You are on page 1of 14

Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah..

Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI


KELOMPOK USAHA BERSAMA DI KABUPATEN BOGOR

The Strategies and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in
Bogor District

Andri Apriyadi 1, Yusman Syaukat 2, dan Fredian Tonny Nasdian 3


1 Staff Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bogor. E-mail:
mpdipb@hotmail.com
2 Staff Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
E-mail: ysyaukat@gmail.com
3 Staff Pengajar Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia IPB
E-mail: frediantonny@yahoo.com

ABSTRACT
Bogor Recency as one region which has high economic growth in West Java practically has problems related to
high number of poverty. One of programs applied to overcome poverty based on empowering society are in the
form of Kelompok Usaha Bersama (KUBE) approach. The main objective of this research is to formulate
strategic development of empowering the poor people through Kelompok Usaha Bersama (KUBE) relevant by
needs, characteristic of poor people, and reducing of poverty policy in Bogor District. Data were collected
through observation and interview and analyzed by using descriptive analysis, content analysis, and Analytic
Hierarchy Process (AHP). This study has identified three alternatives of policy through AHP, namely: improving
the rule and management program, empowering the poor people based community, increasing performance of
KUBE, with 9 considered aspects and 19 strategic steps. The results showed that alternatives, such as increasing
intensity of companion, facilitating non-formal education, and improving the selection of targets, were found to
have the highest degrees of importance, those were 0,106, 0,091, and 0,076, respectively.
Keywords: AHP, BLPS, Content Analysis, Empowering the Poor People, KUBE

ABSTRAK
Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Provinsi
Jawa Barat ternyata juga memiliki permasalahan akan tingginya angka kemiskinan. Wujud dari program-
program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah dengan
pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan strategi
pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE yang tepat sasaran sesuai dengan
karakteristik fakir miskin dan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Data
dikumpulkan melalui observasi dan kuisioner lalu dianalisis menggunakan analisis deskripsi, analisis isi, dan
AHP (Analytic Hierarchy Process). Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tiga alternatif strategi, yaitu
perbaikan tata kelola program, pelaksanaan pemberdayaan fakir miskin berbasis masyarakat, dan peningkatan
kinerja KUBE fakir miskin, dengan 9 aspek pertimbangan dan 19 langkah strategis. Hasil analisis menunjukkan
bahwa alternatif seperti meningkatkan intensitas pendampingan, memfasilitasi pendidikan non formal/pelatihan
keterampilan, serta pembenahan dalam seleksi penerima program adalah langkah strategis yang paling
diprioritaskan yaitu dengan bobot masing-masing 0,106, 9,091, dan 0,076
Kata kunci: AHP, BPLS, Analisis Isi, Pemberdayaan Fakir Miskin, KUBE

PENDAHULUAN Kemiskinan dapat dikonotasikan


sebagai suatu kondisi ketidakmampuan
48 Latar Belakang baik secara individu, keluarga, maupun
kelompok, sehingga rentan terhadap

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

timbulnya permasalahan lain terhadap pengembangan kebijakan pemberdayaan


berbagai aspek pembangunan. Kabupaten fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten
Bogor sebagai salah satu daerah dengan Bogor.
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
di Provinsi Jawa Barat ternyata juga Perumusan Masalah
memiliki permasalahan akan tingginya
angka kemiskinan. Permasalahan utama pemberdayaan
Dalam upaya penanggulangan fakir miskin adalah rendahnya kapasitas
kemiskinan, pada 2008 Kementerian atau kemampuan yang dimiliki masyarakat
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat sehingga memerlukan berbagai dukungan
telah merancang Kelompok Program baik sumberdaya, kesempatan, keahlian,
Penanggulangan Kemiskinan, yang terdiri dan pengetahuan. Oleh karenanya dalam
dari tiga kluster, dimana salah satunya pembentukan KUBE selalu disertakan
adalah kluster program pemberdayaan kegiatan bimbingan sosial, pelatihan
masyarakat. Wujud dari program-program keterampilan, dan pemberian stimulus baik
penanggulangan kemiskinan yang berbasis berupa bahan/alat untuk usaha ataupun
pemberdayaan masyarakat sebenarnya bantuan dana/ modal.
sudah ada sejak dulu, salah satunya adalah Menurut Bappeda Kabupaten
diterapkannya kebijakan pembentukan Bogor (2007), selama ini implementasi
Kelompok Usaha Bersama (KUBE). upaya penanggulangan kemiskinan di
Berdasarkan data Badan Kabupaten Bogor yang berbentuk
Pemberdayaan Masyarakat dan pemberian bantuan langsung belum
Kesejahteraan Sosial (BPMKS) Kabupaten mempertimbangkan penggunaan data yang
Bogor, dalam periode tahun 2005-2007 akurat sehingga banyak permasalahan
terdapat 433 KUBE yang dibentuk melalui terjadi seperti banyaknya kesalahan data
pelatihan keterampilan dengan dana dalam menentukan sasaran. Untuk itu
berasal dari APBD. Dalam rangka dibutuhkan informasi mengenai kondisi
mendukung potensi KUBE dan kebijakan kemiskinan masyarakat di Kabupaten
pemberdayaan masyarakat di daerah, Bogor dan relevansinya terhadap kebijakan
Pemerintah Pusat melalui Depsos RI pemberdayaan fakir miskin.
meluncurkan Program Pemberdayaan Pemerintah Kabupaten Bogor telah
Fakir Miskin (P2FM) melalui mekanisme menetapkan acuan kebijakan
Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial penanggulangan kemiskinan dengan
(BLPS) bagi penguatan modal KUBE dan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar
Kabupaten Bogor menerima dana ini manusia (basic need approach). Namun
dengan jumlah relatif besar yang penerapan kebijakan ini tidak dapat
digulirkan terhadap 25 KUBE Fakir diarahkan secara langsung karena
Miskin pada dua kecamatan. dipengaruhi oleh implementasi dari
Dengan adanya dukungan P2FM- Renstra/RPJMD, Rencana Kerja, serta
BLPS terhadap potensi KUBE di tupoksi dari masing-masing instansi
Kabupaten Bogor, maka pendekatan pemerintah. Berdasarkan permasalahan
pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE tersebut, perlu dilakukan kajian mengenai
bisa diharapkan menjadi konsep yang siap implementasi dan keterpaduan kebijakan
dikembangkan di seluruh wilayah dalam penanggulangan kemiskinan yang
rangka mengentaskan kemiskinan. Namun mendukung pemberdayaan fakir miskin.
demikian, penerapan kebijakan ini akan Penerapan P2FM melalui
menghadapi berbagai kendala yang berasal mekanisme BLPS dalam rangka penguatan
dari masyarakat maupun dari dukungan KUBE Fakir Miskin diawali sejak tahun
Pemerintah Daerah sendiri, untuk itu perlu 2006 Namun Kabupaten Bogor baru 49
dilakukan kajian mengenai strategi menerima P2FM pada akhir tahun 2007 di

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

dua kecamatan, yaitu Pamijahan dan


Tenjolaya. Akan tetapi terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan program ini
tidak berhasil. Untuk itu perlu diketahui
sejauh mana keberhasilan pelaksanaan TINJAUAN PUSTAKA
pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE
di Kabupaten Bogor. Fenomena Kemiskinan
Dengan melihat lingkungan
Kemiskinan merupakan fenomena
strategis dari kondisi kemiskinan
yang sangat kompleks dan bersifat
masyarakat yang ada serta posisi program
multidimensi. Menurut Bappenas (2005),
pemberdayaan fakir miskin dalam upaya
kemiskinan adalah suatu situasi atau
penanggulangan kemiskinan, dan kondisi
kondisi yang dialami seseorang atau
pelaksanaan P2FM-KUBE sebagai acuan
sekelompok orang yang tidak mampu
pelaksanaan kebijakan pemberdayaan fakir
menyelenggarakan hidupnya sampai suatu
miskin melalui KUBE di Kabupaten
taraf yang dianggap manusiawi.
Bogor, maka perlu dilakukan kajian
Sedangkan BPS mendefinisikan
mengenai strategi pengembangan
kemiskinan sebagai ketidakmampuan
kebijakan pemberdayaan fakir miskin
untuk memenuhi standar tertentu dari
melalui KUBE di Kabupaten Bogor.
kebutuhan dasar, baik makanan maupun
bukan makanan. Berdasarkan Suharto
Tujuan Penelitian
(2003) konsep kemiskinan memiliki
berbagai pengertian, tergantung dari
Tujuan utama dari kajian ini adalah
perspektif yang digunakan: apakah dari
merumuskan strategi pengembangan
sudut pandang sosio-kultural, ekonomi,
kebijakan pemberdayaan fakir miskin
psikologi, atau politik. Namun adakalanya
melalui KUBE yang tepat sasaran sesuai
kemiskinan diartikan dengan merujuk pada
dengan karakteristik fakir miskin dan arah
faktor-faktor yang menyebabkannya,
kebijakan penanggulangan kemiskinan di
misalnya pada konsep mengenai
Kabupaten Bogor. Sedangkan tujuan
kemiskinan alamiah, kemiskinan
khusus dari kajian ini antara lain:
struktural, kemiskinan kultural,
1. Menganalisis kondisi kemiskinan
kemiskinan absolut, dan kemiskinan
masyarakat Kabupaten Bogor dan
relatif. Pada konsep mengenai kemiskinan
relevansinya terhadap kebijakan
alamiah, kultural, dan struktural di atas,
pemberdayaan fakir miskin.
operasionalisasi kemiskinan dirumuskan
2. Menganalisis implementasi dan
berdasarkan indikator-indikator masukan
keterpaduan kebijakan
(input indicators) dimana kemiskinan
penanggulangan kemiskinan dengan
dilihat berdasarkan faktor-faktor yang
kebijakan Pemerintah Kabupaten
menyebabkannya (Soeharto, 2003).
Bogor dan dampaknya dalam
Adapun pendekatan yang melihat
mengurangi kemiskinan.
kemiskinan dari gejala atau hasil
3. Mengevaluasi pelaksanaan BLPS
(outcome) yang ditimbulkannya,
melalui penguatan KUBE Fakir
operasionalisasi kemiskinan biasanya
Miskin di Kabupaten Bogor.
dirumuskan berdasarkan indikator keluaran
4. Merumuskan langkah strategis dalam
(output indicators) yang dapat diartikan
upaya pengembangan kebijakan
bahwa seseorang dikatakan miskin jikalau
pemberdayaan fakir miskin melalui
memiliki pendapatan rendah, rumah tidak
KUBE yang lebih tepat sasaran dan
layak huni, atau buta huruf.
sesuai dengan karakteristik fakir
50 Asian Development Bank
miskin.
(1999:26) dalam An-Naf (2007)
membedakan pengertian kemiskinan antara

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. komposit dimana selain pendapatan atau
Kemiskinan absolut adalah kemiskinan pengeluaran, indikator ini biasanya terdiri
mutlak yang menimpa pada seseorang atau dari angka melek huruf, angka harapan
sekelompok masyarakat dimana hidup, atau akses kepada sarana kesehatan
pendapatannya tidak mencukupi untuk dan air bersih. Badan dunia yang
memenuhi kebutuhan dasar minimal. menggunakan cara kedua adalah UNDP
Kemiskinan absolut diindikasikan dengan (United Nations Development
suatu tingkat kemiskinan yang berada di Programme). Produk UNDP yang dikenal
bawah garis kemiskinan sehingga tidak luas untuk mengukur kemajuan dan
cukup untuk memenuhi kebutuhan kemiskinan adalah HDI (Human
minimum untuk bertahan hidup. Development Index) dan HPI (Human
Sedangkan kemiskinan relatif adalah Poverty Index). Pendekatan ini relatif lebih
keadaan yang dialami seseorang atau suatu komprehensif dan mencakup faktor
keluarga dalam satu lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya si miskin.
perkampungan penduduk atau masyarakat Dengan demikian, jika cara pertama
tertentu, dimana status sosial ekonominya mengukur kemiskinan melihat dari aspek
berada pada lapisan paling bawah di antara ekonomi, maka cara kedua melibatkan juga
keluarga lain sekitarnya. Kemiskinan aspek pendidikan dan kesehatan. Meskipun
relatif adalah suatu tingkat kemiskinan kedua cara memiliki keunggulan dan
dalam hubungannya dengan suatu rasio kelemahan, cara kedua dapat dipandang
Garis Kemiskinan Absolut atau proporsi sebagai pendekatan yang lebih baik, karena
distribusi pendapatan (kesejahteraan) yang dapat menggambarkan kemiskinan lebih
timpang (tidak merata). tepat dan akurat (Suharto, 2003).
Pada pendekatan berdasarkan Kemiskinan secara sosial-
indikator keluaran, kemiskinan dilihat dari psikologis menunjuk pada kekurangan
gejala atau hasil (outcome) yang jaringan dan struktur sosial yang
ditimbulkannya. Pendekatan ini mendukung dalam mendapatkan
menghasilkan dua cara dalam mengukur kesempatan peningkatan produktivitas.
kemiskinan. Pertama dengan menyusun Menganalisa faktor-faktor penyebab
indikator tunggal, seperti pendapatan atau kemiskinan adalah sesuatu yang komplek.
pengeluaran yang kemudian dibakukan Mulai dari faktor sumberdaya manusianya,
menjadi “garis kemiskinan” (poverty line), kondisi alam dan geografis, kondisi sosial-
sedangkan cara kedua adalah dengan budaya, sampai kepada sistem ekonomi
menyusun indikator komposit (Suharto, dan politik yang menyebabkan timpang
2003). Metode yang dipakai BPS untuk atau tidak meratanya distribusi pendapatan
menghitung garis kemiskinan adalah dimana menurut An-Naf (2007), kerapkali
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar faktor-faktor tersebut saling berinteraksi
(basic needs approach). Depsos RI (2005) dan tumpang tindih satu sama lain. Namun
juga turut menentukan indikator demikian, banyak ahli yang lebih meyakini
kemiskinan yang hampir sama dengan BPS bahwa faktor dominan penyebab
ditambah beberapa kriteria lain kemiskinan adalah ketidakadilan ekonomi,
diantaranya: memiliki ketergantungan pada sosial ataupun politik yang mengakibatkan
bantuan pangan untuk penduduk miskin kemiskinan struktural (struktural poverty).
(seperti zakat/beras untuk orang
miskin/santunan sosial), tinggal di rumah Penanggulangan Kemiskinan
yang tidak layak huni, dan sulit
memperoleh air bersih. Mengingat adanya dua bentuk
Penyempurnaan dari mengukur kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan dengan menyusun indikator kemiskinan relatif maka pemerintah perlu
51
tunggal adalah dengan menyusun indikator menetapkan kebijakan, strategi, maupun
program-program yang spesifik untuk

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

mengentaskan kedua bentuk kemiskinan Masyarakat atau PNPM Mandiri, dan


tersebut. Kemiskinan absolut harus dilihat Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil.
sebagai prioritas, darurat sifatnya dan Mengentaskan kemiskinan di
memerlukan penanganan jangka pendek Indonesia memang tidak mudah, karena
sampai menengah, karena biasanya kenyataannya kemiskinan di Indonesia
permasalahan yang dihadapi tidak dapat sudah seperti lingkaran setan (vicious
menunggu terlalu lama dan membutuhkan circle poverty). Sulit untuk diketahui ujung
program-program yang bersifat dadakan. dan pangkalnya serta darimana mulai
Pengentasan kemiskinan absolut biasanya memeranginya dan bagaimana
ditempuh dengan penedekatan-pendekatan mengakhirinya, masalahnya memang
yang bersifat rehabilitasi sosial (social sudah sangat kompleks. Namun hal ini
rehabilitation, emergency, cash tidak menyurutkan langkah pemerintah
programme) dan pemberdayaan ekonomi dalam mengentaskan kemiskinan. Melalui
(economic empowerment). Sedangkan pembentukan Tim Koordinasi
pengentasan kemiskinan relatif Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) baik
memerlukan kebijakan, strategi, dan di tingkat nasional maupun daerah, seluruh
program-program yang konsisten untuk upaya-upaya penanggulangan kemiskinan
jangka panjang, karena berkaitan dengan dalam berbagai aspek, baik yang dibiayai
mengubah dan memelihara pemerataan pusat maupun daerah, diintegrasikan dan
distribusi pendapatan. dikoordinasikan.
Pemerintah Indonesia telah
melaksanakan program penanggulangan Pemberdayaan Masyarakat
kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui
strategi pemenuhan kebutuhan pokok Pemberdayaan merupakan usaha
rakyat yang tertuang dalam Pembangunan memberi sebagian daya atau kekuasaan
Nasional Berencana Delapan Tahun (power-sharing) kepada kelompok yang
(Penasbede). Kemudian, sejak tahun 1970- dianggap kurang berdaya. Pemberian daya
an pemerintah kembali menggulirkan tersebut diharapkan akan memberi lebih
program penanggulangan kemiskinan banyak kesempatan kepada suatu
melalui Rencana Pembangunan Lima kelompok tertentu untuk berkembang
Tahun (Repelita) dan pada tahun 1998, dengan memanfaatkan potensi yang ada
pemerintah mengeluarkan program Jaring dalam dirinya maupun peluang yang
Pengaman Sosial (JPS). tumbuh di luar kelompok (Adimiharja dan
Banyak program penanggulangan Hikmat, 2004 dalam Ariffudin, 2009).
kemiskinan yang dilaksanakan unruk Dilihat dari proses operasionalisasi,
mengentaskan kemiskinan. Program maka ide pemberdayaan memiliki dua
tersebut antara lain KUBE (Kelompok kecenderungan (Bappenas, 2003). Pertama
Usaha Bersama), TPSP-KUD (Tempat kecenderungan primer, yaitu
Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit kecenderungan proses yang memberikan
Desa), P2KP (Program Penanggulangan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,
Kemiskinan Perkotaan), dan program lain kekuatan, atau kemampuan kepada
yang berupaya memperkecil dampak krisis masyarakat atau individu menjadi lebih
ekonomi dan mengurangi kemiskinan. berdaya, dan kecenderungan sekunder,
Pada Tahun 2008, Pemerintah melalui yaitu kecenderungan yang menekankan
Kementerian Koordinator Bidang pada proses memberikan stimulasi,
Kesejahteraan Rakyat mengeluarkan mendorong, atau memotivasi individu agar
rancangan program penanggulangan mempunyai kemampuan atau keberdayaan
kemiskinan yang dikelompokkan menjadi untuk menentukan apa yang menjadi
52 tiga kluster, yaitu Bantuan dan pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Perlindungan Sosial, Pemberdayaan Pemberdayaan mengacu kepada
pentingnya proses sosial selama program

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

berlangsung. Jadi, ia lebih berorientasi percaya diri dan harga diri PMKS
pada proses, bukan kepada hasil. Tujuan untuk mengatasi permasalahan yang
filosofis dari ini adalah untuk memberikan dihadapi dan memperbaiki kondisi
motivasi atau dorongan kepada masyarakat kehidupannya;
dan individu agar menggali potensi yang 2) Pemberian bantuan stimulan sebagai
ada pada dirinya untuk ditingkatkan modal kerja atau berusaha yang
kualitasnya, sehingga akhirnya mampu disesuaikan dengan keterampilan
mandiri. Terlihat bahwa proses PMKS dan kondisi setempat. Bantuan
pembelajaran dan adanya proses menuju ini merupakan hibah (bukan pinjaman
pembuatan perubahan yang permanen atau kredit) akan tetapi diharapkan
merupakan kunci utama dalam bagi PMKS penerima bantuan untuk
pemberdayaan. mengembangkan dan menggulirkan
Kemiskinan bukan merupakan kepada warga masyarakat lain yang
permasalahan ekonomis semata perlu dibantu;
(rendahnya pendapatan dan produktivitas 3) Pendampingan, mempunyai peran
kerja), melainkan juga merupakan sangat penting bagi berhasil dan
permasalahan sosial yang kompleks, berkembangnya KUBE, mengingat
sehingga memerlukan pendekatan sebagian besar PMKS merupakan
komprehensif dan terpadu yang melibatkan kelompok yang paling miskin dan
berbagai pihak terkait. Karena itu penduduk miskin. Secara fungsional
pendekatan dalam menelaah dan pendampingan dilaksanakan oleh
menangani kemiskinan sangat tepat jika Petugas Sosial Kecamatan yang
dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan dibantu oleh infrastruktur
sosial (social work) (Suharto, 2003). kesejahteraan sosial di daerah seperti
Program Kesejateraan Sosial Karang Taruna, Pekerja Sosial
(Prokesos) menggunakan pendekatan Masyarakat, Organisasi Sosial, dan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang Wanita Pemimpin Usaha
dilandasi pertimbangan akan kenyataan Kesejahteraan Sosial.
berbagai keterbatasan yang melekat pada Kelompok Usaha Bersama Fakir
perorangan Penyandang Masalah Miskin (KUBE FM) adalah himpunan dari
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Penanganan keluarga yang tergolong fakir miskin
secara kelompok dimaksudkan juga guna dengan keinginan dan kesepakatan
menumbuh-kembangkan semangat bersama membentuk suatu wadah
kebersamaan dalam upaya peningkatan kegiatan, tubuh dan berkembang atas dasar
taraf kesejahteraan sosial melalui pelatihan prakarsa sendiri, saling berinteraksi antar
keterampilan berusaha, pemberian bantuan satu dengan yang lain, dan tinggal dalam
stimulan sebagai modal kerja, dan satu wilayah tertentu dengan tujuan untuk
pendampingan. meningkatkan produktivitas anggotanya,
Langkah/kegiatan pokok meningkatkan relasi sosial yang harmonis,
pembentukan KUBE untuk sasaran PMKS memenuhi kebutuhan anggota,
lainnya adalah sebagai berikut: memecahkan masalah sosial yang
1) Pelatihan keterampilan berusaha, dialaminya dan menjadi wadah
dimaksudkan untuk meningkatkan pengembangan usaha bersama (Depsos
kemampuan praktis berusaha yang RI, 2005).
disesuaikan dengan minat dan KUBE FM merupakan sarana
ketrampilan PMKS serta kondisi untuk meningkatkan Usaha Ekonomis
wilayah, termasuk kemungkinan Produktif (khususnya dalam peningkatan
pemasaran dan pengembangan basil pendapatan), memotivasi warga miskin
usahanya. Nilai tambah lain dari untuk lebih maju secara ekonomi dan 53
pelatihan adalah tumbuhnya rasa sosial, meningkatkan interaksi dan

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

kerjasama dalam kelompok, kerja dan fasilitas pelayanan publik


mendayagunakan potensi dan sumber lainnya. Tujuan program ini antara lain
sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya meningkatkan pendapatan anggota,
kewirausahaan, mengembangkan akses meningkatkan kemampuan KUBE Fakir
pasar dan menjalin kemitraan sosial Miskin dalam mengakses berbagai
ekonomi dengan pihak terkait. Kegiatan pelayanan sosial dasar, pasar, dan
usaha diberikan dalam bentuk pemberian perbankan, meningkatkan kepedulian dan
bantuan modal usaha dan sarana prasarana tanggungjawab sosial masyarakat dan
ekonomi. dunia usaha dalam penanggulangan
Mewujudkan KUBE hendaknya kemiskinan, serta memperluas peluang dan
diawali dengan pembentukan kelompok kesempatan pelayanan kepada fakir
dari mereka oleh mereka dan untuk miskin.
mereka. Satu kelompok KUBE FM dapat
memilih anggotanya yang bukan termasuk Kerangka Pemikiran
kategori fakir miskin (poorest), namun
masih termasuk kategori miskin (poor) Kondisi Kabupaten Bogor dengan
atau hampir miskin (near poor) dan jumlah penduduk miskin yang terus
mempunyai kemampuan serta potensi. meningkat pada 2003-2006 tidak sejalan
Kelembagaan KUBE FM ditandai dengan: dengan pencapaian laju pertumbuhan
1) Jumlah anggota KUBE, yang terdiri dari ekonomi yang selalu meningkat di atas 5
5-10 KK; 2) Ikatan pemersatu, yaitu persen. Untuk itu Pemerintah Kabupaten
kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau Bogor menetapkan enam kebijakan terpadu
keterampilan anggota, ketersediaan yang saling mendukung terselenggaranya
sumber, latar belakang kehidupan budaya, pengentasan kemiskinan di Kabupaten
memiliki motivasi yang sama, keberadaan Bogor. Namun demikian, dalam
kelompok masyarakat yang sudah tumbuh mengimplementasikan program/kegiatan
berkembang lama; 3) Struktur dan penanggulangan kemiskinan, ternyata
kepengurusan KUBE, yang terdiri dari penerapan kebijakan ini tidak dapat
Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. diarahkan secara langsung karena
Bantuan Langsung Pemberdayaan dipengaruhi implementasi Renstra atau
Sosial (BLPS) adalah jenis program RPJMD, Renja, dan Tupoksi masing-
pemberdayaan fakir miskin Departemen masing instansi pemerintah.
Sosial yang menitikberatkan pemberian Adanya Kelompok Program
atau penguatan modal usaha untuk KUBE Penanggulangan Kemiskinan di tingkat
yang telah dibina sebelumnya. Sumber nasional juga mempengaruhi implementasi
dana BLPS berasal dari anggaran kebijakan penanggulangan kemiskinan di
Pemerintah Pusat (melalui Depsos RI) dan Kabupaten Bogor, salah satunya P2FM-
Pemerintah Daerah. BLPS yang dianggap mendukung
Untuk menjaga eksistensi KUBE kebijakan pemberdayaan fakir miskin
mulai dari awal dibentuk sampai menjadi melalui KUBE di Kabupaten Bogor.
KUBE mandiri diperlukan pendampingan Dengan memahami relevansinya terhadap
sosial oleh Pembina Usaha dan Unsur kondisi kemiskinan masyarakat dan
Aparat Desa/Pekerja Sosial. Pendampingan posisinya dalam upaya penanggulangan
sosial adalah suatu proses menjalin relasi kemiskinan serta kondisi pelaksanaannya,
sosial antara pendamping dengan anggota maka perlu dirumuskan strategi
KUBE dan masyarakat sekitar dalam pengembangan kebijakan terkait hal ini.
rangka memecahkan masalah, memperkuat Tujuan dari strategi ini adalah agar
dukungan, mendayagunakan potensi dan kebijakan pemberdayaan fakir miskin
54 sumber serta meningkatkan akses anggota melalui KUBE dapat diterapkan di seluruh
terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan wilayah Kabupaten Bogor sehingga fakir

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

miskin dapat berkurang secara nyata. Gambar 7.


Kerangka pemikiran kajian tersaji dalam

Kondisi Umum Kebijakan Pemerintah Daerah Kebijakan Penanggulangan


Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor Kemiskinan Nasional

• Rencana Strategis/RPJMD • Program Bantuan dan


Perlindungan Sosial
• Program Pemberdayaan
Masyarakat/PNPM Mandiri
• Program Pemberdayaan UMK
Profil Kemiskinan Daerah Kebijakan Penanggulangan
Kemiskinan Daerah
• Karakteristik penduduk miskin
• Penyebab Kemiskinan
• Persoalan Kemiskian • Peningkatan Kualitas Pendidikan
• Peningkatan Kualitas Kesehatan
• Peningkatan Infrastruktur
• Pemberdayaan Ekonomi
• Peningkatan Perlindungan Sosial
• Pengarusutamaan Gender

Pemberdayaan Fakir Miskin


melalui BLPS dalam rangka
Penguatan Modal KUBE Fakir
Implementasi Kebijakan Miskin
• Pelaksanaan Program/Kegiatan di
tiap instansi • Evaluasi Pelaksanaan
• Keterpaduan Program/Kegiatan • Keberhasilan Program

Relevansi terhadap
permasalahan kemiskinan

Strategi Pengembangan
Kebijakan Pemberdayaan Fakir
Miskin melalui KUBE

• Alternatif Kebijakan
• Prioritas Langkah Strategis/Program
• Perancangan Program

Berkurangnya Fakir Miskin


melalui Pemberdayaan

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Kebijakan Pemberdayaan Fakir


Miskin melalui KUBE di Kabupaten Bogor

Pamijahan dan Kecamatan Tenjolaya.


METODE PENELITIAN Kajian dilaksanakan selama tiga bulan dari
Bulan November 2009- Januari 2010.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Kajian dilakukan di wilayah
Kabupaten Bogor, penentuan sampel Data yang dikumpulkan adalah data
lokasi penelitian ditetapkan atas dasar primer dan data sekunder. Pengumpulan
lokasi pelaksanaan Program Pemberdayaan data primer dilakukan melalui observasi
Fakir Miskin melalui mekanisme BLPS di dan wawancara. Data primer yang
Kabupaten Bogor yang dilaksanakan pada dikumpulkan dalam penelitian mencakup 55
dua kecamatan yaitu Kecamatan dua hal utama, yaitu data tentang kondisi

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

pelaksanaan BLPS dan data tentang pada tahun 2006 yaitu sebanyak 1.157.391
persepsi stakeholders terhadap jiwa atau 27,46 persen dari jumlah total
pengembangan kebijakan pemberdayaan penduduk Kabupaten Bogor saat itu.
fakir miskin melalui KUBE di Kabupaten Dilihat dari penyebarannya, jumlah
Bogor. Sedangkan data sekunder meliputi penduduk miskin terbesar berada di
hasil Sensus Daerah (SUSDA) Kabupaten Kecamatan Pamijahan (5,59%). Sedangkan
Bogor Tahun 2006, hasil Analisis dari komposisi penduduk, Kecamatan
Kemiskinan Partisipatif oleh BAPPEDA Leuwiliang (48,99%) dan Kecamatan
Tahun 2007, data penerima dana dan Leuwisadeng (60,27%) merupakan
Laporan Pelaksanaan BLPS Kecamatan wilayah yang separuh penduduknya
Pamijahan dan Tenjolaya, RPJMD 2008- miskin. Hasil SUSDA tahun 2006
2013, LKPJ Bupati Bogor Tahun 2007- menunjukkan bahwa jumlah KK miskin
2008, LAKIP Tahun 2007-2008, dokumen dan RTM di Kabupaten Bogor adalah
SPKD Tahun 2008-2012, serta dokumen- sebanyak 26,36 persen dengan RTM
dokumen dari instansi/lembaga lain yang terbesar berada di Leuwiliang (5,38% dari
terlibat dalam penanggulangan kemiskinan total jumlah keluarga di Kabupaten
di Kabupaten Bogor. Bogor).
BPS melihat karakteristik
Metode Analisis kemiskinan Kabupaten Bogor, digunakan
acuan berdasarkan 14 indikator kemiskinan
Adapun metode analisis data yang yang dikelompokan dalam karakteristik
digunakan dalam menjawab tujuan kajian sosial demografi, tempat tinggal, ekonomi,
adalah: kesejahteraan keluarga, dan
1. Analisis statistik deskriptif untuk data ketenagakerjaan. Berdasarkan karakteristik
statistik kondisi kemiskinan serta sosial demografi, rata-rata jumlah anggota
untuk mengevaluasi pelaksanaan keluarga pada RTM Kabupaten Bogor
BLPS di Kabupaten Bogor. adalah 3,71 jiwa per KK dengan penduduk
2. Analisis isi (Content Analysis), miskin sudah memiliki pendidikan
digunakan untuk menganalisis semua setidaknya tamat Sekolah Dasar atau
bentuk komunikasi. baik surat kabar, Madrasah Ibtidaiyah (63,3%). Berdasarkan
berita radio, iklan televisi maupun karakteristik tempat tinggal, rata-rata luas
semua bahan-bahan dokumentasi yang lantai tempat tinggal keluarga miskin
lain. Analisis ini merupakan metode sebesar 30,65 meter persegi dengan
penelitian bersifat mendeskripsikan dominasi lantai dan dinding bambu
manifestasi komunikasi secara (32,13% dan 75,84%). Keluarga miskin di
obyektif, sistematis, dan kuantitatif Kabupaten Bogor rata-rata banyak yang
(Tonny, 2009). menggunakan sumur terlindung (32,07%),
3. Analysis Hierarchy Process (AHP) memanfaatkan fasilitas WC umum
untuk menyusun prioritas program (54,68%) dan menggunakan kayu sebagai
pembangunan daerah dalam upaya bahan bakar (90,55%). Dari jenis
mengembangkan kebijakan penggunaan lampu penerangan, rata-rata
pemberdayaan fakir miskin melalui RTM yang menggunakan penerangan PLN
KUBE. mencapai 31,94 persen.
Untuk karakteristik ekonomi, rata-
HASIL DAN PEMBAHASAN rata kepemilikan televisi 47,85 persen dan
sepeda motor 22,71 persen. Pada
Kondisi Kemiskinan Kabupaten Bogor umumnya keluarga miskin tidak
melakukan pembelian pakaian sebanyak
56 Jumlah penduduk miskin di satu kali dalam setahun (38,60%), hal ini
Kabupaten Bogor berdasarkan data BPS mencerminkan bahwa kebutuhan akan

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

pakaian sangat minim sekali. Dalam bersih. Dari pengelompokan faktor


karaktersitik kesejahteraan keluarga, penyebab dan persoalan kemiskinan
umumnya keluarga miskin mempunyai terlihat bahwa faktor ketidakberdayaan
pola makan lebih dari dua kali sehari merupakan yang paling menonjol akibat
(93,52%) namun jumlah rumahtangga faktor kemiskinan materi dan faktor
yang tidak mampu membeli keterisoliran.
daging/ayam/susu dalam seminggu
mencapai 90,11 persen. Secara umum Upaya Penanggulangan Kemiskinan
keluarga miskin memiliki kecenderungan dan Analisis Implementasi Kebijakan
tidak memiliki kemampuan untuk berobat
(58,74%). Berdasarkan karakteristik Sebagaimana tertuang dalam
ketenagakerjaan, pada umumnya keluarga Keputusan Bupati Bogor Nomor
miskin tidak memiliki mata pencaharian 412/18/Kpts/Huk/2007, Pemerintah
yang tetap dengan proporsi tidak bekerja Kabupaten Bogor membentuk Tim
mencapai 56,89 persen. Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Mengacu pada tiga strategi (TKPK) yang dalam pelaksanaan tugasnya
perwilayahan pembangunan di Kabupaten TKPK Kabupaten Bogor membentuk
Bogor, karakteristik kemiskinan dilihat empat Kelompok Kerja (Pokja) sesuai
dari tiga wilayah, yaitu Bogor Barat, Bogor dengan tugas pokok dan fungsinya masing-
Tengah, dan Bogor Timur dimana masing, yaitu Kelompok Kerja Kebijakan
penyumbang angka kemiskinan terbanyak dan Perencanaan, Kelompok Kerja
berasal dari Wilayah Pembangunan Bogor Pendataan, Kelompok Kerja Pendanaan,
Tengah (44,09%) dan Bogor Barat dan Kelompok Kerja Kelembagaan.
(43,26%). Karakteristik kemiskinan di tiap Dalam dokumen Rencana Strategis
Wilayah Pembangunan cukup bervariasi (Renstra) Pemerintah Kabupaten Bogor
namun tidak jauh berbeda dengan nilai Tahun 2003-2008, Pemerintah Kabupaten
rataan karakteristik kemiskinan di tingkat Bogor mengimplementasi beberapa
Kabupaten. Berdasarkan karakteristik ini kebijakan seperti peningkatan pelayanan
terlihat bahwa umumnya penduduk miskin pendidikan, peningkatan pelayanan
di Kabupaten Bogor sudah tercukupi kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan
pemenuhan kebutuhan dasarnya. pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan Hasil Analisis Kabupaten Bogor juga memiliki visi dan
Kemiskinan Partisipatif melalui PRA tahun misi penanggulangan kemiskinan dalam
2007, faktor keterbatasan aset (modal jangka panjang dengan 9 prinsip dasar,
maupun lahan) dan rendahnya tingkat yaitu keberpihakan, partisipatif,
pendidikan atau keterampilan merupakan berwawasan gender, keberlanjutan,
faktor utama penyebab kemiskinan jika pemberdayaan, peningkatan produktivitas,
dilihat dari sudut pandang geografis dan kebersamaan, keterbukaan, akuntabilitas,
pemanfaatan ruang. Sementara itu, serta sinergitas. Selanjutnya, Strategi
penyebab kemiskinan lainnya antara lain umum yang ditempuh dalam upaya
terbatasnya kesempatan kerja dan penanggulangan kemiskinan adalah
berusaha, belum optimalnya Pemberdayaan Masyarakat, Perluasan
pengarusutamaan gender dan perlindungan Kesempatan, Peningkatan Kapasitas dan
anak, rendahnya akses terhadap pelayanan Sumberdaya Manusia, Perlindungan
umum (pendidikan dan kesehatan), Sosial, dan Peningkatan Kualitas
sulitnya akses transportasi, dan rendahnya Lingkungan. Adapun kebijakan strategis
harga hasil produksi. Persoalan lain yang sebagai landasan operasional rencana aksi
paling banyak dikemukakan adalah untuk masing-masing sektor yang akan
kurangnya sarana dan prasarana mencakup kebijakan strategis pemenuhan 57
pendidikan, kesehatan, listrik, dan air hak-hak dasar masyarakat miskin ditempuh

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

dengan Kebijakan Strategis Peningkatan penanggulangan kemiskinan, program dan


Kualitas Pendidikan Masyarakat, kegiatan yang bersumber dana dari luar
Kebijakan Strategis Peningkatan APBD cukup banyak berperan dalam
Kesehatan dan Pemenuhan Gizi menanggulangi kemiskinan di Kabupaten
Masyarakat, Kebijakan Strategis Bogor. Hal ini terlihat pula dari sebaran
Peningkatan Infrastuktur dan kegiatan APBN yang mendukung ke-enam
Pengembangan Wilayah, Kebijakan kebijakan penanggulangan kemiskinan di
Strategis Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Kabupaten Bogor. Ini membuktikan bahwa
Kebijakan Strategis Peningkatan program penanggulangan kemiskinan dari
Perlindungan Sosial, dan Kebijakan Pemerintah Pusat bersinergi dengan baik
Strategis Pengarusutamaan Gender. terhadap program penanggulangan
Berdasarkan hasil analisis isi yang kemiskinan daerah, khususnya di
mensinergikan kebijakan penanggulangan Kabupaten Bogor.
kemiskinan dengan program/kegiatan
dalam Laporan Akuntabilitas Instansi Evaluasi Pelaksanaan Pemberdayaan
Pemerintahan (LAKIP) Tahun Anggaran Fakir Miskin Melalui KUBE di
2007-2008 diperoleh gambaran bahwa Kabupaten Bogor
seluruh kebijakan penanggulangan
kemiskinan dalam dokumen Strategi Menurut data BPMKS 2005-2008
Penanggulangan Kemiskinan Daerah dan data Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
(SPKD) diimplementasikan dalam bentuk Transportasi tahun 2009, KUBE di
program dan kegiatan-kegiatan Kabupaten Bogor umumnya dibentuk oleh
pembangunan di Kabupaten Bogor. Hal ini instansi sosial pemerintah dari hasil
menunjukkan adanya relevansi antara bimbingan sosial dan pelatihan
kebijakan penanggulangan kemiskinan keterampilan bagi PMKS yang di
dengan pelaksanaan pembangunan daerah dalamnya terdapat pemberian stimulan
di Kabupaten Bogor. Selain itu, juga usaha dengan jumlah di seluruh wilayah
terlihat terlihat bahwa dalam Kabupaten Bogor selama periode tahun
mengimplementasikan suatu kebijakan 2005-2009 mencapai 505 kelompok yang
penanggulangan kemiskinan tidak hanya didominasi oleh KUBE WRSE (Wanita
melibatkan satu SKPD saja, tetapi Rawan Sosial Ekonomi) sebanyak 157
didukung pula dengan program/kegiatan kelompok sedangkan KUBE Fakir Miskin
dari SKPD lainnya. Total jumlah berjumlah 89 kelompok.
implementasi kegiatan yang mendukung P2FM-BLPS diluncurkan pertama
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di kali di Kabupaten Bogor karena adanya
Kabupaten Bogor 2008 sebanyak 189 permintaan dari tokoh masyarakat dari
kegiatan dengan dominasi jenis Kebijakan Kecamatan Pamijahan yang peduli akan
Pendidikan (65 kegiatan dengan jumlah kemiskinan di wilayahnya. Para pihak
anggran mencapai Rp 172 milyar atau 54% yang terlibat (stakeholders) dalam BLPS
dari total jumlah anggaran). Dilihat dari terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah),
segi jumlah implementasi program, perbankan, dan masyarakat itu sendiri.
Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat BLPS-KUBE merupakan salah satu
merupakan kebijakan yang paling banyak program Pemerintah Pusat yang
melibatkan program yaitu sebanyak 16 menggunakan pendekatan Top-Down, oleh
program (baik pada tahun 2007 maupun karenanya tidak semua aspek dari program
2008) sehingga unit SKPD yang terlibat relevan dengan kondisi di lokasi penerima
dalam mendukung kebijakan ini pun program. Lamanya rentang terbentuknya
bervariasi. KUBE dan lemahnya pengawasan hasil
58 Jika melihat sebaran dan proporsi pelatihan keterampilan oleh aparat
jumlah implementasi program/kegiatan pemerintah mengakibatkan KUBE-KUBE

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

tersebut tidak berjalan secara tertinggi adalah aspek Pendampingan


berkelanjutan, sehingga Pendamping Sosial (0,495) dengan langkah strategis
Sosial melalui persetujuan Pemerintah yang terpilih berupa Peningkatan Intensitas
Daerah Kabupaten Bogor berinisiatif Pendampingan (bobot 0,631). Pada
membentuk Koperasi yang bertujuan kebijakan strategis Peningkatan Kinerja
mewadahi dan mengendalikan proses KUBE Fakir Miskin, aspek yang memiliki
perguliran dana BLPS di Kecamatan bobot tertinggi adalah Peningkatan
Tenjolaya dan Pamijahan. Kualitas SDM Anggota KUBE (bobot
Berdasarkan data Koperasi Usaha 0,340) dengan langkah strategis yang
Bersama Kabupaten Bogor tahun 2009, terpilih peningkatan Pendidikan Non
terdapat 25 KUBE dengan proporsi Formal (bobot 0,584). Pada kebijakan
anggota KUBE berjenis kelamin laki-laki strategis Pelaksanaan Pemberdayaan Fakir
(91,04%) dan menjalankan usaha pertanian Miskin Berbasis Komunitas, aspek yang
(60,07%) pada P2FM-BLPS Fase I. memiliki bobot tertinggi adalah Modal
Namun demikian, program ini mengalami Sosial (bobot 0,611) dengan langkah
kegagalan sehingga dibentuk P2FM-BLPS strategis Meningkatkan Kepercayaan
Fase II dengan seleksi yang lebih ketat. Masyarakat (bobot 0,405).
Pada tahap II, proporsi keterlibatan Dari hasil AHP dan wawancara
perempuan lebih banyak (39,805) dengan dengan sejumlah individu dan pejabat
usaha perdagangan/jual beli yang daerah yang terkait maka diperoleh
mendominasi jenis usaha yang dijalankan rumusan program dalam pengembangan
(78,57%). Hasil evaluasi terhadap KUBE kebijakan pemberdayaan fakir miskin
Fase II menunjukkan bahwa keuntungan melalui KUBE di Kabupaten Bogor
yang dirasakan responden dari program ini sebagai berikut: Peningkatan Intensitas
berupa peningkatan status ekonomi melalui Pendampingan, Peningkatan Pelatihan
peningkatan pendapatan keluarga yang Keterampilan, Pembenahan Kembali
mereka dapat dari usaha ekonomi yang Proses Seleksi Sasaran, Peningkatan
mereka jalankan. Sedangkan keuntungan Kepercayaan Masyarakat Desa, Penguatan
sosial yang dirasakan adalah adanya wadah Kelembagaan Masyarakat, Peningkatan
untuk berinteraksi dan menyalurkan Kerjasama Kemitraan, dan Peningkatan
aspirasi. Dengan adanya peningkatan Sarana Prasarana Penunjang Kegiatan
status sosial dan ekonomi ini, mereka Usaha KUBE.
memiliki kepercayaan diri dalam
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya KESIMPULAN DAN SARAN
dan dapat berupaya keluar dari
kemiskinannya. Kesimpulan

Strategi dan Program Pemberdayaan 1. Umumnya kondisi masyarakat miskin


Fakir Miskin di Kabupaten Bogor sudah cukup
terpenuhi kebutuhan dasarnya, hanya
Analisa AHP yang dilakukan saja dengan karakteristik yang
menghasilkan kebijakan strategis yang berbeda-beda. Terdapat enam
dirumuskan menjadi: 1) Perbaikan Tata kebijakan yang sudah
Kelola Program (nilai bobot 0,391), 2) diimplementasikan seluruhnya dalam
Peningkatan Kinerja KUBE Fakir Miskin bentuk program dan kegiatan-kegiatan
(0,335), dan 3) Pelaksanaan Pemberdayaan pembangunan di Kabupaten Bogor.
Fakir Miskin Berbasis Komunitas (nilai Namun sasaran kegiatan lebih bersifat
bobot 0,274). Pada Pada kebijakan umum atau masih belum berfokus
strategis Perbaikan Tata Kelola Program, kepada sasaran masyarakat miskin 59
subkriteria yang memiliki nilai bobot secara langsung.

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

2. Kegiatan yang termasuk dalam


kategori memberdayakan fakir miskin
hanya terdapat pada kegiatan pelatihan
keterampilan bagi PMKS (sumber
dana APBD) dan P2FM-BLPS DAFTAR PUSTAKA
(sumber dana APBN). P2FMBLPS
merupakan program yang mendukung An-Naf, Julissar. 2007. Pengentasan
kegiatan pelatihan keterampilan bagi Kemiskinan sebagai Sasaran
PMKS melalui KUBE. Strategis dalam Pembangunan di
3. Evaluasi terhadap pelaksanaan P2FM- Indonesia. Diakses dari
BLPS menunjukkan bahwa program http://julissarwritting.blogspot.com/
ini mengalami kegagalan pada tahap 2007/11/pengentasan-
awal peluncurannya karena berbagai kemiskinan.html pada 30 Juni 2009
macam kendala dan permasalahan pukul 14.07 WIB.
yang juga dipengaruhi oleh Arifuddin, Omar Abdallah. 2009.
ketidaksiapan stakeholders yang Alternatif Kebijakan Pemberdayaan
terlibat. Untuk itu pengelola Masyarakat Nelayan Berwawasan
menjalankan BLPS-KUBE Fase II Lingkungan di Muara Angke,
sebagai kelanjutan program yang Jakarta Utara. (Tesis). Sekolah
ternyata berhasil dan relevan dengan Pascasarjana. Bogor: Institut
kondisi masyarakat. Pertanian Bogor.
4. Upaya pengembangan kebijakan [BAPPEDA] Kabupaten Bogor. 2007.
pemberdayaan fakir miskin melalui Kajian dan Penyusunan Strategi
KUBE antara lain melalui Perbaikan Penanggulangan Kemiskinan
Tata Kelola Program, Pelaksanaan Daerah Kabupaten Bogor 2008-
Pemberdayaan Fakir Miskin Berbasis 2012. Laporan Akhir (Tidak
Masyarakat, dan Peningkatan Kinerja Dipublikasikan). BAPPEDA
KUBE Fakir Miskin. Kabupaten Bogor. Bogor.
[BAPPENAS]. 2003. Kebijakan Strategi
Saran Pemberdayaan Masyarakat.
Direktorat Kerjasama
Saran bagi pelaksanaan P2FM- Pembangunan Sektoral dan Daerah
BLPS dalam rangka mendukung kebijakan BAPPENAS. Jakarta.
pemberdayaan fakir miksin melalui KUBE [BAPPENAS]. 2005. Strategi Nasional
di Kabupaten Bogor adalah: Penanggulangan Kemiskinan.
1. Pemerintah harus segera membenahi Komite Penanggulangan
kriteria sasaran Penerima BLPS. Kemiskinan BAPPENAS. Jakarta.
2. Sasaran Penerima BLPS hendaknya Departemen Sosial RI. 2005. Panduan
ditetapkan secara langsung kepada Operasional Program
keberadaan KUBE Produktif. Pemberdayaan Fakr Miskin di
3. Keberadaan Koperasi sangat Wilayah Terpencil dan Perbatasan
mengganggu proses pemberdayaan Antar Negara. Direktorat Bantuan
sehingga diperlukan campur tangan Sosial Fakir Miskin. Jakarta.
pemerintah dalam membatasi peran Suharto, Edi. 2003. Kemiskinan dan
Koperasi dalam program. Keberfungsian Sosial, Studi Kasus
4. Pemerintah Kabupaten Bogor Rumah Tangga Miskin di
hendaknya segera mengalokasikan Indonesia. Bandung: STKS
dana pendampingan P2FM-BLPS. Bandung Press.
60 Tonny, Fredian. 2009. Metodologi Kajian
Pembangunan Daerah. Bahan

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.. Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013

Kuliah Manajemen Pembangunan


Daerah (Tidak Dipublikasikan).
Sekolah Pascasarjana. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

61

Andri Apriyadi, Yusman Syaukat, Strategi dan Program Pemberdayaan Fakir Miskin
dan Fredian Tonny Nasdian Melalui Kelompok Usaha Bersama
di Kabupaten Bogor

You might also like