Professional Documents
Culture Documents
The Strategies and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in
Bogor District
ABSTRACT
Bogor Recency as one region which has high economic growth in West Java practically has problems related to
high number of poverty. One of programs applied to overcome poverty based on empowering society are in the
form of Kelompok Usaha Bersama (KUBE) approach. The main objective of this research is to formulate
strategic development of empowering the poor people through Kelompok Usaha Bersama (KUBE) relevant by
needs, characteristic of poor people, and reducing of poverty policy in Bogor District. Data were collected
through observation and interview and analyzed by using descriptive analysis, content analysis, and Analytic
Hierarchy Process (AHP). This study has identified three alternatives of policy through AHP, namely: improving
the rule and management program, empowering the poor people based community, increasing performance of
KUBE, with 9 considered aspects and 19 strategic steps. The results showed that alternatives, such as increasing
intensity of companion, facilitating non-formal education, and improving the selection of targets, were found to
have the highest degrees of importance, those were 0,106, 0,091, and 0,076, respectively.
Keywords: AHP, BLPS, Content Analysis, Empowering the Poor People, KUBE
ABSTRAK
Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Provinsi
Jawa Barat ternyata juga memiliki permasalahan akan tingginya angka kemiskinan. Wujud dari program-
program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah dengan
pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan strategi
pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE yang tepat sasaran sesuai dengan
karakteristik fakir miskin dan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Data
dikumpulkan melalui observasi dan kuisioner lalu dianalisis menggunakan analisis deskripsi, analisis isi, dan
AHP (Analytic Hierarchy Process). Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tiga alternatif strategi, yaitu
perbaikan tata kelola program, pelaksanaan pemberdayaan fakir miskin berbasis masyarakat, dan peningkatan
kinerja KUBE fakir miskin, dengan 9 aspek pertimbangan dan 19 langkah strategis. Hasil analisis menunjukkan
bahwa alternatif seperti meningkatkan intensitas pendampingan, memfasilitasi pendidikan non formal/pelatihan
keterampilan, serta pembenahan dalam seleksi penerima program adalah langkah strategis yang paling
diprioritaskan yaitu dengan bobot masing-masing 0,106, 9,091, dan 0,076
Kata kunci: AHP, BPLS, Analisis Isi, Pemberdayaan Fakir Miskin, KUBE
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. komposit dimana selain pendapatan atau
Kemiskinan absolut adalah kemiskinan pengeluaran, indikator ini biasanya terdiri
mutlak yang menimpa pada seseorang atau dari angka melek huruf, angka harapan
sekelompok masyarakat dimana hidup, atau akses kepada sarana kesehatan
pendapatannya tidak mencukupi untuk dan air bersih. Badan dunia yang
memenuhi kebutuhan dasar minimal. menggunakan cara kedua adalah UNDP
Kemiskinan absolut diindikasikan dengan (United Nations Development
suatu tingkat kemiskinan yang berada di Programme). Produk UNDP yang dikenal
bawah garis kemiskinan sehingga tidak luas untuk mengukur kemajuan dan
cukup untuk memenuhi kebutuhan kemiskinan adalah HDI (Human
minimum untuk bertahan hidup. Development Index) dan HPI (Human
Sedangkan kemiskinan relatif adalah Poverty Index). Pendekatan ini relatif lebih
keadaan yang dialami seseorang atau suatu komprehensif dan mencakup faktor
keluarga dalam satu lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya si miskin.
perkampungan penduduk atau masyarakat Dengan demikian, jika cara pertama
tertentu, dimana status sosial ekonominya mengukur kemiskinan melihat dari aspek
berada pada lapisan paling bawah di antara ekonomi, maka cara kedua melibatkan juga
keluarga lain sekitarnya. Kemiskinan aspek pendidikan dan kesehatan. Meskipun
relatif adalah suatu tingkat kemiskinan kedua cara memiliki keunggulan dan
dalam hubungannya dengan suatu rasio kelemahan, cara kedua dapat dipandang
Garis Kemiskinan Absolut atau proporsi sebagai pendekatan yang lebih baik, karena
distribusi pendapatan (kesejahteraan) yang dapat menggambarkan kemiskinan lebih
timpang (tidak merata). tepat dan akurat (Suharto, 2003).
Pada pendekatan berdasarkan Kemiskinan secara sosial-
indikator keluaran, kemiskinan dilihat dari psikologis menunjuk pada kekurangan
gejala atau hasil (outcome) yang jaringan dan struktur sosial yang
ditimbulkannya. Pendekatan ini mendukung dalam mendapatkan
menghasilkan dua cara dalam mengukur kesempatan peningkatan produktivitas.
kemiskinan. Pertama dengan menyusun Menganalisa faktor-faktor penyebab
indikator tunggal, seperti pendapatan atau kemiskinan adalah sesuatu yang komplek.
pengeluaran yang kemudian dibakukan Mulai dari faktor sumberdaya manusianya,
menjadi “garis kemiskinan” (poverty line), kondisi alam dan geografis, kondisi sosial-
sedangkan cara kedua adalah dengan budaya, sampai kepada sistem ekonomi
menyusun indikator komposit (Suharto, dan politik yang menyebabkan timpang
2003). Metode yang dipakai BPS untuk atau tidak meratanya distribusi pendapatan
menghitung garis kemiskinan adalah dimana menurut An-Naf (2007), kerapkali
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar faktor-faktor tersebut saling berinteraksi
(basic needs approach). Depsos RI (2005) dan tumpang tindih satu sama lain. Namun
juga turut menentukan indikator demikian, banyak ahli yang lebih meyakini
kemiskinan yang hampir sama dengan BPS bahwa faktor dominan penyebab
ditambah beberapa kriteria lain kemiskinan adalah ketidakadilan ekonomi,
diantaranya: memiliki ketergantungan pada sosial ataupun politik yang mengakibatkan
bantuan pangan untuk penduduk miskin kemiskinan struktural (struktural poverty).
(seperti zakat/beras untuk orang
miskin/santunan sosial), tinggal di rumah Penanggulangan Kemiskinan
yang tidak layak huni, dan sulit
memperoleh air bersih. Mengingat adanya dua bentuk
Penyempurnaan dari mengukur kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan dengan menyusun indikator kemiskinan relatif maka pemerintah perlu
51
tunggal adalah dengan menyusun indikator menetapkan kebijakan, strategi, maupun
program-program yang spesifik untuk
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
berlangsung. Jadi, ia lebih berorientasi percaya diri dan harga diri PMKS
pada proses, bukan kepada hasil. Tujuan untuk mengatasi permasalahan yang
filosofis dari ini adalah untuk memberikan dihadapi dan memperbaiki kondisi
motivasi atau dorongan kepada masyarakat kehidupannya;
dan individu agar menggali potensi yang 2) Pemberian bantuan stimulan sebagai
ada pada dirinya untuk ditingkatkan modal kerja atau berusaha yang
kualitasnya, sehingga akhirnya mampu disesuaikan dengan keterampilan
mandiri. Terlihat bahwa proses PMKS dan kondisi setempat. Bantuan
pembelajaran dan adanya proses menuju ini merupakan hibah (bukan pinjaman
pembuatan perubahan yang permanen atau kredit) akan tetapi diharapkan
merupakan kunci utama dalam bagi PMKS penerima bantuan untuk
pemberdayaan. mengembangkan dan menggulirkan
Kemiskinan bukan merupakan kepada warga masyarakat lain yang
permasalahan ekonomis semata perlu dibantu;
(rendahnya pendapatan dan produktivitas 3) Pendampingan, mempunyai peran
kerja), melainkan juga merupakan sangat penting bagi berhasil dan
permasalahan sosial yang kompleks, berkembangnya KUBE, mengingat
sehingga memerlukan pendekatan sebagian besar PMKS merupakan
komprehensif dan terpadu yang melibatkan kelompok yang paling miskin dan
berbagai pihak terkait. Karena itu penduduk miskin. Secara fungsional
pendekatan dalam menelaah dan pendampingan dilaksanakan oleh
menangani kemiskinan sangat tepat jika Petugas Sosial Kecamatan yang
dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan dibantu oleh infrastruktur
sosial (social work) (Suharto, 2003). kesejahteraan sosial di daerah seperti
Program Kesejateraan Sosial Karang Taruna, Pekerja Sosial
(Prokesos) menggunakan pendekatan Masyarakat, Organisasi Sosial, dan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang Wanita Pemimpin Usaha
dilandasi pertimbangan akan kenyataan Kesejahteraan Sosial.
berbagai keterbatasan yang melekat pada Kelompok Usaha Bersama Fakir
perorangan Penyandang Masalah Miskin (KUBE FM) adalah himpunan dari
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Penanganan keluarga yang tergolong fakir miskin
secara kelompok dimaksudkan juga guna dengan keinginan dan kesepakatan
menumbuh-kembangkan semangat bersama membentuk suatu wadah
kebersamaan dalam upaya peningkatan kegiatan, tubuh dan berkembang atas dasar
taraf kesejahteraan sosial melalui pelatihan prakarsa sendiri, saling berinteraksi antar
keterampilan berusaha, pemberian bantuan satu dengan yang lain, dan tinggal dalam
stimulan sebagai modal kerja, dan satu wilayah tertentu dengan tujuan untuk
pendampingan. meningkatkan produktivitas anggotanya,
Langkah/kegiatan pokok meningkatkan relasi sosial yang harmonis,
pembentukan KUBE untuk sasaran PMKS memenuhi kebutuhan anggota,
lainnya adalah sebagai berikut: memecahkan masalah sosial yang
1) Pelatihan keterampilan berusaha, dialaminya dan menjadi wadah
dimaksudkan untuk meningkatkan pengembangan usaha bersama (Depsos
kemampuan praktis berusaha yang RI, 2005).
disesuaikan dengan minat dan KUBE FM merupakan sarana
ketrampilan PMKS serta kondisi untuk meningkatkan Usaha Ekonomis
wilayah, termasuk kemungkinan Produktif (khususnya dalam peningkatan
pemasaran dan pengembangan basil pendapatan), memotivasi warga miskin
usahanya. Nilai tambah lain dari untuk lebih maju secara ekonomi dan 53
pelatihan adalah tumbuhnya rasa sosial, meningkatkan interaksi dan
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Relevansi terhadap
permasalahan kemiskinan
Strategi Pengembangan
Kebijakan Pemberdayaan Fakir
Miskin melalui KUBE
• Alternatif Kebijakan
• Prioritas Langkah Strategis/Program
• Perancangan Program
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
pelaksanaan BLPS dan data tentang pada tahun 2006 yaitu sebanyak 1.157.391
persepsi stakeholders terhadap jiwa atau 27,46 persen dari jumlah total
pengembangan kebijakan pemberdayaan penduduk Kabupaten Bogor saat itu.
fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Dilihat dari penyebarannya, jumlah
Bogor. Sedangkan data sekunder meliputi penduduk miskin terbesar berada di
hasil Sensus Daerah (SUSDA) Kabupaten Kecamatan Pamijahan (5,59%). Sedangkan
Bogor Tahun 2006, hasil Analisis dari komposisi penduduk, Kecamatan
Kemiskinan Partisipatif oleh BAPPEDA Leuwiliang (48,99%) dan Kecamatan
Tahun 2007, data penerima dana dan Leuwisadeng (60,27%) merupakan
Laporan Pelaksanaan BLPS Kecamatan wilayah yang separuh penduduknya
Pamijahan dan Tenjolaya, RPJMD 2008- miskin. Hasil SUSDA tahun 2006
2013, LKPJ Bupati Bogor Tahun 2007- menunjukkan bahwa jumlah KK miskin
2008, LAKIP Tahun 2007-2008, dokumen dan RTM di Kabupaten Bogor adalah
SPKD Tahun 2008-2012, serta dokumen- sebanyak 26,36 persen dengan RTM
dokumen dari instansi/lembaga lain yang terbesar berada di Leuwiliang (5,38% dari
terlibat dalam penanggulangan kemiskinan total jumlah keluarga di Kabupaten
di Kabupaten Bogor. Bogor).
BPS melihat karakteristik
Metode Analisis kemiskinan Kabupaten Bogor, digunakan
acuan berdasarkan 14 indikator kemiskinan
Adapun metode analisis data yang yang dikelompokan dalam karakteristik
digunakan dalam menjawab tujuan kajian sosial demografi, tempat tinggal, ekonomi,
adalah: kesejahteraan keluarga, dan
1. Analisis statistik deskriptif untuk data ketenagakerjaan. Berdasarkan karakteristik
statistik kondisi kemiskinan serta sosial demografi, rata-rata jumlah anggota
untuk mengevaluasi pelaksanaan keluarga pada RTM Kabupaten Bogor
BLPS di Kabupaten Bogor. adalah 3,71 jiwa per KK dengan penduduk
2. Analisis isi (Content Analysis), miskin sudah memiliki pendidikan
digunakan untuk menganalisis semua setidaknya tamat Sekolah Dasar atau
bentuk komunikasi. baik surat kabar, Madrasah Ibtidaiyah (63,3%). Berdasarkan
berita radio, iklan televisi maupun karakteristik tempat tinggal, rata-rata luas
semua bahan-bahan dokumentasi yang lantai tempat tinggal keluarga miskin
lain. Analisis ini merupakan metode sebesar 30,65 meter persegi dengan
penelitian bersifat mendeskripsikan dominasi lantai dan dinding bambu
manifestasi komunikasi secara (32,13% dan 75,84%). Keluarga miskin di
obyektif, sistematis, dan kuantitatif Kabupaten Bogor rata-rata banyak yang
(Tonny, 2009). menggunakan sumur terlindung (32,07%),
3. Analysis Hierarchy Process (AHP) memanfaatkan fasilitas WC umum
untuk menyusun prioritas program (54,68%) dan menggunakan kayu sebagai
pembangunan daerah dalam upaya bahan bakar (90,55%). Dari jenis
mengembangkan kebijakan penggunaan lampu penerangan, rata-rata
pemberdayaan fakir miskin melalui RTM yang menggunakan penerangan PLN
KUBE. mencapai 31,94 persen.
Untuk karakteristik ekonomi, rata-
HASIL DAN PEMBAHASAN rata kepemilikan televisi 47,85 persen dan
sepeda motor 22,71 persen. Pada
Kondisi Kemiskinan Kabupaten Bogor umumnya keluarga miskin tidak
melakukan pembelian pakaian sebanyak
56 Jumlah penduduk miskin di satu kali dalam setahun (38,60%), hal ini
Kabupaten Bogor berdasarkan data BPS mencerminkan bahwa kebutuhan akan
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013
61
Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor