalam sektor pertanian, khususnya ternak yang dipelihara tahun 2014, kabupaten
subsektor peternakan. Kabupaten Sumba Sumba Timur merupakan kabupaten yang
Timur memiliki potensi pengembangan ternak menghasilkan ternak terbanyak kelima di
terutama ternak besar (Ruminansia) seperti provinsi NTT. Tabel 1 diatas adalah kondisi
sapi, kerbau, kuda, kambing atau domba. populasi ternak di Nusa Tenggara Timur
Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi menurut Kabupaten/Kota.

Tabel 1.
Jumlah Populasi Ternak dan Jenis Ternak Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2014 (ribu ekor)
No Kabupaten/Kota Sapi Kerbau Kuda Kambing/Domba
1 Sumba Barat 1.494 9.981 5.055 3.967
2 Sumba Timur 60.966 34.422 32.889 50.712
3 Kupang 149.244 877 9.562 39.789
4 Timor Tengah Utara 180.956 327 5.766 43.463
5 Timor Tengah Selatan 114.945 359 2.769 22.033
6 Belu 54.350 929 3.228 11.384
7 Lembata 4.974 69 177 34.924
8 Alor 4.894  - 1.883 38.987
9 Flores Timur 1.881 5 2.894 75.502
10 Sikka 15.334 1.354 3.661 46.699
11 Ende 31.629 1.867 2.942 28.573
12 Ngada 29.315 7.198 6.177 14.555
13 Manggarai 22.699 5.268 1.265 22.826
14 Rote Ndao 53.464 10.527 5.176 84.182
15 Manggarai Barat 9.598 19.687 1.361 12.835
16 Sumba Tengah 7.475 6.620 8.848 5.091
17 Sumba Barat Daya 2.615 12.300 6.220 4.300
18 Nagekeo 31.253 5.922 3.839 44.585
19 ManggaraiTimur 12.608 9.158 5.910 20.522
20 SabuRaijua 3.503 7.061 1.930 59.908
21 Malaka 67.055 474 1.338 6.675
22 Kota Kupang 5.479 52 58 5.500
  Jumlah 865.731 134.457 112.948 677.012
Sumber: BPS NTT, 2015

333
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Walaupun Kabupaten Sumba Timur ini adalah untuk (1) menganalisis potensi
memiliki jumlah populasi ternak terbesar dan peran subsektor peternakan terhadap
kelima provinsi NTT, namun ketersediaannya pembangunan ekonomi di Kabupaten Sumba
belum mampu memenuhi kebutuhan baik lokal Timur, serta (2) merumuskan alternatif
maupun nasional. Secara lokal, ketersediaan strategi pengembangan subsektor peternakan
yang terbatas ini ditunjukkan oleh harga dalam rangka meningkatkan perekonomian di
jual yang sangat tinggi, khususnya pada Kabupaten Sumba Timur.
ternak besar seperti sapi, kuda dan kerbau.
Kendala dalam pengembangan subsektor TINJAUAN PUSTAKA
peternakan ditinjau dari sisi produksi adalah Perencanaan dan Pengembangan
sistem peternakan yang masih tradisional Perencanaan pembangunan mencakup
dengan pola penggembalaan, jumlah dan siapa dan bagaimana cara melakukan untuk
kualitas makanan terbatas, infrastruktur kondisi dan kemampuan yang dimiliki daerah
yang mendukung pengembangan ternak serta untuk terciptanya pembangunan yang
terbatas, masih maraknya perdagangan ternak efektif dan efisien. Definisi perencanaan
hidup tanpa kendali sehingga berpeluang pembangunan adalah usaha pemerintah untuk
menyebarkan penyakit dan tidak terjaminnya mengordinasikan semua keputusan ekonomi
kualitas dan keamanan produk. Sedangkan dalam jangka panjang untuk mempengaruhi
dari sisi konsumsi, terjadi kesenjangan antara secara langsung dan untuk mengendalikan
penawaran dan permintaan terutama pada variabel ekonomi (pendapatan, ekonomi dan
pelaksanaan hari raya, khususnya daging sapi lain-lain) suatu negara atau daerah dalam
sehingga harus dipenuhi dari impor. rangka mencapai tujuan pembangunan.
Pembangunan subsektor peternakan Jadi perencanaan pembangunan ekonomi
di kabupaten Sumba Timur memiliki daerah bisa dianggap sebagai perencanaan
peran potensial sebagai penyedia protein untuk memperbaiki penggunaan sumber-
hewani, penyedia bahan baku bagi industri, sumberdaya publik yang tersedia di daerah
penyerapan tenaga kerja dan investasi, tersebut dan untuk memperbaiki ekonomi di
sehingga akan meningkatkan kondisi daerah (Yulia, 2015).
kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera Saefulhakim (2003) mengartikan
melalui peningkatan output dan pendapatan pembangunan sebagai suatu proses perubahan
dengan memanfaatkan beberapa hasil dari yang terencana (terorganisasikan) ke arah
produk-produk peternakan seperti listrik, tersedianya alternatif-alternatif atau pilihan-
pupuk, produk-produk hewani (daging, pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan
telur, susu). Oleh sebab itu untuk mengatasi tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai
permasalahan dalam subsektor peternakan dengan tata nilai yang berkembang di dalam
ini diperlukan perencanaan pengembangan masyarakat. Sedangkan, pengembangan
subsektor peternakan, yang diharapkan dapat mengandung konotasi pemberdayaan,
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kedaerahan, kewilayahan dan atau proses
masyarakat sehingga memberikan kontribusi meningkatkan. Pengembangan berarti
yang besar bagi pembangunan ekonomi dan melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau
sekaligus juga mempercepat pertumbuhan tidak membuat sesuatu yang sebelumnya
ekonomi. Pembangunan di sektor peternakan tidak ada, melainkan melakukan sesuatu
ini diharapkan juga mampu menarik dan yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas
mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam
di kabupaten Sumba Timur. Tujuan penelitian hal pengembangan ekonomi masyarakat

334
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

tersirat pengertian bahwa masyarakat di suatu adalah untuk memenuhi kebutuhan protein
wilayah telah memiliki kapasitas tetapi perlu asal ternak, memperluas kegiatan industri
ditingkatkan lagi. Meskipun demikian secara dan perdagangan, memanfaatkan tenaga kerja
hakiki pengertian pengembangan dengan anggota keluarga dan mempertinggi daya
pembangunan umumnya sama dan dapat guna tanah.
dipertukarkan (Rustiadi et al., 2009). Bahar (2006) mengemukakan bahwa
peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang
Keterkaitan Subsektor Peternakan dengan meningkatnya pendapatan perkapita
Suatu usaha peternakan merupakan merupakan peluang dalam usaha peternakan,
kegiatan yang bersifat generatif dimana karena akan semakin meningkatkan jumlah
manusia meningkatkan faktor-faktor produksi kebutuhan konsumsi terhadap hasil-hasil
melalui proses produksi ternak. Dalam proses peternakan. Sementara itu tujuan penataan
ini diharapkan suatu kegunaan yang optimal kawasan dalam sub sektor peternakan akan
dalam bentuk daging, telur, susu, tenaga mengakibatkan peningkatan pendapatan
kerja dan pupuk (Tohir 1983). Menurut perkapita melalui peningkatan daya beli
Supardi (2003) pembangunan pertanian masyarakat, karena produk peternakan
berbasis sektor peternakan bertujuan untuk memiliki nilai income elasticity of demand
meningkatkan pendapatan petani peternak, (perubahan tingkat konsumsi akibat dari
pemerataan kesempatan kerja, perekonomian perubahan pendapatan). Selanjutnya akan
dan pemenuhan kebutuhan protein hewani menyebabkan perkembangan sektor lain
dalam rangka pembangunan nasional sebagai seperti industri dan jasa (catering, pariwisata,
program strategis yang perlu dikembangkan hotel dan restoran) serta turut memacu
dalam bidang agribisnis melalui pola sistem permintaan akan produk peternakan (create
pertanian terpadu (integrated farming demand) berupa pasar hasil olahan dari
system). Selain itu, tujuan usaha peternakan daging, telur dan susu.

METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Potensi Subsektor Peternakan di Permasalahan Pengembangan
Kabupaten Sumba Timur: Subsektor di Kabupaten
- Populasi ternak (ruminansia) yang Sumba Timur:
cukup besar (nilai ekonomi dan - Sisi produksi
budaya) - Sisi konsumsi
- Fisik lahan (padang sabana)

Perencanaan Pengembangan
Subsektor Peternakan

- Meningkatkan ketersediaan ternak


o Sumber protein
o Penyedia bahan baku industri
o Investasi
o Penyerap tenaga kerja
- Meningkatkan pendapatan masyarakat
- Mendorong sektor-sektor lainnya

AnalisisLQ AnalisisSSA AnalisisSWOT


(Location Quetiont) (Shift Share Analysis) (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
5

Strategi Pengembangan Subsektor


Peternakan di Kab. Sumba Timur

335
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Jenis dan Sumber Data Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai


Penelitian ini menggunakan pendekatan berikut:
kuantitatif. Data yang digunakan adalah • Apabila nilai LQij > 1, menunjukkan
berupa data sekunder. Data jumlah ternak dan bahwa sektor/subsektor di Kabupaten
PDRB untuk Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Timur merupakan sektor basis/
PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta komoditas unggulan atau mempunyai
data-data lain yang terkait diperoleh melalui pangsa relatif lebih besar dibandingkan
publikasi dari Badan Pusat Statitik Kabupaten sektor/komoditas di Provinsi NTT.
dan Provinsi. • Apabila nilai LQij = 1, menunjukkan
bahwa sektor/subsektor di Kabupaten
Teknik Analisis Data Sumba Timur setara dengan sektor basis/
Location Quotient (LQ) komoditas di Provinsi NTT.
Metode LQ merupakan metode analisis • Apabila nilai LQij < 1, menunjukkan
yang umum digunakan sebagai penentu bahwa sektor/subsektor di Kabupaten
analisis ekonomi basis yang dikembangkan Sumba Timur tergolong sektor nonbasis/
oleh Rubert Murray Haig pada tahun komoditas non unggulan atau mempunyai
1928(Daryanto dan Hafizrianda, 2010). pangsa relatif kecil dibandingkan sektor/
Analisis LQ ini digunakan untuk mengetahui komoditas tersebut di Provinsi NTT.
aktivitas (sektor/sub-subsektor) unggulan di
suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah
yang lebih luas pada suatu waktu tertentu. Shift Share Analysis (SSA)
Asumsi yang digunakan dalam analisis ini Shift Share Analysis merupakan teknik
adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif analisis untuk mengetahui pergeseran struktur
seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat sektor/subsektor di suatu wilayah tertentu
seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan dibandingkan dengan cakupan wilayah yang
produk yang sama. Analisis LQ dalam lebih luas pada dua titik waktu. Pemahaman
penelitian ini dipakai untuk menentukan struktur aktivitas dari hasil analisis SSA
sektor/subsektor yang memiliki keunggulan juga menjelaskan kemampuan berkompetisi
komparatif di Kabupaten Sumba Timur. Secara (competitiveness) sektor/subsektor tertentu
matematik, perhitungan LQ dilakukan dengan di suatu wilayah secara dinamis atau
menggunakan formulasi sebagai berikut: perubahan sektor/subsektor dalam cakupan
wilayah lebih luas. Kelebihan analisis SSA
L
Q =
X ij X i dibandingkan LQ (Daryanto dan Hafizrianda,
ij
X j X 2010) adalah (i) lebih bersifat dinamis
dimana: karena memperhitungkan faktor waktu,
LQij = Nilai LQ untuk sektor/subsektor ke-j (ii) perubahan struktur ekonomi wilayah
di wilayah ke-i (Kab. Sumba Timur) yang didekomposisi dalam tiga komponen
Xij = PDRB sektor/subsektor ke-j di pertumbuhan yaitu: komponen pertumbuhan
wilayah ke-i (Kab. Sumba Timur) regional (PR), pergeseran proporsional (PP),
Xi = Total PDRB sektor/subsektor di dan pergeserandifferensial (PD). Berikut
wilayah ke-i (Kab. Sumba Timur) persamaan matematiknya, adalah:
Xj = PDRB sektor/subsektor ke-j di ∆Yi= PRi + PPij + PDij
wilayah ke-i (Provinsi NTT) Atau secara rinci dapat dinyatakan :
X = Total PDRB sektor/subsektor di Y’ij-Yij = ∆Yi = Yij(Ra-1) + Yij(Ri-Ra)
wilayah ke-i (Provinsi NTT) + Yij(ri-Ra)
dimana:

336
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

∆Yij = Perubahan dalam pendapatan sektor ke-i pada wilayah ke-j


Yij = PDRB sektor ke-i pada wilayah ke-j pada tahun dasar analisis
Y’ij = PDRB sektor ke-i pada wilayah ke-j pada tahun akhir analisis
Yi = PDRB sektor ke-i di seluruh wilayah penelitian pada tahun dasar
analisis
Y’i = PDRB sektor ke-i di seluruh wilayah penelitian pada tahun akhir
analisis
Y.. = PDRB seluruh sektor pada tahun dasar analisis
Y’.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pada tahun akhir analisis
Ra = Y’../ Y..
Ri = Y’i../ Yi..
ri = Y’ij/ Yij

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah suatu wilayah tidak memiliki daya saing
sebagai berikut: dibandingkan dengan sektor/subsektor
• Pertumbuhan Regional (PRij) yang yang sama pada wilayah diatasnya.
bernilai positif mengandung makna bahwa
wilayah tersebut tumbuh lebih cepat Analisis SWOT
dibandingkan pertumbuhan di provinsi Dalam rangka menyusun perencananaan
NTT rata-rata. Sedangkan, yang bertanda sektor/subsektor digunakan analisis SWOT
negatif memberi suatu indikasi bahwa dengan memetakan kekuatan (strength),
pertumbuhan regional suatu wilayah kelemahan (weakness), peluang (opportunity)
lebih lambat dibandingkan pertumbuhan dan ancaman/tantangan (threat). Berdasarkan
provinsi NTT rata-rata. identifikasi SWOT di atas, maka disusun
• Pergeseran Proporsional (PP) yang strategi pengembangan subsektor peternakan
bernilai positif memberi suatu indikasi dalam upaya meningkatkan perekonomian di
bahwa sektor/subsektor ke-i (regional) kabupaten Sumba Timur.
merupakan sektor/subsektor yang maju,
sektor/subsektor tersebut tumbuh lebih HASIL DAN PEMBAHASAN
cepat daripada pertumbuhan ekonomi Perekonomian di Kabupaten Sumba
secara keseluruhan. PP bernilai negatif Timur
mengindikasikan bahwa sektor/subsektor Kinerja perekonomian di kabupaten
tersebut merupakan sektor/subsektor Sumba Timur diukur dari nilai PDRB-nya.
terbelakang dan lamban dibandingkan Tabel 2 di bawah ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan nasional rata-rata. kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB
• Pergeseran Diferensial (PD) yang bernilai Kabupaten Sumba Timur adalah yang
positif menunjukkan daya saing yang paling besar, dengan nilai rata-rata 34,79%.
dimiliki suatu sektor/subsektor ke-i suatu Selanjutnya, sektor jasa-jasa memberi
wilayah dibandingkan dengan sektor/ kontribusi sebesar 26,29 persen dan sektor
subsektor yang sama pada wilayah perdagangan, restoran dan hotel sebesar 18,11
pembanding (wilayah satu atau dua persen. Selanjutnya apabila dilihat dari
tingkat di atas, bisa menggunakan cakupan subsektor pertanian maka kontribusi tanaman
nasional). PD yang bernilai negatif bahan makanan sebesar 16,55 persen dan
menunjukkan bahwa sektor/subsektor ke-i peternakan sebesar 14,28 persen. Tabel 2 di

337
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

bawah ini menjelaskan distrubusi PDRB kabupaten Sumba Timur menurut lapangan usaha.

Tabel 2.
Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
di Kabupaten Sumba Timur Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2013 (%)
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
1. Pertanian 35,28 34,98 34,62 34,27 34,79
a. Tanaman Bahan Makanan 16,50 16,52 16,56 16,61 16,55
b. Tanaman Perkebunan 1,44 1,44 1,44 1,45 1,44
c. Peternakan 14,75 14,47 14,13 13,79 14,28
d. Kehutanan 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
e. Perikanan 2,54 2,49 2,44 2,38 2,46
2. Pertambangan dan Penggalian 1,70 1,66 1,62 1,57 1,64
3. Industri Pengolahan 1,47 1,40 1,42 1,45 1,44
4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,27 0,28 0,29 0,29 0,28
5. Bangunan /Konstruksi 8,24 7,85 7,65 7,39 7,78
6. Perdag, Restoran dan Hotel 17,77 18,03 18,22 18,43 18,11
7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,27 6,12 5,92 5,72 6,01
8. Keu., Persewaan dan Jasa Perush. 3,51 3,61 3,71 3,82 3,66
9. Jasa-jasa 25,49 26,04 26,56 27,06 26,29
PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Sumba Timur, 2015.

Kontribusi subsektor peternakan kuda dan kerbau dalam dua tahun terakhir
di Kabupaten Sumba Timur terutama mengalami pertumbuhan atau perkembangan
ternak besar belum sepenuhnya menjamin yang negatif.
ketersediaannya secara terus-menerus
karena menghadapi kendala dalam sistem
pengelolaannya yang umumnya masih sangat
tradisional dengan sistem ekstensif yaitu
membiarkan ternak di padang rumput untuk
mencari makanan sendiri, sehingga memiliki
resiko yang tinggi terhadap ketidakterjaminan
dalam hal; makanan ternak, keamanan dari
pencurian, dan pengrusakan makanan pangan
dan lingkungan penduduk. Hal ini dibuktikan
dengan jumlah ketersediaan ternak besar
yang berfluktuasi akibat sistem pemeliharaan
ekstensif dan maraknya perdagangan
ternak yang ilegal. Ternak sapi yang sedikit
mengalami pertumbuhan positif pada tahun
2014, meskipun tahun 2013 sempat mengalami
pertumbuhan yang negatif. Sedangkan ternak

338
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

Tabel 3.
Jumlah populasi Ternak Besar di Kabupaten Sumba Timur
Menurut Jenis dan Perkembangannya, Tahun 2010 – 2014 (ribu ekor)
Sapi Kuda Kerbau
Tahun Jumlah Pertumbuhan Jumlah Pertumbuhan Jumlah Pertumbuhan
(%) (%) (%)
2010 42.695 19,02 36.195 25,66 31.848 7,23
2011 46.497 8,91 34.344 -5,11 32.000 0,48
2012 49.920 7,36 32.667 -4,88 37.295 16,55
2013 47.902 -4,04 31.757 -2,79 36.541 -2,02
2014 50.435 5,29 29.336 -7,62 34.469 -5,67
Sumber: BPS Sumba Timur, 2015
Berdasarkan pada kondisi subsektor Berdasarkan hasil analisis LQ pada Tabel
peternakan yang memiliki potensi yang cukup 4 di bawah ini menunjukkan bahwa terdapat
tinggi untuk dikembangkan dengan didukung delapan sektor/subsektor perekonomian
oleh kondisi geografis wilayah yang sesuai di kabupaten Sumba Timur yang menjadi
bagi pengembanga ternak. Namun disisi basis, yaitu: peternakan, pertambangan dan
yang lain berbagai hambatan-hambatan yang penggalian, industri pengolahan, bangunan,
menyebabkan potensi subsktor peternakan ini perdagangan besar dan eceran, bank, sewa
belum mampu dimanfaatkan secara optimal. bangunan dan swasta. Pada sektor pertanian,
Oleh sebab itu, dalam rangka pengembangan hanya subsektor peternakan yang merupakan
peternakan di Kabupaten Sumba Timur sektor basis dengan nilai rata-rata LQ tahun
dibutuhkan perencanaan pengembangan 2010-2013 sebesar 1,34. Hal ini berarti
subsektor peternakan sehingga mampu subsektor peternakan memiliki keunggulan
mendorong perekonomian di daerah tersebut. dalam perekonomian di Kabupaten Sumba
Timur. Kondisi ini selaras dengan kontribusi
Peran Subsektor Peternakan dalam sektor pertanian yang mencapai rata-rata
Perekonomian di Sumba Timur 34,79 persen terhadap PDRB kabupaten
Sektor perekonomian di suatu wilayah Sumba Timur.
pada dasarnya terdiri dari sektor basis dan non
basis. Sektor basis yaitu sektor ekonomi yang
memenuhi permintaan pasar atas barang-
barang dan jasa-jasa kelur batas perekonomian
suatu wilayah. Sektor ini tergantung pada
banyaknya sumberdaya yang dimiliki, dimana
semakin banyak sumberdaya yang dimiliki
maka semakin selain akan dapat memenuhi
kebutuhan wilayah bersangkutan juga dapat
memenuhi permintaan dari luar batas wilayah
tersebut. Sektor non basis hanya dapat
memenuhi permintaan dari dalam wilayah itu
sendiri.

339
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Tabel 4.
Hasil Analisis Location Quetion (LQ) di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010-2013
Rata- Basis/Non
2010 2011 2012 2013
No Sektor rata Basis
1 Tanaman bahan makanan 0,89 0,94 0,99 1,03 0,96 Non Basis
2 Tanaman perkebunan 0,33 0,35 0,35 0,35 0,35 Non Basis
3 Peternakan 1,37 1,36 1,32 1,30 1,34 Basis
4 Kehutanan 0,21 0,21 0,20 0,20 0,20 Non Basis
5 Perikanan 0,69 0,69 0,66 0,65 0,67 Non Basis
6 Pertambangan & penggalian 1,26 1,24 1,19 1,16 1,21 Basis
7 Industri pengolahan 1,01 0,98 0,99 1,03 1,00 Basis
8 Listrik 0,70 0,68 0,69 0,69 0,69 Non Basis
9 Air bersih 0,44 0,42 0,42 0,40 0,42 Non Basis
10 Bangunan/konstruksi 1,33 1,26 1,19 1,15 1,23 Basis
Perdagangan besar &
11 ecerean 1,06 1,04 1,03 1,01 1,03 Basis
12 Perhotelan 0,46 0,44 0,43 0,41 0,44 Non Basis
13 Restoran/rumah makan 0,57 0,60 0,60 0,60 0,59 Non Basis
14 Angkutan 0,95 0,92 0,88 0,85 0,90 Non Basis
15 Komunikasi 0,49 0,45 0,43 0,42 0,45 Non Basis
16 Bank 1,04 1,04 1,07 1,06 1,05 Basis
Lembaga keuangan bukan
17 bank 0,62 0,60 0,59 0,58 0,60 Non Basis
18 Sewa bangunan 1,04 1,02 0,98 0,96 1,00 Basis
19 Jasa perush 0,77 0,73 0,69 0,66 0,71 Non Basis
20 Pemerintah umum 0,83 0,81 0,83 0,84 0,83 Non Basis
21 Swasta 1,59 1,59 1,56 1,53 1,57 Basis
Sumber: BPS Sumba Timur, 2013 (diolah)

Sementara itu, analisis shift share dan eceran serta pemerintahan umum. Namun
bertujuan untuk menganalisis perubahan dilihat dari pergeseran diferensial yang
sektor/subsektor pada dua titik waktu di suatu menunjukkan daya saing sektor/subsektor
wilayah. Dengan kata lain analisis ini dapat yang memiliki nilai positif. Subsektor
mengetahui bagaimana perkembangan suatu peternakan menunjukkan hasil negatif
sektor/subsektor di suatu wilayah dibandingkan (-5.526,89), yang berarti bahwa subsektor
secara relatif dengan sektor-sektor lainnya. peternakan tidak memiliki daya dibandingkan
Berdasarkan Tabel 5 di bawah ini dapat dengan sektor-sektor lainnya.
diketahui posisi subsektor peternakan, dimana
hasil pertumbuhan proporsional menunjukkan
subsektor peternakan memiliki nilai positif
sebesar 140.677,63 dan subsektor ini mampu
bertumbuh lebih cepat dan tertinggi bersama
duasubsektor lainnya yaitu perdagangan besar

340
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

Tabel 5.
Hasil Analisis Shift Share Analysis (SSA) di Kabupaten Sumba Timur
Pertumbuhan Pertumbuhan Pergeseran
Sektor Total SSA
Regional Proporsional Differensial
1 Tanaman bahan makanan 20.697,67 140.214,42 18.203,23 179.115,33
2 Tanaman perkebunan 1.801,38 13.273,68 670,97 15.746,02
3 Peternakan 18.503,84 140.677,63 (5.526,89) 153.654,58
4 Kehutanan 66,78 502,51 (37,57) 531,73
5 Perikanan 3.181,55 24.331,78 (1.020,92) 26.492,40
6 Pertambangan & penggalian 2.128,45 16.617,72 (1.110,35) 17.635,83
7 Industri pengolahan 1.839,94 13.773,84 252,40 15.866,18
8 Listrik 284,13 2.485,55 (33,85) 2.735,83
9 Air bersih 56,09 430,37 (30,19) 456,28
10 Bangunan/konstruksi 10.340,95 83.371,09 (9.730,08) 83.981,96
11 Perdagangan besar & ecerean 21.971,10 185.228,28 (7.187,24) 200.012,14
12 Perhotelan 121,65 996,72 (102,07) 1.016,30
13 Restoran/rumah makan 195,44 1.645,14 60,22 1.900,80
14 Angkutan 6.856,34 53.721,89 (4.567,78) 56.010,45
15 Komunikasi 1.012,43 8.497,25 (1.045,97) 8.463,71
16 Bank 2.479,02 22.488,97 388,05 25.356,03
17 Lembaga keuagan bukan
bank 690,26 5.777,72 (342,03) 6.125,95
18 Sewa bangunan 1.099,90 8.586,71 (559,09) 9.127,52
19 Jasa perusahaan 130,59 1.032,21 (119,26) 1.043,53
20 Pemerintahan umum 19.232,14 165.778,76 1.044,57 186.055,47
21 Swasta 12.734,95 99.903,92 (3.022,20) 109.616,68

Jumlah 125.424,58 989.336,16 (13.816,05) 1.100.944,70


Sumber: BPS Sumba Timur dan NTT Dalam Angka, 2013 (Diolah)

Hasil analisis LQ dan SSA, dimana subsektor peternakan belum mampu bersaing
sektor/subsektor yang diklasifikasikan dengan sektor/subsektor lainnya. Kondisi ini
seperti terlihat dalam Tabel 6. Secara khusus disebabkan antara lain sistem pengelolaan
subsektor peternakan memiliki LQ > 1 tetapi peternakan yang masih tradisional karena
Diferensial Shift negatif. Hal ini menunjukkan sumberdaya manusia yang rendah serta
bahwa meskipun subsektor peternakan infrastruktur pendukung yang terbatas.
mampu memberikan kontribusi yang besar
bagi perekonomian dan juga memehuhi
permintaan baik dari dalam maupun luar
wilayah sehingga mendatangkan pendapatan
bagi masyarakat di wilayah tersebut, namun

341
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Tabel 6.
Rangkuman Hasil Analisis LQ dan SSA di Kabupaten Sumba Timur
Kontribusi Sektoral
Terhadap PDRB
LQ > 1 LQ < 1
Pertumbuhan Sektoral
Diff. Shift (+) Industri pengolahan; Bank Tanaman bahan makanan;
Tanaman perkebunan;
Kehutanan; Perikanan; Restoran/
rumah makan; Pemerintahan
Umum
Diff. Shift (-) Peternakan; Kehutanan; Perikanan; Listrik;
Pertambangan & Air Bersih; Perhotelan;
penggalian; Bangunan/ Angkutan; Komunikasi;
konstruksi; Perdagangan Lembaga keuangan bukan bank;
besar & eceran; Sewa Jasa perusahaan
bangunan; Swasta

Analisis Strategi Pengembangan Subsektor berpengaruh pada ketersediaan makanan


Peternakan ternak terutama yang berasal dari
rerumputan, sehingga mempengaruhi
Faktor Internal kebiasaan masyarakat untuk membakar
• Kekuatan padang agar bisa mendapatkan rumput
Secara geografis, wilayah Kabupaten hijau yang baru bagi makanan ternak.
Sumba Timur memiliki potensi khususnya Selain itu, ketidakterjaminan makanan
untuk pengembangan ternak besar karena ternak menyebabkan banyak ternak yang
wilayahnya merupakan hamparan padang mati. Sistem penggembalaan secara
sabana yang luasnya sekitar 477.157 ekstensif ini juga sangat rawan dengan
ha (68,16 % dari luas wilayah Sumba tindakan pencurian, yang mengakibatkan
Timur sebesar 7000,km2/ 700.050 ha). populasi ternak ikut menurun.
Ternak yang banyak dikembangkan
oleh masyarakat setempat adalah sapi, Faktor Eksternal
kuda dan kerbau karena memiliki nilai • Peluang
ekonomis yang tinggi dan nilai sosial Permintaan yang besar sebagai potensi
budaya yang besar. Jenis ternak sapi yang pasar akan kebutuhan ternak baik dari luar
dipelihara adalah sapi ongole yang berasal wilayah maupun dalam wilayah sendiri.
dari India dan mampu bertahan hidup di Permintaan ternak dari luar wilayah
daerah kering (musim kemarau sekitar 7 khususnya ternak sapi untuk pemenuhan
– 8 bulan). kebutuhan daging dan kebutuhan sosial
dari beberapa daerah di Indonesia. Bahkan
• Kelemahan pemerintah Indonesia secara khusus
Lamanya musim kemarau di Sumba pun telah menetapkan daerah Sumba
Timur serta sistem pemeliharaan Timur untuk pengembangan ternak
ternak masyarakat umumnya dengan sapi yang dimulai pada masa presiden
menggembalakan di padang sangat Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan

342
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT Volume 16, No. 2, Juli - Desember
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) (Semester II) 2016,
Halaman 331-344

permintaan ternak dari dalam wilayah aturan (hukum dan adat) yang berkaitan
terutama berkaitan dengan kebutuhan dengan penetapan sentra pengembangan,
daging dan kebutuhan sosial untuk urusan pengelolaan lahan komunal, perdagangan
sosial-budaya seperti urusan perkawinan antarpulau ternak dan kelembagaan
dan kematian. penunjang lainnya.

• Ancaman Saran
Merebaknya penyakit ternak akan 1. Perlunya intensifikasi pemeliharaan
mempengaruhi tingkat keamanan dan ternak dengan menyediakan makanan
produksi ternak. Isu penyakit ternak yang memadai serta didukung dengan
seperti antrax, avian influence, pemalsuan/ ketersediaan infrastruktur bagi
kecurangan pada perlakuan daging/ternak kelangsungan peternakan.
sangat mempengaruhi kondisi peternakan 2. Perlunya penegakan aturan formal
di Kabupaten Sumba Timur. (penindakan masalah pencurian ternak)
dan informal (pembatasan jumlah ternak
Sebab itu, strategi untuk pengembangan dalam kegiatan pelaksanaan adat) dalam
subsektor peternakan adalah: (i) penyediaan rangka mendukung pengembangan
infrastruktur (jalan ke sentra produksi ternak, ternak bagi peningkatan kesejahteraan
listrik, air, lembaga keuangan) (ii) pengadaan masyarakat.
industri pakan dan pengolahan hasil-hasil
ternak, (iii) penegakan aturan (hukum dan
adat) yang berkaitan dengan penetapan Daftar Pustaka
sentra pengembangan, pengelolaan lahan Bahar, Zul Amry (2006). Strategi
komunal, perdagangan antarpulau ternak dan Pengembangan Peternakan Dalam
kelembagaan penunjang lainnya. Rangka Meningkatkan Peran Subsektor
Peternakan di Kabupaten Bengkalis.
KESIMPULAN DAN SARAN [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut
Kesimpulan Pertanian Bogor.
1. Subsektor peternakan memiliki LQ > 1, BPS (2013). Sumba Timur Dalam Angka
tetapi Diferensial Shift negatif. Hal ini Tahun 2013
menunjukkan bahwa meskipun subsektor BPS (2015). Sumba Timur Dalam Angka
peternakan mampu memberikan Tahun 2015
kontribusi atau peranan yang besar BPS (2015). Nusa Tenggara Timur Dalam
bagi perekonomian yang terlihat dari Angka 2015
kemampuan memenuhi permintaan Daryanto, A & Hafizrianda Y. 2010. Model-
baik dari dalam maupun luar wilayah model Kuantitatif untuk Perencanaan
sehingga mendatangkan pendapatan bagi Pembangunan Ekonomi Daerah:
masyarakat di wilayah tersebut, namun Konsep dan Aplikasi. IPB Press:
subsektor peternakan belum mampu Bogor.
bersaing dengan sektor/subsektor lainnya. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D.R. 2009.
2. Strategi untuk pengembangan subsektor Perencanaan dan Pengembangan
peternakan adalah: (i) penyediaan Wilayah. Edisi Juli 2009. Bogor.
infrastruktur (jalan ke sentra produksi Fakultas Pertanian Institut Pertanian
ternak, listrik, air, lembaga keuangan) (ii) Bogor.
pengadaan industri pakan dan pengolahan
hasil-hasil ternak, (iii) penegakan

343
Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Saefulhakim S. (2003). Prinsip-Prinsip Ekonomi


Regional dan Perdesaan. Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor.
Tidak Dipublikasikan, Bogor.
Supardi, Imam (2003). Lingkungan Hidup dan
Pelestariannya. PT. Alumni, Bandung.
Tohir, A. Kaslan (1983). Seuntai Pengetahuan
Tentang Usaha Tani Indonesia. Bina
Aksara, Jakarta.
Yulia (2015). Peran dan Strategi Pengembangan
Subsektor Peternakan Dalam
Pembangunan Ekonomi Kabupaten
Agam Sumatera Barat. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

344

You might also like