You are on page 1of 18

Versi online / URL:

Volume 9, Nomor 2

ANALISIS MIKROBA PADA CAIRAN SEBAGAI PUPUK CAIR


LIMBAH ORGANIK DAN APLIKASINYA TERHADAP
TANAMAN PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS L.)

Analysis Of Microbial In Liquid Fertilizer And Application Of Organic Waste Plant Packcoy
(Brassica Chinensis L.)

Suanto

Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Peternakan


Universitas Muhammadiyah Malang
Email: suanto@umm.ac.id

ABSTRACT

The growing pile of garbage if left unchecked will threaten public health and the environment
against pollution from land, air and water. The presence of litter and correlated with the amount of
human activity, so how the existence of such waste can be seen as a useful resource to be able to
participate resolve other problems besides the problems posed by the piles of garbage itself, such
as a source of useful organic liquid fertilizer for plants and land. The purpose of the study tested
formula of organic liquid fertilizer and its application to plant pakcoy. Implementation begins with
the manufacture of liquid fertilizer using organic waste, then fermented and applied to the crop.
The observed variables include: Variable in the process of making liquid fertilizer (type, weight,
power material shrinkage, temperature, color, pH and odor liquids) .Variabel nutrient content of
the liquid manure (microbial type, percentage of organic C, BO, N, P , K, Ca, Mg, and C / N ratio
and Fe in ppm). While variable plants (plant height, leaf number, leaf area, fresh weight and dry
plant). The results showed that the waste liquid organic fertilizer derived microbes Azotobacter sp
the number of x106 and Aspergillus sp 9:10 to 1:55 x amount 106rpm / ml and 9 kinds of helpful
nutrients for plants. and obtained the highest fresh weight in administration of 35 ml / l of water
and given 3 days

Keywords: Liquid fertilizer organic waste, concentration and frequency

ABSTRAK

Semakin besarnya tumpukan sampah jika dibiarkan akan mengancam kesehatan masyarakat dan
pencemaran terhadap lingkungan baik di darat, udara maupun di air. Keberadaan sampah berkorelasi
dengan jumlah dan aktivitas manusia, sehingga bagaimana keberadaan sampah tersebut dapat dilihat sebagai
sumber daya yang bermanfaat untuk dapat ikut menyelesaikan permasalahan lain selain permasalahan
yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah itu sendiri, diantaranya sebagai sumber pupuk cair organik yang
bermanfaat bagi tanaman dan lahan. Tujuan penelitian menguji formula pembuatan pupuk cair organik dan
aplikasinya terhadap tanaman pakcoy. Pelaksanaan diawali dengan pembuatan pupuk cair yang menggunakan
limbah organik, kemudian difermentasi dan diaplikasikan terhadap tanaman. Adapun variabel yang diamati
meliputi: Variabel dalam proses pembuatan pupuk cair (jenis, bobot, daya susut bahan, suhu, warna, pH
dan bau cairan) .Variabel kandungan nutrient pada pupuk cair (Jenis mikroba, persentase C organik, BO,
N,P,K,Ca,Mg, dan rasio C/N serta Fe dalam ppm). Sedangkan variabel tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, luas daun, bobot basah dan kering tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk cair limbah
organik didapat jenis mikroba Azotobacter sp dengan jumlah 9.10 x106 dan Aspergillus sp dengan jumlah
1.55 x 106rpm/ml serta 9 macam nutrien bermanfaat bagi tanaman. dan didapat bobot segar yang tertinggi
pada pemberian 35 ml/l air dan diberikan 3 hari sekali
.
Kata Kunci : Pupuk cair limbah organik , konsentrasi dan frekuensi

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 77
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

PENDAHULUAN 242 juta jiwa maka terdapat tumpukan


sampah 786.742 m3/org/hr (Suriadikarta,
Sampah merupakan salah satu hasil dari Didi, Ardi., dan Simanungkalit, 2006).
aktitas manusia, dan keberadaan sampah Pengelolaan sampah di Indonesia pada
berkorelasi terhadap jumlah dan aktivitas umumnya dilaksanakan belum terpadu, dan
manusia,sehingga dengan terus meningkat biasanya sampah dari rumah tangga, pasar,
penduduk maka volume sampah terus industri dan lain-lain, langsung diangkut
meningkat. Hal ini jika tidak diantipasi maka menuju Tempat Penampungan Sementara
terjadi tumpukan, efeknya akan mengancam (TPS) tanpa melalui proses pemilahan dan
kesehatan masyarakat dan pencemaran pengelolaan kemudian diangkut menuju
terhadap lingkungan di: darat, udara maupun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan
air. dibiarkan bertumpuk . Pengelolaan seperti ini
Mencermati permasalahan di bidang mengabaikan nilai sampah sebagai sumber
pertanian, dimana lahan produktif telah banyak daya.
beralih fungsi, dan banyak lahan yang tingkat Penghasil utama sampah adalah dari
kemampuannya semakin turun sehingga rumah tangga dan pasar tradisional. Sampah
solusinya mengolah dan memanfaatkan pasar tradisional terdiri dari 95 % bahan
tumpukan sampah, yang dapat dijadikan organik, sedangkan sampah rumah tangga
solusi permasalahan dibindag pertanian 75 % bahan organik . Sampah organik
tersebut sekaligus bagian penyelesaian merupakan limbah yang dapat di daur
masalah terhadap adanya tumpukan sampah. ulang. Secara alami bahan organik baru
Berdasarkan penelitian terhadap sampah dapat dimanfaatkan sebagai media tanam
organik dapat dikelola menjadi biogas, sebagai kompos setelah 3 – 12 bulan, dengan
kompos, pakan ikan lele, pakan dan media demikian terjadi tumpukan sampah yang
ternak cacing sebagai penghasil kascing, belum dapat dimanfaatkan berkisar 89 – 365
serta pupuk cair. Dimana kuantitas dan hari dan ini berarti dalam kurun waktu 3-12
kualitas hasilnya ditentukan dari bahan bulan terdapat tumpukan sampah berkisar
organik yang digunakan. Dampak tumpukan 44,5 kg – 129 kg per kapita per hari (Suanto,
sampah saat ini telah dirasakan pada kota-kota 2013).
yang berpenduduk padat, seperti Jawa Barat Berdasarkan data Bappeko (2007)
(43053732 jiwa), Jawa Timur (37476757 komposisi jenis-jenis sampah yang dihasilkan
jiwa), Jawa Tengah (32382657 jiwa), Sumatra di kota Malang, antara lain : sampah dapur
Utara (12982204 jiwa), terutama di kota-kota dan halaman 76,37%, plastik 14,35%, tekstil
besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta, 3,79%, kertas 2,01%, kayu atau bambu
Surabaya dan Malang, dalam satu harinya 2,00%, kaca atau gelas 0,64%, logam 0,42%
sampah organic yang dihasilkan lebih dari dan lain-lain 0,42%.
400 ton (Malang Pos, 2011). Permasalahan sampah dapat dikurangi
Sesuai dengan standar Kota besar, bahwa jika penanganannya di mulai dari rumah ke
timbunan sampah maksimal 3,251 dm3/org/ rumah dengan cara mengelolanya menjadi
hari sehingga jika melampuai angka tersebut kompos, biogas, pakan dan media ternak
maka telah menimbulkan permasalahan, cacing atau sebagai bahan dasar pupuk cair.
sementara timbunan sampah di wilayah : Pemanfaat tumpukan sampah merupakan
Jawa Barat mencapai 139.967,682m3/org/hr, alternatif mengantifasi semakin berkurangnya
Jawa Timur mencapai 121.836,937 m3/org/hr, lahan pertanian yang produktif karena telah
Jawa Tengah mencapai 105.276,017 m3/org/ beralih fungsi dan semakin menurunnya
hr, Sumatra Utara mencapai 42205,145m3/ kemampuan lahan akibat dari penggunaan
org/hr dan di Indonesia pada tahun 2013 pupuk kimia yang berlebihan. Menurut
diperkirakan jumlah penduduknya mencapai Hadisuwito (2007), selama ini pupuk organik

78 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

yang dihasilkan dari sampah organik dalam air. Secara kimiawi meningkatkan daya
bentuk padat memang banyak. Namun, sangga tanah terhadap perubahan pH,
jarang yang berbentuk cair, padahal pupuk meningkatkan kapasitas tukar kation,
organik cair ini lebih praktis digunakan, menurunkan ksasi P dan sebagai reservoir
proses pembuatannya relatif mudah, dan unsur hara sekunder dan unsur mikro. Secara
biaya pembuatan yang dikeluarkan juga tidak biologi, merupakan sumber energi bagi
terlalu besar. mikroorganisme tanah yang berperan penting
Sama seperti limbah organik padat, dalam proses dekomposisi dan pelepasan
limbah organik cair banyak mengandung unsur unsur hara dalam ekosistem tanah (Sanchez,
hara makro dan mikro serta bahan organik 2008)
lainnya. Penggunaan pupuk dari limbah ini Pada penelitian ini pupuk cair yang
dapat membantu memperbaiki struktur dan terbuat dari limbah organik berasal dari limbah
kualitas tanah. Menurut FNCA Biofertilizer sayuran di pasar kemudian ditambahkan
Project Group. (2006), sebuah penelitian dengan pupuk kandang 30 % serta cairan
di Cina menunjukkan penggunaan limbah decomposer dimana jumlah sel per ml 108,
cair organik mampu meningkatkan produksi , diaplikasikan terhadap tanaman pokcay,
pertanian 11% lebih tinggi dibandingkan dengan pertimbangan selain nilai ekonomi,
dengan menggunakan bahan organik lain. teknis, umur relative pendek dan kandungan
Bahkan di Cina, penggunaan pupuk kimia hara yang berasal dari limbah organik sayuran
sintetik untuk pupuk dasar mulai tergeser diduga juga akan dapat memenuhi hara yang
dengan keunggulan pupuk organik cair. dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi
Hasil penelitian lain menunjukkan pokcay. Namun demikian dugaan ini masih
bahwa pengaruh interaksi antara konsentrasi perlu pembuktian karena informasi tentang
dan waktu penyemprotan pupuk organik cair ini masih sangat kurang.
Super ACI berbeda nyata terhadap tinggi Mengingat kandungan hara pada
tanaman pada umur 14, 28 dan 42 hari setelah bahan organik dilepaskan lebih rendah dan
tanam, umur tanaman saat keluar bunga dilepaskan secara perlahan sehingga agar
jantan dan bunga betina, umur tanaman saat kebutuhan tanaman pakcoy terpenuhi maka
panen, panjang tongkol, diameter tongkol, perlu kajian tentang konsentrasi yang berbeda
berat tongkol, dan produksi tongkol pada dan frekuensi pemberian yang berulang
tanaman jagung (Rahmi dan Jumiati, 2007). dengan harapan didapat pertumbuhan dan
Sedangkan hasil penelitian Armada (2012), hasil tanaman pakcoy secara maksimal.
penggunaan pupuk cair berpengaruh terhadap Dari uraian di atas maka yang menjadi
pertumbuhan tanaman pakcoy. rumusan permasalahan dalam penelitian ini
Pe ma n f aat pu p u k o r g an i k cai r adalah :
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki • Kandungan nutrisi apa saja didalam
kualitas lahan, meskipun kandungan hara pupuk organik cair yang dibuat dari
dari bahan organik umumnya lebih rendah campuran limbah organik (limbah
dibandingkan pupuk kimia. Sebagai contoh sayuran sawi, kubis, wortel, pahitan,
unsur hara makro dari sisa tanaman berkisar pelepah pisang 65% ) + pupuk kandang
antara 0,7-2% nitrogen, 0,007-0,2% fosfor 30% + cairan decomposer sebanyak 1,5
dan 0,9-1,9 persen kalium, namun secara liter dengan jumlah sel per ml 108 + air
keseluruhan bahan organik memiliki potensi 20 liter tersebut ?
yang lengkap untuk memperbaiki sifat sik, • Bagaimana pengaruh pupuk organik cair
kimia dan biologi tanah. tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil
M an f a at b ah an o rg an i k s eca r a tanaman pakcoy?
fisik adalah memperbaiki struktur dan
meningkatkan kapasitas tanah menyimpan

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 79
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian Guna mengetahui pencapaian dari


ini meliputi : benih tanaman pakcoy, kotoran tujuan penelitian maka data pengamatan
sapi, sisa sayuran selada, sisa sayuran kubis, dicermati dan dianalisis, lebih rinci seperti
batang pisang, sisa sayuran wortel, pahitan, disajikan seperti di bawah ini
mikroorganisme, tetes tebu, pupuk kompos,
tanah, malose dan air. Variabel Tahap Pembuatan Bahan Cairan
Pelaksanaan penelitian, menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) kontras
ortogonal dengan 2 faktor. Faktor I, 1) Jenis bahan hijauan
Konsentrasi pupuk cair yang diaplikasikan Jenis bahan hijauan yang digunakan
(K), terdiri dari 3 taraf : K1 = 25 ml/ l liter dalam pembuatan pupuk organik cair ini
air, K2 = 30 ml/ l liter air, K3 = 35 ml/ 1 liter berasal dari limbah organik, yaitu : paitan,
air dan Faktor II, Frekuensi pemberian pupuk bonggol pisang, kubis, pakcoy, timun, wortel,
cair (F), terdiri dari 3 taraf : F1 = 1 hari sekali, dan sawi putih dan terong.
F2 = 2 hari sekali dan F3 = 3 hari sekali,
2) Bobot bahan segar sebelum dan
Pengatamatan dilakukan secara bertahap sesudah dicacah
Tahap pertama, Pengamatan cairan dari
fermentasi tahap pertama meliputi variabel: Limbah yang digunakan pada dasarnya
Warna, suhu, pH, kandungan nutrient berdasarkan ketersediaan limbah saat
(C-organik, C/N ratio, N,P,K, Na,Ca, dan pelaksanaan. Adapun jenis, bobot sebelum,
Mg. Tahap ke dua Pengamatan cairan bobot sesudah, bobot susut dan persentase
dari fermentasi tahap ke dua meliputi susut lebih rincinya seperti disajikan seperti
variabel: warna, suhu, pH, kandungan disajikan pada Tabel 1.
nutrient (C-organik, C/N ratio, N,P,K, Na,Ca,
dan Mg). Tahap ke tiga meliputi variabel
:jumlah daun, luas daun, berat segar dan
kering tanaman.
Tabel 1.Data Bobot Bahan Sebelum dan Setelah Dicacah

No Nama bahan Bobot awal (kg) Bobot akhir (kg) Bobot susut (kg) Persentase susut (%)
1 Paitan 3 2.1 0.9 30
2 Bonggol pisang 3 2.5 0.5 16.67
3 Kubis 4 3.32 0.68 17
4 Pakcoy 3 2.52 0.48 16
5 Timun 6 4 2 33
6 Wortel 4 3.37 0.63 15.72
7 Sawi putih 6 4.98 1.02 17
8 Terong 1 0.99 0.01 1
Berdasarkan Tabel 1, bobot tertinggi bahan setelah dicacah pada terong sebesar
adalah timun sebesar 6 kg dan bobot terendah 0.99 kg dari berat awal 1 kg. Bahan yang
terong sebesar 1 kg. Setelah dilakukan memiliki persentase susut terbesar adalah
penimbangan, bahan hijauan selanjutnya sisa sayuran timun sebesar 33%, hal ini
dicacah dan ditimbang lagi.Bobot terbesar menandakan bahwa sayuran timun memiliki
bahan setelah dicacah pada sawi putih sebesar kadar air yang tinggi. Susut bahan terendah
4.98 kg dari bobot awal 6 kg.Bobot terendah yaitu terong dengan nilai persentase susut 1%.

80 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

Variabel Proses Pemeraman Bahan Selu r uh bah an y an g ter ku mpu l


Pertama dan Pemeraman Cairan ditimbang bobot keseluruhannya sebelum
fermentasi dan setelah proses fermentasi di
Bobot total bahan sebelum fermentasi dan dalam tong selesai, maka cairan yang dipanen
cairan yang didapat ditimbang. Lebih rincinya seperti disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot Total Bahan Sebelum dan Setelah Fermentasi
No Nama bahan Bobot bahan sebelum fermentasi (kg)
1 Paitan 3
2 Bonggol pisang 3
3 Kubis 4
4 Pakcoy 3
5 Timun 6
6 Wortel 4
7 Sawi putih 6
8 Terong 1
9 Tetes tebu 0.25
10 Kotoran sapi 1
11 Cairan pembusuk 1.5
12 Air 62
Total bahan sebelum fermentasi (kg) 94.75
Total cairan setelah fermentasi (kg) 28

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui Kondisi fisik pupuk organik cair


bahwa total bahan yang digunakan dalam merupakan keadaan pupuk yang dapat dilihat
pembuatan pupuk organik cair sebanyak secara langsung di lapang.Kondisi sik turut
94.75 kg, dimana total bahan hijauan 30 kg, memberikan informasi apakah pupuk organik
tetes tebu 0.25 kg, kotoran sapi 1 kg, cairan cair telah matang atau belum. Kondisi sik
pembusuk 1.5 kg dan air 62 kg. Sedangkan yang diamati pada proses pemeraman bahan
pupuk organik cair yang dihasilkan sebanyak pertama dan pemeraman cairan meliputi
28 kg. warna cairan, pH campuran bahan total, pH
cairan, suhu dan bau. Indikator sik yang
Indikator pengamatan sik dihasilkan dibandingkan dengan indikator
keberhasilan yang diperoleh dari berbagai
sumber.
Tabel 3. Pengamatan Fisik Pemeraman Bahan Pertama dan Pemeraman Cairan
Indikator Pemeraman bahan Indikator
No Pemeraman cairan
pengamatan pertama keberhasilan
Coklat
1 Warna cairan Coklat muda Coklat muda
kekuningan
pH campuran
2 4.1 - -
bahan total
3 pH cairan 4.0 4.0 6.5-7.5
4 Suhu cairan (Co) 24 24 35-60
Tidak
5 Bau cairan Tidak menyengat Tidak menyengat
menyengat
Keterangan : indikator keberhasilan didapatkan dari sumber Indriani (2002), Nugroho
(2012), Purwendo dan Nurhidayat (2007)

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 81
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui Variabel Analisis Kandungan Nutrien


bahwa warna cairan yang dihasilkan Setelah Pemeraman Bahan Pertama dan
pada proses pemeraman bahan pertama Pemeraman Cairan Ke dua
coklat muda dengan bau tidak menyengat.
Sedangkan pH campuran bahan total sebesar Setelah pemeraman bahan pertama
4.1 dan pH cairan yang dihasilkan pada tahap selesai, cairan yang dihasilkan dianalisis
awal adalah 4.0 dengan suhu cairan awal kandungan unsur haranya.Selanjutnya
sebesar 24oC. Sementara itu, indikator sik cairan tersebut diperam kembali selama
pada pemeraman cairan menunjukkan bawa 11 hari, setelah itu diambil sampel untuk
warna cairan yang dihasilkan coklat muda, dianalisis kembali kandungan unsur hara.
dengan pH cairan 4.0 dan suhu 24oC serta Kandungan unsur hara yang dianalisis
bau tidak menyengat. meliputi : C-organik, bahan organik, N-total,
rasio C/N, P2O5, K2O, Ca, Mg dan Fe.
Sampel yang diambil sebanyak 250 ml
dengan data analisis tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara
C-organik Bahan N total Rasio P2O5 K2O Ca Mg Fe
Ulangan (%) organik (%) C/N (%) (%) (%) (%) (ppm)
(%)
Tahap I
1 7.14 9.27 0.40 17.73 0.06 0.15 0.06 0.10 0.49
2 7.08 9.19 0.38 18.38 0.06 0.16 0.06 0.10 0.48
Rerata 7.11 9.23 0.39 18.05 0.06 0.15 0.06 0.10 0.48
Tahap II
1 6.18 8.03 0.61 10.08 0.08 0.17 0.08 0.12 0.52
2 6.10 7.95 0.63 9.71 0.08 0.17 0.08 0.12 0.53
Rerata 6.15 7.99 0.62 9.89 0.08 0.17 0.08 0.12 0.52

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa bahwa presentase tertinggi adalah kandungan


persentase tertinggi hasil analisis unsur hara bahan organik sebesar 7.99% dan presentase
pada tahap pertama terletak pada kandungan terendah pada kandungan P2O5 (fosfor) dan
bahan organik sebesar 9.23% dan persentase kalsium (Ca) sebesar 0.08%.Sedangkan nilai
terendah pada kandungan P2O5 (fosfor) dan C/N rasio sebesar 9.89.
kalsium (Ca) sebesar 0.06%.Sedangkan rasio Hasil analisis tentang jenis mikroba
C/N sebesar 18.05.Sementara pada analisis yang menghasilkan N, P dan K yang berperan
kandungan unsur hara tahap kedua diketahui dalam tanaman seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan mikroba yang bermanfaat bagi tanaman

No Jenis Mikroba Jumlah (rpm/ml) Peran Mikroba


1. Azotobacter sp 9.10 x 106 penambat N non-simbiotik, menghasilkan
enzim Nitrogenase, menghasilkan hormon
tumbuh, dapat digunakan untuk semua
jenis tanaman, aerobik, hidup di dalam
tanah, air dan permukaan daun
2. Aspergillus sp 1.55 x 106 melarutkan Fosfat, Pendegradasi bahan
organik, Menguraikan lignin dan selulosa,
Anti hama dan penyakit hayati.

82 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

Berdasarkan hasil analisa terhadap terjadi interaksi antara konsentrasi dan


cairan tentang mikroba yang berperan frekuensi pemberian pupuk organik cair pada
menghasilkan N,P dan K untuk kepeentingan pengamatan tinggi tanaman. Secara terpisah,
tanaman, hal ini membuktikan bahwa cairan konsentrasi tidak berpengaruh nyata terhadap
limbah yang diolah dari bahan limbah organik tinggi tanaman pada pengamatan umur 14
dapat bermanfaat terhadap tanaman. HST dan 24 HST. Sedangkan frekuensi
pemberian berpengaruh sangat nyata terhadap
Variabel Pengamatan Aplikasi Pupuk tinggi tanaman pada umur 14 HST, 19 HST
Organik pada Tanaman Pakcoy dan 24 HST.
Uji nilai rata-rata terhadap tinggi
Tinggi tanaman (cm) tanaman pakcoy setelah diberi perlakuan
tersaji pada Tabel 6.
Berdasarkan data analisis ragam
(Lampiran 2) menunjukkan bahwa tidak
Tabel 6. Hasil Uji Rata-Rata Tinggi Tanaman Pakcoy (cm)
Tinggi Tanaman pada Umur (cm)
Perlakuan
14 HST 19 HST 24 HST
Konsentrasi (K)
25 ml/l air 17.55 a 21.14 c 21.32 a
30 ml/l air 17.84 a 21.17 c 21.23 a
35 ml/l air 17.58 a 20.45 b 20.99 a
Tanpa pemberian 16.06 a 19.12 a 19.40 a
(kontrol)
BNJ α 5% 0.48 0.68 0.62
Frekuensi (F)
1 hari sekali 16.69 b 20.11 b 20.46 b
2 hari sekali 17.72 c 21.01 c 21.11 c
3 hari sekali 18.29 d 21.63 c 21.97 d
Tanpa pemberian 16.06 a 19.12 a 19.40 a
(kontrol)
BNJ α 5% 0.48 0.68 0.62
Diperlakukan 17.66 b 20.92 b 21.18 b
Kontrol 16.06 a 19.12 a 19.40 a
BNJ α 5% 0.88 1.23 1.12
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda tidak
nyata pada uji BNJ 5%

Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan tinggi tanaman pada umur 14 HST, 19 HST


bahwa secara terpisah, peningkatan jumlah dan 24 HST. sedangkan antara perlakuan
konsentrasi tidak diikuti dengan peningkatan dengan kontrol pada umur 14 HST, 19 HST
tinggi tanaman pada umur 14 HST dan 24 dan 24 HST berbeda sangat nyata.
HST. Sedangkan pada pengamatan umur
19 HST, peningkatan jumlah konsentrasi Jumlah daun (helai)
diikuti dengan peningkatan tinggi tanaman.
Sementara itu, penurunan frekuensi pemberian Berdasarkan data analisis ragam
pupuk organik cair diikuti oleh peningkatan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tidak

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 83
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

terjadi interaksi antara konsentrasi dan frekuensi pemberian tidak diikuti oleh
frekuensi pemberian pupuk organik cair peningkatan jumlah daun.Sedangkan antara
terhadap jumlah daun tanaman pakcoy. perlakuan dan kontrol berbeda sangat nyata
Secara terpisah konsentrasi tidak berpengaruh pada umur 14 HST dan 24 HST, tetapi
nyata terhadap tinggi tanaman umur 19 HST. berbeda tidak nyata pada umur 19 HST.
Sedangkan frekuensi pemberian berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur Luas daun per tanaman (cm2)
14 HST dan 24 HST.
Uji nilai rata-rata jumlah daun pakcoy Berdasarkan data analisi ragam
setelah diberi perlakuan tersaji pada Tabel 7. (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tidak
terjadi interaksi antara konsentrasi dan
Tabel 7. Hasil Uji Rata-Rata Jumlah Daun
Tanaman Pakcoy (helai) frekuensi pemberian pupuk organik cair
Jumlah Daun (helai)
terhadap luas daun per tanaman pada
Perlakuan tanaman pakcoy.Secara terpisah, konsentrasi
14 HST 19 HST 24 HST
berpengaruh sangat nyata terhadap luas
Konsentrasi (K)
daun pada pengamatan umur 19 HST dan 24
25 ml/l air 9.30 b 11.93 a 13.81 b
HST. Selain itu, frekuensi pemberian juga
30 ml/l air 9.45 b 11.52 a 14.00 bc
berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun
35 ml/l air 9.93 c 11.81 a 14.59 c
umur 14 HST, 19 HST dan 24 HST.
Tanpa pemberian 8.67 a 12.67 a 12.89 a
Uji nilai rata-rata luas daun pada
(kontrol)
tanaman pakcoy setelah diberi perlakuan
BNJ α 5% 0.45 1.28 0.70
tersaji pada Tabel 8.
Frekuensi (F)
1 hari sekali 9.08 a 11.85 a 13.11 a Tabel 8. Hasil Uji Rata-Rata Luas Daun per
2 hari sekali 9.59 bc 11.67 a 14.30 b Tanaman Pakcoy (cm2)
3 hari sekali 10.00 c 11.74 a 15.00 b Luas Daun per Tanaman (cm2)
Tanpa pemberian 8.67a 12.67 a 12.89 a Perlakuan
14 HST 19 HST 24 HST
(kontrol)
Konsentrasi (K)
BNJ α 5% 0.45 1.28 0.70
25 ml/l air 317.36 a 621.04 b 837.28 b
Diperlakukan 9.56 b 11.75 a 14.14 b
30 ml/l air 338.68 a 599.50 b 804.06 b
Kontrol 8.67 a 12.67 b 12.89 a
35 ml/l air 325.56 a 679.11 c 959.12 c
BNJ α 5% 0.82 2.32 1.28
Tanpa pemberian 276.83 a 518.85 a 657.89 a
Keterangan : Angka-angka yang didampingi (kontrol)
huruf yang sama pada kolom yang BNJ α 5% 30.94 41.26 82.47
sama, menunjukkan berbeda tidak Frekuensi (F)
nyata pada uji BNJ 5% 1 hari sekali (F1) 293.39 a 577.33 b 760.88 b
Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan 2 hari sekali (F2) 325.28 b 619.63 c 869.58 c
bahwa secara terpisah peningkatan jumlah 3 hari sekali (F3) 362.94 c 702.69 d 970.00 d
konsentrasi diikuti dengan peningkatan Tanpa pemberian 276.83 a 518.85 a 657.89 a
jumlah daun pada pengamatan umur 14 HST (kontrol)
dan 24 HST. Sedangkan pada umur 19 HST, BNJ α 5% 30.94 41.26 2.47
peningkatan konsentrasi tidak diikuti dengan Diperlakukan 327.20 b 633.22 b 866.82 b
peningkatan jumlah daun.Sementara itu, Kontrol 276.83 a 518.85 a 657.89 a
penurunan frekuensi pemberian diikuti oleh BNJ α 5% 56.13 74.86 49.63
peningkatan jumlah daun pada pengamatan Keterangan : Angka-angka yang didampingi
umur 14 HST dan 24 HST.Akan tetapi huruf yang sama pada kolom yang
pada pengamatan umur 19 HST penurunan sama, menunjukkan berbeda tidak
nyata pada uji BNJ 5%

84 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan Bobot basah tanaman tanpa akar (g)


bahwa secara terpisah peningkatan jumlah
konsentrasi diikuti dengan peningkatan luas Berdasarkan data analisis ragam
daun pada pengamatan umur 19 HST dan 24 (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terjadi
HST. Tetapi peningkatan jumlah konsentrasi interaksi antara konsentrasi dan frekuensi
tidak diikuti peningkatan luas daun umur 14 pemberian terhadap bobot basah tanaman
HST. Sementara itu, penurunan frekuensi pakcoy.
pemberian diikuti oleh peningkatan luas daun Uji nilai rata-rata terhadap bobot basah
pada umur 14 HST, 19 HST dan 24 HST. tanaman pakcoy setelah diberi perlakuan
Perbandingan antara perlakuan dan kontrol tersaji pada Tabel 9.
berbeda sangat nyata pada umur 14 HST, 19
HST dan 24 HST.
Tabel 9. Hasil Uji Rata-Rata Bobot Basah Tanaman Pakcoy (g)

Perlakuan Kombinasi Bobot (g)

Tanpa pemberian (kontrol) 6.67 a


25 ml/l air, frekuensi pemberian 1 hari sekali (K1F1) 10.00 bcd
25 ml/l air, frekuensi pemberian 2 hari sekali (K1F2) 8.67 b
25 ml/l air, frekuensi pemberian 3 hari sekali (K1F3) 9.00 bc
30 ml/l air, frekuensi pemberian 1 hari sekali (K2F1) 8.67 b
30 ml/l air, frekuensi pemberian 2 hari sekali (K2F2) 10.33 cd
30 ml/l air, frekuensi pemberian 3 hari sekali (K2F3) 9.00 bc
35 ml/l air, frekuensi pemberian 1 hari sekali (K3F1) 7.00 a
35 ml/l air, frekuensi pemberian 2 hari sekali (K3F2) 8.67 b
35 ml/l air, frekuensi pemberian 3 hari sekali (K3F3) 11.00 d
BNJ α 5% 1.44
Diperlakukan 9.15 b
Kontrol 6.67 a
BNJ α 5% 2.62
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama, menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan Bobot kering tanaman (g)


bahwa pada pengamatan bobot basah
tanaman pakcoy yang mempunyai rata-rata Berdasarkan data analisis ragam
bobot basah tertinggi ada pada perlakuan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tidak
pemberian konsentrasi 25 ml/l air dengan terjadi interaksi antara konsentrasi dan
frekuensi pemberian 1 hari sekali (K1F1), frekuensi pemberian pupuk organik cair
pemberian konsentrasi 30 ml/l air dengan terhadap tanaman pakcoy.Secara terpisah
frekuensi pemberian 2 hari sekali (K2F2) konsentrasi berpengaruh sangat nyata
dan pemberian konsentrasi 35 ml/l air dengan terhadap bobot kering tanaman.Selain itu
frekuensi pemberian 3 hari sekali (K3F3). frekuensi pemberian juga berpengaruh sangat
Perbandingan antara perlakuan dan kontrol nyata terhadap bobot kering tanaman.
berbeda sangat nyata. Uji nilai rata-rata terhadap bobot kering
tanaman pakcoy setelah diberi perlakuan
disajikan pada Tabel 10.

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 85
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

Tabel 10. Hasil Uji Rata-Rata Bobot Kering Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa
Tanaman Pakcoy (g) korelasi antara variabel, ada yang bersifat
positif berarti peningkatan atau penurunan
Perlakuan Bobot Kering (g)
variabel satu juga diikuti peningkatan atau
Konsentrasi (K) penurunan variabel yang lain, dan bersifat
25 ml.1-l air 5.29 b negatif berarti penurunan atau peningkatan
30 ml.1-l air 5.12 b maka terjadi peningkatan atau penurunan
35 ml.1-l air 6.48 c nilai variabel yang satunya.Korelasi negatif
Tanpa pemberian 3.62 a terjadi antara pengamatan tinggi tanaman
(kontrol) terhadap berat kering tanaman, jumlah daun
BNJα 5% 0.71 dan luas daun.Korelasi positif terjadi antara
Frekuensi (F) pengamatan jumlah daun terhadap berat
1 hari sekali 4.71 b kering dan luas daun dan pengamatan luas
2 hari sekali 5.54 c daun terhadap berat kering.
3 hari sekali 6.63 d Tabel 12. Hasil analisa korelasi antara
Tanpa pemberian 3.62 a variabel pengamatan pada perlakuan
(kontrol) frekuensi pemberian
BNJα 5% 0.71 BK LD JD TT
Diperlakukan 5.63 b TT 0.997** 0.995ns 0.975ns 1
Kontrol 3.62 a JD 0.940ns 0.907ns 1
BNJ α 5% 0.64% LD 0.995ns 1
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf BK 1
yang sama, menunjukkan berbeda tidak nyata pada Keterangan : TT : Tinggi Tanaman. JD : Jumlah
uji BNJ 5% Daun. LD : Luas Daun. BK : Berat Kering.
**: berpengaruh signikan pada taraf α = 0,01
Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui
bahwa peningkatan jumlah konsentrasi diikuti bahwa tinggi tanaman berkorelasi positif
oleh peningkatan bobot kering tanaman. terhadap bobot kering tanaman, luas daun dan
Begitu pula dengan penurunan frekuensi jumlah daun. Jumlah daun berkorelasi positif
pemberian diikuti oleh peningkatan bobot terhadap bobot kering tanaman dan luas daun.
kering tanaman.Sedangkan perbandingan Luas daun berkorelasi positif terhadap bobot
perlakuan dan kontrol berbeda sangat nyata. kering.
Analisa korelasi antara variabel
pengamatan pada perlakuan konsentrasi HASIL DAN PEMBAHASAN
pupuk organik cair tersaji pada Tabel 10 dan
perlakuan frekuensi pemberian tersaji pada Variabel Tahap Pembuatan Bahan Cairan
Tabel 11.
Tabel 11. Hasil analisa korelasi antara Bahan hijauan yang digunakan dalam
variabel pengamatan pada perlakuan pembuatan pupuk organik cair berupa
konsentrasi pupuk organik cair sisa-sisa sayuran segar yang diharapkan
BK LD JD TT berpengaruh terhadap kegiatan mikroba
TT -0.918ns -0.881ns -0.998* 1 dalam mengolah bahan baku menjadi pupuk
JD 0.940ns 0.907ns 1
organik cair. Sesuai dengan pendapat Utami
(2010), sayur-sayuran yang mempunyai kadar
LD 0.996ns 1
air tinggi(sekitar 70- 95%), mengalami proses
BK 1
pembusukan lebih cepat.
Keterangan : TT : Tinggi Tanaman. JD : Jumlah
Daun. LD : Luas Daun. BK : Berat Kering.
* : berpengaruh signikan pada taraf α = 0,05

86 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

Berdasarkan Tabel 2, bahan hijauan 106 ml-1 dan mikroba yang berasal dari
sebelum dan sesudah dicacah serta persentase kotoran sapi saja. Penambahan bahan-bahan
susut menunjukkan bahwa bobot bahan ini untuk mempercepat proses penguraian oleh
sebelum dan setelah dicacah mengalami mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan
penyusutan yang cukup besar untuk semua Winarno (1990) yang mengemukan bahwa
bahan, kecuali pada terong yang bobot susut fermentasi dapat terjadi karena adanya
hanya 0.01 kg dan presentase susut 1%. aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan
Sedangkan bobot susut dan persentase susut penguraian subtrat organik, proses ini dapat
terbesar adalah timun dengan bobot susut menyebabkan perubahan sifat bahan tersebut.
sebesar 2 kg dan presentase susut sebesar Jumlah mikroba berkaitan dengan waktu
33%. Hal ini dikarenakan timun mengandung fermentasi bahan organik.
kadar air yang cukup tinggi. Sesuai dengan Bobot awal bahan hijauan sebanyak
pendapat Rukmana (1995) yang menyatakan 30 kg dengan campuran tetes tebu sebanyak
bahwa kadar air pada timun sebanyak 96% 0.25 kg, kotoran sapi 1 kg, mikrooganisme
dan serat 26%. Hal ini mengakibatkan bobot 1.5 kg dan air 62 kg. Sedangkan bobot total
timun akan menurun setelah dicacah karena cairan yang dihasilkan dari bobot awal bahan
kadar air jadi berkurang. yang digunakan adalah 28 kg. Bobot bahan
pada akhir proses fermentasi mengalami
Variabel Proses Pemeraman Bahan penyusutan yang begitu signikan. Hal ini
Pertama dan Pemeraman Cairan dikarenakan tidak semua cairan dimanfaatkan.
Warna cairan yang dihasilkan dari
Selain bahan hijauan dari sayur- pupuk organik cair pada proses pemeraman
sayuran, bahan hijauan lain yang ditambahka bahan pertama adalah coklat muda. Menurut
adalah paitan dan bonggol pisang. Menurut Purwendro dan Nurhidayat (2007), indikator
Agustina dan Enggariyanto (2004), tanaman keberhasilan pupuk organik cair adalah pupuk
paitan (Tithonia diversifolia) merupakan organik cair berwarna coklat kekuningan dan
salah satu jenis tanaman yang baik untuk tidak memiliki bau yang menyengat disertai
meningkatkan mutu pupuk organik. Tanaman adanya jamur putih yang ada di permukaan
ini mempunyai keunggulan, yaitu mudah larutan molase.
mengalami dekomposisi dan mengandung Suhu cairan awal yang dihasilkan
N-total yang sangat tinggi (3,5-5,5%), P2O5 selama proses pemeraman di tong adalah
(0,37-1,0%), dan K2O (3,18-6%). Sedangkan 24oC. Hal ini menandakan bahwa bakteri
menurut Soeryoko (2011) bonggol pisang yang berkembang pada suhu tersebut dari
mengandung fosfor dan kalium yang cukup jenis bakteri mesol.Menurut Sutedjo dan
tinggi. Mulyani(1991) suhu mempunyai pengaruh
Semakin kecil dan homogen bentuk baik karena mampu menurunkan patogen
bahan, semakin cepat dan baik pula proses (mikroba atau gulma) yang berbahaya. Jika
pengomposan. Bentuk bahan yang lebih kecil suhu dalam proses pembuatan pupuk cair
dan homogen, lebih luas permukaan bahan hanya berkisar kurang dari 20oC maka pupuk
yang dapat dijadikan substrat bagi aktivitas organik cair dinyatakan gagal, sehingga perlu
mikroba.Selain itu, bentuk bahan dapat diulang kembali.
berpengaruh pula terhadap kelancaran difusi Pupuk cair dikatakan baik dan siap
oksigen yang diperlukan serta pengeluaran diaplikasikan jika tingkat kematangannya
CO2 yang dihasilkan (Sutanto, 2002). sempurna.Fermentasi berjalan dengan baik
Bahan lain yang digunakan adalah diketahui dari keadaan bentuk fisiknya,
tetes tebu. Mikroba yang digunakan berasal dimana fermentasi yang berhasil ditandai
dari cairan pembusuk dengan kelipatan sel dengan adanya bercak – bercak putih pada

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 87
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

permukaan cairan, warna cairan yang klorol dan membantu proses fotosintesis.
dihasilkan pada proses pemeraman cairan Tanaman pakcoy lebih membutuhkan
adalah coklat muda dengan bau yang tidak unsur nitrogen (N) dalam jumlah banyak
menyengat dengan pH 4.0.Menurut Indriani untuk pembentukan organ vegetatif seperti
(2002), kisaran pH yang baik untuk pupuk daun.Hal ini sesuai dengan pernyataan
organik cair yaitu sekitar 6,5 – 7,5 (netral). Mulyani (2002) yang menyatakan bahwa
Sutanto (2002) menambahkan bahwa biasanya unsur N merupakan unsur hara utama
pH agak turun pada awal proses fermentasi bagi pertumbuhan bagian-bagian vegetatif
karena aktivitas bakteri yang menghasilkan tanaman seperti daun, batang dan akar.
asam. Dengan munculnya mikroorganisme Kandungan unsur N pada pupuk organik cair
lain dari bahan yang didekomposisikan,maka sebesar 0.39%.Nilai ini masih tergolong kecil
pH bahan akan naik setelah beberapa hari dan untuk bisa dimanfaatkan tanaman pakcoy.
kemudian berada pada kondisi netral. Nilai C-organik pada analisis tahap
P en g a m at a n s u h u p a d a p r o s e s pertama sebesar 7.11%. Hal ini menunjukkan
pemeraman cairan sebesar 24oC. Suhu bahwa kandungan karbon masih rendah
cairan ini menggambarkan aktivitas mikroba karena syarat karbon yang dibutuhkan
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. berkisar antara 9,8-32%. Menurut Arifin
Hal ini dapat dihubungkan dengan analisis dan Krismawati (2008) pada dekomposisi
kandungan yang lain. bahan organik, zat arang atau karbon (C)
mengalami pembakaran dengan O2 menjadi
Analisisis Kandungan Unsur Hara kalori dan karbon dioksida (CO2) dan dilepas
Setelah Pemeraman Bahan Pertama dan dalam bentuk gas sehingga kandungan karbon
Pemeraman Cairan menjadi rendah.
Kandungan unsur kalium (K) sebesar
Berdasarkan hasil analisis laboratorium 0.15% lebih tinggi dari kadar Ca yang hanya
mengenai kandungan unsur hara yang 0.06% dan Mg yang bernilai 0.10%. Kadar
terkandung dalam pupuk organik cair yang K tinggi maka akan antagonis dengan unsur
dihasilkan pada proses pemeraman bahan Ca, N dan P, hal tersebut akan berakibat
pertama, menunjukkan perbedaan persentase pada terhambatnya pembentukan daun muda
kandungan unsur hara. Hasil analisisnya karena menghambat kerja Ca, selain itu tubuh
menunjukkan bahwa kandungan bahan tanaman akan kerdil, daun kecil dan warna
organik paling tinggi dibandingkan unsur daun menguning karena antagonis dengan
lain, yaitu sebesar 9.23%. Kandungan unsur N dan P. Sedangkan kadar magnesium (Mg)
hara terkecil adalah fosfor (P2O5) dan lebih besar daripada kadar unsur P dan Ca.
kalsium (Ca) yaitu sebesar 0.06%. Bandingan sumber C (karbon) dengan
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui N (zat lemas) bahan.Bandingan ini umumnya
bahwa kandungan unsur N-total sebesar disebut rasio C/N. Rasio C/N yang dihasilkan
0.39% lebih kecil dari kandungan besi (Fe). pada tahap pertama ini bernilai 18.05.
Hal ini disebabkan oleh asal bahan organik Penggunaan pupuk organik dengan C/N rasio
yang digunakan dalam pembuatan pupuk tinggi dan belum matang dapat menimbulkan
organik cair sehingga berpengaruh terhadap desiensi N (Paje, 1990). Food and Fertilizer
kandungan hara yang dihasilkan. Menurut Tecnology Center (1997) secara umum telah
Soeryoko (2011), tanaman membutuhkan mengusulkan persyaratan minimal untuk
asupan zat besi dalam jumlah sedikit. rasio C/N pupuk organik maksimal 20.
Walaupun dibutuhkan dalam jumlah sedikit, Hal ini menandakan bahwa rasio C/N yang
zat besi memiliki peran yang sangat penting dihasilkan dari pupuk organik cair cukup
bagi tanaman, antara lain sebagai pembentuk memenuhi persyaratan untuk diaplikasikan

88 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

pada tanaman. unsur hara terutama N. Sesuai dengan


Berdasarkan data analisis laboratorium pendapat Lingga dan Marsono (2006)
tahap kedua (Tabel 5), kandungan unsur hara bahwa peranan utama nitrogen adalah
yang terdapat pada pupuk organik cair yang untuk merangsang pertumbuhan vegetatif
dihasilkan, memperlihatkan kandungan tanaman, terutama sebagai unsur pembangun
bahan organik lebih tinggi dibandingkan protoplasma dan sel hidup.
dengan kandungan unsur hara lainnya yaitu Ras io C/N yang d iper oleh d ar i
sebesar 7.99% . Akan tetapi data tersebut pemeraman cairan adalah 9.89 mengalami
menunjukkan bahwa bahan organik yang penurunan sebesar 8.16% dari analisis tahap
dihasilkan pada tahap pertama mengalami pertama.Rasio C/N merupakan perbandingan
penurunan sebanyak 1.24%.Sedangkan dari pasokan energi mikroba yang digunakan
kandungan unsur terendah terdapat pada terhadap nitrogen untuk sintesis protein.
P2O5 (fosfor) sebesar 0.08% dan kalsium Hasil ini menunjukkan bahwa C/N rasio
(Ca) Namun kandungan P2O5 mengalami tersebut sudah memenuhi syarat sebagai
peningkatan sebesar 0.02% dari analisis tahap pupuk organik cair. Sesuai dengan pernyataan
pertama. Marthur (1980) bahwa mikroorganisme
Kandungan C-organik pada analisis memerlukan 30 bagian C terhadap satu bagian
tahap kedua sebesar 6.15% (Tabel 5) N, sehingga rasio C/N 30 merupakan nilai
mengalami penurunan sebesar 0.96% dari yang diperlukan untuk proses pengomposan
analisis tahap awal (Tabel 5).Menurut Sundari yang esien. Terlalu besar rasio C/N (>40)
dkk (2012) syarat kandungan C yang bisa atau terlalu kecil (<20) akan mengganggu
digunakan pada tanaman adalah 9,8-32%. kegiatan biologis proses dekomposisi. Jika
Kandungan C-organik tanah yang rendah kadar C lebih tinggi daripada N, maka
menunjukkan aktivitas mikroba pada proses tanaman akan sulit menyerap unsur hara yang
fermentasi menguraikan bahan organik. terdapat pada pupuk organik cair. Sehingga
Sesuai dengan pendapat Rao (1975), sampah kebutuhan C/N rasio harus mendekati atau
organik terdiri atas sisa sayuran, tanaman, sama dengan kadar C/N rasio tanah (10-12)
dan sisa makanan yang mengandung karbon Dalam tanaman fosfor (P) digunakan
(C) berupa senyawa sederhana maupun untukpertumbuhan bagi tanaman serta diubah
kompleks. Selulosa merupakan salah satu menjadi humusoleh tanaman dan membuat
senyawa kompleks yang memerlukan proses tanah menjadi subur. Kadar fosfor yang
dekomposisi relatif lama namun dapat dihasilkan pada analisis tahap kedua adalah
dipecah oleh enzim selulosa yang dihasilkan 0,08% sedangkan syaratkandungan P pada
oleh bakteri menjadi senyawa monosakarida, pupuk minimum 0,4 %. Hal ini menandakan
alkohol, CO2, dan asam-asam organik lain. bahwa kadar fosfor (P) yang diperlukan
Unsur hara nitrogen (N) yang dihasilkan masih jauh dari yang dibutuhkan tanaman.
pada tahap kedua lebih tinggi dibandingkan Jika tanaman kekurangan unsur P, dapat
pada tahap pertama yaitu sebesar 0.62% mengakibatkan daun seperti terbakar atau
(Tabel 5).Jumlah ini tergolong tinggi karena berwarna ungu diujung daun.
lebih dari 0.40% dan dapat memenuhi Kalium bagi tanaman berfungsi pengatur
kebutuhan N tanaman pakcoy.Pada fase mekanisme fotosintesis, translokasi sintesa
vegetatif tanaman memerlukan nutrisi protein dan lain lain. Gejala kekurangan
untuk mendukung pertumbuhannya.Pada kalium pada pada tanaman akanmenyebabkan
fase pertumbuhan tanaman membutuhkan pingggiran daun berwarna coklat, ruasnya
protein untuk membangun tubuhnya yang memendek serta tanaman tidak bisa tinggi.
diambil dari nitrogen. Oleh karena itu, pada Syarat kandungan K pada pupuk organik
fase vegetatif tanaman banyak membutuhkan cair minimum 0,20 % (Sundari dkk., 2010).

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 89
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

Sedangkan kandungan K2O yang dihasilkan bahan kimia maksimal 5% dan mengandung
dari analisis laboratorium sebesar 0.17%. bahan tertentu seperti mikroorganisme yang
Hal tersebut menandakan bahwa kandungan jarang terdapat dalam pupuk organik padat.
kalium (K) yang dihasilkan belum memenuhi Disamping itu biasanya pupuk organik cair
yang dibutuhkan tanaman. juga mengandung asam amino dan hormon
Kandungan hara besi (Fe) menempati yaitu Giberelin, Sitokinin dan IAA.Hal ini
urutan kelima tertinggi setelah bahan organik, dapat menunjang pertumbuhan dan hasil pada
C-organik, N-total, dan Rasio C/N yaitu tanaman yang dibudidayakan.
sebesar 0.52%.Data tersebut menunjukkan Tidak terdap at inter ak si an tar a
peningkatan sebesar 0.04% dari analisis tahap konsentrasi dan frekuensi pemberian pupuk
awal.Sedangakan kandungan magnesium organik cair pada variabel tinggi tanaman,
masih lebih besar dibandingkan Ca dan P. jumlah daun, luas daun, dan bobot kering
Magnesium adalah unsur yang dibutuhkan tanaman. Namun, terdapat interaksi antara
oleh tanaman dalam jumlah sedikit.Walaupun konsentrasi dan frekuensi pemberian pada
demikian, kebutuhan magnesium tersebut variabel bobot basah tanaman tanpa akar,
harus terpenuhi.Magnesium digunakan ini menunjukkan bahwa antara faktor
tanaman untuk membentuk inti sel pada konsentrasi pupuk organik cair dengan faktor
molekul klorol. Sesuai dengan pendapat frekuensi pemberian pupuk organik cair tidak
Hadisuwito (2007) yang menyatakan bahwa, secara bersama-sama dalam mempengaruhi
magnesium berfungsi membantu proses pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy,
pembentukan hijau daun atau klorofil. dengan kata lain kedua faktor perlakuan
Kekurangan magnesium dapat menyebabkan tersebut memberikan pengaruh secara
pucuk bagian di antara jari-jari daun tampak terpisah dan bertindak bebas satu terhadap
tidak berwarna. lainnya. Seperti dikemukakan oleh Gomez
dan Gomez (1995), bahwa dua faktor
Variabel Pengamatan Aplikasi Pupuk dikatakan berinteraksi apabila pengaruh suatu
Organik pada Tanaman Pakcoy faktor perlakuan berubah pada saat perubahan
taraf faktor perlakuan lainnya. Selanjutnya
Berdasarkan hasil uji rata-rata dinyatakan oleh Steel dan Torrie (1991),
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak
daun, bobot basah tanaman tanpa akar, bobot nyata maka disimpulkan bahwa diantara
kering tanaman dapat dilihat bahwa tanaman faktor perlakuan tersebut bertindak bebas
yang diaplikasikan dengan pupuk organik satu sama lain.
cair menunjukkan hasil yang berbeda nyata Berdasarkan data analisis ragam
terhadap kontrol. Hal ini terlihat dari rata-rata (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terjadi
tinggi tanaman umur 14 HST, 19 HST dan 24 interaksi (*) antara konsentrasi dan frekuensi
HST, jumlah daun umur 14 HST dan 24 HST, pupuk organik cair terhadap bobot basah
luas daun umur 14 HST, 19 HST dan 24 HST, tanpa akar tanaman pakcoy. Terlihat pada
bobot basah tanaman tanpa akar, dan bobot Tabel 9 menunjukkan rata-rata bobot basah
kering tanaman. Sedangkan pada jumlah daun tanaman pakcoy tertinggi terdapat pada
umur 19 HST antara perlakuan dan kontrol perlakuan konsentrasi konsentrasi 25 ml/l
berbeda tidak nyata.Pemberian pupuk organik air dengan frekuensi pemberian 1 hari sekali
cair terlihat memberikan hasil yang baik (K1F1), konsentrasi 30 ml/l air dengan
bagi pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy frekuensi pemberian 2 hari sekali (K2F2)
dibandingkan tanpa pemberian pupuk organik dan konsentrasi 35ml/l air dengan frekuensi
cair (kontrol).Menurut Parnata (2004) pemberian 3 hari sekali (K3F3). Terlihat
pupuk organik cair memiliki kandungan pada hasil panen menunjukkan tanaman

90 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

pakcoy pada perlakuan tersebut memiliki bahwa tinggi tanaman lebih dipengaruhi oleh
karakter morfologi lebih baik dibandingan faktor lingkungan seperti cahaya, iklim dan
perlakuan lain (Lampiran 8).Sebagaimana CO2. Rizqiani dkk (2007) menambahkan
terjadi pada parameter pertumbuhan tanaman, bahwa, pertumbuhan dan perkembangan
peningkatan bobot tanaman juga disebabkan tanaman akan baik jika jumlah unsur hara
oleh adanya peningkatan ketersediaan hara yang diberikan turut diperhatikan. Hal
yang berasal dari pupuk organik cair, baik ini disebabkan karena pemberian pupuk
secara langsung maupun tidak langsung. dengan konsentrasi yang tidak sesuai akan
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, 3 dan berpengaruh terhadap hasil tanaman.
4) menunjukkan bahwa pengaruh frekuensi Pad a pen gamatan ju mlah daun,
pemberian pupuk organik cair berbeda dari hasil analisis ragam (Lampiran 2)
sangat nyata terhadap tinggi tanaman (umur menunjukkan bahwa tidak ada interaksi (ns)
pengamatan 14 HST, 19 HST, dan 24 HST), antara konsentrasi dan frekuensi pemberian
jumlah daun (umur pengamatan 14 HST pupuk organik cair terhadap tanaman pakcoy.
dan 24 HST), luas daun (umur pengamatan Berdasarkan data dapat diketahui bahwa
14 HST, 19 HST, dan 24 HST) dan bobot pengaruh konsentrasi pupuk organik cair
kering tanaman. Akan tetapi berbeda tidak berbeda sangat nyata pada umur 14 HST
nyata terhadap jumlah daun pengamatan dan berbeda nyata pada 24 HST, tetapi
umur 19 HST. Dijelaskan oleh Sutejo dan berbeda tidak nyata pada 19 HST.Pada
Kartasapoetra (1995) bahwa kebutuhan Tabel 9 terlihat bahwa jumlah rata-rata
tanaman akan bermacam-macam unsur hara helaian daun meningkat seiring dengan
selama pertumbuhan dan perkembangannya meningkatnya konsentrasi pupuk organik
adalah tidak sama, membutuhkan waktu yang cair yang diberikan dan perlakuan tanpa
berbeda dan tidak sama banyaknya. Sehingga pemberian pupuk menunjukkan rata-rata
dalam hal pemupukan, sebaiknya diberikan jumlah daun yang paling rendah kecuali
pada waktu atau saat tanaman memerlukan pada pengamatan umur 19 HST.Bila dilihat
unsur hara secara intensif agar pertumbuhan dari data tinggi tanaman (Tabel 6) dan
dan perkembangannya berlangsung dengan dibandingkan dengan data rata-rata jumlah
baik. helaian daun (Tabel 7), ternyata tanaman
Hasil analisis ragam (Lampiran 2) yang lebih tinggi tidak berkorelasi dengan
menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi jumlah daun yang terbanyak. Hal ini tidak
pupuk organik cair berbeda tidak nyata sesuai dengan pendapat Tauka (2011) yang
terhadap tinggi tanaman pada umur 14 HST menyatakan bahwa, jumlah daun berkaitan
dan 24 HST. Meskipun berbeda tidak nyata, dengan tinggi tanaman. Semakin tingginya
namun secara umum hasil penelitian (Tabel 6) tanaman semakin banyak ruas batang yang
memperlihatkan adanya kecenderungan akan menjadi tempat keluarnya daun.
bahwa pada pengamatan umur 14 HST dan Sed an g ka n p ad a an ali si r ag am
19 HST, pengaruh pemberian pupuk organik (Lampiran 3) menunjukkan bahwa pengaruh
cair dengan konsentrasi 30 ml/l air (K2) konsentrasi pupuk organik cair berbeda
menghasilkan nilai rata-rata tanaman yang sangat nyata terhadap luas daun tanaman
lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian pakcoy pada umur 19 HST dan 24 HST,
pupuk organik cair, perlakuan 25 ml/l air tetapi berbeda tidak nyata pada umur 14 HST.
(K1) dan 35 ml/l air (K3). Akan tetapi Tabel 8 memperlihatkan bahwa pemberian
pengaruh konsentrasi pupuk organik cair pupuk organik cair pada konsentrasi 35 ml/l
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman umur air memberikan rata-rata luas daun yang
19 HST.Sesuai dengan pendapat Gardner, lebih tinggi pada pengamatan umur tanaman
Piearre dan Mitchell (1991) menyatakan 19 HST dan 24 HST dibandingkan kontrol,

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 91
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

perlakuan konsentrasi 25 ml/l air dan 30 KESIMPULAN DAN SARAN


ml/l air.
Hal ini diperkirakan tanaman yang Kesimpulan
diberi pupuk organik cairmenghasilkan
fotosintat yang lebih banyak dibandingkan Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dengan tanaman yang tidak diberipupuk dilakukan tentang Kajian Konsentrasi dan
organik cair (kontrol) karena tanaman dengan Frekuensi Pemberian Pupuk Cair dari Limbah
jumlah daun yang lebih banyak, luasdaun Organik Terhadap Tanaman Pakcoy (Brassica
yang lebih luas dan tidak saling menaungi rapa chinensis L.) dapat disimpulkan sebagai
akan mempunyai kesempatan yang lebih berikut :
besar dalam memanfaatkan cahaya matahari • Pada cairan didapat dua jenis mikroba
yang ditangkap oleh daun untuk digunakan yang berperan terhadap tanaman yaitu
sebagai energi dalam proses fotosintesis, Azotobacter sp dengan jumlah 9.10
sehingga hasil fotosintesisnya (fotosintat) x106 dan Aspergillus sp dengan jumlah
juga akan lebih baik. 1.55 x 106rpm/ml dan kandungan
Berdasarkan data analisis ragam nutiren yang juga bdibtuhkan oleh
(Lampiran 4) menunjukkan bahwa pengaruh tanaman
konsentrasi berbeda sangat nyata terhadap • Terjadi interaksi antara konsentrasi dan
hasil bobot kering tanaman pakcoy.Pada frekuensi pemberian pupuk organik cair
Tabel 10 memperlihatkan bahwa pemberian terhadap bobot basah tanaman tanpa
pada konsentrasi 35 ml/l air memberikan akar. Kombinasi terbaik pada perlakuan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 35 ml/l air dan frekuensi
perlakuan kontrol, 25 ml/l air, dan 30 ml/l air. pemberian 3 hari sekali.
Menurut Gardner et al. (1991), • Pengaruh konsentrasi pupuk organik
p e mu p u k an d i zo n a d ef i s i en a k an cair berbeda tidak nyata pada variabel
meningkatkan bobot kering tanaman, pengamatan tinggi tanaman umur 14
sedangkan pemupukan di zona berlebihan HST dan 24 HST, jumlah daun umur
akan mengakibatkan peningkatan kandungan 19 HST, dan luas daun umur 14 HST;
unsur hara tertentu di dalam jaringan tanaman. berbeda nyata pada variabel pengamatan
Apabila hal ini terjadi, maka efisiensi tinggi tanaman umur 19 HST dan jumlah
pemupukan tidak tercapai.Dengan demikian, daun pada umur 24 HST; dan berbeda
diperlukan adanya pengujian-pengujian untuk sangat nyata pada variabel pengamatan
mendapatkan suaturekomendasi pemupukan jumlah daun umur 14 HST, luas daun
yang sesuai tentang dosis dan frekuensi umur 19 HST dan 24 HST, dan bobot
pemberian pupuk yang dianjurkan, khususnya kering tanaman tanpa akar. Konsentrasi
pupuk organik cair. terbaik diperoleh pada perlakuan 35
Tanaman membutuhkan unsur ml/l air.
hara untuk melakukan proses-proses • Pengaruh frekuensi pemberian pupuk
metabolisme,terutama pada masa vegetatif. organik cair berbeda tidak nyata pada
Diharapkan unsur yang terserap dapat variabel pengamatan jumlah daun
digunakan untukmendorong pembelahan umur 19 HST dan berbeda sangat nyata
sel dan pembentukan sel-sel baru guna terhadap variabel tinggi tanaman umur
membentuk organ tanamanseperti daun, pengamatan 14 HST, 19 HST, dan 24
batang, dan akar yang lebih baik sehingga HST, jumlah daun umur 14 HST dan 24
dapat memperlancar proses fotosintesis. HST, luas daun umur 14 HST, 19 HST
dan 24 HST, dan bobot kering tanaman
tanpa akar. Frekuensi terbaik diperoleh

92 Maret 2014: 77 - 94
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

pada perlakuan 3 hari sekali. Muhammadiyah Malang. Malang.


Berdasarkan kesimpulan diatas dapat Haryanto. 2001. Budidaya Sayur Komsumsi.
disarankan bahwa untuk memperbaiki Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
pertumbuhan dan meningkatkan hasil Indriani. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk.
tanaman pakcoy dapat dilakukan dengan Penebar Swadaya, Jakarta.
pemberian konsentrasi 35 ml/l air dan Indriati. 2002. Pengaruh Pemberian Bahan
frekuensi pemberian 3 hari sekali karena Buangan Tanaman dan Kombinasinya
jumlah pupuk organik cair yang digunakan Dengan Kotoran Ayam Terhadap
dalam satu kali siklus hidup tanaman pakcoy Ketersediaan Dosfor di Andosol Coban
lebih esien dan waktu yang digunakan lebih Rondo, Pujon, Malang. Skripsi S1 FP.
efektif. UB. Malang.
Malang Pos, 2011. Permasalahan Sampah
DAFTAR PUSTAKA Kota Malang. www.malang- post.com/
pemasalahan-sampah-kota-besar?.php.
Armada, B. 2012. Studi Fermentasi Beberapa diakses pada tanggal 23 Oktober 2011.
Komposisi Bahan Pupuk Organik Mulyani, M.S. 2002. Pupuk dan Cara
Cair Menggunakan Bioaktivator dan Pemupukan. Rieneka Cipta. Jakarta.
Pengujian Agronomi Pada Tanaman 175 hal.
Sawi pakcoy (Brassica chinensis L.). Nugroho, Panji. 2012 . Panduan Membuat
Naskah Publ.Penel. Mhs. Jur Agron. Pupuk Kompos Cair : Untung Mengalir
FPP. Univ. Muhammadiyah Malang. dari Pupuk Kompos Cair. Pustaka Baru
Bappeko Kota Malang. 2007. Master Plan Press : Yogyakarta.
Persampahan Kota Malang 2007. Parnata, dan Ayub.S. 2004.. Pupuk Organik
Malang Cair. Jakarta:PT Agromedia Pustaka.
FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Hal 15-18.
Biofertilizer Manual. Forum for Nuclear Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Cooperation in Asia (FNCA). Japan Bogor.
Atomic Industrial Forum, Tokyo. Purwendro, D. dan Nurhidayat T. 2007.
Food Fertilizer Technology Center (FFTC). Pembuatan Pupuk Cair. PT Gramedia
1997. Quality Control for Organic Pustaka Utama. Jakarta.
Fertilizer. News Letter 117.Food and Rahmi, A. dan Jumiati. 2007. Pengaruh
Fertilizer Technology Center, Taiwan, Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan
ROC. Pupuk Organik Cair Super ACI terhadap
Gardner, F.P., R.B. Pearre dan R.L. Mitchell. Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis.
1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Agritrop, 26 (3) : 105 – 109.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez.1995. Prosedur Rizqiani, N.F., E. Ambarwati, N.W., Yuwono.
Statistika untuk Penelitian Pertanian 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi
(Terjemahan A. Sjamsuddin dan J.S. Pemberian Pupuk Organik Cair
Baharsyah). Edisi Kedua. UI Press. terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis
Jakarta. (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah.
Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 7(1)
Kompos Cair. PT. Agromedia Pustaka. : 43-53.
Jakarta Rukmana, R. 1995. Budidaya Mentimun.
Harkati, T. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Kanisius.Yogyakarta.
Kandang dan Kosentrasi Urine Sapi Sanchez, P.A. 2008. Properties and
Fermentasi terhadap Tanaman Cabai Management of Soil in the Tropic Soil
Merah Besar (Capsicum anuum L.) Organic Matter. New York : John Wiley
Varietas Hot Beauty. Skripsi. Universitas and Sons. 5 : 225-270.
Soeryoko, H. 2011. Kiat Pintar Memproduksi

Analisis Mikroba Pada Cairan Sebagai Pupuk Cair Limbah Organik Dan Aplikasinya Terhadap 93
Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.)
Suanto JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

Kompos dengan Pengurai Buatan


Sendiri.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan
Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan
Biometrik (Terjemahan oleh Bambang
Sumantri). Gramedia. Jakarta.
Suf ian to, 201 3. Pen ap siran sampah
organik yang termanfaatkan dan tidak
termanfaatkan. Makala, Kelompok
Kajian. BO. Mhs. Agro. FPP. UMM. .
Sundari, E., E. Sari, dan R. Rinaldo. 2012.
Pembuatan Pupuk Organik Cair
Menggunakan Bioaktivator Biosca
dan EM4.Prosiding STNK TOPI 2012,
Pekanbaru, 11 Juli 2012.93-97 hal.
Suriadikarta, Didi, Ardi., dan Simanungkalit,
R.D.M. (2006).Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati. Jawa Barat:Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 2.
ISBN 978-979-9474-57-5.
Sutanto, B.2002. Pemanfaatan Urine Ternak
Sapi Perah untuk Pembuatan Pupuk
Organik Cair di Dusun Ngandong Desa
Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten
Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pascasarjana, UGM. Yogyakarta.
Sutedjo dan Mulyani, M. 1991.Mikrobiologi
Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Taufika,R. 2011. Pengujian Beberapa
Dosis Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Wortel (Daucus Carota L.). Jurnal
Tanaman Hortikultura.Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Utami, H.E. 2010. Pengaruh Substitusi
Rumput Gajah dengan Limbah Tanaman
Sawi Putih Fermentasi Terhadap
Penampilan Produksi Domba Lokal
Jantan Ekor Tipis. UNDIP. Semarang.

94 Maret 2014: 77 - 94

You might also like