Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Suhu Dan Waktu Maserasi Terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus Mauritiana L.) Sebagai Sumber Saponin
Pengaruh Suhu Dan Waktu Maserasi Terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus Mauritiana L.) Sebagai Sumber Saponin
Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara
(Ziziphus mauritiana L.) sebagai Sumber Saponin
Effect of Temperature and Maseration Time on Characteristics of Bidara Leaf Extract
(Ziziphus mauritiana L.) as Saponin Source
ABSTRACT
Bidara (Ziziphus mauritiana L.) is one of the most natural ingredients that has the potential as a source
of saponins. Saponins can be used as a natural surfactant which can replace the synthesis surfactant.
The purposes of this research were to determine the effect of temperature and time of maceration on the
characteristics of bidara leaf extract (Ziziphus mauritiana L.) and to obtain the best maceration
temperature and time in producing the bidara leaf extract (Ziziphus mauritiana L.) as a source of
saponins. This research is using randomized block design with two factors. The first factor is the
maceration temperature which consists of 3 levels, namely 29±1°C, 40±2°C, and 50±2°C. The second
factor is the maceration time which consists of 3 levels, namely 36 hours, 48 hours, and 60 hours. Each
treatment is grouped into 2 based on the time of implementation so obtained 18 units. The results showed
that treatment of temperature and maceration time and interaction between the treatment were had very
significant on the yield, crude saponins levels, and the height of bidara leaf extract foam (Ziziphus
mauritiana L.) as the source of saponins. Temperature of 50±2°C and maceration time of 48 hours is
the best treatment to produce bidara leaf extract (Ziziphus mauritiana L.) as a source of saponin with a
yield characteristic of 42.59±0.02%, crude saponin levels of 40.84±0.09% and foam height 29.03±0.38
mm.
Keywords: Ziziphus mauritiana L., saponins, extraction, temperature, maceration time
*Korespondensi Penulis:
Email : md_wartini@unud.ac.id
551
Chairunnisa, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
552
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap …
553
Chairunnisa, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
Berdasarkan kedua faktor di atas diperoleh 9 bidara dengan metanol yaitu 1:6) (Bintoro et
kombinasi perlakuan dan dikelompokkan al., 2017). Proses ekstraksi dilakukan dengan
menjadi 2 berdasarkan waktu metode maserasi menggunakan suhu
pelaksanaannya sehingga diperoleh 18 unit (29±1°C, 40±2°C, 50±2°C) dan waktu (36
percobaan. Data yang diperoleh kemudian jam, 48 jam, 60 jam) sesuai perlakuan. Untuk
dianalisis dengan analisis variansi (ANOVA) perlakuan suhu 40±2°C dan 50±2°C, sampel
dan dilanjutkan menggunakan metode Beda dimaserasi menggunakan inkubator. Selama
Nyata Jujur (BNJ) menggunakan perangkat proses maserasi, dilakukan penggojokan
lunak Minitab 18. Penentuan perlakuan manual setiap 12 jam selama 5 menit,
terbaik dilihat berdasarkan nilai tertinggi dari sehingga diperoleh ekstrak yang masih
beberapa parameter yang diuji yaitu tercampur dengan pelarut (Yulianingtyas dan
rendemen, kadar saponin kasar, dan Kusmartono, 2016).
ketinggian busa. Selanjutnya ekstrak disaring
menggunakan kertas saring kasar yang
Pelaksanaan Penelitian menghasilkan filtrat I dan ampas. Kemudian
Preparasi sampel ampas ditambahi pelarut sebanyak 50 ml
Daun tanaman bidara yang diperoleh di digojog selama 5 menit, lalu disaring dengan
daerah Bukit Jimbaran, dicuci dengan kertas saring kasar dan menghasilkan filtrat
menggunakan air mengalir untuk II. Filtrat I dan II dicampur dan disaring
menghilangkan kotoran dan cemaran lain dengan ketas saring Whatman No. 1. Ekstrak
yang masih menempel pada daun. Kemudian, yang diperoleh dimasukkan ke dalam labu
daun bidara ditempatkan pada nampan untuk evaporator untuk dihilangkan pelarut yang
ditiriskan dan diangin-anginkan. terdapat dalam ekstrak sehingga didapatkan
ekstrak kental. Hasil pencampuran kedua
Pembuatan bubuk daun bidara ekstrak ini dievaporasi pada suhu ±40oC
Daun bidara yang telah dibersihkan dengan tekanan 100 mBar. Evaporasi
kemudian dikeringkan menggunakan oven dihentikan pada saat semua pelarut sudah
pada suhu 50±2oC. Daun bidara yang sudah menguap yang ditandai dengan tidak adanya
diangin-anginkan, kemudian disusun pada tetesan uap pelarut. Ekstrak kental yang
loyang dengan ketebalan yang sama agar diperoleh dimasukkan ke dalam botol sampel
kering daun merata. Proses pengeringan ini (Bintoro et al., 2017).
dilakukan sampai daun bidara mudah
dihancurkan (kadar air ±7,56 persen). Daun Variabel yang Diamati
kering yang dihasilkan kemudian Rendemen Ekstrak (Sudarmadji et al.,
dihancurkan menggunakan blender dan 1997)
diayak menggunakan ayakan 60 mesh Rendemen merupakan hasil bagi dari
sehingga menghasilkan bubuk daun bidara berat produk (ekstrak) yang dihasilkan dibagi
(Bintoro et al., 2017). dengan berat bahan baku dikalikan dengan
100%.
Pembuatan ekstrak daun bidara Rendemen ekstrak =
Proses awal maserasi dilakukan dengan berat ekstrak kental daun bidara (gram)
menimbang 50 gram bubuk daun bidara yang x 100%
berat bubuk daun bidara (gram)
sudah diayak menggunakan ayakan 60 mesh
dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, Kadar Saponin Kasar (Modifikasi Mien et
kemudian ditambahkan pelarut metanol al., 2015)
sebanyak 300 ml (perbandingan bubuk daun Kadar saponin pada daun bidara
554
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap …
dihitung dengan uji gravimetri, yaitu dengan X1 = bobot kertas saring awal (g)
cara ekstrak kental yang diperoleh ditimbang X2 = bobot kertas saring + endapan saponin
sebanyak 0,25 gram. Kemudian, ekstrak kasar (g)
kental dilarutkan dengan petroleum eter A = bobot ekstrak daun bidara (g)
sebanyak 10 ml menggunakan magnetic
stirrer sampai ekstrak kental homogen Ketinggian Busa (Modifikasi Bintoro et al.,
dengan pelarut. Selanjutnya, direfluks pada 2017)
suhu ±60-80oC selama 15 menit. Setelah Busa menunjukkan adanya kandungan
dingin larutan petoleum eter dibuang dan saponin pada ekstrak bidara. Uji busa
residu yang tertinggal dilarutkan kembali dilakukan untuk menghitung ketinggian busa
dengan 10 ml etil asetat menggunakan yang terbentuk pada sampel yang diamati.
magnetic stirrer hingga homogen. Ketinggian busa dihitung dengan cara, residu
Kemudian, residu dipisahkan dari larutan etil saponin yang tertinggal pada kertas saring
asetat menggunakan kertas saring kasar. ditimbang sebanyak 0,03 gram, kemudian
Residu yang tertinggal dilarutkan kembali dimasukkan ke tabung reaksi yang telah
dengan n-butanol sebanyak 10 ml dan larutan berisi aquades 10 ml. Larutan tersebut
tersebut diuapkan menggunakan rotary digojog selama 10 detik hingga terbentuk
evaporator vacuum. Residu yag tertinggal buih yang stabil. Selanjutnya, ditambahkan
dilarutkan dengan metanol sebanyak 2 ml, larutan HCl 2N sebanyak 1 tetes melalui
kemudian larutan tersebut diteteskan ke dinding tabung reaksi. Kemudian, busa yang
dalam 10 ml dietil eter sambil digojog. terbentuk pada sampel diukur sebanyak 3 kali
Endapan yang terbentuk dalam campuran menggunakan mikrometer sekrup dan
dituang pada kertas saring Whatman No.1 diambil rata-ratanya yang menjadi nilai
yang telah diketahui bobotnya. Endapan di ketinggian busa dalam satuan mm.
atas kertas saring Whatman No.1 dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 40±2oC HASIL DAN PEMBAHASAN
selama 10 menit. Kemudian, kertas saring
ditimbang hingga diperoleh bobot konstan. Rendemen
Selisih bobot kertas saring sebelum dan Hasil analisis ragam menunjukkan
sesudah penguapan pelarut dari endapan bahwa perlakuan suhu dan waktu maserasi
ditetapkan sebagai bobot saponin. Rumus serta interaksi antara perlakuan berpengaruh
perhitungan untuk menghitung kadar saponin sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen
kasar dapat dilihat di bawah ini : ekstrak daun bidara. Nilai rata-rata rendemen
X2−X1 ekstrak daun bidara dapat dilihat pada Tabel
Kadar Saponin Kasar = A x 100%
1.
Keterangan :
Tabel 1. Rata-rata rendemen (%) ekstrak daun bidara
Waktu (S)
Suhu (P)
S1 (36 Jam) S2 (48 Jam) S3 (60 Jam)
P1 (30°C) 10,58±0,30h 14,02±0,18g 16,12±0,14g
P2 (40°C) 19,77±0,18f 27,07±0,99d 23,23±0,09e
P3 (50°C) 33,23±0,57c 42,59±0,02a 37,05±0,95b
Keterangan : Huruf berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada
taraf kesalahan 1% (P<0,01)
Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen (Ziziphus mauritiana L.) diperoleh dari
ekstrak tertinggi pada ekstrak daun bidara perlakuan suhu 50±2°C dan waktu maserasi
555
Chairunnisa, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
selama 48 jam yaitu sebanyak 42,59±0,02 Tabel 1 dapat dilihat bahwa titik optimum
persen sedangkan rendemen ekstrak terendah tercapai pada waktu ekstraksi selama 48 jam,
diperoleh dari perlakuan suhu 29±1°C dan sehingga penambahan waktu maserasi
waktu maserasi selama 36 jam yaitu sebanyak selama 60 jam tidak lagi efektif untuk
10,58±0,30 persen. Hasil tersebut meningkatkan rendemen pada penggunaan
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan suhu 40±2°C dan 50±2°C. Hal ini terjadi
semakin lama waktu maserasi, maka semakin karena telah tercapainya kondisi
tinggi rendemen yang diperoleh hingga kesetimbangan sehingga zat terlarut jenuh
tercapainya suhu dan waktu optimum. serta waktu maserasi yang melewati waktu
Damanik et al. (2014) menjelaskan bahwa optimum berpotensi meningkatkan proses
suhu yang semakin tinggi dapat hilangnya senyawa-senyawa seperti minyak
menyebabkan gerakan partikel ke pelarut atsiri pada larutan karena penguapan oleh
semakin cepat karena suhu mempengaruhi panas (Cikita et al., 2016).
nilai koefisien transfer masa dari suatu Hal ini didukung oleh penelitian dari
komponen. Kenaikan suhu juga Yuliantari et al. (2017) tentang pengaruh
menyebabkan permeabilitas sel semakin suhu dan waktu ekstraksi terhadap
lemah sehingga memudahkan methanol kandungan flavonoid dan aktivitas
sebagai pelarut untuk mengekstrak zat aktif antioksidan daun sirsak (Annona muricata
pada bahan sehingga rendemen yang L.) yang menyatakan semakin tinggi suhu
diperoleh semakin tinggi (Ramadhan dan dan lama waktu ekstraksi menunjukkan
Phasa, 2010). semakin tinggi jumlah rendemen hingga
Waktu ekstraksi yang semakin lama tercapainya suhu optimum.
menyebabkan semakin lama efek pemanasan
dan semakin lama kontak antara padatan Kadar Saponin Kasar
dengan solven yang akan memperbanyak Hasil analisis ragam menunjukkan
jumlah sel yang pecah dan bahan aktif yang bahwa perlakuan suhu dan waktu maserasi
terlarut (Wahyuni dan Widjanarko, 2015). serta interaksi antara perlakuan berpengaruh
Kondisi ini akan terus berlanjut hingga sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar saponin
tercapai kondisi kesetimbangan antara kasar ekstrak daun bidara. Nilai rata-rata
konsentrasi senyawa di dalam daun bidara kadar saponin kasar ekstrak daun bidara dapat
dengan konsentrasi senyawa di pelarut. Pada dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata kadar saponin (%) ekstrak daun bidara
Waktu (S)
Suhu (P)
S1 (36 Jam) S2 (48 Jam) S3 (60 Jam)
P1 (30°C) 18,11±0,08i 20,09±0,32h 22,17±0,09g
P2 (40°C) 24,15±0,52f 33,68±0,19d 27,35±0,24e
P3 (50°C) 35,72±0,24c 40,84±0,09a 38,07±0,33b
Keterangan : Huruf berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
pada taraf kesalahan 1% (P<0,01)
Tabel 2 menujukkan bahwa kadar kasar terendah diperoleh dari perlakuan suhu
saponin kasar tertinggi pada ekstrak daun 29±1°C dan waktu maserasi selama 36 jam
bidara (Ziziphus mauritiana L.) diperoleh yaitu sebanyak 18,11±0,08 persen. Hasil
dari perlakuan suhu 50±2°C dan waktu tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
maserasi selama 48 jam yaitu sebanyak suhu dan semakin lama waktu maserasi,
40,84±0,09 persen sedangkan kadar saponin maka semakin tinggi kadar saponin kasar
556
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap …
yang diperoleh hingga tercapainya suhu dan menyebabkan tidak semua senyawa aktif
waktu optimum. Kelarutan zat aktif yang terekstrak dari bahan.
diekstrak akan bertambah besar dengan Pada Tabel 2 setelah waktu maserasi 48
bertambah tingginya suhu. Akan tetapi, jam pada penggunaan suhu 40±2°C dan
peningkatan suhu ekstraksi juga perlu 50±2°C cenderung terjadi penurunan kadar
diperhatikan, karena suhu yang terlalu tinggi saponin kasar yang mengindikasikan zat
dapat menyebabkan kerusakan pada bahan terlarut sudah jenuh serta adanya
yang sedang diproses (Margaretta et al., kemungkinan senyawa saponin teroksidasi
2011). Hal tersebut didukung oleh penelitian karena panas seiring dengan penambahan
Vongsangnak et al. (2004) bahwa proses waktu ekstraksi sehingga mengalami
pemanasan dengan suhu 50oC secara perubahan struktur serta menghasilkan kadar
kuantitatif menghasilkan kadar saponin dari saponin kasar yang cenderung menurun
notoginseng yang lebih tinggi yaitu 125mg/g (Kristiani dan Halim, 2014). Saponin
dibandingkan tanpa proses pemanasan yaitu teroksidasi menjadi lanosterol yang
sebanyak 71mg/g. Akan tetapi, pada suhu merupakan bentuk dasar dari triterpen.
ekstraksi 80oC kadar saponin cenderung Ramdja et al. (2009) menyatakan bahwa
mengalami penurunan yaitu sebanyak waktu maserasi yang terlalu lama tidak akan
86mg/g. berpengaruh lagi karena jumlah pelarut
Waktu dan suhu ekstraksi sangat dalam zat terlarut telah jenuh dan dapat
berpengaruh terhadap kadar saponin kasar merusak senyawa bioaktif yang terlarut.
pada ekstrak daun bidara. Semakin lama
waktu maserasi maka semakin lama efek Ketinggian Busa
pemanasan dan kesempatan kontak antara Hasil analisis ragam menunjukkan
bahan dan pelarut semakin besar sehingga bahwa perlakuan suhu dan waktu maserasi
hasilnya akan terus meningkat sampai pada serta interaksi antara perlakuan berpengaruh
titik jenuh dari pelarut tersebut. Menurut sangat nyata (P<0,01) terhadap ketinggian
Budiyanto dan Yulianingsih (2008), waktu busa ekstrak saponin kasar daun bidara. Nilai
ekstraksi yang terlalu lama akan rata-rata ketinggian busa ekstrak daun bidara
menyebabkan ekstrak teroksidasi, sedangkan dapat dilihat pada Tabel 3.
waktu ekstraksi yang terlalu singkat
Tabel 3. Rata-rata ketinggian busa (mm) ekstrak daun bidara
Waktu (S)
Suhu (P)
S1 (36 Jam) S2 (48 Jam) S3 (60 Jam)
P1 (30°C) 6,55±0,14i 10,00±0,21h 11,70±0,035g
P2 (40°C) 13,43±0,11f 20,15±0,14d 18,30±0,21e
P3 (50°C) 23,46±0,06c 29,02±0,38a 25,86±0,99b
Keterangan : Huruf berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
pada taraf kesalahan 1% (P<0,01)
Tabel 3 menujukkan bahwa ketinggian 29±1°C dan waktu maserasi selama 36 jam
busa tertinggi pada ekstrak saponin kasar yaitu sebanyak 6,55±0,14 mm. Ketinggian
daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) busa menunjukkan adanya kandungan
diperoleh dari perlakuan suhu 50±2°C dan saponin pada sampel. Semakin tinggi busa
waktu maserasi selama 48 jam yaitu sebanyak yang terbentuk setelah penggojokan,
29,02±0,38 mm sedangkan ketingian busa menunjukkan semakin banyak kandungan
terendah diperoleh dari perlakuan suhu saponin yang terdapat pada ekstrak saponin
557
Chairunnisa, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
kasar. Busa yang menunjukkan kandungan karena pada perlakuan tersebut menghasilkan
saponin, tidak akan hilang apabila diteteskan nilai tertinggi pada karakteristik rendemen,
larutan HCl 2N. Hasil rata-rata ketinggian kadar saponin kasar dan ketinggian busa.
busa yang diperoleh semakin meningkat
dengan adanya penambahan suhu dan hingga KESIMPULAN DAN SARAN
mencapai waktu optimal. Semakin tinggi
suhu dan lama waktu maserasi, menyebabkan Kesimpulan
busa yang terbentuk lebih tinggi Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dibandingkan tanpa proses pemanasan dan dilakukan dapat disimpulkan, antara lain :
penggunaan waktu yang singkat. Hasil 1. Perlakuan suhu dan waktu maserasi serta
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi interaksi antara perlakuan sangat
suhu dan semakin lama waktu maserasi, berpengaruh terhadap karakteristik
maka semakin tinggi kadar saponin yang rendemen, kadar saponin kasar, dan
diperoleh. ketinggian busa ekstrak daun bidara
Waktu dan suhu ekstraksi sangat (Ziziphus mauritiana L.).
berpengaruh terhadap ketinggian busa pada
2. Perlakuan suhu 50±2°C dan waktu
ekstrak saponin kasar daun bidara.
maserasi selama 48 jam merupakan
Penggunaan suhu ruang (29±1°C) dan waktu
ekstraksi yang singkat belum menunjukkan perlakuan terbaik untuk menghasilkan
reaksi yang optimal terhadap ketinggian busa ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana
yang terbentuk. Penurunan ketinggian busa L.) sebagai sumber saponin dengan
setelah waktu maserasi 48 jam pada karakteristik rendemen 42,59±0,02%,
penggunaan suhu 40±2°C dan 50±2°C kadar saponin kasar 40,84±0,09% dan
mengindikasikan adanya kemungkinan ketinggian busa 29,03±0,38 mm.
senyawa saponin teroksidasi karena panas
seiring dengan penambahan waktu ekstraksi
(Kristiani dan Halim, 2014). Saponin Saran
teroksidasi menjadi lanosterol yang 1. Berdasarkan penelitian yang telah
merupakan bentuk dasar dari triterpen. Hal dilakukan, untuk menghasilkan ekstrak
ini menyebabkan menurunnya kemampuan daun bidara (Ziziphus mauritiana L.)
saponin dalam membentuk busa. Dari hasil sebagai sumber saponin terbaik,
tersebut, dapat dilihat bahwa waktu yang disarankan menggunakan suhu 50°C dan
melewati batas optimum proses ekstraksi waktu maserasi 48 jam.
akan menyebabkan rusaknya kandungan 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai uji
saponin kasar yang terekstrak sama seperti kadar saponin menggunakan metode lain
yang dapat dilihat pada Tabel 2. Penurunan seperti kromatografi lapis tipis dan
kadar saponin kasar ini akan mempengaruhi spektrofotometri ultraviolet serta
hasil ketinggian busa yang terbentuk.
perlunya pengaplikasian ekstrak daun
Berdasarkan ketiga variabel yang
bidara sebagai produk surfaktan alami.
diamati dapat ditentukan perlakuan terbaik
dari sembilan kombinasi perlakuan diatas.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
perlakuan penggunaan suhu 50±2°C dan
waktu maserasi selama 48 jam merupakan Bintoro, A., M.I. Agus., dan S. Boima. 2017.
perlakuan terbaik untuk menghasilkan Analisis dan identifikasi senyawa
ekstrak daun bidara sebagai sumber saponin, saponin dari daun bidara (Zhizipus
558
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap …
559
Chairunnisa, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
batch. Jurnal Teknik Kimia. 2(1):1-5. Vincken, J.P., L. Heng, A.D. Groot and H.
Gruppen. 2007. Saponnins,
Ramdja, A.F., R.M.A. Aulia dan P. Mulya.
classification and occurrence in the
2009. Ekstraksi kurkumin dari
plant kingdom. Journal
temulawak dengan menggunakan
Phytochemistry. 6(2):275-297.
etanol. Jurnal Teknik Kimia. 16(3):52-
58 Vongsangnak, W., J. Gua, S. Chauvatcharin
and J.J. Zhong. 2004. Towards efficient
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.
extraction of notoginseng saponins
1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
from cultured cells of Panax
Makanan dan Pertanian. Liberty,
notoginseng. Biochemical Engineering
Yogyakarta.
Journal. 18(4):115–120.
Suharno. 2013. Kandungan kimia pada daun
Wahyuni, D.T. dan S.B. Widjanarko. 2015.
bidara.
Pengaruh jenis pelarut dan lama
https://www.daunbidara.com/kandung
ekstraksi terhadap ekstrak karotenoid
an-kimia-daun-bidara. Diakses pada
labu kuning dengan metode gelombang
tanggal 2 Januari 2019.
ultrasonik. Jurnal Pangan dan
Suharto, M.A.P., H.J. Edy dan J.M. Agroindustri. 3(2):390-401.
Dumanauw. 2016. Isolasi dan
Yulianingtyas, A. dan B. Kusmartono. 2016.
identifikasi senyawa saponin dari
Optimasi volume pelarut dan waktu
ekstrak metanol batang pisang ambon
maserasi pengambilan flavonoid daun
(Musa paradisiaca var. sapientum L.).
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
Jurnal Sains. 3(1):86-92.
L.). Jurnal Teknik Kimia. 10(2):58-64.
Sen, S., H.P.S. Makkar and K. Becker. 1998.
Yuliantari, N.W.A., I.W.R. Widarta dan
Alfalfa saponins and their implication
I.D.G.M. Permana. 2017. Pengaruh
in animal nutrition. Journal Agriculture
suhu dan waktu ekstraksi terhadap
Food Chemistry. 46(2):131-140.
kandungan flavonoid dan aktivitas
Tananuwong, K. and W. Tewaruth. 2010. antioksidan daun sirsak (Annona
Extraction and application of muricata L.). Jurnal Teknologi Pangan.
antioxidants from black glutinous rice. 4(1):35-42.
Journal Food Science and Technology.
43(2):476–481
560