You are on page 1of 22

Hasanuddin Law Review Vol.

1 Issue 3, December (2015)

HALREV
Volume 1 Issue 3, December 2015: pp. 430-451. Copyright © 2015
HALREV. Faculty of Law, Hasanuddin University, Makassar, South
Sulawesi, Indonesia. ISSN: 2442-9880 | e-ISSN: 2442-9899.
Open Access at: http://pasca.unhas.ac.id/ojs/index.php/halrev
Hasanuddin Law Review is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License,
which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original
work is properly cited.

Implikasi Hukum Terhadap Praktik Pinjam Pakai


Kawasan Hutan untuk Kegiatan Pertambangan Batubara
Legal Implications of the Practice of Forest Lease for Coal Mining

Muhamad Muhdar1, Mohamad Nasir2, Rosdiana3

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman


1

Jl. Kuaro, Sambaliung, Samarinda, 75119, Kalimantan Timur


Tel./Fax: +62-541-7774145 E-mail: em_muhdar@yahoo.com
Ph.D Candidate at Radboud University
2

Comeniuslaan 4, 6525 HP Nijmegen, Netherlands


Tel./Fax: +31-24-3616161 E-mail: em_nash@yahoo.com
Fakultas Hukum Universitas Balikpapan
3

Jln. Pupuk Raya, Balikpapan, 76114, Kalimantan Timur


Tel./Fax: +62-542-764205 E-mail: em_muhdar@yahoo.com

Submitted: Nov 11, 2015; Reviewed: Nov 28, 2015; Accepted: Dec 4, 2015

Abstract: This study was submitted to answer two questions: The first, how is the legal
construction on forest land use permit for the coal mining activities and what the legal
issues contained in it; Secondly, how the implementation of legislation on forest land
use permit for coal mining. This research uses a socio-legal approach by basing the
number of respondents and the selected areas. This study concluded that the practice
of leasing forest area for coal mining is removal of the forest area that was authorized
by state. There is unclear legal status of legal liability for borrower forest area that
not able to restore forest area only to give the payment to the state (PNBP) without
reclamation. This practice obscures the meaning of the legal relationship borrowing.
IPPKH implementation for coal mining did not provide protective functions of forest in
East Kalimantan
Keywords: Legal Implications; Leasing; Forest; Coal Mining

Abstrak: Penelitian ini disampaikan untuk menjawab dua pertanyaan: Pertama,


bagaimana kerangka hukum mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan
pertambangan batubara dan apa masalah-masalah hukum yang terdapat di dalamnya;
Kedua, bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan mengenai Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan untuk pertambangan batubara. Penelitian ini menggunakan
penggunakan pendekatan socio-legal dengan menggunakan sejumlah narasumber dan
area terpilih. Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik pinjam pakai kawasan hutan
untuk kegiatan pertambangan batubara adalah tindakan menghilangkan hutan yang

430
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

dilegalisasi oleh negara. Terdapat ketidakjelasan status hukum pertanggungjawaban


peminjam yang tidak melakukan pengembalian kawasan hutan, kecuali hanya melakukan
pembayaran kepada negara berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tanpa
reklamasi. Praktik ini juga memunculkan ketidakjelasan makna hubungan hukum
pinjam-meminjam. Implementasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan
pertambangan batubara tidak memberikan fungsi perlindungan hutan di Kalimantan
Timur.
Kata Kunci: Implikasi Hukum; Izin; Hutan; Tambang Batubara

PENDAHULUAN kawasan hutan, baik yang berasal dari Ka-


Tata kelola hutan yang baik diharapkan wasan Budidaya Kehutanan (KBK) mau-
mampu menghadirkan fungsi hutan secara pun Kawasan Budi Daya Non Kehutanan
berkelanjutan. Keberlanjutan fungsi hutan (KBNK). Areal lahan yang dibutuhkan un-
mempersyaratkan adanya pola pemanfaatan tuk kegiatan pertambangan batubara men-
yang memperhitungkan ketersediaan ka- capai 7,2 juta hektar oleh 1.448 izin usaha
wasan hutan, sebaran, maupun kehati-hatian pertambangan yang dikeluarkan oleh peme-
penggunaannya untuk tujuan pembangunan rintah daerah sudah termasuk 33 Perjanjian
di luar sektor kehutanan. Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
Pemanfaatan kawasan hutan di Provin- antara pemerintah pusat dan perusahaan ba-
si Kalimantan Timur (Kaltim) memerlukan tubara dengan total jumlah produksi 204 juta
kehati-hatian oleh karena terus mengalami ton tahun 2011 (sebagai jumlah produksi ter-
penurunan jumlah luasan dari waktu ke tinggi saat ini). Penggunaan kawasan hutan
waktu. Berdasarkan Surat Keputusan Men- di Kaltim dipengaruhi oleh dua hal, yaitu
teri Kehutanan Nomor 79/Kpts-II/2001 aspek regulasi pemanfaatan kawasan hutan
tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan dan pilihan kebijakan pemanfaatan sumber
Perairan adalah 14.651.553 hektar. Luasan daya alam oleh pemerintah daerah.
tersebut terbagi atas kawasan konservasi Dari aspek regulasi, pemanfaatan ka-
2.165.198 hektar, kawasan hutan lindung wasan hutan untuk kegiatan pertambangan
2.751.702 hektar, kawasan hutan produksi batubara relatif tersedia. Pada level peme-
tetap 4.612.965 hektar dan hutan produksi rintah pusat, pemanfaatan kawasan hutan
5.121.688 hektar. Selanjutnya, berdasarkan diberikan oleh Menteri Kehutanan melalui
SK Menhut 554/Menhut-II/2013 tentang fasilitas Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Persetujuan Revisi RTRW Kaltim, luasan- (IPPKH). Pada level pemerintah daerah,
nya mengalami penurunan kembali yaitu Gubernur atau Bupati diberi kewenangan
kawasan hutan menjadi bukan hutan seluas berdasarkan ketentuan perundang-undangan
395.621 hektar dan perubahan fungsi ka- memberikan rekomendasi kepada pemohon
wasan hutan 276.290 hektar. atas pemanfaatan kawasan hutan. Tidak itu
Pertambangan batubara salah satu saja, Gubernur atau Bupati memiliki ke-
sektor kegiatan ekonomi membutuhkan wenangan menerbitkan izin usaha pertam-

431
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

bangan pada kawasan hutan atau di luar ka- IPPKH, termasuk sisi implementasinya. Per-
wasan hutan.1 masalahan dalam penelitian ini menyangkut
Kegiatan pertambangan batubara ma- dua hal: Pertama, bagaimana kerangka hu-
sih menjadi penyumbang deforestasi teruta- kum mengenai izin pinjam pakai kawasan
ma dengan ditinjau dari jumlah IUP dan PK- hutan untuk kegiatan pertambangan batuba-
P2B saat ini. Di samping sebagai penyum- ra dan apa masalah-masalah hukum yang
bang deforestasi, kegiatan pertambangan ba- terdapat di dalamnya? Kedua, bagaimana
tubara memunculkan berbagai aspek negatif. implementasi peraturan perundangan ten-
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan tang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
batubara berpengaruh terhadap sektor per- pertambangan batubara?
tanian (berkurangnya areal pertanian pan-
gan), penurunan kualitas lingkungan hidup, METODE
terganggunya sistem tata air alamiah (kebu- Penelitian ini menggunakan pendekatan
tuhan konsumsi maupun transportasi), an- socio-legal sebagai konsekuensi penggu-
caman terhadap kualitas hidup masyarakat, naan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
kerusakan fasilitas publik, menghilangkan menggabungkan dan menghubungkan fak-
akses masyarakat pada sumber daya hutan tor-faktor hukum dan non-hukum. Penelitian
dan alam liar,2 termasuk ancaman keberlan- dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Timur
jutan keuangan daerah dalam menyiapkan dengan pertimbangan provinsi ini merupa-
biaya pemulihan lingkungan saat ini dan kan provinsi yang paling banyak mengeluar-
masa yang akan datang. kan izin pertambangan batubara di Indonesia
Kegiatan pertambangan batubara dan terdapat perusahaan-perusahaan multi-
dengan memanfaatkan ‘fasilitas IPPKH’ nasional berdasarkan perjanjian pemerintah
mengancam keberlanjutan fungsi hutan di pusat dengan perusahaan batubara. Peng-
Kaltim. Penggunaan kawasan hutan untuk gunaan data primer diperoleh dengan cara
kegiatan pertambangan melalui mekanisme purposive sampling pada area tertentu dan
IPPKH memunculkan permasalahan pada responden yang terpilih.
tingkat implementasi, terutama kemam-
puan peminjam melakukan reklamasi dan ANALISIS DAN PEMBAHASAN
mengembalikan objek pinjam pakai kawasan Negara harus menjamin hak setiap orang un-
hutan seperti semula. tuk menikmati lingkungan hidup yang baik
Penelitian ini berusaha menggali keje- dan sehat, sekaligus memberikan jaminan
lasan terhadap konstruksi hukum mengenai hukum kepada warga negara untuk meman-
1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang faatkan sumber daya alam secara adil. Per-
Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa kewena-
ngan di bidang kehutanan, pertambangan batubara, lindungan dari negara terhadap warga neg-
dan pengelolaan perairan laut menjadi kewenangan
provinsi. ara di bidang sumber daya alam mencakup
2
Lihat, Eva Wollenberg, dan Godwin Linberg. jaminan setiap orang agar tidak diganggu
(2009). Desentralisasi dan Tata Kelola Hutan,
Politik, dan Ekonomi, Perjuangan untuk Menguasai penghidupannya oleh aktivitas ekonomi pi-
Hutan di Kalimantan, Indonesia. Jakarta: Harapan
Prima, hlm. 94. hak lain.

432
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Penggunaan sumber daya alam untuk tambang (geological potential), Political


kegiatan ekonomi yang tidak terkendali, Stability, Mineral law (mineral ownership,
dapat memunculkan ketidakadilan dalam security of tenure, exploration/mining term,
pemanfaatannya, termasuk pada level ter- right to transfer ownership), fiscal regime,
tentu dapat mengakibatkan bencana bagi ke- and others factors (provision related man-
hidupan manusia.3 Pada peristiwa seperti ini, agement control, environmental obligations,
fungsi hukum dihadirkan untuk memberikan obligations to wokers, market, the rigt to use
perlindungan kepada warga negara. mineral right as collateral, confidentiality of
Hukum bagi setiap negara, terutama data, and dispute-settlement mechanism).6
bagi pemegang kekuasaan dalam negara, se- Faktor regulasi merupakan elemen
harusnya menjalankan tugas dan wewenang- penting karena menjadi panduan negara se-
nya dengan mendasarkan pada prinsip nor- bagai pihak yang mengusai Sumber Daya
ma-norma hukum yang berlaku.4 Dalam Alam (SDA) dan pengguna di lain pihak.
kaitan ini, hukum akan berposisi sebagai Bagi investor, kedudukan hukum selalu
protection of the citizen against excessive or menjadi persandingan dengan tingkat keun-
unfair government power, including to pro- tungan yang diharapkan sebelum keputusan
tecting people against excessive or unfair investasi. Faktor regulasi, khususnya kewa-
private power.5 jiban pengelolaan lingkungan (env’l obli-
Pemanfaatan hutan (KBK) bagi kegi- gations) seharusnya menjadi pertimbangan
atan pertambangan batubara cukup mudah utama pemberi izin melalui penilaian secara
bagi calon pengguna kawasan hutan oleh independen.7
karena UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Dalam perspektif pengelolaan sumber
Mineral dan Batubara hanya mempersyarat- daya alam, perlindungan hukum diberikan
kan adanya izin dari Menteri Kehutanan. kepada warga negara dan lingkungan hidup.
Demikian pula kemudahan bagi calon peng- Perlindungan terhadap lingkungan hidup
guna kawasan hutan hanya dipersyarat- dimaksudkan untuk memberikan keseim-
kan adanya rekomendasi Gubernur untuk bangan dalam pemanfaatannya agar tidak
mendapatkan IPPKH. Kemudahan yang di- merugikan para pengguna sumber daya alam
tunjukan oleh regulasi seperti ini merupakan dan pihak lain yang tidak ikut menikmati se-
alasan keputusan investasi di bidang per- cara langsung atas dari nilai ekonomi sum-
tambangan. Koh Naito et al, menyebutkan ber daya alam.
bahwa keputusan investasi di bidang per- Richard Sylvan dan David Bennett
tambangan ditentukan oleh faktor potensi mengemukakan bahwa kelangsungan hidup
manusia tergantung dari kelestarian alam
3
Nicholas Low and Gleeson, Brendan. (1998). 6
Koh Naito and Hajime Myoi. (1998). “Mineral
Justice, Society and Nature, An Exploration of Project in Asean Countries, Geology, Regulation,
Political Ecology. New York: Routledge, pg.133 Fiscal Regime, and the Environment”. Journal
4
Sri Sumantri M. (1992). Bunga Rampai Hukum Recources Policy, 24(2): 87-89.
Tata Negara, Bandung: Alumni, hlm. 47 7
J.K. Kwolek. (1999). “Aspect of Geo-Legal Mitiga-
5
Samuel Mermin. (1982). Law and the Legal System, tion of Environmental Impact from Mining and As-
An Introduction. Second editions, Toronto: Little, sosiated Waste in the UK”. Journal of Geochemical
Brown and Company, pg. 7 Exploration, 327-332, Sussex UK, p.1

433
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

semesta beserta seluruh isinya (prudential Selain sebagai penyumbang defores-


and instrument arguments).8 Mitchell me- tasi, kegiatan pertambangan juga menggang-
nyebutkan bahwa mahluk hidup lain juga gu berbagai aktivitas ekonomi lain, di anta-
tergantung pada lingkungan, dan intervensi ranya kegiatan pertanian (ancaman kelang-
manusia seringkali memberikan konseku- kaan pangan), kerusakan fasilitas publik,13
ensi buruk pada mahluk hidup.9 Kepentingan termasuk ancaman keberlanjutan keuangan
manusia, tidak hanya dibatasi oleh kepen- daerah dalam menyiapkan biaya pemuli-
tingan manusia generasi saat ini, tetapi juga han lingkungan saat ini dan masa yang akan
memerhatikan kepentingan manusia gene- datang setelah kegiatan pertambangan ba-
rasi akan datang atau memertimbangkan tubara berakhir.14 Pertambangan batubara
keadilan antargenerasi (intergenerational juga sebagai pemicu konflik sumber daya
equity). alam,15 dan mempersulit upaya pemerintah
Sumber daya hutan harus dikelola Provinsi Kalimantan Timur dalam memper-
secara berkelanjutan untuk memenuhi ke- siapkan program REDD+.16 Keadaan yang
butuhan sosial, ekonomi, ekologi, budaya demikian bukan hanya sebagai wujud keti-
dan spritual masa kini dan generasi masa dakadilan, tapi juga sebagai tindakan yang
depan.10 Pengelolaan yang berkelanjutan tidak efisien.17 Aspek analisis keuntungan
berarti pengelolaan dan penggunaan hutan secara sosial ekonomi (social-economic cost
dan menjamin keanekaragaman hayati, ka- benefit analysis) dalam hubungannya dengan
pasitas regenerasi, untuk memenuhi ke- biaya-biaya sosial atas kerusakan lingkung-
butuhan masa kini dan masa depan, fungsi an hidup (the social cost of environmen-
ekonomi dan sosial ekologi, di tingkat lokal, tal damage to quality of life) belum menjadi
nasional, dan global, dan tidak merusak pertimbangan keputusan pemberian izin.18
ekosistem lainnya.11 Studi yang dilakukan 13
Kasus terbaru adalah putusnya jalan penghubung
Sanga-Sanga dengan Samarinda atau Kota-kota
oleh Aziz Khan, Agung Budi Gunawan, lain di Kaltim pada Tanggal 5 Nopember 2013 yang
dan Alex Smajgl menunjukkan bahwa ke- disebabkan penggalian batubara oleh PT. Amelia
Energi yang hanya berjarak 10 meter dengan
giatan pertambangan batubara adalah salah badan jalan. Baca: Tribun Kaltim, Edisi Rabu, 6
Nopember 2013.
satu penyumbang utama deforestasi di 14
Meskipun struktur APBD Provinsi Kaltim sebagian
Kalimantan Timur.12 besar berasal dari dana perimbangan dan bagi hasil
SDA, tetapi tidak terdapat struktur pembiayaan
untuk recovery lingkungan. Anggaran bagi Badan
8
Richard Sylvan dan David Bennett dalam Sonny Lingkungan Hidup Daerah merupakan biaya
Keraf, A. (2005). Etika Lingkungan, Jakarta: terkecil di antara SKPD yang ada saat ini.
Penerbit Buku Kompas, hlm. 43 15
M. Muhdar dan Nasir. (2012). Resolusi Konflik
9
Bruce Mitchell, B. Setiwan, Dwita Hadi Rahmi. terhadap Sengketa Penguasaan Sumber Daya Alam,
(2007). Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, di Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara.
Cetakan ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada Univer- Laporan hasil penelitian atas kerjasama Epistema
sity Press, hlm.44 dan Prakarsa Borneo, hlm. 38-40
10
Gray and Meynard in Michael Gene. (2007). Forest 16
M. Muhdar. (2014). Permasalahan Kehutanan di
Strategy Managemant and Sustainable Develop- Indonesia dan Kaitannya dengan Perubahan Iklim
ment The Forest Sector. Dordrecht: Spinger, p. 136 serta REDD+, dalam Laurens Bakker dan Yanti
11
Ibid. Fristikawati (ed.). Yogyakarta: Penerbit Pohon
12
Aziz Khan, Agung Budi Gunawan, dan Alex Cahaya, hlm. 139
Smajgl. (2010). “Dampak Kebijakan Kehutan pada 17
Jane Holder and Maria Lee. (2007). Environmental
Deforestasi dan Kemiskinan di Kalimantan Timur: Protection, Law and Policy, 2nd Editions,
Sebuah Analisi Berbasis Gen”, Jurnal Manajemen Cambridge: Cambridge University Press, pg. 36
Hutan Tropika, 16(1): 41-52. 18
Lihat, Environmental Law Alliance Worldwide.

434
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Kerangka Hukum Izin Pinjam Pakai pakai berada pada bidang hukum perdata
Kawasan Hutan untuk Pertambangan yang terkait dengan perjanjian. Dengan
Batubara menggunakan skema “pinjam pakai”, peme-
Kehadiran industri pertambangan, khusus- gang IPPHK pada dasarnya tidak bertang-
nya batubara di Kalimantan Timur ibarat gung jawab terhadap kawasan hutan yang
mata pedang, di satu sisi mempunyai peran digunakannya, sepanjang penggunaan ka-
penting dalam menggerakan roda perekono- wasan hutan tersebut sesuai dengan maksud
mian, sementara di sisi lain, pertambangan peminjamannya, misalnya untuk kegiatan
juga sarat dengan daya rusak, khususnya survey atau eksplorasi maupun untuk kegi-
terhadap lingkungan hidup. Aktivitas per- atan operasi produksi.
tambangan mengubah bentuk bentang alam, Kekaburan konseptual pada tingkat
merusak dan atau menghilangkan vegetasi, pengaturan IPPKH bermuara pada imple-
menghasilkan limbah tailing, maupun batu- mentasinya. Paktik IPPKH untuk kegiatan
an limbah, serta menguras air tanah dan air pertambangan batubara tidak memungkin-
permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan- kan kawasan hutan untuk kembali pulih
lahan bekas pertambangan akan membentuk pada kondisinya semula. Untuk membenar-
kubangan raksasa dan hamparan tanah ger- kan argumentasi ini, dapat ditelusuri melalui
sang yang bersifat asam. Pada tingkat terten- dinamika pengaturan, status hukum negara
tu, kegiatan pertambangan juga merambah dalam penguasaan hutan.
kawasan hutan dan menyisakan kerusakan
parah pada kawasan hutan yang ditambang. Dinamika Pengaturan IPPKH
Penggunaan kawasan hutan untuk ke- Pengaturan mengenai penggunaan kawasan
giatan pertambangan batubara dimungkin- hutan untuk kegiatan pertambangan batuba-
kan dengan menggunakan Izin Pinjam Pakai ra tidak diatur di dalam Undang-Undang
Kawasan Hutan (IPPKH). Regulasi yang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
mengatur hal ini juga cukup dinamis, pada ketentuan Pokok Kehutanan (UUPK) mau-
rentang Tahun 2004-2013 telah terjadi pe- pun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
rubahan terhadap UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pert-
menjadi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang ambangan. Jejak pengaturan mengenai hal
Kehutanan, 2 (dua) perubahan pada tingkat tersebut dapat ditelusuri dalam Instruksi
Peraturan Pemerintah, dan 7 (tujuh) kali Presiden Nomor 1 Tahun 1976 tentang Pe-
perubahan pada matra Peraturan Menteri doman Tentang Sinkronisasi Pelaksanaan
Kehutanan. Meski demikian, penggunaan Tugas Keagrariaan dengan Bidang Tugas
skema “izin pinjam pakai” mengundang per- Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi,
tanyaan, karena menggabungkan dua konsep dan Pekerjaan Umum. Pada Bagian II angka
hukum yang berbeda. 11 lampiran Inpres tersebut dinyatakan:
Konsep izin berada pada wilayah hu- “Bila pertindihan penetapan/peng-
kum administrasi sementara konsep pinjam gunaan tanah tidak dapat dicegah,
(2010). Guidebook for Evaluating Mining Project maka hak pertambangan harus diuta-
EIAs, 1st Edition, USA: Eugene, pg.52. makan sesuai dengan ketentuan Un-

435
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

dang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. secara optimal, serta dijaga kelestariannya


Selanjutnya dikemukakan bahwa pem- untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
berian Kuasa Pertambangan dan Izin
baik generasi saat ini maupun generasi men-
Pertambangan Daerah tersebut di
atas, tidak meliputi areal tanah yang datang. Sementara itu, UU Nomor 19 Tahun
telah ditetapkan sebagai Suaka alam 2004 mendasarkan tujuan pengaturannya
dan hutan wisata (Taman wisata dan lebih untuk mengakomodasi kebutuhan ke-
Taman Buru).
giatan pertambangan dalam kawasan hu-
Secara spesifik, pengaturan mengenai
tan agar tidak dituntut sebagai perbuatan
pinjam pakai kawasan hutan untuk pertam-
kriminal. Dari sisi proses, pemerintah me-
bangan batubara diatur dalam Keputusan Di-
mandang kegiatan pertambangan memiliki
rektur Jenderal Kehutanan Nomor 64/kpts/
tingkat urgensi tinggi dan terjadi kekoso-
DJ/I/1978 tentang Pinjam Pakai Kawasan
ngan aturan, sehingga penetapannya diawali
Hutan. Penggunaan kawasan hutan dari
melalui Peraturan Pemerintah Pengganti
waktu ke waktu mengalami dinamika mulai
Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun
dari jenis kegiatan yang dilakukan, semula
2004 dan disahkan menjadi UU Nomor 19
difokuskan pada kegiatan pertambangan
Tahun 2004.
hingga kemudian kegiatan non pertamba-
Pasal 38 ayat (1) UUK menyebutkan
ngan; bentuk izin yang diterbitkan; pejabat
bahwa penggunaan kawasan hutan untuk
yang memiliki kewenangan menerbitkan
kepentingan pembangunan di luar kegiatan
perizinan/perjanjian; kawasan yang diperke-
kehutanan hanya dapat dilakukan dalam ka-
nankan untuk pembangunan di luar kegiatan
wasan hutan produksi dan kawasan hutan
kehutanan.
lindung. Penjelasan ayat ini menyebutkan
Penggunaan kawasan hutan untuk
bahwa kepentingan pembangunan di luar
kegiatan pertambangan telah berlangsung
kehutanan yang dapat dilaksanakan di dalam
sejak lama sampai diterbitkan UU Nomor
kawasan hutan lindung dan hutan produksi
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK)
ditetapkan secara selektif. Selanjutnya, pada
yang mengatur penggunaan kawasan hutan.
ayat (3) menyebutkan bahwa penggunaan
Bahkan, status hukum atas penggunaan ka-
kawasan hutan untuk kepentingan pertam-
wasan hutan untuk pertambangan sebelum
bangan dilakukan melalui pemberian izin
UUK tetap diakui sampai dengan berak-
pinjam pakai oleh Menteri dengan memper-
hirnya izin yang dimiliki oleh penambang.19
timbangkan batasan luas dan jangka waktu
UUK dan perubahannya (UU Nomor 19 Ta-
tertentu serta kelestarian lingkungan. Peng-
hun 2004) memiliki perbedaan yang cukup
gunaan kawasan hutan sebagaimana dimak-
prinsip dalam mendudukan keberadaan hu-
sud pada ayat (1) menunjukkan inkonsis-
tan. Pada UUK, hutan memberikan manfaat
tensi bila dihubungkan dengan ketentuan
serbaguna bagi umat manusia, karenanya
pada ayat (2) yang menyebutkan bahwa
wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan
Penggunaan kawasan hutan dilakukan tan-
19
Pada umumnya ditujukan kepada perjanjian peme- pa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
rintah dengan Perusahaan pertambangan batubara Sebagaimana diketahui, hutan memiliki 3
sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.

436
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

(tiga) fungsi, yaitu konservasi, lindung, dan 3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
produksi. Pertambangan batubara dengan 720/KPTS-II/1998 tentang Perubahan
pola penambangan terbuka tidak dapat men- Pasal 18 Keputusan Menteri Kehutan-
dukung fungsi pokok dari hutan. an Nomor 614/KPTS-II/1994 tentang
Berbagai produk hukum telah diter- Perubahan Keputusan Menteri Kehu-
bitkan oleh pemerintah sebagai pelaksana- tanan Nomor 55/KPTS-II/1994 ten-
an UUK dan perubahannya (UU Nomor 19 tang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Tahun 2004) di antaranya adalah: Pertama, Hutan;
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; 720/KPTS-II/1998 tentang Perubahan
Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Ta- Pasal 18 Keputusan Menteri Kehutan-
hun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan an Nomor 614/KPTS-II/1994 tentang
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehu-
Penggunaan Kawasan Hutan mengakomodir tanan Nomor 55/KPTS-II/1994 ten-
penggunaan kawasan hutan dengan batasan tang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
waktu tertentu serta kelestarian lingkungan Hutan;
di luar kegiatan sektor kehutanan yang salah 5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
satunya kegiatan pertambangan. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggu-
Pada tingkat regulasi yang lebih teknis, naan Kawasan Hutan Lindung untuk
ketentuan mengenai PPKH bagi kegiatan Kegiatan Pertambangan;
pertambangan batubara selalu mengalami 6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
perubahan dari waktu ke waktu berdasarkan P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedo-
kebutuhan pengaturan saat itu sampai seka- man Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
rang. Beberapa ketentuan dimaksud sebagai 7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
berikut: P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubah-
1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor an Peraturan Menteri Kehutanan
55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang
Pinjam Pakai Kawasan Hutan, dalam Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
ketentuan ini peran Gubernur sudah Hutan;
diatur yaitu memberikan rekomendasi 8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
terhadap izin yang dikeluarkan oleh P.43/Menhut-II/2008 tentang Perubah-
bupati/walikota, atau rekomendasi dari an Peraturan Menteri Kehutanan No-
Bupati/Walikota jika izin sektornya mor P.64/Menhut-II/2006 tentang Pe-
diterbitkan oleh Gubernur; doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
614/KPTS-II/1996 tentang Perubahan P.18/Menhut-II/2011 tentang Perubah-
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor an Peraturan Menteri Kehutanan No-
55/KPTS-II/1994 tentang Pedoman mor P.43/Menhut-II/2006 tentang Pe-
Pinjam Pakai Kawasan Hutan; doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;

437
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor saat ini. Demikian juga, tidak seorangpun,
P.38/Menhut-II/20012 tentang Peruba- bahkan negara sebagai institusi kekuasaan
han Peraturan Menteri Kehutanan No- mampu memastikan luasan pemanfaatan
mor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pe- hutan yang dimiliki dan luasan hutan yang
doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; harus dipertahankan selama pendekatannya
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor menempatkan hutan dan lahan hutan sebagai
P.14/Menhut-II/2013 tentang Perubah- komoditas ekonomi.
an Peraturan Menteri Kehutanan No- Dari aspek substansi, perubahan-per-
mor P.38/Menhut-II/2012 tentang Pe- ubahan peraturan mengenai PPKH secara
doman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; berkali-kali menunjukan hanya memu-
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor dahkan penggunaan hutan bagi kebutuhan
P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman pembangunan di luar sektor kehutanan,
Pinjam Pakai kawasan Hutan. khususnya pertambangan batubara. Dari
Rangkaian perubahan pengaturan aspek tujuan, pengaturan mengenai IPPKH
mengenai PPKH menunjukkan adanya ke- merupakan instrumen negara dalam meman-
pentingan yang selalu dinamis baik dari sisi faatkan sumber daya alam yang tersedia di
proses, substansi, tujuan, maupun implika- bawah permukaan bumi tetapi penggunaan-
si pengaturan. Ditinjau dari aspek proses, nya cukup terbatas sehingga mekanisme
perubahan tersebut menunjukkan adanya perizinan. Jika dilihat dari sisi instrumen
tingkat intensitas, tertentu terutama sejak ekonomi, IPPKH masih harus diuji dengan
bergulirnya penyerahan berbagai kewena- tujuan-tujuan negara lainnya sehingga tidak
ngan kepada pemerintah daerah Tahun 1999. berimplikasi terhadap perlindungan ling-
Perubahan-perubahan pengaturan seperti ini kungan, akses terhadap sumber daya alam
tidak saja menunjukkan dinamika kebutuh- bagi masyarakat, pengaruhnya terhadap akti-
an dalam penggunaan kawasan hutan, tetapi vitas pertanian masyarakat yang berdekatan
juga berimplikasi terhadap tingkat kepastian dengan kegiatan pertambangan.
keberlanjutan hutan. Sejak Indonesia merdeka, perkemba-
Bagi masyarakat (adat), hal itu berim- ngan pembentukan sistem dan proses legis-
bas pada hilangya akses terhadap hutan, ter- lasi nasional termasuk pengaturan mengenai
masuk kemungkinan timbulnya sengketa an- sumber daya alam masih terus berjalan sesu-
tara masyarakat dengan pemegang IPPKH. ai dengan perkembangan pemikiran dan ke-
Selain itu, rusaknya hutan sebagai konseku- sadaran politik warga negara. Di masa Orde
ensi dari aktivitas pertambangan batubara, Baru, penentuan kebijakan dilakukan sangat
juga akan menyisakan derita berkepanja- terpusat dan berada pada satu tangan. Iklim
ngan bagi masyarakat yang bermukim di sosial politik yang melingkupi pemerintahan
sekitar kawasan hutan. Bagi pemerintah, pe- saat itu telah menghadirkan atmosfer peme-
rubahan-perubahan pengaturan menunjuk- rintahan yang anti kritik. Kondisi ini telah
kan adanya kelemahan dalam perencanaan pula menghadirkan masyarakat yang minim
penggunaan kawasan hutan yang tersedia keterlibatannya dalam proses pengambilan

438
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

kebijakan nasional termasuk proses pemben- maksudkan untuk merespon kebutuhan ke-
tukan peraturan perundang-undangan. kinian, namun tanpa adanya upaya untuk
Berbagai kekeliruan yang terbentuk melihat sejauhmana relasi pembentukan
sebagai warisan masa lalu itu diperparah atau perubahan tersebut dengan peraturan
dengan lemahnya pemahaman terhadap perundang-undangan lain, baik yang bersi-
pentingnya peran proses dan hasil legislasi fat vertikal maupun horizontal. Lebih dari
dalam masa transisi. Ann dan Robert itu, kehadiran kajian akademik diperlukan
Siedman20 mengingatkan bahwa dalam guna menjelaskan logika, alternatif pilihan
proses pembentukan undang-undang (law kebijakan, bahkan alasan yang mendukung
making process) ada enam kategori penting pentingnya pembentukan atau perubahan
yang harus diperhatikan: (1) a bill‟s origins, peraturan perundang-undangan di bidang
(2) the concept paper, (3) prioritization, penggunaan kawasan hutan.
(4) drafting the bill, (5) research, dan (6) Ketiga, adalah perancangan konsepsi
who has access and supplies input into the peraturan perundang-undangan. Secara ide-
drafting process. al, perancangan konsepsi peraturan perun-
Dalam konteks pengaturan IPPKH, dang-undangan dilakukan dengan merujuk
beberapa kategori tersebut dapat dilihat, pada naskah kebijakan yang memiliki san-
antara lain melalui: daran argumentasi yang kuat karena diru-
Pertama, asal-muasal rancangan per- muskan berdasarkan penelitian yang men-
aturan perundang-undangan. Pengaturan dalam, tapi juga memiliki visi yang lebih
teknis mengenai IPPKH pada umumnya jelas dan mudah dipahami dengan alur pikir
berasal dari Kementerian Kehutanan. Ke- yang telah dibangun dalam naskah kebi-
terlibatan kementerian lain ada pada tahap jakannya. Dinamika perubahan pengaturan
proses penyusunan, tetapi keputusan akhir IPPKH mencerminkan keterbatasan visi ten-
tetap berada di Kementerian Kehutanan. tang penggunaan kawasan hutan sehingga
Kedua, tersedia atau tidaknya naskah peng-aturan begitu cepat mengalami peruba-
konsepsi atau naskah kebijakan merupakan han. Perubahan-perubahan yang cepat sering
indikator lainnya untuk melihat keberadaan menunjukan tingkat efisiensi dalam penera-
proses yang diuraikan oleh Ann dan Robert pannya tidak memadai.21
Siedman. Jika melihat dinamika pengaturan Keempat, terkait dengan siapa yang
penggunaan kawasan hutan, sulit untuk memperoleh akses dalam proses peranca-
menemukan adanya kajian akademik yang ngan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemba-
melandasi dibentuknya atau diubahnya Per- hasan perubahan Peraturan Pemerintah mau-
aturan Pemerintah maupun Peraturan Men- pun Peraturan Menteri Kehutanan tentang
teri Kehutanan. Jika merujuk pada alasan penggunaan kawasan hutan bersifat elitis,
pembentukan maupun perubahan lebih di- sehingga kerap menuai respon yang keras

Ann Seid man, Robert B. Seidman and Nalin


20 21
Lihat juga, Baldwin and Cave dalam Terry
Abeys ekere. (2001). Legislative Drafting for O’Callaghan. (2009). “Regulation and Governance
Democratic Social Change: A Manual for Draft- in The Philippines Mining Sector”. The Asia Pacific
ers. Boston: Kluwer Law International, pg. 22-24. Journal of Public Administration, 31(1): 91-144.

439
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

dari masyarakat22. Berkaca dari perubahan 1. Terjadi ketidaksamaan kualitas hutan


yang dilakukan, sulit bagi masyarakat untuk pengganti dibandingkan dengan ka-
bisa mengakses informasi terkait substansi wasan hutan yang pernah dipinjamkan
rancangan perubahan Peraturan Menteri Ke- 2. Ketersediaan lahan pengganti cukup
hutanan tentang penggunaan kawasan hutan. terbatas, sebagai konsekuensi distri-
busi fungsi pemanfaatan lahan yang
Status Hukum bagi Negara dalam Pem- tersedia.
berian IPPKH 3. Terjadinya perpindahan tanggung ja-
Kekaburan dan ambiguitas pengaturan me- wab hukum dari negara sebagai pen-
ngenai IPPKH bagi kegiatan pertambangan jaga keselamatan lingkungan kepada
batubara berpengaruh terhadap tata kelola pelaku bisnis.
hutan dan lahan (TKHL). Status objek IP- Mengacu pada ketentuan Pasal 45 ayat
PKH berada dalam penguasaan negara (state (2) UUK menunjukkan bahwa tidak ada pi-
property), sekaligus menempatkan posisi lihan selain melakukan reklamasi pada eks
negara memiliki bertanggung jawab atas pinjam pakai kawasan hutan. Ketentuan ini
melindungi keselamatan lingkungan. Kons- menyatakan, “reklamasi pada kawasan hu-
truksi hukum yang digunakan dalam peng- tan bekas areal pertambangan, wajib dilak-
aturan IPPKH ditempatkan pada dua pihak sanakan oleh pemegang izin pertambangan
yaitu negara sebagai institusi kekuasaan sesuai dengan tahapan kegiatan pertam-
publik melakukan hubungan hukum dengan bangan”. Pilihan-pilihan tanggung jawab
badan hukum privat melalui hubungan hu- bagi pemegang izin untuk melakukan lahan
kum pinjam-meminjam. pengganti termasuk konpensasi berupa pem-
Menggunakan konstruksi hubungan bayaran PNBP bukan mandatory dari UUK.
hukum pinjam-meminjam, menimbulkan ke- Oleh karena itu, peraturan-peraturan seti-
kaburan status pertanggungjawaban hukum ngkat peraturan menteri dan PP mengenai
pada saat peminjam tidak memiliki kemam- PPKH telah mereduksi makna Pasal 45 ayat
puan mengembalikan hutan dalam keadaan (2) UUK.
semula. Memberikan opsi kepada pemin- Berdasarkan uraian di atas, menunjuk-
jam untuk mengembalikan hutan pengganti kan bahwa penggunaan kawasan hutan un-
(menunjuk pada area yang berbeda) akan tuk pertambangan batu bara memiliki makna
memunculkan permasalahan hukum sebagai ‘menghilangkan hutan dengan legalisasi
berikut: negara’ karena penggunaan kawasan hutan
dengan pola IPPKH tidak didasari pada ala-
22
Lihat, misalnya Public Review Terhadap Peraturan san hukum yang memadai. Hubungan hu-
Pemerintah tentang Kawasan Hutan (Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tentang kum antara pemerintah yang langsung ber-
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2010 tentang Perubahan Peruntukan dan hadapan dengan entitas bisnis melahirkan
Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah berbagai risiko dengan alasan kemampuan
Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 pemegang IPPKH dalam memenuhi ke-
tentang Penggunaan Kawasan Hutan) yang diajukan
oleh Koalisi Anti Mafia Hutan (2013) wajibannya, khususnya dalam melakukan

440
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

reklamasi pada areal bekas tambang. Karak- negatif sektor pertambangan. Penggunaan
ter pelaku bisnis tidak sama dengan karakter kawasan hutan hanya mengutamakan hasil
pengelolaan negara. Fungsi-fungsi negara penilaian terhadap dokumen Analisis Menge-
yang salah satunya melindungi lingkungan nai Dampak Lingkungan sebagai salah satu
hidup (‘tanah tumpah darah’) tidak dititipkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemo-
kepada pelaku usaha yang memiliki tujuan hon IPPKH. Peraturan-peraturan tentang
yang berbeda. Keadaan ini merupakan fakta kewajiban pemegang IPPKH, lebih banyak
sangat umum ditemukan dalam pemanfaatan bersifat finansial dan administratif, sementa-
hutan saat ini. ra perlindungan terhadap masyarakat untuk
Saat keputusan izin diberikan kepada menikmati hasil dari pemanfaatan sumber
pemohon, posisi tanggung jawab negara ter- daya alam tidak menjadi pertimbangan. Area
hadap perlindungan lingkungan hidup ber- kawasan hutan yang digunakan perusahaan
pindah kepada tanggung jawab pemegang pertambangan berdekatan dengan area per-
izin sehingga ada kecenderungan negara tanian masyarakat sehingga berdampak pada
tidak hadir dalam memastikan lingkungan kelanjutan kegiatan pertanian. Peraturan
hidup terjaga dengan baik. Pemegang izin tentang IPPKH tidak mengatur dengan tepat
sebagai entitas bisnis/privat, menjalankan mengenai permasalahan seperti ini sehingga
tugas-tugas publik menjadi tidak jelas oleh menempatkan masyarakat dalam posisi tidak
karena entitas bisnis bukan sebagai penang- mendapatkan akses yang adil terhadap pe-
gung jawab kepentingan publik. Negara manfaatan sumber daya alam.
melalui aparatur yang dimiliki pada level Peraturan tentang IPPKH memicu
pemerintahan nasional maupun daerah tidak pengurangan (reduksi) terhadap nilai sum-
cukup memastikan ketaatan pemenuhan ke- ber daya alam di Kalimantan Timur. Sebagai
wajiban hukum sebagai pemegang IPPKH. perbandingan manfaat dan nilai sesungguh-
Secara fisik, perubahan bentangan nya dari SDA yang hilang, dapat dilihat pada
alam tidak dapat dikembalikan seperti se- Tabel 1.
mula karena terjadinya pengurangan volume Tabel 1. Evaluasi Ekonomi Dampak Ekploitasi SDA
material. Demikian juga secara ekologis, Kalimantan Timur

pola reklamasi hutan di area bekas tambang No Penyebab Kerugian


Nilai Kerugian
(Rp/Tahun)
tidak akan mampu menghadirkan hutan se 1 Deplesi Sumber Daya Hutan 1.938.099.000.000
2 Degradasi Sumber Daya Hutan 1.194.201.000.000
perti sediakala. Hilangnya hutan berarti hi- 3 Pengeruhan Sumber Air Minum 1.185.000.000.000
4 Kerusakan Lahan/Disfungsi 1.799.000.000.000
lang flora dan fauna yang lain dan tentu saja 5 Emisi Carbon/Pencemaran Udara
5.1. Industri Migas 623.000.000.000
akan mengurangi kesempatan generasi men- 5.2. Tambang Batubara 816.000.000.000
5.3. Kehutanan 1.575.000.000.000
datang untuk menikmati kekayaan hutan
Total Kerugian 9.230.300.000.000
yang pernah dinikmati oleh generasi saat ini. Total Pembiayaan 15 Tahun ke 138.454.500.000.000
depan (Jika tidak ada perbaikan
Negara tidak cukup kuat menerapkan dan jika kerusakan tidak
Prinsip Keadilan dalam Satu Generasi (In- meningkat)

tragenerational Equtiy) sebagai upaya per- Sumber: Tim Provinsi Kalimantan Timur dalam Pengajuan
Judicial Review terhadap UU Nomor 33 Tahun 2003
lindungan terhadap masyarakat dari dampak tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

441
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Hal ini menunjukkan jumlah total nilai pembangunan berkelanjutan oleh karena
kerugian tersebut merupakan angka yang masih adanya keputusan memanfaatkan
sangat besar bila dibandingkan dengan to- (‘mengilangkan’) hutan seperti yang dicon-
tal manfaat yang peroleh daerah ini. Seba- tohkan pada praktik IPPKH untuk kegiatan
gai gambaran, APBD Provinsi Kalimantan pertambangan. Banyaknya izin atas nama
Timur dalam beberapa tahun terakhir ini kegiatan ekonomi ditengarai tidak memper-
memiliki jumlah Rp, 11 Trilun (2012), Rp. hitungkan dengan tepat pada nilai sesung-
13 Triliun (2013), dan Rp. 14 Triliun (2014). guhnya dari SDA sehingga deforestasi dan
Pendapatan dalam struktur Anggaran Penda- degradasi lahan terus terjadi melalui berba-
patan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan gai penggunaan di luar sektor kehutanan.
Timur tidak merumuskan struktur biaya re- John Maddox memberikan argumen-
covery lingkungan dan memberikan angga- tasi bahwa pencemaran/kerusakan akan da-
ran paling kecil kepada Badan Lingkungan pat dipecahkan dengan menghitung ongkos-
Hidup yang tugas pokoknya justru menjaga ongkos yang timbul (price) dan merupakan
lingkungan hidup. masalah ekonomi saja. Lebih lanjut diurai-
Dalam konteks Kalimantan Timur, kan, ‘we can reduce pollution if we are pre-
hasil pertambangan batubara tidak dinikmati pared to pay for it’,23 sehingga dipahami,
secara optimal oleh karena sebagian besar seberapa besar kemampuan membayar, baik
diekspor ke China, India, Thailand, dan be- dengan program untuk menciptakan alat
berapa negara lainnya, termasuk memberi- pencegah pencemaran anti-pollution mau-
kan pasokan bahan energi untuk keperluan pun secara tidak langsung dengan memba-
industri di luar Kalimantan Timur, terutama yar kerugian yang disebabkan oleh pence-
Pulau Jawa. Aktivitas pertambangan batu- maran, bahkan, assets lingkungan termasuk
bara di Kalimantan Timur seringkali men- di dalamnya berupa intrinsic value, dapat
dudukan masyarakat, terutama yang tinggal disediakan (digantikan) oleh hasil aktivitas
di sekitar kawasan pertambangan batubara ekonomi.24 Dengan mendasarkan pandangan
sebagai penonton atau bahkan sebagai kor- tersebut, praktik IPPKH tidak menggunakan
ban akibat kerusakan lingkungan. Kerusakan keduanya, yaitu tidak ada pembayaran atas
areal pertanian, kerusakan infrastruktur pub- rusaknya lingkungan dan tidak ada perba-
lik, banjir, munculnya korban jiwa, pence- ikan lingkungan.
maran dan kerusakan lingkungan, konflik Pembayaran PNBP dan provisi SDA se-
pemanfaatan lahan adalah contoh yang bisa bagai kompensasi hilangnya kekayaan SDA
dikemukakan untuk menggambarkan terse- dalam praktik PPHK tidak begitu memberi-
but. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, ter- kan kepastian dalam mengembalikan fungsi
dapat 9 (sembilan) anak meninggal di bekas hutan. PNBP yang langsung diserahkan ke-
area tambang batubara di Kalimantan Timur. pada rekening Menteri Keuangan tidak beru-
Kebijakan untuk mempertahankan 23
Daud Silalahi. (1996) Hukum Lingkungan dalam
fungsi-fungsi ekologi kawasan hutan tidak Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.
Bandung: Alumni, hlm. 12
berbanding lurus dengan prinsip-prinsip 24
Jane Holder and Lee, Maria. (2007). Op.Cit., pg. 36

442
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

bah menjadi biaya recovery sumber daya jam pakai. Menyandarkan pendapatan ne-
alam Kalimantan Timur. Seharusnya PNBP gara dari PNBP IPPHK sama artinya dengan
tersebut merumuskan bagian daerah peng- pembiaran negara terhadap tindakan perusa-
hasil sumber daya alam dalam jumlah yang kan kawasan hutan dan lingkungan dengan
memadai agar daerah mampu menyediakan cara menerapkan pembayaran tertentu de-
biaya perbaikan lingkungan hidup dan mem- ngan kewajiban yang bernama PNBP.
perkecil kesenjangan ekonomi akibat eks- Kewajiban lain bagi pemegang IPP-
ploitasi selama ini (Lihat Tabel 2). KH, adalah melakukan reklamasi rehabilitasi
Objek hukum IPPKH seharusnya Daerah Aliran Sungai (DAS). Namun kendala
tidak terbatas pada jumlah pohon dan luas lain yang muncul adalah keberadaan 116
kawasan hutan yang dipinjam, tetapi perlu perusahaan tambang batubara di sepanjang
mempertimbangkan komponen nilai intrin- DAS, seperti DAS Mahakam (Sungai terlebar
sik kawasan hutan dalam penetapan struktur dan terpanjang di Kalimantan Timur).
tarif. Keberadaan tambang di DAS Mahakam
Ketentuan mengenai Pembayaran Pen- ikut mengaburkan kewajiban pemegang
dapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak IPPKH karena dikuasai oleh perusahaan
digunakan pembiayaan recovery lingkungan. lain. Kegiatan perusahaan pertambangan
Pembayaran PNBP seharusnya sebagai bukti batubara di area DAS seharusnya menjadi
bahwa terdapat tanggung jawab perusahaan kewajiban perusahaan di area tersebut
yang belum dilakukan yaitu pengembalian (locus) bukan menjadi kewajiban pemegang
hutan sebagaimana semula atau belum mela- IPPKH yang jauh dari wilayah oprasional
kukan reklamasi pada area bekas hutan pin- pemegang IPPKH.

Tabel 2. Tarif dan Jenis PNBP atas penggunaan kawasan hutan.

Jenis PNBP Satuan Tarif


Penggunaan kawasan hutan untuk tambang terbuka yang
bergerak secara horizontal (tambang terbuka horizontal)
a. hutan lindung Ha/tahun Rp 3.000.000,00
b. hutan produksi Ha/tahun Rp 2.400.000,00
Penggunaan kawasan hutan untuk tambang terbuka yang
bergerak secara vertikal
a. hutan lindung Ha/tahun Rp 2.250.000,00
b. hutan produksi Ha/tahun Rp 1.800.000,00
Penggunaan kawasan hutan untuk tambang bawah tanah
a. hutan lindung Ha/tahun Rp 2.250.000,00
b. hutan produksi Ha/tahun Rp 1.800.000,00
Penggunaan kawasan hutan untuk migas, panas bumi, jaringan
telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio,
stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi
terbarukan, instalasi air, dan jalan tol
a. hutan lindung Ha/tahun Rp 1.500.000,00
b. hutan produksi Ha/tahun Rp 1.200.000,00

Sumber: Lampiran PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berasal dari
Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembagunan di luar Sektor Kehutanan.

443
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Implementasi Peraturan Izin Pinjam melalui IPPKH dapat dilihat pada Tabel 3.
Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Jumlah yang terdata berdasarkan Tabel
Pertambangan Batubara 3 belum termasuk 194 Perusahaan Pertam-
Pertambangan batubara di Kalimantan Timur bangan batubara yang tidak memiliki IPPKH
berada dalam kawasan hutan dan di luar ka- dalam kawasan hutan produksi, 12 dalam
wasan hutan. Kebutuhan kawasan hutan un- kawasan hutan konservasi, dan 4 dalam ka-
tuk kegiatan pertambangan batubara mulai wasan hutan lindung. Semua area kawasan
teridentifikasi sejak beroperasinya pertam- hutan yang belum memiliki IPPKH tersebut
bangan batubara dalam skala besar (PKP2B) terdapat di Kabupaten Kutai Kertanegara.25
di awal tahun 1990-an. PKP2B yang ha-
dir di masa ini antara lain PT. Fajar Bumi
Sakti, PT. Bukit Baiduri Enterprise, dan PT.
Kitadin. Pada tahun 1990 terdapat PT. Kali-
mantan Timur Prima Coal, PT. Kideco Jaya
Agung, PT. Tanito Harum, PT. Multi Hara-
pan Utama, PT. Berau Coal, dan PT. Kandilo
Coal Mining (BHP).
Pada perkembangan selanjutnya, ke-
butuhan kawasan hutan untuk kegiatan per-
tambangan batubara terus berlangsung sei- Gambar 1. Kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto
ring dengan kewenangan pemerintah daerah Foto: M. Muhdar, (23-04-2012, 08:20 wita).

dalam menerbitkan IUP. Jumlah IUP yang Pengurangan areal kawasan hutan
diterbitkan oleh Pemerintah daerah di Kali- menjadi non-hutan menunjukan adanya
mantan Timur sebanyak
���������������������������
1.443 izin dan PK- pesan bahwa hutan Kalimantan Timur lambat
P2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertam- laun akan habis karena hukum digunakan
bangan Batubara atau izin dari pemerintah untuk mempermudah kegiatan di luar sektor
pusat sebanyak 33 izin. Penambahan jumlah kehutanan. Pengurangan areal hutan melalui
izin pertambangan batubara di Kalimantan penetapan SK Menteri dan persetujuan DPR
Timur mulai meningkat sejak Tahun 2000 RI menunjukan ketidaksesuaian dengan
atau pasca pemberian kewenangan kepada rencana-rencana nasional dan daerah saat ini.
pemerintah daerah. Rencana nasional untuk mengurangi emisi
Kegiatan-kegiatan pertambangan den- sebesar 26% pada tahun 2020 dan rencana
gan mudah ditemukan di area kawasan hutan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
di Kalimantan Timur. Bahkan kegiatan per- menetapkan pendekatan go green (‘Kaltim
tambangan berdekatan dengan kawasan kon- Green’) melalui pengurangan deforestasi
servasi Tahura Bukit Soeharto, sebagaimana dan degradasi lahan menunjukan adanya
yang terlihat pada Gambar 1. Sementara kontradiksi dengan praktik IPPKH.
terkait perusahaan-perusahaan penggunaan 25
Hasil legal audit sistem perizinan di Kalimantan
area hutan untuk pertambangan batubara Timur, Tahun 2014.

444
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Tabel 3: IPPKH (fase eksploitasi) per Juni 2013 di Kalimantan Timur.


No Pengguna Penggunaan No. Surat Luas (Ha)
1 Batubara Bukit Asam, PT PB S.004/KWL/PTGH-3/1992 6.360,00
2 Batubara Bukit Asam, PT (BA) PB S.003/KWL/PTGH-3/1992 1.750,00
3 Kideco Jaya Agung, PT (BA, PT) PB S.3139/KWL/PTGH-3/1998 23.049,14
4 Singlurus Pratama, PT PB SK.380/Menhut-II/2008 1.209,40
5 Arzara Baraindo Energitama, PT PB SK. 354/Menhut-II/2008 331,80
6 Tunas Muda Jaya, PT PB dan SP SK.301/Menhut-II/2008 866,45
7 Berau Bara Energi, PT PB dan SP SK.253/Menhut-II/2008 376,14
8 Madani Citra Mandiri, PT PB dan SP SK.679/Menhut-II/2009 888,6
9 Agro City Kalimantan Timur, PT PB dan SP SK.690/Menhut-II/2009 587,19
10 Karya Borneo Agung, PT PB dan SP SK.500/Menhut-II/2009 775,3
11 Berau (Unit Binungan), PT PB dan SP SK.487/Menhut-II/2009 2.587,48
12 Alam Jaya Barapratama, PT PB dan SP SK.483/Menhut-II/2009 1.762,08
13 Interex Sacra Raya, PT PB SK.413/Menhut-II/2009 57,61
14 Pipit Mutiara Jaya, PT PB dan SP SK.386/Menhut-II/2009 591,55
15 United Indonesia, PT PB dan SP SK.332/Menhut-II/2009 178,26
16 Indominco Mandiri, PT PB SK.174/Menhut-II/2009 906,1
17 Kayan Putra Utama , PT PB SK.157/Menhut-II/2009 502,59
18 Gunungbayan Pratamacoal, PT PB SK.100/ Menhut-II/2009 1.831,00
19 Mamahak Coal Mining, PT PB SK.707/Menhut-II/2009 1.493,00
20 Santan Batubara, PT PB SK.646/Menhut-II/2009 204
21 Multi Harapan Utama, PT PB SK.645/Menhut-II/2009 3.593,11
22 Kitadin, PT (Perpanjangan) PB SK.644/Menhut-II/2009 1.433,57
23 Tambang Damai, PT PB SK.642/Menhut-II/2009 2.427,30
24 Tanito Harum, PT PB SK.638/Menhut-II/2009 364,59
25 Pipit Mutiara Jaya, PT PB SK.366/Menhut-II/2009 3.024,47
26 Bara Kumala Sakti, PT PB SK.618/Menhut-II/2010 1.336,60
27 Kartika Selabumi Mining, PT PB SK.75/Menhut-II/2010 1.599,28
28 Bara Sejati, PT PB SK.706/Menhut-II/2010 2.280,10
29 Bharinto Ekatama, PT PB SK.621/Menhut-II/2010 571,1
30 Interex Sacra Raya, PT PB SK.566/Menhut-II/2010 697,59
31 Indominco Mandiri, PT PB SK.565/Menhut-II/2010 4.500,10
32 Karya Usaha Pertiwi, PT PB SK.561/Menhut-II/2010 193,2
33 Pancaran Surya Abadi, PT PB SK.405/Menhut-II/2010 260,37
34 Mahakam Sumber Jaya, PT PB dan SP SK.454/Menhut-II/2010 2.925,40
35 Indominco Mandiri, PT PB dan SP SK.538/Menhut-II/2010 11.780,45
36 Tunas Muda Jaya, PT Eks.BB dan SP SK.739/Menhut-II/2011 744,19
37 Rinjani Kartanegara, PT Eks.BB dan SP SK.705/Menhut-II/2011 308,54
38 Agro City Kalimantan Timur, PT Eks.BB dan SP SK.199/Menhut-II/2011 465,41
39 Tambang Batubara Harum, PT Eks.BB dan SP SK.617/Menhut-II/2011 329
40 Duta Tambang Rekayasa, PT Eks.BB dan SP SK.618/Menhut-II/2011 513,8
41 Berau Coal, PT PB dan SP SK.162/Menhut-II/2011 921,85
42 Dermaga Pratama Perkasa, PT Eks.BB dan SP SK.555/Menhut-II/2011 187,18
43 David Bumi Perkasa, PT OPB SK.74/Menhut-II/2011 1.109,80
44 Jembayan Muara Bara, PT PB SK.229/Menhut-II/2011 564,2
45 Lati Tanjung Harapan, PT OPB dan SP SK.748/Menhut-II/2012 686,2
46 Berau Coal, PT SP dan PB SK.785/Menhut-II/2012 754,5
47 Belayan Abadi Prima Coal, PT Eks.BB dan SP SK.615/Menhut II/2012 618,8
48 Bumi Dharma Kencana, PT OPB dan SP SK.604/Menhut-II/2012 989,9
49 Indominco Mandiri, PT OPB dan SP SK.549/Menhut-II/2012 3.168,13
50 Kedap Sayaaq (Tahap I), PT OPB dan SP SK.528/Menhut-II/2012 2.568,37
51 United Coal Indonesia, PT Eks.BB dan SP SK.460/Menhut-II/2012 597,6
52 Gunung Bara Utama, PT OPB dan SP SK.386/Menhut-II/2012 1.543,40
53 Kutai Kumala Energy, CV Eks.BB dan SP SK.330/Menhut-II/2012 98,26
54 Manoor Bulatn Lestari, PT Eks.BB dan SP SK.270/Menhut-II/2012 979,95
55 Asia Fasifik Mineral Coal, PT OPB dan SP SK.269/Menhut-II/2012 483,5
56 Beringin Jaya Abadi, PT Eks.BB. dan SP SK.276/Menhut-II/2012 314,58
57 Semoi Prima Lestari, PT Eks.BB dan SP SK.242/Menhut-II/2012 74,78
58 Ganda Alam Makmur, PT Eks. BB dan SP SK.149/Menhut-II/2012 986
59 Multi Harapan Utama, PT Eks.BB dan SP SK.23/Menhut-II/2012 4.505,73
SK.645/Menhut-II/2009 3.593,11
60 Nusantara Berau Coal, PT PB dan SP SK.128/Menhut-II/2012 802,8
61 Kimco Armindo, PT PB dan SP SK.16/Menhut-II/2012 873,33
62 Nusantara Berau Coal, PT OPB dan SP SK.439/Menhut-II/2013 1.132,38
63 Kayan Putra Utama Coal, PT OPB dan SP SK.396/Menhut-II/2013 3.973,44
64 Putra Dewa Jaya, PT OPB dan SP SK.178/Menhut-II/2013 947,38
65 Rencana Mulia Baratama, PT OPB dan SP SK.130/Menhut-II/2013 1.013,34
67 Gunung Bayan PCl, PT OPB dan SP SK.42/Menhut-II/2013 976,16
68 Indominco Mandiri, PT PB dan SP SK.420/Menhut-II/2013 3.973,40
69 Trubaindo Coal Mining, PT PB SK.300/Menhut-II/2013 6.024,50
70 Santan Batubara, PT PB SK.327/Menhut-II/2013 507,3
71 Mahakam Sumber Jaya, PT PB SK.328/Menhut-II/2013 845,8
72 PT.Gunung Bayan Pratama SK.100/Menhut-II/2009 8,365
SK.145/Menhut-VII/2009 15.690
Sumber: BPKH Wil.IV Samarinda dan Dokumen PKP2B di Kalimantan Timur
Keterangan: PB (Pertambangan Batubara), PB dan SP (Pertambangan Batubara dan Sarana Penunjang), Eks.BB (Eskplorasi Batubara),
OPB (Operasi Produksi Batubara).

445
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Kebijakan pemerintah Kalimantan pengurusan IUP. Hal ini cukup dimengerti


Timur yang meminta setiap masyarakat bahwa peran kepala daerah hanya terbatas
untuk menanam 5 (lima) pohon, termasuk pada pemberian rekomendasi dan selanjutnya
mengkampanyekan slogan “Kaltim Green” keputusan mengenai IPPKH diterbitkan oleh
merupakan bagian dari keinginan menjaga Kementerian Kehutanan. Proses pemberian
keberadaan kawasan hutan. Provinsi ini juga rekomendasi juga tidak serumit proses IUP
merespon dengan cukup baik terhadap be- dan tidak kewajiban pembiayaan.26 Semua
berapa tahapan program REDD+ yaitu ada- proses akan berakhir dengan pemberian re-
nya pembentukan Dewan Daerah Perubahan komendasi, jika semua dinas terkait telah
Iklim. memberikan pertimbangan teknis.
Pada tataran praksis, proses penerbitan Hal berbeda dikemukakan oleh salah
IPPKH memiliki perbedaan bila dibanding- seorang responden di Dinas Kehutanan
kan dengan proses penerbitan IUP maupun Provinsi Kalimantan Timur yang menyata-
PKP2B. Proses penerbitan IUP dipengaruhi kan bahwa aspek politik ikut dalam proses
oleh berbagai macam faktor oleh karena ba- penerbitan rekomendasi PPHK. Gubernur
nyaknya kepentingan dan syarat yang harus Kalimantan Timur akan menggunakan ‘ke-
dipenuhi oleh pemohon. Aktor dan motif wenangannya’ jika permohonan tersebut
lebih rumit selama proses penerbitan IUP. tidak disetujui oleh instansi teknis, sehingga
Broker, pemodal, penegak hukum, pekerja tidak akan pernah ada permohonan reko-
politik, tentara, dan pemberi izin termasuk mendasi yang ditolak oleh Gubernur.27
peran pemohon sendiri ikut memengaruhi Praktik IPPKH terbukti mengurangi
terbitnya IUP. jumlah tegakan pohon dan menghilangkan
Peran berbagai aktor dalam penerbit- keanekaragaman hayati dalam kawasan hu-
an IUP dibenarkan oleh Kasi Pertambangan tan. Hal ini disebabkan oleh perubahan fisik
batubara Kabupaten Kutai Kartangera. Me- pada area hutan. Perubahan fisik mudah dite-
nurut responden—yang pada saat wawancara mukan pada area-area pertambangan berupa
baru dinonjobkan dari jabatannya—tingkat penggalian untuk pengambilan batubara.
keterlibatan aktor memang cukup beragam, Pada kedalaman tertentu, tingkat kepulihan
akan tetapi peran sentral Bupati dan Kepala areal hutan lebih sukar oleh karena kegiatan
Dinas Pertambangan cukup dominan. Se- reklamasi tidak dilakukan. Bekas area per-
lain itu, yang juga berpengaruh adalah as- tambangan batubara pada kawasan hutan
pek ekonomi karena pengurusan IUP tidak pada kedalaman tertentu tidak dapat direkla-
terlepas dari pembebanan biaya yang harus masi seperti nampak pada Gambar 2.
dikeluarkan oleh pemohon. Kerapkali pemo- Area pertambangan batubara di atas
hon tidak mendapatkan pelayanan sebelum secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi
ada kejelasan mengenai besaran “konstribu- dalam bentuk terevegetasi. Mengembalikan
si” yang harus dibayarkan. 26
Wawancara Tanggal 4 Oktober 2013, Biro Ekonomi
/Bagian Produksi dan SDA pada Setda Provinsi
Dalam proses IPPKH, peran aktor Kalimantan Timur
27
Wawancara Tanggal 4 Oktober 2013, Dinas Kehu-
berpengaruh pada tingkat lokal tidak seperti tanan Provinsi Kalimantan Timur

446
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Gambar 2. Area Bekas Kawasan Hutan yang digunakan melalui Mekanisme IPPKH
di Kabupaten Kutai Kertanegara. Foto: M.Muhdar, Juli 2012.

Gambar 3. Lokasi bekas Tambang Batubara PT. KPC.


Foto. M.Muhdar, 19 Nopember 2013.

hutan pada keadaan seperti sediakala dengan Pemegang IPPKH bahkan terbukti
cara mengambil material tanah dari tempat menghindari kewajiban hukum, yaitu mela-
lain, sama artinya dengan memindahkan kukan reklamasi atau pembayaran keuangan
kerusakan dari satu tempat ke tempat lainnya. kepada negara berupa PNBP. Salah satu mo-
Pengguna kawasan hutan untuk tujuan dus operandi dilakukan dengan cara mengin-
penambangan batubara di Kalimantan Timur tervensi pemerintah untuk melakukan per-
tidak dapat dielakkan karena sumber-sumber ubahan Rencana Tata Ruang Wilayah berupa
kandungan batubara terdapat pada area hu- kawasan hutan menjadi kawasan non-hutan
tan. Luasan hutan (tegakan) yang digunakan (area penggunaan lain). Perubahan dari ka-
akan selalu berubah karena pemberian IP- wasan hutan menjadi non-hutan menyebab-
PKH diberikan secara bertahap. Ini berarti, kan gugurnya kewajiban pemegang IPPKH
luas kawasan hutan yang dimohon untuk membayar kewajiban keuangan kepada
pinjam pakai tidak sama dengan luas hutan negara. Salah satu praktik seperti ini dapat
dalam IUP/PKP2B pada priode tertentu, dilihat dari perubahan kawasan hutan (status
dan bahkan adanya perubahan status hukum IPPKH) menjadi kawasan non hutan di area
kawasan hutan menjadi non hutan di area pertambangan PT. Kaltim Prima Coal (Gam-
IPPKH. bar 3).

447
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Saat ini, bekas tambang seperti gambar Semangat menggerakan ekonomi me-
di atas, dibuat menjadi area wisata atau telah lalui bahan ekstraksi tambang telah meng-
berubah objek dari area tumbuhan kayu hadirkan berbagai macam kekhawatiran bila
menjadi tempat penampungan air yang diberi tidak mengikuti pola pengelolaan lingku-
nama Telaga Batu Arang.28 Perubahan fungsi ngan yang baik. Praktik penambangan batu-
sebagai area wisata air, penampungan air bara yang tidak baik juga dipahami sama
untuk persediaan kebutuhan air, peternakan, oleh bagian hukum Kementerian ESDM
dan area olahraga akan mengaburkan objek yang mengategorikan para penambang se-
hukum IPPKH dan tidak memiliki basis bagai “penjahat.”30 Dari aspek hukum, pe-
hubungan hukum antara peminjam dan yang nyebutan “penjahat” bukanlah hal yang ke-
meminjamkan kawasan hutan. liru jika yang dimaksudkan adalah mereka
Jika pada kawasan hutan terdapat yang terlibat melakukan perusakan ling-
kandungan batubara secara geologi telah ter- kungan atau pelaku pencemaran. Perusak
bukti dan memiliki nilai ekonomi terdapat yang masuk kategori ini adalah mereka yang
pada kedalam yang tidak dapat direklamasi tidak mampu mengembalikan areal hutan
maka sebaiknya pola penambangan tertutup pada kondisi semula. Perbuatan seperti ini
(under groud mining) seharusnya menjadi mengurangi hak-hak publik saat ini maupun
pilihan cara pertambangan batubara di ka- mereka hak-hak generasi berikutnya.
wasan hutan. Praktik pertambangan men- Pemberian IPPKH tidak diikuti de-
gonversi kawasan hutan menjadi non-hutan ngan pengawasan yang cukup oleh karena
seperti di atas menunjukkan kepentingan mereka jarang hadir memeriksa areal-areal
ekonomi demi devisa dan penghormatan ke- tambang di Kawasan hutan. Badan Ling-
pada investor lebih besar dibandingkan de- kungan Hidup baik pusat maupun daerah
ngan keberlanjutan ekonomi jangka panjang. tidak memiliki agenda berkala memeriksa
Memperhatikan gambaran di atas, kegi-atan pemegang IPPKH. Badan Lingku-
nampak bahwa tata kelola hutan khususnya ngan Hidup Provinsi Kalimantan Timur dan
untuk penggunaan kegiatan pertambangan Kabupaten/Kota hanya datang memeriksa
(IPPKH) memiliki ketidakjelasan, baik dari setahun sekali tetapi tujuannya untuk me-
sisi tujuan maupun implementasinya. Pe- nilai ‘perlombaan pengelolaan lingkungan’
rubahan status hukum kawasan hutan men- (proper lingkungan) yang tidak memasukan
jadi non-hutan merupakan permasalahan variabel kerusakan sebagai dasar penilaian.
sampai saat ini, sehingga mengancam fungsi Dengan demikian, pasca penerbitan IPPKH
kawasan hutan yang seharusnya menjadi pola pengawasannya tidak spesifik lagi dan
kekuatan provinsi Kalimantan Timur.29 terbukti adanya pergeseran tanggung jawab
28
Penggunaan nama dengan memakai kata ‘telaga’
pengelolaan lingkungan diserahkan kepada
sebagai kamuflase oleh karena pengertian telaga
sumber air alamiah yang keluar dari perut bumi, dan SK Menhut 554/Menhut-II/2013 tentang Per-
sementara Telaga Arang versi PT. KPC adalah ma- setujuan Revisi RTWR Kalimantan Timur (Per-
suknya air kedalam bekas galian tambang batubara. ubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan
29
(SK Menhut Nomor 79/Kpts-II/2001 tentang Pe- hutan seluas 395.621 ha, perubahan fungsi kawasan
nunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan) dengan hutan 276.290).
melakukan pengurangan areal hutan menjadi APL 30
Wawancara tanggal 2 Oktober 2013.

448
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

penambang. Memerhatikan kondisi faktual terse-


Jumlah inspektur tambang seluruh Ka- but, ancaman terhadap keberlangsungan
limantan Timur saat ini hanya berjumlah 44 hutan tidak mendapatkan jaminan perlindu-
(empat puluh empat orang) menjadi alasan ngan hukum yang memadai dari pemerintah.
tidak melakukan kegiatan pertambangan se- Deforestasi akan terus berlangsung karena
cara optimal. Jumlah tersebut harus menga- posisi IPPKH merupakan cara melakukan
wasi 1.419 tambang batubara di Kalimantan deforestasi yang sah menurut hukum. De-
Timur. Belum lagi, jumlah tersebut semakin forestasi penggunaan IPPKH menurunkan
berkurang manakala yang bersangkutan kemampuan ekosistem regional Kalimantan
dipindahkan di tempat lain sebagai bagian dan berimplikasi terhadap progaram-progam
dari pembinaan karir pegawai yang tidak REDD+, beban ekologis masa mendatang,
memiliki hubungan dengan kegiatan pertam- mengancam keberlanjutan ekonomi, mau-
bangan batubara. Dinas Kehutanan Provinsi pun berkurangnya kualitas dan kuantitas
Kalimantan Timur yang hanya melakukan lahan pertanian, kualitas air dan konflik-
evaluasi terhadap IPPKH sebanyak 1 (satu) konflik pemanfaatan sumber daya alam.
kali dalam setiap lima tahun karena menjadi Praktik IPPKH menambah faktor penyebab
kewenangan Dinas Kehutanan Kabupaten/ deforestasi di Kalimantan Timur bersama
Kota, tetapi dari data menunjukan mereka dengan kegiatan lain di antaranya illegal
tidak melakukan pengawasan. loging, perkebunan (sawit dan karet), area
Dari sisi relasi hubungan antara ins- permukiman, pertanian masyarakat, peter-
tansi yang bertanggung jawab di bidang ke- nakan, area untuk kegiatan minyak dan gas
hutanan, pertambangan, dan badan lingkun- bumi, infrastruktur publik. Sebagai bentuk
gan hidup tidak baik. Keberadaan instansi- deforestasi yang dibolehkan, menurut hu-
instansi tersebut diharapkan akan mampu kum, area bekas IPPKH sudah sewajarnya
menjamin pemegang IPPKH melaksanakan apabila dikoreksi, baik karena alasan hukum
kewajibannya tetapi secara faktual tidak maupun praktik pelaksanaannya.
dilakukan dengan baik. Terjadi ketidak-
konsistenan dari masing-masing instansi PENUTUP
berdasarkan tugas masing-masing melaku- Peraturan mengenai IPPKH memiliki ke-
kan pengawasan terhadap penggunaan ka- rangka hukum yang mengandung kekaburan
wasan hutan melalui mekanisme IPPKH. pemaknaan, tujuan, berpengaruh terhadap
Gubernur sebagai pemberi rekomendasi su- keberadaan hutan saat ini. Ketentuan me-
dah menyerahkan mandat kepkewenangan ngenai IPPKH merupakan rumusan hukum
kepada instansi-instansi teknis tersebut teta- untuk menghilangkan hutan dengan cara
pi pemahaman yang tersedia lebih menye- legal, tidak berkesesuaian dengan keingin-
rahkan kepada instansi-instansi pemerintah an mempertahankan fungsi-fungsi hutan.
pusat yang berada di daerah seperti plano- Penggunaan konstruksi hubungan hukum
logi, dan Badan Pemangkuan Kawasan Hu- pinjam-meminjam, menimbulkan kekaburan
tan (Departemen Kehutanan). status pertanggungjawaban hukum pada

449
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

saat peminjam tidak memiliki kemampuan BIBLIOGRAFI


mengembalikan hutan dalam keadaan semu- A. Sonny Keraf. (2005). Etika Lingkungan,
la atau secara teknis tidak dapat dilakukan Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
reklamasi. Memberikan opsi kepada pemin- Aziz Khan, Agung Budi Gunawan, dan Alex
jam untuk mengembalikan hutan pengganti Smajgl. (2010). “Dampak Kebijakan
(di wilayah lain) dan pembebanan kewajiban Kehutanan pada Deforestasi dan Ke-
peminjam membayar PNBP sama halnya miskinan di Kalimantan Timur: Sebu-
dengan “menghilangkan hutan dengan le- ah Analisis Berbasis Gen”, Jurnal Ma-
galisasi negara.” Selain itu, ketentuan yang najemen Hutan Tropika, 16(1): 41-52.
terdapat dalam peraturan perundang-undan- Bruce Mitchell, B. Setiwan, Dwita Hadi
gan tentang IPPHK tidak mengandung mua- Rahmi. (2007). Pengelolaan Sumber-
tan prinsip-prinsip pembangunan berwa- daya dan Lingkungan, Cetakan ketiga.
wasan lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Implementasi peraturan perundangan Press.
mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan Daud Silalahi. (1996). Hukum Lingkungan
untuk pertambangan batubara tidak mem- dalam Sistem Penegakan Hukum Ling-
berikan tujuan perlindungan hutan primer kungan Indonesia. Bandung: Alumni.
yang masih tersisa di Kaltim. faktor-faktor Eva Wollenberg dan Godwin Linberg.
yang mempengaruhi implementasi IPPKH di (2009). Desentralisasi dan Tata kelola
Kaltim menunjukan bahwa penggunaan ka- Hutan, Politik, dan Ekonomi, Perju-
wasan hutan tidak diikuti dengan kewajiban angan untuk Menguasai Hutan di Ka-
hukum yang mesti ditaati oleh pemegang limantan, Indonesia. Jakarta: Harapan
izin pertambangan batubara. Ketidakmam- Prima.
puan melakukan reklamasi di area kawasan Jane Holder and Lee, Maria. (2007). Envi-
hutan menunjukan praktik penghilangan ka- ronmental Protection, Law and Policy,
wasan hutan dengan cara melakukan peruba- 2nd Edition, Cambridge: Cambridge
han status kawasan hutan menjadi kawasan University Press.
non-hutan. Perubahan kawasan dalam me- Koh Naito, and Hajime Myoi. (1998).
kanisme perubahan tata ruang menunjukan “Mineral Project in Asean Countries,
peran negara yang sangat lemah terhadap Geology, Regulation, Fiscal Regime,
dominasi kepentingan perusahaan tambang, and the Environment”. Journal of
baik yang berskala dari perusahaan nasional Recources Policy, 24(2): 87-89.
maupun perusahaan multinasional. Pasca Kwolek, J.K. (1999). “Aspect of Geo-Legal
pemberian IPPKH, pengawasan dari instansi Mitigation of Environmental Impact
berwenang tidak dilakukan dengan baik dan from Mining and Assosiated Waste
terbukti menggeser tanggung jawab pen- in the UK”. Journal of Geochemical
gelolaan lingkungan dari negara kepada pe- Exploration: 327-332:1
rusahaan pertambangan.

450
Hasanuddin Law Review Vol. 1 Issue 3, December (2015)

Law Environmental Law Alliance World- ration of Political Ecologi, New York:
wide. (2010). Guidebook for Evalua- Routledge.
ting Mining Project EIAs, 1st Edition, O’Callaghan, Terry. (2009). “Regulation and
USA: Eugene. Governance in the Philippines Mining
M. Muhdar dan Nasir. (2012). “Resolusi Sector”, The Asia Pacific Journal of
Konflik terhadap Sengketa Penguasaan Public Administration, 31(1): 91-144.
Sumber Daya Alam, di Kabupaten Robert Ann Seid man, and Nalin Abeys
Kutai Barat dan Kutai Kartanegara”. Ekere. (2001). Legislative Drafting
Laporan hasil penelitian atas kerjasama for Democratic Social Change: A
Epistema dan Prakarsa Borneo. Manual for Drafters, Boston: Kluwer
M. Muhdar. (2014). Permasalahan Kehutan- Law International.
an di Indonesia dan Kaitannya dengan Samuel Mermin. (1982). Law and the Legal
Perubahan Iklim serta REDD+ (Kes- System, An Introduction, Second Edi-
iapan Kalimantan Timur dalam Pro- tion, Toronto: Little, Brown and Com-
gram Reducing Emissions from De- pany.
forestation and Forest Degradation). Sri Sumantri M. (1992). Bunga Rampai Hu-
Dalam Laurens Bakker dan Yanti Fris- kum Tata Negara. Bandung: Alumni.
tikawati (ed.). Yogyakarta: Penerbit
Pohon Cahaya. Media Massa:
Michael Gene. (2007). Forest Strategy Ma- Kalimantan Timur Post, Edisi Rabu 4 Sep-
nagemant and Sustainable Develop- tember 2013.
ment The Forest Sector. Dordrecht: Kalimantan Timur Post, Edisi Senin 20 Ja-
Spinger. nuari 2014.
Nicholas Low and Brendan Gleeson. (1998). Tribun Kalimantan Timur, Edisi Rabu 6
Justice Society and Nature, An Explo- Nopember 2013.

***

451

You might also like