You are on page 1of 25

MATERI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

A. DEFINISI

 Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apatogen atau non patogen (tidak menimbulkan
penyakit), baik dalam keadaan vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam
bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi
diri dengan lapisan pelindung yang kuat). Berbeda dengan sediaan farmasi pada
umumnya, produk steril haruslah dibuat dengan persyaratan khusus, dengan tujuan
meniadakan (memperkecil) risiko kontaminasi mikroba, partikel partikulat, pirogen
dan produk interaksi lainnya (Agoes, 2009).
 Sediaan steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari
mikroorganisme, bebas kontaminasi pirogenik dan endotoksin, bebas partikulat, stabil
secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan isohidris.

 Desinfeksi : pembunuhan, penghambatan, atau pembuangan mikroorganisme


petogenik pada permukaan benda mati.

 Sterilisasi : proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril

 Antiseptik : pencegahan infeksi oleh mikroorganisme pada jaringan hidup.

 Sanitasi : suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat.

Macam-Macam Sediaan Steril


1. Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang.
Penggolongan injeksi :
1. Intramuskular : Di bagian otot relaksasi
2. Intravena : Pada vena yg tampak jelas
3. Subkutan : jaringan longgar di bawah kulit (dermis) dan bagian tubuh yang
sedikit lemaknya.
4. Intraperitonial/ intra-abdominal : rongga peritonial atau langsung ke dalam
organ-organ abdominal seperti hati, ginjal, atau kandung kemih
5. Hipodermoklisis : Sama dgn SC, yaitu disuntikkan ke dalam jaringan yang
longgar di bawah kulit (dermis) dan pada bagian tubuh yang sedikit
lemaknya.
6. Intrakardiak : bilik jantung
7. Intrasisternal : rongga sisternal sekeliling dasar otak
8. Intrakutan/ intradermal : Injeksi dilakukan ke dalam kulit. Biasanya
diberikan di permukaan anterior lengan depan.
9. Intratekal : kantung lumbar (rongga sum-sum tulang belakang) yang
terletak di ujung kaudal dari spinalis cordata
10. Intrauterin :Injeksi yang dilakukan ke dalam uterus pada keadaan hamil
11. Intraventrikular : Injeksi yang dilakukan ke dalam rongga-rongga sisi otak.
12. Intra-arterial : Langsung ke dalam arteri
13. Intra-artikular : Ke dalam cairan sinovial pada persendian
14. Intralesional : Langsung ke dalam atau di sekitar luka
15. Intra-okular : Ke dalam mata
a. Subkonjungtiva : Di bawah kapsul Tenon, di dekat mata
b. Intrakameral/ intravitreal : Ke dalam vitreous humour
c. Retrobulbar : Di sekitar bagian posterior dari bola mata
d. Anterior chamber : Langsung pd arterior chamber
16. Intrapleural : Ke dalam rongga selaput dada

Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi

Keuntungan
a. Dapat dicapai efek fisiolgis segera, untuk kondisi penyakit tertentu
(Jantung berhenti)
b. untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan
asam lambung)
c. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral
(Sakit jiwa atau tidak sadar)
d. Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk
mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
e. Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada
kedokteran gigi/anastesiologi
f. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi
ganggun serius cairan dan keseimbangan elektrolit
Kerugian

a. harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan waktu pemberian lebih
lama
b. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan
prosedur aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak
selalu dapat dihindari
c. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada
dalam sirkulasi sistemik
d. Harganya relatif lebih mahal
e. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral
seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran
sediaan parenteral dan interaksi obat
f. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikel
partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus
disadari oleh semua personel yang terlibat
2. Infus
Infus adalah cairan yang di berikan melalui intravena : nutrisi
(dekstrosa), menjaga keseimbangan elektrolit (larutan ringer), untuk cairan
pengganti (kombinasi dekstrosa dan NaCl), dan untuk tujuan khusus
(hiperalimentasi parenteral)
Terapi intravena digunakan untuk mengobati berbagai kondisi pasien.
Infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas
pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan
langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. Infus cairan intravena
(intravenous fluids infusion) merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam
tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat
langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu
dengan menggunakan infus set (potter,2005). Tindakan infus diberikan pada
klien dengan dehidrasi, sebelum transfusidarah, pra dan pasca bedah sesuai
program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya terganggu.
Keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus
adalah :
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah)
3. Fraktur tulang, khususnya di pelvis (panggul) dan paha
4. Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi
5. Diare dan demam
6. Luka bakar luas
Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung
3. Solid
Misalnya sediaan parenteral rekonstitusi. Pencampuran intravena
(intravenous admixtures) merupakan suatu proses pencampuran obat steril
dengan larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang
bertujuan untuk penggunaan intravena. Ruang lingkup dari intravenous
admixtures adalah pelarutan atau rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan
intravena sederhana, dan penyiapan suntikan intravena kompleks (Kastango,
2004). Sesuai Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, apoteker bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa pencampuran sediaan steril di rumah sakit
sesuai dengan Praktek Penyiapan Obat yang Baik (Good Preparation Practices,
GPP) sehingga terjamin sterilitas, kelarutan dan kestabilannya. Bila terjadi
ketidaktepatan dalam pencampuran intravena, baik dari segi prosedur aseptis,
teknik pencampuran, pelarutan, dan penyimpanannya dapat menyebabkan
pengendapan obat yang beresiko menimbulkan penyumbatan pada alat injeksi
dan membahayakan pasien. Tempat dan lama penyimpanan juga berpengaruh
pada stabilitas obat. Obat yang sudah direkonstitusi memiliki batas waktu
kestabilannya sehingga perlu diperhatikan lama penyimpanannya.
4. Suspensi
Obat tersuspensi dalam pembawa yang sesuai untuk parenteral
5. Obat Mata (larutan, suspensi, salep)
Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau
suspensi, digunakan untuk mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada
selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Khusus untuk salep mata, zat aktif baik dalam bentuk terlarut atau
serbuk tersuspensi halus di masukkan kedalam basis salep yang non iritan.
Salep di sterilkan dengan cara panas atau radiasi dan sebagian di buat secara
asptik. Sediaan ini harus di kemas dalam wadah tertutup dan bebas partikel
logam.
6. Larutan untuk Irigasi
Larutan yang di gunakan untuk mandi atau mencuci luka terbuka.
Larutan di gunakan secara topikal.
Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar. Larutan tidak
disuntikkan ke dalam vena, tapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan
umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan,
sehingga memungkinkan  pengisian larutan dengan cepat. Larutan ini
digunakan untuk merendam atau mencuci luka2. Sayatan bedah atau jaringan
tubuh dan dapat pula mengurangi pendarahan. Persyaratan larutan irigasi
adalah sbb :
1. Isotonik
2. Steril
3. Tidak disbsorpsi
4. bukan larutan elektrolit
5. Tidak mengalami metabolisme
6. Cepat diekskresi
7. Mempunyai tekanan osmotik diuretik
8. bebas pirogen
Larutan irigasi dimaksudkan untuk mencuci dan merendam luka atau lubang
operasi, sterilisasi pada sediaan ini sangat penting karena cairan tersebut
langsung  berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan
tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah.
Indikasi masing-masing bahan:
1. Dekstrosa : Dekstrosa digunakan sebagai pengisotonis karena syarat irigasi
yaitu larutan harus isotonis. Dekstrosa dikhususkan untuk sediaan parenteral
sedangkan glukosa cair tidak cocok untuk sediaan parenteral. Dosis Dekstrosa
untuk sediaan  parenteral adalah 5%
2. NaCl : digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan irigasi setara
dengan0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan
osmosis yang sama dengan cairan tubuh. NaCl merupakan zat aktif yang
digunakan untuk mengatasi iritasi luka.
3. Aqua pro injeksi : digunakan sebagai pelarut zat aktif dan zat tambahan,
karena NaCl dan dekstrosa larut dalam air.

B. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SEDIAAN STERIL

Kelebihan:
- Pemberian secara parenteral (melalui cairan pembuluh darah) lebih efektif
- Dapat diberikan pada pasien yang tidak sadarkan diri dan sulit untuk menelan obat
- Bebas bakteri/mikroba
Kekurangan
- Penggunaannya menggunakan tenaga khusus. Contohnya infus
- Harganya relative mahal karena biasanya dipengaruhi oleh kualitas bahan
obat,wadah,kecanggihan alat, dll

C. ALASAN PEMBUATAN SEDIAAN STERIL

Karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain
yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap saluran cerna.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik injeksi, tablet implant, tablet
hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata, cuci mata, dan salep mata.

D. CARA DAN MEKANISME STERILISASI

Cara A (Pemanasan secara basah, autoklaf pada suhu 115-116 C selama 30 menit
dengan uap air panas)
1. Cara B (dengan penambahan bakterisida)
2. Cara C (dengan penyaring bakteri steril)
3. Cara D (pemanasan secara kering, oven pada suhu 150 C selama 1 jam dengan
udara panas)
4. Cara aseptic (mencegah dan menghindarkan lingkungan dari cemaran bakteri
seminimal mungkin)
Menurut FI IV
1. Sterilisasi uap. Menggunakan siklus autoklaf ditetapkan bahwa untuk media atau
pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121 C kecuali dinyatakan lain
2. Sterilisasi panas kering. Menggunakan suatu siklus oven modern dilengkapi
dengan udara yang dipanaskan dan disaring.
3. Sterilisasi gas. Digunakan sebagai alternative sterilisasi termal, jika bahan yang
akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi uap atau panas
kering.
4. Sterilisasi dengan radiasi ion. Dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan
terhadap sterilisasi panas dan terdapat kekhawatiran mengenai keamanan etilen
oksida . keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas kimia dan residu yang rendah
yang dapat diukur, dan variable yang dikendalikan lebih sedikit.
5. Sterilisasi dengan penyaringan. Untuk larutan yang labil terhadap panas dilakukan
dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba sehingga
mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisika.
6. Sterilisasi dengan cara aseptic. Untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke
dalam komponen steril atau komponen yang melewati proses-antara sehingga
produk setengah jadi atau produk ruahannya bebas dari mikroba hidup.

Mekanisme Sterilisasi

Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu


- Stabilitas: sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat dan struktur bahan obat tidak
boleh mengalami perubahan setelah proses sterilisasi
- Efektivitas: cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal dengan
proses yang sederhana, cepat, dan biaya murah
- Waktu: lamanya sterilisasi yang ditentukan oleh bentuk,jenis dan sifat zat serta
kecepatan tercapainya suhu sterilisasi yang merata
Cara-cara sterilisasi
1. Pemanasa kering
Ciri-ciri:
- Yang dipanaskan adalah udara kering
- Proses pembunuhan mikroba berdasarkan oksidasi O2 udara
- Suhu yang digunakan lebih tinggi kira-kira 150 C
- Waktu yang diperlukan lebih lama antara 1 sampai 2 jam kecuali pemijaran
- Digunakan untuk sterilisasi bahan obat atau alat yang tahan pemanasan tinggi
Contoh:
1. Pemanasan secara kering (menurut FI III)
Sediaan yang akan disterilisasi ddimasukkan ke dalam wadah, kemudian
ditutup-kedap, atau ditutup sementara untuk mencegah pencemaran. Jika
volume dalam wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150c selama
1 jam. Jika lebih 30 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga berada pada
suhu 150c selama 1 jam. Kemudian ditutup kedap menurut cara aseptic.
Alat: oven
Bahan/alat yang disterilkan: alat2 dari gelas (gelas kimia,gelas ukur,pipet
ukur,Erlenmeyer,botol,corong). Bahan yang tahan pemanasan tinggi (minyak
lemak, vaselin)
2. Sterilisasi panas kering (menurut FI IV)
Menggunakan suatu siklus modern yang dilengkapi dengan udara yang
dipanaskan dan disaring. Rentang spesifik sekitar 15c. jika alat sterilisasi
beroperasi pada suhu tidak kurung dari 250c
3. Pemijaran
Dilakukan dengan menggunakan api gas dengan nyala api tidak berwarna atau
api dari lampu spiritus. Cara ini sangat sederhana,cepat dan menjamin
sterilitas bahan atau alat yang disterilkan,tetapi penggunaannya terbatas untuk
beberapa alat atau bahan saja.
Syarat: seluruh permukaan alat harus langsung terkena api selama kurang dari
20 detik
Yang dapat disterilkan: benda-benda logam (pinset), gelas/porselin
(sundip,batang pengaduk,kaca arloji,tabung reaksi,mulut
wadah,erlenmeyer,botol). Mortir dan stamper disiram dengan alcohol mutlak
kemudian dibakar. Bahan obat antara lain ZnO,NaCl,talk.
2. Pemanasan Basah
Ciri-ciri:
- Yang dipanaskan adalah air menjadi uap air
- Proses pemusnahan mikroba berdasarkan koagulasi atau penggumpalan zat
putih telur dari mikroba tersebut
- Waktu yang diperlukan lebih singkat, kira-kira 30 menit
- Suhu yang diperlukan lebih rendah, maksimal 116c (dalam autoklaf)
- Digunakan untuk sediaan injeksi dengan pembawa berair
Contoh:
1. Pemanasan secara basah dalam autoklaf (menurut FI III)
Alat: autoklaf
Cara kerja: autoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara
keluar. Pengusiran udara pada autoklaf berdinding dua, uap air masuk dari
bagian atas dan udara keluar dari bagian bawah yang dapat ditunujkkan pada
gelembung yang keluar dari ujung pipa karet dalam air. Setelah udara bersih,
bahan yang akan di sterilkan dimasukkan sbelum air mendidih, tutup dan kunci
autoklaf,ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang
dikehendaki. Atur klep pengaman supaya tekanan stabil. Setelah sterilisasi
selesai,autoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan
atmosfer. Cara ini lebih efektif dibandingkan pemanasan basah lainnya, karena
suhunya lebih tinggi.
Bahan/alat yang dapat disterilkan: alat pembalut, kertas saring, alat gelas
(buret,labu ukur) dan obat-obat tertentu.
2. Sterilisasi uap (menurut FI IV)
Menggunakan siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media
atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121C kecuali dinyatakan lain.
3. Dimasukkan dalam air mendidih
Lama sterilisasi dihitung sejak air mulai mendidih. Spora tidak dapat mati
dengan cara ini, penambahan bakterisida (fenol 5%, lisol 2-3%) dapat
mempersingkat waktu sterilisasi. Beberapa alat kedokteran dapat disterilkan
dengan cara ini.
4. Tyndalisasi/pasteurisasi
Digunakan pada obat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan tidak dapat
disaring dengan penyaring bakteri (emulsi,Suspensi)
Cara: panaskan pada suhu 70-80 C selama 40-60 menit untuk mematikan
bentuk vegetative mikroba. Diamkan pada suhu 30 C selama 24 jam untuk
membiarkan bentuk spora mikroba berubah menjadi bentuk vegetative. Ulangi
pemanasan selama 3-5 hari berturut-turut.
5. Dengan uap air pada suhu 100 C
Alat: semacam dandang
Keuntungan: uap air mempunyai daya bakterisida lebih besar jika dibandingkan
dengan pemanasan kering karena mudah menembus dinding sel mikroba dan
akan menggumpalkan zat putih telurnya.
3. Penambahan zat-zat tertentu
Zat yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai:
- Penyuci hama (desinfektan): suatu zat antimikroba yang digunakan pada
berbagai alat kedokteran atau barang untuk mencegah terjadinya infeksi
pada manusia.
- Antiseptic: suatu zat antimikroba yang digunakan secara topical atau local
pada tubuh manusia yang dapat mencegah pembiakan bakteri
Bakteriostatik: mencegah pertumbuhan jamur
Pengawet: mencegah pertumbuhan bakteri dalam makanan atau minuman
- Antibiotic: segolongan yang dihasilkan oleh jamur/bakteri yang dapat
menentang atau mematikan bakteri lain
4. Penyinaran
- Sterilisasi dengan radiasi ion (FI IV)
- Sinar ultraviolet (UV)
- Sinar gamma
- Sinar X dan sinar katoda
(penjelasan baca di buku)
5. Memakai penyaring bakteri steril (cara C FI III, sterilisasi penyaring FI IV)
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
steril,kemudian ditutup kedap menurut aseptic
Keuntungan:
- Digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan pemanasan tetapi larut
dalam air
- Dapat dilakukan dengan cepat,terutama untuk pembuatan skala kecil
- Semua mikroba hidup atau mati dapat disaring dari larutan, jumlah virus
dapat dikurangi
- Penyaring dapat bersifat adsporpsi sehingga sebagaian besar virus dapat
diadsorpsi
Kerugian:
- Masih diperlukan zat bakterisida
- Hanya dapat digunakan untuk pembawa berair,tidak dapat digunakan
untuk pembawa minyak
- Beberapa jenis penyaring dapat mengadsorpsi bahan obat, terutama jika
kadarnya kecil
- Beberapa penyaring sukar dicuci misalnya porselin dan kieselguhr
- Beberapa penyaring bersifat alkalis dan penyaring dari asbes melepaskan
asbes ke dalam larutan
- Filtrate yang diperoleh belum bebas virus
Cara menyaring (BACA DALAM BUKU)
6. Aseptik (FI III dan FI IV)
Cara sterilisasi menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya pencemaran atau kontaminasi dengan mikroba hingga seminimal
mungkin. Digunakan untuk bahan obat yang tidak dapat disterilkan dengan cara
pemanasan atau dengan cara penyaringan.
Caranya:
Bahan obat: jika memenuhi syarat p.i (pro injection), tidak disterilkan
Zat pembawa: disterilkan tersendiri dahulu
Zat pembantu: disterilkan tersendiri
Alat-alat: disterilkan dengan cara yang cocok
Ruang kerja: bersih, bebas debu, dan angina, disterilkan dengan sinar UV atau
cara lain yang sesuai.

E. RUTE PEMBERIAN SEDIAAN STERIL


1. Intradermal
Obat diinjeksikan ke dalam lapisan superficial kulit, disebut juga intrakutan.
Volume obat yang dapat diberikan melalui jalur ini adalah 0,1 ml dan
diperuntukkan untuk peyampaian agen diagnostic, antigen (tuberculin) dan
beberapa jenis vaksin . Absorpsi obat melalui rute ini berjalan lambat sehingga
memperlama munculnya onset obat.
2. Subkutan
Penyuntikan dilakukan ke dalam jaringan longgar di bawah kulit (dermis).
Penghantaran obat secara subkutan dilakukan jika pemberian obat secara oral
tidak dapat dilakukan. Onset yag ditimbulkan rute pemberian dengan cara ini
diharapkan lebih lambat jika dibandingkan dengan cara pemberian intravena dan
intramuscular.
3. Intramuskular
Obat diinjeksikan ke dalam massa otot. Volume yang dapat diinjeksikan maksimal
5 ml. Absorpsi obat lebih cepat dibandingkan rute subkutan, dan diperlambat atau
diperpanjang jika sediaan dibuat dalam bentuk suspensi atau pembawa yang
digiunakan berupa minyak
4. Intravena
Larutan dalam jumlah kecil maupun besar disuntikkan ke dalam vena untuk
mendapatkan efek yang cepat. Pemberian secara intravena bertujuan untuk: 1)
menjamin penyampaian dan distribusi obat dalam keadaan hipotenal atau syok; 2)
untuk mengembalikan segera keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh; 3) untuk
mendapatkan efek farmakologis yang segera khususnya pada keadaan darurat; 4)
untuk pengobatan infeksi yang serius; 5) pemberian nutrisi secara kontinyu dan 6)
untuk mencegah komplikasi yang dapat disebabkan oleh rute parenteral lainnya
5. Intra-arterial
Rute pemberian ini jarang diaplikasikan untuk sediaan parenteral. Injeksi
intraarterial adalah injeksi yang dilakukan langsung ke dalam arteri yang akan
membeawa obat langsung ke organ sasaran

F. RANCANGAN FORMULASI SEDIAAN STERIL SERTA PERTIMBANGAN


DALAM PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN
Rancangan Formulasi sediaan steril

Sesuai dgn Persyaratan CPOB, Produk steril dibuat dengan PERSYARATAN KHUSUS.
Tujuannya adalah memperkecil resiko pencemaran mikroba, partikulat, dan pirogen.
Pembuatan produk steril sangat tergantung dari KETERAMPILAN, PELATIHAN DAN
SIKAP PERSONALIA yang terlibat dalam pembuatan.

• Pembuatan produk steril harus sepenuhnya mengikuti metode pembuatan dan prosedur yg
ditetapkan, secara ketat, karena risiko yang ditimbulkan dari obat jenis juga sangat besar.

Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmsi karena
meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses
pengembangan formulasi.Sifat suatu sediaan dapat berpengaruh besar terhadap kecepatan
onset efek terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang
dicapai.

Tujuan preformulasi adalah untuk membuat formula yang tepat sehingga menghasilkan
produk akhir berupa sediaan farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika
digunakan.

Dasar-Dasar Formulasi

• Pengaruh cara suntik Cara suntik mempengaruhi formulasi yang diperlukan


untuk menentukan bentuk dan sediaan serta volume sediaan
• Pengaruh pembawa Sebagian besar pembawa sediaan parenteral adalah air.
Pembawa minyak kadang-kadang dipilih untuk melarutkan zat non polar. Untuk
meningkatkan kelarutan kadang-kadang diperlukan penambahan solubilisasi
ataupun digunakan campuran pelarut.
• Pengaruh eksipien
• Pengaruh jenis sediaan pada formula

Cakupan Studi Praformulasi Sediaan Steril


1. Organoleptik
Organoleptis adalah studi praformulasi yang harus dilakukan untuk
mengetahui pemerian zat aktif terdiri dari warna, bentuk, aroma dan rasa zat aktif
dengan menggunakan terminologi deskriptif.
Uji organoleptis sangat berguna dalam melakukan identifikasi awal mengenai
suatu zat yang akan dibuat suatu sediaan. Uji ini dilakukan dengan tujuan mengetahui
bentuk dari bahan yang akan digunakan dalam formulasi, agar tidak salah dalam
mengambil bahan-bahan untuk formulasi. Dalam menentukan zat yang akan
digunakan, dapat mengamatinya dari segi bentuk, warna, rasa juga aroma.

 Warna
Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu sediaan sebelum
membuat suatu sediaan injeksi. Karena hal yang akan dilihat pertama kali adalah
warna dari bahan-bahan itu. Warna biasanya merupakan fungsi inheren kimia obat
karena terkait dengan ketidakjenuhan. Intensitas warna terkait dengan keberadaan
konjugasi ketidakjenuhan di samping keberadaan khromofor , seperti –NH2, -NO2

dan –CO- (keton) yang mengintensifkan warna.

 Bentuk
Bentuk juga memegang peranan yang sangat penting dalam identifikasi. Setelah
menentukan warna, biasanya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk dari bahan
itu. Sehingga akan benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam formulasi adalah
bahan-bahan yang tepat.

 Bau atau Aroma


Sebagian zat memiliki aroma yang khas dan kemungkinan bau yang inheren
(terkait) dengan keberadaan gugus fugsional yang terdapat dalam molekul obat.
Adakalanya zat sama sekali tidak berbau atau dapat pula berbau pelarut residu pelarut.
Hal ini penting karena dalam farmakope ada ketentuan batas maksimal pelarut yang
diperbolehkan ada dalam obat (terutama karena alas an toksisitas). Dengan uji
organoleptis, dapat mempermudah identifikasi suatu bahan. Terutama bahan yang
mengandung aroma yang khas

2. Analisis Fisikokimia
Analisis fisiskokimia merupakan bidang kajian yang tidak dapat terpisahkan
dalam ilmu farmasi terutama untuk pemastian mutu produk obat yang dihasilkan.
Tujuan dari analisis adalah untuk memperoleh informasi mengenai suatu senyawa.
Senyawa tersebut dapat berupa padatan, cairan atau gas, atau materi biologis.
Data analitik mencakup data kualitataif, kuantitatif dan kemurnian.
G. PERTIMBANGAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN STERIL

 HAL-HAL YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBUATAN SEDIAAN


STERIL CAIR

Sterilitas
Sediaan steril harus bebas mikroorganisme patogen dan non patogen.

Bebas Pirogen
Pirogen atau endotoksin adalah produk metabolisme mikroorganisme hidup,
ataupun mati yang menyebabkan respon piretik sperifik setelah penyuntikan
sediaan steril.

Kejernihan
Tidak terdapat partikel yang tidak larut dalam sediaan tersebut

Stabilitas
Obat dalam padatan lebih stabil dibandingkan larutan. Ketidakstabilan sediaan dalam
bentuk larutan ditandai dengan timbulnya endapan atau perubahan warna selama
penyimpanan.
Tonisitas

Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan dari
zat atau zat padat yang terlarut.

pH yang Sesuai

pH sediaan harus sesuai dengan pH tubuh

 HAL-HAL YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBUATAN TABLET


STERIL

Metode

Kebanyakan dibuat secara kompresi tetapi dalam skala kecil, karena cara mencetak
ini lebih mudah dan dianggap lebih murah.

Pengikat
Sebagai pengikat, gunakan pelarut yang tidak melarutkan massa tablet

Kelarutan

Harus dapat larut seluruhnya dengan cepat dan mudah didalam air, sehingga tidak
membutuhkan tekanan yang besar saat dibuat dengan cara kompresi

Granulasi

Jangan menggranulasi dengan air, karena dapat melarutkan massa tablet.

 HAL-HAL YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBUATAN SEDIAAN


STERIL SEMISOLID
Ada beberapa jenis obat-obatan tertentu yang tidak stabil secara kimia bila
ada dalam larutan tetapi stabil bila dibuat dalam bentuk semisolid ( suspensi dan
emulsi)
Sediaan steril berupa emulsi harus dalam keadaan steril dan dapat diterima baik oleh
tubuh.
Selain itu, kestabilan sediaan sangatlah penting untuk dijadikan pertimbangan dalam
pembuatan sediaan, suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikel benar-benar
terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus halus dan tidak cepat
mengendap, jika dikocok endapan harus cepat terdispersi kembali.

 HAL-HAL YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBUATAN SEDIAAN


STERIL GAS
Sterilitas
Sediaan steril harus bebas mikroorganisme patogen dan non patogen.
Sediaan steril bentuk gas harus mampu melewati saluran nafas atas tanpa ada
hambatan yang berarti saat melalui saluran pernafasan.
Ukuran partikel obat harus dikontrol dan ukuran rata-rata partikel harus lebih kecil
dari 10µm.

PERTIMBANGAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN STERIL


○ Untuk mendapatkan formula sediaan parenteral yang baik harus mempunyai data
preformulasi yang meliputi sifat kimia, sifat fisika dan sifat biologis sehingga dapat
ditentukan:
○ a. Pembawa yang tepat yaitu pembawa larut air, pembawa yang tak larut air atau
pelarut campur
○ b. Eksipien yang dibutuhkan meliputi pengawet, komplekson, zat pengisotonis, anti
oksidan, dapar dan lain sebagainya
○ c. Wadah dan jenis wadah yang sesuai

H. DESAIN FORMULA SEDIAAN STERIL

• Pengaruh cara suntik

Cara suntik mempengaruhi formulasi yang diperlukan untuk menentukan bentuk dan
sediaan serta volume sediaan

• Pengaruh pembawa

Sebagian besar pembawa sediaan parenteral adalah air. Pembawa minyak kadang-
kadang dipilih untuk melarutkan zat non polar. Untuk meningkatkan kelarutan
kadang-kadang diperlukan penambahan solubilisasi ataupun digunakan campuran
pelarut.

• Pengaruh eksipien

• Pengaruh jenis sediaan pada formula

I. PARAMETER KRITIS PEMBUATAN SEDIAAN STERIL

J. ZAT TAMBAHAN DALAM FORMULA SEDIAAN STERIL

Bahan tambahan adalah zat yang dimasukkan ke dalam sediaan obat yang dimaksudkan
untuk menjaga kestabilan, menjaga viskositas serta tidak mempengaruhi efek terapi dari obat.
Menurut FI edisi IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan keefektifan harus
memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dan tidak memengaruhi efek teraapeutik atau
respons pada uji penetapan kadar.

 Zat tambahan dalam formula sediaan steril

Dalam memformulasi sediaan steril, sering kali ditambahkan suatu bahan untuk
meningkatkan kegunaan dan kestabilan dari sediaan.
Pertimbangan pemanbahan suatu bahan tergantung pada manfatnya:
1. Untuk menjaga kelarutan obat
2. Untuk menjaga kestabilan obat
3. Untuk menjaga kesterilan obat untuk memudahkan pemberian obat

Untuk menjaga kelarutan obat ditambahkan zat pelarut

1. Pelarut Propilenglikol, gliserol, etanol. Untuk obat barbiturat, antihistamin, glikosida


jantung.

2. Bahan tambahan (selain pelarut) yang dapat menambah kelarutan obat.

- Niasinamid  Riboflavin

- Na Benzoat  Kofein

- kelebihan etilen diamin  dalam injeksi aminofilin, sehingga terbentuk aminofilin


yang mudah larut air

Penambahan kelebihan etilen diamin harus berlebih karena jika ada CO2 di udara ikatannya
putus, maka teofilinnya bisa mengendap karena terkontaminasi.

Untuk menjaga kestabilan obat ditambahkan antioksidan

1. Antioksidan sejati: alkil galat, BHA (Butil Hidroksi Anol), BHT( Butil Hidroksi
Toluen), Tokoferol

2. Zat pereduksi: Asam askorbat

3. Antioksidan pereduksi asam tarta, asam sitrat, asam adetat, lechitin

Untuk menjaga kesterilan obat ditambahkan bahan pengawet

Contoh pengawet yang sering digunkan

• Benzalkonium klorida, benzhetonium klorida

• Benzil alkohol, klorobutanol

• Fenol, kresol, p-kloro-m-kresol

• Fenil merkuri nitrat


• Timerasol, nitromersol

• Metil paraben propil paraben

Penggunaan pengawet pada sediaan injeksi selain dibatasi juga tidak boleh pada infus, injeksi
intraspinal, injeksi intrasistenal, injeksi sub dural

Persyaratan pengawt yang ideal

1. Efektif pada konsentrasi rendah terhadap berbagai jenis mikroorganisme secara luas

2. Larut pada konsentrasi yang didinginkan

3. tidak toksik dan tidak sensitif secara eksternal maupun internal pada konsentrasi yang
didinginkan

4. Dapat bercampur dengan berbagai bahan obat, pelarut, dan pendispersi

5. Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

6. Aktif dan stabil untuk jangka waktu lama pada rentang pH yang luas dan terhadap
suhu

7. Murah dan mudah diperoleh

Bahan Pengisotonis

Bahan Pengisotonis adalah Bahan yang digunakan untuk membuat larutan yang mempunyai
sifat osmostis yang sama dengan cairan fisiologis. Contoh : dekstrosa, natrium klorida. jika
suatu tekanan osmotik larutan obat yang sama besar dengan tekanan osmotik dalam sel darah
merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya, maka larutan tersebut
dikatakan isotonis . Maksud penambahan bahan pengisotonis yaitu dapat mengurangi rasa sakit
dan iritasi selama penyuntikan, karena diharapkan mampu menyamakan tekanan osmosis
didalam tubuh.

ADJUST pH (Dapar)
ISOHIDRIS : kondisi suatu larutan zat yang pH nya sesuai dengan pH fisiologis tubuhsekitar 7,4.
Euhidris : usaha pendekatan larutan suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologistubuh dilakukan
pada zat yang tidak stabil pada pH fisiologis seperti garam alkaloid,vitamin C.

Penstabil

Penstabilan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau
mengentalkan yang dicampurkan dengan air sehingga membentuk kekentalan tertentu. pH
stabilitas dicapai dengan menambahkan zat encer, basa lemah atau dapar.

Pada gelas atau wadah kaca, unsur logam mudah lepas sehingga terjadi endapan alkaloid akibat
sifat alkalis dari gelas. Maka ditambahkan stabilisator helating agent EDTA (Etilen Diamin Tetra
Asetat) untuk mengikat ion logam yang lepas dari gelas atau wadah kaca. Bisa juga ditambahkan
dengan HCl hinggan bersuasana asam.

Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menyerap atau menetralisir radikal bebas
sehingga mampu mencegah penyakit- penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler,
karsinogenesis, dan penyakit lainnya.

Dalam obat Antioksidan bermanfaat untuk menjaga kestabilan obat. Antioksidan memutus
reaksi berantai yang timbul dengan menyediakan atom hidrogen dan elektron bagi radikal
bebas. Antioksidan dengan rantai fenolik mampu menyerang langsung autoksidasi dalam
mekanisme radikal dimana radikal yang terbentuk akan ditangkapnya dan dirubah menjadi
produk yang stabil.

Bahan Tambahan Yang Dapat Digunakan Pada

Sediaan Injeksi:

Zat Antioksidan Konsentrasi yang

digunakan (%)

Asam Askorbat 0,01 – 0,5

Butyl hydroxyanisole 0,005 – 0,02


Sistein 0,1 – 0,5

Monothioglycerol 0,1 – 1,0

Natrium bisulfat 0,1 – 1,0

Thiourea 0,005

tocopherol 0,05 – 0,5

Natriummetabisulfat 0,1 – 1,0

K. METODE PEMBUATAN SEDIAAN STERIL

Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
1. Sterilisasi Akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan
dalam pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil
dengan adanya molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada
tahap terakhir pembuatan sediaan.
Contoh yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan
autoklaf (suhu 121 °C, selama 15 menit).
2. Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi
yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya.
Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya
dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi
melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi.
Keterangan :
- Penimbangan zat aktif Zat aktif biasanya ditimbang dilebihkan sesuai persyaratan
yang ada di monografi untuk mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam
sediaan akibat proses pembuatan ataupun dalam penyimpanan. (Contoh :
persyaratan kadar zat X = 98-102 %, maka penimbangan zat aktif dilebihkan 2 %)
- Bebas pirogen Hal ini baru dilakukan jika volume larutan suntik sebanyak 10 ml
atau lebih. Pembebasan pirogen dilakukan dengan penambahan 0,1 % karbon aktif
dihitung terhadap volume total (b/v), kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 °C
selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Waktu dihitung setelah suhu mencapai
60-70 °C
- Bebas oksigen atau karbondioksida Hal ini baru dilakukan jika diperlukan
terutama jika zat aktif diketahui peka terhadap kedua gas tersebut. Pembebasan
oksigen atau karbondioksida dilakukan dengan cara memanaskan air suling
selama 30 menit dihitung sejak mendidih kemudian dialiri gas nitrogen sambil
didinginkan.
- Sterilisasi lemari dan ruang Lemari disterilkan dengan uap formaldehid hasil
pemanasan serbuk para-formaldehid dalam cawan penguap panas yang diletakkan
dalam lemari. Ruang disterilkan dengan sinar UV selama 24 jam sebelum
digunakan.

I. EVALUASI MUTU FISIK SEDIAAN STERIL


01. EVALUASI KEBOCORAN
Evaluasi kebocoran bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga
sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan.
PRINSIP UJI KEBOCORAN :
Untuk cairan bening tidak berwarna, wadah takaran tunggal yang masih panas setelah
selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%.
Untuk cairan yang berwarna, lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas.
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan
memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian
divakumkan.
02. EVALUASI KESERAGAMAN
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman volume.
1. PEMERIKSAAN KESERAGAMAN BOBOT
Keseragaman bobot untuk injeksi sebelum digunakan atau disuspensikan terlebih dahulu.
Caranya yaitu :
Hilangkan etiket 10 wadah sediaan injeksi
Keringkan pada suhu105°
Keluarkan isi wadah
Keringkan lagi pada suhu 105 ° sampai bobot tetap
Cuci bagian luar wadah dengan air
Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka
Cuci wadah dengan air, kemudian dengan etanol 95%
Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu

2. Pemeriksaan keseragaman volume


Beberapa farmakope menetapkan cara pengujian volume seperti Farmakope Inggris 1958
dan Farmakope Amerika 1955. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat ukur
volume, volume larutan setiap wadah harus sedikit lebih besar dari pada volume yang
ditetapkan. Kelebihan yang dianjurkan tertera seperti pada tabel dibawah ini.

Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)

Tidak lebih dari 120 mg 10

Antara 120 mg-300mg 7,5

300mg atau lebih 5,0

3. Pirogenitas
Pirogen adalah senyawa dengan berat molekul tinggi yang dinyatakan sebagai senyawa
lipopolisakarida yang diproduksi oleh kira- kira 5-10% massa total bakteri.
Cara Menghilangkan Pirogen
Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.)
Dipanaskan pada suhu 250 °C selama 30 menit
Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:
1. Dilakukan oksidasi :
Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam 1 liter air yang dapat diminum,
ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah
gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.
2. Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3 . Panaskan
dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600 selama 5 – 10
menit ( literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan
kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.

Cara Mencegah Terjadinya Pirogen


- Air suling segar yang akan pembuatan air untuk injeksi harus setelah disuling.
- Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik
- Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin

4. Evaluasi Kestabilan Volume


Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar volume
injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (volume
injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam
FI IV).
- Pilih satu wadah, bila volume 10 ml atau lebih
- Tiga wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau
lebih bila volume 3 ml atau kurang

You might also like