You are on page 1of 14

ISSN 2549-3922 EISSN 2549-3930 Journal of Regional and Rural Development Planning

(Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)


Februari 2021, 5 (1): 1-14
DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jp2wd.2021.5.1.1-14

Konsep Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami


di Kabupaten Karangasem, Pulau Bali
Spatial Planning Concept of Tsunami Disaster Prone Area
in Karangasem Regency, Bali Island

Rizki Kirana Yuniartanti1*


1
Universitas Esa Unggul, Jalan Arjuna Utara Nomor 9, Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk,
Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11510, Indonesia;
*
Penulis korespondensi. e-mail: rizki.kirana@esaunggul.ac.id
(Diterima: 24 Mei 2020; 22 September 2020)

ABSTRACT

The island of Bali and its surrounding are part of Indonesia's seism tectonic system. The
condition has been faced including by Karangasem Regency. Karangasem Regency is prone by
seismic and tsunami disaster. The high level of disaster proneness in Karangasem Regency
requires disaster preparedness in pre-disaster phase. Rehabilitation and reconstruction responses
are not been effective since these steps require expensive funding and investment. Preparedness
efforts in pre-disaster phase are carried out through quality enhancement of spatial plans based on
Disaster Risk Reduction (DRR). This research is aimed to provide recommendation for spatial
plan, including spatial pattern (land use) plan and development of mitigation infrastructure. This
research uses qualitative and quantitative research methods. Analysis tools are Geographic
Information Systems (GIS), good practices, and literatures, as well as policies from various
sources. The output of this study resulted in a spatial assessment according to the level of tsunami
disaster prone level.
Keywords: disaster mitigation, spatial plan, tsunami

ABSTRAK

Pulau Bali dan kawasan sekitarnya termasuk bagian dari seismotektonik Indonesia. Kondisi
tersebut juga terjadi di Kabupaten Karangasem. Kabupaten Karangasem memiliki tingkat
kerawanan bencana gempa bumi maupun tsunami. Tingkat kerawanan bencana yang tinggi di
Kabupaten Karangasem membutuhkan kesiapsiagaan di tahapan pra bencana. Respon rehabilitasi
dan rekonstruksi tidaklah efektif karena memerlukan pembiayaan dan investasi yang besar. Upaya
kesiapsiagaan pada tahapan pra bencana dilakukan melalui peningkatan kualitas tata ruang
berdasarkan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Penelitian ini bertujuan memberikan
rekomendasi muatan rencana pola ruang dan pengembangan infrastruktur mitigasi. Dalam
penelitian ini menggunakan kolaborasi metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan alat
analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), praktek baik, dan literatur, maupun kebijakan dari
berbagai sumber. Output dari penelitian ini menghasilkan arahan rekomendasi tata ruang sesuai
dengan tingkat kerawanan bencana tsunami.
Kata kunci: mitigasi bencana, tata ruang, tsunami

1
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

PENDAHULUAN seiring dengan upaya mereka untuk


menstabilkan dan meningkatkan standar
Indonesia merupakan daerah rawan kehidupan (Wisner et al., 2005).
bencana karena letaknya berada di ring of fire Dalam penyelenggaraan penanggulangan
(Soemabrata et al., 2018), sehingga memiliki bancana terdiri atas tahapan pra bencana, saat
kerentanan tinggi dari bahaya bencana geologi bencana, dan pasca bencana. Tata ruang
yang meliputi gempa bumi, letusan gunung api, termasuk dalam tahapan pra bencana. Sehingga
gerakan tanah/longsor, dan tsunami. rencana tata ruang lebih efektif sebagai mitigasi
Berdasarkan data dari BMKG (2018), Pulau bencana/PRB. Tujuan dari penataan ruang yang
Bali dan kawasan sekitarnya termasuk bagian berbasis mitigasi bencana/PRB adalah
dari seismotektonik Indonesia. Daerah ini mewujudkan ketahanan wilayah dari bencana
dilalui jalur Pegunungan Mediteranian dan (Sutanta, 2012). Tata ruang dapat
zona subduksi akibat pertemuan Lempeng meminimalisir risiko bencana pada tahapan pra
Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Dengan bencana yang akan lebih efektif termasuk
kondisi tersebut mengakibatkan Pulau Bali penghematan sari segi pembiayaan
memiliki tingkat kerawanan bencana cukup dibandingkan tahapan rehabilitasi dan
tinggi. Berdasarkan data BPBD Provinsi Bali, rekonstruksi.
kerawanan bencana di Provinsi Bali terdiri atas Pertimbangan karakteristik bencana di
letusan Gunungapi Agung, tanah longsor di Kabupaten Karangasem dan mengacu
wilayah Bali bagian Tengah, banjir di bagian kebijakan penataan ruang serta
utara Kabupaten Buleleng, bagian selatan penyelenggaraan penanggulangan bencana,
Kabupaten Jembrana, Badung dan Kota maka diperlukan penataan ruang KRB berbasis
Denpasar, dan gempabumi di sebagian besar mitigasi bencana/PRB Gunungapi Agung di
wilayah Pulau Bali. Kerawanan bencana juga Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
berkaitan dengan aktivitas subduksi lempeng di Penelitian ini bertujuan memberikan
bawah Paparan Sunda dan juga kelanjutan garis rekomendasi muatan rencana pola ruang dan
Busur Sunda ke arah timur yang bertemu pengembangan infrastruktur mitigasi sebagai
dengan Busur Banda. Sebagai akibat dari masukan penataan ruang berbasis mitigasi
pergerakan lempeng-lempeng ini adalah adanya bencana/PRB bagi Pemerintah Kabupaten
tipe-tipe tektonik yang merupakan ciri dari Karangasem. Output dari penelitian ini adalah
sistem subduksi. arahan rekomendasi pemanfaatan ruang di
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 KRB tsunami Kabupaten Karangasem.
tentang Penataan Ruang (UUPR)
mengamanatkan penataan ruang yang berbasis METODOLOGI
mitigasi bencana untuk mewujudkan wilayah
yang aman, nyaman, produktif, dan Metode yang digunakan dalam penelitian
berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 24 ini adalah kolaborasi kualitatif dan kuantitatif.
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Metode kualitatif untuk mendapatkan
Penanggulangan Bencana (UUPPB) juga diatur informasi, kebijakan, rencana, dan program
bahwa mitigasi sebagai serangkaian upaya mitigasi bencana dari Pemerintah Daerah
untuk mengurangi risiko bencana. Dengan Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten
meninjau amanat kedua UU tersebut, Karangasem, dan masyarakat. Sedangkan
menunjukkan bahwa penataan ruang berbasis metode kuantitatif digunakan untuk
mitigasi bencana merupakan salah satu upaya menganalisis risiko bencana. Alat analisis yang
atau Pengurangan Risiko Bencana (Disaster digunakan adalah Sistem Informasi Geografis
Risk Reduction/ DRR). Respon terhadap (SIG) dan telaah praktik baik dan literatur
bencana dalam bentuk mitigasi bencana yang maupun kebijakan dari berbagai sumber.
Analisis SIG digunakan untuk menentukan

R. K.Yuniartanti 2
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

tingkat risiko bencana dengan sumber data asumsi jumlah penduduk berasosiasi dengan
kerawanan bencana Gerakan Tanah (2016), keberadaan bangunan/properti (Cross, 2001).
Letusan Gunungapi (2015), Alur Bahan
Rombakan (2016), dan Tsunami (2013) yang HASIL DAN PEMBAHASAN
berasal dari Badan Geologi, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral. Arahan Kerawanan Bencana Tsunami
rekomendasi tata ruang berdasarkan kebijakan Kabupaten Karangasem
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Seluruh kawasan pesisir dan sempadan
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No pantai di Kabupaten Karangasem termasuk
1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan pada KRB Tsunami. Kecamatan Abang,
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Kubu, dan
Kabupaten, dan Kota dan juga hasil telaah Kecamatan Manggis termasuk dalam KRB
literatur dan praktik pemanfaatan ruang dan tsunami. Kecamatan Manggis dan Kecamatan
mitigasi bencana pada kawasan pesisir di Karangsem merupakan area dengan luasan
Jepang dan Yunani serta mitigasi bencana di terbesar untuk wilayah yang berada di KRB
Gunung Rainier di Washington. tsunami tinggi, dengan luas 181.40 Ha dan
Metode perhitungan risiko bencana 117.58 Ha.
merupakan modifikasi dari metode yang Luas wilayah total yang berada pada
terdapat dalam Perka BNPB No 2 Tahun 2012. KRB tsunami adalah 1,194.38 atau 1.42% dari
Pada formula risiko [Gambar 1], tingkat luas total Kabupaten Karangasem. Luas
ancaman kawasan direpresentasikan secara wilayah yang termasuk pada KRB tsunami
spasial sebagai tingkat bahaya yang diambil tinggi adalah 32.52 Ha atau 0.40% dari luas
dari klasifikasi Peta Kawasan Rawan Bencana wilayah Kabupaten Karangasem. Wilayah yang
(KRB) pada setiap jenis bencana. termasuk dalam KRB menengah luasnya adalah
Tingkat kerentanan diwakili oleh 34.25 Ha atau 0.41% dari luas wilayah
keterpaparan fisik terhadap kondisi bahaya Kabupaten Karangasem. Sedangkan wilayah
dengan menggunakan komposit keterpaparan yang termasuk pada KRB tsunami rendah
dari parameter kepadatan penduduk dan luasnya adalah 520.61 Ha atau 0.62 dari luas
kepadatan bangunan dengan asumsi bahwa keseluruhan Kabupaten Karangasem [Gambar
apabila tinggal pada wilayah yang terdapat 2].
bahaya bencana, maka penduduk tersebut
menjadi rentan terhadap bencana tersebut serta

Gambar 1. Diagram alir metode pengkajian risiko bencana


Sumber: Hasil pengolahan data tim penyusunan masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung
di Kabupaten Karangasem, 2019

3 Konsep Penataan Ruang…


Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

Gambar 2. Diagram persentase luasan KRB tsunami di Kabupaten Karangasem

Delineasi KRB tsunami hanya pada Karangasem, seperti terlihat pada Tabel 1 dan
kawasan pesisir. Sehingga dapat disimpulkan Gambar 4. Pantai sisi selatan Kabupaten
bahwa memang KRB tsunami hanya Karangasem memiliki risiko bencana tsunami
mendominasi pada wilayah pesisir di yang tinggi. Apabila dibandingkan pantai yang
Kabupaten Karangasem [Gambar 3]. berada pada sisi utara dengan sisi selatan, maka
risiko tsunami pada pantai yang berada di sisi
Analisis Risiko Bencana Tsunami selatan lebih besar karena terdapat potensi
Klasifikasi risiko bencana terbagi tsunami dari gempa di selatan Pulau Bali.
menjadi 3 (tiga), yaitu rendah, sedang, dan Hanya saja perhatian khusus diperlukan pada
tinggi. Kabupaten Karangasem didominasi oleh daerah yang mempunyai risiko tinggi maupun
risiko sedang, seperti Kecamatan Kubu yang sedang karena merupakan daerah padat
berada pada pantai sisi utara Kabupaten penduduk dan pusat perekonomian.

Gambar 3. Peta KRB Tsunami di Kabupaten Karangasem


Sumber: Badan Geologi, 2013

R. K.Yuniartanti 4
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

Tabel 1 Tingkat risiko bencana tsunami di Kebijakan dan Praktik Baik terkait Sistem
Kabupaten Karangasem Prasarana Mitigasi Bencana Tsunami
No. Kecamatan Tingkat Risiko
(Jumlah Desa) Kebijakan dan praktik baik penetapan
Rendah Sedang Tinggi sempadan pantai minimal 100 meter, upaya
1 Abang 3 3 3 pengembangan mitigasi struktural dan
2 Karangasem 4 3 5 nonstruktural, dan penyediaan sistem prasarana
3 Kubu 8 8 3
4 Manggis 6 6 6
mitigasi bencana tsunami yang dapat dijadikan
Sumber: Hasil pengolahan data tim penyusunan acuan untuk kawasan pesisir di Kabupaten
masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Karangasem. Berikut ini penjelasannya.
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, 2019

Gambar 4. Peta risiko bencana tsunami di Kabupaten Karangasem


Sumber: Hasil Pengolahan Data Tim Penyusunan Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung
Agung di Kabupaten Karangasem, 2019

1. Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2016 laut. Sedangkan variabel kerentanan


tentang Batas Sempadan Pantai bencana yang terdiri atas karakteristik
Pada peraturan ini memuat perhitungan topografi, biofisik, hidro-oseanografi
batas sempadan pantai berdasarkan tingkat pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya,
risiko bencana. Tingkat risiko bencana dan ketentuan lain. Perhitungan batas
tersebut mempertimbangkan komponen sempadan pantai ditentukan berdasarkan
ancaman dan kerentanan. batas akhir keberadaan ekosistem pesisir
Indeks kerawanan ditentukan berdasarkan ke arah darat dan juga aktivitas di wilayah
variabel kerawanan gempa bumi, tsunami, pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut.
erosi, atau abrasi, badai, dan banjir dari Penetapan batas sempadan pantai untuk

5 Konsep Penataan Ruang…


Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

daerah kawasan rawan bencana kepesisiran Kawasan pariwisata disertai dengan


dapat dilakukan dari hasil perhitungan penyediaan akses jalan menuju pantai
dengan ketentuan wajib menerapkan minimal 10 meter dan dapat diakses oleh
pedoman bangunan (building code) yang publik. Zona yang diperuntukkan aktivitas
mempertimbangkan mitigasi bencana. wisata harus menyediakan akses jalan baik
2. Peraturan Menteri Agraria dan Tata dalam sempadan pantai maupun di luar
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional sempadan pantai. Kawasan penyangga
Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman dapat berupa (RTH), sabuk hijau, dan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah mitigasi non struktural, seperti sand dunes.
Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Pada area belakang kawasan penyangga
Pengaturan sempadan pantai pada dapat didesain sebagai fungsi jalur sepeda
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 1 dan jalur pejalan kaki dengan ketentuan
Tahun 2018 terdapat pada rencana pola ketinggian 1 meter dari kawasan
ruang yaitu kawasan peruntukan lindung. penyangga dan konstruksi material kayu,
Dalam muatan RTRW Provinsi, kawasan kemudian baru dapat dikembangkan
perlindungan setempat mengamanatkan aktivitas pariwisata/ekonomi dengan tetap
pengaturan batas sempadan pantai dan memberikan ruang untuk RTH. Gambar 5
arahan kawasan sekitar danau atau waduk adalah akses jalan yang mendukung
sebagai acuan bagi pemerintah kegiatan pariwisata.
kabupaten/kota.
Kawasan perlindungan setempat terdiri
atas sempadan sungai, sempadan pantai,
kawasan sekitar danau atau waduk, dan
kawasan lindung spiritual dan kearifan
lokal.
3. Perencanaan Pembangunan Lahan
Kawasan Pesisir yang Berkelanjutan (Studi
Kasus Negara Yunani).
Praktik baik ini didapat dari penelitian
Kotsoni et al., (2017). Dalam Gambar 5. Akses jalan yang mendukung kegiatan
penelitiannya, didapat pembelajaran negara pariwisata
Sumber: Kotsoni et al., 2017
Yunani dalam pengaturan pemanfaatan
ruang kawasan pesisir terutama sempadan 4. Efektivitas dan Limitasi Pengembangan
pantai. Sempadan pantai diklasifikasikan Hutan Pantai untuk Mereduksi Bencana
sebagai zona yang tidak boleh di Tsunami (Studi Kasus Pengembangan
kembangkan, yaitu 50 meter dari pantai. Hutan Pinus pada Pesisir Pantai di Jepang).
Zona ini tidak boleh dimanfaatkan sebagai Praktik baik ini diambil dari penelitian
kawasan terbangun. Zona yang diizinkan Tanaka (2012) yang berjudul Effectiveness
sebagai pengembangan kawasan and Limitations of Coastal Forest in Large
pariwisata/ekonomi (di luar sempadan Tsunami: Conditions of Japanese Pine
pantai minimal 50 meter) dan intensitas Trees on Coastal Sand Dunes in Tsunami
bangunan sedang hingga rendah. Caused by Great East Japan Earthquake.
Zona sempadan pantai minimal 50 meter Coastal Forest berfungsi untuk meredam
yang yang diperuntukkan sebagai kawasan energi gelombang dan tsunami yang
penyangga, tidak diperuntukkan sebagai mencapai pantai yang termasuk mitigasi
kawasan pariwisata/ekonomi dengan non struktural. Desain coastal forest terdiri
membangun akomodasi pariwisata, tetapi atas 2 layer. Layer pertama berada pada
diperbolehkan melakukan aktivitas wisata. pantai, sedangkan layer kedua berada pada

R. K.Yuniartanti 6
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

tanggul alami yang lokasinya dekat dengan struktural. Gambar 8 adalah elaborasi
daratan [Gambar 6]. Fungsi tanggul alami mitigasi struktural dan non struktural.
dapat juga untuk menangkap debris saat
tsunami. Antara layer pertama dan layer Sabuk Hijau

kedua terdapat jalur air (tanpa penanaman


Peninggian jalan
vegetasi). dapat berfungsi
sebagai tanggul

Pengembangan tanggul dan


jalur hijau

Jalur
Air
Gambar 8. Elaborasi mitigasi struktural dan non
struktural
Sumber: Tanaka, 2010

Penetapan Rencana Struktur Ruang dan


Gambar 6. Coastal Forest di Kawasan Pesisir Rencana Pola Ruang berdasarkan
Sumber: Tanaka, 2012
Kebutuhan Mitigasi Bencana/Pengurangan
Konsep proteksi multi-layer diterapkan Risiko Bencana Tsunami
dengan pengembangan daerah penyangga Penetapan rencana struktur ruang dan
dan penanaman vegetasi, pembangunan rencana pola ruang juga mempertimbangkan
akses jalan, dan kawasan terbangun. Pada aspek mitigasi bencana/PRB. Pada bagian
daerah penyangga dan penanaman vegetasi penetapan rencana struktur ruang dan rencana
juga digunakan beberapa layer dengan pola ruang mempertimbangkan kemampuan dan
tipologi bentang lahan yang berbeda. kesesuaian lahan dan pengaturan sistem pusat
Gambar 7 menunjukkan Konsep Multi- pelayanan, pembangunan infrastruktur, dan juga
Layer pada Kawasan Pesisir Rawan prasarana dan sarana yang dikembangkan pada
Bencana Tsunami. KRB tsunami.
Pemanfaatan ruang yang dapat
dikembangkan pada KRB tsunami juga dapat
Zona Perlindungan Tsunami
mempertimbangkan ancaman bencana.
Penentuan rencana struktur ruang dan rencana
pola ruang berdasarkan kebutuhan mitigasi
Gambar 7. Konsep multi-layer pada kawasan pesisir bencana/pengurangan risiko bencana lebih
rawan bencana tsunami menekankan pengembangan mitigasi struktural
Sumber: Tsimopoulou et al., 2012
dan non struktural dan juga pengaturan terhadap
5. Perencanaan dan Desain Sabuk Hijau pada pemanfaatan ruang sebagai antisipasi terhadap
Kawasan Pesisir Rawan Bencana Tsunami ancaman bencana tsunami.
Elaborasi mitigasi struktural dan non Penetapan rencana struktur ruang perlu
struktural lebih efektif mengurangi dampak menambahkan infrastruktur mitigasi struktural
bencana tsunami. Pengembangan RTH dan non struktural dan juga sistem peringatan
maupun jalur hijau tidak akan efektif dini untuk mengurangi risiko bencana tsunami.
mengurangi dampak jika ketinggian Mitigasi struktural berfungsi untuk meredam
tsunami di atas 5 (lima) meter. dan mengurangi energi gelombang tsunami
Pemanfaatan kawasan pesisir sebagai yang mencapai ke kawasan pantai hingga
pemukiman, pariwisata, industri, dan lain daratan.
sebagainya sangat sulit untuk Mitigasi struktural harus menyesuaikan
mengembangkan RTH dalam lingkup yang mekanisme terjadinya tsunami, inventarisasi
luas, sehingga perlu upaya mitigasi dan identifikasi kekuatan bangunan di KRB
tsunami. Tanggul pantai, pemecah gelombang,
pantai setimbang, tetrapod, pintu air, dan sistem

7 Konsep Penataan Ruang…


Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

peringatan dini sebagai contoh mitigasi pengumpulan material debris tsunami sehingga
struktural (Edyanto, 2015). Mitigasi non terbentuk hutan pantai. Taman pantai dapat juga
struktural sebagai sebagai upaya mitigasi dari dimanfaatkan sebagai lapangan olah raga
struktur alami untuk melindungi kawasan dari hingga fasilitas wisata pantai yang lain dengan
bencana tsunami, seperti RTH dan hutan tetap memperhatikan fungsi ekologinya, tetapi
mangrove. dapat diakses oleh masyarakat luas.
Tanggul pantai berupa tanah tinggi
buatan yang dibangun dengan konstruksi beton Ketentuan Pemanfaatan
yang memanjang sejajar dengan garis pantai. Ruang KRB Tsunami
Pemecah gelombang sebagai mitigasi struktural Ketentuan pemanfaatan ruang akan
lepas pantai yang dapat menghalangi terjangan menghasilkan arahan pengembangan mitigasi
gelombang tsunami dan badai ke pelabuhan. struktural dan non struktural beserta rencana
Tetrapod merupakan unit perlindungan terhadap pola ruangnya. Hasil analisis ini juga dapat
tekanan gelombang pantai yang terbuat dari menjadi masukan Perda Nomor 17/2012
beton dengan empat kaki. Teknik menyusunan tentang RTRW Kabupaten Karangasem dan
unit ini di garis pantai, sehingga akibat Raperda Perubahan RTRW Kabupaten
gelombang tsunami yang besar tidak terjadi Karangasem.
pergeseran yang terlalu besar terhadap tetrapod Pengembangan mitigasi bencana pada
tersebut. Pintu air pada kawasan pantai sempadan pantai dan KRB tsunami dapat
digunakan untuk melindungi lokasi tertentu meminimalisir risiko bencana tsunami sekaligus
terhadap gelombang tsunami. Pintu air ini akan sebagai aset pariwisata yang berkontribusi
bekerja secara otomatis dalam hitungan detik terhadap Pendapatan Asli Daerah dan dapat
akan tertutup, setelah sensor sismik mendeteksi mendukung perkembangan perekonomian dari
gempa. Sistem pertahanan struktural juga aspek pariwisata.
dibangun untuk membatasi ruang antara laut Penetapan sempadan pantai 100 meter
dan pemukiman dengan ketinggian tertentu. dengan mempertimbangkan landaan tsunami di
Pantai setimbang berfungsi untuk perlindungan kawasan pesisir Kabupaten Karangasem.
dan pengelolaan garis pantai. Cara kerja pantai Dengan begitu penetapan Batas Sempadan
setimbang adalah garis pantai ini berorientasi Pantai (BSP) mempertimbangkan KRB
secara pararel terhadap garis puncak gelombang tsunami, yaitu 100 meter yang dihitung dari
datang, sehingga dapat meminimalkan transport titik pasang tertinggi ke arah daratan dengan
sedimen disepanjang pantai dan dapat luasan kurang lebih 826 hektar yang terletak di
menghasilkan pola pantai seimbang. Sistem 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Kubu,
peringatan dini tsunami sebagai Kecamatan Abang, Kecamatan Manggis, dan
suatu sistem yang dirancang untuk mendeteksi Kecamatan Karangasem.
bencana tsunami yang terdiri atas 2 (dua) jenis, Penetapan sempadan pantai dengan
yaitu sistem peringatan dini interasional dan mempertimbangkan landaan tsunami di
sistem peringatan dini tsunami regional. kawasan pesisir Kabupaten Karangasem yang
Mitigasi non struktural yang mencapai 100 meter. Sempadan pantai juga
dikembangkan di kawasan pantai adalah RTH berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone)
berupa taman pantai dan mangrove sebagai untuk mengurangi energi gelombang tsunami
kawasan pembatas yang peruntukkan sebagai agar daya rusaknya menurun (Widiati, 2008).
kawasan konservasi dan pariwisata pantai Dengan begitu ditetapkan Batas Sempadan
terhadap zona terbangun di kawasan pantai. Pantai (BSP) yang mempertimbangkan KRB
Kawasan ini juga dapat dibangun hutan pantai tsunami, yaitu 100 meter yang dihitung dari
yang berfungsi sebagai penghadang terjangan titik pasang tertinggi ke arah daratan dengan
tsunami dan dapat diperkuat dengan luasan kurang lebih 826 hektar yang terletak di
pembangunan bukit buatan hasil dari 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Kubu,

R. K.Yuniartanti 8
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

Kecamatan Abang, Kecamatan Manggis, dan


Kecamatan Karangasem.
Penetapan sempadan pantai dapat
ditindaklanjuti dengan rehabilitasi pantai untuk
mengembalikan fungsi sempadan pantai.
Rehabilitasi dapat dilakukan dengan
penambahan pasir pantai (beach nourishment).
Peningg

Beach nourishment sebagai upaya mitigasi


struktura
ian jalan

l
merehabilitasi pantai untuk mengembalikan
kawasan pantai dengan pengisian pasir (sand
nourishment). Teknik ini tidak akan mengubah Gambar 9. Pemanfaatan ruang kawasan pesisir
Kabupaten Karangasem
bentang lahan pantai karena bersifat sebagai Sumber: Draft pedoman pemanfaatan ruang
struktur alami (Kementerian Pekerjaan Umum Kawasan Sempadan Pantai, 2019
dan perumahan Rakyat, 2018). Beach
nourishment perlu dilakukan secara kontinu Penyediaan sistem evakuasi dapat
untuk mengurangi dampak dari erosi atau dikembangkan bersama oleh pemerintah dan
berkurangnya kawasan pantai. Pasokan material pihak swasta karena melibatkan kedua pihak
pasir diambil dari lepas pantai atau lahan di tersebut. Rambu dan papan informasi yang
sekitarnya. Pengisian material pasir sebagai terdapat di KRB tsunami, terutama di hotel dan
suatu keharusan bagi pemulihan stabilitas restoran memberikan informasi level KRB pada
pantai. Tindakan ini dapat bersifat terus lokasi tersebut (ASEAN, 2016). Bangunan
menerus atau periodik, yang dihentikan setelah hotel di KRB tsunami dapat berfungsi sebagai
pasokan alami dapat terjadi lagi. TES dengan begitu persyaratan dari bangunan
Keterlanjuran pemanfaatan ruang hotel adalah minimal 2 lantai, sedangkan TEA
sempadan pantai perlu diimbangi dengan adalah lokasi yang aman dari bencana tsunami.
mitigasi bencana struktural dan non struktural. Pengembangan sistem evakuasi perlu
Pengembangan infrastruktur mitigasi struktural mempertimbangkan sistem peringatan dini baik
meliputi tanggul pantai dan pemecah pada aset pariwisata dan permukiman di
gelombang. Infrastruktur mitigasi non struktural sepanjang pesisir Kabupaten Karangasem.
meliputi pengisian pasir pantai, sabuk hijau, dan
Tabel 1. Rencana sistem evakuasi bencana tsunami
kawasan mangrove. Kolaborasi infrastruktur
No. Jalur Evakuasi
mitigasi struktural dan non struktural dapat 1 Angantelu ke Jalan Yeh Malet ke Pertigaan
menjaga keseimbangan lingkungan. Sempadan Pakel
sungai merupakan kawasan publik yang dapat 2 Padangbai-Silayukti ke Angantelu-
Padangbai
diakses dan dimanfaatkan oleh wisatawan dan
3 Jalan Pantai-Ulakan ke Batas Kota
masyarakat, sehingga tidak diperbolehkan Amlapura-Angantelu
menutup akses pariwisata sebagai milik swasta 4 Jalan Tanah Ampo ke Jalan Pantai
ataupun privatisasi. Selain itu, untuk 5 Jalan Batas Kota Amlapura-Angantelu ke
Jalan Sengkidu Ke Jalan Ngis
mendukung fungsi sempadan pantai maka wajib
6 Jalan Raya Sengkidu
menyediakan akses publik, melakukan proteksi 7 Jalan Pertigaan Samuh ke Jalan Samuh
dan adaptasi bangunan terhadap bencana 8 Jalan Bugbug ke Batas Kota Amlapura-
tsunami dan/atau konservasi pantai untuk Angantelu
9 Jalan Labuhan ke Jalan Labuhan Amuk ke
mengembalikan sempadan pantai minimal 100 Jalan Padang Bai ke Angantelu-Padangbai
meter yang diperuntukan infrastruktur mitigasi 10 Batas Kota Amlapura- Angantelu
struktural dan non struktural, dan penyediaan Sumber: Hasil pengolahan data tim penyusunan
Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan juga masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB)
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, 2019
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) sebagaimana
[Gambar 9].

9 Konsep Penataan Ruang…


Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

Jalur evakuasi tidak hanya terdapat di TEA. Pemasangan sistem peringatan dini di
kawasan pariwisata, tetapi juga pada kawasan beberapa titik kawasan pesisir Kabupaten
permukiman. Jaringan jalan di sekitar pantai Karangasem. Pengembangan sistem peringatan
sebagai akses publik, sehingga pada saat dini berfungsi untuk memberikan tanda dan
bencana akses terbuka untuk wisatawan dan peringatan jika terjadi gempa bumi, maka
masyarakat. Jalur evakuasi harus terkoneksi gempa bumi tersebut memicu terjadinya
dengan jaringan arteri dan moda transportasi tsunami.
yang digunakan untuk transportasi menuju

Gambar 6. Jalur evakuasi bencana tsunami Kabupaten Karangasem


Sumber: Hasil pengolahan data tim penyusunan masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung
di Kabupaten Karangasem, 2019

Sistem peringatan dini dilengkapi oleh peringatan dan arahan penyelamatan diri
peralatan berupa seismometer, GPS, Buoy, tide kepada masyarakat.
Gauge, dan juga sistem komunikasi yang Keterbatasan waktu dan kondisi
mengintegrasikan semua peralatan menjadi ketidakpastian terkait dengan bahaya tsunami
suatu sistem pemantauan yang sesuai dengan lokal dan peringatan dini merupakan satu
waktu sebenarnya dan kontinu. Sistem tantangan besar bagi kawasan pesisir di
peringatan dini tsunami terdiri atas bagian Kabupaten Karangasem. Pengembangan sistem
upstream dan downstream. Data peralatan peringatan dini bencana merupakan bentuk
observasi, misalnya seismometer akan mengalir kesiapsiagaan. Pada saat alarm atau sirine
dalam bagian sistem informasi bencana tsunami berbunyi dari sistem peringatan dini harus
yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi, memberikan waktu kepada masyarakat dan
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data wisatawan untuk mencapai TES sebelum
tersebut kemudian digunakan sebagai dasar terjangan tsunami mencapai daratan.
untuk menentukan peringatan kejadian tsunami. Pada KRB tsunami terdapat pemanfaatan
Ketika BMKG memutuskan untuk ruang sebagai kawasan pariwisata dan kawasan
mengeluarkan peringatan tsunami, maka proses permukiman yang juga memerlukan mitigasi
downstream dimulai dengan menyebarkan bencana. Pada kawasan tersebut perlu
informasi tersebut ke institusi di daerah dan dikembangan infrastruktur mitigasi struktural
media elektronik. Institusi daerah harus segera dan non struktural dan juga sistem evakuasi.
merespon dengan meneruskan informasi Kegiatan transportasi diperbolehkan asalkan

R. K.Yuniartanti 10
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

mendukung proses evakuasi. Dengan begitu Tabel 2. Arahan Rekomendasi Pengembangan


diperlukan rekayasa lalu lintas untuk mengatur Mitigasi Struktural dan Non Struktural
No Program Mitigasi Bencana/Pengurangan
pergerakan yang tidak menghambat proses Risiko Bencana Tsunami
evakuasi pada saat terjadi bencana tsunami. A Infrastruktur Mitigasi Struktural
Pengembangan sarana dan prasarana 1 Pengembangan sistem evakuasi
penunjang pariwisata dengan konstruksi 2 Pengembangan sistem peringatan dini
3 Pengembangan infrastruktur penahan
bangunan tahan gempa dan dapat berfungsi gelombang
ganda sebagai tempat evakuasi vertikal bencana 4 Pengembangan akomodasi pariwisata yang
tsunami. Akomodasi dan penunjang pariwisata berbasis mitigasi bencana/Pengurangan Risiko
dengan desain struktur bertingkat maksimal 15 Bencana
B Infrastruktur Mitigasi Non Struktural
meter yang sekaligus difungsikan sebagai TES 1 Rehabilitasi pantai
tsunami, bila berjarak lebih dari 100 meter dari 2 Pengembangan sabuk hijau di kawasan pantai
perbukitan terdekat. 3 Pengembangan RTH
Pada kawasan permukiman yang berada
Pengaturan pemanfaatan ruang pada
pada KRB tsunami, dapat beradaptasi dengan
desain huniannya menggunakan konstruksi KRB tsunami terbatas dan bersyarat.
bangunan tahan gempa dan dapat berfungsi Pengaturan ini juga perlu memperhatikan
ganda sebagai tempat evakuasi vertikal bencana perspektif ruang relasional (Yusup, 2014).
tsunami (Berkes et al., 2003). Dalam artian pemanfaatan ruang kawasan
budidaya perlu mempertimbangkan kerawanan
Pemanfaatan fasilitas umum dan/atau
sarana prasarana di kawasan permukiman bencana tsunami. Hal ini bertujuan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang pada KRB
dengan struktur bangunan bertingkat maksimal
15 meter yang sekaligus difungsikan sebagai tsunami. Kegiatan budidaya non terbangun
diperbolehkan pada sempadan pantai dan KRB
TES tsunami, bila berjarak lebih dari 100 meter
dari perbukitan terdekat. Tabel 1 menunjukkan tsunami, sedangkan kegiatan budidaya
arahan rekomendasi pengembangan mitigasi terbangun diperbolehkan hanya pada KRB I
struktural dan non struktural. Tabel 2 dan KRB II. Pengembangan kawasan
menunjukkan arahan rekomendasi pelabuhan diperbolehkan pada sempadan
pengembangan mitigasi struktural dan non pantai. Tabel 3 menunjukkan arahan
struktural. rekomendasi pemanfaatan ruang pada
sempadan pantai dan KRB tsunami.

Tabel 3. Arahan Rekomendasi Pemanfaatan Ruang pada Sempadan Pantai dan KRB Tsunami
Peruntukan atau Fungsi Ruang Sempadan Pantai KRB I KRB II KRB III
KAWASAN HUTAN PRODUKSI
Hutan produksi terbatas
Hutan produksi tetap
Hutan produksi yang dapat dikonversi

KAWASAN PERTANIAN
Pertanian tanaman pangan
Pertanian hortikultura
Perkebunan
Peternakan
Pertanian Pangan Berkelanjutan

KAWASAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI


Pertambangan mineral radio aktif

11 Konsep Penataan Ruang…


Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

Tabel 3. Lanjutan
Peruntukan atau Fungsi Ruang Sempadan Pantai KRB I KRB II KRB III
Pertambangan mineral logam
Pertambangan mineral bukan logam
Pertambangan batuan

KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA


Pertambangan batubara

KAWASAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI


Pertambangan minyak dan gas bumi
Pertambangan minyak dan gas bumi
(laut)

KAWASAN PANAS BUMI


Panas bumi

KAWASAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK


Pembangkit tenaga listrik

KAWASAN PERIKANAN
Perikanan tangkap
Perikanan budidaya

KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI


Industri
Industri kecil dan menengah

KAWASAN PARIWISATA
Pariwisata

KAWASAN PERMUKIMAN
Perumahan
Perdagangan dan Jasa
Perkantoran
Ruang Terbuka Hijau
Tempat Evakuasi Bencana
Sektor Informal
Peribadatan
Pendidikan
Kesehatan
Olahraga
Transportasi
Sumber Daya Air
Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan
(KKOP)

JARINGAN PRASARANA
Terminal
Stasiun
Pelabuhan
Bandar Udara
Persampahan
Keterangan:
Kegiatan yang Diperbolehkan
Kegiatan yang Diperbolehkan dengan Syarat
Kegiatan yang Tidak Diperbolehkan

R. K.Yuniartanti 12
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

Sempadan pantai dan KRB III tsunami Areti, K., Dimelli, D. & Ragia, L. (2017). Land
ditetapkan sebagai kawasan lindung. Use Planning for Sustainable
Keterlanjuran pemanfaatan ruang sempadan Development of Coastal Regions.
pantai perlu diimbangi dengan mitigasi bencana Proceedings of the 3rd International
struktural dan non struktural. Pengembangan Conference on Geographical
infrastruktur mitigasi struktural meliputi Information Systems Theory,
tanggul pantai dan pemecah gelombang di Applications and Management (GISTAM
sepanjang kawasan pesisir Kabupaten 2017), ISBN: 978-989-758-252-3, 290-
Karangasem. 294.
Akomodasi dan penunjang pariwisata Association of Southeast Asian Nations
dengan desain struktur bertingkat maksimal 15 (ASEAN). (2016). ASEAN Community
(lima belas) meter atau minimal 3 (tiga) lantai Based Tourism Standard. ASEAN.
dengan mempertimbangkan sejarah tsunami Badan Geologi. (2013). Pemetaan Kawasan
dan landaan tsunami yang sekaligus Rawan Bencana Tsunami.
difungsikan sebagai Tempat Evakuasi Berkes, F., Colding, J. & Folke, C. (2003).
Sementara (TES) tsunami, bila berjarak lebih Navigating Social-Ecological Systems.
dari 100 meter dari perbukitan terdekat. Cambridge University Press.
Pada kawasan permukiman yang berada Blaikie, P., Cannon, T., Davis, I. & Wisner, B.
pada KRB tsunami, desain huniannya At Risk: Natural Hazards, People’s
menggunakan konstruksi bangunan tahan Vulnerability and Disasters. Routledge.
gempa dan dapat berfungsi ganda sebagai BMKG. (2018). Catatan Sejarah Gempa di
tempat evakuasi vertikal bencana tsunami. Bali. BMKG.
Cross, J. A. (2001). Megacities and Small
UCAPAN TERIMA KASIH Towns: Different Perspectives on Hazard
Vulnerability. Environmental Hazards, 3
Penulis ucapkan terimakasih kepada
(2), 63-80.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
Edyanto, H. (2015). Sistem Pertahanan
yang telah memberikan kesempatan kepada
Kombinasi untuk Melindungi Kota
penulis untuk berkontribusi pada kegiatan
Pantai dari Bahaya Tsunami. Jurnal
Penyusunan Masterplan Kawasan Rawan
Sains dan Teknologi Indonesia, 17,2.
Bencana (KRB) Gunung Agung di Kabupaten
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Karangasem. Hasil dari kegiatan tersebut
pertanahan Nasional. (2019). Draft
menjadi acuan dalam kajian "Konsep penataan
Pedoman Pemanfaatan Ruang Kawasan
ruang Kawasan Rawan Bencana (KRB)
Sempadan Pantai.
Gunungapi Agung di Kabupaten Karangasem,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Pulau Bali”.
Rakyat. (2018). Coastal Protection and
Beach Nourishment in Indonesia.
Dipresentasikan dalam International
Symposium Beach Erosion Management
in East Asia pada 1 November 2018.

13 Konsep Penataan Ruang…


Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2021, 5 (1): 1-14

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Yusup, Y. 2014. Hidup Bersama Risiko
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Bencana: Konstruksi Ruang dalam
Nasional No 1 Tahun 2018 tentang Perspektif Ruang Reasional. Jurnal
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Perencanaan Wilayah dan Kota, 25 (1),
Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan 59-77.
Kota.
Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem
Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karangasem Tahun 2012-2032.
Soemabrata, J., Zubair, A., Sondang, I., &
Suyanti, E. (2018). Risk mapping studies
of Hydro-Meteorological Hazard in
Depok Middle City. International
Journal of GEOMATE, 14 (44), 128-133.
Sutanta, H. (2012). Spatial planning support
system for an integrated approach to
disaster risk reduction. PhD thesis,
Centre for Spatial Data Infrastructures &
Land Administration, Department of
Infrastructure Engineering, The
University of Melbourne.
Tanaka, N. (2012). Effectiveness AND
Limitations of Coastal Forest in Large
Tsunami: Conditions of Japanese Pine
Trees On Coastal Sand Dunes in
Tsunami Caused by Great East Japan
Earthquake. Journal of Japan Society of
Civil Engineers. 68, 7-15.
Tsimopoulou, V., Jonkman, S. N., Kolen, B.,
Maaskant, B., Mori, N. & Yasuda, T.
(2013). A Multi Layered Safety
Perspective on The Tsunami Disaster in
Tohoku Japan. Comprehensive Flood
Risk Management. Taylor & Francis
Group. London.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
Widiati, A. 2008. Aplikasi Manajemen Risiko
Bencana Alam dalam Penataan Ruang
Kabupaten Nabire. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia, 10 (1), 7-15.

R. K.Yuniartanti 14

You might also like