Professional Documents
Culture Documents
RISALAH
ALAM
Penerbit
Altinbasak
ii Badiuzzaman Sa’id Nursi
Risalah Alam i
d
ii Badiuzzaman Sa’id Nursi
(Penerbit Altinbasak)
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa
pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopi, tanpa izin sah
dari penerbit.
ISBN:
Risalah Alam iii
RISALAH
ALAM
Penerbit
Altinbasak
iv Badiuzzaman Sa’id Nursi
Risalah Alam v
IMAM BADIUZZAMAN
SA’ID NURSI
Seorang Ulama Khilafah Islam Daulah Utsmaniyah
• Beliau lahir pada tahun 1877 dan meninggal dunia pada 1960
dalam usia 85 tahun. Beliau mencurahkan seluruh usianya un
tuk berjihad, belajar, mengajar dan mendidik.
• Beliau menghafal al-Qur’an secara keseluruhan hanya dalam
waktu dua minggu. Beliau juga menghafal 90 jilid kitab-kitab
induk berbagai disiplin ilmu Islam berkat kekuatan hafalannya
yang luar biasa.
• Karena kecerdasan yang dimiliki, beliau menyelesaikan sekolah
selama 15 tahun di berbagai jenjang pendidikan swasta Daulah
Utsmaniyah, dan meraih gelar ilmiah yang setara dengan gelar
doktor saat ini dalam usia yang belum genap 14 tahun.
• Di usia sebelum menginjak 14 tahun, reputasi dan ketenaran
beliau sudah menyebar di kalangan ulama Turki. Beliau dikenal
memiliki kekuatan argumen, teguh pendirian dalam ilmu, dan
mampu mengungguli siapa pun yang berdebat dan berdiskusi
dengan beliau.
• Beliau menguasai bahas Arab, Persia, Turki, dan Kurdi. Beliau
menulis sebagian besar karya beliau dalam bahasa Turki. Tiga
buku utama di antaranya beliau tulis dengan bahasa Arab.
• Beliau mempelajari filsafat Barat secara mendalam sembari
mengoreksi. Di sejumlah karya tulisnya, beliau membuat ba
nyak sekali perbandingan jeli antara filsafat Barat dengan hik
mah dan peradaban Al-Qur’an.
• Selain ilmu-ilmu Islam, beliau juga menguasai ilmu-ilmu mo
dern. Beliau mengetahui betul kapasitas ilmu modern sebagai
media agar Islam bisa dimengerti sesuai pemahaman kini.
vi Badiuzzaman Sa’id Nursi
DAFTAR ISI
Risalah Alam
Peringatan:
Di dalam catatan ini telah dijelaskan sejauh mana esensi jalan
yang ditempuh kalangan naturalis melenceng dari akal, sejauh
mana keburukan dan khurafat (dari esensi) itu terjadi, melalui
sembilan kemustahilan yang mencakup minimal Sembilan puluh
kemustahilan.
Sebagian dari penjelasan-penjelasan tambahan sengaja dile
paskan dari risalah ini demi keringkasan, sebab kemustahilan-
kemustahilan tersebut sudah dijelaskan sedemikian rupa di
risalah-risalah lain. Karena itu, tiba-tiba terbersit dalam fikiran,
“Bagaimana bisa para filosof cerdas itu menerima khurafat yang
benar-benar tampak aneh seperti ini, dan bagaimana mereka bisa
menempuh jalannya?”
2 Badiuzzaman Sa’id Nursi
Pendahuluan
Wahai manusia! Ketahuilah dengan seyakin-yakinnya bahwa
terdapat sejumlah kata-kata mengkhawatirkan yang keluar dari
mulut orang, kata-kata yang mengeluarkan aroma kekufuran
4 Badiuzzaman Sa’id Nursi
Cara Kedua:
“Sesuatu terbentuk dengan sendirinya.” Yakni, semua wu
jud yang ada (maujud) terbentuk dengan sendirinya. Kata-kata
ini juga mengandung banyak sekali kemustahilan. Kalimat ini
juga mengandung banyak kemustahilan, sehingga ia batil dan
mustahil dilihat dari banyak sisi. Kami akan menjelaskan tiga di
antara banyak kemustahilan itu, sebagai contoh saja:
Kemustahilan Pertama: Wahai pengingkar yang angkuh!
Egoisme dalam dirimu telah membuatmu bodoh hingga kau me
mutuskan mau menerima seratus kemustahilan sekaligus. Kare
na engkau adalah maujud, bukan materi sederhana, dan engkau
bukan benda mati tanpa perubahan, akan tetapi engkau adalah
alat yang amat sempurna, dalam pembaruan selamanya, serta
laksana sebuah istana menawan yang selalu dalam perubahan
selamanya, lagi pula atom-atom dalam dirimu selalu bekerja
setiap saat, maka tubuhmu memiliki banyak hubungan dengan
wujud-wujud yang ada, khususnya dalam hal rizki, dan lebih
khusus lagi dalam hal keberlangsungan spesies. Tubuhmu selalu
memberi dan menerima dengan (wujud-wujud lain yang ada).
10 Badiuzzaman Sa’id Nursi
2 Jika penisbahan (intisab) itu ada, maka benih tersebut akan menerima
perintah dari takdir ilahi dan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan
hebat. Namun ketika penisbahan itu terputus, penciptaan benih itu
mengharuskan adanya berbagai perangkat, qudrat, kemampuan, dan
kreasi yang jauh lebih besar dari apa yang dibutuhkan dalam penciptaan
pohon pinus besar tersebut. Sebab, semua bagian pohon pinus yang
merupakan bentuk hasil karya qudrat-Nya di gunung harus ada dengan
seluruh organ dan peralatannya, pada pohon maknawi yang merupakan
karya takdir di benih tersebut. Sebab, pabrik untuk mencipta pohon besar
itu adalah benih itu sendiri. Lalu pohon yang sudah ditakdirkan – yang
ada di benih- tampak secara konkret di luar melalui perantara qudrat ilahi
untuk kemudian membentuk pohon pinus besar. (Penulis)
Risalah Alam 19
kanannya. Saat itulah, si bibit yang kecil itu hanya bisa melakukan
kerja sebatas kekuatan tenaganya yang kecil dan sesuai jumlah
peralatan yang tersedia di punggungnya.
Jika dalam kondisi seperti ini ia diperintahkan untuk melakukan
pekerjaan dengan mudah semudah kondisi pertama sebelumnya,
maka di tangan kanannya ia harus menanggung beban kekuatan
seprajurit, dan di atas punggungnya ia harus memikul peralatan
perang milik sang sultan.
Maka, ini merupakan suatu khayalan yang tentu membuat malu
bahkan para pelawak yang menuturkan cerita-cerita khurafat dan
dongeng-dongeng menakjubkan untuk membuat orang tertawa.
Kesimpulan: Sesungguhnya dalam penyandaran setiap mau
jud kepada Zat Yang Wajib Ada terdapat kemudahan hingga
derajat wajib, sementara dalam penyandaran semua wujud kepada
alam dari sisi penciptaan terdapat banyak sekali kerumitan hingga
derajat tertolak, dan itu berada di luar lingkup akal.
Kemustahilan Ketiga:
Ini mengungkap dua contoh yang menjelaskan kemustahilan
ini. Hal ini sudah dijelaskan di sebagian risalah.
Contoh Pertama: Seseorang yang sangat kampungan dan
primitif memasuki sebuah istana yang dibangun dan didirikan
di tengah-tengah sebuah padang pasir tak berpenghuni. Istana
itu dihiasi dan dilengkapi dengan semua benda peninggalan
peradaban. Ia memandang sekitar lalu melihat di sana terdapat
banyak hal yang indah sekali dan menawan. Ia kemudian mulai
mencari-cari siapa yang membangun (istana ini). Lalu dengan
primitif dan bodohnya, ia mengatakan, “Salah satu bagian dari
istana inilah yang menciptakan istana ini lengkap dengan seluruh
isinya, tanpa intervensi seorang pun dari luar.”
Setiap kali melihat sesuatu, akalnya yang primitif selalu me
20 Badiuzzaman Sa’id Nursi
adanya sebab, dan tidak ada sebab yang lebih tepat melebihi
buku catatan ini.” Nyatanya, akal sama sekali tidak bisa menerima
anggapan bahwa buku catatan yang tak memiliki mata, perasaan
maupun kemampuan itu bisa menciptakan sesuatu yang mutlak
menjadi pekerjaan rububiyah, dan yang mengharuskan adanya
kuasa takterhingga. Karena saya tidak menerima adanya pencipta
azali, maka lebih baik saya mengatakan bahwa buku catatan inilah
yang telah dan tetap menciptakan segala sesuatu.
Tanggapan kami: Wahai orang bodoh lagi mabuk yang
lebih dungu dari semua orang dungu, keluarkan kepalamu dari
kubangan lumpur. Lihatlah dan tataplah Sang Pencipta yang
seluruh wujud dengan beragam lisan bersaksi akan keberadaan-
Nya dan menunjuk-Nya dengan jari-jemari yang mereka punya,
dari atom hingga bintang-bintang yang berotasi. Tataplah tajalli-
tajalli Sang Pengukir yang membangun istana jagad raya, menulis
aturan-aturan istana jagad raya dalam lembaran buku catatan
tersebut. Perhatikan perintah-perintah malakiyah, dengarkan
al-Qur’annya, dan lepaskan dirimu dari kata-kata ngelantur
semacam itu.
Contoh Kedua: Seorang yang amat kampungan dan primitif
memasuki barak militer yang amat menakutkan. Ia melihat
latihan-latihan dan serangkaian gerakan-gerakan militer yang
terorganisir, di mana batalion dan seorang mayor jenderal
melakukan manuver secara bersamaan dan selaras laksana gerakan
seorang prajurit, berhenti secara serentak dan bergerak pun secara
serentak, semuanya menembak dengan sekali perintah.
Mengingat akalnya primitif, ia tidak mengetahui adanya se
orang komandan yang memimpin melalui undang-undang negara
dan sultan. Ia bahkan mengingkari adanya aturan dan undang-
undang tersebut, sehingga ia membayangkan bahwa para prajurit
tersebut saling terkait satu sama lain. Ia memikirkan bagaimana
22 Badiuzzaman Sa’id Nursi
tali tak tampak yang luar biasa itu membuatnya terpesona dan
kagum.
Setelah itu ia pulang, lalu memasuki sebuah masjid besar
seperti masjid Ayasofia pada hari Jum’at. Ia melihat jamaah
berdiri, rukuk, sujud dan duduk mengikuti suara seseorang.
Karena si orang primitif ini tidak mengetahui syariat yang
berisi serangkaian undang-undang maknawi samawi dan tak
mengenal aturan-aturan maknawi yang berasal dari perintah sang
pemangku syariat, ia pun membayangkan bahwa jamaah tersebut
saling terkait dengan tali-tali hakiki. Tali luar biasa tersebut
menggerakkan mereka. Setelah itu ia keluar meninggalkan masjid
dan terus berfikir secara dangkal dan menggelikan bahkan bagi
orang-orang yang amat liar dan lebih buas dari hewan paling buas
sekali pun.
Tepat seperti dalam contoh ini, seseorang dengan pemikiran
naturalisme-atheisme yang murni primitif dan liar, memasuki
alam laksana barak militer mencekam milik prajurit-prajurit
tanpa batas milik penguasa azali. Jagad raya ini adalah masjid besar
yang indah milik Zat azali yang disembah. Ia membayangkan
bahwa undang-undang maknawi jagad raya yang bersumber dari
hikmah sultan azali bersifat materi. Ia membayangkan bahwa
setiap undang-undang kuasa rububiyah, hukum, dan aturan-
aturan maknawi –yang hanya memiliki wujud dalam bentuk
pengetahuan- syariat fitrah yang besar, memiliki wujud nyata
dan bersifat materi. Aturan-aturan yang bersumber dari ilmu dan
firman yang tiada memiliki wujud apa pun selain yang bersifat
pengetahuan itu anggap sebagai kuasa ilahi, ia anggap bisa
menciptakan apa pun, lalu ia sebut sebagai “alam.” Untuk itulah
ia menilai kekuatan yang tidak lain hanya merupakan tajalli kuasa
rabbani, sebagai kekuasaan independen. Pemikiran semacam ini
adalah bagian dari pemikiran primitif dan liar yang seribu kali
Risalah Alam 23
tidak membutuhkan apa pun juga. Justru Anda yang perlu ber
ibadah kepada-Nya, karena secara maknawi Anda sakit, dan
ibadah adalah antidot (penangkal) luka-luka maknawi Anda, se
perti yang telah kami tegaskan di banyak risalah.
Ketika orang sakit berkata kepada dokter yang sangat menya
yanginya dan berkali-kali memintanya untuk meminum obat
yang manjur, “Dokter, apa keperluan Anda hingga memaksa saya
melakukan ini?” Maka Anda tentu akan mengetahui sejauh mana
bodoh dan dungunya kata-kata ini.
Adapun ancaman keras al-Qur’an dan hukumannya yang me
nakutkan sebagai balasan atas sikap meninggalkan ibadah, hal itu
demikian:
Sebagaimana sultan menghukum orang biasa sesuai kesala
hannya yang membahayakan hak-hak rakyatnya dengan hukuman
keras demi menjaga hak-hak tersebut, demikian pula halnya
orang yang meninggalkan ibadah dan shalat. Dia melanggar hak-
hak seluruh maujud (makhluk) yang laksana rakyat bagi Sang
Penguasa Azali Abadi melalui suatu pelanggaran yang berbahaya,
selan itu dia juga melakukan kezaliman maknawi terhadap hak
rakyat.
Hal itu karena kesempurnaan seluruh maujud tampak me
lalui tasbih dan ibadah di sisinya yang mengarah kepada Sang
Pencipta l. Maka, orang yang meninggalkan ibadah tidak
menggubris ibadah seluruh maujud dan tidak bisa melihatnya,
bahkan mungkin mengingkarinya. Dia ketika itu meruntuhkan
kondisi seluruh maujud yang berada pada maqam tinggi ibadah
dan tasbih, yang masing-masing darinya merupakan catatan sha
madani dan cermin yang memantulkan nama-nama rabbani.
Namun dianggapnya, itu hanya benda-benda mati, tak berguna,
tak bernilai, dan tak punya peran apa pun. Dengan sikap seperti
ini, dia melecehkan seluruh maujud, mengingkari kesempurnaan
32 Badiuzzaman Sa’id Nursi
Masih ada lagi ribuan contoh lain seperti dua contoh ini, yang
menjelaskan bahwa ribuan maujud yang muncul ke alam nyata
ini dengan mudah sekali melalui jalan kesatuan adalah jauh lebih
mudah dari pengadaan satu maujud melalui jalan syarikat dan
banyak.
Hakikat ini sudah dijelaskan di dalam risalah-risalah lain
secara pasti dan qath’i seperti kepastian dua dikali dua sama
dengan empat. Untuk itu, kita bisa merujuk penjelasannya ke
(risalah-risalah dimaksud). Di sini kami akan menjelaskan suatu
rahasia saja yang sangat penting terkait kemudahan ini dari sisi
pengetahuan ilahi, takdir ilahi, dan qudrat rabbani. Itu sebagai
berikut:
Anda adalah satu maujud di antara maujud-maujud yang
ada. Jika Anda menyerahkan permasalahan Anda kepada Sang
Maha Kuasa Maha Azali, maka Dia telah menciptakan Anda
dari ketiadaan dengan mudah semudah menyalakan korek api
berdasarkan satu perintah dalam waktu sekejap atas qudrat-
Nya yang tak terbatas. Namun jika Anda tidak menyerahkan
urusan Anda kepada-Nya, dan Anda menyerahkan urusan Anda
kepada sebab-musabab materiil dan alam, maka saat itu untuk
penciptaan Anda harus dikumpulkan bahan-bahan yang ada di
dalam diri Anda dari berbagai penjuru alam, dengan takaran-
takaran sangat sensitif dan jeli setelah jagad raya dan unsur-unsur
disaring dengan saringan yang halus, karena Anda adalah intisari
sempurna, buah menawan, dan katalog kecil jagad raya. Hal itu
karena, sebab-musabab materiil hanya disusun dan disatukan, dan
ia tidak ditakdirkan untuk mengadakan dan menciptakan sesuatu
yang tidak ada dari ketiadaan, seperti yang bisa dibenarkan oleh
seluruh orang yang berakal. Artinya, sebab-musabab ini akan
dipaksa untuk menyatukan tubuh makhluk hidup kecil dari
seluruh penjuru alam. Perhatikanlah sejauh mana mudahnya
Risalah Alam 37
batas pada masa ini mengatakan, “Tak ada sesuatu pun yang
diciptakan dari ketiadaan, dan tak ada sesuatu pun yang pergi
menuju ketiadaan. Tapi hanya komposisi (tarkib) dan dekomposisi
(tahlil) satu-satunya yang mengatur pabrik jagad raya ini!”
Jawaban:
Para filosof yang benar-benar melampaui batas tersebut tidak
memandang maujudat (wujud-wujud yang ada) berdasarkan
cahaya al-Qur’an. Mereka memandang alam raya ini, lalu mereka
berpendapat bahwa penciptaan dan pengadaan maujudat ini
melalui sebab-musabab dan alam pasti rumit dan sulit hingga
derajat mustahil, seperti yang telah kami buktikan sebelumnya.
Karena itu, para filosof terbagi menjadi dua golongan.
Golongan pertama: Menganut sophisme, yang berusaha
melepaskan diri dari akal yang merupakan salah satu keis
timewaan manusia. Mereka pun runtuh ke tingkatan paling
rendah dari hewan bodoh. Itu karena mereka memandang bahwa
mengingkari adanya semua wujud yang ada, bahkan mengingkari
keberadaan mereka sendiri, lebih mudah dari anggapan bahwa
alam dan sebab-musabab menciptakan wujud melalui cara
kesesatan. Dengan demikian, mereka mengingkari keberadaan
mereka sendiri, keberadaan semua wujud yang ada, dan jatuh
dalam kebodohan mutlak.
Golongan kedua: Menganggap bahwa penciptaan seekor
lalat atau satu biji tanaman oleh sebab-musabab dan alam melalui
cara kesesatan, teramat sulit sekali, dan bahwa itu mengharuskan
adanya qudrat besar di luar standar akal. Karena itu, mereka
mesti mengingkari penciptaan. Mereka mengatakan bahwa “tak
ada sesuatu pun yang diciptakan dari ketiadaan.” Mereka juga
menganggap bahwa ketiadaan itu mustahil. Mereka menilai
bahwa wujud tidaklah ditiadakan dan dilenyapkan. Hanya saja
mereka membayangkan kondisi yang bersifat tituler, yaitu adanya
Risalah Alam 39
َ ﴿ ُس ْب َحا َن َك لاَ ِع ْل َم َل َنا اِ َّل�أ َما َعلَّ ْم َت َنا اِن ََّك اَن
﴾ ْت ا ْل َعلي ُم ا ْل َحكي ُم
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Qs. al-Baqarah [2]: 32)
42 Badiuzzaman Sa’id Nursi
RISALAH ALAM
Badiuzzaman Sa’id Nursi
Penerbit
Altinbasak