You are on page 1of 14

DOI: https://doi.org/10.22435/jek.v19i1.

3058

PELAKSANAAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN (TANTANGAN DAN


PELUANG) SEBAGAI UPAYA KESEHATAN SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR
NEGERI KECAMATAN BOGOR UTARA KOTA BOGOR

Implementation of Handwashing with Soap (Challenges and Opportunities) as A


School Health Effort of Elementary School, Bogor Utara District, Bogor City

Kenti Friskarini1, Totih Ratna Sundari1


1
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Email: friskarini@yahoo.com

Diterima: 2 April 2020; Direvisi: 28 Mei 2020; Disetujui: 25 Juni 2020

ABSTRACT

Awareness of running Clean and Healthy Behavior (PHBS) in elementary school in general is still lacking.
One part of PHBS is Handwashing with Soap (CTPS) which has an important impact on health. This paper
explores the challenges and opportunities for implementing this program in elementary schools in Bogor
from officers at schools, puskesmas, and health offices in 2018. Data were obtained by in-depth interviews
with informants who was chosen by purposive sampling from the health office, education office, school
principals and teachers from 5 selected schools. The results showed this activity was not yet a priority in
the program, marking that health promotion was not yet maximally carried out at the policy holder level.
Even though the elementary school which was the location of the study did not have a problem in providing
facilities for washing hands, but not all could provide soap to get the maximum effect. This shows that the
cooperation of various parties has not been optimal to support the success of this activity. As a suggestion,
besides requiring support from various parties,it should be complemented by health promotions for
students and the whole school environment so healthy behavior can be achieved.

Keywords: Handwashing, healthy behavior, health promotion

ABSTRAK

Kesadaran menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah dasar (SD) pada umumnya
masih kurang. Salah satu bagian dari PHBS adalah Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang
memiliki dampak penting untuk kesehatan. Tulisan ini mengangkat tantangan dan peluang pelaksanaan
CTPS pada SD di kota Bogor dari pihak sekolah, puskesmas dan dinas kesehatan pada tahun 2018. Desain
penelitian adalah survey potong lintang dengan pemilihan sampel secara purposive. Data kualitatif
didapatkan dengan wawancara mendalam kepada informan dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, kepala
sekolah dan guru dari 5 sekolah yang terpilih di Kecamatan Bogor Utara. Hasil penelitian menunjukkan
kegiatan ini belum menjadi prioritas dalam program, menandai belum maksimalnya promosi kesehatan
dilakukan di tingkat pemegang kebijakan. Walau secara keseluruhan SD yang menjadi lokasi penelitian
tidak memiliki masalah dalam penyediaan sarana mencuci tangan, namun tidak semua dapat menyediakan
sabun sehingga mempengaruhi hasil maksimal CTPS. Hal tersebut menunjukkan belum maksimalnya
kerjasama berbagai pihak untuk mendukung keberhasilan kegiatan ini. Sebagai saran, CTPS selain
memerlukan dukungan dari berbagai pihak, seharusnya dilengkapi dengan promosi kesehatan kepada para
siswa, dan seluruh lingkungan sekolah sehingga terwujud perilaku yang baik dan sehat.

Kata kunci: CTPS, perilaku kesehatan, promosi kesehatan

PENDAHULUAN merupakan langkah awal mewujudkan


lingkungan belajar yang sehat yang aman,
Semua anak Indonesia berhak untuk
bersih dan sehat. Jika kesadaran untuk
mendapatkan akses pada lingkungan yang
menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan
aman, bersih dan sehat di sekolah. Sanitasi
Sehat (PHBS) di sekolah masih kurang, maka
sekolah termasuk ketersediaan akses
sekolah dapat menjadi sumber penyebaran
21
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

penyakit menular seperti diare dan antara perilaku cuci tangan dan insiden diare
pneumonia yang penularannya kebanyakan menunjukkan hubungan yang signifikan, dan
karena tangan yang terkontaminasi dengan keberhasilan kegiatan cuci tangan pakai
organisme. sabun bukan hanya ditunjang oleh perilaku
cuci tangan saja, namun juga oleh adanya
Penyakit diare ini menjadi penyebab
sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
utama kematian sekitar 1,7 juta anak di dunia
menjaga keberlangsungan kegiatan cuci
setiap tahunnya (UNICEF, 2013) dan
tangan. (Purwandari, Ardiana and Wantiyah,
berdasarkan data dari WHO dalam Global
2015). Dalam laporan penelitian di Lampung
Health Observatory tahun 2016 diketahui
Selatan diketahui bahwa dalam analisis
bahwa diare masih menjadi penyebab penting
bivariat, variabel yang mempunyai hubungan
kematian sekitar 600.000 balita setiap
bermakna terhadap perilaku CTPS yaitu
bulannya di seluruh dunia (Wolf, Paul R.
nilai-nilai, peran guru dan peran teman-teman
Hunter, et al., 2018) . Di Indonesia sendiri,
sekolah (Murwanto, 2017).
berdasarkan data Riskesdas tahun 2014, diare
merupakan penyebab kematian keempat pada Jika melihat dari profil sanitasi
semua golongan umur (13,2%), sedangkan sekolah Indonesia tahun 2017, persoalan
pada Riskesdas 2017 diketahui bahwa yang terkait dengan kesadaran untuk perilaku
prevalensi diare berdasarkan diagnosis dari CTPS anak sekolah termasuk di antaranya
tenaga kesehatan adalah sebesar 6,8%, adalah tersedianya akses terhadap sarana
sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat adalah serta air yang layak dan cukup untuk
sebesar 7,43 %. Banyak dari kematian ini pelaksanaannya. Jenjang SD menjadi jenjang
dapat dicegah dengan mencuci tangan yang rendah dalam akses terhadap sarana
memakai sabun (World Health Organization, cuci tangan. Sekitar 34,9% SD di Indonesia
2013) tidak memiliki sarana cuci tangan. Papua
menjadi provinsi yang paling banyak sekolah
Sebuah penelitian berjudul Effect of
dasarnya tidak memiliki tempat cuci tangan
Washing Hands With Soap on a Diarrhoea
(68,6%), sedangkan untuk wilayah Jawa
Risk in The Community: A Systematic Review
Barat sebesar 42,28% sekolah dasarnya tidak
meneliti tentang dampak cuci tangan
memiliki sarana cuci tangan. Untuk
terhadap penyakit diare. Terdapat dua
tersedianya air bersih yang layak dan cukup,
kesimpulan dari penelitian tersebut. Pertama
secara nasional pada tingkat SD baru
mencuci tangan dapat mengurangi resiko
mencapai 64,76%, terendah di Kalimantan
diare sekitar 42-47 persen; Kedua
Utara (30.43%), sedangkan Jawa Barat
menyuarakan kebiasaan cuci tangan dapat
sebesar 71,42%. (Kementerian Pendidikan
membantu menyelamatkan kurang lebih
dan Kebudayaan, 2017).
sekitar satu juta jiwa. Studi tersebut
menunjukkan bahwa cuci tangan merupakan Situasi ini tentu sangat
hal yang paling sederhana, tetapi sangat mengkhawatirkan, karena pembiasaan untuk
bermanfaat untuk dilakukan demi melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
mengurangi infeksi penyakit (Curtis and (PHBS) sudah sepatutnya dimulai sejak dini,
Cairncross, 2003). Namun demikian dari dan sekolah yang memiliki sarana yang
hasil penelitian pada tahun 2014, memadai untuk mencuci tangan merupakan
diperkirakan hanya 19% populasi dunia yang tempat yang tepat untuk melakukan hal
mencuci tangan dengan sabun setelah buang tersebut, seperti penelitian yang dilakukan
air besar. (Freeman et al., 2014). Untuk kota Padang (Lina, 2016), kota Malang
Indonesia, berdasarkan data Riskesdas tahun (Susilowati, 2017) dan hal ini juga berlaku di
2017 diketahui bahwa masyarakat yang India dengan adanya kampanye kesehatan di
memiliki perilaku mencuci tangan dengan sekolah pada tahun 2018 (Lewis et al., 2018).
benar baru mencapai 49,8%.
Melihat pentingnya program CTPS
Dari hasil beberapa penelitian di yang terkesan sederhana namun ternyata
sekolah diketahui beberapa faktor yang memiliki dampak yang penting untuk
mempengaruhi pelaksanaan CTPS. Dalam kesehatan, maka tulisan ini mengangkat
penelitian yang dilakukan pada anak sekolah tantangan dan peluang pelaksanaan CTPS
dasar di Jember diketahui bahwa hubungan
22
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)

dari pihak sekolah, puskesmas dan dinas Creswell dalam bukunya yang berjudul
kesehatan. Designing and conducting mixed method
research pada tahun 2011 juga
menyampaikan teknik ini mengidentifikasi
BAHAN DAN CARA dan memilih individu atau kelompok yang
Tulisan ini berdasarkan pada memiliki pengetahuan atau pengalaman dari
penelitian deskriptif dengan tujuan utama yang akan diteliti. (Palinkas et al., 2016).
untuk membuat gambaran tentang suatu Sebagai informan atau narasumber
keadaan secara obyektif dan merupakan dalam pendekatan kualitatif ini terdiri dari
bagian dari Penelitian Gambaran penanggung jawab program CTPS yaitu
Implementasi CTPS pada Siswa Sekolah Bidang Kesehatan Masyarakat dan Promosi
Dasar di Kota Bogor pada tahun 2018. Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Bogor,
Berdasarkan aspek pengumpulan data, penanggung jawab program CTPS di
merupakan penelitian observasional karena Puskesmas Kota Bogor, kepala sekolah, dan
hanya dilakukan melalui pengamatan secara perwakilan satu orang guru dari masing-
langsung maupun tidak langsung tanpa ada masing sekolah yang menjadi tempat
perlakuan atau intervensi. Desain penelitian penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian
adalah survey potong lintang (cross ini adalah sekolah dasar negeri yang sudah
sectional). Data kualitatif didapatkan dengan mengikuti sosialisasi program CTPS,
wawancara mendalam. Dalam tulisan ini sedangkan kriteria eksklusi adalah sekolah
mengangkat tentang hasil dari analisa data dasar negeri adalah yang tidak bersedia
kualitatif yang sudah dilakukan dalam berpartisipasi menjadi tempat penelitian.
penelitian. Analisis data secara kualitatif dilakukan
Untuk mendapatkan deskripsi sesuai dengan referensi, dilakukan secara
pelaksanaan program CTPS dilakukan manual dengan tahapan pembuatan transkrip
multistage random sampling dengan wawancara, penyusunan matrik dan
menentukan satu kecamatan sebagai area penarikan pola dan penyimpulan berdasarkan
penelitian berdasarkan jumlah kejadian diare temuan (Kusumawardani et al., 2015).
tahun 2015 yang tertinggi di Kota Bogor
(Profil Dinas Kesehatan Kota Bogor, 2016).
Etik Penelitian
Kasus diare tertinggi tahun 2015 terdapat di
kecamatan Bogor Utara, sehingga terpilih Penelitian ini menggunakan metode
sebagai area sampel penelitian. Setelah itu wawancara mendalam dan survei kepada
dipilih 5 sekolah dasar sebagai area siswa/siswi sekolah dasar, sehingga
penelitian dari 36 sekolah dasar negeri yang diperlukan pertimbangan etik penelitian.
sudah melaksanakan sosialisasi program cuci Persetujuan etik dimintakan kepada Komisi
tangan pakai sabun. yaitu : SD Negeri Etik Badan Penelitian dan Pengembangan
Kawung Luwuk, SD Negeri Cimahpar 1, SD Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Negeri Bantarjati 5, SD Negeri Sindang Sari, dengan nomor LB.02.01/2/KE.243/2018.
dan SD Negeri Cibuluh 1. Penentuan
responden yang disebut sebagai narasumber
atau informan dilakukan secara purposive HASIL
sampling. Kecukupan informan bukan Dalam penelitian ini dilakukan
didasarkan jumlahnya, namun didasarkan wawancara mendalam yang dilakukan
kecukupan informasi yang bisa didapatkan kepada staf dari Dinas Kesehatan Kota
dari informan. Hal ini sesuai dengan Bogor, Puskesmas Bogor Utara, dan
rangkuman yang dilakukan oleh Palinkas Puskesmas Tegal Gundil, serta kepala
bahwa menurut teori dari Patton pada tahun sekolah dari lima sekolah yang terpilih dalam
2002, teknik pengambilan sampel ini penelitian. Informasi yang dikumpulkan
digunakan secara luas dalam penelitian adalah mengenai pengetahuan informan,
kualitatif untuk mengidentifikasi dan perencanaan yang terkait serta pelaksanaan
mendapatkan informasi yang kaya dari dan hambatan yang ditemui dalam
sumber informasi yang terbatas, selain itu, pelaksanaan Program CTPS. Informasi
23
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

tentang hal-hal tersebut diperlukan untuk dengan masalahnya. Karena kan yang
mengetahui bagaimana dukungan dari pihak mengetahui data mengenai penyakit dan
terkait dengan pelaksanaan program ini. sebagainya adalah temen- temen di wilayah.
Jadi kami selalu menginformasikan
penyuluhan berdasarkan data. Jadi kalau
Pengetahuan tentang pelaksanaan CTPS memang di situ permasalahannya adalah
Hasil wawancara dengan beberapa misalkan nih tingginya penyakit diare yang
pihak yang terkait menunjukkan bahwa mungkin disebabkan karena perilaku cuci
CTPS bukan sesuatu yang asing bahkan tangan dan sebagainya, ya itu adalah tugas
sudah lama dilakukan. Semua pihak memiliki dari temen- temen untuk memberikan
peran dalam pelaksanaan CTPS, seperti informasi kepada masyarakat...”(SR, Dinas
petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Kesehatan)
Bogor mengetahui bahwa CTPS termasuk Menurut informan dari seksi
dalam program PHBS (Perilaku Hidup kesehatan keluarga, CTPS untuk dapat masuk
Bersih dan Sehat) di sekolah. Sebagai ke sekolah melewati program UKS (Usaha
pelaksana utama dalam program CTPS di Kesehatan Sekolah). Menurut informan,
sekolah adalah petugas promosi kesehatan seluruh sekolah di Kota Bogor sudah
dan masuk melalui program Upaya melaksanakan program CTPS melalui
Kesehatan Sekolah (UKS). Sebagai mitra program UKS. Dalam program UKS
dalam pelaksanaan program ini, dinas terdapat Trias. Salah satu trias tersebut
pendidikan menyatakan mengetahui manfaat adalah pendidikan kesehatan. Dalam
CTPS dan melakukan kolaborasi dengan pendidikan kesehatan itu memberikan
pihak terkait dan hal ini didukung juga oleh pengetahuan kepada anak didik supaya
pihak sekolah yang diwakili oleh kepala melakukan perilaku hidup bersih dan sehat,
sekolah dan guru. Mereka menyatakan bahwa salah satunya adalah cuci tangan pakai sabun.
CTPS merupakan program yang sudah lama Hal ini dapat diketahui dari penuturan
ada dan siswa selalu diberikan penyuluhan informan berikut ini :
tentang cuci tangan itu sendiri.
“Iya sebetulnya kalau CTPS tuh kan
Dalam pelaksanaan program CTPS, masuknya ke PHBS ya Perilaku Hidup Bersih
dinas kesehatan menginstruksikan petugas Sehat. Kalau saya di sini di seksi kesehatan
promkes di puskesmas memberikan keluarga kita masuknya lewat program UKS,
penyuluhan sesuai dengan masalah dan data, Usaha Kesehatan Sekolah di kota Bogor
termasuk tentang diare yang mungkin Insya Allah seluruh sekolah sudah
disebabkan karena perilaku cuci tangan dan melaksanakan. Kalau CTPS sih Insya Allah
sebagainya. Hal ini dapat diketahui dari semua udah melaksanakan...kalau untuk
pernyataan berikut : CTPS sendiri sih semua sekolah sudah
“... CTPS termasuk salah satu melaksanakan melalui program UKS.”
kegiatan yang memang sering temen- temen Menurut informan dari dinas
lakukan untuk penyuluhan di wilayah. kesehatan tersebut, selain pakai sabun juga
Karena kalau kami dinas mungkin kami dengan menggunakan 7 langkah cuci tangan.
melakukan penyuluhannya tidak intensif Menurut informan untuk sekarang di SD
seperti temen- temen di puskesmas. sedang menggarap model sekolah sehat. Jadi
Kemudian CTPS sendiri termasuk salah satu kegiatan CTPS ini terintegrasi dalam KBM
indikator di PHBS sekolah, hampir di semua (Kegiatan Belajar Mengajar), seperti
tatanan PHBS. PHBS rumah tangga ada, misalnya setiap kali mau makan, makan
PHBS tempat kerja ada, PHBS sekolah ada, bersama, bawa bekal bersama, maka
PHBS tempat- tempat umum ada, dan PHBS sebelumnya melakukan kegiatan cuci tangan
untuk di sarana tempat ibadah juga masuk, bersama dulu; setelah makan sikat gigi
jadi semua indikator PHBS itu salah satunya bersama. Untuk kurikulum CTPS sudah
adalah cuci tangan pakai sabun dan air. masuk dalam pelajaran pendidikan jasmani.
Kemudian yang kami lakukan biasanya di Dalam UKS tidak hanya mengetahui tetapi
level kota kami meminta menginstruksikan juga harus mengimplementasikan, harus
temen- temen memberikan penyuluhan sesuai
24
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)

membiasakan perilaku hidup bersih dan sekedar pojokan anak untuk pingsan dan
sehat. sebagainya. Tapi UKS itu trias UKS yang
disampaikan kepada mereka. Jadi biar
Selain itu juga ada kegiatan literasi
mereka minimal berperilaku hidup bersih
yaitu kegiatan membaca bersama murid-
dan sehat di sekolah. Gitu aja programnya
murid sebelum masuk jam pelajaran.
sih, tapi kalau mau lihat di bawah di
Misalnya belajar jam 7, dari jam tujuh kurang
sekretariat programnya lebih lengkap lah. Ini
seperempat anak-anak melakukan literasi.
yang saya tahu...”(TK, Kasie Kesiswaan
Literasi kesehatan diupayakan dilakukan
Dinas Pendidikan)
minimal seminggu sekali dengan tema
beragam. CTPS sendiri masuk ke dalam tema Pada tingkat puskesmas, petugas
yang disampaikan dalam kegiatan literasi menjelaskan bahwa CTPS merupakan Cuci
tersebut sehingga murid-murid dapat Tangan Pakai Sabun dengan air mengalir.
mempelajari tentang manfaat kegiatan Menurut informan program ini sudah
tersebut. berjalan sejak 2010 dan termasuk dalam
indikator PHBS. Informan sebagai petugas
Sebagai mitra dalam kegiatan untuk
puskesmas melakukan penyuluhan ke
kesehatan anak sekolah, tentu tidak terlepas
sekolah- sekolah juga dengan praktik
dari Dinas Pendidikan tingkat Kota Bogor.
langsung cuci tangan, yaitu dengan
Sesuai pernyataan dari informan dinas
mengajarkan 7 langkah cuci tangan.
pendidikan diketahui bahwa Program UKS
Kota Bogor disusun bersama sesuai SKB 4 “...kalau di sekolah iya. Karena di
menteri tentang UKS. Untuk program cuci sekolah itu semenjak saya masuk pun juga
tangan tersebut termasuk dalam kegiatan dari sudah ada pendataan. Makanya sudah ada
Dinas Kesehatan. Berikut pernyataan dari pun program itu sudah ada, sudah berjalan
informan tersebut : di sekolah. Karena memang kita sudah, pas
saya masuk pun memang sudah ada
“... Program UKS kota Bogor kan
pendataan PHBS di sekolah juga. Dan
kita susun bareng-bareng dengan sesuai SKB
memang indikatornya pun ada salah satunya
4 menteri itu, dan itu ada dari kemenag,
adalah cuci tangan pake sabun...”(Y, PJ
dinas kesehatan, kemudian dari kesra sama
Promkes Puskesmas)
dari dinas pendidikan. Semenjak tahun 2017
UKS itu diambil alih oleh kesra, bukan Begitu pula informan kepala
Disdik lagi. Walaupun sekarang puskesmas yang menyatakan bahwa
sekretariatnya oleh dinas pendidikan. Dan puskesmas melakukan penyuluhan selain
program itu berdasarkan DPA masing- advokasi kepada pihak sekolah terutama
masing, terutama dinas kesehatan, dinas untuk sarana dan prasarana untuk kegiatan
pendidikan dengan kesra gitu kan. cuci tangan di sekolah.
Contohnya misalkan ada dokter kecil itu kan
“...Jadi kalau dari program Cuci
punya dinkes, terus tadi program cuci tangan
Tangan Pakai Sabun ini, yang kita garap
pakai sabun, program penjaringan dan
memang untuk anak sekolah dasar di tambah
sebagainya punya dinas kesehatan, kalau
TK untuk CTPS ini untuk anak SD dan TK.
dari kesranya ada lomba sekolah sehat, di
Kita adakan penyuluhan, kita lakukan
kita ada lomba sekolah bersih dan sehat
advokasi ke pihak sekolah untuk membuatkan
seperti itu, lalu tentang sekolah berwawasan
sarana dan prasarana untuk anak-anak bisa
lingkungan, sekolah ramah anak, dari kita
cuci tangan di sekolah pakai sabun terutama
seperti itu, kita kolaborasikan dengan
sehingga kemudian yang kita lakukan
program UKS, karena tidak ada dana khusus
melatih memberikan contoh cara mencuci
buat UKS, makanya kita berkolaborasi
tangan pakai sabun dengan baik dan benar
seperti itu. Jadi, ada pun dana itu sifatnya
begitu...”(Sg, Kepala Sekolah)
hibah, jadi berjalan seperti itu aja dan
Alhamdulillah kan efektif berhasil baik. Jadi Untuk tingkat sekolah, seluruh
kita melalui tangan ke tangan melalui informan menyatakan bahwa CTPS
pengawas SD, pengawas TK, sama-sama merupakan program yang sudah lama ada
terjun ke sekolah-sekolah. Memberikan dan siswa selalu diberikan penyuluhan
pemahaman bahwa UKS itu tidak hanya tentang cuci tangan itu sendiri. Pengenalan
25
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

pentingnya cuci tangan biasanya Perencanaan Terkait Program CTPS


menggunakan lagu 7 langkah cuci tangan,
Sebagai awal dari pelaksanaan suatu
begitu juga dengan program dokter kecil di
kegiatan, tentu akan disusun perencanaan
sekolah. Hal ini dapat diketahui dari salah
sebelumnya. Demikian pula dalam program
satu informasi dari penanggung jawab UKS
CTPS. Pada tingkat dinas kesehatan, CTPS
di sekolah berikut ini :
sendiri bukan termasuk program utama
“... Program CTPS ini sebetulnya dalam kegiatan, namun merupakan bagian
kita sudah lakukan, dan sudah lama banget dari terlaksananya PHBS. Secara umum,
ya, sudah lama banget. Kita sosialisasikan kegiatan CTPS masuk dalam perencanaan
bukan hanya kepada peserta didik tapi juga kegiatan lain dan tidak secara khusus untuk
orang tua. Dimana orang tua, seperti direncanakan berjalan sendiri, baik di
kegiatan ini, olahraga bersama- sama ini ya, puskesmas maupun sekolah. Jadi masuk
kita berikan kesempatan orangtua murid dalam perencanaan kegiatan untuk
pada menyaksikan semua. Jadi peran serta menanamkan kepada anak anak untuk hidup
orang tua murid pun membantu anak dalam bersih dan sehat.
kegiatan tersebut. Bukan hanya Cuci Tangan
Dalam perencanaan kegiatan CTPS,
Pakai Sabun, tetapi juga sikat gigi massal.
Dinas kesehatan dalam hal ini berperan
Itu dilakukan setelah melakukan olahraga.
dalam memfasilitasi pelaksanaan program
Tapi itu tergantung momennya ya,
PHBS. MOU juga tidak ada dalam
tergantung cuaca. Dulu kita masih punya itu
pelaksanaan UKS (salah satu kegiatan UKS
tempat sikat gigi massal. Tapi karena ada
adalah PHBS) di sekolah. Pernyataan ini
perubahan fisik pembangunan sekolah, jadi
menunjukkan bahwa CTPS bukan program
paling sekali waktu gitu yah. Nah kalau
utama namun merupakan kegiatan dalam
program cuci tangan sendiri, kita sudah
PHBS. Begitu pula disampaikan oleh
melaksanakannya dari dulu. Dari mulai
informan yang berasal dari seksi kesehatan
caranya, menyanyikannya. Biasanya habis
keluarga, bahwa CTPS bukan program utama
ini teh saya suka ngasih tau, “ ayo,
tetapi merupakan program pengembangan
bagaimana ada 7 langkah cara cuci tangan,
karena program utama biasanya adalah
siapa yang bisa?”. Kalau dokter kecil sudah
program menurunkan angka kematian ibu,
tahu karena mereka kan sudah paham, sudah
atau angka kematian bayi. Hal ini dapat
menerima materi ketika pelajaran ekskul.
dilihat dari pernyataan informan berikut :
Ekskulnya tuh di hari Selasa. Jadi dia tahu
program kita, yel- yel nya utuk anak dokter “... Nah kalau disebut program
kecil, kemudian dari program cuci tangan itu utama sih gak ya rasanya. Kalau program
kita sudah...”(A, PJ UKS sekolah) utama kan kita biasanya untuk menurunkan
angka kematian ibu, angka kematian bayi
Begitu pula yang disampaikan oleh
gitu ya. Tapi ya itu ya kalau UKS juga kan
salah satu informan kepala sekolah yang
masuknya ke program pengembangan
menyatakan bahwa kebersihan seperti
ya...”(S, informan dinas kesehatan)
mencuci tangan dapat menjadi penumbuhan
karakter dari siswa untuk hidup bersih dan “Sekarang di dalam germas pun
sehat. Berikut pernyataannya : juga kan belum khusus disebutkan CTPS,
tapi di PHBS iya. Kalau di PHBS kan salah
“...Di kami program pembiasaan
satunya cuci tangan pakai sabun. Kalau
hidup bersih dan sehat itu dalam rangka
germas aja sekarang yang instruksi presiden
mereflesikan permendikbud nomor 21 tahun
cuma, kalau di Bogor nih 4 fokusnya. Cek
2010. Bahwa siswa dalam rangka untuk
kesehatan secara berkala, aktivitas fisik,
memotivasi belajar, dalam arti kata
makan buah sayur, sama tidak merokok.
suasananya bersih gitu, maka pembiasaan-
Kalau CTPS masuknya ke PHBS sih ya...”(E,
pembiasaan hidup sehat diantaranya cuci
informan dinas kesehatan)
tangan tadi. Jadi penumbuhan karakter untuk
hidup sehat dan bersih. Itu juga sudah di Menurut wawancara dengan seksi
apa, diprogramkan maing- masing wali Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota
kelas..”(S, kepala sekolah) Bogor, sebenarnya memang tupoksi di
promkes lebih fokus ke penyuluhan untuk
26
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)

mengubah perilaku. menanamkan perilaku, Seimbang disosialisasikan ke guru-guru


serta mengawasi perilaku. CTPS adalah kelas. Guru kelas memberikan penjelasan ke
mengenai perilaku sehingga harus masing-masing kelasnya, agar murid-
meningkatkan kerjasama antar Organisasi muridnya membawa makanan dari rumah
Perangkat Daerah (OPD) juga dengan tiap hari senin dan cuci tangan pakai sabun
sekolah karena semua pihak harus ikut sebelum makan. Dan waktu pembagian
bertanggung jawab. raport, dilakukan sosialisasi kepada orang
tua murid tentang gerakan sebelum makan
Pada tingkat puskesmas, perencanaan
harus cuci tangan terlebih dahulu...”
kegiatan CTPS secara khusus tidak ada tapi
biasanya berhubungan dengan perencanaan
kegiatan PHBS atau lainnya. Termasuk di
Pelaksanaan CTPS
dalamnya untuk melakukan sosialisasi
kepada sekolah. Hal ini dapat diketahui dari Dalam pelaksanaan suatu kegiatan,
pernyataan kepala puskesmas berikut : tentu indikator terhadap keberhasilan suatu
kegiatan sudah harus ditentukan sebelumnya,
“...kalau perencanaan khusus sih
termasuk dalam kegiatan CTPS ini. Pada
enggak, belum. Cuma masuknya ke
tingkat dinas kesehatan dari program
pendataan kita PHBS terus programnya
promkes indikator yang digunakan adalah
kalau ada ke sekolah kita selalu
penyuluhan yang dilaksanakan secara
penyuluhannya itu CTPS di pelatihan dokcil
keseluruhan, tidak dikhususkan untuk
juga yang pentingnya kita ngajar itu yang
penyuluhan tentang CTPS. Menurut
pertama, cuci tangan.” (OK, Kepala
informan yang berasal dari bidang kesehatan
Puskemas)
keluarga yang dapat menjadi indikator adalah
“... Kalau sosialisasi khusus cuci jumlah kasus diare pada anak sekolah. Hal ini
tangan itu kita usahakan menjelang hari cuci dapat dilihat dari data jumlah kesakitan
tangan itu kan ada tanggal berapa itu saya murid sehingga dapat dievaluasi apa
lupa kemarin. Nah nanti kita sosialisasi dulu penyebabnya.
ke gurunya, setelah itu nanti kita serentak
“..kalau indikatornya kan kami
cuci tangan bersama di sekolah kita bagi ada
hanya di penyuluhan ya ibu ya, melihat dari
beberapa nanti. Memang tidak bisa
standar pelayanan minimal itu kan SPM,
mencapai semuanya. Kadang kita, tapi tiap
promkes mempunyai indikator adalah
tahun itu kita ganti- ganti tempatnya itu di
penyuluhan luar gedung itu sejumlah untuk
situ, kalau untuk khusus cuci tangannya, tapi
menentukan angkanya adalah sejumlah
kalau sosialisasi tentang itu sendiri
posyandu yang ada di wilayah. Jadi itu untuk
berbarengan dengan PHBS sekolah, kami
jumlah frekuensi tadi tidak hanya
kan suka mengundang kan kepala sekolah
penyuluhan CTPS ya bu, jadi semua
ataupun guru UKS untuk sosialisasi
penyuluhan. Jadi kalau untuk outputnya
indikator PHBS sekolah itu. dan salah
mungkin akan lebih bagus lagi kalau ibu ke
satunya dari indikator itu kan kita selalu
penyakit menular. Jadi ibu bisa lihat angka
menjelaskan, kita menjabarkan masing-
penyakit diarenya. Jadi kan penyakit diare,
masing salah satunya adalah PHBS itu...”(Y,
kecacingan dan sebagainya. Itu kalau
PJ Promkes Puskesmas)
outcomenya...”(E, Dinas kesehatan)
Secara umum, kegiatan CTPS masuk
Untuk pernyataan dari informan
dalam perencanaan kegiatan lain di sekolah
lainnya dari dinas kesehatan kota dapat
yang dilaksanakan bersamaan, yang pada
dilihat dari kutipan berikut :
intinya menanamkan kepada anak anak untuk
hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat dilihat “...Eeee, indikatornya jumlah anak.
dalam pernyataan guru sekolah yang Kalau kita mau lihat sih dari jumlah anak
merupakan penanggung jawab UKS berikut : yang sakit ya, misalnya diare kalau secara
satu kota sih berarti itu jumlah kejadian
“... Rencana awal dari Program Gizi
angka kasus diare pada anak-anak usia
seimbang ya kalau disini, awalnya ikut
sekolah misalnya gitu. ..”
pelatihan 3 orang, yaitu kepala SD dan 2
orang guru. Kemudian program Gizi
27
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

“...Kalau di sekolah biasanya kita tujuannya. Karena tujuan itu pembiasaan.


melihatnya dari absensi sakit. Makanya Tapi tidak bisa mutlak dikatakan berhasil
kalau di UKS itu, misalnya di, eee, harus karena terpantau di sekolah, tidak tahu di
punya data jumlah angka kesakitan murid rumah.(S, Kepala Sekolah)
misalnya. Jumlah yang sakitnya berapa
Selain pada timbulnya kebiasaan
orang, kemudian penyakitnya apa saja.
untuk mencuci tangan, indikator keberhasilan
Kalau misalnya ternyata oh banyak diare,
adalah berkurangnya anak yang sakit diare.
jangan-jangan apakah karena kebiasaan
Walaupun tidak pernah diukur oleh pihak
CTPS nya atau kebiasaan jajannya. Nanti
sekolah secara khusus, namun bagi pihak
dievaluasi dianalisa, gitu.(SR, Dinas
sekolah hal ini merupakan indikator
Kesehatan)”
keberhasilan. Berikut pernyataan dari salah
Pada informan tingkat puskesmas, seorang kepala sekolah :
indikator keberhasilan pelaksanaan CTPS
“ Berkurangnya anak yang
adalah jika kegiatan ini sudah menjadi
mempunyai penyakit diare. Sakit perut,
rutinitas. Sudah tertanam dalam diri siswa
alhamdulillah. Karena salah satu penyebab
bahwa cuci tangan adalah pembiasaan
penyakit diare atau muntaber itu juga dari
sehingga tidak terkena diare.
itu, pembiasaan anak. Kita kasih tahu, kalau
“...indikatornya ya. Hmm kalau mau cuci tangan itu manfaatnya untuk apa,
berjalan dengan baik karena sudah menjadi diantaranya apa,diare, muntaber dan lain-
rutinitas yang pasti dilakukan sebelum mulai lain.(SU, Kepala Sekolah)
bekerja cuci tangan menurut saya sudah
Pada tingkat sekolah, ketersediaan
termasuk berhasil ya jadi suatu kebiasaan
fasilitas merupakan hal yang penting agar
untuk kebersihan cuci tangan. Kalau di
kegiatan CTPS dapat berjalan dengan baik.
sekolah mereka sudah terbiasa. Jadi pas mau
Pada pelaksanaan penelitian, diketahui
makan, seperti kemarin kita pelatihan dokcil
bahwa keseluruhan sekolah yang diteliti
tuh di SD . sebelum kita memerintahkan ayo
memiliki fasilitas cuci tangan, yaitu tersedia
cuci tangan dulu, mereka udah terbiasa jadi
air dan wastafel. Sedangkan untuk sabun,
pas waktu istirahat, langsung keluar dulu
tidak semua dapat menyediakan secara
pada izin, bu cuci tangan dulu ya. Mereka
kontinu. Tentu saja jika ketersediaan sabun
udah pada tahu, langsung ke wastafel untuk
masih bermasalah akan mempengaruhi tujuan
cuci tangan terus kan udah disediakan sabun
akhir dari kegiatan CTPS itu sendiri terutama
kan oleh sekolah. Jadi dengan dikasih
dalam pencegahan penyebaran penyakit. Hal
penyuluhan tentang pentingnya cuci tangan
ini dapat dilihat dari penuturan informan
biar kumannya gak nempel, biar gak sakit
yang berasal dari dinas kesehatan :
diare, mereka udah tertanam jadi ngerti.
Tiap mau makan, tiap mau main mereka cuci “Saya belum mastiin ya. Tapi kalau
tanga sendiri. Jadi secara kasat mata... (Y, untuk pelaksanaannya sih, implementasinya
PJ Promkes Puskesmas) sih saya rasa sudah. Kalau misalnya kita cek
ke sekolah pun mereka, kita haruskan mereka
Indikator keberhasilan kegiatan
punya tempat cuci tangan ya, tempat cuci
CTPS dengan adanya pembiasaan untuk
tangan dengan air yang mengalir dan sabun
melakukannya pada siswa juga disampaikan
gitu. Cuma memang kadang-kadang yang
oleh informan yang merupakan kepala
suka kendala ya, kendalanya untuk CTPS, S
sekolah. Namun hal itu diharapkan tidak
nya itu, Sabunnya. Jadi pada saat kita
hanya dilakukan siswa di sekolah tetapi juga
evaluasi pun ke sekolah, misalnya, ada sih
dikerjakan di rumah.
tempat cuci tangannya ya gitu ya, alir
“Berhasil itu timbulnya kebiasaan mengalirnya ada, air bersihnya ada,
siswa. Jadi ketika siswa udah membiasakan kebiasaannya anak-anak cuci tangan, tapi
diri untuk cuci tangan, baik itu sebelum sabunnya yang habis, gak ada. Alasannya
kegiatan. Bukan hanya sekedar mau makan mungkin kadang-kadang kan, ya soalnya itu
dan minum, tapi mau belajar juga kita mah. sama anak-anak dimainin atau apa lah gitu
Itu anggap lah berhasil, jadi harus seperti ya namanya di sekolah gitu. Tapi kita selalu
itu. jadi kalau anak sudah terbiasa itu ingatkan supaya mereka tetep menyediakan

28
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)

sabun, karena memang cuci tangan harus jadi masalah kalau pemeliharaan mah ya.
pake sabun.” (S, Dinas Kesehatan) Kita kan bisa untuk anggaran rumah tangga
untuk di dapur itu sabun mah untuk
Menurut salah seorang kepala
membersihkan mah udah biasa. Hanya untuk
puskesmas, untuk sarana seperti wastafel
sabun cuci tangannya itu, itu yang jadi
untuk mencuci tangan, hampir semua sekolah
masalah itu.” (A, PJ UKS sekolah)
sudah memiliki. Hal ini didapatkan bukan
hanya dari bantuan pada pembangunan fisik Masalah ketersediaan sabun ini juga
di sekolah, namun juga dengan adanya disinggung oleh seorang kepala sekolah,
bantuan dari pihak swasta. Berikut karena ketika penelitian dilakukan diketahui
pernyataan kepala puskesmas tersebut. bahwa sabun tidak disediakan di tempat cuci
tangan. Tidak mudahnya mencari jalan keluar
“...Hampir 100% sudah lengkap di
untuk masalah ini karena tidak
sekolah-sekolah wilayah wilayah kami insya
diperkenankannya sekolah untuk mengajukan
Allah sudah ada sarana dan prasarana untuk
bantuan kepada pihak lain, termasuk peran
cuci tangan diantaranya wastafel dan
serta orang tua siswa. Berikut pernyataan dari
Alhamdulillah jumlahnyapun ada yang lebih
kepala sekolah yang bersangkutan.
dari 5 bahkan ada yang lebih dari 10
wastafel karena mereka sudah kerjasama “Iya betul sedang kosong ibu, jadi
dengan sponsor hampir semua di kita punten aja jadi sekolah itu sedang, dana
sponsori...”. (OK, Kepala Puskesmas) belum turun sampai sekarang gitu. Kita juga
mau ngomong sama orang tua juga kan
Selain wastafel, kebutuhan air juga
masih ada masalah hal- hal yang
bukan menjadi masalah pada sekolah yang
pemungutan- pemungutan itu kan kita nggak
dikunjungi untuk penelitian ini. Namun
boleh?. Kita sekarang sedang meredam bu.
pemenuhan sabun sebagai kelengkapan
Meredam dulu, takutnya ada wartawan yang
kegiatan CTPS ini masih menjadi masalah.
mau mengungkit, “aduh di SD ini ada
Menurut informan dari pihak sekolah, sabun
pungutan- pungutan gitu kan”. Kan sekarang
terlalu cepat habis karena siswa senang
di semua sekolah sama, meredam supaya
menggunakan berkali-kali. Ada pula yang
jangan sampaii terjadi gitu pungutan-
menyebutkan bahwa tidak semua dapat
pungutan sebesar apapun gitu. jadi kita
menyediakan sabun karena anggaran yang
serba hati- hati menyikapinya” (M, Kepala
tidak terlalu besar dalam penyediaanya.
Sekolah)
“...Alhamdulillah dari kelas 1
Namun ada pula informan yang
sampai kelas 6, waktu itu kan wastafel nya
merupakan kepala sekolah menyatakan
hanya beberapa wastafel, sekarang
bahwa untuk kelengkapan sarana kebersihan
diperbanyak, jadi anak- anak sudah terbiasa
termasuk sabun merupakan hal yang dapat
dengan mencuci tangan. Lagipula kebetulan
dicarikan solusi. Solusinya adalah dengan
itu si anak itu, si sabunnya sabunnya suka
menyampaikan kebutuhan kepada komite
dimainkan. Memang sih anak tetep. Kadang-
sekolah. Komite dapat membantu
kadang kalau udah disimpan, satu hari habis,
berdasarkan musyawarah antara orang tua
satu hari habis..”
murid karena hal tersebut diperkenankan
Begitu pula yang disampaikan oleh sesuai peraturan.
salah seorang guru yang menjadi penanggung
“Terkait penyediaan alat dan sarana
jawab kegiatan UKS di sekolah. Masalah
kebersihan juga kita kerjasama dengan
sabun sebagai bagian penting dari
komite. Jadi komite ada komite sekolah, ada
pelaksanaan kegiatan CTPS masih menjadi
komite kelas. Biasanya komite kelas ini
kendala. Mulai dari anggaran untuk pasokan
membantu apa- apa yang dibutuhkan oleh
sabun hingga pemeliharaan fasilitas.
kelasnya itu sendiri. Termasuk penyediaan
“...Nah sabunnya sendiri itu karena sabun, diantaraya itu juga. Ya sabun, ya
kita dulu dari swasta ya dibantu, tapi sudah alat- alat pel dan sebagainya di situ.
tidak. Untuk mengeluarkan anggaran dari Berdasarkan peraturan, bukan tidak
sekolah pun paling hanya untuk alakadarnya diperkenankan. Artinya ketika kebutuhan itu
satu tempat itu aja. Kalau pemeliharaan dirasa ada, orang tua kemudian
Alhamdulillah, kalau pemeliharaan nggak
29
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

musyawarah, ada hasil pertemuan dengan berkembang secara harmonis dan setinggi-
wali kelasnya, membutuhkan ini ini ini yang tingginya menjadi sumber daya manusia
dikeluarkan sekolah umpamanya sekian, yang berkualitas.” (Direktorat Jenderal
kurangnya sekian, ya dibantu. “ (S, Kepala Pendidikan Dasar dan Menengah, 2017).
Sekolah)
Dokumen Core questions and
indicators for monitoring WASH in Schools
in the Sustainable Development Goals yang
PEMBAHASAN
diterbitkan oleh UNICEF dan WHO tahun
Mencuci tangan dengan air dan 2016, mendefinisikan akses pada sanitasi
sabun merupakan langkah kecil untuk sekolah ke dalam empat tingkatan, yaitu,
memiliki hidup sehat. Perilaku sederhana ini tidak tersedia akses, pelayanan terbatas,
bisa melindungi kita dari penyakit seperti pelayanan dasar, dan pelayanan tingkat
diare dan saluran pernapasan. Banyak lanjut. Jenis akses itu sendiri terbagi menjadi
penyakit infeksi dimulai dengan sentuhan tiga, yaitu akses pada sumber air minum
dengan tangan yang terkontaminasi dengan layak dan tersedia sepanjang waktu, akses
organisme. Hal ini dapat terjadi setelah pada fasilitas sanitasi dasar yang layak dan
menggunakan toilet, batuk atau bersin, terpisah, dan akses pada fasilitas cuci tangan
penanganan sampah dan menyentuh dengan sabun dan air mengalir (World Health
permukaan lain yang sudah terkontaminasi Organization, 2016).
(Majorin et al., 2014).
Secara nasional, CTPS merupakan
Sanitasi sekolah juga merupakan bagian dari gerakan PHBS yang kemudian
salah satu prioritas pembangunan yang sesuai diperbaharui dengan Gerakan Masyarakat
dengan Tujuan 4a Sustainable Development Hidup Sehat (Germas) pada tahun 2017.
Goals (SDGs). Tujuan 4a adalah untuk Germas adalah sebuah gerakan yang
pendidikan yang berkualitas yaitu bertujuan untuk memasyarakatkan budaya
“Membangun dan meningkatkan fasilitas hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan
pendidikan yang ramah anak, penyandang dan perilaku masyarakat yang kurang sehat.
cacat, dan gender, serta memberikan Aksi Germas ini juga diikuti dengan
lingkungan belajar yang aman, anti memasyarakatkan perilaku hidup bersih
kekerasan, inklusif, dan efektif bagi semua”. sehat dan dukungan untuk program
Lebih rinci lagi pada tujuan 4a1 dinyatakan infrastruktur dengan basis masyarakat.
“Proporsi sekolah dengan akses ke: (a)
Germas di sekolah dilakukan dengan
listrik, (b) internet untuk tujuan pengajaran,
mewujudkan PHBS di sekolah dengan
(c) komputer untuk tujuan pengajaran, (d)
memberdayakan siswa, guru dan masyarakat
infrastruktur dan materi memadai bagi siswa
lingkungan sekolah. Sebagai bagian dalam
difabel, (e) air minum layak, (f) fasilitas
program tersebut, lingkungan sekolah
sanitasi dasar per jenis kelamin, (g) fasilitas
merupakan sasaran untuk mewujudkan
cuci tangan”. Sejalan dengan tujuan SDGs,
kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
maka sanitasi sekolah terdiri dari akses air,
Sebuah sekolah dapat dikatakan menerapkan
sanitasi, dan fasilitas cuci tangan. Selain itu,
Sanitasi Sekolah yang baik apabila sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
tersebut dapat memenuhi tiga aspek yang
Nomor 24 Tahun 2007, mencantumkan
saling berkaitan satu dengan lainnya, yakni:
syarat ketersediaan jamban untuk siswa dan
1) Sekolah memenuhi ketersediaan sarana
siswi pada setiap jenjang sekolah Perhatian
dan prasarana sanitasi, terutama akses pada
pada kesehatan lingkungan sekolah, termasuk
sarana air bersih yang aman dari pencemaran,
di dalamnya sanitasi sekolah merupakan
sarana sanitasi (jamban) yang berfungsi dan
amanat undang-undang, khususnya UU
terpisah antara siswa laki laki dan
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang
perempuan, serta fasilitas cuci tangan pakai
Kesehatan. Pasal 79 menegaskan bahwa
sabun; 2) Sekolah melaksanakan kegiatan
“Kesehatan Sekolah diselenggarakan untuk
pembiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
meningkatkan kemampuan hidup peserta
(PHBS), seperti kegiatan Cuci Tangan Pakai
didik dalam lingkungan sehat sehingga
Sabun (CTPS) secara rutin dan memastikan
peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan
pelaksanaan Manajemen Kebersihan
30
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)

Menstruasi (MKM) secara konsisten; 3) pengetahuan siswa mengenai cuci tangan


Adanya dukungan manajemen sekolah untuk pakai sabun dengan meningkatkan
mengalokasikan biaya. penyampaian informasi baik melalui
pelajaran ataupun media- media visual yang
Terkait dengan hal tersebut
menarik dan mudah dipahami oleh siswa
dilakukan pengembangan Usaha Kesehatan
(Kartika, Widagdo and Sugihantono, 2016).
Sekolah (UKS). UKS sendiri memiliki 3
pilar,yaitu Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Selain adanya pengetahuan,
Kesehatan dan Pembinaan Lingkungan perencanaan terhadap suatu kegiatan juga
Sekolah Sehat. Program UKS dilaksanakan merupakan hal yang penting agar
oleh Tim Pelaksana UKS yang ada di setiap pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.
sekolah termasuk jenjang Sekolah Dasar. Pada tingkat dinas kesehatan, CTPS sendiri
ternyata bukan termasuk program utama
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
dalam kegiatan, namun merupakan bagian
informan dari Dinas Kesehatan Kota Bogor.
dari terlaksananya PHBS. Dinas kesehatan
CTPS sendiri merupakan kegiatan yang
dalam hal ini berperan dalam memfasilitasi
sosialisasinya sudah lama dilakukan kepada
pelaksanaan program PHBS. MOU antara
semua sekolah di wilayah Kota Bogor. CTPS
dinas kesehatan maupun sekolah juga tidak
disosialisasikan oleh semua puskesmas dan
ada dalam pelaksanaan UKS (salah satu
masuk ke dalam sekolah lewat UKS.UKS
kegiatan UKS adalah PHBS) di sekolah.
sendiri menurut informan yang bertugas di
Begitu pula yang disampaikan oleh informan
dinas pendidikan dijalankan sesuai dengan
yang berasal dari seksi kesehatan keluarga
SKB 4 Menteri (Kementerian Pendidikan dan
dinas kesehatan kota, bahwa CTPS bukan
Kebudayaan, 2017)
program utama tetapi merupakan program
Dalam sekolah, CTPS sudah masuk pengembangan karena program utama
dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) biasanya adalah program menurunkan angka
terutama pelajaran pendidikan jasmani kematian ibu, atau angka kematian bayi.
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). Hal ini
Pada tingkat puskesmas, perencanaan
juga diterapkan di sekolah sekolah di Kota
kegiatan CTPS secara khusus tidak ada tapi
Bogor. Di Kota Bogor CTPS ini dikenal
biasanya berhubungan dengan perencanaan
dengan nama kegiatan 7 Langkah Cuci
kegiatan PHBS atau lainnya. Termasuk di
Tangan selain itu juga adanya peringatan
dalamnya untuk melakukan sosialisasi
Hari Mencuci Tangan Sedunia yang juga
kepada sekolah. Begitu pula dalam sekolah,
merupakan kegiatan rutin tahunan yang
CTPS bukanlah kegiatan yang khusus
dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Bogor.
direncanakan berlangsung di sekolah.
Sudah lamanya program ini berjalan
Jika melihat dari pernyataan
menyebabkan pemegang kebijakan di tingkat
informan diketahui bahwa kegiatan CTPS
kota dan kepala sekolah mengakui pernah
masih menjadi kegiatan yang tidak
mendengar dan mengetahui adanya dan
direncanakan khusus, dan disisipkan dalam
pentingnya CTPS di sekolah-sekolah. Hal ini
kegiatan yang berhubungan dengan PHBS
merupakan hal yang penting karena
lainnya, atau kegiatan yang berkaitan dengan
pengetahuan yang baik dari pemegang
kesehatan, seperti pelaksanaan pelatihan
kebijakan termasuk guru berdampak baik
dokter kecil di beberapa sekolah yang ada di
terhadap pelaksanaan kebijakan yang
Kota Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa
dikeluarkan. Kenyataan ini dapat dilihat dari
walaupun sudah merupakan kegiatan yang
penelitian yang dilakukan di Kota
berlangsung lama namun CTPS belum
Palangkaraya bahwa dengan pengetahuan
dianggap suatu kebutuhan utama sehingga
yang baik warga sekolah telah menerapkan
perlu dibuat perencanaan yang baik agar
PHBS dalam kehidupan sehari-hari,
tercapai tujuannya. Hal ini yang ternyata juga
lingkungan sekolah yang bersih dan sehat
ditemui dalam penelitian yang dilakukan di
serta meningkatnya prestasi akademik siswa
Semarang (Nurhayu et al., 2018). Dalam
(Nurhalina, Suratno and Marchel, 2017) serta
promosi kesehatan tentu hal ini bukanlah hal
saran dari hasil penelitian di Kota Semarang
yang diinginkan, karena promosi kesehatan
bahwa para guru sebaiknya meningkatkan
dimanapun tempatnya seharusnya dilakukan
31
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

dengan perencanaan sehingga dapat 2016), bahwa studi yang dilakukan di


mengidentifikasi dukungan dan masalah yang beberapa negara menunjukkan bahwa inisasi
ada (Davies Wendy, 2013). Suatu intervensi mencuci tangan dengan sabun berhubungan
dapat menjadikan suatu hal dapat berubah, dengan absensi siswa, misalnya di Denmark
namun tanpa perencanaan dan tujuan dan Spanyol yang memiliki kebiasaan siswa
intervensi tidak dapat berjalan dengan baik. mencuci tangan paling tidak tiga kali sehari
(Nutland and Cragg, 2015) . si sekolah mengurangi absensi siswa karena
penyakit infeksi sebesar 30–37%.
Dalam pelaksanaannya, CTPS
sendiri seharusnya memiliki indikator Jika melihat hasil penelitian dapat
keberhasilan. Jika melihat pernyataan dari diketahui bahwa peluang dalam pelaksanaan
para informan ternyata indikator tersebut CTPS di sekolah dimulai dari sudah tidak
dapat berbeda-beda. Dari dinas kesehatan, asingnya program tersebut pada seluruh
indikator keberhasilan adalah adalah jumlah pihak yang diwawancarai. Bahkan kegiatan
kasus diare pada anak sekolah. Hal ini dapat CTPS dianggap dapat menjadi salah satu
dilihat dari data jumlah kesakitan murid faktor yang mengubah karakter siswa untuk
sehingga dapat dievaluasi apa penyebabnya. memiliki perilaku hidup bersih dan sehat.
Informan yang merupakan kepala sekolah Namun sebagai tantangan adalah masih
juga menyampaikan hal yang sama, ditempatkannya CTPS sebagai program
walaupun tidak pernah melakukan sisipan atau tambahan dalam kegiatan yang
pengukuran secara khusus dan biasanya dilakukan, hal ini menandakan bahwa CTPS
berdasarkan absensi biasa. Cuci tangan belum dianggap sebagai kegiatan yang
menjadi kebiasaan para murid sebelum dan penting atau utama. Hal ini juga yang
sesudah makan, juga kegiatan lain juga mempengaruhi penyediaan kelengkapan
menjadi indikator keberhasilan kegiatan, kegiatan CTPS seperti ketersediaan sabun
namun karena pemantauan itu hanya bisa dan wastafel yang memenuhi syarat sesuai
dilakukan di sekolah sehingga tidak mutlak jumlah siswa, sedangkan untuk air tidak
dapat dikatakan berhasil. ditemui masalah dalam akses dan jumlah
karena bertempat di kota Bogor. Selain itu
Selain kedua indikator di atas,
tantangan yang lain adalah tidak adanya
ketersediaan fasilitas merupakan hal yang
indikator keberhasilan kegiatan CTPS yang
penting agar kegiatan CTPS dapat berjalan
seragam dari semua pihak. Misalnya saja
dengan baik. Pada pelaksanaan penelitian,
masih disebutkan bahwa turunnya angka
diketahui bahwa keseluruhan sekolah yang
diare dianggap sebagai indikator
diteliti memiliki fasilitas cuci tangan, yaitu
keberhasilan, namun sesungguhnya masih
ketersediaan air dan wastafel. Sedangkan
sangat banyak faktor yang mempengaruhi
untuk sabun, tidak semua dapat menyediakan
keberhasilan penurunan diare, dan CTPS
secara kontinu. Kendala yang ditemui untuk
adalah salah satu faktor pendorongnya.
masalah penyediaan sabun ini mulai dari
tidak adanya anggaran untuk pasokan sabun Melihat dari hasil penelitian tersebut
hingga pemeliharaan fasilitas cuci tangan. dapat diketahui bahwa masih banyak
Tidak mudahnya mencari jalan keluar untuk pekerjaan promosi yang diperlukan untuk
masalah ini karena tidak diperkenankannya meningkatkan pelaksanaan CTPS ini di
sekolah untuk mengajukan bantuan kepada negara-negara dengan beban penyakit tinggi
pihak lain, termasuk peran serta orang tua seperti Indonesia. Promosi kesehatan yang
siswa. Tentu saja jika ketersediaan sabun seharusnya tetap dilakukan oleh seluruh
masih bermasalah tentu mempengaruhi pihak yang terkait dengan pelaksanaan
tujuan akhir dari kegiatan CTPS itu sendiri kegiatan sederhana ini sehingga masalah
terutama dalam pencegahan penyebaran seperti pemenuhan kebutuhan dasar seperti
penyakit. tersedianya sabun untuk mencuci tangan,
fasilitas cuci tangan yang memadai, bahkan
Ada bukti bahwa tidak adanya sabun
ketersediaan air yang kontinu bukan menjadi
pada fasilitas cuci tangan di sekolah
masalah dan bukan hanya tanggung jawab
merupakan masalah di banyak negara.
pihak sekolah, juga bukan beban yang harus
Seperti yang sudah dirangkum oleh van
diselesaikan pihak kesehatan. Namun
Maanen dan kawan-kawan (Maanen et al.,
32
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)

kerjasama instansi-instansi pemerintah kebiasaan untuk mencuci tangan dengan


termasuk dengan masyarakat adalah syarat sabun. Dalam penelitian didapatkan hasil
berhasilnya upaya peningkatan perilaku bahwa sebagai peluang adalah SD yang
sanitasi masyarakat di suatu wilayah. menjadi lokasi penelitian tidak memiliki
masalah dalam penyediaan air untuk sarana
Sayangnya, membuat mereka
mencuci tangan dan sudah dikenalnya
bekerjasama tidaklah mudah. Tiap instansi
program ini sejak lama oleh seluruh pihak.
sudah disibukkan dengan tugas pokoknya
Namun sebagai tantangan dalam kegiatan ini
masing-masing. Kerjasama antar instansi
adalah belum dijadikannya prioritas dalam
sebenarnya dapat ditingkatkan asalkan ada
program, dan karena sudah dianggap biasa
komunikasi yang lebih baik di antara mereka.
maka perhatian tidak terlalu diberikan
Pertemuan-pertemuan harus diadakan agar
terhadap kegiatan ini, hal ini menandai belum
mereka dapat saling berbagi informasi dan
maksimalnya promosi kesehatan dilakukan di
bertukar pikiran. Dari situ mereka akan
tingkat pemegang kebijakan. Selain itu
mencoba melakukan sinkronisasi kegiatan-
kebiasaan sehari-hari mencuci tangan dengan
kegiatannya sebelum akhirnya melihat
sabun pada murid sehingga menjadi karakter
peluang kerjasama sesuai dengan Panduan
murid belum menjadi salah satu ukuran
Penyusunan Strategi Sanitasi Sekolah yang
keberhasilan penanaman promosi kesehatan.
dimaksudkan sebagai salah satu upaya
Tantangan lainnya adalah penyediaan sabun
mewujudkan amanat UU No. 36/2009
karena tidak semua SD dapat menyediakan
tentang Kesehatan (Bappenas, Pokja AMPL
dengan beberapa sebab sehingga
and UNICEF, 2017). Banyak contoh yang
mempengaruhi hasil maksimal dalam
dapat dilakukan agar kegiatan sederhana ini
kegiatan mencuci tangan dengan sabun.
namun memiliki dampak besar dapat
Masih adanya masalah tersebut menunjukkan
dijalankan dengan memulai perencanaan
belum maksimalnya kerjasama dari berbagi
disertai dengan produk kebijakan dan
pihak untuk mendukung keberhasilan
regulasi sebagai dasar pemberian prioritas
kegiatan ini.
pada pembiayaan pembangunan. Salah
satunya dapat dilihat dari yang dilakukan
oleh beberapa pihak pada laporan yang
Saran
dituliskan oleh kelompok kerja AMPL (Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan) dalam Pelaksanaan CTPS sebagai dasar
mendorong keberhasilan pelaksanaan kegiatan kesehatan diri dan lingkungan di
program WASH (Water, Sanitation and sekolah, memerlukan dukungan dari berbagai
Hygiene) (Kelompok Kerja AMPL, 2019). pihak. Kerjasama yang baik antara instansi
Dalam laporan tersebut, terlihat inisiasi dari yang terkait perlu lebih ditingkatkan.
pimpinan daerah setelah mendapatkan Penyediaan fasilitas mencuci tangan hingga
advokasi yang baik termasuk dari fasilitator penyediaan sabun seharusnya tidak
sehingga mendorong diadakannya kebijakan dibebankan hanya kepada salah satu pihak,
yang dapat mendorong keberhasilan dan seharusnya juga dilengkapi dengan
pelaksanaan program WASH, di mana CTPS promosi kesehatan yang lebih baik tentang
sendiri merupakan bagian yang penting manfaat kegiatan kepada para siswa dan
dalam program tersebut. seluruh lingkungan sekolah sehingga
terwujud perilaku yang baik dan sehat.

KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMAKASIH


Kesimpulan Ucapan terima kasih kami sampaikan
Sekolah seharusnya merupakan kepada Kepala Badan Litbangkes, Kepala
tempat untuk tumbuh kembangnya anak-anak Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat,
dan remaja yang sehat. Kebanyakan waktu dan ketua PPI Puslitbang Upaya Kesehatan
mereka dihabiskan di sekolah sehingga Masyarakat, yang telah memberikan
perilaku sehat dapat dibimbing sehingga kepercayaan dalam pelaksanaan penelitian
menjadi karakter dalam hidupnya, termasuk sehingga dapat menjadi sumber penulisan
artikel ini.
33
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34

DAFTAR PUSTAKA Majorin, F. et al. (2014) ‘Child Feces Disposal


Practices in Rural Orissa : A Cross Sectional
Bappenas, Pokja AMPL and UNICEF (2017) Panduan Study’, 9(2), pp. 1–7. doi:
Penyusunan Dokumen Perencanaan Strategis 10.1371/journal.pone.0089551.
Sanitasi Sekolah. Edited by A. Mardikanto, Murwanto, B. (2017) ‘Faktor Perilaku Cuci Tangan
P. Sortaria, and R. Hendrawan. Jakarta, Pakai Sabun ( CTPS ) di SMP’, Jurnal
Indonesia: Kelompok Kerja AMPL. Kesehatan, VIII, pp. 269–276. Available at:
Curtis, V. and Cairncross, S. (2003) ‘Effect of washing https://ejurnal.poltekkes-
hands with soap on diarrhoea risk in the tjk.ac.id/index.php/JK/article/download/445/
community: A systematic review’, Lancet 469.
Infectious Diseases, 3(5), pp. 275–281. doi: Nurhalina, Suratno and Marchel, J. (2017) ‘Nurhalina,
10.1016/S1473-3099(03)00606-6. Suratno dan Jarot Marchel : Pembinaan dan
Davies Wendy, M. M. (2013) Health promotion theory. Pendampingan Perilaku Hidup Bersih dan
2nd edn. England: Open University Press. Sehat (PHBS) …’, PengabdianMu, Volume
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 2, pp. 37–46. Available at:
(2017) Peta Jalan Sanitasi Sekolah Dalam http://jurnal.umpalangkaraya.ac.id/ejurnal/pg
Kerangka UKS. Jakarta: Direktorat Jenderal bmu.
Pendidikan Dasar dan Menengah, Nurhayu, M. A. et al. (2018) ‘Pelaksanaan Trias Usaha
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kesehatan Sekolah pada Tingkat Sekolah
Freeman, M. C. et al. (2014) ‘Systematic review: Dasar di Wilayah Kecamatan Tembalang
Hygiene and health: Systematic review of Kota Semarang’, 6, pp. 770–779.
handwashing practices worldwide and update Nutland, W. and Cragg, L. (2015) Health Promotion
of health effects’, Tropical Medicine and Practice. 2nd edn. Edited by W. Nutland and
International Health, 19(8), pp. 906–916. L. Cragg. England: Open University Press.
doi: 10.1111/tmi.12339. Palinkas, L. A. et al. (2016) ‘Purposeful sampling for
Kartika, M., Widagdo, L. and Sugihantono, A. (2016) qualitative data collection and analysis in
‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan mixed method implementation research’,
Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Pada Adm Policy Ment Health, 42(5), pp. 533–544.
Siswa Sekolah Dasar Negeri Sambiroto 01 doi: 10.1007/s10488-013-0528-y.Purposeful.
Kota Semarang’, Jurnal Kesehatan Purwandari, R., Ardiana, A. and Wantiyah (2015)
Masyarakat (e-Journal), 4(5), pp. 339–346. ‘Hubungan antara perilaku mencuci tangan
Kelompok Kerja AMPL (2019) 100% Kerja untuk dengan insiden diare pada anak usia sekolah
Kejar 100% : Kumpulan Kisah WASH di kabupaten jember’, Jurnal Keperawatan,
Program untuk Mendukung Tercapainya 4, pp. 122–130. Available at:
Universal Akses 2019. Edited by Aldy http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperaw
Mardikanto (BAPPENAS), P. S. (Pokja A. atan/article/view/2362.
Nasional), and R. Hendrawan. Jakarta, Susilowati, D. (2017) ‘Kebijakan Penanggulangan
Indonesia: Kelompok Kerja AMPL. Anak Jalanan di Kota Malang’, SENASPRO.
Kementerian Kesehatan RI (2018) Petunjuk teknis UNICEF (2013) Committing to Child Survival : A
pelaksanaan sekolah / madrasah sehat. Promise Renewed Progress Report 2013.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Wolf, J., Hunter, Paul R., et al. (2018) ‘Impact of
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017) Profil drinking water, sanitation and handwashing
Sanitasi Sekolah. Jakarta, Indonesia. with soap on childhood diarrhoeal disease:
Available at: updated meta-analysis and meta-regression’,
http://www.ampl.or.id/pdf/unicef/Profil_Sani Tropical Medicine and International Health,
tasi_Sekolah_Tahun_2017.pdf. 23(5), pp. 508–525. doi: 10.1111/tmi.13051.
Kusumawardani, N. et al. (2015) Penelitian Kualitatif World Health Organization (2013) Ending Preventable
di Bidang Kesehatan, PT Kanisius. PT Child Deaths from Pneumonia and
Kanisius. Diarrhoea by 2025 The integrated Global
Lewis, H. E. et al. (2018) ‘Effect of a school-based Action Plan for Pneumonia and Diarrhoea (
hygiene behavior change campaign on GAPPD ). Geneva: WHO. Available at:
handwashing with soap in Bihar, India: https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/106
Cluster-randomized trial’, American Journal 65/79200/9789241505239_eng.pdf?sequence
of Tropical Medicine and Hygiene, 99(4), pp. =1.
924–933. doi: 10.4269/ajtmh.18-0187. World Health Organization (2016) Core questions and
Lina, H. P. (2016) ‘Perilaku Hidup Bersih dan Sehat indicators for monitoring WASH in Schools
(PHBS) Siswa di 42 Korong Gadang in the Sustainable Development Goals.
Kecamatan Kuranji Padang’, Jurnal Geneva.
Promkes, Vol 4 no 1.
Maanen, P. Van et al. (2016) Prioritizing pupils ’
education , health and well-being. WHO
Regional Office for Europe.

34

You might also like