Professional Documents
Culture Documents
3058
ABSTRACT
Awareness of running Clean and Healthy Behavior (PHBS) in elementary school in general is still lacking.
One part of PHBS is Handwashing with Soap (CTPS) which has an important impact on health. This paper
explores the challenges and opportunities for implementing this program in elementary schools in Bogor
from officers at schools, puskesmas, and health offices in 2018. Data were obtained by in-depth interviews
with informants who was chosen by purposive sampling from the health office, education office, school
principals and teachers from 5 selected schools. The results showed this activity was not yet a priority in
the program, marking that health promotion was not yet maximally carried out at the policy holder level.
Even though the elementary school which was the location of the study did not have a problem in providing
facilities for washing hands, but not all could provide soap to get the maximum effect. This shows that the
cooperation of various parties has not been optimal to support the success of this activity. As a suggestion,
besides requiring support from various parties,it should be complemented by health promotions for
students and the whole school environment so healthy behavior can be achieved.
ABSTRAK
Kesadaran menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah dasar (SD) pada umumnya
masih kurang. Salah satu bagian dari PHBS adalah Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang
memiliki dampak penting untuk kesehatan. Tulisan ini mengangkat tantangan dan peluang pelaksanaan
CTPS pada SD di kota Bogor dari pihak sekolah, puskesmas dan dinas kesehatan pada tahun 2018. Desain
penelitian adalah survey potong lintang dengan pemilihan sampel secara purposive. Data kualitatif
didapatkan dengan wawancara mendalam kepada informan dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, kepala
sekolah dan guru dari 5 sekolah yang terpilih di Kecamatan Bogor Utara. Hasil penelitian menunjukkan
kegiatan ini belum menjadi prioritas dalam program, menandai belum maksimalnya promosi kesehatan
dilakukan di tingkat pemegang kebijakan. Walau secara keseluruhan SD yang menjadi lokasi penelitian
tidak memiliki masalah dalam penyediaan sarana mencuci tangan, namun tidak semua dapat menyediakan
sabun sehingga mempengaruhi hasil maksimal CTPS. Hal tersebut menunjukkan belum maksimalnya
kerjasama berbagai pihak untuk mendukung keberhasilan kegiatan ini. Sebagai saran, CTPS selain
memerlukan dukungan dari berbagai pihak, seharusnya dilengkapi dengan promosi kesehatan kepada para
siswa, dan seluruh lingkungan sekolah sehingga terwujud perilaku yang baik dan sehat.
penyakit menular seperti diare dan antara perilaku cuci tangan dan insiden diare
pneumonia yang penularannya kebanyakan menunjukkan hubungan yang signifikan, dan
karena tangan yang terkontaminasi dengan keberhasilan kegiatan cuci tangan pakai
organisme. sabun bukan hanya ditunjang oleh perilaku
cuci tangan saja, namun juga oleh adanya
Penyakit diare ini menjadi penyebab
sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
utama kematian sekitar 1,7 juta anak di dunia
menjaga keberlangsungan kegiatan cuci
setiap tahunnya (UNICEF, 2013) dan
tangan. (Purwandari, Ardiana and Wantiyah,
berdasarkan data dari WHO dalam Global
2015). Dalam laporan penelitian di Lampung
Health Observatory tahun 2016 diketahui
Selatan diketahui bahwa dalam analisis
bahwa diare masih menjadi penyebab penting
bivariat, variabel yang mempunyai hubungan
kematian sekitar 600.000 balita setiap
bermakna terhadap perilaku CTPS yaitu
bulannya di seluruh dunia (Wolf, Paul R.
nilai-nilai, peran guru dan peran teman-teman
Hunter, et al., 2018) . Di Indonesia sendiri,
sekolah (Murwanto, 2017).
berdasarkan data Riskesdas tahun 2014, diare
merupakan penyebab kematian keempat pada Jika melihat dari profil sanitasi
semua golongan umur (13,2%), sedangkan sekolah Indonesia tahun 2017, persoalan
pada Riskesdas 2017 diketahui bahwa yang terkait dengan kesadaran untuk perilaku
prevalensi diare berdasarkan diagnosis dari CTPS anak sekolah termasuk di antaranya
tenaga kesehatan adalah sebesar 6,8%, adalah tersedianya akses terhadap sarana
sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat adalah serta air yang layak dan cukup untuk
sebesar 7,43 %. Banyak dari kematian ini pelaksanaannya. Jenjang SD menjadi jenjang
dapat dicegah dengan mencuci tangan yang rendah dalam akses terhadap sarana
memakai sabun (World Health Organization, cuci tangan. Sekitar 34,9% SD di Indonesia
2013) tidak memiliki sarana cuci tangan. Papua
menjadi provinsi yang paling banyak sekolah
Sebuah penelitian berjudul Effect of
dasarnya tidak memiliki tempat cuci tangan
Washing Hands With Soap on a Diarrhoea
(68,6%), sedangkan untuk wilayah Jawa
Risk in The Community: A Systematic Review
Barat sebesar 42,28% sekolah dasarnya tidak
meneliti tentang dampak cuci tangan
memiliki sarana cuci tangan. Untuk
terhadap penyakit diare. Terdapat dua
tersedianya air bersih yang layak dan cukup,
kesimpulan dari penelitian tersebut. Pertama
secara nasional pada tingkat SD baru
mencuci tangan dapat mengurangi resiko
mencapai 64,76%, terendah di Kalimantan
diare sekitar 42-47 persen; Kedua
Utara (30.43%), sedangkan Jawa Barat
menyuarakan kebiasaan cuci tangan dapat
sebesar 71,42%. (Kementerian Pendidikan
membantu menyelamatkan kurang lebih
dan Kebudayaan, 2017).
sekitar satu juta jiwa. Studi tersebut
menunjukkan bahwa cuci tangan merupakan Situasi ini tentu sangat
hal yang paling sederhana, tetapi sangat mengkhawatirkan, karena pembiasaan untuk
bermanfaat untuk dilakukan demi melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
mengurangi infeksi penyakit (Curtis and (PHBS) sudah sepatutnya dimulai sejak dini,
Cairncross, 2003). Namun demikian dari dan sekolah yang memiliki sarana yang
hasil penelitian pada tahun 2014, memadai untuk mencuci tangan merupakan
diperkirakan hanya 19% populasi dunia yang tempat yang tepat untuk melakukan hal
mencuci tangan dengan sabun setelah buang tersebut, seperti penelitian yang dilakukan
air besar. (Freeman et al., 2014). Untuk kota Padang (Lina, 2016), kota Malang
Indonesia, berdasarkan data Riskesdas tahun (Susilowati, 2017) dan hal ini juga berlaku di
2017 diketahui bahwa masyarakat yang India dengan adanya kampanye kesehatan di
memiliki perilaku mencuci tangan dengan sekolah pada tahun 2018 (Lewis et al., 2018).
benar baru mencapai 49,8%.
Melihat pentingnya program CTPS
Dari hasil beberapa penelitian di yang terkesan sederhana namun ternyata
sekolah diketahui beberapa faktor yang memiliki dampak yang penting untuk
mempengaruhi pelaksanaan CTPS. Dalam kesehatan, maka tulisan ini mengangkat
penelitian yang dilakukan pada anak sekolah tantangan dan peluang pelaksanaan CTPS
dasar di Jember diketahui bahwa hubungan
22
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)
dari pihak sekolah, puskesmas dan dinas Creswell dalam bukunya yang berjudul
kesehatan. Designing and conducting mixed method
research pada tahun 2011 juga
menyampaikan teknik ini mengidentifikasi
BAHAN DAN CARA dan memilih individu atau kelompok yang
Tulisan ini berdasarkan pada memiliki pengetahuan atau pengalaman dari
penelitian deskriptif dengan tujuan utama yang akan diteliti. (Palinkas et al., 2016).
untuk membuat gambaran tentang suatu Sebagai informan atau narasumber
keadaan secara obyektif dan merupakan dalam pendekatan kualitatif ini terdiri dari
bagian dari Penelitian Gambaran penanggung jawab program CTPS yaitu
Implementasi CTPS pada Siswa Sekolah Bidang Kesehatan Masyarakat dan Promosi
Dasar di Kota Bogor pada tahun 2018. Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Bogor,
Berdasarkan aspek pengumpulan data, penanggung jawab program CTPS di
merupakan penelitian observasional karena Puskesmas Kota Bogor, kepala sekolah, dan
hanya dilakukan melalui pengamatan secara perwakilan satu orang guru dari masing-
langsung maupun tidak langsung tanpa ada masing sekolah yang menjadi tempat
perlakuan atau intervensi. Desain penelitian penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian
adalah survey potong lintang (cross ini adalah sekolah dasar negeri yang sudah
sectional). Data kualitatif didapatkan dengan mengikuti sosialisasi program CTPS,
wawancara mendalam. Dalam tulisan ini sedangkan kriteria eksklusi adalah sekolah
mengangkat tentang hasil dari analisa data dasar negeri adalah yang tidak bersedia
kualitatif yang sudah dilakukan dalam berpartisipasi menjadi tempat penelitian.
penelitian. Analisis data secara kualitatif dilakukan
Untuk mendapatkan deskripsi sesuai dengan referensi, dilakukan secara
pelaksanaan program CTPS dilakukan manual dengan tahapan pembuatan transkrip
multistage random sampling dengan wawancara, penyusunan matrik dan
menentukan satu kecamatan sebagai area penarikan pola dan penyimpulan berdasarkan
penelitian berdasarkan jumlah kejadian diare temuan (Kusumawardani et al., 2015).
tahun 2015 yang tertinggi di Kota Bogor
(Profil Dinas Kesehatan Kota Bogor, 2016).
Etik Penelitian
Kasus diare tertinggi tahun 2015 terdapat di
kecamatan Bogor Utara, sehingga terpilih Penelitian ini menggunakan metode
sebagai area sampel penelitian. Setelah itu wawancara mendalam dan survei kepada
dipilih 5 sekolah dasar sebagai area siswa/siswi sekolah dasar, sehingga
penelitian dari 36 sekolah dasar negeri yang diperlukan pertimbangan etik penelitian.
sudah melaksanakan sosialisasi program cuci Persetujuan etik dimintakan kepada Komisi
tangan pakai sabun. yaitu : SD Negeri Etik Badan Penelitian dan Pengembangan
Kawung Luwuk, SD Negeri Cimahpar 1, SD Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Negeri Bantarjati 5, SD Negeri Sindang Sari, dengan nomor LB.02.01/2/KE.243/2018.
dan SD Negeri Cibuluh 1. Penentuan
responden yang disebut sebagai narasumber
atau informan dilakukan secara purposive HASIL
sampling. Kecukupan informan bukan Dalam penelitian ini dilakukan
didasarkan jumlahnya, namun didasarkan wawancara mendalam yang dilakukan
kecukupan informasi yang bisa didapatkan kepada staf dari Dinas Kesehatan Kota
dari informan. Hal ini sesuai dengan Bogor, Puskesmas Bogor Utara, dan
rangkuman yang dilakukan oleh Palinkas Puskesmas Tegal Gundil, serta kepala
bahwa menurut teori dari Patton pada tahun sekolah dari lima sekolah yang terpilih dalam
2002, teknik pengambilan sampel ini penelitian. Informasi yang dikumpulkan
digunakan secara luas dalam penelitian adalah mengenai pengetahuan informan,
kualitatif untuk mengidentifikasi dan perencanaan yang terkait serta pelaksanaan
mendapatkan informasi yang kaya dari dan hambatan yang ditemui dalam
sumber informasi yang terbatas, selain itu, pelaksanaan Program CTPS. Informasi
23
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34
tentang hal-hal tersebut diperlukan untuk dengan masalahnya. Karena kan yang
mengetahui bagaimana dukungan dari pihak mengetahui data mengenai penyakit dan
terkait dengan pelaksanaan program ini. sebagainya adalah temen- temen di wilayah.
Jadi kami selalu menginformasikan
penyuluhan berdasarkan data. Jadi kalau
Pengetahuan tentang pelaksanaan CTPS memang di situ permasalahannya adalah
Hasil wawancara dengan beberapa misalkan nih tingginya penyakit diare yang
pihak yang terkait menunjukkan bahwa mungkin disebabkan karena perilaku cuci
CTPS bukan sesuatu yang asing bahkan tangan dan sebagainya, ya itu adalah tugas
sudah lama dilakukan. Semua pihak memiliki dari temen- temen untuk memberikan
peran dalam pelaksanaan CTPS, seperti informasi kepada masyarakat...”(SR, Dinas
petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Kesehatan)
Bogor mengetahui bahwa CTPS termasuk Menurut informan dari seksi
dalam program PHBS (Perilaku Hidup kesehatan keluarga, CTPS untuk dapat masuk
Bersih dan Sehat) di sekolah. Sebagai ke sekolah melewati program UKS (Usaha
pelaksana utama dalam program CTPS di Kesehatan Sekolah). Menurut informan,
sekolah adalah petugas promosi kesehatan seluruh sekolah di Kota Bogor sudah
dan masuk melalui program Upaya melaksanakan program CTPS melalui
Kesehatan Sekolah (UKS). Sebagai mitra program UKS. Dalam program UKS
dalam pelaksanaan program ini, dinas terdapat Trias. Salah satu trias tersebut
pendidikan menyatakan mengetahui manfaat adalah pendidikan kesehatan. Dalam
CTPS dan melakukan kolaborasi dengan pendidikan kesehatan itu memberikan
pihak terkait dan hal ini didukung juga oleh pengetahuan kepada anak didik supaya
pihak sekolah yang diwakili oleh kepala melakukan perilaku hidup bersih dan sehat,
sekolah dan guru. Mereka menyatakan bahwa salah satunya adalah cuci tangan pakai sabun.
CTPS merupakan program yang sudah lama Hal ini dapat diketahui dari penuturan
ada dan siswa selalu diberikan penyuluhan informan berikut ini :
tentang cuci tangan itu sendiri.
“Iya sebetulnya kalau CTPS tuh kan
Dalam pelaksanaan program CTPS, masuknya ke PHBS ya Perilaku Hidup Bersih
dinas kesehatan menginstruksikan petugas Sehat. Kalau saya di sini di seksi kesehatan
promkes di puskesmas memberikan keluarga kita masuknya lewat program UKS,
penyuluhan sesuai dengan masalah dan data, Usaha Kesehatan Sekolah di kota Bogor
termasuk tentang diare yang mungkin Insya Allah seluruh sekolah sudah
disebabkan karena perilaku cuci tangan dan melaksanakan. Kalau CTPS sih Insya Allah
sebagainya. Hal ini dapat diketahui dari semua udah melaksanakan...kalau untuk
pernyataan berikut : CTPS sendiri sih semua sekolah sudah
“... CTPS termasuk salah satu melaksanakan melalui program UKS.”
kegiatan yang memang sering temen- temen Menurut informan dari dinas
lakukan untuk penyuluhan di wilayah. kesehatan tersebut, selain pakai sabun juga
Karena kalau kami dinas mungkin kami dengan menggunakan 7 langkah cuci tangan.
melakukan penyuluhannya tidak intensif Menurut informan untuk sekarang di SD
seperti temen- temen di puskesmas. sedang menggarap model sekolah sehat. Jadi
Kemudian CTPS sendiri termasuk salah satu kegiatan CTPS ini terintegrasi dalam KBM
indikator di PHBS sekolah, hampir di semua (Kegiatan Belajar Mengajar), seperti
tatanan PHBS. PHBS rumah tangga ada, misalnya setiap kali mau makan, makan
PHBS tempat kerja ada, PHBS sekolah ada, bersama, bawa bekal bersama, maka
PHBS tempat- tempat umum ada, dan PHBS sebelumnya melakukan kegiatan cuci tangan
untuk di sarana tempat ibadah juga masuk, bersama dulu; setelah makan sikat gigi
jadi semua indikator PHBS itu salah satunya bersama. Untuk kurikulum CTPS sudah
adalah cuci tangan pakai sabun dan air. masuk dalam pelajaran pendidikan jasmani.
Kemudian yang kami lakukan biasanya di Dalam UKS tidak hanya mengetahui tetapi
level kota kami meminta menginstruksikan juga harus mengimplementasikan, harus
temen- temen memberikan penyuluhan sesuai
24
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)
membiasakan perilaku hidup bersih dan sekedar pojokan anak untuk pingsan dan
sehat. sebagainya. Tapi UKS itu trias UKS yang
disampaikan kepada mereka. Jadi biar
Selain itu juga ada kegiatan literasi
mereka minimal berperilaku hidup bersih
yaitu kegiatan membaca bersama murid-
dan sehat di sekolah. Gitu aja programnya
murid sebelum masuk jam pelajaran.
sih, tapi kalau mau lihat di bawah di
Misalnya belajar jam 7, dari jam tujuh kurang
sekretariat programnya lebih lengkap lah. Ini
seperempat anak-anak melakukan literasi.
yang saya tahu...”(TK, Kasie Kesiswaan
Literasi kesehatan diupayakan dilakukan
Dinas Pendidikan)
minimal seminggu sekali dengan tema
beragam. CTPS sendiri masuk ke dalam tema Pada tingkat puskesmas, petugas
yang disampaikan dalam kegiatan literasi menjelaskan bahwa CTPS merupakan Cuci
tersebut sehingga murid-murid dapat Tangan Pakai Sabun dengan air mengalir.
mempelajari tentang manfaat kegiatan Menurut informan program ini sudah
tersebut. berjalan sejak 2010 dan termasuk dalam
indikator PHBS. Informan sebagai petugas
Sebagai mitra dalam kegiatan untuk
puskesmas melakukan penyuluhan ke
kesehatan anak sekolah, tentu tidak terlepas
sekolah- sekolah juga dengan praktik
dari Dinas Pendidikan tingkat Kota Bogor.
langsung cuci tangan, yaitu dengan
Sesuai pernyataan dari informan dinas
mengajarkan 7 langkah cuci tangan.
pendidikan diketahui bahwa Program UKS
Kota Bogor disusun bersama sesuai SKB 4 “...kalau di sekolah iya. Karena di
menteri tentang UKS. Untuk program cuci sekolah itu semenjak saya masuk pun juga
tangan tersebut termasuk dalam kegiatan dari sudah ada pendataan. Makanya sudah ada
Dinas Kesehatan. Berikut pernyataan dari pun program itu sudah ada, sudah berjalan
informan tersebut : di sekolah. Karena memang kita sudah, pas
saya masuk pun memang sudah ada
“... Program UKS kota Bogor kan
pendataan PHBS di sekolah juga. Dan
kita susun bareng-bareng dengan sesuai SKB
memang indikatornya pun ada salah satunya
4 menteri itu, dan itu ada dari kemenag,
adalah cuci tangan pake sabun...”(Y, PJ
dinas kesehatan, kemudian dari kesra sama
Promkes Puskesmas)
dari dinas pendidikan. Semenjak tahun 2017
UKS itu diambil alih oleh kesra, bukan Begitu pula informan kepala
Disdik lagi. Walaupun sekarang puskesmas yang menyatakan bahwa
sekretariatnya oleh dinas pendidikan. Dan puskesmas melakukan penyuluhan selain
program itu berdasarkan DPA masing- advokasi kepada pihak sekolah terutama
masing, terutama dinas kesehatan, dinas untuk sarana dan prasarana untuk kegiatan
pendidikan dengan kesra gitu kan. cuci tangan di sekolah.
Contohnya misalkan ada dokter kecil itu kan
“...Jadi kalau dari program Cuci
punya dinkes, terus tadi program cuci tangan
Tangan Pakai Sabun ini, yang kita garap
pakai sabun, program penjaringan dan
memang untuk anak sekolah dasar di tambah
sebagainya punya dinas kesehatan, kalau
TK untuk CTPS ini untuk anak SD dan TK.
dari kesranya ada lomba sekolah sehat, di
Kita adakan penyuluhan, kita lakukan
kita ada lomba sekolah bersih dan sehat
advokasi ke pihak sekolah untuk membuatkan
seperti itu, lalu tentang sekolah berwawasan
sarana dan prasarana untuk anak-anak bisa
lingkungan, sekolah ramah anak, dari kita
cuci tangan di sekolah pakai sabun terutama
seperti itu, kita kolaborasikan dengan
sehingga kemudian yang kita lakukan
program UKS, karena tidak ada dana khusus
melatih memberikan contoh cara mencuci
buat UKS, makanya kita berkolaborasi
tangan pakai sabun dengan baik dan benar
seperti itu. Jadi, ada pun dana itu sifatnya
begitu...”(Sg, Kepala Sekolah)
hibah, jadi berjalan seperti itu aja dan
Alhamdulillah kan efektif berhasil baik. Jadi Untuk tingkat sekolah, seluruh
kita melalui tangan ke tangan melalui informan menyatakan bahwa CTPS
pengawas SD, pengawas TK, sama-sama merupakan program yang sudah lama ada
terjun ke sekolah-sekolah. Memberikan dan siswa selalu diberikan penyuluhan
pemahaman bahwa UKS itu tidak hanya tentang cuci tangan itu sendiri. Pengenalan
25
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34
28
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)
sabun, karena memang cuci tangan harus jadi masalah kalau pemeliharaan mah ya.
pake sabun.” (S, Dinas Kesehatan) Kita kan bisa untuk anggaran rumah tangga
untuk di dapur itu sabun mah untuk
Menurut salah seorang kepala
membersihkan mah udah biasa. Hanya untuk
puskesmas, untuk sarana seperti wastafel
sabun cuci tangannya itu, itu yang jadi
untuk mencuci tangan, hampir semua sekolah
masalah itu.” (A, PJ UKS sekolah)
sudah memiliki. Hal ini didapatkan bukan
hanya dari bantuan pada pembangunan fisik Masalah ketersediaan sabun ini juga
di sekolah, namun juga dengan adanya disinggung oleh seorang kepala sekolah,
bantuan dari pihak swasta. Berikut karena ketika penelitian dilakukan diketahui
pernyataan kepala puskesmas tersebut. bahwa sabun tidak disediakan di tempat cuci
tangan. Tidak mudahnya mencari jalan keluar
“...Hampir 100% sudah lengkap di
untuk masalah ini karena tidak
sekolah-sekolah wilayah wilayah kami insya
diperkenankannya sekolah untuk mengajukan
Allah sudah ada sarana dan prasarana untuk
bantuan kepada pihak lain, termasuk peran
cuci tangan diantaranya wastafel dan
serta orang tua siswa. Berikut pernyataan dari
Alhamdulillah jumlahnyapun ada yang lebih
kepala sekolah yang bersangkutan.
dari 5 bahkan ada yang lebih dari 10
wastafel karena mereka sudah kerjasama “Iya betul sedang kosong ibu, jadi
dengan sponsor hampir semua di kita punten aja jadi sekolah itu sedang, dana
sponsori...”. (OK, Kepala Puskesmas) belum turun sampai sekarang gitu. Kita juga
mau ngomong sama orang tua juga kan
Selain wastafel, kebutuhan air juga
masih ada masalah hal- hal yang
bukan menjadi masalah pada sekolah yang
pemungutan- pemungutan itu kan kita nggak
dikunjungi untuk penelitian ini. Namun
boleh?. Kita sekarang sedang meredam bu.
pemenuhan sabun sebagai kelengkapan
Meredam dulu, takutnya ada wartawan yang
kegiatan CTPS ini masih menjadi masalah.
mau mengungkit, “aduh di SD ini ada
Menurut informan dari pihak sekolah, sabun
pungutan- pungutan gitu kan”. Kan sekarang
terlalu cepat habis karena siswa senang
di semua sekolah sama, meredam supaya
menggunakan berkali-kali. Ada pula yang
jangan sampaii terjadi gitu pungutan-
menyebutkan bahwa tidak semua dapat
pungutan sebesar apapun gitu. jadi kita
menyediakan sabun karena anggaran yang
serba hati- hati menyikapinya” (M, Kepala
tidak terlalu besar dalam penyediaanya.
Sekolah)
“...Alhamdulillah dari kelas 1
Namun ada pula informan yang
sampai kelas 6, waktu itu kan wastafel nya
merupakan kepala sekolah menyatakan
hanya beberapa wastafel, sekarang
bahwa untuk kelengkapan sarana kebersihan
diperbanyak, jadi anak- anak sudah terbiasa
termasuk sabun merupakan hal yang dapat
dengan mencuci tangan. Lagipula kebetulan
dicarikan solusi. Solusinya adalah dengan
itu si anak itu, si sabunnya sabunnya suka
menyampaikan kebutuhan kepada komite
dimainkan. Memang sih anak tetep. Kadang-
sekolah. Komite dapat membantu
kadang kalau udah disimpan, satu hari habis,
berdasarkan musyawarah antara orang tua
satu hari habis..”
murid karena hal tersebut diperkenankan
Begitu pula yang disampaikan oleh sesuai peraturan.
salah seorang guru yang menjadi penanggung
“Terkait penyediaan alat dan sarana
jawab kegiatan UKS di sekolah. Masalah
kebersihan juga kita kerjasama dengan
sabun sebagai bagian penting dari
komite. Jadi komite ada komite sekolah, ada
pelaksanaan kegiatan CTPS masih menjadi
komite kelas. Biasanya komite kelas ini
kendala. Mulai dari anggaran untuk pasokan
membantu apa- apa yang dibutuhkan oleh
sabun hingga pemeliharaan fasilitas.
kelasnya itu sendiri. Termasuk penyediaan
“...Nah sabunnya sendiri itu karena sabun, diantaraya itu juga. Ya sabun, ya
kita dulu dari swasta ya dibantu, tapi sudah alat- alat pel dan sebagainya di situ.
tidak. Untuk mengeluarkan anggaran dari Berdasarkan peraturan, bukan tidak
sekolah pun paling hanya untuk alakadarnya diperkenankan. Artinya ketika kebutuhan itu
satu tempat itu aja. Kalau pemeliharaan dirasa ada, orang tua kemudian
Alhamdulillah, kalau pemeliharaan nggak
29
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 19 No 1, Juni 2020 : 21 - 34
musyawarah, ada hasil pertemuan dengan berkembang secara harmonis dan setinggi-
wali kelasnya, membutuhkan ini ini ini yang tingginya menjadi sumber daya manusia
dikeluarkan sekolah umpamanya sekian, yang berkualitas.” (Direktorat Jenderal
kurangnya sekian, ya dibantu. “ (S, Kepala Pendidikan Dasar dan Menengah, 2017).
Sekolah)
Dokumen Core questions and
indicators for monitoring WASH in Schools
in the Sustainable Development Goals yang
PEMBAHASAN
diterbitkan oleh UNICEF dan WHO tahun
Mencuci tangan dengan air dan 2016, mendefinisikan akses pada sanitasi
sabun merupakan langkah kecil untuk sekolah ke dalam empat tingkatan, yaitu,
memiliki hidup sehat. Perilaku sederhana ini tidak tersedia akses, pelayanan terbatas,
bisa melindungi kita dari penyakit seperti pelayanan dasar, dan pelayanan tingkat
diare dan saluran pernapasan. Banyak lanjut. Jenis akses itu sendiri terbagi menjadi
penyakit infeksi dimulai dengan sentuhan tiga, yaitu akses pada sumber air minum
dengan tangan yang terkontaminasi dengan layak dan tersedia sepanjang waktu, akses
organisme. Hal ini dapat terjadi setelah pada fasilitas sanitasi dasar yang layak dan
menggunakan toilet, batuk atau bersin, terpisah, dan akses pada fasilitas cuci tangan
penanganan sampah dan menyentuh dengan sabun dan air mengalir (World Health
permukaan lain yang sudah terkontaminasi Organization, 2016).
(Majorin et al., 2014).
Secara nasional, CTPS merupakan
Sanitasi sekolah juga merupakan bagian dari gerakan PHBS yang kemudian
salah satu prioritas pembangunan yang sesuai diperbaharui dengan Gerakan Masyarakat
dengan Tujuan 4a Sustainable Development Hidup Sehat (Germas) pada tahun 2017.
Goals (SDGs). Tujuan 4a adalah untuk Germas adalah sebuah gerakan yang
pendidikan yang berkualitas yaitu bertujuan untuk memasyarakatkan budaya
“Membangun dan meningkatkan fasilitas hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan
pendidikan yang ramah anak, penyandang dan perilaku masyarakat yang kurang sehat.
cacat, dan gender, serta memberikan Aksi Germas ini juga diikuti dengan
lingkungan belajar yang aman, anti memasyarakatkan perilaku hidup bersih
kekerasan, inklusif, dan efektif bagi semua”. sehat dan dukungan untuk program
Lebih rinci lagi pada tujuan 4a1 dinyatakan infrastruktur dengan basis masyarakat.
“Proporsi sekolah dengan akses ke: (a)
Germas di sekolah dilakukan dengan
listrik, (b) internet untuk tujuan pengajaran,
mewujudkan PHBS di sekolah dengan
(c) komputer untuk tujuan pengajaran, (d)
memberdayakan siswa, guru dan masyarakat
infrastruktur dan materi memadai bagi siswa
lingkungan sekolah. Sebagai bagian dalam
difabel, (e) air minum layak, (f) fasilitas
program tersebut, lingkungan sekolah
sanitasi dasar per jenis kelamin, (g) fasilitas
merupakan sasaran untuk mewujudkan
cuci tangan”. Sejalan dengan tujuan SDGs,
kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
maka sanitasi sekolah terdiri dari akses air,
Sebuah sekolah dapat dikatakan menerapkan
sanitasi, dan fasilitas cuci tangan. Selain itu,
Sanitasi Sekolah yang baik apabila sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
tersebut dapat memenuhi tiga aspek yang
Nomor 24 Tahun 2007, mencantumkan
saling berkaitan satu dengan lainnya, yakni:
syarat ketersediaan jamban untuk siswa dan
1) Sekolah memenuhi ketersediaan sarana
siswi pada setiap jenjang sekolah Perhatian
dan prasarana sanitasi, terutama akses pada
pada kesehatan lingkungan sekolah, termasuk
sarana air bersih yang aman dari pencemaran,
di dalamnya sanitasi sekolah merupakan
sarana sanitasi (jamban) yang berfungsi dan
amanat undang-undang, khususnya UU
terpisah antara siswa laki laki dan
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang
perempuan, serta fasilitas cuci tangan pakai
Kesehatan. Pasal 79 menegaskan bahwa
sabun; 2) Sekolah melaksanakan kegiatan
“Kesehatan Sekolah diselenggarakan untuk
pembiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
meningkatkan kemampuan hidup peserta
(PHBS), seperti kegiatan Cuci Tangan Pakai
didik dalam lingkungan sehat sehingga
Sabun (CTPS) secara rutin dan memastikan
peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan
pelaksanaan Manajemen Kebersihan
30
Pelaksanaan cuci tangan...(Kenti F, Totih RS)
34