You are on page 1of 18

MAKALAH

MUDHARABAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah SP Fiqh Muamalah Kontemporer

Disusun Oleh :

Fandi Achmad Rasyad (501180294)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI TAHUN 2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Karna berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah ini salah satunya yaitu makalah ini dengan baik
dan penulis dapat menyelesaikan dengan tepat waktu dengan judul “MUDHARABAH”. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah SP Fiqh Muamalah Kontemporer.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan serta
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik serta saran
yang membangun sehingga penulis dapat memperbaiki nya dikemudian hari untuk lebih bak lagi.

Dan penulis berterima kasih atas perhatian dan kesempatan kepada pembaca karena telah
membaca makalah ini dan kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Sekian dan terimakasih.

Jambi, 17 Agustus 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Cover .................................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah .................................................................................... 3
B. Ketentuan Mudharabah ..................................................................................... 4
C. Jenis-jenis Mudharabah .................................................................................... 5
D. Modal dan Bagi Hasil Mudharabah .................................................................. 5
E. Landasan Syari’ah Al-Mudharabah .................................................................. 6
F. Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan .......................................................... 8
G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mudharabah ............................................ 10
H. Contoh Kasus .................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Munculnya bank syari’ah maka propogandanya dikatakan sebagai bank bagi hasil.
Hal ini dilakukan untuk membedakan bank syari’ah dangan bank konvensional yang
beroperasional dengan sistem bunga. Namun praktik bank syari’ah belum sepenuhnya
menggunakan sistem bagi hasil. Karena selain sistem bagi hasil masih ada sistem jual beli,
sewa menyewa. Dengan demikian, bank syari’ah memiliki ruang gerak produk yang lebih
luas dibandingkan dengan bank konvensional.
Dalam operasional bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk akad
pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya. Sistem dari mudharabah ini merupakan
akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak. Dalam penentuan kontraknya, harus dilakukan diawal ketika
akan memulai akad mudharabah tersebut.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional
bank syari’ah secara keseluruhan. Secara syari’ah prinsip berdasarkan pada kaidah
mudharabah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga dengan
pengusaha yang meminjam dana.
Dalam kontrak mudharabah ini, mudharib (si pengelola) harus menjalankan kewajibannya
menjalankan usaha dengan cara sebaik-baiknya. Dalam menjalankan usaha, harus jelas dan
sesuai dengan prisip syariah. Maka dari itu penulis ingin lebih jauh mengetahui bagaimana
jalannya system pembiayan ini (mudharabah) dalam suatu operasional bank syariah secara
jelas.

1
B. Rumusa Masalah
A. Bagaimana Pengertian Mudharabah?
B. Bagaimana Ketentuan Mudharabah?
C. Bagaimana Jenis-jenis Mudharabah?
D. Bagaimana Modal dan Bagin Hasil Mudharabah?
E. Bagaimana Landasan Syari’ah Al-Mudharabah?
F. Bagaimana Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan?
G. Bagaimana Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mudharabah?
H. Bagaimana Contoh Kasus?

C. Tujuan Penulisan
A. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengertian Mudharabah
B. Untuk Mengetahui Bagaimana Ketentuan Mudharabah
C. Untuk Mengetahui Bagaimana Jenis-jenis Mudharabah
D. Untuk Mengetahui Bagaimana Modal dan Bagin Hasil Mudharabah
E. Untuk Mengetahui Bagaimana Landasan Syari’ah Al-Mudharabah
F. Untuk Mengetahui Bagaimana Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan
G. Untuk Mengetahui Bagaimana Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mudharabah
H. Untuk Mengetahui Bagaimana Contoh Kasus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AL-MUDHARABAH

Pada umumnya kata mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti
memukul atau berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas yang
maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usahanya.[1]
Sedangkan pengertian mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad kerja
sama untuk suatu usaha antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama ( shahibul
maal ) menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain menjadi
pengelolanya.[2] Keuntungan dari usahanya tersebut secara Mudharabah akan dibagi
hasilnya menurut kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian awal, dan apabila
usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh
pihak pemodal selama kerugian tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola
modal. Dan jika kerugian tersebut disebabkan karena kecurangan atau kelalaian
pengelola modal, maka pengelola modal yang harus bertanggung jawab atas kerugian
yang telah dialaminya.
Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di
mana pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan modalnya kepada seorang
pengusaha yang sering disebut dengan ( mudharib ), untuk diniagakan dengan
keuntungan yang akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah
pihak sedangkan terdapat kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika
disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola
modal yang harus menanggung kerugian tersebut.
Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama
antara shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari shohibul maal.
Sedangkan mudhorib hanya sebagai pengelola yang keuntungannya akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati di awal

3
Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan prinsip
berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan sekurang-
kurangnyaoleh dua pihak, dimana yang pertama memiliki dan menyediakan modal,
disebut shohibul maal, sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas
pengelolaan dana / menejemen usaha halal tertentu, disebut mudhorib.[3]

B. KETENTUAN MUDHARABAH
Setelah memahami pengertian mudharabah dan syarat rukunnya, maka secara garis
besar ada ketentuan paten yang mengaturnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa melakukan mudharabah memiliki ketentuan agar dianggap sah. Bentuk
pembiayaan kerjasama usaha dalam mudharabah ini harus memenuhi kriteria-kriteria
tertentu, seperti ketentuan pembiayaan dalam mudharabah berikut ini.

1. Disalurkan dari shahibul maal pada pihak lain untuk melakukan usaha yang produktif.
Contohnya shahibul maal Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
2. LKS akan membiayai 100% kebutuhan bisnis, kemudian pengelola atau mudharib
akan mengelola bisnis tersebut dari pembiayaan tersebut.
3. Ketentuan tentang jangka waktu, cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan
dalam mudharabah harus ditentukan dalam perjanjian antara kedua belah pihak
dengan jelas dan transparan.
4. LKS tidak ikut campur dalam manajemen perusahaan atau pengelolaan keuangan
pihak mudharib, tetapi bisa melakukan pengawasan terhadapnya.
5. Ketentuan tentang modal dan keuntungan mudharabah harus memenuhi semua rukun
mudharabah.
6. LKS menanggung semua kerugian dalam aktivitas mudharabah, kecuali bentuk
kerugian yang disebabkan karena kelalaian, kesengajaan, atau wanprestasi dari
mudharib. Dari sebab tersebut, maka mudharib akan menanggung semua biaya
operasional usahanya.
7. Pembiayaan mudharib tidak memerlukan jaminan, tetapi jaminan ini bisa ada untuk
mencegah mudharib tidak wanprestasi.

4
8. Prosedur dalam pembiayaan, kriteria pihak yang terlibat, dan sebagainya telah diatur
oleh LKS sesuai dengan fatwa DSN yang berlaku.
9. Jika LKS tidak menjalankan kewajibannya sesuai dalam kontrak, maka mudharib
bisa meminta ganti rugi atas biaya yang dikeluarkannya.

C. JENIS-JENIS AL-MUDHARABAH

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu[4] :


1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal
(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan
untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah atau specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat
usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut seringkali mencerminkan
kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usahanya.

D. MODAL DAN BAGI HASIL MUDHARABAH

Dalam praktiknya, modal dan bagi hasil ini adalah aspek penting yang akan
menentukan kesuksesan dalam pelaksanaan mudharabah antara dua pihak. Kedua pihak
ini memiliki keterkaitan yang erat untuk membangun kesuksesan tersebut. Uraian tentang
pengertian mudharabah juga berkaitan dengan perhitungan modal dan bagi hasil dalam
mudharabah. Modal untuk menjalankan usaha ini perlu memenuhi kriteria sesuai dalam
rukun mudharabah.

5
Terpenuhinya kriteria akan menunjukan kejelasan bentuk dan jumlah modal,
sehingga menentukan pembagian keuntungan juga jadi jelas. Jika modalnya adalah
barang atau aset yang tidak ditakar nilainya, maka di kemudian hari nilainya beresiko
bisa berubah sehingga bisa menimbulkan ketidakjelasan dalam bagi hasil dan
keuntungannya. Dilakukan berdasarkan rukun mudharabah, bagi hasil juga perlu
dilakukan sesuai ketentuan seperti berikut ini.

1. Objek bagi hasil merupakan bentuk keuntungan dari usaha yang dikelola mudharib
dengan dana pembiayaan milik shahibul maal tersebut.
2. Mudharib perlu membagi keuntungan secara berkala sesuai periode yang sudah
disepakati sebelumnya.
3. LKS tidak boleh menerima bagi hasil jika terjadi kegagalan atau kerugian yang tidak
disebabkan atas kesalahan mudharib.
4. Kegagalan dan kerugian karena wanprestasi atau kelalaian mudharib akan jadi
piutang milik LKS yang akan ditanggung mudharib.

E. LANDASAN SYARI’AH AL-MUDHARABAH

Pada dasarnya landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran


untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu[5] :
a. Al-Qur’an

.... ‫ وءاخرون يضربون فى األرض يبتغون من فضل هللا‬...


“… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT …” (al-Muzzammil: 20)

.... ‫فاء ذا قضيت الصلوة فا نتشروا في األرض وابتغوا من فضل هللا‬


“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah SWT …” (al-Jumu’ah: 10)

... ‫ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضال من ربكم‬

6
“Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu
….” (al-Baqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang
dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya
mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena
mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan
salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
b . Al-Hadits

‫ كان سيدنا العباس بن عبد المطلب إذا دفع‬: ‫{ روى ابن عباس رضي هللا عنهما انه قال‬
‫المال مضاربة اشترط على صاحبه أن اليسلك به بحرا والينزل به واديا وال يشترى به‬
‫دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
}‫فأجازه ن‬
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun
membolehkannya.” (HR Thabrani)

‫{ عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم ثالث فيهن‬
} ‫البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخالط البر بالشعير للبيت ال للبيع‬
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu
Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
c. Ijma
Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.

7
F. APLIKASI MUDHARABAH DALAM PERBANKAN

Mudharabah dalam perbankan syari’ah biasanya diterapkan pada produk-produk


pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi penghimpunan dana mudharabah
diterapkan pada[6]:
A. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, yaitu
seperti tabungan haji, dan tabungan kurban, dan sebagainya;
B. Diposito biasa dan special, diposito special (special investment), dimana dana yang
dititipkan nasabah, khusus untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah ataupun
ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk[7]:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
maal.

Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau mencampurkan dana


mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah ini, yaitu[8]:
a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana mudharabah termasuk harta
mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari teknik ini ialah bahwa
pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung
dengan tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan
dengan benar. Sedangkan kekurangan teknik ini terutama menyangkut masalah moral
hazard dan preferensi invertasi seorang mudharib.
b. Dana mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard seperti di atas,
namun dalanm system ini pendapatan dan biaya mudharabah tercampur dengan
pendapatan dan biaya lainnya.

8
Mudharabah dalam bank syari’ah terdapat manfaat dan risikonya, manfaat
mudharabah tersebut terbagi menjadi lima, yaitu[9]:
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
semakin meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak pernah
mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selktif dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman,
dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang
akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bungan tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan dari nasabah satu jumlah
bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan
terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko dari mudharabah, yaitu[10]:


1. streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabah tidak jujur.
Selain manfaat dan resiko yang ada pada bank syari’ah, terdapat pula permasalahan-
permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan mudharabah. Berdasarkan teori perbankan
kontemporer, prinsip mudharabah dijadikan sebagai alternatif penerapan sistem bagi hasil.
Meskipun demikian, dalam praktiknya ternyata signifikansi bagi hasil dalam memainkan
operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut beberapa pengamatan
perbankan syari’ah, hal ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya[11]:
a. Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral ynag berkembang di kebanyakan komunitas
muslim tidak memberi kebebasan penggunaaan bagi hasil sebagai mekanisme investasi.

9
b. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil
Pembiayaan bagi hasil (mudharabah) tidak menyediakan berbagai macam kebutuhan
pembiayaan dari ekonomi kontemporer.
c. Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan pembiayaan sistem bagi hasil untuk membantu perkembangan
usaha lebih banyak melibatkan pengusaha secara langsung daripada sistem lainnya pada
bank konvensional. Bank syari’ah memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas
bisnis yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank turut mempengaruhi setiap
pengambilan keputusan bisnis mitranya.
d. Dari segi biaya
Pemberian pembiayaan berdasrkan sistem bagi hasil memerlukan kewaspadaan yang
lebih tinggi dari pihak bank.
e. Segi teknis
Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi haasil berkaitan dengan pihak
bank, nasabah, perhitungan keuntungan bank membutuhkan pengetahuan yang luas
mengenai perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi keuntungan. Dari
sisi nasabah, kebutahurufan masih menyelimuti dunia muslim.
f. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalm aktivitas bisnis
Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh
berdasarkan sistem bagi hasil tidak diketahui secara pasti.

G. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUDHARABAH

Faktor yang mempengaruhi mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu[12]:


1. Faktor Langsung
Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah
investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
a. Investment rate merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari total dana, jika
bank menentukan investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

10
b. Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai
sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu metode dibawah ini:

1) Rata-rata saldo minimum bulanan


2) Rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan
menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
1) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang hasur ditentukan dan disetujui pada awal
perjanjian;
2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berdeda;
3) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalkan saja deposito
1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan
besarnya dana dan jatuh temponya.

2.Faktor Tidak Langsung


Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi bagi hasil, yaitu:
a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
1) bank dan nasabah melakukan share dalam dalam pendapatan dan biaya, pendapatan
yang akan dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-
biaya;
2) jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang
diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

11
H. CONTOH KASUS

1. Contoh kasus perhitungan dalam bank syari’ah, yaitu[13]:


Bapak Kevin mempunyai deposito Rp 10.000.000, dalam jangka waktu 1 bulan (1 Desember
2001 – 1 Januari 2002), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57% : 43%. Jika
keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito 1 bulan per 31 Desember 2001 adalah Rp
20.000.000 dan rata-rata deposito jangka waktu 1 bulan adalah Rp 950.000.000, berapakah
keuntungan yang harus diperoleh oleh bapak Kevin?
Jawab:
Keuntungan yang diperoleh bapak Kevin adalah:
(Rp 10.000.000 : Rp 950.000.000) x Rp 20.000.000 x 57% = Rp 120.000
2 . Contoh kasus perhitungan dalam bank kovensional, yaitu[14]:
Pada tanggal 1 Desember 2003, bapak rizal membuka deposito sebesar Rp 10.000.000,
jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang diperoleh bapak rizal
pada saat jatuh tempo?
Jawab:
Bunga yang harus diperoleh bapak rizal adalah:
(Rp 10.000.000 x 31 hari x 9%) : 365 hari = Rp 76.438
Dari cotoh kasus di atas dapat disimpulkan, bahwa:
a. Perhitungan pada bank syari’ah, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh deposan
bergantung pada:
1) Pendapatan bank
2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank
3) Nominal deposito nasabah
4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
b. Sedangkan perhitungan pada bank konvensional, besar kecilnya pendapatan yang
diperoleh deposanbergantung pada:
1) Tingkat bunga yang berlaku pada bank tersebut
2) Nominal deposito nasabah
3) Jangka waktu deposito.

12
Bank syari’ah pada dasarnya member keuntungan kepada deposan dengan pendekatan
Financing to Deposit Ratio (FDR), sedangkan pada bank konvensional yaitu dengan
pendekatan biaya, yang artinya dalam mengakui pendapatan bank syari’ah masih menimbang
rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang
dihasilkan dari perpaduan antara dua faktor tersebut. Sedangkan dalam bank konvensional
langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa harus
membertimbangkan berapakah pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun
tersebut,[15]

Dalam pembiayaan mudharabah tujuan yang utama adalah memperoleh keuntungan


yang nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang biasa disebut dengan bagi hasil.
Dimana, keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai dari kelebihan modal. Keuntungan
adalah tujuan akhir dari mudharabah. Syarat keuntungan berikut harus dipenuhi [16]:
a. Harus untuk kedua pihak dan tidak ada satu pihak pun yang mengambil seluruhnya tanpa
yang lainnya.
b. Bagian keuntungan proporsional dari tiap pihak harus diketahui pada waktu berkontrak
dan harus sebagai presentasi dari keuntungan. Bagian pengelola harus sacara eksplisit
ditanyakan pada watu berkontrak. Tetapi harus diketahui bahwa dibolehkan untuk
menyesuaikan presentasi alokasi keuntungan diantara kedua pihak pada waktu berikutnya.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung bagian apapun darinya kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja atau
lalai.

13
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di berikan kepada
nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu:
Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
Akad Mudharabah harus bejalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’ah dimana si
pengelola harus menjalankan usahanya dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, sesuai
dengan prisip Syari’ah dan berupaya agar usahanya tidak terjadi kerugian. Kerugian bisa di
akibatkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Disebabkan oleh resiko bisnis;
2. Disebabkan oleh musibah atau bencana alam dan
3. Disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang dilakukan oleh sipengelola.
Apabila kerugian terjadi disebabkan oleh resiko bisnis dan bencana alam maka atas
kerugian tersebut ditanggung sepenuhnya oleh si pemilik modal tetapi kalau kerugian itu
terjadi disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang sengaja dilakukan oleh
sipengelola maka, atas segala kerugian itu harus ditanggung oleh si mudharib sepenuhnya
dan modal yang diberikan harus dikembalikan oleh mudharib sepenuhnya. Oleh karena itu
untuk memperkecil kesempatan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau
penyimpangan yang dilakukan oleh mudharib atau sipengelola maka, shahibul mal harus
dapat membuat aturan atau peringatan yang dapat mengurangi kesempatan mudharib untuk
melakukan tindakan yang merugikan.
Pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung.
Adapun tujuan akhir dari pembiayaan mudharabah adalah memperoleh keuntungan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan syari’ah. 2002.
Yogyakarta: UII press.

Drs, Muhammad.M.Ag. Manajemen Bank Syari’ah. 2005. Yogyakarta, (UPP) AMPYKPN

Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah. 2005. Yogyakarta: akademi


manajemen perusahaan YKPN

Syafi’I Antonio, Muhammad. Bank Syari’ah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta : gema
insani press

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia. “Bank Syari’ah:


Konsep, Produk dan Implementasi Operasional bank syari’ah”. 2002. Jakarta:
Djambatan
Gramedia Blog.” Pengertian Mudharabah: Konsep, Jenis, Syarat, dan Contoh
Mudharabah”. Acces pada 16 Agustus 2022.

[1] Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah. Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN.
2005. Hal 102
[2] Muhammad syfi’i antonio. Bank syari’ah: dari teori ke praktik. Jakarta: gema insani press. 2001. Hal. 95
[3] Makhalul ilmi SM. Teori dan praktik lembaga mikro keuangan syari’ah. Yogyakarta: UII press
yogyakarta. 2002. Hal. 32
[4] Muhammad syafi’i antonio. Op. cit
[5]Muhammad syafi’i antonio. Ibid, hal 95
[6] Ibid, hal.97
[7] Ibid, hal 97
[8] Drs. Muhammad, M.Ag. manajemen bank syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2002, hal. 109
[9] Muhammad syafi’i antonio. Op. Cit.
[10] Muhammad syafi’i antonio, ibid
[11] Muhammad, opcit, hal 114
[12] Drs, muhammad.M.Ag. Opcit, hal 110
[13] Ibid, hal 112
[14] ibid
[15] Ibid, hal 114
[16] Tim pengembangan perbankan syari’ah institut bankir indonesia. Konsep produk dan implementasi
operasional bank syari’ah. Jakarta: djambatan. 2002, hal 167

15

You might also like