You are on page 1of 9

MEDIA EKSPRESI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Belinda Sukapura Dewi1 , Ariesa P.2


1,2Universitas Kristen Marantha
1belinda.s.dewi@gmail.com, 2ariesa.pandanwangi@maranatha.edu

ABSTRACT

The media for the expression of children with special needs varies greatly, depending on the child's
motor skills. If the motor skill of the child is weaker, then the media used is simpler, so that in this
community service program, to be able to adjust to the media to be given, several children with
relatively good motor skills have been chosen. The purpose of holding this training is to see the
tendency of children with special needs in expressing themselves using a new media. The method used
is the mentoring system, which is when researchers, assisted by special assistants, work together in
helping children in making their artwork. When the programme takes place, the researcher as the
content provider will deliver the material to the special assistant who helps to communicate to the
child concerned. This training was given to children with special needs from Percik Insani with an
introduction of a new media (cold wax batik). This media was chosen because it contains a local
content with familiar techniques (beginning with drawing). This technique helps ease children to
express their feelings and imagination in the artwork. An artwork is a way for a child to interact or
communicate the feelings in his heart to others. Through their artwork, children with special needs
can use art as a means of expression and to understand themselves.

Keywords: Children with special needs, New media (cold wax batik)

ABSTRAK

Media ekspresi untuk anak berkebutuhan khusus banyak ragamnya, tergantung pada kemampuan
motorik anak tersebut. Semakin lemah motoriknya, maka media yang digunakan semakin sederhana,
sehingga pada program pengabdian kepada masyarakat ini, dipilih beberapa anak dengan kemampuan
motorik yang relatif baik agar dapat menyesuaikan media yang akan diberikan. Tujuan mengadakan
pelatihan ini adalah untuk melihat bagaimana kecenderungan anak berkebutuhan khusus dalam
mengekspresikan dirinya dengan menggunakan media baru. Metode yang digunakan adalah sistem
pendampingan, yaitu ketika peneliti, dibantu pendamping khusus, bekerja sama dalam membantu anak
dalam berkarya. Pada saat pengabdian berlangsung, peneliti sebagai pemberi konten akan
menyampaikan materi pada pendamping khusus yang membantu mengkomunikasikan pada anak
bersangkutan. Pelatihan ini diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dari Percik Insani dengan
materi pengenalan media baru (batik lilin dingin). Media ini dipilih karena memiliki muatan lokal dan
teknik yang familiar (diawali dengan menggambar). Kemudahan teknik ini yang pada akhirnya
membantu anak-anak dalam mengekspresikan perasaan dan imajinasi dalam berkarya. Karya
merupakan cara seorang anak untuk berinteraksi ataupun mengkomunikasikan perasaan di dalam
hatinya kepada orang lain. Melalui karya, anak berkubutuhan khusus dapat menggunakan seni sebagai
sarana eskrpresi dan mengenal dirinya.

Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus, Media baru (Batik Lilin Dingin)

Hal 113
A. Pendahuluan adanya peran pendamping yang dapat
Anak-anak Autis di Indonesia menjembatani dalam berkomunikasi,
disebut juga Anak Berkebutuhan selain itu salah satunya sekolah, anak-
Khusus (ABK), mereka membutuhkan anak yang disekolahkan mendapat
perhatian dan penyaluran untuk penanganan yang tepat, disana
ekspresinya. Untuk hal ini banyak dibekali bagaimana mengungkapkan
keluarga di Indonesia belum kreatifitas bagi ABK.
mengetahui bagaimana cara Pengabdian pada masyarakat
memperlakukan mereka dalam terselenggara karena adanya MoU
kehidupan sehari hari, baik dalam antar lembaga yaitu yayasan Percik
kemandirian, sosialisasi maupun Insani dengan Program Studi Seni
dalam menyalurkan kemampuan Rupa Murni melalui program
ekspresi seninya. Hal ini terjadi karena pengenalan media ekspresi baru
ketidakpahaman orang tua dalam dengan media lilin dingin di atas kain
memahami kebutuhan ABK. Kasus ini yang akan dipraktekkan oleh ABK,
terdapat secara menyeluruh di seluruh melalui kegiatan ini penyaluran
Indonesia, baik di kota-kota besar ekspresi mereka dapat tersalurkan.
maupun kota kecil hingga ke pelosok- Material yang dipergunakan untuk
pelosok daerah. Banyak orang-orang melukis juga ramah lingkungan karena
tua, khususnya di daerah yang kurang terbuat dari bubuk biji asam jawa,
atau belum mengerti bagaimana sehingga tidak membahayakan bagi
memahami serta bersikap terhadap ABK.
anak-anak mereka yang autistik. Berdasarkan paparan di atas
Sangat beruntung bagi para orang tua maka perumusan masalah pengabdian
yang berada di kota dapat ini adalah:
menyekolahkan anaknya di sekolah 1. Bagaimana proses kreatifitas
khusus atau lembaga sosial, salah ungkapan seni ABK?
satunya yayasan Percik Insani, 2. Apa hasilnya dari proses kreatifitas
yayasan ini berkomitmen untuk ABK?
membantu individu berkebutuhan Adapun potensi program
khusus, individu ini perlu pengabdian ini memiliki manfaat:
bersosialisasi tentunya diawali dengan

Hal 114
1. ABK dapat meningkatkan kreatif Anak berkebutuhan khusus
kreatifitas dan terus berinovasi menggunakan media baru
dalam membuat karya Tujuan mengadakan pelatihan
2. ABK dapat berproses kreatif dengan ini adalah untuk melihat bagaimana
bebas berekspresi kecenderungan anak berkebutuhab
Manfaat untuk masyarakat adalah: khusus dalam mengekspresikan
1. Masyarakat dapat memahami dirinya dengan menggunakan media
bahwa ABK membutuhkan baru.
penyaluran ungkapan ekspresi seni
2. ABK dapat berproses kreatif dengan B. Kajian Pustaka
aman dan nyaman Pengabdian pada masyarakat
Manfaat yang ditargetkan yang dilakukan, menggunakan teori
pengabdian ini adalah: Perkembangan Artistik Anak
1. Mengimplementasikan keilmuan Lowenfeld. Teori ini melihat
dari dosen-dosen pengabdian yang bagaimana perkembangan artistik
terkait dengan komposisi maupun anak-anak normal pada umumnya,
unsur-unsur seni penelitian ini dilakukan pada akhir
2. Mengimplementasikan Integriti, 1800 dan awal abad ke-20, mulai
Care, Excelent (ICE ) yaitu nilai- mengembangkan tahapan artistik pada
nilai yang menjadi tuntunan dalam anak. Penelitian awal ini
bertindak di kehidupan menghasilkan:
bermasyarakat 1. A scribbing stage, dimana tahap ini
3. Merealisasikan salah satu program meliputi garis-garis yang acak dan
pemerintah, dimana Institusi tidak simetris, selanjutnya diikuti
Pendidikan dapat dengan coretan yang tidak teratur
bekerjasama/bersinergi dengan dan bentuk-bentuk lingkaran.
masyarakat yang diwakili oleh 2. A schematic Stage, dalam tahap ini
lembaga yaitu Yayasan Percik anak-anak mulai mengembangkan
Insani schemata untuk melambangkan
4. Mensosialisasikan kepada bentuk manusia, objek-objek dan
masyarakat tentang peran FSRD lingkungan sekitar.
dalam pengembangan proses

Hal 115
3. A naturalistic stage, di dalam tahap Insani. Metoda yang akan digunakan
ini gambar semakin mendekati dalam pengabdian adalah metoda
kenyataan atau lebih realistic. praktik, yaitu para peserta lukis
Anak berkebutuhan khusus wastra yang terdiri dari ABK
yang diikutsertakan, apabila melihat mempraktikan bagaimana proses
dari teori ini mengacu pada teori yang melukis wastra secara sederhana.
ke 2 yaitu A schematic stage, hal ini Metoda observasi lapangan yaitu para
dapat dilihat dari hasil karya yang dosen dan mahasiswa mengamati
dihasilkan masih bisa dikenali, anak proses melukis yang sangat spontan
mulai mengembangkan schemata dan ekspresif ketika menggoreskan
untuk melambangkan manusia sapuan kuas di atas kain. Observasi
maupun objek-objek yang ada merupakan salah satu teknik
disekitarnya. Skema yang diambil pengumpulan data dalam pengabdian
berbeda pendekatannya dengan anak ini.
yang normal, bila anak yang normal Pengabdian dapat merekam
bisa menggunakan usia anak sebagai berbagai fenomena yang terjadi yaitu
ukuran kematangan dan kemandirian, situasi dan kondisi yang terjadi.
tetapi pada anak berkebutuhan khusus, (Pandanwangi, Ariesa: Kusbiantoro,
ukuran usia tidak bisa dijadikan Krismanto 2017).
ukuran untuk kemandirian dan
kematangan, karena kemandirian dan C.1 Tahapan Pelaksanaan
kematangan tergantung dari
Pada saat pelaksanaan di
bagaimana orangtua dapat berperan
lapangan dilakukan metode
membimbing dan melatih ABK secara
pendampingan bagi ABK. Adapun
bertahap. ABK yang mengikuti
tahapan yang dilakukan adalah:
prlatihan sudah mandiri, dalam arti.
Tahap 1
1. analisis situasional:
C. Metode Pelaksanaan
Koordinasi dengan para pendamping
Kegiatan ini akan dilaksanakan
ABK dan mengidentifikasi kebutuhan
oleh dosen-dosen seni rupa murni,
mereka dalam proses kreatif.
mahasiswa dan pengajar serta
Tahap 2
pendamping dari Yayasan Percik

Hal 116
1. koordinasi dengan Dosen khusus dalam mengekspresikan
pelaksana Pengabdian kepada dirinya dengan menggunakan media
Masyarakat. baru.
2. koordinasi dengan Metode yang digunakan ada
mahasiswa: pembagian kerja, tiga metoda yaitu: Metoda praktik,
penyiapan material lukis batik lilin metoda observasi lapangan dan
dingin metoda pendampingan. Metoda
Tahap 3 pendampingan adalah sistem
1. pelaksanaan: Pelatih pendampingan, yaitu ketika ABK
menjelaskan proses kraetif lukis Lilin dibantu pendamping khusus, bekerja
Dingin, berlanjut Proses kreatif ABK. sama dalam membantu anak dalam
ABK dibagikan kain, spanram, cat, membuat karya.
lilin dingin Pada saat pengabdian
2. kain selesai di lukis dengan berlangsung, dosen sebagai pemberi
ekspresif. konten akan menyampaikan materi
3. foto bersama dengan ABK pada pendamping khusus yang
dan peserta. membantu mengkomunikasikan pada
ABK. Pelatihan ini diberikan kepada
C.2 Media Ekspresi ABK ABK dari Percik Insani dengan materi
Berdasarkan uraian sub-bab di pengenalan media baru (lilin dingin).
atas, maka tahapan pelaksanaan Seni rupa merupakan salah
pertama sudah dilaksanakan lebih satu media untuk berekspresi, oleh
dahulu (bulan September 2018). Hasil karena itu banyak yang menggunakan
dari identifikasi ABK yang akan sebagai sebagai awal dalam
diikutkan dalam pelatihan ini adalah berekspresi melalui menggambar,
ABK yang kemampuan motoriknya yang sudah dikenalkan sejak usia dini.
relatif lebih baik. Hal ini dimaksudkan Meskipun anak tersebut baru
agar dapat menyesuaikan dengan mengawalinya dengan membuat
media yang akan diberikan, jadi tujuan coretan coretan tidak berarti, tetapi hal
mengadakan pelatihan ini adalah tersebut merupakan tahap awal dalam
untuk melihat bagaimana berekspresi.
kecenderungan anak berkebutuhan

Hal 117
Tabrani (2012) menjelaskan
bahwa, tidak ada anak yang tidak suka
menggambar, bila ada yang “tidak
suka” menggambar, pasti ada
sebabnya. Saat menggambar anak
dapat bereksperimen, berekspresi juga
berkreasi.
Goresan atau coretan pada
awalnya dihasilkan dari media
sederhana seperti pensil, bolpoin dan
krayon, tetapi media untuk berekspresi
akan berubah sesuai kebutuhan
ekspresi dan kreatifitas anak.
Pada pengabdian ini akan
menggunakan media baru sebagai Gambar 1
Proses mewarnai dan
media ekspresi yang akan penjemuran sketsa
diaplikasikan oleh ABK yaitu lilin Sumber: Kegiatan P2M Percik Insani

dingin, hal ini dipilih karena memiliki


muatan lokal dengan teknik yang C.3 Proses Kreasi
familiar (diawali dengan Proses kreasi terjadi tanpa
menggambar). Kemudian teknik ini sepenuhnya disadari, umumnya berada
yang pada akhirnya membantu anak- diambang sadar dan ketidak sadaran.
anak dalam mengekspresikan perasaan Ana-anak berkreasi melalui
dan imajinasi dalam berkarya. Hal ini imajinasinya, mereka secara spontan
dapat dilihat pada karya-karya yang mengeluarka/mengekspresikan apa
dibuat, diawali dengan pembuatan yang ada di dalam memorinya, melalui
sketsa berupa garis outline yang dibuat bahasa rupa, baik anak normal
menggunakan guta tamarin, kemudian maupun ABK keduanya mempunyai
dijemur supaya kering, dilanjutkan kesamaan
dengan pewarnaan (tahap2) sesudah dalammengekspresikan/mengkomunik
diberi warna kemudian disetrika asikan melalui karya, untuk dapat
supaya warnanya keluar (tahap 3). mengerti nilai artistik bagi

Hal 118
penyandang autis dan sejauh mana pewarnaan. Pada tahap ini ABK mulai
seni dapat memberikan kebaikan bagi mewarnai kain yang sudah digambar
mereka, bisa kita lihat dalam proses dengan guta, fungsi guta disini yaitu
pembuatan karya dan hasil yang untuk membatasi agar warna satu
didapat. sama lain tidak bercampur. Pada tahap
Proses pembuatan karya tidak ke dua ini ABK dengan sangat
semudah seperti biasanya mereka akspresif menyapukan warna dengan
buat, karena ada tahapan-tahapan yang kuas di atas kain bergambar, tanpa ada
harus dilalui, seperti pada tahap hambatan seolah olah guta atau outline
pertama yaitu menggambar dengan gambar bukan menjadi batas warna
menggunakan guta. Meskipun dalam menyapukan kuas, mereka
menggambar sudah terbiasa, tetapi memberi warna sekehendak hatinya.
teknik dengan menggunakan guta Gambar yang dihasilkannya
memerlukan ketelitian dalam merupakan abstraksi dari bentuk-
mengeluarkannya dari plastik, posisi bentuk yang masih bisa kita kenali
harus tegak lurus dan pijatan yang seperti gambar orang, gunung, .rumah,
konstan, sehingga garis yang keluar mobil dan lain-lain.
tidak putus-putus serta mempunyai
ketebalan yang sama. Pada
kesempatan ini ABK diberi
kesempatan untuk menggambar
dengan teknik lilin dingin dengan
dibantu oleh pendamping untuk
mengkomunikasikan dan
mempraktekkan langsung di atas kain,
Gambar 1
meskipun dalam pembuatan karya Posisi Duduk
memerlukan usaha yang ekstra, Sumber: Kegiatan P2M Percik Insani

mereka tetap antusias membuat


Posisi anak yang sedang
gambar sesuai dengan imajinasinya.
menggambar dibentuk
Kemudian garis sketsa tersebut
melingkar,supaya dapat berinteraksi,
dijemur supaya cepat kering, setelah
saling berhadapan , pewarna juga
kering dilanjutkan dengan tahap
disimpan di tengah-tengah supaya

Hal 119
mereka bisa saling berbagi satu maupun mengkomunikasikan
dengan yang lainnya dan bergantian perasaan di dalam hatinya kepada
dalam penggunaan warna, karena ada orang lain .Anak berkebutuhan khusus
yang ingin menggunakan warna asli, dapat menggunakan seni sebagai
apabila ada yang ingin memakai sarana ekspresi dan mengenal dirinya,
warna campuran, bisa juga karena seperti yang disampaikan
menggunakan wadah lain untuk Primadi, bahwa anak tidak ada yang
mencanpur. Semua ABK, pendamping mengajarkan. Ia mencoba sendiri,
dan pelatih, semua duduk di bawah, menemukan sendiri, lalu bisa sendiri.
seolah-olah sedang bermain, tidak Ia mencipta. (Tabrani, 2017:16)
dalam posisi duduk di meja yang ABK dapat mengekspresikan apa
mempunyai kesan serius, individu, yang ada di dalam hatinya
berjarak dan kaku, karena menurut menggunakan media lilin dingin, karya
Primadi: Bermain itu sekaligus yang dihasilkan berupa lukisan yang

belajar. Dalam proses belajar/bermain, bentuknya masih bisa dikenali, seperti

anak boleh coba-coba, boleh salah dan orang-orang, rumah, gunung, mobil,
bunga dan bentuk-bentuk yang ada di
tidak harus selalu betul.(Tabrani,2017)
lingkungannya misalnya jalan yang
Tidak ada kata salah dalam membuat
diabstraksi menjadi garis. Warna yang
karya gambar, lukis, mereka akan
digunakan beragam karena mereka mau
berceritra atau mengkomunikasikan
mencampur warna, jadi tidak hanya
sesuatu melalui karya, hal ini berlaku
menggunakan warna-warna yang sudah
untuk anak berkebutuhan khusus
disediakan, percampuran warna bisa
maupun anak yang normal. Penilaian
juga terjadi karena ada penumpukan
gambar atau lukis pada anak, bukan
warna, misalnya asal warna dasar
dilihat dari kemiripan (realis) terhadap
kuning ditumpuk warna biru, hasil
sesuatu yang dibuat dengan yang
penumpukan menjadi hijau
aslinya, tetapi apa yang ingin percampuran disini mungkin karena
disampaikannya. ketidaksengajaan. Meskipun dalam
teknisnya masih ada yang dibantu oleh
D. Kesimpulan pendampingnya dikarenakan ada
Melalui karya merupakan cara kesulitan dalam mengeluarkan lilin dari
seorang anak untuk berinteraksi

Hal 120
dalam plastik, tetapi tidak mengganggu
anak dalam berekspresi.

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nurul, (2014). Identifikasi


Karakteristik Karya Anak-Anak
penyandang Autis usia 15-18
tahun, Skripsi Program Studi
Seni Murni, Universitas Kristen
Maranatha
Pandanwangi, Ariesa, (2017).
Kusbiantoro, Krismanto,
Laporan Pengabdian di Nias,
Bandung, UK Maranatha
Tabrani, Primadi. (2017). Potensi
Manusia: Kreativitas. Bandung,
ITB PRESS
Tabrani, Primadi, (2012). Bahasa
Rupa, Bandung, Kelir

Hal 121

You might also like