You are on page 1of 10

ANALISIS PENERAPAN CONTRACTOR SAFETY MANAGEMENT SYSTEM

(CSMS) DI PT. X, BONTANG, KALIMANTAN TIMUR

THE ANALYSIS OF CONTRACTOR SAFETY MANAGEMENT SYSTEM (CSMS)


IMPLEMENTATION ON PT. X, BONTANG, KALIMANTAN TIMUR

Hera Yulinanda Pratiwi


PT. Bumi Sehat Lestari Surabaya, Jawa Timur
E-mail: herayulinandap@yahoo.com

ABSTRACT
PT. X engaged in agrochemical industry which continuously develops, improves and modify the plant and supporting
facilities by appointing contractors/subcontractors as the executor of work. PT. X implements Contractor Safety
Management System (CSMS) which is outlined in the SMT-KKK-26 procedure as an effort to control that contractor
applied safety and health standards. After the procedure implemented, there are still some cases of work accidents
happened to PT. X’s contractor workers. This study aims to analyze the implementation of CSMS that has been poured
in SMT-KKK-26 PT. X using PDCA cycle (Plan, Do, Check, Action). This research was conducted using cross sectional
approach with descriptive data analysis and conducted at PT. X, Bontang, East Kalimantan from February to March 2017.
The SMT-KKK-26 procedure regulate the passage of the procurement process in PT. X by implementing the stages of CSMS
by several departments. Based on the result of the observation can be concluded that the implementation of CSMS on PT.
X still needs some improvement to fit the PDCA cycle rules. There were 154 contractors capable of fulfilling the CSMS
document and becoming the partner of PT. X. However, the implementation of plan that covering risk identification, pre
qualification, and selection in the SMT-KKK-26 procedure still needs improvement because it was not in accordance with
the procurement of services in the field due to organizational structure changes in PT. X. Similarly, the implementation of
do, check, and action can run more optimally if there is a standard evaluation form to assess the work performed by the
contractor.

Keywords: CSMS, PDCA cycle, procedure, contractor

ABSTRAK
PT. X bergerak dalam bidang industri agrokimia yang terus melakukan pengembangan, perbaikan dan modifikasi terhadap
pabrik dan sarana pendukungnya dengan menunjuk perusahaan kontraktor/subkontraktor sebagai pelaksana pekerjaan.
PT. X menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS) yang dituangkan dalam Prosedur SMT-KKK-26
sebagai upaya pengendalian agar pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor menerapkan norma keselamatan dan kesehatan
kerja. Setelah prosedur tersebut diterapkan, masih terjadi beberapa kasus kecelakaan kerja pada pekerja kontraktor PT. X.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan CSMS yang telah dituangkan dalam SMT-KKK-26
PT. X menggunakan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan cross
sectional dengan analisa data deskriptif. Penelitian dilaksanakan di PT. X, Bontang, Kalimantan Timur pada bulan Februari
hingga Maret 2017. Prosedur SMT-KKK-26 PT. X mengatur berjalannya proses pengadaan jasa dengan menerapkan
tahapan CSMS yang dilaksanakan oleh beberapa departemen. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap penerapan
Contractor Safety Management System (CSMS) di PT. X dapat disimpulkan bahwa CSMS yang dilaksanakan pada PT. X
tersebut masih memerlukan beberapa perbaikan agar sesuai dengan kaidah siklus PDCA, Plan-Do-Check-Action. Terdapat
154 kontraktor yang mampu memenuhi dokumen CSMS dan menjadi rekanan PT. X. Namun, pelaksanaan perencanaan
(plan) yang meliputi identifikasi risiko, prakualifikasi, dan seleksi pada prosedur SMT-KKK-26 masih membutuhkan
perbaikan karena belum sesuai dengan pelaksanaan pengadaan jasa di lapangan akibat adanya perubahan struktur organisasi
di PT. X. Begitu pula dengan pelaksanaan do, check, dan action yang dapat berjalan lebih optimal dengan adanya form
evaluasi baku untuk menilai pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor.

Kata kunci: CSMS, siklus PDCA, prosedur, kontraktor

©2017 IJOSH. Open access under CC BY NC-SA license doi: 10.20473/ijosh.v6i2.2017.187-196. Received
29 March 2017, received in revised form 5 April 2017, Accepted 30 April 2017, Published online: 30 August 2017
188 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 187–196

PENDAHULUAN dari awal pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, dan


PT. X bergerak dalam bidang industri evaluasi akhir pekerjaan.
agrokimia, khususnya untuk memenuhi kebutuhan CSMS dilaksanakan sebagai salah satu
pupuk domestik, baik untuk sektor tanaman pangan pemenuhan Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun
melalui distribusi pupuk bersubsidi maupun untuk 2012 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan
sektor perkebunan. Saat ini PT. X memiliki kapasitas dan Kesehatan Kerja (SMK3) pasal 6 elemen C
produksi urea 3,43 juta ton per tahun, amonia mengenai Pelaksanaan Rencana K3 disebutkan
sebanyak 2,74 juta ton per tahun dan NPK 350 ribu bahwa kegiatan dalam pelaksanaan rencana K3
ton per tahun. Tingginya kegiatan produksi yang paling sedikit meliputi Tindakan Pengendalian,
dilakukan oleh PT. X menghadapkan pekerja pada Perancangan & Rekayasa, Prosedur dan Instruksi
berbagai risiko yang terdapat pada tempat kerja. Kerja, Penyerahan sebagian pelaksanaan Pekerjaan,
PT. X terus melakukan pengembangan, Pembelian/Pengadaan barang dan Jasa.
perbaikan dan modifikasi terhadap pabrik dan Salah satu unsur dalam sistem manajemen
sarana pendukungnya dengan menunjuk perusahaan K3 adalah proses manajemen yang digunakan
kontraktor/subkontraktor sebagai pelaksana untuk mengelola sistem manajemen yang biasa
pekerjaan. Intensitas proyek dan paket pekerjaan dikenal dengan siklus Plan-Do-Check-Action
yang tinggi tersebut menyebabkan banyaknya yang merupakan proses perencanaan, penerapan,
kontraktor dan subkontraktor bekerja di dalam pengukuran, dan pemantauan, serta tindak lanjut
area PT. X, sehingga dibutuhkan pengendalian menuju peningkatan berkelanjutan (Ramli, 2010).
dan pengawasan yang ketat untuk memastikan Selain itu, dijelaskan dalam Peraturan Menteri
kontraktor yang bekerja di kawasan PT. X adalah Pekerjaan Umum Nomor 9 Tahun 2008, SMK3
kontraktor yang peduli terhadap Keselamatan Konstruksi Pekerjaan Umum adalah SMK3 pada
dan Kesehatan Kerja. Sehingga dapat mencegah sektor jasa konstruksi yang berhubungan dengan
terjadinya kecelakaan kerja. CSMS (Contractor kepentingan umum (masyarakat) antara lain
Safety Management System) merupakan salah satu pekerjaan konstruksi: jalan, jembatan, bangunan
bagian dari Sistem Manajemen Keselamatan dan gedung fasilitas umum, sistem penyediaan air minum
Kesehatan Kerja yang diterapkan dengan tujuan dan perpipaannya, drainase, pengolahan sampah,
untuk memastikan bahwa proyek yang dikerjakan pengaman pantai, irigasi, bendungan, bendung,
oleh kontraktor menerapkan norma-norma waduk, dan lainnya.
keselamatan dan kesehatan kerja. OSHA 29 CFR 1910.119 yang mengatur
CSMS digunakan oleh user dalam menilai mengenai Process Safety Management of Highly
kinerja kontraktor yang akan menjadi rekanan Hazardous Chemicals juga menyebutkan pada
dalam pelaksanaan pekerjaannya. Hal ini dapat elemen keenam mengenai Contractor Obligation. Di
menjadi salah satu upaya pencegahan dalam dalamnya disebutkan kewajiban kontraktor sebelum
pengendalian kecelakaan kerja yang terjadi pada menjadi rekanan perusahaan, termasuk mengenai
kontraktor. Disebutkan dalam Tarwaka (2012) bahwa pemenuhan dokumen-dokumen terkait rencana
kecelakaan kerja merupakan kejadian yang jelas pelaksanaan pekerjaan.
tidak dikehendaki dan tidak terduga yang dapat Sebagai bentuk pencegahan dan control dari
menimbulkan kerugian baik dari segi waktu, harta manajemen, PT. X membentuk peraturan mengenai
benda atau properti, maupun korban jiwa. penerapan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kecelakaan (accident) berdasarkan teori Frank (K3) dan Lingkungan Hidup (LH) dalam SMT-
E. Bird Petersen merupakan suatu kejadian yang KKK-26 (Surat Manajemen Terpadu-Keselamatan
tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian dan Kesehatan Kerja -26). Dalam peraturan tersebut
jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi dijelaskan mengenai proses pengadaan jasa yang
akibat dari adanya sumber energi yang melebihi melibatkan kontraktor maupun subkontraktor
ambang batas atau struktur (Ramli, 2010). harus menerapkan tahapan-tahapan yang ada
Menurut Ramli (2010), Contractor Safety dalam CSMS. Proses pengadaan jasa di PT. X
Management System (CSMS) dilaksanakan dalam melibatkan banyak departemen di dalamnya sebagai
tahap administratif dan tahap implementasi. Tahap pelaksana, diantaranya Departemen Pengadaan
administrasi terdiri dari Risk Assessment, Pra- Jasa, Departemen Perencanaan dan Pengendalian,
Kualifikasi, dan Seleksi. Tahap implementasi terdiri Departemen K3, Departemen LH dan user yang
membutuhkan pekerjaan itu sendiri.
Hera Yulinanda Pratiwi, Analisis Penerapan Contractor Safety Management System… 189

Sumber: Data Kecelakaan Kerja PT. X, Tahun 2015 : TKBM : Kontraktor


Gambar 1. Data Kecelakaan Kerja PT. X Sumber: Data Kecelakaan Kerja PT. X Tahun 2015
Gambar 2. Data Kecelakaan Kerja Kontraktor PT. X
Pengaturan SMT-KKK-26 seharusnya
mengendalikan pelaksanaan pekerjaan yang Siklus PDCA memberikan kerangka kerja untuk
dilakukan oleh kontraktor. Akan tetapi, berdasarkan melakukan perbaikan suatu proses atau suatu sistem.
data kecelakaan kerja yang tercatat di PT. X, terlihat Implementasi dari siklus PDCA dapat digunakan
bahwa tren kecelakaan kerja lebih banyak terjadi untuk pengembangan produk baru berdasarkan
pada pekerja kontraktor dibanding dengan karyawan kebutuhan kualitas pelanggan (Charantimath,
PT. X itu sendiri. Berikut merupakan data kecelakaan 2011).
kerja PT. X tahun 2015: Permasalahan mengenai kecelakaan kerja yang
Pelaksanaan pekerjaan yang dilimpahkan pada terjadi pada karyawan kontraktor diharapkan dapat
kontraktor maupun subkontraktor meliputi pekerjaan diminimalisir dengan penerapan program CSMS
dengan waktu pengerjaan berjangka panjang dan yang terus menerus mengalami perbaikan.
jangka pendek. Contoh pekerjaan dengan waktu
pengerjaan berjangka waktu panjang adalah
pekerjaan bongkar muat. Sebagaimana diketahui METODE
PT. X merupakan perusahaan yang memiliki Penelitian ini dilaksanakan dengan
intensitas produksi tinggi dan terus melakukan menggunakan metode observasional dengan
kegiatan jual-beli baik melalui jalur darat maupun analisa data deskriptif karena data yang diperoleh
laut. Setelah ditelusuri, ternyata kecelakaan kerja didapatkan melalui pengamatan langsung terhadap
yang terjadi pada kontraktor lebih banyak dialami objek penelitian tanpa memberikan intervensi atau
oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM). perlakuan apapun. Penelitian menekankan pada
Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. X pengumpulan fakta dan identifikasi data. Ditinjau
terlihat angka kecelakaan kerja dari kontraktor yang dari segi waktu, penelitian ini bersifat cross sectional
cukup signifikan. Walaupun kecelakaan kerja lebih karena dilakukan serentak dalam satu waktu
banyak terjadi pada tenaga kerja bongkar muat, tertentu.
tetapi masih tercatat kecelakaan yang terjadi pada Penelitian dilaksanakan di PT. X, Bontang,
pekerjaan kontraktor. Dibutuhkan pengendalian dan Kalimantan Timur. Waktu penelitian dilaksanakan
pengawasan yang ketat untuk memastikan kontraktor pada Februari hingga Maret 2017. Data yang terdiri
yang bekerja di kawasan PT. X adalah kontraktor dari data primer dan sekunder didapatkan dengan
yang peduli terhadap keselamatan dan kesehatan melakukan wawancara dan observasi yang diberikan
kerja. pada beberapa departemen yang terlibat dalam proses
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk pengadaan jasa, seperti Departemen Pengadaan
melakukan analisis terhadap pelaksanaan Contractor Jasa, Departemen Perencanaan dan Pengendalian,
Safety Management System yang telah dituangkan Departemen K3, Departemen Penerimaan dan
dalam SMT-KKK-26 PT. X dengan menggunakan Pergudangan, Departemen LH, dan Departemen
siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa.
190 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 187–196

Penelitian ini dilakukan dengan menampilkan


hasil yang bersifat uraian dari hasil wawancara
dan studi dokumentasi. Kemudian data yang telah
diperoleh akan dianalisis dalam bentuk narasi
deskriptif menggunakan pendekatan siklus PDCA
Deming.

HASIL
Penerapan Contractor Safety Management
System (CSMS) di PT. X dituangkan dalam peraturan
SMT-KKK-26 mengenai prosedur penerapan
aspek K3 dan LH dalam proses pengadaan jasa.
Sebagaimana dijelaskan bahwa proses pengadaan
jasa PT. X melibatkan berbagai departemen dalam
pelaksanaannya, sehingga dibutuhkan integrasi
dari setiap departemen demi berjalannya proses
pengadaan jasa sesuai dengan prosedur telah
ditetapkan.
Prosedur SMT-KKK-26 memuat tahap demi
tahap penerapan CSMS yang disesuaikan dengan
struktur organisasi PT. X yang berhubungan Gambar 3A. Prosedur Penerapan Aspek K3 dan
dengan proses pengadaan jasa. Prosedur ini juga LH pada Pengadaan Jasa PT. X
mencantumkan beberapa tahapan dalam CSMS
yang dimulai dengan identifikasi risiko hingga
evaluasi akhir pekerjaan. Setelah disahkan pada
pertengahan tahun 2012, prosedur ini mengharuskan
para kontraktor maupun subkontraktor yang akan
menjadi rekanan PT. X untuk mengurus sertifikat
CSMS. Kontraktor harus memenuhi persyaratan
dokumen CSMS untuk mendapatkan sertifikat
CSMS tersebut.
Berikut merupakan flowchart mengenai proses
pengadaan jasa PT.X sesuai dengan prosedur SMT-
KKK-26:
Gambar 3A menjelaskan prosedur permintaan
pengadaan jasa oleh unit kerja/user yang ditujukan
kepada Departemen Pengadaan Jasa. Sebelum
masuk ke Departemen Pengadaan Jasa, Pengajuan
Permintaan Pengadaan (PPP) Jasa yang meliputi
TOR dan owner estimate terlebih dahulu di-review
oleh Departemen Perencanaan dan Pengendalian
yang menghasilkan service request (SR) serta
Departemen PPBJ yang menghasilkan Purchase
Requistion (PR). Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja melakukan identifikasi dan
penilaian risiko pekerjaan untuk menentukan tingkat
risiko dari pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Departemen Pengadaan Jasa akan mengundang
Gambar 3B. Prosedur Penerapan Aspek K3 dan
kontraktor yang sesuai dengan Daftar Usulan
LH pada Pengadaan Jasa PT. X
Rekanan (DUR) untuk mengikuti aanwijzing
(Lanjutan)
sebagaimana terlihat pada gambar 3B. Pada
Hera Yulinanda Pratiwi, Analisis Penerapan Contractor Safety Management System… 191

USER UKPA

Departemen
Departemen
Pengadaan Jasa PPBJ

Panitia Departemen
Pengadaan Jasa Pengadaan Jasa

Penerimaan
USER
& Pergudangan

Gambar 4. Proses Pengadaan Jasa PT. X

user. User terlebih dahulu menyusun TOR untuk


pelaksanaan pekerjaan dan juga usulan anggaran
biaya. Kedua hal tersebut akan di-review oleh
Unit Kerja Pengelola Anggaran (UKPA) yang
Gambar 3C. Prosedur Penerapan Aspek K3 dan berhubungan dengan user. UKPA dapat berasal
LH pada Pengadaan Jasa PT. X dari berbagai departemen sesuai dengan kebutuhan
(Lanjutan) pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukan,
misalnya Departemen Perencanaan dan Pengendalian
pelaksanaan aanwijzing akan dibahas mengenai TA. UKPA akan menyusun SR (Service Request)
penawaran yang diberikan kepada PT. X. Hal ini setelah melakukan review terhadap TOR dan usulan
mencakup harga penawaran, scope of work, dan owner estimate yang telah dibuat oleh user. Service
SHE Plan. request akan dikirimkan pada Departemen PPBJ
Gambar 3C menunjukkan awal pelaksanaan (Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa) untuk
pekerjaan dan monitoring yang terus dilaksanakan di-review kembali, serta memastikan ketersediaan
selama pelaksanaan pekerjaan untuk melihat anggaran berdasarkan yang tertulis dalam SR yang
kesesuaian rencana dengan kenyataan di lapangan. dikirim oleh UKPA tersebut. Apabila sudah dapat
Apabila ditemukan pelanggaran atau kelalaian dipastikan anggaran tersedia maka Departemen
pihak vendor yang melanggar kontrak, maka akan PPBJ akan menerbitkan PR (Purchase Requisition)
diberikan teguran atau bahkan pemberhentian dan siap diserahkan pada Departemen Pengadaan
pekerjaan yang dirasa sangat membahayakan. Jasa dalam menunjuk penyedia jasa yang akan
Tahapan CSMS berlanjut sampai pekerjaan selesai, melakukan pekerjaan. Dalam pelaksanaan pengadaan
yaitu dilaksanakannya evaluasi terhadap hasil penyedia jasa ini dibentuklah panitia pengadaan jasa
pekerjaan terutama menyangkut aspek K3LH. dalam proses kualifikasi kontraktor. Setelah proses
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, kualifikasi selesai maka akan ditindaklanjuti dengan
terdapat ketidaksesuaian alur pengadaan jasa kontrak pekerjaan oleh Departemen Pengadaan
antara prosedur yang tertulis pada prosedur dengan Jasa.
pelaksanaan di lapangan. Selain itu, terdapat Setelah pekerjaan selesai, akan dilakukan
beberapa responden yang berasal dari departemen evaluasi oleh user untuk selanjutnya ditindaklanjuti
yang terlibat dalam proses pengadaan jasa belum oleh Departemen Penerimaan dan Pergudangan.
memahami prosedur SMT-KKK-26. Departemen Penerimaan dan Pergudangan akan
Berikut merupakan flowchart hasil observasi menerbitkan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan
proses pengadaan jasa di PT. X yang sedang yang di dalamnya terdapat nilai VPR (Vendor
berjalan: Performance Rating).
Sebagaimana digambarkan dalam gambar 4, Pelaksanaan CSMS di PT. X sesuai dengan
proses pengadaan jasa di PT. X dimulai dengan Prosedur SMT-KKK-26:
permintaan pengadaan jasa yang diajukan oleh
192 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 187–196

Identifikasi Risiko mampu melakukan penilaian terhadap dokumen


Dalam SMT-KKK-26 sudah dicantumkan form CSMS masih sedikit.
identifikasi risiko yang digunakan dalam menilai Hingga bulan Maret 2017 terdapat 154
pekerjaan yang akan dilakukan di PT. X. Adapun kontraktor yang menjadi rekanan PT. X. Berdasarkan
beberapa daerah risiko yang termasuk ke dalam keterangan responden yang merupakan tim
penilaian risiko PT. X meliputi jenis pekerjaan, CSMS Departemen K3, setiap minggu selalu ada
lokasi kerja, material/peralatan yang digunakan, kontraktor yang mengajukan dokumen CSMS demi
potensi paparan terhadap bahaya di tempat kerja, mendapatkan sertifikat CSMS PT. X, namun tidak
potensi paparan terhadap bahaya bagi semua semua kontraktor tersebut memenuhi persyaratan
personil, pekerjaan secara bersamaan oleh kontraktor administrasi minimal yang diberikan perusahaan.
yang berbeda, jangka waktu pekerjaan, konsekuensi
Seleksi
insiden yang potensial, pengalaman kontraktor, serta
paparan terhadap publisitas negatif. Sebelum melakukan seleksi kontraktor,
Sebagaimana dijelaskan dalam SMT-KKK-26, PT.X terlebih dahulu melaksanakan Aanwijzing.
identifikasi risiko dilakukan oleh Departemen K3. Aanwijzing dilaksanakan untuk menyampaikan
Akan tetapi, sampai saat ini pelaksanaan identifikasi penilaian risiko atas pekerjaan yang akan
risiko ini belum efektif berjalan karena belum adanya dilaksanakan dan menyampaikan hal-hal yang harus
komunikasi yang strategis antara Departemen dipenuhi oleh kontraktor. Selanjutnya kontraktor
Pengadaan Jasa dan Departemen K3. Dalam akan membuat perencanaan pekerjaan yang disusun
pengaturan tanggung jawab dan prosedur SMT- dalam SHE Plan. Dokumen tersebut juga menjadi
KKK-26 poin 6.1.2.1 departemen K3 seharusnya salah satu pertimbangan pemilihan kontraktor saat
melaksanakan penilaian risiko pekerjaan berdasarkan kick of meeting.
copy dokumen Permintaan Pelaksanaan Pekerjaan Berdasarkan hasil interview dengan responden
(PPP) dan rincian pekerjaan dari Departemen dari kontraktor yang telah menjadi rekanan PT.
Pengadaan Jasa ketika akan dilaksanakan suatu X, proses seleksi yang dilaksanakan Departemen
pekerjaan. Dikarenakan prosedur ini belum berjalan Pengadaan Jasa belum mengutamakan aspek K3.
dengan baik dan tidak ada pemberitahuan secara Hal ini disampaikan karena ada kejadian dimana
sistematis dari Departemen Pengadaan Jasa, maka pemenang tender adalah kontraktor yang belum
sejauh ini identifikasi risiko pekerjaan belum memiliki sertifikat CSMS.
dijalankan.
Awal Pekerjaan
Pra-Kualifikasi Sesuai dengan SMT-KKK-26 pada poin 6.7
Berdasarkan hasil observasi yang telah Departemen K3 dan Departemen LH bertugas untuk
dilakukan oleh peneliti, Divisi JPP dan Departemen memberikan pengarahan dalam penerapan aspek
Pengadaan Jasa telah mencantumkan keharusan K3 dan LH pada pekerjaan yang akan berlangsung.
rekanan memiliki sertifikat CSMS yang dijelaskan Departemen LH menugaskan petugas pemantau
pada dokumen Aanwijzing. lingkungan untuk memonitor kondisi lingkungan
Tahap pra-qualifikasi merupakan tahap dan mengarahkan kontraktor untuk melakukan
awal seleksi dalam pemenuhan persyaratan guna pengelolaan lingkungan. Tahap awal pekerjaan
mendapatkan sertifikat CSMS. Selama ini penilaian dilakukan oleh pihak kontraktor dalam pemenuhan
dokumen CSMS dilaksanakan oleh tim yang ada beberapa aspek K3, yaitu work permit, pembuatan
dalam Departemen K3. Berdasarkan SMT-KKK-26 JSA, dan penyampaian SHE Plan.
poin 5.11, dijelaskan bahwa Departemen K3 dan Berdasarkan hasil kuesioner pada tujuh
LH melakukan penilaian terhadap questionnaire kontraktor yang sedang menjalankan proyek di
CSMS dalam waktu maksimal 3 hari. Akan tetapi, PT. X, mereka telah membuat dan menyelesaikan
hal ini masih belum berjalan secara maksimal karena work permit serta JSA. Akan tetapi, berdasarkan
faktanya penilaian dokumen CSMS seringkali hasil wawancara, responden dari departemen K3
melewati batas waktu tersebut, karena SDM yang menyatakan bahwa pemenuhan SHE Plan masih
sering terlewatkan dari pengawasan.
Hera Yulinanda Pratiwi, Analisis Penerapan Contractor Safety Management System… 193

Menurut Charantimath (2011), plan yang berada


pada siklus PDCA dimulai dengan menemukan
penyebab masalah yang terdeteksi pada desain dan
pengembangan produk.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan,
hal yang menyebabkan ketidaksesuaian prosedur
yang tertulis dengan pelaksanaan di lapangan
adalah perubahan struktur organisasi PT. X yang
mengakibatkan bertambahnya departemen yang
terlibat dalam proses pengadaan jasa.
Berdasarkan analisis mengenai pelaksanaan
CSMS yang termasuk dalam perencanaan (plan)
pada siklus PDCA dimulai dengan identifikasi
Gambar 5. Gambaran Pemenuhan Laporan Bulanan risiko, proses pra kualifikasi, dan seleksi. Ketiga
oleh Kontraktor di PT. X hal tersebut berada pada tahap administrasi dalam
flowchart Gambar 6.
Kemudian pada pelaksanaan (do) terdapat
Pelaksanaan Pekerjaan pre-job activity dan job in progress. Sedangkan
Selama pekerjaan berlangsung, Departemen K3 evaluasi merupakan wujud penerapan check dalam
bertugas melaksanakan monitoring atas pekerjaan siklus PDCA. Action dilakukan dengan memulai
tersebut. Hal ini sudah berjalan dengan baik karena kembali tahapan CSMS dari awal dengan perbaikan
Departemen K3 selalu melakukan inspeksi pada berkelanjutan.
setiap harinya. Selain itu, kontraktor juga wajib Berikut merupakan analisis tahapan yang ada
mengirimkan laporan bulanan pada Departemen K3. pada prosedur SMT-KKK-26 mengenai penerapan
Akan tetapi, berdasarkan rekapitulasi pemenuhan aspek K3 dan LH pada pengadaan jasa yang
laporan bulanan oleh kontraktor yang dimiliki diterapkan di PT. X yang termasuk dalam aspek
Departemen K3, didapatkan hasil sebagai berikut: perencanaan:
Berdasarkan data pemenuhan laporan bulanan
yang dimiliki departemen K3, sebanyak 76% Identifikasi Risiko
kontraktor belum secara rutin menyerahkan laporan Tahap pertama dalam aplikasi PDCA yaitu plan.
bulanan atas pekerjaannya tersebut. Melaksanakan perencanaan diperlukan suatu analisa
untuk memperbaiki dan mencari area yang memiliki
Evaluasi Akhir Pekerjaan peluang untuk diubah (Kreitner, 2009).
Pada tahap akhir, Departemen K3 seharusnya Identifikasi risiko merupakan salah satu metode
melaksanakan evaluasi penerapan norma-norma K3 yang digunakan untuk mencari permasalahan di
terhadap pekerjaan kontraktor secara keseluruhan. lapangan terhadap hal-hal berisiko selama pekerjaan
Sebagaimana dijelaskan dalam SMT-KKK-26
poin 6.10, evaluasi tersebut nantinya akan menjadi
bahan evaluasi Departemen Pengadaan Jasa dalam
penyusunan Vendor Performance Rating. Akan
tetapi, berdasarkan hasil interview dengan responden
dari Departemen Pengadaan Jasa, evaluasi yang
selama ini sudah berjalan adalah evaluasi oleh user
atas penyelesaian pekerjaan yang dilakukan.

PEMBAHASAN
Pelaksanaan CSMS dalam proses pengadaan
jasa PT. X mengacu pada prosedur SMT-KKK-26,
akan tetapi pelaksanaan prosedur tersebut belum
sesuai dengan pelaksanaan di lapangan. Gambar 6. Tahapan CSMS
194 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 187–196

berlangsung. Dengan mengetahui berbagai pelaksanaan identifikasi risiko agar memperlancar


kemungkinan permasalahan yang dapat terjadi di pelaksanaan pada tahap selanjutnya.
lapangan memudahkan proses perencanaan yang
dirumuskan. Pra-Kualifikasi
Tahapan identifikasi risiko bertujuan untuk Apabila ada pekerjaan yang harus dilakukan,
mengidentifikasi semua kemungkinan bahaya atau tidak masuk akal untuk menjalankan pekerjaan
risiko yang mungkin terjadi di lingkungan kegiatan tersebut dengan terburu-buru tanpa memikirkan
dan bagaimana dampak atau keparahannya jika terlebih dahulu cara melaksanakannya. Diperlukan
terjadi (Ramli, 2010). perencanaan untuk menentukan siapa yang akan
Menurut Ramli 2010, pekerjaan kontraktor melakukannya, berapa lama waktu yang dibutuhkan,
diklasifikasikan berdasar tingkat risiko atau bahaya. apa sebenarnya yang akan dilakukan, informasi
Pekerjaan diklasifikasikan menjadi pekerjaan dengan dan material dari luar akan dibutuhkan dan
risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah. perkembangan dapat dipantau (Wealleans, 2001).
Pada PT. X terdapat 10 aspek yang telah Proses prakualifikasi yang berada pada tahap
disebutkan pada hasil penelitian yang termasuk ke administrasi ini termasuk dalam suatu perencanaan
dalam penilaian risiko terhadap pekerjaan yang akan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
dilakukan. Penilaian terhadap 10 aspek tersebut Tahapan ini dilaksanakan untuk merumuskan
dilakukan dengan mengidentifikasi ke dalam tiga perencanaan pekerjaan yang akan dilakukan dengan
golongan konsekuensi yaitu Rendah, Sedang, dan menyaring kontraktor terbaik yang dapat memenuhi
Tinggi. persyaratan.
Apabila dianalisa kembali, pengaturan prosedur Pada tahap prakualifikasi, perusahaan juga
mengenai identifikasi risiko dalam SMT-KKK- memberikan ketentuan yang terdapat dalam
26 cukup membutuhkan proses yang lama dan dokumen aanwijzing. Dokumen tersebut memberikan
cenderung tidak efisien. Hingga saat ini, identifikasi penjelasan scope pekerjaan yang akan dilakukan
risiko belum dijalankan secara optimal sesuai serta ketentuan kontraktor yang dibutuhkan dalam
dengan flowchart prosedur yang ada. Departemen pekerjaan tersebut. Persyaratan pemenuhan sertifikat
Pengadaan Jasa belum memberikan copy PPP CSMS juga berada pada dokumen aanwijzing. Hal
sebagai pemberitahuan untuk dilaksanakannya ini menunjukkan bahwa proses menyaring kontraktor
identifikasi risiko karena pemahaman SDM dalam penentuan pelaksana pekerjaan di PT.X cukup
yang belum cukup baik terhadap SMT-KKK-26. ketat karena untuk mendapatkan sertifikat CSMS itu
Selain itu, pekerjaan Departemen Pengadaan Jasa sendiri kontraktor harus memenuhi persyaratan yang
cenderung memiliki tuntutan deadline yang padat.
tidak mudah.
Sejauh ini diasumsikan bahwa tingkatan risiko atas
pekerjaan yang berada dalam pabrik tergolong tinggi Seleksi
sehingga seharusnya mengikuti aturan prosedur
SMT-KKK-26 sebagaimana dijelaskan dalam poin Pelaksanaan aanwijzing yang dilaksanakan oleh
6.2.1.5. PT. X sesuai dengan Keputusan Presiden Republik
Berdasarkan analisa diatas, ditemukan area Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman
yang memiliki peluang untuk diadakannya suatu Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa instansi
perbaikan, yaitu perubahan alur pelaksanaan pemerintah. Di dalamnya dijelaskan bahwa tugas,
pengadaan jasa di PT. X, sehingga dapat disusun wewenang, dan tanggung jawab panitia pengadaan
plan sesuai dengan keadaan organisasi. Salah barang/jasa ditetapkan untuk menyusun jadwal dan
satunya dengan mengarahkan user untuk terlebih menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi. Pada
dahulu melaksanakan identifikasi risiko sebelum pelaksanaan aanwijzing disampaikan mengenai
proses pengadaan jasa. scope pekerjaan yang meliputi waktu pelaksanaan,
Berdasarkan pembahasan diatas, terlihat bahwa lokasi pekerjaan, material yang dibutuhkan, dan
perencanaan yang dilakukan terkait pelaksanaan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi kontraktor
identifikasi risiko masih belum berjalan secara lainnya.
optimal. Identifikasi risiko menjadi perencanaan Berdasarkan keterangan responden dari
pertama yang dilakukan dalam tahapan CSMS, Departemen Pengadaan Jasa, lolosnya kontraktor
sehingga diperlukan perbaikan perencanaan yang belum memiliki sertifikat CSMS mungkin
terjadi karena pertimbangan beberapa aspek lain,
Hera Yulinanda Pratiwi, Analisis Penerapan Contractor Safety Management System… 195

seperti: harga, manpower yang dimiliki kontraktor, Check atau memeriksa adalah dimana hasil
pengalaman perusahaan, peralatan yang digunakan, dari implementasi pekerjaan tersebut diamati dan
dan lain-lain. Selain itu, pengadaan jasa akan tetap dianalisis terhadap rencana yang telah disusun
mempersyaratkan sertifikat CSMS bagi pemenang sebelumnya (Charantimath, 2011).
tender dan memberikan waktu pemenuhannya Departemen K3 selalu melakukan inspeksi
hingga pelaksanaan kick of meeting. harian sebagai upaya pengawasan terhadap pekerjaan
Bersamaan dengan pelaksanaan kick of meeting, kontraktor yang sedang berjalan. Pengawasan
kontraktor akan menjelaskan SHE Plan yang telah tersebut juga disesuaikan dengan perencanaan
dirumuskan sebelumnya. dokumen SHE Plan yang telah diserahkan kontraktor
kepada Departemen K3. Hal ini merupakan salah
Awal Pekerjaan satu wujud upaya check yang dilakukan dalam
Bila proses perencanaan sudah dirasa peningkatan pelaksanaan pekerjaan.
cukup, yang selanjutnya harus dilakukan adalah Pelaksanaan inspeksi oleh Departemen K3
mulai mengambil tindakan. Objective dari tahap belum terdokumentasi dengan baik, sehingga
pelaksanaan ini nampaknya sudah cukup, akan tetapi belum ada catatan yang dapat digunakan untuk
kerangka tersebut belum terpenuhi tanpa adanya melakukan review pekerjaan kontraktor. Maka dari
perencanaan (Weallens, 2001). itu, seharusnya dirumuskan suatu form inspeksi
Pra pelaksanaan pekerjaan adalah komunikasi baku yang dapat digunakan dalam melakukan
awal antara pihak kontraktor yang memenangkan pemantauan pekerjaan kontraktor. Hal ini dilakukan
tender (Santoso, et al., 2015). untuk memonitor sejauh apa tindakan yang telah
Kurang sesuainya pemenuhan dokumen SHE dilakukan sebagai wujud dari perencanaan yang
Plan dari kontraktor yang akan melaksanakan telah dilakukan.
pekerjaan dapat disebabkan karena kurangnya Berdasarkan data pemenuhan laporan bulanan
integrasi antar Departemen. Departemen K3 tidak yang dimiliki departemen K3, sebanyak 76%
mampu mengontrol siapa saja kontraktor yang akan kontraktor belum secara rutin menyerahkan laporan
melaksanakan pekerjaan di PT. X apabila tidak ada bulanan atas pekerjaannya tersebut.
pemberitahuan dari Departemen Pengadaan Jasa. Ketidakteraturan pembuatan laporan bulanan
Maka dari itu, integrasi antar departemen sangat yang dibuat oleh kontraktor belum sesuai dengan
dibutuhkan dalam menerapkan CSMS di PT. X. prosedur yang ada dapat disebabkan karena berbagai
Pemenuhan untuk pembuatan Job Safety hal. Salah satunya kurangnya informasi yang
Analysis dan Work Permit sejauh ini terkontrol diberikan pada kontraktor pada saat awal pekerjaan
untuk kontraktor-kontraktor yang terdata dengan sebelum pelaksanaan kick of meeting. Penyebab
baik sebagai rekanan PT. X. Pemenuhan JSA dan lain yang dapat memicu keterlambatan pelaporan
work permit ini merupakan tahap awal implementasi tersebut adalah kurangnya kesadaran kontraktor
dari perencanaan yang terdapat pada SHE Plan dalam pemenuhan laporan.
kontraktor. Pada tahap pelaksanaan pekerjaan inilah
Menurut keterangan responden dari kontraktor aspek do dan check dijalankan. Inspeksi terhadap
menyebutkan bahwa Departemen K3 sangat tegas pekerjaan kontraktor dilaksanakan dengan terus
dalam menyaring kontraktor yang akan masuk adanya perbaikan yang disesuaikan dengan
melaksanakan pekerjaan di PT. X. perencanaan yang dilakukan sebelum pekerjaan
dilakukan. Laporan bulanan adalah salah satu bentuk
Pelaksanaan Pekerjaan pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan
pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan baik.
Pada tahap pelaksanaan pekerjaan ini
sebenarnya terdapat dua tahap yang sedang berproses Evaluasi Akhir Pekerjaan
dalam siklus PDCA, yaitu Do dan Check.
Kontraktor akan melaksanakan pekerjaannya Evaluasi akhir pekerjaan merupakan evaluasi
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun yang dilakukan pada kinerja Health and Safety
dengan berbagai pengendalian risiko berdasarkan Environment (HSE) kontraktor selama pelaksanaan
hasil penilaian risiko pekerjaan yang telah pekerjaan yang ditugaskan (Lukiatsinto dan Widajati,
dilakukan. 2014).
Berdasarkan hasil interview dengan responden
dari Departemen Pengadaan Jasa, evaluasi yang
196 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 187–196

selama ini sudah berjalan adalah evaluasi oleh Evaluasi akhir pekerjaan yang dilakukan
user atas penyelesaian pekerjaan yang dilakukan. dalam peningkatan berkelanjutan sebagai wujud
Prosedur mengenai pendokumentasian Vendor dari action dalam kaidah PDCA membutuhkan
Performance Rating (VPR) masih kurang jelas, perbaikan dengan cara pembuatan form baku
bahkan Departemen Pengadaan Jasa tidak memiliki untuk pelaksanaan evaluasi. Dengan demikian,
dokumen VPR. Padahal VPR seharusnya digunakan dapat ditemukan beberapa hal yang membutuhkan
untuk pedoman Departemen Pengadaan Jasa dalam perbaikan dalam pelaksanaan CSMS untuk pekerjaan
melakukan seleksi kontraktor. Menurut responden selanjutnya.
dari Departemen Pengadaan Jasa, pada kenyataannya
yang mendokumentasikan VPR adalah Departemen
DAFTAR PUSTAKA
Penerimaan dan Pergudangan serta user itu sendiri.
Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian penerapan Charantimath, Poornima M. 2011. Total Quality
SMT-KKK-26 mengenai pelaksanaan evaluasi Management Second Edition. Chandigarh: Pearson.
terhadap kontraktor. Hal ini bisa disebabkan karena Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
perubahan struktur organisasi yang ada di PT.X. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Selain itu, PT. X belum memiliki form evaluasi akhir Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.
yang baku. Kreitner, Robert. 2009. Management Eleventh
Menurut Charantimath (2011), action Edition. Boston: Houghton Mifflin Hartcourt
merupakan tahapan dimana siklus berjalan kembali Publishing Company.
dan dilakukan perbaikan secara berkelanjutan. Lukiatsinto, R., Widajati, N. 2014. Penerapan CSMS
Sebagaimana pengertian tersebut, maka dibutuhkan (Contractor Safety Management System) sebagai
perbaikan secara berkelanjutan dalam pelaksanaan Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja. The
tahapan CSMS. Evaluasi akhir pekerjaan dilakukan Indonesian Journal of Occupational Safety and
dengan harapan dapat menemukan permasalahan Health, Vol. 3, No. 2. Tersedia di: http://journal.unair.
atau kesenjangan yang belum dilaksanakan secara ac.id/download-fullpapers-k3b7b4b53ea1full.pdf
optimal, sehingga pelaksanaan pekerjaan selanjutnya [diakses tanggal 19 April 2017].
dapat dilakukan dengan lebih baik. Occupational Safety and Health Administration.
2000. Process Safety Management (OSHA 3132).
U.S Department of Labor.
SIMPULAN
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Tahun 2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen
penerapan Contractor Safety Management System Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi
(CSMS) di PT. X dapat disimpulkan bahwa CSMS Bidang Pekerjaan Umum.
yang dilaksanakan pada PT. X masih memerlukan Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen
beberapa perbaikan agar sesuai dengan kaidah siklus Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
PDCA, Plan-Do-Check-Action. Jakarta: Dian Rakyat.
Dibutuhkan perbaikan perencanaan (plan) yang Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis
dilakukan pada tahap identifikasi risiko agar berjalan Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS
lebih optimal dengan cara menyesuaikan flowchart Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat.
SMT-KKK-26 dengan alur pengadaan jasa yang Santoso, K.D., Wahyudi, I., Kurniawan, B. 2015. Analisis
berjalan di lapangan. Hal ini diperlukan karena Implementasi Contractor Safety Management
terdapat perubahan struktur organisasi di PT.X. System (CSMS) terhadap Pekerjaan Berisiko Tinggi
Pelaksanaan tahap prakualifikasi dan seleksi yang di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.
termasuk dalam perencanaan (plan) sudah berjalan Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 3, Nomor 3.
dengan baik. (e-Journal). Tersedia di: <ejournal-s1.undip.ac.id/
Dalam pemenuhan kaidah do dan check index.php/jkm/article/download/12415/12047>
siklus PDCA, masih diperlukan perbaikan dalam [diakses tanggal 20 April 2017].
pelaksanaan monitoring yang dilakukan terhadap Tarwaka. 2012. Dasar-Dasar Keselamatan Kerja serta
pekerjaan kontraktor. Salah satunya dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja di Tempat Kerja.
optimalisasi pelaporan bulanan kontraktor. Hal Surakarta: Harapan Press.
ini dilakukan agar implementasi pekerjaan sesuai Wealleans, David. 2001. The Organizational
dengan perencanaan yang dilakukan. Measurement Manual. England: Gower.

You might also like