You are on page 1of 24

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH ASURANSI SYARIAH

“Sistem Operasional General Insurance (Asuransi Kerugian) dalam Mengeliminir Riba


dan Kontrak yang Bathil”

Dosen Pengampu :

R. Ali Pangestu, SEI,. ME

Disusun Oleh :

 Muhammad Luthfi F.1910047


 Neng Atiyatul Musaropah F.2011034
 Rifa Afiffah F.1910258

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN GURU
UNIVERSITAS DJUANDA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk
tugas mata kuliah Asuransi Syariah ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Makalah ini memuat materi tentang “Sistem Operasional Asuransi Kerugian”. Dalam
penulisan makalah ini, kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya ilmu
pengetahuan kami, mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.

Bersama ini, kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya tugas ini, yang pertama kepada Dosen pembimbing mata
kuliah Asuransi Umum Syariah dan juga teman-teman sekalian.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan karya ini dan juga karya-karya kami selanjutnya.

Bogor, 09 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
 Latar Belakang……………………………………………………………...........
 Rumusan Masalah…………………………………………………………..........
 Tujuan…………………………………………………………………….............

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….…….
 Konsep Operasional..............................………………………………………….
 Prinsip-prinsip Asuransi (kerugian)...............................................................……..
 Mekanisme Pengelolaan Dana.................................................................................
 Reasuransi dan Retakaful ………………................................................................
 Kerangka Teknik dan Operasional General Inscurance.............................................
 Pengertian Mega Risk dan Simple Risk.....................................................................
 Klaim (claim).............................................................................................................

BAB III PENUTUP……………………………………………………………….


 Kesimpulan……………..............………………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya muslim atau


beragama islam, makin bayak lahirnya lembaga keuangan atau non keuangan yang
beroperasi pada prinsip syariah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan
bank perkereditan rakyat islam, pengetahuan tentang bank islam ini sangat
dibutuhkan baik bagi para ilmuwan maupun masyarakat luas. Lembaga syariah lain
juga seperti pegadaian syariah, asuransi syaiah, dan lain sebagainya. Tetapi meskipun
lembaga-lembaga keuangan syari’ah mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air
banyak masyarakat yang belum mengenal asuransi syari’ah. Kajian tentang asuransi
sangat menarik sekali salah satunya yaitu tetang system operasional asuransi
kerugian. Dalam makalah ini kami akan membahas mengeani system operasional
kerugian mulai dari konsepr operasional asuransi, prinsi-prinsip asuransi
kerugian,underwriting dalam asuransi kerugian dan Claim.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep operasional asuransi?
2. Bagaimana Prinsip-Prinsip Asuransi Kerugian?
3. Mekanisme pengelolaan dana
4. Reasuransi dan Retakaful
5. Kerangka Teknik dan Operasional General Insurance
6. Pengertian mega risk dan simple risk 7. Apa pengertian dan penjelsan Claim?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep operasional asuransi
2. Mengetahui prinsip-prinsip asuransi kerugian
3. Mengetahui Mekanisme pengelolaan dana
4. Mengetahui Reasuransi dan Retakaful
5. Mengetahui Kerangka Teknik dan Operasional General Insurance
6. Mengetahui Pengertian mega risk dan simple risk
7. Mengetahui pengertian dan penjelasan tentang claim
BAB II
PEMBAHSAN

A. Konsep Operasional
Konsep takafuli (tolong-menolong) Konsep tolong-menolong atau saling
melindungi dalam kebenaran sebagaimana Bermuamalat dalam surah al-Maa’idah ayat
2. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda. “Mukmin terhadap
mukmin lainnya seperti bangunan memperkuat satu sama lain.” Pada hadits riwayat
Bukhari yang lain, “Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka
seperti satu badan. Apabila salah satu anggota badan itu menderita sakit, maka seluruh
badan merasakannya.”1
Bentuk tolong menolong ini diwujudkan dalam kontribusi
dana kebajikan (danatabarru) sebesar yang ditetapkan. Apabila ada salah satu dari
peserta takafuli atau peserta asuransi syariah mendapat musibahm maka peserta lainya
ikut menaggung risiko, dimana klaimnya dibayarkan dari akumulasi dana tabarru’ yang
terkumpul. Pada beberapa praktik asuransi syariah, surplus dan tabarru’ dikembalikan
sebagian kepada peseta melalui mekanisme mudharabah (bagi hasil) Dalam mekanisme
dan akad yang mendasari pengembalian di atas di kalangan ulama berbeda pendapat.
Akad yang mendasari kontrak asuransi syariah (kerugian) adalah akad tabbaru,
dimana pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu ( kontribusi/premi ) tanpa ada
keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima, kecuali hanya
mengharapkan keridhaan Allah. Hal ini tentu akan sangat berbeda dengan akad dalam
asuransi konvensional. Dalam asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad
mu’awadhah. Yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada
pihak lain, berhak menerima pengganti dari pihak yang diberinya. Dalam praktek
asuransi syariah saat ini terdapat perbedaan dalam implementasi akad tabbaru. Sebagian
asuransi syariah dalam praktinya memberikan bagi hasil (mudharabah) apabila terjadi
surplus dana tabbaru’, merujuk kepada system yang diterapkan di Syarikat Tafakul
Malaysia, yang merupakan asuransi syariah terbesar didunia saat ini.

1 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 225
B. Prinsip-prinsip asuransi (kerugian)
1. Prinsip berserah diri dan ikhtiar
Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenernya seluruh harta kekayaan.
Ia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha Memilikinua. Kalimat
tauhid Laa ilaaha illalllaah ( tidak ada Tuhan selain Allah) juga mengandung
pengertian, tida ada pemilik mutlak atas seluruh ciptaan kecuali Allah. Karena Allah
yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hak-Nya pula untuk memberikan
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya atau merenggutnya dari siapa saja yang
dikenhendaki-Nya. Allah lah yang menentukan seseorang menjadi kaya dan Allah
pula yang memutuskan seseorang menjadi miskin. Sumber daya yang dititipkan oleh
Allah kepadanya, manusia dilarang untuk mengambil risiko tersebut. Walaupun
risiko tersebut mempunyai probabilita untuk membawa manfaat, namun bila
probabilitas untuk membawa kerugian lebih besar dari kemampuan menenggung
kerugian tersebut, maka tinddakan usaha tersebut adalah sama dengan mengeluarkan
yang lebih dari keperluan sehingga harus dihindari. “Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar dan maysir, (maka) katakanlah pada keduanya terdapat dosa besar
dan bebrapa manfaat bagi manusia, dan dosa keduanya lebih besar dari manfaat
keduanya.dan, maka katakanlah yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu berpikir.” (Al-Baqarah:219)
Pengambilan risiko yang melebihi kemampuan untuk menenggulangi adalah
tidak sama dengan menghadapi ketidak pastian. Karena pada dasarnya tidak ada
seorang manusia pun yang dpat dengan pasti mengetahui apa yang akan terjadi.
Sehingga, semua aspek kehidupan didunia ini pada dasranya adlah ketidak pastian
bagi manusia. Namun kemampuan yang dikembangkan manusia dapat membantu
manusia dalam menghadapi ketidakpastian atau risiko tersebut dengan
memperkirakan kemungkinan terjadinya hal-hal yang merugikan, tentunya dlam
baas-batas kemampuan manusia. Sehingga, secara umum dapat dikatakan bahwa
manusia dapat berusaha untuk meghindari pengambilan risiko yang melebihi
kemampuan yang wajar untuk menanggulanginya.

2. Prinsip-prinsip tolong menolong (Ta’arun)


Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip
tolong-menolong baik untuk life ansurance maupun general insurance. Ini adlah
bentuk solusi bagi mekanisme operasioal untuk asuransi syariah. tolong –menolong
atau dalam bahasa Al-Quran disebut ta’awun adalah inti dari semua prinsip dalm
asuransi syariah. ia adlah pondasi dasar dalam menegakkan konsep asuransi syariah.
“Sesungguhnya orsng-orwng beriman dan behijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-
melindungi.” (Al-Anfaal;72)
Pengertian lindung-melindungi dalam ayat diatas ialah di antara muhajirin dan
anshar terjadi persaudaraan yang amat teguh, saling melindungi, dan saling
menolong, untuk membentuk masyarakat yang baik. Demikian keteguhan dan
keakraban persaudaraan mereka. Sehingga, pada permulaan islam, mereka waris-
mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.2 Dalam prinsip ta’awun ‘tolong-
menolong’ ini munculah beberapa prinsip-prinsip lain yang melandasi opeasioanal
asuransi syariah.
Konsep asuransi kerugian mempresentasikan hadits Nabi yang menjadi dasar
konsep syariah yaitu konsep tolong menolong atau saling melindungi dalam
kebenaran sebagaimana terawat dalam Surat Al-Maidah ayat 2 Artinya:Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Rasulullah bersabda dalam hadits
riwayat Bukhari dan Muslim: “Mukmin terhadap mukmin yang lainnya seperti
bangunan memperkuat satu sama lain”. Hadits riwayat Bukhari yang lain: “Orang-
orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan.
Apabila salah satu anggota badan itu menderita sakit maka seluruh bagian badan
merasakan”.
Bentuk tolong menolong ini digunakan dalam kontribusi dan kebajikan (dana
tabarru’) sebesar yang ditetapkan. Apabila ada salah satu dari peserta takaful atau
peserta asuransi syariah mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung
resiko, dimana klaimnya dibayarkan dari akuntansi dana tabarru’ yang terkumpul.
Surplus dana tabarru’ pada beberapa praktek asuransi syariah, dikembalikan
sebagian kepada peserta melalui mekanisme mudharabah (bagi hasil). Mekanisme
dan akad yang mendasari pengembalian melalui mekanisme mudharabah masih
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama.

2 Al-Qur’an dan Terjemahan, Lembaga Percetakan Al-Fahd, Catatan Kaki no. 624, hlm. 273.
3. Prinsip saling bertanggung jawab
Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara satu sama
lain. Memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah. Hal ini dapat
diperhatiakan dalam hadis berikut ini “Seseorang tidak dianggap beriman sehingga
ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri”. (HR.Bukhari).
Rasa tanggung jawab terhadap sesame muslim merupkan kewajiban sesama insan..
Kemiskinan dalam konsep islam merupakan kemungkaran. Sebab itu, umat islam
mesti punya tanggung jawab mengubahnya. Konsep asuransi diatas merupakan salah
satu cara untuk mengubah kehidupan masyarakat, agar mereka tidak selalu ditimpa
oleh kemiskinan dalam mengarungi kehidupan ini.3
Dalam bayak hal, Rasulullah menegaskan kewajiban individu dan masyarkat
dalam melaksanakan tanggung jawab social, dasar penetapannya ialah karena
kemaslahan umum ( maslahah amah ). Asuransi syariah bertujuan untuk
melaksanakan masalah ini. kalu rasa ini tidak lagi hidup dikalangan dimasyarakat
islam, berarti kehilangan suatu ruh agama yang menjadikan umat islam kuat baik
secara individu maaupun secara kemasyarakatan. Seandainya masyarakat miskin
tidak mampu untuk membayar iuran ta’awun atautabarru’, maka orang kaya
berkewajiab untuk membayar iuran ini untuk mereka. Bayak ayat yang menjelaskan
agar orang kaya selalu mengulurkan tanggannya untuk membantu orang miskin.
Dengan prinsip saling bertanggung jawab ini, maka asuransi merealisir perintah Allah
SWT dalam Al-Quran dan Rasulullah SAW dalam Al-Sunah tentang kewajiban
untuk tidak memerhatikan kepentingna diri sendiri semata tetapi juga mesti
mementingkan orang lain atau masyarakat.4

4. Prinsip saling kerja sama dan bantu-membantu

Dalam berbagai hal, islam membuktikan pentingnya kerja sama antara


individu dan masyarakat. Seandainya seseorang berrutang untuk hal baik, kemudian
ia tidak mampu membayarnya, maka menjadi kewajiaban umat islamlah untuk
membayarnya secara bersmasama bisa melalui konsep zakat, infak sedekah dan lain-
lain. Abu Zahrah menjelaskan bahwa kerja sama umat islam itu telah dilaksanakan

3 Muhammad Syakir Sula, Op., Cit., hlm.230


4 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2006), hlm.147.
dalam berbagai hal dan yang paling jelas dalam konsep zakat. Menurutnya kerja sama
itu buakan hanya bersifat material tapi juga menjangkau aspek moral.
Seandainya umat islam dapat meyakini ketinggian nilainya konsep ini, maka
ia akan mendaptkan manfaat yang tinggi dari aplikasinya. Bahkan rasulullah telah
lebih dulu memberiharapan yang pasti bahwa orang yang membantu saudaranya akan
selalu dibantu oleh Allah sebagaimana bunyi hadits riwayat Bukhari dan Muslim,”
Siapa yang memenuhi keperluan saudaranya maka Allah akan memenuhi
keperluannya”, dan Allah senantiasa menolong hamba selagi hamba itu menolong
saudaranya.” Sebaliknya, kalau terjadi keenganan dari umat Islam untuk bekerja
sama maka mereka akan menjadi lemah. Lemah dalam konsep Islam adalah sesuatu
yang mungkat, sesuatu yang kurang disukai oleh Allah. Hadis menyebutkan “Orang
mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang leman”.

5. Prinsip saling melindungi dari berbagi kesusahan


Para peserta asuransi setuju untuk saling melindungi dari kesusahan, bencana,
dan sebagainya. Saling melindungi karena keselamatan dan keamanan meupakan
keperluan azas untuk semua orang, maka semua orang perlu dilindungi. Allah dalam
surah Quraisy memberi janji keselamatan dari ancaman kelaparan dan ketakutan.
Lapar adalah gambar keperluan jasmani dan takut adalah keperluan rohani. Kedua-
duanya tidak boleh diabaikan kaarena dampaknya terhadap kehidupan sangat
berbahaya.

6. Prinsip Kepentingan Terasuransikan (Insurable Interest)


Untuk dapat mengasuransikan barangnya, tertanggung harus mempunyai
suatu kepentingan dalam barang tersbut. Teori yang pernah dikemukakan oleh M.Th.
Goudsmit dalam disertasinya pada tahun 1871 bahwa asuransi pun mungkin tanpa
kepentingan, tidak mempunyai penganut lagi. Yang dimaksud dengan kepentingan
terasuransikan adalah pihak yang ingin mengasuransikan suatu objek peranggungan
seperti rumah tinggal, stok barang dagangan atau laiinya harus mempunyai
kepentingan atas objek tersebut. Kepentingan tersebut harus diakui secara hukum.

7. Prinsip itikad Baik (Utmost Good Faith)


Dalam kontrak asuransi, untuk pelaksanaan polis, pihak-pihak yang terlibat
harus memiliki niat baik. Oleh karena itu tidak adanya pengungkapan fakta penting,
kerterlibatan tindakan penipuan, kesalapahaman atau pernyataan salah adalah semua
elemen yang dapat membuat tidak berlakunya polis asuransi.

8. Prinsip ganti rugi (Indemnity)


Fungsi asuransi adalah mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan
diderita atau dipahami oleh tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti. Oleh karna itu, besarnya ganti kerugian yang diterima oleh tertanggung harus
seimbang dengan kerugian yang diderita. Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan
kontrak asuransi kesehatan merupakan kontrak indemnity atau “kontrak pergantian
kerugian”. Penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang
nyata diderita tertanggung, dan tidak lebih besar dari pada keugian itu. Batas tertinggi
kewajiban penanggung berdasarkan prinsip ini adalah memulihkan tertanggung pada
posisi ekonomi yang sama dengan posisinya sebelum terjadi kerugian. Hal ini berarti
jumlah yang tercantum dalam polis bukanlah merupakan jumlah yang harus
dibayarkan, tetapi menyatakan batas maksimum.
Dalam asuransi kerugian, pada dasarnya adalah mekanisme ganti rugi akibat
terjadinya suatu musibah. Jaminan itu tertuang di dalam polis. Mekanisme ganti rugi
diatur dalam prinsip indemnity, yaitu penanggung akana amemberikan ganti rugi
untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung, seperti pada saat sebelum terjadi
peristiwa yang dijamin polis. Tertanggung tidak dimungkinkan untuk mendapat
posisi keuangan yang lebih setelah mendapat penggantian dari perusahaan asurans.
Dlam definisi ini, tercakup aapa yang dimaksud dengan asuransi dibawah harga
(underinsurance biasanya untuk mendapat premi asuransi yang lebih rendah.
Sedangkan overinsurance terjadi karena tertanggung mengasuransikan obyek
pertanggungan lebih besar dari harga pasar. Oleh karna itu, penanggung akan
menghitung premi berdasarkan harga pertanggungan yang diberikan oleh
tertanggung. Apabila terjadi kerugian, pemberian yang diberrikan terbatas pada harga
pasa, bukan sebesar harga perrtanggungan. Tujuan tertanggung dengan
overinsurance, karena ketidak tahuan, biasanya untuk mendapatkan ganti rugi yang
tidak wajar jika terjadi klaim. Untuk menghindari salah paham, biasanya tertanggung
diberi tahu mengenai harga sebenarnya, di samping penutupan asuransi atas dasar
overisurance sangat dihaindari oleh penanggung.
C. Mekanisme Pengelolaan Dana

1. Kedudukan Perusahaan Asuransi Syariah

Kedudukan perusahaan Asuransi Syariah dalam transaksi Asuransi Kerugian


adalah sebagai mudharib (pemegang amanah). Asuransi Syariah menginvestasikan
dana tabarru’ yang terkumpul dari kontribusi peserta kepada Instrumen yang
dibenarkan oleh syara’. Mudharib berkewajiban untuk membayarkan klaim, apabila
ada salah satu dari peserta mengalami musibah, juga berkewajiban menjaga dan
menjalankan amanah yang diembannya secara adil transparan dan profesional.
Mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i
diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam mengelola dana peserta yang
terkumpul pada kumpulan dana tabarru’5.

2. Mekanisme Pengelolaan Dana

Mekanisme pengelolaan dana dibeberapa perusahaan asuransi kerugian


(syariah) di Indonesia dan Malaysia misalnya Syarikat Takaful Malaysia dan
Asuransi Takaful Konvensional, Tripakarta cabang Syariah, Bringin Sejahtera
Cabang Syariah, Binagriah Cabang Syariah, Jasindo Cabang Syariah, mekanisme
pengelolaan dana adalah sebagai berikut : Dana dibayarkan peserta, kemudian terjadi
akad mudharabah (bagi hasil) antara mudharib(pengelola) dengan shohibul mal
(peserta). Kumpulan dana tersebut kemudian diinvestasikan secara syariah ke Bank
Syariah maupun ke Investasi Syariah lainnya, lalu dikurangi biaya-biaya operasional
(seperti klaim, reasuransi, komisi broker dll) selanjutnya surplus (profit) dilakukan
bagi hasil antara mudharib (pengelola) dan shohibul mal(peserta) sesuai dengan skim
bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya (misalnya 60 : 40). Bagian yang 60
persen untuk mudharib (perusahaan) setelah dikurangi biaya administrasi dan
management expenses, sisanya menjadi profit bagi shareholders, sedangkan bagian
yang lain, yaitu 40 % menjadi share of surplus for participant (surplus bagi hasil
untuk partisipasi).

5 http://nurlaelanunung.blogspot.co.id/2013/01/asuransi -syariah-life-and-general_4782.html
D. Reasuransi dan Retakaful

a. Pengertian Reasuransi dan Retakaful

Dalam bahasa Belanda, reasuransi disebut hervezekering yang artinya


pertanggungan ulang. Adapun menurut Purwosutjipto, reasuransi adalah perusahaan
yang khusus hanya menjalankan pertanggungan ulang secara professional.
Reasuransi syariah (retakaful) adalah suatu proses saling menanggung antara
pemberi sesi (ceding company) dengan penanggung ulang (reasurder) dengan proses
suka sama suka dari berbagai resiko dan persyaratan yang ditetapkan dalam akad
yang dikenal dengan nama konsep sharing of risk. UU No. 40 tahun 2014
menyebutkann bahwa reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan resiko berdasarkan
prinsip syariah atas resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah,
perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. Semakin
berkembangnya asuransi syariah di Indonesia, memerlukan adanya reasuransi yang
beroperasional sesuai syariah Islam untuk bekerjasama yang saling menguntungkan
kedua belah pihak. Reasuransi syariah diperlukan oleh asuransi syariah untuk saling
membantu bilamana terjadi klaim dari peserta pada waktu yang tidak dapat
diperkiraan sebelumnya. Di mana besarnya klaim tersebut di luar batas kemampuan
membayar asuransi syariah.
Kemampuan perusahaan asuransi syariah untuk menanggung risiko dari suatu
pertanggungan disebut “retensi”, yang merupakan batas maksimum dari total klaim
yang harus dibayar perusahaan asuransi syariah. Bilamana total klaim yang harus
dibayar melebihi retensi yang telah ditentukan perusahaan asuransi, maka perlu
adanya keterlibatan reasuransi syariah untuk ikut menanggung beban sebagian dari
klaim tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka perusahaan asuransi syariah akan
mengalami gagal bayar (default) yang berpotensi merugikan peserta karena klaimnya
tidak dapat dibayar.
Hubungan asuransi syariah dengan reasuransi syariah, hampir sama dengan
hubungan asuransi syariah dengan peserta. Dalam hubungan asuransi syariah dengan
peserta, di mana pihak asuransi syariah sebagai penanggung kerugian (insuer) yang
mungkin menimpa peserta sebagai pihak tertanggung (insured). Sedangkan dalam
reasuransi syariah, reasuransi syariah sebagai pihak penanggung (insuer), dan sebagai
pihak tertanggung asuransi syariah (insured) tanpa adanya keterlibatan langsung
antara reasuransi syariah dengan peserta sebagai pemegang polis dari suatu
perusahaan asuransi syariah.
Dengan mengasuransikan kembali sebagian premi yang dikelola perusahaan
asuransi syariah, berarti perusahaan asuransi syariah menyebarkan sebagian risiko
kepada reasuransi syariah. Hal ini untuk menghindari kerugian yang lebih besar
karena adanya klaim peserta dan menghindari gagal bayar dari perusahaan asuransi
syariah.

b. Tujuan Reasuransi Syariah (Retakaful)

Tujuan dari adanya reasuransi ini ialah: Ditinjau dari aspek teknis, tujuan
reasuransi (retakaful) yakni untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang
diterimanya dengan mengalihkan seluruh atau sebagian resiko itu kepada pihak
penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung pertama dapat
mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang diterimanya dipandang dari segi
kemungkinan kerugian materiil. Jika pada aspek teknis, tujuan reasuransi lebih
mendasarkan pada cara atau alat pengalihan beban resiko dan/atau pembagian risiko
(distribution of risk) atau penyebaran risiko (spreading of risk), maka pada aspek
hukum manfaat reasuransi lebih menitik beratkan pada perjanjian pengalihan seluruh
atau sebagian risiko dari pihak perusahaan asuransi atau penanggung pertama kepada
penanggung ulang.
c. Metode Penempatan dan Bentuk-Bentuk Retakaful

Menurut literature dalam praktik asuransi dan atau reasuransi, terdapat tiga
cara dalam melakukan kerjasama asuransi antara pihak penanggung pertama (direct
insurers) dan pihak penanggung ulang (reinsurers). Yaitu metode reasuransi secara
fakultatif, metode reasuransi secara kontrak (treaty), dan metode reasuransi pool dan
fakultatif obligatory.
1. Specific/Facultative Reinsurance

Specific/facultative reinsurance yaitu aktivitas penempatan reasuransi yang


didasarkan pada kepentingan masing-masing pihak. Perusahaan asuransi boleh
menawarkan atau tidak menawarkan risiko yang di luar batas kemampuan
membayar kepada reasuransi, sebaliknya reasuransi boleh menerima atau
menolak apabila ditawari risiko tersebut.

2. Automatic/Treaty Reinsurance
Automatic/treaty reinsurance yaitu perjanjian reasuransi di mana perusahaan
asuransi setuju atas penempatan kelebihan risiko kepada reasuransi dan
reasuransi secara otomatis menyetujui atas penempatan kelebihan risiko tersebut
dari perusahaan asuransi sampai batas jumlah tertentu yang telah disetujui
bersama.

3. Facultative Obligatory Reinsurance

Facultative obligatory reinsurance yaitu gabungan antara facultative insurance


dengan treaty insurance. Perusahaan asuransi boleh menempatkan atau tidak
menempatkan kelebihan risiko kepada reasuransi. Akan tetapi apabila perusahaan
asuransi berkehendak menempatkan kelebihan risiko, maka reasuransi harus
menerimanya sampai batas jumlah yang disetujui bersama.

4. Propotional dan Non Proporsional Tried

a. Kontrak Proporsional (Proportional Treaties)

Pengertian kontrak reasuransi proporsional adalah perjanjian


reasuransi atau pertanggungan ulang yang mengikatkan dua atau lebih pihak,
yaitu pemberi sesi wajib yang menerima dan pihak penanggung ulang wajib
bersedia menerima bagian sesi atau premi dari pemberi sesi menurut
perbandingan yang seimbang antara jumlah uang pertanggungan ulang dan
jumlah seluruh uang pertanggungan dikali jumlah seluruh premi sebagaimana
disebut di dalam polis.Dalam hal terjadi klaim, bagian klaim yang menjadi
tanggungan para penanggung ulang juga akan dihitung menurut
perbandingan yang seimbang antara tanggung jawab penanggung ulang dan
jumlah tanggung jawab seluruhnya dikali jumlah kerugian yang terjadi.
Sesuai praktik yang terjadi hingga saat ini, terdapat dua jenis atau tipe kontrak
pertanggungan ulang.

b. Kontrak bagian tetap (Quota Share Treaty)

Yang dimaksud dengan kontrak bagian tetap adalah suatu perjanjian


yang menyatakan bahwa pihak penanggung pertama (pemberi sesi)
mengikatkan diri wajib memberi dan para penanggung ulang terkait wajib
menerima suatu bagian tetap dari setiap risiko yang dijamin oleh penanggung
pertama berdasarkan polis pertanggungan yang telah diterbitkan.
c. Kontrak Surplus (Surplus Treaty atau Excess of Lines)

Pengertian kontrak reasuransi surplus adalah suatu perjanjian


pertanggungan ulang yang menyatakan bahwa pihak pemberi sesi terikat
wajib memberikan sesi dan para penanggung ulang wajib menerima surplus
liability yang melampaui retensi sendiri pemberi sesi sampai dengan batas
tertinggi yang disepakati antara pemberi sesi (ceding company) dan
penanggung ulang.

d. Kontrak Nonproporsional (Non Proportional Treaties)

Pengertian kontrak reasuransi nonproporsional adalah suatu perjanjian


reasuransi yang menetapkan bahwa para penanggung ulang dengan menerima
sejumlah premi yang telah disepakati bersama bersedia membayar kepada
penanggung pertama semua kerugian yang melampaui batas limit retensi
(underlying net retention) sampai pada batas jumlah atau presentase tertentu
yang terjadi karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan bersama.6

5. Perbedaan Reasuransi dan Retakaful

Dua hal yang membedakan antara reasuransi syariah (retakaful) dan


reasuransi konvensional ada dua, yaitu:

a) Mekanisme operasional pada reasuransi syariah harus menggunakan sistem yang


dibenarkan secara syariah, dimana harus lepas dari praktik gharar, maisir, dan
riba.
b) Dalam transaksi kerja samanya harus menggunakan skema bagi hasil
(mudharabah), sebagaimana umumnya dalam akad tijarah dalam asuransi
syariah, atau akad yang lainnya yang dibenarkan secara syar’i.7
6. Takaful dan Retakaful Dunia
Jumlah perusahaan reasuransi syariah yang beroperasi di Indonesia ada 7
perusahaan, yang terdiri dari 4 perusahaan reasuransi syariah dalam negeri dan 3
perusahaan reasuransi syariah dari luar negeri. Pangsa pasar reasuransi di Indonesia
masih terbuka lebar, karena reasuransi dalam negeri masih menguasai 20% dari total
premi yang diasuransikan ulang. Sisanya 80% dikuasai oleh reasuransi luar negeri.
Berikut daftar reasuransi syariah yang beroperasi di Indonesia.
6 Ibid, hal. 274.
7 Muhammad Syakir Sula, ibid, hal. 276.
a) PT. Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo Syariah Unit)

b) PT. Reasuransi Nasional Indonesia (Nasre Syariah)

c) PT Maskapai Reasuransi Indonesia, Tbk (Marein)

d) PT. Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu-Re)

e) ASEAN Retakaful Labuhan-Malaysia

f) Takaful-re Bahrain

g) Milea Retakaful Singapor

Saat ini asuransi syariah di dunia yang operasionalnya benar-benar menggunakan


sistem syariah sudah ada sekitar 65 perusahaan, tidak yang termasuk berbentuk cabang
saperti umumnya di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah

a) Takafol USA (USA),

b) Islamic Takafol &Retakafol Company (Jeddah),

c) The Nasional Reinsurance Company (Sudan),

d) Syarikat Takaful Singapore (Singapore),

e) Takafol Islamic Company (Riyadh),

f) Islamic Insurance & Re-Insurance Co. (Australia),

g) Islamic Takafol & Retakaful Bahamas (Bahamas),

h) Qatar Islamic Insurance (Qatar),

i) Takaful Ab Birhad (Brunei),

j) Syarikat Takaful Malaysia (Malaysia),

k) Syarikat Takaful Indonesia (Indonesia), dan sebagainya.8

7. Asia Retakaful Internasional


Saat ini di tingkat ASIA telah dibentuk Asia Takaful Group Conference
(ATGConference), yang secara rutin setiap tahun mengadakan conference secara
bergilir di negara anggota. Salah satu produk dari ATG Conference adalah dibentuknya
reasuransi syariah di Labuan, yaitu ASEAN Retakaful Internasional Ltd (ARIL) dan
belakangan namanya dirubah menjadi ASIA Retakaful International Ltd. (ARIL), yang
anggota-anggotanya sebagai pemegang saham adalah sebagai berikut:
8 Muhammad Syakir Sula, ibid, hal. 277
a) Syarikat Takaful Malaysia (Malaysia)

b) PT. Asuransi Takaful Umum (Indonesia)

c) PT. AsuransibTakaful Keluarga (Indonesia)

d) Takaful Nasional (Malaysia)

e) Takaful IBB Berhad (Brunei)

f) Insurance Islam TAIB (Brunei)

g) Syarikat Takaful Singapore

h) Amana Takaful Limited (Srilanka)

i) Tripakarta Cabang Syariah (Indonesia)9

8. Konsep Sharing of Risk dalam Retakaful

Salah satu diferensiasi (perbedaan) dari reasuransi berdasarkan prinsip syariah


adalah adanya mekanisme sharing of risk antara satu peserta dengan peserta lain.
Dalam hal ini, berbeda dengan proses transfer of risk sebagaimana yang terjadi pada
asuransi konvensional. Apabila sebuah perusahaan asuransi syariah menyepakati
perjanjian reasuransi dengan perusahaan reasuransi, maka pada saat itu terjadi saling
menanggung antara perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan reasuransi
syariah, demikian selanjutnya dengan retrosesi, atau perjanjian reasuransi dengan
ceding company. Perbedaan ini sebagai implementasi dari akad tabarru’ yang
melandasi operasional asuransi dengan prinsip-prinsip syariah.10

9. Reasuransi Syariah (Existing Condition)

Dalam tataran ideal, sebuah perusahaan asuransi syariah harus mereasuransikan


risikonya ke perusahaan reasuransi syariah. Apalagi dengan adanya fatwa MUI
tentang hal tersebut, bahwa wajib bagi setiap perusahaan asuransi untuk ke perusahaan
reasuransi syariah. Tetapi dalam kenyataannya perusahaan reasuransi di Indonesia
sampai saat ini belum ada yang berbentuk cabang syariah apalagi dalam bentuk
perusahaan.
Dengan demikian DPS masing-masing perusahaan asuransi syariah
menganggap hal ini dalam kondisi darurat, sampai adanya reasuransi syariah
tersebut.Kalaupun ada reasuransi syariah di Labuan seperti yang dijelaskan tadi, tetapi
9 Ibid, hal.278.
10 Ibid, hal. 279.
kapasitasnya masih sangat kecil. Apalagi masih adanya kendala regulasi yang
mengharuskan perusahaan reasuransi di Indonesia, memprioritaskan reasuransi dalam
negeri dengan rumus 1 plus 5. Artinya, setiap perusahaan asuransi harus menggunakan
1 (satu) reasuransi dalam negeri,5 (lima) perusahaan asuransi, dan selebihnya baru
reasuransi Internasional. Existing condition yang ada, perusahaan asuransi syariah
terpaksa melakukan reasuransi kepaad reasuransi konvensional dan sebagian kecil ke
ARIL (reasuransi syariah) dan perusahaan syariah lainnya yang ada di Indonesia.11

10. Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatwa DSN MUI) tentang Reasuransi Syariah

Menyusun fatwa DSN MUI tentang reasuransi syariah, maka ada beberapa
faktor penyebab sehingga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

a. Jumlah asuransi/reasuransi syariah masih sangat sedikit

b. Kapasitas limit dan ekseptasi yang terbatas

c. Tenaga ahli masih terbatas

d. Sinergi takaful dunia yang belum optimal.

E. Kerangka Teknik dan Operasional General Insurance


Dengan basis tolong menolong dan saling menanggung, maka dalam
operasionalnya ada perbedaan prinsip takaful dengan prinsip operasional Asuransi
konvensional.12
1. Prinsip pengalihan resiko (transfer of risk)

Dalam asuransi non takaful terjadi pengalihan resiko finansial dari satu pihak
ke pihak lainnya. Ini merupakan konsekwensi dari kontrak jual beli risiko dalam
konatrak asuransi konvensional.
2. Prinsip bagi risiko (sharing of risk)
Dalam asuransi takaful terjadi pembagian risiko finansial di antara peserta
takaful. Akad yang terjadi adalah akad takafuli atau akad saling menanggung. Ini
merupakan perwujudan dari saling menanggung diantara peserta. Dana takaful yang
terhimpun merupakan dana kebajikan (tabaruk) yang merupakan milik seluruh peserta
yang terkena musibahdisertai dengan adanya surplus pengelolaan dana yang
didistribusikan kepada seluruh peserta dalam bentuk bagi hasil. a. Dana Takaful
11 Ibid, hal. 280.
12 Ibid, hlm. 282.
Dalam takaful yang merupakan komtribusi seluruh peserta akan dihimpun dalam
rekening kebajikan. Dana tersebut dikelola dan diinvestasikan hanya melalui mekanisme
dan instrumen syariah yang dibenarkan. Segala hasil pengelolaan dana dibukukan kembali
ke dalam rekening dana kebajikan. Dana tersebut akan didistribusikan kembali kepada
seluruh peserta dalam bentuk bagi has setelah dilakukan kalkulasi dengan berbagai cash-
out flote yang meliputi dana kompensasi peserra. Biaya akuisisi dan operasional dan biaya
reaauransi serta cadangan teknik13.
b. Jenis Skema Takaful

Produk-produk takaful dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar.

1. Kelompok simple risk

a. Takaful kebakaran ( fire insurance)

b. Takaful kendaraan bermotor

c. Takaful aneka.

2. Kelompok Mega Risk

a. Takaful kebakaran industri

b. Takaful pengangkutan

c. Takaful tanggung gugat

d. Takaful rekayasa

c. Perantara

Setiap individu ataupun korporasi dapat berpartisipasi dalam program takaful


secara langsung dengan menghubungi operator takful. Terkadang untuk transaksi
besar, para korporasi dengan tingkat kompleksitas Takful yang dibutuhkan, peserta
koorporasi dapat menggunakan jasa intermediaries, yaitu broker. Setiap transaksi
yang ditutup melalui broker akan dibayarkan oleh peserta yang bersangkutan dan
bukan oleh operator takaful.

13 Ibid. 283
F. Pengertian Mega Risk dan Simple Risk

1. Mega Risk
Falsafah mega risk:

a. Produk korporasi dan bersifat high risk

b. Proses akseptasi membutuhkan asesmen dengan tingkat keakuratan yang tinggi

c. Wording polis dapat bersifat taylor made, dengan klausula yang bersifat
kompleks.
d. Harga pertanggungan umumnya over capacity Produk-produk mega risk:
a. Kelompok marine

b. Kelompok Non Marine

c. Kelompok Energy

d. Kelompok Engineering

e. Aneka Mega Risk

2. Simple Risk
Falsafah simple risk

a. Produk Ritel dan brsifat “personal line”

b. Proses akseptasi sederhana dari pelaksanaan assessment risiko tidak rumit.

c. Wording polis standard, tidak ada klausul tambahan yang bersifat kompleks.

d. Harga pertanggungan dibawah OR (Own Retention)

e. Survei risiko dilakukan sesuai kebutuhan.

Produk-produk simple risk

a. Takaful kebakaran: Show room, entertainment and services, dll

b. Takaful kendaraan bermotor: kendaraan bermotor

c. Aneka simple risk: takaful kecelakaan diri, takaful ANNISA, aneka lainnya.

G. Klaim (Claim)
Klaim adalah aplikasi oleh peserta untuk memperoleh pertanggungan atas
kerugiannya yang tersedia berdasarkan perjanjian. Klaim adlah proses yang mana
peserta dapat memperoleh hak-hak berdasarkan perjanjian tersebut. Semua usaha yang
diberikan untuk menjamin hak-hak tersebut dihormati sepenuhnya sebagaimana yang
seharusnya. Oleh karena itu penting bagi pengelola asuransi syariah untuk mengatasi
klaim secara efisien. Untuk lebih memahami proses penyelesaian klaim, kita harus
melihat beberpa hal berikut ini:14
1. Jenis Kerugian
Sebelum kita mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi syariah, perlu
dipahami dahulu jenis-jenis kerugian. Secara umum jenis-jenis kerugian dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu Kerugian seluruhnya (total loss), Kerugian sebagian (
partial loss) , Kerugian pihak ketiga.
a. Kerugian seluruhnya ( total loss )
Objek yang di pertanggungkan secara teknis atau nyata rusak seluruhnya.
Misalnya, mobil yang hilang dicuri atau masuk laut. Secara teknis dikatakan rusak
seluruhnya, karena biaya untuk mengangkat dan memperbaiki lebih besar
75%harga mobil tersebut. Mobil yang terlindas tank baja secara nyata tidak
berwujud lagi sebagai sebagai mobil, dan dikatakan sebagai rusak seluruhnya.
Dlam hal kendaraan dicuri, pernyataan hilangnya kendaraan hanya dapat
dikeluarkan oleh kepala direktorat serse polisi setempat.
b. Kerugian sebagaian ( partial loss )
Adalah semua kerusakan yang tidak masuk kategori kerugian seluruhnya.
Menentukan besarnya nilai kerugian cukup kompleks. Misalnya dalam peristiwa
kebakaran kantor atau gedung, penilaian dilakukan oleh lembaga independen (
loss adjuster ). Sedangkan, untuk kerugian yang berhubungan dengan asuransi
laut, penilaian dilakukan oleh average adjuster.
c. Kerugian pihak ketiga,
Adalah kerugian yang dialami oleh pihak ketiga yang terjadi akibat tiindakan yang
dilakukan oleh tertanggung. Misalnya, kendaraan tertanggung menabrak diri atau
harta benda pihak ketiga, yang kemudian menimbulkan luka badan atau kerugian
pada diri atau harta benda pihak ketiga.
2. Penggantian Kerugian
Cara penggantian mengacu pada kondisi dan kesepakatan yang tertulis
dalam polis yaitu pemilihan cara penggantian yang ada pada penanggung akan
mengganti dengan uang tunai, memperbaiki dan membangun ulang objek yang
mengalami kerusakan. Oleh Karen itu sebaiknya sebelum melakukan perbaikan atas
14 Ibid, hlm. 259.
kerugian yang terjadi, tertanggung terlebih dahulu meminta persetujuan tertulis dari
penanggung. Biasanya sebelum memberikan persetujuan tertulis dari penanggung,
penanggung akan menentukan penyebab kerusakan, apakah dijamin oleh polis. Pada
kasus yang tidak komplek, penangung menentukan bagaimana sifat dan berapa
besarnya penggantian yang wajar atas kerusakan yang terjadi.
3. Prosedur Klaim
Secara umu prosedur klaim pada asuransi kerugian (umum) hamper sama
baik pada asuransi syariah maupun konvensional. Adapun yang sama membedakan
dari masing-masing perusahaan adalah kecepatan dan kejurujuan dalam menilai
suatu klaim.
a. Pemberitahuan klaim
b. Bukti klaim kerugian
c. Penyelidikan
d. Penyelesaian klaim
4. Recorvery klaim
Asuransi menganut prinsip imdemnity, yaitu tertanggung tidak dimungkinkan
menerima keuntungan akibat terjadinya suatu peristiwa. Oleh karrenanya, sisa barang
yang mengalami kerugian, setelah mendapat penggantian dari penanggung, menjadi
hak sepenuhnya pihak penanggung. Termasuk pula tuntutan hukum yang dimiliki
oleh tertanggung kepada pihak ketiga, jika kerugian terjadi akibat perbuatan pihak
ketiga. Tertanggung harus menyerahkan semua haknya atas barang atas tuntutan
kepada pihak ketiga, serta membantu semaksimal mungkin agar penanggung dapat
mengambil hak tersebut. Tindakan demikian disebut sebagai pengalihan hak
subrogasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam akad asuransi mendasarkan pada akad tabarru’.Dalam hal ini terdapat
perbedaan pandang dalam masalah akad tabarru’, karena sebagian besar asuransi
dalam praktiknya memberi bagian bagi hasil (Mudharabah) apa bila terjadi surplus
dana tabarru’.
2. Prinsip-prinsip asuransi:

a. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar

b. Prinsip Tolong Menolong

c. Prinsip saling Bertanggung Jawab

d. Prinsip Saling Kerjasama dan Bantu membantu

e. Prinsip saling melindungi dari Berbagai Kesusahan

f. Prinsip Kepentingan Teransuransikan

g. Prinsip Itikad Baik

h. Prinsip Ganti rugi

3. Mekanisme pengelolaan dana dibeberapa perusahaan asuransi kerugian (syariah) di


Indonesia dan Malaysia mekanisme pengelolaan dana adalah sebagai berikut : Dana
dibayarkan peserta, kemudian terjadi akad mudharabah (bagi hasil) antara
mudharib(pengelola) dengan shohibul mal (peserta). Kumpulan dana tersebut
kemudian diinvestasikan secara syariah ke Bank Syariah maupun ke Investasi
Syariah lainnya, lalu dikurangi biaya-biaya operasional (seperti klaim, reasuransi,
komisi broker dll) selanjutnya surplus (profit) dilakukan bagi hasil antara mudharib
(pengelola) dan shohibul mal(peserta) sesuai dengan skim bagi hasil yang telah
ditentukan sebelumnya (misalnya 60 : 40). Bagian yang 60 persen untuk mudharib
(perusahaan) setelah dikurangi biaya administrasi dan management expenses, sisanya
menjadi profit bagi shareholders, sedangkan bagian yang lain, yaitu 40 % menjadi
share of surplus for participant (surplus bagi hasil untuk partisipasi).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahan, Lembaga Percetakan Al-Quran Raja Fahd, Catatan kaki no.624.

Gemala Dewi, 2006, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta, Kencana.

http://nurlaelanunung.blogspot.co.id/2013/01/asuransi-syariah-life-and-general_4782.html

Muhammad Syakir Sula, 2004, Asuransi Syariah (Life and General), Jakarta, Gema Insani.

You might also like