You are on page 1of 68

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-undang

No. 20 Tahun 2003 pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta mencerdaskan

kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa,

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani

dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kelembagaan.

Pembelajaran yang diuraikan dalam naskah ini diarahkan untuk mencapai

tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi pengetahuan (kognitif), tetapi juga

dimensi lainnya yaitu sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Maka dengan

demikian pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam

mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan

permasalahan dengan sikap terbuka. Dengan kata lain, pendidikan merupakan

suatu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Pendidikan diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan itu sendiri, baik

pada lembaga pendidikan formal maupun pada lembaga pendidikan

nonformal.Untuk meningkatkan mutu pendidikan ini, maka perlu adanya untuk

peningkatan metode pengajaran, sebab mengajar merupakan tantangan yang

selalu dihadapi oleh setiap orang yang bergelut dalam profesi keguruan

danpendidikan. Banyak upaya yang telah dilakukan, banyak pula keberhasilan


2

yang telah dicapai meskipun disadari bahwa apa yang telah dicapai sepenuhnya

memberikan prestasi yang mengembirakan sehingga menuntut renungan,

pemikiran dan kerja keras untuk memecahkan masalah- masalah yang dihadapi

dalam bidang pendidikan.

Keberhasilan suatu pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru dalam

mengembangkan model-model pembelaran kreaktif yang berorientasi pada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif didalam proses

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya

bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil

belajar dan prestasi yang optimal.

Menurut hasil observasi penulis, hasil belajar siswa pada mata pelajaran

IPA di kelas VIIIF 20 Kendari untuk materi Gaya dan Gerak masih cukup

rendah dari 24 orang siswa terdapat 14 orang siswa atau sekitar 58.33% siswa

tidak memiliki pemahaman yang baik pada materi Gerak dan Gaya pada

pelajaran IPA SMP dan hanya sekitar 10 atau sekitar 42.66% siswa yang memiliki

pemahaman yang baik sementara pencapaian nilai KKM yaitu 72. Dari data awal

tersebut maka dapat dikatakan bahwa nilai ketuntasan hasil belajar siswa VIIIF

20 Kendari untuk materi Gaya dan Gerak secara rata-rata siswa tidak memenuhi

nilai Kriteria Ketuntasan Minimum.

Kondisi di atas berdasarkan pengamatan awal peneliti tidak terlepas dari

model pembelajaran guru yang diterapkan yang masih bersifat konvensional yaitu

dengan menggunakan metode ceramah yang bersifat monoton dan hanya berpusat
3

kepada guru sehingga situasi pembelajaran menjadi kurang partisipatif dan siswa

kurang aktif dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya tingkat pemahaman

siswa juga sangat rendah pada materi yang diajarkan oleh guru.

Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan

penggunaan model pembelajaran Problem-Centered Learning. Ridlon (2009)

menyatakan bahwa Problem-Centered Learning merupakan pembelajaran yang

sangat potensial dimana permasalahannya diberikan untuk seluruh siswa di kelas

tetapi diselasaikan dalam kolaboratif grup. Dia juga berpendapat: “ The groups

presented and defended their solution strategies to their peers. The PCL approach

appeared to significantly enhance achievement and improve attitude towards

mathematics. PCL appeared useful with any curriculum if the teacher understood

and property implemented the components of the approach”. Dengan kata lain,

dengan signifikan PCL dapat menghasikan pencapaian dan peningkatkan kemampuan

matematika. Selain itu, PCL juga dapat digunakan untuk kurikulum apapun, hanya

saja jika para guru mengerti dan mengimplementasikannya dengan benar.

Dengan model pembelajaran Problem-Centered Learning maka peneliti

menyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa VIIIF 20 Kendari untuk materi

Gaya dan Gerak . Keyakinan ini di dasari pada karakteristik model pembelajaran PCl

sebagai aktivitas yang menekankanbelajar melalui penelitian atau pemecahan

masalah di dalam kelas dan memiliki beberapa keunggulan, adalah sebagai

berikut:

a. PCL memfokuskan aktivitas pembelajaran pada berbagai masalah yang

menarik bagi siswa, sehingga siswa selalu berusaha memecahkan masalah

tersebut.
4

b. PCL memfokuskan pada pentingnya komunikasi dalam pembelajaran karena

terdapat proses dimana siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif dan

kolaboratif.

c. PCL ini memfokuskan pada proses-proses penyelidikan dan penalaran dalam

pemecahan masalah dan bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil

eksperimen yang benar atau jawaban yang benar terhadap pertanyaan masalah

semata.

d. PCL mengembangkan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan atau

menerapkan nilai-nilai sosial ketika mereka menghadapi situasi-situasi

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan ciri khas di atas maka dalam pertimbangan peneliti dengan

penggunaan model pembelajaran Problem-Centered Learning yang berbeda dengan

model pembelajaran konvesional yang dilakukan guru selama ini dengan

menggunakan metode ceramah dengan guru mendominasi kelas, siswa hanya

menerima, mendengar, dan mencatat hal yang disampaikan guru sehingga siswa

cenderung pasif dalam belajar maka model pembelajaran Problem-Centered

Learning dianggap mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

IPA di Kelas VIIIF 20 Kendari untuk materi Gaya dan Gerak. Maka untuk itu

agar dapat memperoleh hasil yang bersifat empirikal dan ilmiah maka perlu

dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan Model Pembelajaran

Problem-Centered Learning dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas

VIIIF Pada Materi pokok Gerak dan Gaya di SMP Negeri 20 Kendari.

B. Rumusan Masalah
5

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana deskripsi aktivitas belajar siswa di kelas VIIIF pada materi Gaya

dan Gerak dengan penerapan model Pembelajaran Problem-Centered

Learning?

2. Bagaimana deskripsi aktivitas mengajar guru di kelas VIIIF pada materi

Gaya dan Gerak dengan penerapan model Pembelajaran Problem-Centered

Learning?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada mata pelajaran IPA di Kelas di

kelas VIIIF pada materi Gaya dan Gerak SMP Negeri 20 Kendari ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dengan penerapan model

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada mata pelajaran IPA di Kelas di

kelas VIIIF pada materi Gaya dan Gerak SMP Negeri 20 Kendari?

2. Untuk mengetahui aktivitas mengajar guru dengan penerapan model

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada mata pelajaran IPA di Kelas di

kelas VIIIF pada materi Gaya dan Gerak SMP Negeri 20 Kendari

3. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada mata pelajaran IPA di Kelas di

kelas VIIIF pada materi Gaya dan Gerak SMP Negeri 20 Kendari.

D. Manfaat Penelitian
6

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi guru,untuk menambah wawasan pengetahuan, sebagai bahan evaluasi

bagi guru IPA dalam usahanya untuk meningkatkan keberhasilan mengajar

IPA di SMP 20 Kendari

2. Bagi sekolah,memberikan informasi tentang kemampuan guru dalam

memvariasikan bentuk pelayanan kepada siswa dalam belajar

3. Bagi peneliti,sebagai sarana pengembangan model pembelajarn model

Pembelajaran Problem-Centered Learning melalui proses pelaksanaan

penelitian tindakan kelas


7

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Belajar dan Pembelajaran


1. Konsep Belajar
Belajar merupakan kegiatan membaca, menulis, berfikir, dan menghayati

serta melakukan perbuatan sebagai latihan untuk mendapatkan pengetahuan.

Secara umum orang sering berpandangan bahwa belajar itu hanya menulis dan

membaca materi pembelajaran berupa buku, serta latihan-latihan berupa gerakan

pendapat lain. Untuk mendapatkan pengertian yang obyektif tentang belajar

terutama belajar disekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar.

Menurut Slameto yang mengemukakan bahwa, “ Belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan sendiri dalam interaksi

dalam lingkungan” (Slameto,2003:5).

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau

potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang

dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus

dan output yang berupa respon.Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru

kepada pelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap

stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
8

diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat

diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru

(stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respons) harus dapat diamati dan

diukur (Wikipedia Bahasa Indonesia,2018:web:2 November 2018)

Dari beberapa definisi tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa orang

yang telah melakukan belajar pasti akan mengalami banyak perubahan. Orang

yang belajar tentang moral, ia akan berusaha merubah sifatnya sesuai dengan apa

yang telah dia baca, misalnya menjadi seorang panutan ditengah masyarakat.

Kalau seorang telah membaca buku tentang cara bergaul dengan orang-orang

diperkotaan, maka ia akan berubah secara sadar mengikuti cara-cara bergaul

orang di kota.

Menurut Aunurrahman (2010:35) Belajar adalah suatu usaha sadar yang

dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan

pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

untuk memperoleh tujuan tertentu. Dengan demikian, belajar itu bukan sekedar

perubahan perbuatan, akan tetapi termasuk yang terjadi akibat faktor-faktor yang

disengaja melalui kegiatan belajar dimana kegiatan belajar ini dilakukan untuk

mendapatkan suatu tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan yakni

belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar.

Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi

juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,

watak, penyesuaian diri yang dilakukan oleh tiap individu sejak lahir sampai

meninggal dunia dengan mempunyai tujuan tertentu. Jadi, dapat dikatakan bahwa
9

belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan

pribadi manusia seutuhnya, akan suatu hal yang dipelajari dapat terus tersimpan

dalam pikiran individu terutama akan sesuatu yang selalu dilakukan berulang-

ulang.

Abd Rachman 1993:67 mengutip pendapat Robert M. Gagne dalam bukunya

Conditions of Learning menyebutkan6: “Learning is change in human dispotition or

capacity, which persists over a period of time, and which is not simple ascribable to

processes of growth”. Belajar adalah perubahan watak manusia yang berlangsung

lama yang bukan berasal dari proses pertumbuhan yang sederhana. Pandangan lain

tentang belajar dikemukakan Muhibin Syah (2004:65) dikuti dari Kleden bahwa

belajar mencakup

a. Belajar tentang (Learning how to think), yaitu belajar untuk mengetahui

sesuatu. Misalnya belajar tentang bersepeda, maka cukup membaca buku-

buku, melihat film dan video tentang cara-cara bersepeda.

b. Belajar (Learning how to do), yaitu belajar bagaimana melakukan sesuatu.

Jika seseorang belajar bersepeda, maka ia akan langsung menaiki sepeda dan

mempraktikkan, yang tidak mustahil ia akan nabrak kiri dan kanan.

c. Belajar menjadi (Learning to be), yaitu belajar memanusiakan manusia.

Belajar inilah yang disebut sebagai proses pembelajaran yang sejati. Belajar hidup

bersama (learning to life together), yaitu bersosialisasi dengan teman sebaya dan

melakukan aktifitas belajar bersama.

Pengklasifikasian di atas bisa dikatakan sebagai tahapan dalam belajar.

Maksudnya kegiatan pertama belajar adalah mengetahui sesuatu kemudian

mempraktikannya, karena sudah menjadi terbiasa, maka hasil dari belajar itu
10

mampu memunculkan jati diri pembelajar tersebut. Dari beberapa definisi belajar

di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan tingkah

laku atau watak seseorang yang bersifat tetap sebagai hasil dari pengalaman dan

latihan bukan karena proses pertumbuhan maupun kematangan.

2. Bentuk Bentuk Belajar

Menurut Gagne 1984 (Ratna Wilis 1998:15) mengemukakan ada lima

bentuk belajar, yaitu:

a. Belajar Responden.

Dalam belajar ini, suatu respon dikeluarkan oleh suatu stimulus yang telah

dikenal. Jadi, terjadinya proses belajar dikarenakan adanya stimulus. Misalnya

Maya bisa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh gurunya dengan benar.

Kemudian guru tersebut memberikan senyuman dan pujian kepadanya.

Akibatnya Maya semakin giat belajar. Senyum dan pujian guru ini merupakan

stimulus tak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan perasaan yang

menyenangkan pada diri Maya


sehingga ia membuat dia lebih giat lagi dalam

belajar.

b. Belajar Kontiguitas

Belajar dalam bentuk ini tidak memerlukan hubungan stimulus tak terkondisi

dengan respons. Asosiasi dekat (contiguous) sederhana antara stimulus dan

respons dapat menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku individu. Hal ini

disebabkan secara sederhana manusia dapat berubah karena mengalami

peristiwa-peristiwa yang berpasangan. Belajar kontiguitas sederhana bisa

dilihat jika seseorang memberikan respon atas pertanyaan yang belum lengkap,
11

seperti ”dua kali dua sama dengan?” Maka pasti bisa menjawab”empat”.

Itu adalah contoh asosiasi berdekatan antara stimulus dan respon dalam waktu

yang sama.

c. Belajar Operant

Belajar bentuk ini sebagai akibat dari reinforcement, bukan karena adanya

stimulus, sebab perilaku yang diinginkan timbul secara spontan ketika

organisme beroperasi dengan lingkungannya. Maksudnya perilaku individu

dapat ditimbulkan dengan adanya reinforcement segera setelah adanya respon.

Respon ini bisa berupa pernyataan, gerakan dan tindakan. Misalnya respon

menjawab pertanyaan guru secara sukarela, maka reinforcer bisa berupa

ucapan guru “bagus sekali”, “kamu dapat satu poin”, dan sebagainya.

d. Belajar Observasional

Konsep belajar ini memperlihatkan bahwa orang dapat belajar dengan

mengamati orang lain melakukan apa yang akan dipelajari. Misalnya anak

kecil belajar makan itu dengan mengamati cara makan yang dilakukan oleh

ibunya atau keluarganya

e. Belajar Kognitif

Bentuk belajar ini memperhatikan proses-proses kognitif selama belajar. Proses

semacam itu menyangkut “insight” (berpikir) dan “reasoning” (menggunakan

logika deduktif dan induktif). Bentuk belajar ini mengindahkan persepsi

siswa, insight, kognisi dari hubungan esensial antara unsur-unsur dalam situasi

ini. Jadi belajar tidak hanya timbul dari adanya stimulus-respon maupun

reinforcement, melainkan melibatkan tindakan mental individu yang sedang


12

belajar.

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa Gagne membagi bentuk-

bentuk belajar menjadi lima bentuk, yang merupakan inti dari teori belajar, yaitu

bentuk responden, kontiguitas, operant, observasional dan kognitif. Responden

merupakan belajar yang dibentuk dengan adanya hubungan antara stimulus

dengan respon. Kontiguitas sama dengan responden, akan tetapi untuk responden

waktunya dilakukan secara bersamaan. Observasional merupakan bentuk belajar

yang paling sederhana karena individu hanya mengamati orang lain kemudian

meniru perbuatannya. Sedangkan kognitif merupakan bentuk yang tertingggi

karena sudah memasuki wilayah insight.

Penjelasan yang lebih kompleks tentang bentuk-bentuk belajar siswa

menurut Paul B. Diedrich sebagaimana dikutip oleh Sardiman, A.M (2000:74)

dapat digolongkan sebagai berikut:Visual activities misalnya: membaca,

memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

1) Oral activities, misalnya : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,

mengeluarkan pendapat, diskusi, interview, dan lain-lain.

2) Listening activities, misalnya : mendengarkan, percakapan, diskusi, pidato.

3) Writing activities, misalnya : menulis cerita, karangan, laporan, angket.

4) Drowing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

5) Motor activities, misalnya : melakukan percobaan, membuat konstruksi,

bermain, berkebun.

6) Mental activities, misalnya : mengingat, memcahkan soal, menganalisa,

mengambil keputusan.
13

7) Emotional activities, misalnya: menaruh perhatian, merasa bosan, bersemangat,

berani, tenang. Sardiman, A.M (2000:74)

Dari beberapa definisi belajar di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau watak seseorang yang bersifat

tetap sebagai hasil dari pengalaman dan latihan bukan karena proses pertumbuhan

maupun kematangan

3. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang di rancang untuk

membantu seorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru.

Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan

dasar yang di miliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, memotivasinya,

latar belakang akademisnya, latar belakang ekonomisnya, dan lain sebagainya.

Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran

merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indicator

suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (Saiful Sagala 2012:62)

adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

membuat siswa belajar secara aktif, yang menekan pada penyediaan sumber

belajar UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang di bangun oleh guru untuk

mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan

berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi pengetahuan


14

baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi

pelajaran.

Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar

dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya

interaksi yang telah di canangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah

pencapaian tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan

pada satuan pelajaran.

Kegiatan pembelajaran yang di programkan guru merupakan kegiatan

integralistik antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara

metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara

pedadogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15)

pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah

melalui tahapan perancangan pembelajaran.

Selanjutnya Knirk dan Gustafon (saiful sagala2012:64) mengemukakan

teknologi pembelajaran melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi

yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut

melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal ini menggambarkan

bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti proses

pembelajaran (Instructional). Dengan demikian pembelajaran adalah setiap

kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu

kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui

tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar


15

mengajar. Dalam proses pembelajaran itu dikembangkan melalui pola

pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta

didik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai sumber belajar, penentu metode

belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk

menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

pembelajaran itu sendiri.

Pandangan lain tentang pembelajaran menurut Abdul Majid (2013:4),

berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku, sebagai hasil dari pengalaman individu

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Senada dengan itu, E. Mulyasa 2012:

129) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang

menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta

didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan.

Jadi didalam pembelajaran itu ditemukan dua pelaku yaitu pelajar dan

pembelajar. Pelajar adalah subyek yang belajar, sedangkan pembelajar adalah

subyek (guru) yang “membelajarkan” pelajar (siswa). Pembelajaran sendiri adalah

kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa

belajar secara aktif. Sedangkan desain instruksional merupakan program

pengajaran yang dibuat oleh guru secara konvensional disebut juga persiapan

mengajar Dimyati dan Mudjiono (1999: 296)

Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran di atas, maka dapat

penulis simpulkan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan dalam

perilaku peserta didik sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan pendidik
16

dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.

B. Konsep Hasil Belajar

Dalam kegiatan belajar, selalu menginginkan hasil belajar yang lebih baik.

Dalam hal ini, hasil belajar diartikan sebagai suatu kemampuan atau tingkat

penguasaan yang ingin dicapai seseorang sebagai akibat kegiatan belajar

mengajar. Hasil belajar yang berkualitas dapat diketahui ke arah yang lebih baik

atau sesuai dengan tujuan pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut umumnya

bersifat permanen.

Nasution (Aunurrahman, 2009:37) mengemukakan bahwa hasil belajar

adalah perubahan yang terjadi pada individu yang belajar. Dapat pula diartikan

bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai akibat perubahan-perubahan karena

usaha sadar baik jasmani maupun rohani. Perubahan tingkah laku yang terjadi dan

diperoleh siswa setelah mengikuti atau mengalami suatu program pembelajaran

yang akan berbentuk hasil belajar.

Menurut Reigeluth (Jafar Ahiri, 2011:5) hasil belajar dapat diukur dari

tinggi rendahnya perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Hasil belajar

merupakan perilaku yang dapat di amati dan menunjukan kemampuan yang di

miliki seseorang. Yang harus di ingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku

secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Artinya bahwa hasil pembelajaran yang telah dikategorisasikan tidak di lihat

secara fragmentasi atau terpisah, melainkan secara komprehensif

(Suyono,2011:7).
17

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

nilai atau hasil yang di peroleh siswa setelah melakukan aktivitas proses belajar

dengan melibatkan seluruh potensi yang di milikinya yang dapat di ukur melalui

tes hasil belajar pada mata pelajaran tertentu. Dalam sistem pendidikan nasional

rumuskan pendidikan, baik tujuan kurikulum maupun tujuan instrasional

menggunakan klasifikasi hasil belajar dan Benjamin Bloom yang ranah kognitif,

ranah efektif dan ranah spikomotoris (Nana Sudjana, 2005: 22).

a. Aspek Kognitif

Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait

dengan percobaan yang dilakukan untuk aspek pengetahuan evaluasi dapat

dilakukan melalui tes tertulis yang relevan dengan materi pokok tersebut. Aspek

kognitif dapat berupa pengetahuan dan keterampilan intelektual yang meliputi:

pengamatan,pemahaman, aplikasi, analisis,dan evaluasi. Klasifikasi tujuan

kognitif oleh Bloom (1956) domain kognitif terdiri atas enam bagian sebagai

berikut:

1) Ingatan/recall

Mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah

dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang

penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.

2) Pemahaman

Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu

tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berfikir yang rendah

3) Penerapan
18

Mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang

sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan,

prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi

dari pada pemahaman.

4) Analisis

Mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-

komponen atau faktor penyebab dan mampu memahami hubungan di antara

bagian yang satu dengan yang lainnya, sehingga struktur dan aturannya dapat

lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih

tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.

5) Sintesis

Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-

komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur dan bentuk baru. Aspek

ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan

tingkat berfikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.

6) Evaluasi

Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai

materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir

yang tinggi dalam menilai tingkat kemampuan siswa baik dalam aspek

pengetahuan maupun keterampilan dan proses belajar mengajar yang

dilangsungkan.

b. Aspek Afektif

Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat


19

penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Evaluasi aspek afektif dalam hal

ini digunakan untuk penilaian kecakapan hidup meliputi kesadaran diri,

kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, dan kecakapan akademis. Aspek

ini belum ada patokan yang pasti dalam penilaiannya. Klasifikasi tujuan afektif

terbagi dalam lima kategori sebagai berikut:

1) Penerimaan

Mengacu pada kesukarelaan dan kemampuanm emperhatikan dan memberikan

respon terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil

belajar terendah dalam domain afektif.

2) Pemberian respon

Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara

aktif, menjadi peserta, dan tertarik.

3) Penilaian

Mengacu pada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau

kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak

menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan

apresiasi.

4) Pengorganisasian

Mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat

lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal membentuk

suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam

falsafah hidup.

5) Karakterisasi
20

Mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat

berkembang dengan teratur sehingga, tingkah laku menjadi lebih konsisten dan

lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya

dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.

c. Aspek Psikomotor

Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada

keterampilan dalam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian dalam

mendapatkan hasil. Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki oleh siswa

bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai teknik praktikum. Aspek

ini menitikberatkan pada unjuk kerja siswa. Klasifikasi tujuan psikomotor terbagi

dalam lima kategori sebagai berikut:

1) Peniruan

Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberikan respons

serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot

syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.

2) Manipulasi

Menkankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan

gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan.

Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak

hanya meniru tingkah laku saja.

3) Ketetapan

Memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam

penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan


21

dibatasi sampai pada tingkat minimum.

4) Artikulasi

Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang

tepat dengan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal diantara

gerakan-gerakan yang berbeda.

5) Pengalamiahan

Menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan

energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan

merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara

ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang banyak dinilai oleh para guru di sekolah

karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan

pengajaran. Nana Sudjana, 2005: 22

C. Materi Pembelajaran IPA Tentang Gerak dan Gaya

1. Konsep Gerak
Benda dapat dikatakan bergerak apabila mengalami perubahan posisi dari

suatu titik acuan. Benda yang bergerak akan melalui suatu lintasan tertentu.

Lintasan dapat berupa lintasan yang lurus, melingkar atau parabola, ataupun tidak

beraturan. Benda yang bergerak pada suatu lintasan yang lurus, melibatkan waktu,

jarak, dan kecepatan.

A. Jarak dan Perpindahan

Sebelum mempelajari gerak lurus, kita harus memahami perbedaan jarak

dan perpindahan. Perhatikan gambar 2.1 Ilustrasi Jarak Rumah ke Sekolah.


22

Gambar 2.1 Ilustrasi Jarak Rumah ke Sekolah

Setiap hari kamu berangkat dari rumah ke sekolah kemudian kembali lagi ke

rumah. Misalnya, jika diukur jarak rumah ke sekolah 2 km, maka jarak tempuh

yang kamu lakukan setiap hari adalah 4 km. Namun perpindahan yang kamu

lakukan bernilai nol km. Mengapa demikian? Ada perbedaan makna antara jarak

dan perpindahan. Jarak merupakan panjang lintasan yang ditempuh, sedangkan

perpindahan merupakan jumlah lintasan yang ditempuh dengan memperhitungkan

posisi awal dan akhir benda, atau dengan kata lain perpindahan merupakan jarak

lurus resultan dari posisi awal sampai posisi akhir.

B. Kelajuan dan Kecepatan

Sekarang pikirkan perjalanan saat kamu pergi dari rumah ke sekolah.

Apakah kendaraan yang kamu tumpangi melaju dengan kecepatan tetap?

Bagaimana kamu dapat mengukur besar kecepatan kendaraan yang kamu

tumpangi? Perhatikan Gambar 2.2 Jarak dan Waktu Tempuh Seorang Atlet yang

Sedang Berlari!
23

Gambar 2.2 Jarak dan Waktu Tempuh Seorang Atlet yang Sedang Berlari

Pada gambar tersebut tampak seorang atlet yang bergerak lurus

beraturan mampu menempuh jarak 30 meter dalam waktu 6 sekon. Dengan kata

lain, atlet tersebut mampu menempuh jarak 5 meter setiap sekonnya. Kemampuan

atlet dalam menempuh jarak (s) tertentu setiap sekonnya (t) disebut sebagai

kelajuan atau secara matematis dapat ditulis

Dimana :
V = kecepatan, kelajuan (m/s)

s = perpindahan jarak (m)


t = waktu tempuh (s)

Tahukah kamu bagaimana cara mengukur kelajuan kendaraan bermotor?

Apakah benar dengan menggunakan speedometer? Ternyata, speedometer yang

ada di kendaraan tidak mengukur kecepatan gerak, tetapi mengukur kelajuan

Perhatikan gambar 2.3

Gambar 2.3 Perubahan Kelajuan pada Mobil yang Sedang Melaju

Angka yang ditunjukkan pada speedometer selalu berubah-ubah. Hal ini


24

menunjukkan kelajuan sesaat mobil yang sedang bergerak. Berdasarkan

pernyataan tersebut, dapatkah kamu mendefinisikan apa yang dimaksud kelajuan

sesaat? Berdasarkan gambar 2.3 kita dapat menentukan kelajuan sesaat mobil

pada saat 2 sekon, 4 sekon, dan 8 sekon. Pada mobil tertentu, biasanya dilengkapi

oleh alat yang disebut dengan Global Positioning System (GPS) untuk

menginformasikan posisi, kecepatan, arah, dan waktu secara akurat. Perhatikanlah

Gambar 2.4, terlihat pada GPS mobil melaju dengan kelajuan yang tetap, yaitu 20

m/s atau 72 km/jam. Tahukah kamu apa artinya?

Jika kelajuan mengukur jarak tempuh, maka kecepatan mengukur

perpindahan (∆s, dengan ∆ adalah perubahan/selisih) gerak benda tiap satuan

waktu (t). 
Dimana :
ṽ = kelajuan rata-rata (m/s)
s = selisih perpindahan (m)
t = selisih waktu tempuh (s)

A. Gerak Lurus Beraturan (GLB)

Meskipun kelajuan dan kecepatan memiliki definisi konsep yang

berbeda, namun pada Gerak Lurus Beraturan (GLB) besar kecepatan dan kelajuan

memiliki nilai, simbol (v), serta satuan yang sama (m/s). Gerak Lurus Beraturan

adalah gerak benda dengan lintasan garis lurus dan memiliki kecepatan setiap saat

tetap. Kecepatan tetap adalah saat benda menempuh perpindahan yang sama

selang waktu yang dibutuhkan juga sama. Salah satu contoh gerak lurus beraturan

adalah misalnya pada jalan lurus dan tidak ada hambatan, kendaraan dapat

bergerak dengan kecepatan tetap selama beberapa waktu.


25

B. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

Saat melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah, kendaraan yang kamu

tumpangi akan bergerak dengan kecepatan yang berubah-ubah tiap waktu.

Perhatikan gambar 2. 5!

Gambar 2.5 menunjukkan mobil yang sedang bergerak menjauhi lampu

lalu lintas akan dipercepat, sedangkan saat mendekati lampu lalu lintas akan

diperlambat. Percepatan atau perlambatan mobil tersebut dengan mudah dapat

diamati dari adanya perubahan besar kelajuan mobil yang ditunjukkan oleh jarum

speedometer atau angka yang muncul pada GPS. Secara matematis, percepatan

dapat dirumuskan sebagai berikut:

dengan :

a = percepatan (m/s2 )
∆v = perubahan kecepatan (m/s)
∆t = perubahan waktu (s)
vt = kecepatan akhir (m/s)
vo = kecepatan awal (m/s)

Percepatan benda tidak hanya berlaku pada kendaraan yang sedang

bergerak secara horizontal, tetapi juga pada benda yang bergerak secara vertikal.

Semua benda yang ada di permukaan bumi mengalami gaya gravitasi bumi. Gaya

gravitasi yang dimaksud adalah gaya tarik benda oleh bumi sehingga benda
26

mengalami percepatan konstan yaitu sebesar 9,8 m/s2 (percepatan gravitasi).

Untuk memudahkan dalam perhitungan, percepatan gravitasi bumi dibulatkan

menjadi 10 m/s2 .

2. Konsep Gaya

Gaya adalah tarikan atau dorongan. Gaya dapat mengubah bentuk, arah,

dan kecepatan benda. Misalnya pada plastisin, kamu dapat melempar plastisin,

menghentikan lemparan (menangkap) plastisin, atau bahkan mengubah bentuk

plastisin dengan memberikan gaya. Tahukah kamu, gaya apakah yang diberikan

pada plastisin tersebut?

Ada berapa jenis gaya yang dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-

hari? Gaya dapat dibedakan menjadi gaya sentuh dan gaya tak sentuh. Gaya

sentuh contohnya adalah gaya otot dan gaya gesek. Gaya otot adalah gaya yang

ditimbulkan oleh koordinasi otot dengan rangka tubuh. Misalnya, seseorang

hendak memanah dengan menarik mata panah ke arah belakang (Gambar 2.6a).

Gaya gesek adalah gaya yang diakibatkan oleh adanya dua buah benda yang

saling bergesekan. Gaya gesek selalu berlawanan arah dengan gaya yang

diberikan pada benda. Contohnya adalah gaya gesekan antara meja dengan lantai.

Meja yang didorong ke depan akan bergerak ke depan, namun pada waktu yang

bersamaan meja juga akan mengalami gaya gesek yang arahnya berlawanan

dengan arah gerak meja.

Gaya tak sentuh adalah gaya yang tidak membutuhkan sentuhan langsung

dengan benda yang dikenai. Contohnya seperti saat kita mendekatkan ujung

magnet batang dengan sebuah paku besi. Seketika paku besi akan tertarik dan
27

menempel pada magnet batang. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh

gaya magnet yang ditimbulkan magnet batang. Selain gaya magnet, gaya gravitasi

pada orang yang sedang terjun payung juga merupakan contoh gaya tak sentuh.

Lebih lanjut tentang gaya dan interaksinya terhadap gerak benda akan dibahas

pada pembahasan tentang Hukum Newton tentang gerak

1. Hukum Newton

A. Hukum I Newton

Saat berada di dalam bus yang sedang melaju kencang dan tiba-tiba bus

direm badan kita akan terdorong ke depan. Demikian halnya Pada percobaan sifat

kelembaman suatu benda, ditemukan fakta bahwa gelas akan tetap diam saat

kertas ditarik dengan cepat secara horizontal. Hasil percobaan tersebut

menunjukkan bahwa benda memiliki kecenderungan untuk tetap mempertahankan

keadaan diam atau geraknya dengan kecepatan tetap yang disebut sebagai inersia

atau kelembaman benda. Contoh lain yang menunjukkan inersia benda adalah saat

kamu berada di dalam sebuah mobil yang sedang melaju kencang kemudian tiba-

tiba di rem. Badan akan terdorong ke depan karena badan ingin mempertahankan

geraknya ke depan. Peristiwa tersebut yang pada akhirnya memunculkan ide

teknologi sabuk pengaman yang dipasang di kendaraan bermotor, khususnya

mobil. Perhatikan Gambar 2.7.


28

Newton menyatakan sifat inersia benda bahwa benda yang tidak mengalami

resultan gaya (∑F=0) akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan. Hal ini

selanjutnya dikenal dengan Hukum I Newton.

B. Hukum II Newton

Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui fakta bahwa pada saat

memindahkan balok (Gambar 2.8), akan lebih cepatjika gaya yang dikenakan

semakin besar. Hal ini dikarenakan gaya berbanding lurus dengan percepatan.

Jadi, dengan gaya yang besar maka akan didapatkan percepatan yang lebih besar

juga. Contoh lainnya adalah saat memindahkan meja yang ringan akan lebih cepat

daripada memindahkan lemari yang berat jika kita menggunakan besar gaya

dorong yang sama. Hal ini disebabkan massa meja yang lebih kecil daripada

massa lemari dan massa berbanding terbalik dengan percepatan benda. Semakin

kecil massa benda, maka semakin besar percepatan benda tersebut. Percobaan

tersebut membuktikan bahwa percepatan gerak sebuah benda berbanding lurus

dengan gaya yang diberikan, namun berbanding terbalik dengan massanya atau

dapat dirumuskan: Dimana :

A = percepatan (m/s2)
F = gaya yang bekerja pada benda (N)
m = massa benda (kg)

C. Hukum III Newton

Pernahkah kamu berpikir, bagaimana sebuah roket dapat meluncur ke

angkasa? Roket yang terdorong ke atas diakibatkan oleh semburan gas ke bawah.
29

Perhatikan Gambar 2.9 Semakin kuat semburan gas ke bawah, maka roket akan

semakin cepat terdorong ke atas. Berdasarkan fakta tersebut, apa yang sebenarnya

terjadi pada roket yang sedang diluncurkan? Gaya-gaya apa saja yang

memengaruhi gerak roket tersebut? Apakah gaya-gaya pada gerak roket saat

pertama kali diluncurkan sama seperti gaya-gaya roket saat sudah lepas dari

landasannya?

Gambar 2.9 Roket

Hukum III Newton menyatakan bahwa ketika benda pertama mengerjakan

gaya (F aksi) pada benda kedua, maka benda kedua tersebut akan memberikan

gaya (F reaksi) yang sama besar ke benda pertama namun berlawanan arah atau

F aksi = −F reaksi.

Jadi gaya aksi reaksi selalu bekerja pada dua benda yang berbeda dengan

besar yang sama. Contoh gaya aksi dan reaksi tersebut misalnya pada peristiwa

orang berenang. Gaya aksi dari tangan perenang ke air mengakibatkan gaya reaksi

dari air ke tangan dengan besar gaya yang sama namun arah gaya berlawanan,

sehingga orang tersebut akan terdorong ke depan meskipun tangannya mengayuh

ke belakang. Karena massa air jauh lebih besar daripada massa orang, maka
30

percepatan yang dialami orang akan jauh lebih besar daripada percepatan yang

dialami air. Hal ini mengakibatkan orang tersebut akan melaju ke depan.

Demikian halnya gerak burung terbang dapat dijelaskan dengan

menggunakan hukum III Newton. Burung mengepakkan sayap ke belakang untuk

memberikan gaya aksi ke udara. Udara yang massanya jauh lebih besar daripada

burung, memberi gaya reaksi yang nilainya sama besar dengan gaya aksi namun

berlawanan arah, sehingga mengakibatkan burung dapat melaju kencang ke

depan

D. Pembelajaran Problem-Centered Learning (PCL)

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada awalnya dikembangkan

oleh Cobb pada tahun 1986 di sekolah dasar dan pada saat itu disebut Problem-

Centered Classroom. Kemudian Wheatley mengembangkan metode ini di sekolah

menengah dan disebut dengan Problem-Centered Learning pada tahun 90-an

(Handiani, 2011, h. 20). Menurut Wlabert (Handiani, 2011, h. 20). Problem-

Centered Math merupakan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan

berdasarkan pemecahan masalah dan berpusat pada masalah.

Ridlon (2009) menyatakan bahwa Problem-Centered Learning merupakan

pembelajaran yang sangat potensial dimana permasalahannya diberikan untuk seluruh

siswa di kelas tetapi diselasaikan dalam kolaboratif grup. Dia juga berpendapat: “ The

groups presented and defended their solution strategies to their peers. The PCL

approach appeared to significantly enhance achievement and improve attitude

towards mathematics. PCL appeared useful with any curriculum if the teacher

understood and property implemented the components of the approach”. Dengan kata

lain, dengan signifikan PCL dapat menghasikan pencapaian dan peningkatkan


31

kemampuan matematika. Selain itu, PCL juga dapat digunakan untuk kurikulum

apapun, hanya saja jika para guru mengerti dan mengimplementasikannya dengan

benar. Yunaz (2012, h. 14) berpendapat bahwa pembelajaran PCL merupakan

pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan partisipasi anak dalam belajar

dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas yang

potensial.

Wheatley (dalam Yunaz, 2012, h. 17) menyatakan bahwa dalam

pembelajaran PCL terjadi 3 proses, yaitu:

a. Mengerjakan Tugas

Guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal yang menantang, yang

menurut siswa untuk mengembangkan kemampuan matematisnya. Dalam

memahami dan mencoba untuk menyelesaikan persoalan yang menantang ini,

siswa tidak diberi prosedur terlebih dahulu oleh guru untuk menyelesaikannya.

Siswa tidak diperbolehkan mendiskusikan apa yang dia pertimbangkan

sebagai solusi baik dengan gurunya maupun temannya.

b. Kegiatan Kelompok

Pada proses ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil berdasarkan

kemampuan matematisnya menurut gurunya. Dalam kegiatan kelompok ini,

setiap anggota kelompoknya harus berkolaborasi untuk menemukakan solusi

dari masalah.

c. Berbagi (Sharing)

Di kegiatan terakhir ini siswa disatukan kembali menjadi diskusi kelas.

Perwakilan anggota dari setiap kelompok berbagi hasil diskusinya di depan

kelas dan menjadi diskusi kelas dengan menemukan solusi dari permasalahan
32

yang berbeda. Peran guru pada proses ini hanyalah sebagai fasilitator,

membantu diskusi kelas, dan tidak bersifat menilai, tetapi hanya bersifat

mendorong.

Dengan ketiga kegiatan di atas, diharapkan siswa dapat bernegosiasi

dengan dirinya sendiri, dengan gurunya, dan dengan temannya. Komunikasi yang

terjalin ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan matematisnya dengan

interaksi yang dilakukan dan informasi yang didapat. Wheatley

(Yulianti,2012,h.19) mendesain PCL dalam proses pembelajarannya mendorong

mereka untuk:

a. Menemukan solusi-solusi dalam pemecahan berbagai masalah dengan cara

mereka sendiri

b. Saling tukar ide, pandangan atau gagasan solusi yang diperkuat dari

beberapa jawaban yang benar atau salah

c. Berpikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung dalam

menyelesaikan persoalan mata pelajaran georgrafi.

Yulianti (2012, h. 21) mengemukakan pembelajaran PCL memiliki 3

mekanisme yang menerapkan tiga metode belajar yaitu cooperative learning,

collaborative learning, dan tutorial learning. Penjelasan lebih lanjut, Cooperative

Learning adalah aktivitas antara anggota kelompok yang saling bertukar ide dan

bersama-sama menemukan solusinya. Collaborative Learning adalah

pembelajaran guru terhadap siswa menggunakan teknik penyelidikan. Tutorial Learning

adalah pembelajaran guru dan siswa dimana mereka bersama-sama membahas hasil kerja

kelompok dan mempertahankannya. Yackel (Lestari, 2014, hlm. 14) membagi aktivitas

ini menjadi tiga bagian, yaitu kerja berpasangan, negosiasi dalam kelas dan kesepakatan.
33

Ketiga bagian ini diuraikan satu persatu sebagai berikut:

a) Siswa bekerja secara berpasangan dalam aktifitas-aktifitas yang diyakini dapat

memecahkan masalah.

b) Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan dikelas.

c) Guru mendorong semua siswa untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka

dan menerangkan secara rinci.

d) Siswa didorong untuk bersikap setuju atau tidak setuju terhadap gagasan orang

lain.

e) Siswa mencapai kesepakatan atau persetujuan sebagai suatu solusi yang benar

tetapi belajar menggali bahwa terdapat berbagai cara untuk mencapai suatu

solusi.

Sasaran dari PCL adalah penyelidikan dan pemecahan masalah Jakubowski

mengemukakan ciri khusus dari pembelajaran PCL sebagai aktivitas yang

menekankan belajar melalui penelitian atau pemecahan masalah di dalam kelas

dan memiliki beberapa keunggulan, adalah sebagai berikut:

a) PCL memfokuskan aktivitas pembelajaran pada berbagai masalah yang

menarik bagi siswa, sehingga siswa selalu berusaha memecahkan masalah

tersebut.

b) PCL memfokuskan pada pentingnya komunikasi dalam pembelajaran karena

terdapat proses dimana siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif dan

kolaboratif.

c) PCL ini memfokuskan pada proses-proses penyelidikan dan penalaran dalam

pemecahan masalah dan bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil


34

eksperimen yang benar atau jawaban yang benar terhadap pertanyaan

masalah semata.

d) PCL mengembangkan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan atau

menerapkan matematika ketika mereka menghadapi situasi-situasi kehidupan

sehari-hari.

Selanjutnya yaitu langkah-langkah dalam Problem Centered Learning

(PCL): Menurut Wheatley (Hadiani, 2011, hlm. 9) langkah-langkah Problem

Centered Learning (PCL) adalah berikut:

a. Pembelajaran Problem Centered Learning dimulai dengan menyiapkan kelas,

agar guru dapat menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas secara individu

dan membuat siswa memecahkan masalah

b. Siswa bekerja atau sharing dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari

4-5 orang. Pembagian kelompok belajar dilakukan dengan memperhatikan

kemampuan siswa dan diusahakan dalam kelompok tersebut tidak ada siswa

yang mendominasi diskusi. Pada langkah kedua ini, guru berperan sebagai

fasilitator yang berusaha mengkondisikan siswa agar selalu melakukan

kolaborasi dalam aktivitas kelompok.

c. Menyatukan seluruh siswa dalam kegiatan diskusi kelas (sharing), siswa

secara keseluruhan melakukan diskusi selama beberapa menit yang dipandu

oleh guru. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka temukan

didepan kelas kepda kelompok lainnya. Jika kelompok lain tidak setuju,

mereka dapan menyajikan solusinya. Dari aktivitas diskusi kelas diusahakan

tercapai kesepakatan/ persetujuan bersama oleh siswa untuk menetapkan


35

solusi yang paling benar dengan cara memperoleh sangant mudah.

d. Peran guru dalam diskusi ini adalah sebagai fasilitator dan setiap usahan di

buat untuk tidak bersifat menilai tetapi hanya bersifat mendorong siswa untuk

aktif bernegosiasi. Guru dapat mendengarkan gagasan-gagasan siswa sambil

memotivasi mereka untuk mendengarkan pendapat teman- temannya. Tujuan

utama diskusi kelas adalah menciptakan kesempatan bagi para siswa untuk

menyajikan metode-metode solusi mereka kepada teman-temannya dan

membandingkan atau mempertentangkan gagasan- gagasan matematika yang

berbeda.

e. Secara alami mereka membandingkan dengan mengkritik gagasan- gagasan

yang diutarakan penyaji, mungkin lebih akurat atau memberikan konstruksi

yang yang berbeda dari pemjelasan penyaji.

f. Refleksi Melalui refleksi dan penjelasan penyaji, berarti kesempatan- kesempatan

belajar potensial telah terjadi belajar potensial yang dimaksud adalah ketika

anggota kelompok berbagi mengenai cara dalam menafsirkanndan membuat

logis tugas, anggota-anggota yang lain juga berusaha membuat logis metode atau

melakukan penafsiran-penafsiran yang penting

g. Guru memberikan dorongan kepada siswa untuk terus memberikan pendapat-

pendapatnya pada masalah yang dihadapi

h. Pentup guru memberikan penguatan atas materi yang telah di diskusikan

melalui pembelajaran dengan model PCl

Selanjutnya Menurut Dunn (Ghufron, M. Nur 2012:19) mengemukakan

bahwa, Mengidentifikasi lima kategori jenis atau gaya pembelajaran, yaitu reaksi

pada lingkungan ruangan kelas, emosionalitas yang dimilki anak, sosiologis


36

(hubungan dengan masyarakat), pelajaran yang disukai, karakteristik psikologis,

dan menghadapi analisis global. Senada dengan pendapat Kirkley, J. 2003

memuat ketentuan bagi siswa agar aktivitas pembelajaran yang berpusat pada

masalah ini membuat siswa menjadi:

1) Belajar memandang siswa sebagai suatu aktivitas yang berarti.

2) Belajar menghargai IPA sebagai suatu subjek ilmu yang mengkaji

lingkungan

3) Dapat melihat alasan untuk mempelajari IPA.

4) Termotivasi secara intrinsik untuk belajar.

5) Memandang IPA sebagai suatu upaya manusia di mana mereka dapat

berpartisipasi, dan bukan memandang IPA sebagai suatu perangkat fakta-fakta

tidak berhubungan yang hanya ditentukan oleh para ahli bidangnya.

Pada saat pembelajaran berlangsung, model PCL membuat siswa selalu

berpartisipasi secara kolaboratif untuk mencari solusi terhadap tugas siswa, dan

memiliki kesempatan melakukan pembelajaran potensial dalam kolaboratif

kelompok. Siswa harus berusaha untuk membuat logis pemahaman tugasnya dan

mengkomunikasikan pikirannya, kesempatan-kesempatan muncul bagi siswa

untuk mengembangkan lebih banyak pemahaman tugas. Dalam menerangkan

secara rinci atau membenarkan suatu model, siswa juga diberikan kesempatan

belajar potensial. Belajar potensial yang dimaksud di antaranya, ketika anggota

kelompok berbagi mengenai cara dalam menafsirkan dan membuat logis tugas,

anggota-anggota lain juga berusaha membuat logis model atau melakukan

penafsiran-penafsiran yang penting. Selama diskusi kelas (sharing) yang


37

dilakukan siswa, setelah aktivitas kelompok kecil, banyak kesempatan belajar

potensial lainnya yang muncul. Tujuan utama diskusi kelas adalah untuk

menciptakan kesempatan bagi para siswa untuk menyajikan model-model solusi

mereka kepada teman-temannya dan membandingkan/menentang gagasan-

gagasan siswa yang berbeda

E. Kerangka Pikir Penelitian

Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai siswa melalui

proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan

keterampilan yang berguna bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari serta sikap

dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia yang

berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara

serta bertanggung jawab kepada tuhan yang maha Esa. Untuk meningkatkan hasil

belajar IPA Di kelas VIIIF SMP Negeri 20 Kendari, dalam pembelajarannya

harus menarik sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Diperlukan model

pembelajaran interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada

siswa sebagai subjek belajar. Selain itu, diperlukan situasi dan strategi

pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran,

pendengaran, penglihatan, dan psikomotorik dalam proses belajar mengajar. Dari

uraian di atas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran

Problem-Centered Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA Di kelas VIIIF

SMP di bandingkan dengan pendekatan konvensional (metode ceramah).

Berdasarkan asumsi dasar di atas maka untuk memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian pada penggunaan metode pembelajaran Problem-Centered


38

Learning maka dapat digambarkan melalui kerangka pikir penelitian. Adapun

kerangka pikir penelitian sebagai berikut:


39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang telah dilakukan di SMP 20 Kendari tepatnya di

kelas VIIIF SMP SMP Negeri 20 Kendari. Penelitian ini akan dilaksanakan pada

mata pelajaran IPA tentang Siswa pada smester ganjil tahun ajaran 2020/2021.

Pertimbangan peneliti melakukan penelitian tindakan kelas di kelas VIIIF SMP

Negeri 20 Kendari karena di kelas tersebut siswa-siswa mengalami masalah

dalam hasil belajar siswa.

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) menurut Hobri

(2007:31) penelitian tindakan kelas adalah suatu penyelidikan atau kajian secara

sistematis dan terencana untuk memperbaiki pembelajaran dengan jalan

mengadakan perbaikan atau perubahan dan mempelajari akibat yang

ditimbulkannya. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model skema

Hopkins yaitu model skema yang menggunakan prosedur yang dipandang sebagai

suatu siklus spiral dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang

kemudian diikuti siklus spiral berikutnya (Hobri, 2007:9).

C. Subyek penelitian
Penelitian yang telah dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

2020/2021 SMP 20 Kendari kelas VIIIF. Penetapan kelas VIIIF SMP Negeri 20

Kendari sebagai tempat melakukan penelitian tindakan kelas berdasarkan hasil


40

belajar pada materi mata pelajaran IPA tentang materi gerak dan gaya akan di

laksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus dilakukan tindakan pembelajaran dalam 2

kali pertemuan dengan menggunakan metode Pembelajaran Problem-Centered

Learning (PCL). Adapun yang menjadi subyek penelitian dalam penelitian ini

adalah siswa-siswi kelas VIIIF SMP Negeri 20 Kendari yang akan dilakukan

penelitian tindakan kelas.

D. Prosedun Tidankan Penelitian

Tindakan penelitian ini terdiri dari 2 (dua) siklus. Tiap siklus dilaksanakan

2 kali pertemuan yang sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai dalam

penelitian tindakan kelas ini. Menurut wardani (2003:21), langkah dalam PTK

merupakan satu daur siklus yang terdiri dari:

1) perencanaan (planning);

2) pelaksanaan tindakan (action);

3) observasi dan evaluasi (observation and evaluation);

4) refleksi (reflection)

Berdasarkan uraian di atas maka secara umum PTK mencakup 4 bagian

penting yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. dengan demikian

Untuk lebih jelasnya siklus penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh

peneliti di SMP Negeri 20 Kendari tepatnya di kelas VIIIF SMP Negeri 20

Kendari dalam penerapan metode pembelajaran Problem-Centered Learning

(PCL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi

gerak dan gaya dapat dilihat pada skema di bawah ini


41

Permasalahan Alternatif pemecahan Pelaksanaan


Siklus I
(rencana tindakan I ) Tindakan I

terselesaikan Rerleksi I Analisis Data I Observasi


(Monitoring)

Belum Alternatif Pemecahan Pelaksanaan


Terselesaikan (Rencana Tindakan II) tindakan II Siklus
II

Refleksi II Analisis Data II Observasi


(Monitoring)

Terselesaikan Pelaporan

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian tindakan kelas (Wardani, 2003 :32
1. Perencanaan

Dalam perencanaan tindakan siklus I, peneliti melaksanakan beberapa hal


yaitu:

a. Pemilihan buku-buku sumber bahan pelajaran, penyiapan alat tulis-

menulis untuk mendukung pembelajaran.

b. Membuat skenaro pembelajaran berupa rencana pelaksanaan model

Pembelajaran Problem-Centered Learning

c. Menyiapkan lembar kegiatan siswa (LKS) siklusi I untuk diberikan pada

masing-masing kelompok.

d. Menyediakan media berupa lembar obsrvasi mengajar guru dan partisipasi

aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran.

e. Menyiapkan kartu bernomor untuk pemberian jawaban dalam diskusi.


42

f. Mendesain alat evaluasi berupa penilaian hasil belajar untuk mengetahui hasil

yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan tes.

g. Membuat lembar jawaban tes evaluasi siklus

2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini meliputi pelaksanaan tindakan pada tiap siklus yang

disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah disusun yaitu penerapan

pembelajaran yang telah disusun yaitu penerapan pembelajaran Problem-

Centered Learning untuk materi pelajaran. Dalam proses model Pembelajaran

Problem-Centered Learning diawali dengan guru memberikan materi pelajaran

kepada kelompok, kemudian menyajikan materi tersebut kepada teman

kelompoknya, guru mengamati bagaimana siswa bertingkah laku dan adanya rasa

tanggung jawab pada diri setiap siswa, setiap kelompok menyelesaikan soal atau

kuis yang di berikan guru.

3. Observasi dan Evaluasi


Kegiatan observasi pada siklus ini di laksanakan untuk mendapatkan

bagaimana kemampuan guru dalam membimbing dan memfasilitasi siswa dalam

kegiatan proses pembelajaran observasi di lakukan oleh pengamat dengan lembar

observasi berupa pengamatan aktivitas siswa dan aktivitas guru selama kegiatan

pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi pada siklus ini untuk mendapat informasi

sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang di ajarkan. Evaluasi

dilaksanakan dengan tes tertulis serta kinerja guru dalam mengelolah

pembelajaran.
43

4. Refleksi

Refleksi dilaksanakan dengan menganalisa atau mengolah data hasil

observasi dan interpertasi sehingga di peroleh kesimpulan bagaimana yang

memerlukan perbaikan dan bagaimana yang sudah sesuai dengan tujuan yang

ingin di capai. Dalam melakukan refleksi, peneliti harus bekerjasama dengan guru

sebagai kolaborator. Kemudian peneliti dengan guru sebagai kolaborator

mengadakan diskusi untuk penentuan langkah-langkah untuk memperbaiki

permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tindakan. Setelah itu di tarik

kesimpulan apakah penelitian yang dilakukan berhasil atau tidak sehingga dapat

menentukan langkah berikutnya apakah dilanjutkan melalui siklus lanjutan atau

tidak perlu dilanjutkan dengan hasil tindakan kelas pada siklus I.

E. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

1) Data kualitatif adalah untuk menghimpun data proses pelaksanaan

pembelajaran yang di lakukan oleh guru dalam pembelajaran model

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada materi pokok Dinamika

Perwujudan Pancasila Sebagai Dasar berupa hasil refleksi dan evaluasi

dengan guru mata pelajaran tentang kelemahan dan keunggulan penggunaan

model pembelajaran Problem-Centered Learning (PCl)

2) Data kuantitatif adalah untuk menunjukkan data tentang hasil pembelajaran

IPA ketika guru menerapkan model Pembelajaran Problem-Centered

Learning pada materi gerak dan Gaya dari hasil belajar siswa dengan
44

penerapan model pembelajaran Problem-Centered Learning (PCL)

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari siswa dan guru yang berupa

hasil observasi tentang keadaan hasil proses belajar mengajar dan hasil evaluasi

siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

a. Data tentang suasana proses pembelajaran sebelum dan saat pelaksanaan

pembelajaran dan pendekatan model Pembelajaran Problem-Centered

Learning pada materi pokok Gerak dan Gaya

b. Data tentang pemahaman siswa terhadap materi yang di berikan diambil

dengan menggunakan hasil belajar.

c. Data tentang refleksi di ambil dengan menggunakan jurnal-jurnal.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan statistik deskriptif

untuk menghitung nilai siswa, rata-rata nilai siswa, dan ketuntasan belajar siswa.

1) Menentukan nilai siswa

a. Ketuntasan individu

Ketuntasaan individu siswa ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh

pada setiap siklus, siswa dikatakan tuntas jika nilai yang diperolehsiswa adalah 72

sesuai KKM yang diterapkan disekolah.

b. Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal tercapai jika minimal 80% siswa telah mencapai

ketuntasan.
45

H. Indikator Kinerja

Indikator kinerja pada penelitian ini terdiri dari atas:

1. Indikator Kinerja guru

Indiator kinerja keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

guru yaitu ≥75% skenario pembelajaran terlaksana sesuai dengan model

Pembelajaran Problem-Centered Learning pada materi Gerak dan Gaya

Indikator siswa Sekurang-kurangnya 75% siswa menunjukkan peran aktif

dalam kegiatan pembelajaran IPA di kelas.

2. Indikator Siswa

Indikator kinerja yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran IPA materi Gerak dan Gaya yaitu minimal ≥80% siswa telah

memperoleh nilai ≥72 secara individual sesuai dengan kriteria ketuntasan

minimal (KKM) SMP Negeri 20 Kendari.


46

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian.


1. Penerapan Model Pembelajaran Problem-CenteredLearning Pada Pelajaran
IPA di Kelas VIIIF SMP Negeri 20 Kendari

a. Perencanaan Tindakan Siklus I

Perencanaan tindakan pada siklus I antara lain: guru menyiapkan RPP

dengan materi Gerak dan Gaya, menyiapkan soal diskusi kelompok, menyiapkan

soal pre test dan post test, membentuk kelompok diskusi belajar dari 24 siswa

menjadi 6 kelompok. Kemudian guru menjelaskan kegiatan yang harus dilakukan

pada saat pembelajaran dengan Problem-Centered Learning (PCL) menggunakan

metode diskusi kelompok. Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah

persentasi, tanya jawab, dan diskusi serta kerja kelompok dengan model Problem

Centered Learning. Penilaian yang digunakan adalah hasil pre test, post test dan

keaktifan siswa. Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan

pada siklus I pertemuan pertama dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan pada Hari Kamis, 10

Februari 2020 dan Kamis, 17 februari 2020 selama 2 jam pelajaran dengan

alokasi waktu 2 X 45 menit tepatnya pukul 9.45 – 11.15 WIB. Materi yang

digunakan adalah gerak dan gaya

1) Pertemuan Pertama Siklus


47

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mata pelajaran IPA dengan Materi

pokok Gerak dan gaya dengan metode pembelajaran yang digunakan adalah

menggunakan persentasi dan metode diskusi sehingga siswa mampu

menuntaskan indicator pembelajaran yaitu 1). siswa mampu menjelaskan apa itu

gaya dan gerak. 2) Siswa mampu memahami gerak dan gaya. Adapun lebih

jelasnya secara umum tentang pelaksanaan tindakan kelas pertemuan pertama

siklus I dapat dijabarkan seperti tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Pertemuan Siklus I


Tahapan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Awal / Pendahuluan Memberi salam dan membuka pelajaran.
 Presensi.
 Pengantar (apersepsi)
Kegiatan Inti Pembelajaran  Memberikan penjelasan tentang
pencemaran, perusakan dan resiko
lingkungan.
 Mengerjakan soal pre test siklus I
 Melakukan penguatan terhadap
pemahaman materi gerak dan gaya.
Kepada siswa
 Membentuk kelompok diskusi
untuk pertemuan selanjutnya
Kegiatan Penutup Memberi Kesimpulan Evaluasi dengan
tanya jawab
Menutup Pelajaran

Deskripsi pelaksanaan pembelajaran tindakan kelas

a) Kegiatan Awal

 Guru memasuki kelas dan memberi salam kepada para siswa.

Kemudian dilanjutkan dengan perkenalan singkat dan mempresensisi siswa.

 Guru memberikan apersepsi kepada siswa tentang mata pelajaran yang

akan diberikan kepada siswa.

b) Kegiatan inti pembelajaran.


48

 Sebelum guru menyampaikan garis besar materi pembelajaran, terlebih

dahulu guru memberikan soal pre test I untuk mengetahui kemampuan

siswa tentang mata pelajaran yang akan diberikan.

 Setelah selesai mengerjakan soal pre test I, guru menyampaikan materi

kepada siswa tentang Gerak dan gaya.

 Kemudian guru membentuk 6 kelompok dari 24 siswa untuk berdiskusi

dan menyelesaikan persoalan yang diberikan oleh guru tentang Gerak dan

gaya.

 Setelah kegiatan diskusi selesai, guru mempersilahkan salah satu

kelompok maju kedepan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi

mereka

c) Kegiatan Penutup

 Guru mengajak siswa untuk mereview materi yang baru saja

disampaikan. Dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya

 Guru memberi salam penutup, memimpin doa penutup, dan keluar

ruangan.

2) Pertemuan Kedua Siklus I

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mata pelajaran IPA dengan Materi

pokok Gerak dan gaya dengan metode pembelajaran yang digunakan adalah

menggunakan persentasi dan metode diskusi sehingga siswa mampu

menuntaskan indikator pembelajaran 2) Siswa mampu memahami apa itu Gerak

dan gaya. Adapun lebih jelasnya secara umum tentang pelaksanaan tindakan

kelas pertemuan Kedua siklus I dapat dijabarkan seperti tabel sebagai berikut:
49

Tabel 2.Pertemua Kedua Siklus I


Tahapan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Awal / Pendahuluan Memberi salam dan membuka pelajaran.
 Presensi.
 Pengantar (apersepsi)
Kegiatan Inti Pembelajaran  Memberikan penjelasan tentang Gerak dan
Gaya.
 Mengantur tempat duduk siswa sesuai
kelompok yang telah dibentuk sebelumnya
 Memberikan instruksi kepada siswa tentang
sub pokok materi yang akan dibahas tiap
kelompok
 Memberikan waktu untuk tiap anggota
kelompok untuk berdiskusi
 Mempersilahkan salah satu kelompok untuk
mempersentasekan hasil
 diskusinya dalam kelompok
Kegiatan Penutup Memberi Kesimpulan
Evaluasi dengan tanya jawab
Menutup Pelajaran

Adapun lebih jelasnya tentang deskripsi tahapan pelaksanaan tindakan

kelas pertemuan kedua siklus I dapat di deskripsikan sebagai berikut

a) Kegiatan Awal

 Guru memasuki kelas dan member salam kepada para siswa.

Kemudian dilanjutkan dengan mempresensi siswa.

 Guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa mata pelajaran yang akan

diberikan ini akan sangat bermanfaat di kehidupan

b) Kegiatan inti pembelajaran.

 Sebelum memulai penyampaian materi pembelajaran, guru mengingatkan


50

materi yang sudah dijelaskan pada pertemuan pertama.

 Setelah itu guru mempersiapkan kelompok belajar yang telah

dilakukan pembagian pada pertemua sebelumnya

 Selanjutnya guru menyampaikan materi pengantar kepada siswa tentang

Gerak dan gaya.

 Selanjutnya melalui undian memillih kelompok yang akan melakukan

presentasi tentang materi Gerak dan gaya.

 Kelompok presentasi memberikan kesempatan kepada kelompok lain

untuk memberikan tanggapan.

c) Kegiatan Akhir

 Guru mengajak siswa untuk mereview materi yang baru saja disampaikan.

Dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya serta memberikan

kesimpulan.

 Guru memberi salam penutup, memimpin doa penutup, dan keluar

ruangan.

c. Observasi Siklus I

Selama pelaksanaan tindakan berlangsung, observer melakukan

pengamatan dan pencatatan dengan menggunakan lembar observasi yang telah

disediakan. Hal-hal yang diamati dan dicatat oleh observer adalah keaktivan dan

partisipasi serta antusialisme siswa selama proses pembelajaran mata pelajaran

dengan penerapan model pembelajaran Problem-Centered Learning (PCL).

d. Refleksi Siklus I

Berdasarkan tindakan pada siklus I meliputi perencanaan dan pelaksanaan


51

tindakan serta hasil observasi dapat dilakukan hasil refleksi. Peneliti dan

kolaborator mendiskusikan hasil pelaksanaan tindakan. Upaya untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa melalui strategi pembelajaran Problem-

Centered Learning (PCL) masih belum menunjukkan hasil yang maksimal.

Adapun masalah-masalah yang dihadapi antara lain :

1) Aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar sebagian besar masih pasif.

2) Baik pertemuan 1 dan 2 baru beberapa yang berani menjawab pertanyaan

yang dilontarkan oleh guru.

3) Baik pertemuan 1 dan 2 baru beberapa siswa yang berani mengemukakan

pendapat

4) Kerjasama dan keaktivan siswa dalam kelompok perlu lebih ditingkatkan.

Berdasarkan hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

pembelajaran pada siklus I belum menunjukkan hasil maksimal. Untuk itu perlu

dilaksanakan siklus lanjutan yaitu siklus II dengan beberapa revisi yang

didasarkan pada refleksi siklus I.

2. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II

a. Perencanaan Tindakan Kelas Siklus II

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mata pelajaran IPA Kelas VIIIF

materi pokok Gerak dan gaya di SMP Negeri 20 Kendari dimulai pukul 10.15

WITA. Materi yang digunakan adalah tentang Pengertian Gerak dan gaya. Tujuan

dari pembelajaran ini adalah siswa mampu memahami dan menjelaskan tentang

Gerak dan gaya.

b. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II


52

1) Pertemuan 1 Siklus II

Adapun pelaksanaan pembelajaran pada siklus II pertemuan pertama

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Pertemuan 1 Siklus II


Tahapan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Awal / Pendahuluan Memberi salam dan membuka pelajaran.
 Presensi.
 Pengantar (apersepsi)
Kegiatan Inti Pembelajaran  Mengerjakan Soal Pre test siklus II
(pertemuan ke I)
 Memberikan penjelasan tentang Gerak dan
gaya.
 Memberikan instruksi kepada siswa
tentang sub pokok materi yang akan
dibahas tiap kelompok
 Memberikan waktu untuk tiap anggota
kelompok untuk berdiskusi
 Mempersilahkan salah satu kelompok
untuk mempersentasekan hasil diskusinya
dalam kelompok tentang Gerak dan gaya.
Penutup Memberi Kesimpulan Evaluasi
dengan tanya jawab
Menutup Pelajaran

Adapun lebih jelasnya tentang deskripsi pelaksanaan tindakan kelas

siklus II pertemuan pertama dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Kegiatan Awal

 Guru memasuki kelas dan member salam kepada para siswa

 Kemudian dilanjutkan dengan mempresensi siswa.


53

 Guru memberikan apersepsi kepada siswa tentang mata pelajaran yang

akan diberikan kepada siswa.

b) Kegiatan inti pembelajaran.

 Sebelum guru menyampaikan garis besar materi pembelajaran, terlebih dahulu

guru memberikan soal pre test II untuk mengetahui kemampuan siswa tentang

mata pelajaran yang akan diberikan.

 Setelah selesai mengerjakan soal pre test II, guru menyampaikan materi

pengantar kepada siswa tentang Gerak dan gaya.

 Selanjutnya siswa dengan kelompoknya yang telah terbentuk melakukan

diskusi antara anggota kelompoknya

 Selanjutnya melalui undian tiap kelompok mempersentasekan hasil diskusinya

 Tiap kelompok dapat memberikan tanggapan dari kelompok yang melakukan

persentase.

 Guru dapat menjadi fasilitator dan komunikator dalam proses pembelajaran.

c) Kegiatan Penutup

 Guru mengajak siswa untuk mereview materi yang baru saja

disampaikan. Dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

 Guru memberi salam penutup, memimpin doa penutup, dan keluar

ruangan.

2) Petemuan 2 Siklus II

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mata pelajaran IPA kelas VIIIF

materi Gerak dan gaya di SMP Negeri 20 Kendari dimulai pukul 10.15 WITA.
54

Materi yang digunakan adalah tentang Gerak dan gaya. Tujuan dari pembelajaran

ini adalah siswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Gerak dan gaya.

Adapun pelaksanaan pembelajaran pada siklus II pertemuan pertama dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4 Pertemuan 2 Siklus II


Tahapan Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran
Kegiatan Awal / Memberi salam, Berdoa dan membuka pelajaran
Pendahuluan  Presensi.
 Pengantar (apersepsi)

Kegiatan Inti  Mengerjakan Soal Pre test siklus II


Pembelajaran (pertemuan ke II)
 Memberikan penjelasan tentang Gerak dan
gaya
 Memberikan instruksi kepada siswa
tentang sub pokok materi yang akan
dibahas tiap kelompok
 Memberikan waktu untuk tiap anggota
kelompok untuk berdiskusi
 Mempersilahkan salah satu kelompok
untuk mempersentasekan hasil diskusinya
dalam kelompok tentang
Gerak dan gaya.
Kegiatan penutup Memberi Kesimpulan & Menutup Pelajaran

c. Observasi Siklus II

Selama pelaksanaan tindakan berlangsung, observer melakukan

pengamatan dan pencatatan dengan menggunakan lembar observasi yang telah

disediakan. Hal-hal yang diamati dan dicatat oleh observer adalah keaktivan dan

partisipasi serta antusialisme siswa selama proses pembelajaran mata pelajaran

dengan penerapan model pembelajaran Problem-Centered Learning (PCL). Pada


55

siklus II siswa telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam keaktifan

dan partisipasi dalam proses pembelajaran. Situasi ini terlihat dengan hampir

semua siswa telah mulai berani memberikan tanggapan tentang materi yang

menjadi pokok bahasan dan juga mengajukan pertanyaan kepada kelompok

penyaji.

d. Refleksi Siklus II

Berdasarkan tindakan pada siklus II meliputi perencanaan dan pelaksanaan

tindakan serta hasil observasi dapat dilakukan hasil refleksi. Peneliti dan

kolaborator mendiskusikan hasil pelaksanaan tindakan. Upaya untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa melalui strategi pembelajaran Problem-

Centered Learning (PCL) sudah cukup menunjukkan hasil yang maksimal.

B. Hasil Penelitian Tindakan Kelas

1. Hasil Penelitian Siklus I (pertemuan 1 dan 2)

Hasil Penelitian Siklus I (Pertemuan 1 dan 2) Data tentang hasil belajar

siswa sebelum tindakan (pre test) siklus I digunakan untuk mengetahui nilai siswa

sebelum dilaksanakan tindakan siklus 1 dan post test I untuk mengukur sejauh

mana keberhasilan setelah dilakukan tindakan siklus I. Adapun hasilnya dapat

dilihat dalam tabel 5 berikut ini:

Tabel 5 Hasil Pre Test dan Post Tes Siklus I (Pertemuan 1 dan 2)
No Nama-Nama Siswa Nilai
Pre Test Post Test
1. ANJAS FARDILLA 65 75
2 ARIL SUPRIADI 74 80
3 Armansyah Alwi 80 85
4 ASBIL ASYARULLAH 68 75
5 ASKAR APRIAMAN IMPO 70 80
56

6 BIMA SAKTI 80 85
7 Faradea Mariesta 50 75
8 FERDIYANSYAH 56 70
9 FIKIH FAHREZA 65 70
10 FIKRI 75 80
11 HADIJAH 50 70
12 HERLIVA MARCLECYA M 67 75
13 MAJID NASRULLAH 60 70
14 MUH. ALFATIH 65 70
15 MUH. AMIN ABDILLAH 70 75
16 MUH. SYAURAN AUDANI 50 65
17 MUHAMMAD ARDIANSYAH 60 70
18 MUHAMMAD ARIEL 60 70
19 Muhammad Bintang Fahrisky 70 75
20 MUHAMMAD ZULHAM 67 70
21 NUR AIN NIHMA NASIR 60 70
22 NUR HAZANAH S. 65 70
23 NURHANI 60 75
24 NURUL IZAH 50 70
25 Rona Rahmatia 75 80
Jumlah 1612 1850
Nilai Rata-Rata 64.48 74
Sumber : Hasil Olahan Pre Tes dan Post Tes
Dari tabel 5 di atas maka dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa sebelum

tindakan siklus I menunjukkan bahwa nilai pre test I adalah minimum 50 dan nilai

tertinggi 80. Dan hasil belajar siklus I setelah dilakukan tindakan menunjukkan

bahwa nilai post test I minimum 65 dan nilai tertinggi 85. Nilai rata-rata hasil

belajar siswa siklus I sebesar 74 diperoleh melalui rumus nilai rata-rata. Dari data

diatas dapat ditentukan frekuensi dan persentase hasil belajar siswa pada siklus I

dibagi menjadi 5 kategori yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Interval Nilai Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)


Pre Test Post Test Pre Test Post Test
0-20 SangatRendah 0 0 0 0
57

21-40 Rendah 0 0 0 0
41-60 Sedang 9 0 36 0
61-80 Tinggi 16 23 64 92
81-100 Sangat Tinggi 0 2 0 8
Jumlah 25 25 100 100
Tabel 6 . Frekuensi dan Persentase Kategori Hasil Belajar Siswa Pre test Siklus I
Sumber Hasil Pre test & Post Test

Berdasarkan Tabel 6 dapat diperoleh informasi bahwa dari 25 siswa

terperinci tidak ada siswa yang mempunyai nilai dengan kategori sangat rendah

dan rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa kelas VIIIF SMP

Negeri 20 Kendari pada siklus I sebagian besar memiliki nilai hasil belajar pada

kategori nilai rata-rata sedang dan nilai rata-rata tinggi. sehingga dapat

ditentukan berdasarkan grafik statistik seperti pada gambar berikut ini.mbar I

Grafik Hasil Belajar Siswa Siklus I

25

20

15

10

0
Sedang Tinggi

2. Hasil Penelitian Siklus II (Pertemuan 1 dan 2)


Data tentang hasil belajar siswa sebelum tindakan (pre test) siklus II

digunakan untuk mengetahui nilai siswa sebelum dilaksanakan tindakan siklus I1

dan post test II diberikan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan setelah

dilakukan tindakan siklus II yang dapat dilihat dalam tabel 10 berikut ini:
58

Tabel 7 Hasil Pre Test dan Post Tes Siklus II (Pertemuan 1 dan
2)
No Nama-Nama Siswa Nilai
Pre Test Post Test
1. ANJAS FARDILLA 80 85
2 ARIL SUPRIADI 90 95
3 Armansyah Alwi 85 100
4 ASBIL ASYARULLAH 75 80
5 ASKAR APRIAMAN IMPO 80 87
6 BIMA SAKTI 85 100
7 Faradea Mariesta 80 95
8 FERDIYANSYAH 80 90
9 FIKIH FAHREZA 80 85
10 FIKRI 80 97
11 HADIJAH 75 80
12 HERLIVA MARCLECYA M 80 85
13 MAJID NASRULLAH 75 80
14 MUH. ALFATIH 70 80
15 MUH. AMIN ABDILLAH 75 85
16 MUH. SYAURAN AUDANI 75 80
17 MUHAMMAD ARDIANSYAH 80 85
18 MUHAMMAD ARIEL 75 80
19 Muhammad Bintang Fahrisky 80 85
20 MUHAMMAD ZULHAM 80 85
21 NUR AIN NIHMA NASIR 80 87
22 NUR HAZANAH S. 75 80
23 NURHANI 85 90
24 NURUL IZAH 70 80
25 Rona Rahmatia 85 100
Jumlah 1975 2176
Nilai Rata-Rata 79 87.04
Sumber : Hasil Olahan Pre Tes dan Post Tes
Dari tabel 10 di atas maka dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa

sebelum tindakan siklus I menunjukkan bahwa nilai pre test I adalah minimum

70 dan nilai tertinggi 90. Dan hasil belajar siklus II setelah dilakukan tindakan

menunjukkan bahwa nilai post test I minimum 80 dan nilai tertinggi 100. Nilai

rata-rata hasil belajar siswa siklus II sebesar 87.04 diperoleh melalui rumus nilai
59

rata-rata. Dari data tabel 10 diatas dapat ditentukan frekuensi dan

persentase hasil belajar siswa siklus II dibagi menjadi 5 kategori yang dapat

dilihat pada Tabel 8 berikut ini Tabel 8 . Frekuensi dan Persentase Kategori

Hasil Belajar Siswa Pre test Siklus II

Interval Nilai Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)


Pre Test Post Test Pre Test Post Test
0-20 Sangat Rendah 0 0 0 0
21-40 Rendah 0 0 0 0
41-60 Sedang 0 0 0 0
61-80 Tinggi 20 8 80 32
81-100 Sangat Tinggi 5 17 20 68
Jumlah 25 25 100 100
Sumber Hasil Pre test & Post Test

Berdasarkan Tabel 8 dapat diperoleh informasi bahwa dari 25 siswa

terperinci setelah dilakukan tindakan kelas pada siklus II tidak ada siswa yang

mempunyai nilai dengan kategori sangat rendah dan rendah. Dengan kata lain

bahwa dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa kelas VIIIF SMP Negeri 20

Kendari pada siklus II mata pelajaran IPA materi Gerak dan gaya mengalami

peningkatan sehingga sebagian besar siswa memiliki nilai hasil belajar pada

kategori nilai Tinggi dan nilai Sangat tinggi. Dengan hasil ini maka untuk

lebih jelasnya tentang hasil belajar siswa pada siklus II setelah dilakukan

tindakan kelas dapat ditentukan berdasarkan grafik statistik seperti pada gambar

berikut ini
60

Gambar 2 Grafik Hasil Belajar Siswa Siklus II

25

20

15

10

5 1 2 3 Tin4ggi Sangat
Ti5nggi
0

C. Aktifitas Belajar Siswa Pada Penerapan Model Pembelajaran Problem-


Centered Learning Pada Proses Pelajaran IPA
Model Pembelajaran Problem-Centered Learning adalah model

membelajaran yang memusatkan pembelajaran pada siswa sehingga siswa

diharapkan dapat aktif mengeksploitasi kemampuanya dalam memecahkan

masalah yang dihadapinya. Adapun analisis aktifitas siswa dalam pembelajaran

IPA pada materi pokok Gerak dan gaya dengan menggunakan pendekatan

Model Pembelajaran Problem-Centered Learning dianalisis secara deskriptif

persentase, Maka Persentase keaktifan siswa mengalami peningkatan dari

pertemuan 1 sampai pertemuan 4 merupakan indikator keberhasilan metode

tersebut. Peningkatan keaktifan siswa dengan pendekatan Pembelajaran Problem-

Centered Learning (PCL) pada materi pokok Gerak dan gaya dapat dilihat pada

tabel 9 berikut ini:

No Aktivitas Siswa Siklus I Siklus II


1. Listening activities 74% 92%
2. Oral activities 58% 76%
3. Visual activities 66% 82%
61

4. Writing activities 80% 86%


5. Drawing activities 40% 66%
6. Motor activities 52% 64%
7. Mental activities 72% 90%
8. Emotion activities 70% 84%
Sumber : Hasil pengamatan Proses belajar Siswa
Dari data yang disajikan dalam tabel 9 terlihat bahwa keaktifan siswa

pada setiap kategori meningkat dari siklus I ke Siklus II. Aktifitas siswa yaitu

Listening activities 74% pada siklus I dan menjadi 92% pada siklus II, aktifitas

siswa Oral activities pada siklus I sebesar 58% menjadi 76% pada siklus II,

Visual activities sebesar 66% pada siklus I menjadi 82 pada siklus II, Writing

activities sebesar 80 pada siklus I menjadi 86% pada siklus II, Drawing

activities sebesar 40% pada siklus I menjadi 66% pada siklus II, Motor activities

sebesar 52% pada siklus I menjadi 64% pada siklus II dan Mental activities

sebesar 72% pada siklus I menjadi 90% pada siklus II, serta Emotion activities

sebesar 70% dan menjadi 84% pada siklus II. Peningkatan aktifitas siswa ini

disebabkan karena siswa sudah dapat beradaptasi dengan metode PCL dalam

pembelajaran IPA.

D. Aktifitas Guru Pada Penerapan Model Pembelajaran Problem-Centered


Learning Pada Proses Pelajaran IPA Materi Gerak dan Gaya

Pembelajaran Problem-Centered Learning (PCL) pada dasarnya terdiri

dari tiga komponen, yaitu: mengerjakan tugas, kegiatan kelompok, dan berbagi

pandangan/pendapat. Model ini dimulai dengan mengorientasikan siswa pada

masalah dan guru dapat menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas yang dapat

membuat siswa memecahkan masalah. Setelah langkah pertama ini dilakukan

siswa, guru mengkondisikan siswa melakukan langkah kedua. Langkah kedua


62

model ini adalah memfokuskan siswa untuk melakukan penyelidikan yang

dilanjutkan dengan kegiatan bertukar pandangan (sharing). Setelah langkah

kedua dilanjutkan dengan langkah yang terakhir yaitu siswa memparkan hasil

diskusinya dan dilanjutkan dengan evaluasi untuk mengetahui pemahaman siswa

terhadap materi yang diajarkan. Dengan demikian inti dari aktivitas model

Problem-Centered Learning (PCL) adalah supaya siswa dapat melakukan

negosiasi (interaksi) baik interaksi komunikasi terhadap dirinya sendiri, dengan

temannya, maupun dengan guru (pendidik). Interaksi berkomunikasi ini

dilakukan dalam melakukan pemecahan masalah. Ketika mengerjakan tugas

individu, siswa harus melakukan negosiasi dengan dirinya sendiri. Ketika

melakukan sharing kelompok siswa diwajibkan untuk mengutarakan

pendapatnya dan juga mendengarkan pendapat orang lain.

Guru memiliki peran sentral sebagai fasilitator dan komunikator dalam

proses pembelajaran sehingga kelas dapat tetap aktif dan hidup. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan observator dan kolaborasi dengan guru pada

pelaksanaan tindakan kelas yang dilakukan di kelas VIIIF 20 Kendari maka

menyimpulkan bahwa aktivitas guru dalam proses penerapan model Problem-

Centered Learning (PCL) tidak terlalu signifikan karena pusat pembelajaran

diorientasikan pada siswa. Guru hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam

proses pembelajaran agar tetap efektif,aktif dan partisipatif.

Selanjutnya peran guru dalam penerapan model Problem-Centered

Learning (PCL) juga tetap penting untuk tetap memberikan stimulus dan

dorongan kepada siswa agar mampu memberanikan diri untuk mengungkapkan


63

pendapat dan juga tanggapan atas persoalan atau materi yang sementara dikaji

baik secara kelompok maupun secara individu. Oleh karena itu, pada model

pembelajaran Problem-Centered Learning(PCL) guru merancang agar proses

belajar terpusat pada siswa, guru membutuhkan Rencana Program Pembelajaran

(RPP) dan media yang ada. Ini berarti kegiatan siswa diarahkan dengan

memanfaatkan berbagai sumber dan media yang tersedia. Pada bagian ini, salah

satu media yang akan digunakan adalah Lembar Latihan Soal tersebut berisikan

langkah-langkah dalam menemukan konsep dan prinsip dari materi yang

dipelajari. Melalui RPP dan Latihan Soal yang dibuat oleh guru, diharapkan

siswa mampu membangun pengetahuan melalui keterlibatan aktif siswa pada

kegiatan pembelajaran.

E. Pembahasan Hasil Belajar Siswa dalam Penerapan Model


Pembelajaran Problem-Centered Learning Pada Proses Pelajaran IPA

Berdasarkan deskripsi penelitian dan hasil penelitian yang sudah disajikan

sebelumnya, dapat dikatakan bahwa rata-rata hasil belajar siswa kelas VIIIF SMP

Negeri 20 Kendari dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan rata-rata hasil

belajar, peningkatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pada siklus I tingkat hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu sebesar

9.52% dari angka rata-rata sebelum model pembelajaran problem centered

learning (PCL) diterapkan yaitu 64.48 menjadi 74.

2. Pada siklus II juga menunjukan adanya peningkatan sebesar dari nilai rata-rata

hasil belajar siswa sebesar 8.04% dari 79 menjadi 87.04

Berdasarkan data peningkatan hasil belajar siswa di atas maka

menunjukan bahwa problem centered learning (PCL) sangat tepat digunakan


64

dalam pembelajaran IPA khususnya pada materi Gerak dan gaya . Pembelajaran

Problem-Centered Learning sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Disisi lain bahwa angka rata-rata nilaisiswa yang berada pada nilai 87.04 juga

telah berada di atas nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) dari hasil belajar

yaitu 72. Selanjutnya analisis lebih lanjut bahwa peningkatan hasil belajar siswa

di atas disebabkan karena siswa mudah menyerap materi dengan metode belajar

problem centered learning (PCL), karena dapat merangsang keterbukaan pikiran

serta mendorong peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang lebih kritis

dan aktif. Metode PCL juga memberikan tantangan pada siswa sehingga mereka

bisa memperoleh kepuasan dengan menemukan pengetahuan baru bagi dirinya

sendiri.

Data diatas juga diperkuat dengan hasil observasi aktifitas siswa diperoleh

informasi bahwa adanya peningkatan dalam aktifitas listening, oral, emotional,

visual, writing, motor, mental, dan visual. Hal ini menunjukkan bahwa siswa

mulai memberikan respon yang positif terhadap pelajaran yang diikutinya. Baik

dalam mendengarkan dan memperhatikan materi belajar yang disampaikan,

ataupun dalam bertanya tentang materi yang belum dimengerti maupun didalam

mengemukakan pendapat. Dengan menggunakan metode belajar PCL siswa

menjadi lebih mudah memahami materi karena mereka diajak belajar melalui

masalah-masalah yang timbul dan bagaimana cara menyelesaikan masalah

tersebut. Secara otomatis siswa mendapat pengetahuan sekaligus cara

menerapkannya. Dilihat dari hasil tersebut,maka model Problem Centered

Learning dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran


81
65

IPA di SMP Negeri 20 Kendari.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dalam penelitian ini

dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Aktivitas belajar siswa dengan penerapan model problem centered learning

(PCL) pada mata pelajaran IPA pada materi pokok Gerak dan gaya

mengalami peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dalam

aktifitas listening, oral, emotional, visual, writing, motor, mental, dan visual.

Hal ini menunjukkan bahwa siswa mulai memberikan respon yang positif

terhadap pelajaran yang diikutinya. Baik dalam mendengarkan dan

memperhatikan materi belajar yang disampaikan, ataupun dalam bertanya

tentang materi yang belum dimengerti maupun didalam mengemukakan

pendapat.
66

2. Aktivitas mengajar guru dalam penerapan model problem centered learning

(PCL) adalah sebagai fasilitator dan komunikator dalam proses pembelajaran

sehingga kelas dapat tetap aktif dan hidup sebagai wujud dari siswa sebagai

pusat belajar.

3. Model problem centered learning (PCL) dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA pada materi pokok Gerak dan gaya. Sehingga

dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 9.52% siswa

dari nilai 64.8 menjadi 74 pada siklus I dan terjadi peningkatan 8.04% pada

siklus II dari nilai siswa 79 menjadi 87.4

B. Saran

Penelitian pada hakikatnya harus mampu memberikan manfaat berupa

rekomendasi atau saran dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh

karena itu penelitian memberikan rekomendasi kepada

a. Pihak Guru

Agar terus mengembangkan model pembelajaran yang kreatif dan inofatif

termasuk penerapan model pembelajaran problem centered learning (PCL)

agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Pihak Sekolah

Agar terus memberikan dukungan kepada guru dan peneliti untuk terus

melakukan penelitian tidankan kelas dalam rangka meningkatkan kualitas

pendidikan peserta didik

c. Akademisi

Agar terus melakukan penelitian lanjutan tentang model-model


67

pembelajaran yang kontemporer untuk terus meningkatkan kualitas

pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid.2013. Strategi Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Abd Rachman, Abror.1993. Psikologi Pendidikan Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Ahiri,Jafar.2011.Evaluasi Pembelajaran dalam Konteks KTSP. Bandung


Humaniora

Aunurrahman, 2010.Belajar dan pembelajaran,bandung: Alfabeta


Dimyati dan Mudjiono.1999. Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Dewi, Ari Prima. 2013. PPKn SMA/MA Kelas X1. Erlangga. Surabaya

Mulyasa,2012. Manajemen Pendidikan Karakter, Bumi Aksara, Jakarta Ghufron,

M. Nur dan Rini Risnawita. 2012. Gaya Belajar Kajian Teoretik.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Handiani, Y. (2011). Penerapan Model Pembelajaran PCL (Problem Centered
Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik dan Self Regukated Learning Siswa SMP. Skripsi pada
Universitas Pendidikan Indonesia.Skripsi online

Kirkley, J. 2003. Principles for teaching problem solving. Online. Tersedia:


http://www.plato,com/downloads/papers/paper_4.pdf. 5 November
68

2018.

Lestari, R.A. (2014). Penggunaan Model Pembelajaran Problem Centered Learning


(PCL) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Produktive
Dispottuin dalam Pembelajaran Matematika Siswa SMA. Skripsi
Unpas:Bandung online

Muhibbin Syah.2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


Ratna Wilis Dahar.1998. Teori-Teori Belajar. Jakarta:
Depdikbud Dirjend Lembaga Tenaga Kependidikan.

Ridlon, Candice L.(2009). “Learning Mathmatics via a Problem-Centered


Approach: A Two Years Study”. Journal of Mathematical Thinking and
Learning.11, (4),188-225

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta


Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


PT.Rineka Cipta
Soemarwoto, Otto, 1983, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta,
Penerbit Djambatan.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:


Rasdakarya.

Suparno, Yunus Muhamad. 2002. Keterampilan Dasar menulis. Jakarta :


Universitas Terbuka

Suyono.2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung Rosda

Wardani, IGAK.2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka

Yulianti, N. (2009). Pengaruh Penerapan Pendekatan Problem Centered (PCL) Terhadap


Penalaran Induktif Matematika SMP . Skripsi. UPI. Skripsi oneline

Yunaz, Febrisa. (2012). Pengaruh Penerapan Pendekatan Problem-Centered


Learning terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa
SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.Skripsi oneline

You might also like