Professional Documents
Culture Documents
HALREV
Volume 1 Issue 3, December 2015: pp. 430-451. Copyright © 2015
HALREV. Faculty of Law, Hasanuddin University, Makassar, South
Sulawesi, Indonesia. ISSN: 2442-9880 | e-ISSN: 2442-9899.
Open Access at: http://pasca.unhas.ac.id/ojs/index.php/halrev
Hasanuddin Law Review is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License,
which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original
work is properly cited.
Submitted: Nov 11, 2015; Reviewed: Nov 28, 2015; Accepted: Dec 4, 2015
Abstract: This study was submitted to answer two questions: The first, how is the legal
construction on forest land use permit for the coal mining activities and what the legal
issues contained in it; Secondly, how the implementation of legislation on forest land
use permit for coal mining. This research uses a socio-legal approach by basing the
number of respondents and the selected areas. This study concluded that the practice
of leasing forest area for coal mining is removal of the forest area that was authorized
by state. There is unclear legal status of legal liability for borrower forest area that
not able to restore forest area only to give the payment to the state (PNBP) without
reclamation. This practice obscures the meaning of the legal relationship borrowing.
IPPKH implementation for coal mining did not provide protective functions of forest in
East Kalimantan
Keywords: Legal Implications; Leasing; Forest; Coal Mining
430
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
431
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
bangan pada kawasan hutan atau di luar ka- IPPKH, termasuk sisi implementasinya. Per-
wasan hutan.1 masalahan dalam penelitian ini menyangkut
Kegiatan pertambangan batubara ma- dua hal: Pertama, bagaimana kerangka hu-
sih menjadi penyumbang deforestasi teruta- kum mengenai izin pinjam pakai kawasan
ma dengan ditinjau dari jumlah IUP dan PK- hutan untuk kegiatan pertambangan batuba-
P2B saat ini. Di samping sebagai penyum- ra dan apa masalah-masalah hukum yang
bang deforestasi, kegiatan pertambangan ba- terdapat di dalamnya? Kedua, bagaimana
tubara memunculkan berbagai aspek negatif. implementasi peraturan perundangan ten-
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan tang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
batubara berpengaruh terhadap sektor per- pertambangan batubara?
tanian (berkurangnya areal pertanian pan-
gan), penurunan kualitas lingkungan hidup, METODE
terganggunya sistem tata air alamiah (kebu- Penelitian ini menggunakan pendekatan
tuhan konsumsi maupun transportasi), an- socio-legal sebagai konsekuensi penggu-
caman terhadap kualitas hidup masyarakat, naan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
kerusakan fasilitas publik, menghilangkan menggabungkan dan menghubungkan fak-
akses masyarakat pada sumber daya hutan tor-faktor hukum dan non-hukum. Penelitian
dan alam liar,2 termasuk ancaman keberlan- dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Timur
jutan keuangan daerah dalam menyiapkan dengan pertimbangan provinsi ini merupa-
biaya pemulihan lingkungan saat ini dan kan provinsi yang paling banyak mengeluar-
masa yang akan datang. kan izin pertambangan batubara di Indonesia
Kegiatan pertambangan batubara dan terdapat perusahaan-perusahaan multi-
dengan memanfaatkan ‘fasilitas IPPKH’ nasional berdasarkan perjanjian pemerintah
mengancam keberlanjutan fungsi hutan di pusat dengan perusahaan batubara. Peng-
Kaltim. Penggunaan kawasan hutan untuk gunaan data primer diperoleh dengan cara
kegiatan pertambangan melalui mekanisme purposive sampling pada area tertentu dan
IPPKH memunculkan permasalahan pada responden yang terpilih.
tingkat implementasi, terutama kemam-
puan peminjam melakukan reklamasi dan ANALISIS DAN PEMBAHASAN
mengembalikan objek pinjam pakai kawasan Negara harus menjamin hak setiap orang un-
hutan seperti semula. tuk menikmati lingkungan hidup yang baik
Penelitian ini berusaha menggali keje- dan sehat, sekaligus memberikan jaminan
lasan terhadap konstruksi hukum mengenai hukum kepada warga negara untuk meman-
1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang faatkan sumber daya alam secara adil. Per-
Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa kewena-
ngan di bidang kehutanan, pertambangan batubara, lindungan dari negara terhadap warga neg-
dan pengelolaan perairan laut menjadi kewenangan
provinsi. ara di bidang sumber daya alam mencakup
2
Lihat, Eva Wollenberg, dan Godwin Linberg. jaminan setiap orang agar tidak diganggu
(2009). Desentralisasi dan Tata Kelola Hutan,
Politik, dan Ekonomi, Perjuangan untuk Menguasai penghidupannya oleh aktivitas ekonomi pi-
Hutan di Kalimantan, Indonesia. Jakarta: Harapan
Prima, hlm. 94. hak lain.
432
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
433
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
434
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
Kerangka Hukum Izin Pinjam Pakai pakai berada pada bidang hukum perdata
Kawasan Hutan untuk Pertambangan yang terkait dengan perjanjian. Dengan
Batubara menggunakan skema “pinjam pakai”, peme-
Kehadiran industri pertambangan, khusus- gang IPPHK pada dasarnya tidak bertang-
nya batubara di Kalimantan Timur ibarat gung jawab terhadap kawasan hutan yang
mata pedang, di satu sisi mempunyai peran digunakannya, sepanjang penggunaan ka-
penting dalam menggerakan roda perekono- wasan hutan tersebut sesuai dengan maksud
mian, sementara di sisi lain, pertambangan peminjamannya, misalnya untuk kegiatan
juga sarat dengan daya rusak, khususnya survey atau eksplorasi maupun untuk kegi-
terhadap lingkungan hidup. Aktivitas per- atan operasi produksi.
tambangan mengubah bentuk bentang alam, Kekaburan konseptual pada tingkat
merusak dan atau menghilangkan vegetasi, pengaturan IPPKH bermuara pada imple-
menghasilkan limbah tailing, maupun batu- mentasinya. Paktik IPPKH untuk kegiatan
an limbah, serta menguras air tanah dan air pertambangan batubara tidak memungkin-
permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan- kan kawasan hutan untuk kembali pulih
lahan bekas pertambangan akan membentuk pada kondisinya semula. Untuk membenar-
kubangan raksasa dan hamparan tanah ger- kan argumentasi ini, dapat ditelusuri melalui
sang yang bersifat asam. Pada tingkat terten- dinamika pengaturan, status hukum negara
tu, kegiatan pertambangan juga merambah dalam penguasaan hutan.
kawasan hutan dan menyisakan kerusakan
parah pada kawasan hutan yang ditambang. Dinamika Pengaturan IPPKH
Penggunaan kawasan hutan untuk ke- Pengaturan mengenai penggunaan kawasan
giatan pertambangan batubara dimungkin- hutan untuk kegiatan pertambangan batuba-
kan dengan menggunakan Izin Pinjam Pakai ra tidak diatur di dalam Undang-Undang
Kawasan Hutan (IPPKH). Regulasi yang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
mengatur hal ini juga cukup dinamis, pada ketentuan Pokok Kehutanan (UUPK) mau-
rentang Tahun 2004-2013 telah terjadi pe- pun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
rubahan terhadap UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pert-
menjadi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang ambangan. Jejak pengaturan mengenai hal
Kehutanan, 2 (dua) perubahan pada tingkat tersebut dapat ditelusuri dalam Instruksi
Peraturan Pemerintah, dan 7 (tujuh) kali Presiden Nomor 1 Tahun 1976 tentang Pe-
perubahan pada matra Peraturan Menteri doman Tentang Sinkronisasi Pelaksanaan
Kehutanan. Meski demikian, penggunaan Tugas Keagrariaan dengan Bidang Tugas
skema “izin pinjam pakai” mengundang per- Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi,
tanyaan, karena menggabungkan dua konsep dan Pekerjaan Umum. Pada Bagian II angka
hukum yang berbeda. 11 lampiran Inpres tersebut dinyatakan:
Konsep izin berada pada wilayah hu- “Bila pertindihan penetapan/peng-
kum administrasi sementara konsep pinjam gunaan tanah tidak dapat dicegah,
(2010). Guidebook for Evaluating Mining Project maka hak pertambangan harus diuta-
EIAs, 1st Edition, USA: Eugene, pg.52. makan sesuai dengan ketentuan Un-
435
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
436
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
(tiga) fungsi, yaitu konservasi, lindung, dan 3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
produksi. Pertambangan batubara dengan 720/KPTS-II/1998 tentang Perubahan
pola penambangan terbuka tidak dapat men- Pasal 18 Keputusan Menteri Kehutan-
dukung fungsi pokok dari hutan. an Nomor 614/KPTS-II/1994 tentang
Berbagai produk hukum telah diter- Perubahan Keputusan Menteri Kehu-
bitkan oleh pemerintah sebagai pelaksana- tanan Nomor 55/KPTS-II/1994 ten-
an UUK dan perubahannya (UU Nomor 19 tang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Tahun 2004) di antaranya adalah: Pertama, Hutan;
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; 720/KPTS-II/1998 tentang Perubahan
Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Ta- Pasal 18 Keputusan Menteri Kehutan-
hun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan an Nomor 614/KPTS-II/1994 tentang
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehu-
Penggunaan Kawasan Hutan mengakomodir tanan Nomor 55/KPTS-II/1994 ten-
penggunaan kawasan hutan dengan batasan tang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
waktu tertentu serta kelestarian lingkungan Hutan;
di luar kegiatan sektor kehutanan yang salah 5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
satunya kegiatan pertambangan. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggu-
Pada tingkat regulasi yang lebih teknis, naan Kawasan Hutan Lindung untuk
ketentuan mengenai PPKH bagi kegiatan Kegiatan Pertambangan;
pertambangan batubara selalu mengalami 6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
perubahan dari waktu ke waktu berdasarkan P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedo-
kebutuhan pengaturan saat itu sampai seka- man Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
rang. Beberapa ketentuan dimaksud sebagai 7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
berikut: P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubah-
1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor an Peraturan Menteri Kehutanan
55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang
Pinjam Pakai Kawasan Hutan, dalam Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
ketentuan ini peran Gubernur sudah Hutan;
diatur yaitu memberikan rekomendasi 8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
terhadap izin yang dikeluarkan oleh P.43/Menhut-II/2008 tentang Perubah-
bupati/walikota, atau rekomendasi dari an Peraturan Menteri Kehutanan No-
Bupati/Walikota jika izin sektornya mor P.64/Menhut-II/2006 tentang Pe-
diterbitkan oleh Gubernur; doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
614/KPTS-II/1996 tentang Perubahan P.18/Menhut-II/2011 tentang Perubah-
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor an Peraturan Menteri Kehutanan No-
55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman mor P.43/Menhut-II/2006 tentang Pe-
Pinjam Pakai Kawasan Hutan; doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
437
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor saat ini. Demikian juga, tidak seorangpun,
P.38/Menhut-II/20012 tentang Peruba- bahkan negara sebagai institusi kekuasaan
han Peraturan Menteri Kehutanan No- mampu memastikan luasan pemanfaatan
mor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pe- hutan yang dimiliki dan luasan hutan yang
doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; harus dipertahankan selama pendekatannya
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor menempatkan hutan dan lahan hutan sebagai
P.14/Menhut-II/2013 tentang Perubah- komoditas ekonomi.
an Peraturan Menteri Kehutanan No- Dari aspek substansi, perubahan-per-
mor P.38/Menhut-II/2012 tentang Pe- ubahan peraturan mengenai PPKH secara
doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; berkali-kali menunjukan hanya memu-
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor dahkan penggunaan hutan bagi kebutuhan
P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman pembangunan di luar sektor kehutanan,
Pinjam Pakai kawasan Hutan. khususnya pertambangan batubara. Dari
Rangkaian perubahan pengaturan aspek tujuan, pengaturan mengenai IPPKH
mengenai PPKH menunjukkan adanya ke- merupakan instrumen negara dalam meman-
pentingan yang selalu dinamis baik dari sisi faatkan sumber daya alam yang tersedia di
proses, substansi, tujuan, maupun implika- bawah permukaan bumi tetapi penggunaan-
si pengaturan. Ditinjau dari aspek proses, nya cukup terbatas sehingga mekanisme
perubahan tersebut menunjukkan adanya perizinan. Jika dilihat dari sisi instrumen
tingkat intensitas, tertentu terutama sejak ekonomi, IPPKH masih harus diuji dengan
bergulirnya penyerahan berbagai kewena- tujuan-tujuan negara lainnya sehingga tidak
ngan kepada pemerintah daerah Tahun 1999. berimplikasi terhadap perlindungan ling-
Perubahan-perubahan pengaturan seperti ini kungan, akses terhadap sumber daya alam
tidak saja menunjukkan dinamika kebutuh- bagi masyarakat, pengaruhnya terhadap akti-
an dalam penggunaan kawasan hutan, tetapi vitas pertanian masyarakat yang berdekatan
juga berimplikasi terhadap tingkat kepastian dengan kegiatan pertambangan.
keberlanjutan hutan. Sejak Indonesia merdeka, perkemba-
Bagi masyarakat (adat), hal itu berim- ngan pembentukan sistem dan proses legis-
bas pada hilangya akses terhadap hutan, ter- lasi nasional termasuk pengaturan mengenai
masuk kemungkinan timbulnya sengketa an- sumber daya alam masih terus berjalan sesu-
tara masyarakat dengan pemegang IPPKH. ai dengan perkembangan pemikiran dan ke-
Selain itu, rusaknya hutan sebagai konseku- sadaran politik warga negara. Di masa Orde
ensi dari aktivitas pertambangan batubara, Baru, penentuan kebijakan dilakukan sangat
juga akan menyisakan derita berkepanja- terpusat dan berada pada satu tangan. Iklim
ngan bagi masyarakat yang bermukim di sosial politik yang melingkupi pemerintahan
sekitar kawasan hutan. Bagi pemerintah, pe- saat itu telah menghadirkan atmosfer peme-
rubahan-perubahan pengaturan menunjuk- rintahan yang anti kritik. Kondisi ini telah
kan adanya kelemahan dalam perencanaan pula menghadirkan masyarakat yang minim
penggunaan kawasan hutan yang tersedia keterlibatannya dalam proses pengambilan
438
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
kebijakan nasional termasuk proses pemben- maksudkan untuk merespon kebutuhan ke-
tukan peraturan perundang-undangan. kinian, namun tanpa adanya upaya untuk
Berbagai kekeliruan yang terbentuk melihat sejauhmana relasi pembentukan
sebagai warisan masa lalu itu diperparah atau perubahan tersebut dengan peraturan
dengan lemahnya pemahaman terhadap perundang-undangan lain, baik yang bersi-
pentingnya peran proses dan hasil legislasi fat vertikal maupun horizontal. Lebih dari
dalam masa transisi. Ann dan Robert itu, kehadiran kajian akademik diperlukan
Siedman20 mengingatkan bahwa dalam guna menjelaskan logika, alternatif pilihan
proses pembentukan undang-undang (law kebijakan, bahkan alasan yang mendukung
making process) ada enam kategori penting pentingnya pembentukan atau perubahan
yang harus diperhatikan: (1) a bill‟s origins, peraturan perundang-undangan di bidang
(2) the concept paper, (3) prioritization, penggunaan kawasan hutan.
(4) drafting the bill, (5) research, dan (6) Ketiga, adalah perancangan konsepsi
who has access and supplies input into the peraturan perundang-undangan. Secara ide-
drafting process. al, perancangan konsepsi peraturan perun-
Dalam konteks pengaturan IPPKH, dang-undangan dilakukan dengan merujuk
beberapa kategori tersebut dapat dilihat, pada naskah kebijakan yang memiliki san-
antara lain melalui: daran argumentasi yang kuat karena diru-
Pertama, asal-muasal rancangan per- muskan berdasarkan penelitian yang men-
aturan perundang-undangan. Pengaturan dalam, tapi juga memiliki visi yang lebih
teknis mengenai IPPKH pada umumnya jelas dan mudah dipahami dengan alur pikir
berasal dari Kementerian Kehutanan. Ke- yang telah dibangun dalam naskah kebi-
terlibatan kementerian lain ada pada tahap jakannya. Dinamika perubahan pengaturan
proses penyusunan, tetapi keputusan akhir IPPKH mencerminkan keterbatasan visi ten-
tetap berada di Kementerian Kehutanan. tang penggunaan kawasan hutan sehingga
Kedua, tersedia atau tidaknya naskah peng-aturan begitu cepat mengalami peruba-
konsepsi atau naskah kebijakan merupakan han. Perubahan-perubahan yang cepat sering
indikator lainnya untuk melihat keberadaan menunjukan tingkat efisiensi dalam penera-
proses yang diuraikan oleh Ann dan Robert pannya tidak memadai.21
Siedman. Jika melihat dinamika pengaturan Keempat, terkait dengan siapa yang
penggunaan kawasan hutan, sulit untuk memperoleh akses dalam proses peranca-
menemukan adanya kajian akademik yang ngan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemba-
melandasi dibentuknya atau diubahnya Per- hasan perubahan Peraturan Pemerintah mau-
aturan Pemerintah maupun Peraturan Men- pun Peraturan Menteri Kehutanan tentang
teri Kehutanan. Jika merujuk pada alasan penggunaan kawasan hutan bersifat elitis,
pembentukan maupun perubahan lebih di- sehingga kerap menuai respon yang keras
439
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
440
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
reklamasi pada areal bekas tambang. Karak- negatif sektor pertambangan. Penggunaan
ter pelaku bisnis tidak sama dengan karakter kawasan hutan hanya mengutamakan hasil
pengelolaan negara. Fungsi-fungsi negara penilaian terhadap dokumen Analisis Menge-
yang salah satunya melindungi lingkungan nai Dampak Lingkungan sebagai salah satu
hidup (‘tanah tumpah darah’) tidak dititipkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemo-
kepada pelaku usaha yang memiliki tujuan hon IPPKH. Peraturan-peraturan tentang
yang berbeda. Keadaan ini merupakan fakta kewajiban pemegang IPPKH, lebih banyak
sangat umum ditemukan dalam pemanfaatan bersifat finansial dan administratif, sementa-
hutan saat ini. ra perlindungan terhadap masyarakat untuk
Saat keputusan izin diberikan kepada menikmati hasil dari pemanfaatan sumber
pemohon, posisi tanggung jawab negara ter- daya alam tidak menjadi pertimbangan. Area
hadap perlindungan lingkungan hidup ber- kawasan hutan yang digunakan perusahaan
pindah kepada tanggung jawab pemegang pertambangan berdekatan dengan area per-
izin sehingga ada kecenderungan negara tanian masyarakat sehingga berdampak pada
tidak hadir dalam memastikan lingkungan kelanjutan kegiatan pertanian. Peraturan
hidup terjaga dengan baik. Pemegang izin tentang IPPKH tidak mengatur dengan tepat
sebagai entitas bisnis/privat, menjalankan mengenai permasalahan seperti ini sehingga
tugas-tugas publik menjadi tidak jelas oleh menempatkan masyarakat dalam posisi tidak
karena entitas bisnis bukan sebagai penang- mendapatkan akses yang adil terhadap pe-
gung jawab kepentingan publik. Negara manfaatan sumber daya alam.
melalui aparatur yang dimiliki pada level Peraturan tentang IPPKH memicu
pemerintahan nasional maupun daerah tidak pengurangan (reduksi) terhadap nilai sum-
cukup memastikan ketaatan pemenuhan ke- ber daya alam di Kalimantan Timur. Sebagai
wajiban hukum sebagai pemegang IPPKH. perbandingan manfaat dan nilai sesungguh-
Secara fisik, perubahan bentangan nya dari SDA yang hilang, dapat dilihat pada
alam tidak dapat dikembalikan seperti se- Tabel 1.
mula karena terjadinya pengurangan volume Tabel 1. Evaluasi Ekonomi Dampak Ekploitasi SDA
material. Demikian juga secara ekologis, Kalimantan Timur
tragenerational Equtiy) sebagai upaya per- Sumber: Tim Provinsi Kalimantan Timur dalam Pengajuan
Judicial Review terhadap UU Nomor 33 Tahun 2003
lindungan terhadap masyarakat dari dampak tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
441
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
Hal ini menunjukkan jumlah total nilai pembangunan berkelanjutan oleh karena
kerugian tersebut merupakan angka yang masih adanya keputusan memanfaatkan
sangat besar bila dibandingkan dengan to- (‘mengilangkan’) hutan seperti yang dicon-
tal manfaat yang peroleh daerah ini. Seba- tohkan pada praktik IPPKH untuk kegiatan
gai gambaran, APBD Provinsi Kalimantan pertambangan. Banyaknya izin atas nama
Timur dalam beberapa tahun terakhir ini kegiatan ekonomi ditengarai tidak memper-
memiliki jumlah Rp, 11 Trilun (2012), Rp. hitungkan dengan tepat pada nilai sesung-
13 Triliun (2013), dan Rp. 14 Triliun (2014). guhnya dari SDA sehingga deforestasi dan
Pendapatan dalam struktur Anggaran Penda- degradasi lahan terus terjadi melalui berba-
patan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan gai penggunaan di luar sektor kehutanan.
Timur tidak merumuskan struktur biaya re- John Maddox memberikan argumen-
covery lingkungan dan memberikan angga- tasi bahwa pencemaran/kerusakan akan da-
ran paling kecil kepada Badan Lingkungan pat dipecahkan dengan menghitung ongkos-
Hidup yang tugas pokoknya justru menjaga ongkos yang timbul (price) dan merupakan
lingkungan hidup. masalah ekonomi saja. Lebih lanjut diurai-
Dalam konteks Kalimantan Timur, kan, ‘we can reduce pollution if we are pre-
hasil pertambangan batubara tidak dinikmati pared to pay for it’,23 sehingga dipahami,
secara optimal oleh karena sebagian besar seberapa besar kemampuan membayar, baik
diekspor ke China, India, Thailand, dan be- dengan program untuk menciptakan alat
berapa negara lainnya, termasuk memberi- pencegah pencemaran anti-pollution mau-
kan pasokan bahan energi untuk keperluan pun secara tidak langsung dengan memba-
industri di luar Kalimantan Timur, terutama yar kerugian yang disebabkan oleh pence-
Pulau Jawa. Aktivitas pertambangan batu- maran, bahkan, assets lingkungan termasuk
bara di Kalimantan Timur seringkali men- di dalamnya berupa intrinsic value, dapat
dudukan masyarakat, terutama yang tinggal disediakan (digantikan) oleh hasil aktivitas
di sekitar kawasan pertambangan batubara ekonomi.24 Dengan mendasarkan pandangan
sebagai penonton atau bahkan sebagai kor- tersebut, praktik IPPKH tidak menggunakan
ban akibat kerusakan lingkungan. Kerusakan keduanya, yaitu tidak ada pembayaran atas
areal pertanian, kerusakan infrastruktur pub- rusaknya lingkungan dan tidak ada perba-
lik, banjir, munculnya korban jiwa, pence- ikan lingkungan.
maran dan kerusakan lingkungan, konflik Pembayaran PNBP dan provisi SDA se-
pemanfaatan lahan adalah contoh yang bisa bagai kompensasi hilangnya kekayaan SDA
dikemukakan untuk menggambarkan terse- dalam praktik PPHK tidak begitu memberi-
but. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, ter- kan kepastian dalam mengembalikan fungsi
dapat 9 (sembilan) anak meninggal di bekas hutan. PNBP yang langsung diserahkan ke-
area tambang batubara di Kalimantan Timur. pada rekening Menteri Keuangan tidak beru-
Kebijakan untuk mempertahankan 23
Daud Silalahi. (1996) Hukum Lingkungan dalam
fungsi-fungsi ekologi kawasan hutan tidak Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.
Bandung: Alumni, hlm. 12
berbanding lurus dengan prinsip-prinsip 24
Jane Holder and Lee, Maria. (2007). Op.Cit., pg. 36
442
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
bah menjadi biaya recovery sumber daya jam pakai. Menyandarkan pendapatan ne-
alam Kalimantan Timur. Seharusnya PNBP gara dari PNBP IPPHK sama artinya dengan
tersebut merumuskan bagian daerah peng- pembiaran negara terhadap tindakan perusa-
hasil sumber daya alam dalam jumlah yang kan kawasan hutan dan lingkungan dengan
memadai agar daerah mampu menyediakan cara menerapkan pembayaran tertentu de-
biaya perbaikan lingkungan hidup dan mem- ngan kewajiban yang bernama PNBP.
perkecil kesenjangan ekonomi akibat eks- Kewajiban lain bagi pemegang IPP-
ploitasi selama ini (Lihat Tabel 2). KH, adalah melakukan reklamasi rehabilitasi
Objek hukum IPPKH seharusnya Daerah Aliran Sungai (DAS). Namun kendala
tidak terbatas pada jumlah pohon dan luas lain yang muncul adalah keberadaan 116
kawasan hutan yang dipinjam, tetapi perlu perusahaan tambang batubara di sepanjang
mempertimbangkan komponen nilai intrin- DAS, seperti DAS Mahakam (Sungai terlebar
sik kawasan hutan dalam penetapan struktur dan terpanjang di Kalimantan Timur).
tarif. Keberadaan tambang di DAS Mahakam
Ketentuan mengenai Pembayaran Pen- ikut mengaburkan kewajiban pemegang
dapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak IPPKH karena dikuasai oleh perusahaan
digunakan pembiayaan recovery lingkungan. lain. Kegiatan perusahaan pertambangan
Pembayaran PNBP seharusnya sebagai bukti batubara di area DAS seharusnya menjadi
bahwa terdapat tanggung jawab perusahaan kewajiban perusahaan di area tersebut
yang belum dilakukan yaitu pengembalian (locus) bukan menjadi kewajiban pemegang
hutan sebagaimana semula atau belum mela- IPPKH yang jauh dari wilayah oprasional
kukan reklamasi pada area bekas hutan pin- pemegang IPPKH.
Sumber: Lampiran PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berasal dari
Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembagunan di luar Sektor Kehutanan.
443
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
Implementasi Peraturan Izin Pinjam melalui IPPKH dapat dilihat pada Tabel 3.
Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Jumlah yang terdata berdasarkan Tabel
Pertambangan Batubara 3 belum termasuk 194 Perusahaan Pertam-
Pertambangan batubara di Kalimantan Timur bangan batubara yang tidak memiliki IPPKH
berada dalam kawasan hutan dan di luar ka- dalam kawasan hutan produksi, 12 dalam
wasan hutan. Kebutuhan kawasan hutan un- kawasan hutan konservasi, dan 4 dalam ka-
tuk kegiatan pertambangan batubara mulai wasan hutan lindung. Semua area kawasan
teridentifikasi sejak beroperasinya pertam- hutan yang belum memiliki IPPKH tersebut
bangan batubara dalam skala besar (PKP2B) terdapat di Kabupaten Kutai Kertanegara.25
di awal tahun 1990-an. PKP2B yang ha-
dir di masa ini antara lain PT. Fajar Bumi
Sakti, PT. Bukit Baiduri Enterprise, dan PT.
Kitadin. Pada tahun 1990 terdapat PT. Kali-
mantan Timur Prima Coal, PT. Kideco Jaya
Agung, PT. Tanito Harum, PT. Multi Hara-
pan Utama, PT. Berau Coal, dan PT. Kandilo
Coal Mining (BHP).
Pada perkembangan selanjutnya, ke-
butuhan kawasan hutan untuk kegiatan per-
tambangan batubara terus berlangsung sei- Gambar 1. Kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto
ring dengan kewenangan pemerintah daerah Foto: M. Muhdar, (23-04-2012, 08:20 wita).
dalam menerbitkan IUP. Jumlah IUP yang Pengurangan areal kawasan hutan
diterbitkan oleh Pemerintah daerah di Kali- menjadi non-hutan menunjukan adanya
mantan Timur sebanyak
���������������������������
1.443 izin dan PK- pesan bahwa hutan Kalimantan Timur lambat
P2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertam- laun akan habis karena hukum digunakan
bangan Batubara atau izin dari pemerintah untuk mempermudah kegiatan di luar sektor
pusat sebanyak 33 izin. Penambahan jumlah kehutanan. Pengurangan areal hutan melalui
izin pertambangan batubara di Kalimantan penetapan SK Menteri dan persetujuan DPR
Timur mulai meningkat sejak Tahun 2000 RI menunjukan ketidaksesuaian dengan
atau pasca pemberian kewenangan kepada rencana-rencana nasional dan daerah saat ini.
pemerintah daerah. Rencana nasional untuk mengurangi emisi
Kegiatan-kegiatan pertambangan den- sebesar 26% pada tahun 2020 dan rencana
gan mudah ditemukan di area kawasan hutan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
di Kalimantan Timur. Bahkan kegiatan per- menetapkan pendekatan go green (‘Kaltim
tambangan berdekatan dengan kawasan kon- Green’) melalui pengurangan deforestasi
servasi Tahura Bukit Soeharto, sebagaimana dan degradasi lahan menunjukan adanya
yang terlihat pada Gambar 1. Sementara kontradiksi dengan praktik IPPKH.
terkait perusahaan-perusahaan penggunaan 25
Hasil legal audit sistem perizinan di Kalimantan
area hutan untuk pertambangan batubara Timur, Tahun 2014.
444
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
445
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
446
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
Gambar 2. Area Bekas Kawasan Hutan yang digunakan melalui Mekanisme IPPKH
di Kabupaten Kutai Kertanegara. Foto: M.Muhdar, Juli 2012.
hutan pada keadaan seperti sediakala dengan Pemegang IPPKH bahkan terbukti
cara mengambil material tanah dari tempat menghindari kewajiban hukum, yaitu mela-
lain, sama artinya dengan memindahkan kukan reklamasi atau pembayaran keuangan
kerusakan dari satu tempat ke tempat lainnya. kepada negara berupa PNBP. Salah satu mo-
Pengguna kawasan hutan untuk tujuan dus operandi dilakukan dengan cara mengin-
penambangan batubara di Kalimantan Timur tervensi pemerintah untuk melakukan per-
tidak dapat dielakkan karena sumber-sumber ubahan Rencana Tata Ruang Wilayah berupa
kandungan batubara terdapat pada area hu- kawasan hutan menjadi kawasan non-hutan
tan. Luasan hutan (tegakan) yang digunakan (area penggunaan lain). Perubahan dari ka-
akan selalu berubah karena pemberian IP- wasan hutan menjadi non-hutan menyebab-
PKH diberikan secara bertahap. Ini berarti, kan gugurnya kewajiban pemegang IPPKH
luas kawasan hutan yang dimohon untuk membayar kewajiban keuangan kepada
pinjam pakai tidak sama dengan luas hutan negara. Salah satu praktik seperti ini dapat
dalam IUP/PKP2B pada priode tertentu, dilihat dari perubahan kawasan hutan (status
dan bahkan adanya perubahan status hukum IPPKH) menjadi kawasan non hutan di area
kawasan hutan menjadi non hutan di area pertambangan PT. Kaltim Prima Coal (Gam-
IPPKH. bar 3).
447
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
Saat ini, bekas tambang seperti gambar Semangat menggerakan ekonomi me-
di atas, dibuat menjadi area wisata atau telah lalui bahan ekstraksi tambang telah meng-
berubah objek dari area tumbuhan kayu hadirkan berbagai macam kekhawatiran bila
menjadi tempat penampungan air yang diberi tidak mengikuti pola pengelolaan lingku-
nama Telaga Batu Arang.28 Perubahan fungsi ngan yang baik. Praktik penambangan batu-
sebagai area wisata air, penampungan air bara yang tidak baik juga dipahami sama
untuk persediaan kebutuhan air, peternakan, oleh bagian hukum Kementerian ESDM
dan area olahraga akan mengaburkan objek yang mengategorikan para penambang se-
hukum IPPKH dan tidak memiliki basis bagai “penjahat.”30 Dari aspek hukum, pe-
hubungan hukum antara peminjam dan yang nyebutan “penjahat” bukanlah hal yang ke-
meminjamkan kawasan hutan. liru jika yang dimaksudkan adalah mereka
Jika pada kawasan hutan terdapat yang terlibat melakukan perusakan ling-
kandungan batubara secara geologi telah ter- kungan atau pelaku pencemaran. Perusak
bukti dan memiliki nilai ekonomi terdapat yang masuk kategori ini adalah mereka yang
pada kedalam yang tidak dapat direklamasi tidak mampu mengembalikan areal hutan
maka sebaiknya pola penambangan tertutup pada kondisi semula. Perbuatan seperti ini
(under groud mining) seharusnya menjadi mengurangi hak-hak publik saat ini maupun
pilihan cara pertambangan batubara di ka- mereka hak-hak generasi berikutnya.
wasan hutan. Praktik pertambangan men- Pemberian IPPKH tidak diikuti de-
gonversi kawasan hutan menjadi non-hutan ngan pengawasan yang cukup oleh karena
seperti di atas menunjukkan kepentingan mereka jarang hadir memeriksa areal-areal
ekonomi demi devisa dan penghormatan ke- tambang di Kawasan hutan. Badan Ling-
pada investor lebih besar dibandingkan de- kungan Hidup baik pusat maupun daerah
ngan keberlanjutan ekonomi jangka panjang. tidak memiliki agenda berkala memeriksa
Memperhatikan gambaran di atas, kegi-atan pemegang IPPKH. Badan Lingku-
nampak bahwa tata kelola hutan khususnya ngan Hidup Provinsi Kalimantan Timur dan
untuk penggunaan kegiatan pertambangan Kabupaten/Kota hanya datang memeriksa
(IPPKH) memiliki ketidakjelasan, baik dari setahun sekali tetapi tujuannya untuk me-
sisi tujuan maupun implementasinya. Pe- nilai ‘perlombaan pengelolaan lingkungan’
rubahan status hukum kawasan hutan men- (proper lingkungan) yang tidak memasukan
jadi non-hutan merupakan permasalahan variabel kerusakan sebagai dasar penilaian.
sampai saat ini, sehingga mengancam fungsi Dengan demikian, pasca penerbitan IPPKH
kawasan hutan yang seharusnya menjadi pola pengawasannya tidak spesifik lagi dan
kekuatan provinsi Kalimantan Timur.29 terbukti adanya pergeseran tanggung jawab
28
Penggunaan nama dengan memakai kata ‘telaga’
pengelolaan lingkungan diserahkan kepada
sebagai kamuflase oleh karena pengertian telaga
sumber air alamiah yang keluar dari perut bumi, dan SK Menhut 554/Menhut-II/2013 tentang Per-
sementara Telaga Arang versi PT. KPC adalah ma- setujuan Revisi RTWR Kalimantan Timur (Per-
suknya air kedalam bekas galian tambang batubara. ubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan
29
(SK Menhut Nomor 79/Kpts-II/2001 tentang Pe- hutan seluas 395.621 ha, perubahan fungsi kawasan
nunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan) dengan hutan 276.290).
melakukan pengurangan areal hutan menjadi APL 30
Wawancara tanggal 2 Oktober 2013.
448
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
449
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
450
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)
Law Environmental Law Alliance World- ration of Political Ecologi, New York:
wide. (2010). Guidebook for Evalua- Routledge.
ting Mining Project EIAs, 1st Edition, O’Callaghan, Terry. (2009). “Regulation and
USA: Eugene. Governance in the Philippines Mining
M. Muhdar dan Nasir. (2012). “Resolusi Sector”, The Asia Pacific Journal of
Konflik terhadap Sengketa Penguasaan Public Administration, 31(1): 91-144.
Sumber Daya Alam, di Kabupaten Robert Ann Seid man, and Nalin Abeys
Kutai Barat dan Kutai Kartanegara”. Ekere. (2001). Legislative Drafting
Laporan hasil penelitian atas kerjasama for Democratic Social Change: A
Epistema dan Prakarsa Borneo. Manual for Drafters, Boston: Kluwer
M. Muhdar. (2014). Permasalahan Kehutan- Law International.
an di Indonesia dan Kaitannya dengan Samuel Mermin. (1982). Law and the Legal
Perubahan Iklim serta REDD+ (Kes- System, An Introduction, Second Edi-
iapan Kalimantan Timur dalam Pro- tion, Toronto: Little, Brown and Com-
gram Reducing Emissions from De- pany.
forestation and Forest Degradation). Sri Sumantri M. (1992). Bunga Rampai Hu-
Dalam Laurens Bakker dan Yanti Fris- kum Tata Negara. Bandung: Alumni.
tikawati (ed.). Yogyakarta: Penerbit
Pohon Cahaya. Media Massa:
Michael Gene. (2007). Forest Strategy Ma- Kalimantan Timur Post, Edisi Rabu 4 Sep-
nagemant and Sustainable Develop- tember 2013.
ment The Forest Sector. Dordrecht: Kalimantan Timur Post, Edisi Senin 20 Ja-
Spinger. nuari 2014.
Nicholas Low and Brendan Gleeson. (1998). Tribun Kalimantan Timur, Edisi Rabu 6
Justice Society and Nature, An Explo- Nopember 2013.
***
451