You are on page 1of 15

MAKALAH

Keputusan Tentang Harga

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Keputusan Tentang Harga. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
kelompok dalam mata kuliah Manajemen Pemasaran Pelkes dan Customer Care.

Atas bimbingan bapak/ibu dosen dan saran dari teman-teman maka disusunlah
makalah ini. Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi kami
semua dalam memenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan. Makalah ini diharapkan
bisa bermanfaat dengan efisien dalam proses perkuliahan.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan dari berbagai
pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait. Dalam
menyusun makalah ini penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan untuk membuat
makalah yang sebaik-baiknya. Sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar
makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Demikianlah kata pengantar makalah ini dan penulis berharap semoga makalah
ini dapat digunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Jakarta, 29 Mei 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

2.1. Penetapan Pemberian Harga di Suatu Layanan Kesehatan.........................................3

2.2. Dasar Penetapan Harga................................................................................................4

2.3. Tahap Penetapan Harga...............................................................................................4

2.4. Strategi Penetapan Harga............................................................................................7

2.5. Tujuan Pemberian Harga.............................................................................................8

2.6. Jenis Pembayaran (Umum, Assuransi, BPJS Kesehatan)...........................................9

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harga atau tarif merupakan salah satu elemen kunci yang sangat menentukan
keberlanjutan dan kesehatan manajemen rumah sakit. Penetapan harga secara rasional
dan proporsional akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Tarif
rumah sakit merupakan nilai dari tindakan pelayanan kesehatan yang ditetapkan
dalam ukuran uang. Menurut PMK No. 85 tahun 2015 tentang pola tarif nasional
rumah sakit, tarif rumah sakit adalah imbalan yang diterima oleh pihak rumah sakit
atas jasa dari kegiatan pelayanan maupun non pelayanan yang diberikan kepada
pengguna jasa.
Rumah sakit perlu menetapkan tarif secara cermat agar dapat membiayai
operasionalnya dan pengembangannya tanpa meninggalkan misinya untuk pelayanan
publik. Perlu disadari bahwa rumah sakit merupakan organisasi nirlaba yang
eksistensinya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat tanpa mengejar profit.
Hal ini tidak berarti bahwa rumah sakit tidak perlu menghitung berapa biaya dan
mengejar margin. Sebaliknya, rumah sakit justru harus menghitung biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan berkualitas.
Meskipun untuk rumah sakit pemerintah, ada dukungan dana dari pemerintah untuk
membiayai operasional rumah sakit untuk memenuhi kepentingan publik, namun
rumah sakit tetap dituntut untuk dapat mandiri dalam operasionalnya agar tidak
membebani masyarakat. Sebagai organisasi nirlaba, rumah sakit tidak mengenal
istilah profit melainkan surplus. Surplus tersebut harus dapat digunakan untuk
membiayai pengembangan rumah sakit sesuai dengan rencana strategisnya.
Bukan hanya rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta juga dituntut untuk
tidak berorientasi komersial di dalam penyajian pelayanan kesehatan. Namun
demikian, tuntutan rumah sakit swasta untuk secara cermat mengidentifikasi biaya-
biaya penyelenggaraan kesehatan menjadi lebih besar sebab mereka tidak secara
langsung mendapatkan bantuan dana untuk biaya operasional. Oleh karena itu, rumah
sakit swasta umumnya lebih cermat dalam menempatkan tarif berbasis unit cost.

1
Dengan demikian, strategi penetapan tarif di setiap rumah sakit memang
menjadi sangat bervariasi bergantung kepemilikan, ukuran, tipe, dan tujuan strategis
rumah sakit. Namun demikian, hal mendasar yang menjadi konsideran bagi semua
rumah sakit tersebut adalah bagaimana mengelola biaya agar tidak lebih besar
daripada pendapatan. Tidak sedikit rumah sakit yang mengalami defisit dari tahun ke
tahun. Tentu penyebab terjadinya kondisi ini dipengaruhi banyak hal. Salah satu
diantaranya, rumah sakit terkadang hanya mampu menghitung berapa biaya yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan kesehatan, namun tidak mengaitkan biaya tersebut
dengan pendapatan yang dapat diterimanya atas pelayanan yang disajikan. Akibatnya,
manajemen rumah sakit mungkin akan menerima daftar kebutuhan dari unit kerja.
Berdasarkan pengalaman penulis, melatih dan melibatkan unit kerja untuk memahami
unsur pembentuk tarif akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kendali mutu dan
kendali biaya di dalam penyelenggaraan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penetapan pemberian harga pada suatu layanan Kesehatan?
2. Bagaimana dasar penetapan harga?
3. Apa saja tahap penetapan harga?
4. Apa saja strategi penetapan harga?
5. Apa saja tujuan pemberian harga?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penetapan pemberian harga pada suatu layanan Kesehatan
2. Untuk mengetahui dasar penetapan harga
3. Untuk mengetahui tahap penetapan harga
4. Untuk mengetahui strategi penetapan harga
5. Untuk mengetahui tujuan pemberian harga

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penetapan Pemberian Harga di Suatu Pelayanan Kesehatan
Menurut Zeithaml (2000) harga adalah apa yang kita dapat dari sesuatu yang telah
dikorbankan untuk memperoleh produk atau jasa. Sedangkan Kotler dan Amstrong (2001)
berpendapat bahwa harga adalah sejumlah uang yang dibebankan suatu produk atau jasa
tersebut. Produk dengan mutu jelek, harga yang mahal, penyerahan produk yang lambat dapat
membuat pelanggan tidak puas (Suprapto, 2001 dalam Martianawati, 2009). Hal itu
menunjukan bahwa harga merupakan salah satu penyebab ketidakpuasan para pelanggan.
Tjiptono (2007) mendefinisikan harga dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang
pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa
lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang
atau jasa. Sementara itu, dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai
indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas
suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan sebagai rasio antara manfaat yang dirasakan
terhadap harga.

Harga merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran, dimana harga dapat
mempengaruhi pelanggan dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, karena
berbagai alasan (Ferdinand, 2000). Alasan ekonomis akan menunjukkan bahwa harga yang
rendah atau harga yang selalu berkompetisi merupakan salah satu pemicu penting untuk
meningkatkan kinerja pemasaran, tetapi alasan psikologis dapat menunjukkan bahwa harga
justru merupakan indikator kualitas dan karena itu dirancang sebagai salah satu instrumen
penjualan sekaligus sebagai instrumen kompetisi yang menentukan. Dari beberapa definisi
harga diatas, disimpulkan bahwa harga adalah suatu uang yang ditentukan oleh perusahaan
sebagai imbalan barang atau jasa yang diperdagangkan dan sesuatu yang lain yang diadakan
suatu perusahaan guna memuaskan keinginan pelanggan. Adanya kesesuaian antara harga dan
produk atau jasa dapat membuat kepuasan bagi pelanggan. Agar dapat sukses dalam
memasarkan suatu barang atau jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harganya secara
tepat. Sekurangkurangnya ada tiga pihak yang harus menjadi dasar pertimbangan bagi
perusahaan dalam menetapkan harga yaitu konsumen, perusahaan yang bersangkutan, dan
pesaing. Perusahaan memperhatikan apa yang diinginkan konsumen, yaitu membayar harga

4
yang sepadan dengan nilai yang diperoleh (value for money). Sementara yang diinginkan
perusahaan adalah mendapatkan laba maksimal mungkin, dengan memperhatikan penetapan
harga yang dilakukan pesaing. Jika harga yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan tidak
sesuai dengan manfaat produk maka hal itu dapat menurunkan tingkat kepuasan pelanggan,
dan sebaliknya jika harga yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan sesuai dengan manfaat
yang diterima maka akan meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurut Diah Natalisa dan M.
Fakhriansyah dalam Widyaningtyas (2010) menyatakan bahwa pengukuran indikator harga
diukur dengan menggunakan faktor kesesuaian harga dengan pelayanan.

Kertajaya (2002) mengungkapkan bahwa indikator penilaian harga dapat di lihat dari
kesesuaian antara suatu pengorbanan dari konsumen terhadap nilai yang diterimanya setelah
melakukan pembelian, dan dari situlah konsumen akan mempersepsi dari produk atau jasa
tersebut. Persepsi yang postif merupakan hasil dari rasa puas akan suatu pembelian yang
dilakukannya, sedangkan persepsi yang negative merupakan suatu bentuk dari ketidakpuasan
konsumen atas produk atau jasa yang dibelinya. Jika harga yang ditetapkan oleh sebuah
perusahaan tidak sesuai dengan manfaat produk maka hal itu dapat menurunkan tingkat
kepuasan pelanggan, dan sebaliknya jika harga yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan
sesuai dengan manfaat yang diterima maka akan meningkatkan kepuasan pelanggan. Apabila
nilai yang dirasakan pelanggan semakin tinggi, maka akan menciptakan kepuasan pelanggan
yang maksimal (Tjiptono, 1999).

2.2. Dasar Penetapan Harga


Mengelola Rumah Sakit atau Pelayanan Kesehatan lainnya bukan perkara mudah, tidak
hanya dituntut untuk memberi kepuasan kepada pelanggan, karyawan apalagi dengan
pemilik, tetapi juga dituntut mampu menghadapi lingkungan persaingan dan tuntutan
regulasi pemerintah. Di saat yang sama Pelayanan Kesehatan sebagai organisasi dan
bisnis dituntut untuk menghasilkan keuntungan baik dalam bentuk uang atau value
yang lain. Maka kepandaian stakeholder / pimpinan dalam mengatur pendapatan dan
pengeluaran menjadi sangat diperhatikan. Salah satu variabel penting yang menentukan
besar pendapatan adalah harga pelayanan, disamping voulume omset atau jumlah
kunjungan pasien.

Dasar penetapan harga diantaranya sebagai berikut :

5
1. Ditentukan berdasarkan harga pasar ( market base pricing ), yaitu berapa harga
yang kira-kira mampu terjangkau oleh pasien, ditetapkan dahulu harganya
kemudian asumsi lain di sesuaikan
2. Berdasarkan harga Rumah Sakit atau layanan Kesehatan pesaing (competitor base
pricing), yatu berapa harga pelayanan di RS pesaing kemudian diambil kebijakan
didasarkan pada kemampuan RS dalam berkompetisi
3. Berdasarkan perkiraan nilai pelayanan yang kita berikan (value vase pricing), yaitu
penentuan harga yang berdasar pada nilai fungsional (unit cost) dan tafsiran nilai
emosional jasa pelayanan, serta berhubungan dengan persepsi yang ingin
dimunculkan pada pasien. Contoh tarif visite dokter yang berbeda antara kamar
kelas biasa dan vip

Menyikapi masalah harga pelayanan yang tidak sesuai dengan perhitungan unit cost,
maka kita harus bisa melakukan penyesuaian harga dengan cara mengkaji Kembali
prosedur pelayanan agar lebih simple, juga melakukan efisiensi sumber daya. Dalam
konteks BPJS yang harus dikaji adalah Clinical Pathway, Costing dan Coding.

2.3. Tahap Penetapan Harga


A. Tahap Perhitungan Unit Cost
Persiapan-persiapan yang penting untuk dilakukan sebelum menghitung unit cost
adalah:
1. Memahami struktur organsiasi dan tata kelola. Struktur organisasi dan tata kerja
di rumah sakit yang dikenal juga sebagai hospital by law terkadang memberikan
gambaran secara garis besar tentang organ-organ yang ada di rumah sakit. Oleh
karena itu, penting untuk mengenali secara lebih detail struktur organisasi agar
dapat memastikan bahwa tidak ada unit kerja yang terlewatkan dalam
menginventarisir daftar harga.

2. Selain struktur organisasi, penting juga untuk mengetahui seluruh tindakan


pelayanan yang disajikan oleh rumah sakit. Tindakan pelayanan dapat
berupa data tindakan kesehatan, data tindakan pemeriksaan, data tindakan
konsultasi. Semua jenis tindakan pelayanan seyogyanya tercantum pada
buku tarif rumah sakit.

3. Hal lain yang tidak kalah pentingnya serta memerlukan pengetahuan


spesifik adalah mengenali semua bahan yang digunakan dalam

6
menghasilkan tindakan pelayanan di rumah sakit. Bahan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu tindakan pelayanan dapat berupa obat-obatan,
reagen, alat kesehatan, bahan habis pakai medis, bahan habis pakai non
medis, dan sebagainya. Semua bahan dan alat yang digunakan untuk
menghasilkan tindakan pelayanan seyogyanya tercantum pada sistem
logistik dan persediaan rumah sakit.

4. Setelah mengenali semua bahan habis pakai medis dan non medis, obat, dan
alat kesehatan yang digunakan untuk menghasilkan tindakan pelayanan di
rumah sakit, penting untuk mengetahui pengunaannya di masing- masing
unit kerja, seperti poliklinik, instalasi gawat darurat, intensive care unit,
neonatal intensive care unit, intensive cardiology care unit, instalasi rawat
inap, pediatric intensive care unit, high care unit, hemodialysis centre,
kemoterapi, radioterapi, infection centre, laboratorium, instalasi radiologi,
Central Steril Supply Department (CSSD)/Laundry, Laboratorium
Mikrobiologi, Laboratorium Patologi Anatomi, Bank Darah, Instalasi
Pemeliharaan Sarana Prasaran, Instalasi Farmasi, Pemulasaran Jenazah,
Instalasi Gizi, dan Promosi Kesehatan Masyakat Rumah Sakit, dan
sebagainya

5. Penting untuk diketahui bahwa alat utama yang terdapat di masing-masing


unit kerja di dalam rumah sakit merupakan bagian dari Daftar Aset Tetap
Rumah Sakit

6. Selain mengenali bahan habis pakai, obat, dan alat kesehatan maka sumber
daya manusia juga perlu diidentifikasi baik yang terkait langsung dengan
penyajian pelayanan kesehatan maupun tenaga manajemen sebagai
pendukung penyelenggaraan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit

Jika persiapan-persiapan di atas telah matang, maka perhitungan unit cost


dapat dimulai. Tahap-tahap penghitungan unit cost di rumah sakit terdiri atas
lima tahap utama yaitu:

1. Inventarisir daftar harga

2. Input pendapatan

3. Input biaya

7
4. Input akitivitas masing-masing unit kerja

5. Perhitungan unit cost

B. Tahap Penghitungan Harga/ Tarif


1. Penjaringan Pendapat Proporsi Alokasi Biaya Langsung, Biaya Tidak
Langsung, dan Biaya Overhead dari Unit Kerja.
Hasil penghitungan unit cost dapat memberikan masukan kepada pimpinan
tentang struktur biaya yang dapat mendukung pencapaian tujuan strategis rumah
sakit. Salah satu struktur biaya yang dapat mempengaruhi surplus keuangan
sakit adalah proporsi alokasi biaya langsung, biaya tidak langsung dan biaya
overhead dari setiap unit kerja. Umumnya, rumah sakit menentukan secara garis
besar proporsi tersebut. Namun demikian, masing-masing unit kerja terkadang
memiliki pandangan yang berbeda dengan pimpinan rumah sakit terkait
kewajaran proporsi alokasi. Selain itu, kesanggupan setiap unit kerja dalam
memikul biaya overhead rumah sakit berbeda-beda. Oleh karena itu, penetapan
proposi alokasi bisa saja berbeda antara unit satu dengan unit lainnya.
Setelah pimpinan rumah sakit mendapatkan angka unit cost untuk setiap
tindakan pelayanan kesehatan, maka akan nampak unit kerja mana yang
proprosi jasa penyaji pelayanan tindakan kesehatan terlalu besar
persentasenya, unit kerja mana yang kontribusinya signifikan terhadap biaya
overhead langsung dan tidak langsung, atau unit kerja mana yang selama ini
menjadi beban rumah sakit. Jika biaya yang dikeluarkan unit kerja lebih besar
daripada tarif rumah sakit maka dapat dipastikan unit kerja tersebut defisit dan
perlu disubsidi. Oleh karena itu, pimpinan rumah sakit perlu menetapkan
alokasi proporsi alokasi biaya langsung, biaya tidak langsung dan biaya
overhead dari setiap unit kerja secara berkeadilan
Secara umum alokasi proposi biaya dibagi atas biaya sarana (alat, bahan
habis pakai, dan overhead) dan biaya jasa tenaga kesehatan. Sebagaimana
diilustrasikan pada tabel 14, persentase alokasi biaya sarana (alat, bahan habis
pakai, dan biaya overhead) memiliki besaran yang sama yaitu 60%. Sedangkan
total alokasi untuk jasa tenaga kesehatan adalah 40%. Kebijakan ini merupakan
kebijakan umum rumah sakit. Sebagai ilustrasi, pada gambar 1 dicontohkan

8
alokasi biaya sarana (alat, bahan habis pakai dan biaya overhead) dan biaya jasa
tenaga kesehatan untuk rumah sakit.
Selanjutnya secara detail, alokasi jasa tenaga kesehatan dibagi lagi
berdasarkan jenis tenaga kesehatan, misalnya dokter, perawat, anestesi, laboran,
dan sebagainya. Besaran alokasi jasa tenaga kesehatan untuk setiap tindakan
pelayanan kesehatan di setiap unit kerja inilah yang diusulkan oleh pengelola
unit kerja tersebut. Oleh karena itu, pimpinan rumah sakit perlu melakukan
lokakarya untuk menjaring usulan unit kerja terkait.

2. Penghitungan Margin Setiap Tindakan Pelayanan Kesehatan di Unit Kerja

Selanjutnya, sebagai bagian dari penghitungan unit cost, pimpinan rumah sakit
juga perlu menelaah kembali margin dari setiap tindakan pelayanan kesehatan di
setiap unit kerja. Hal ini penting untuk mengetahui tindakan pelayanan
kesehatan yang defisit dan tindakan pelayanan kesehatan mana yang surplus.
Dengan demikian, dapat ditentukan rencana perbaikan di masa yang akan datang
melalui tarif, penggantian alat kesehatan, penggantian merk bahan habis pakai
atau tindakan perbaikan lainnya.
2.4. Strategi Penetapan Harga
Ada beberapa strategi penetapan harga, yakni :

1. Orientasi Biaya (Cost Oriented); Strategi penetapan harga yang berorientasi


pada biaya dilakukan perhitungan atas seluruh biaya yang dikorbankan untuk
mendapatkan satu satuan produk atau jasa.
2. Orientasi Permintaan (Demand Oriented); Strategi penetapan harga ini
dilakukan karena adanya permintaan yang meningkat atau menurun. Bila terjadi
penetapan harga lebih tinggi karena permintaan meningkat, atau lebih rendah
karena adanya penurunan permintaan.
3. Orientasi Pesaing (Competitor Oriented); Strategi penetapan harga yang
berorientasi kepada pesaing dilakukan dengan mengintip harga yang dilakukan
oleh pesaing, apakah lebih rendah, sama dan lebih tinggi dari harga yang ada di
perusahaan kita.
4. Orientasi pembayaran maksimal; Strategi penetapan tarif yang berorientasi pada
pembayaran maksimal ini dilakukan dengan melihat daya beli konsumen.
Sejauh mana tingkat kemampuan konsumen untuk membayar harga yang
ditetapkan.

9
2.5. Tujuan Pemberian Harga / Tarif
Penetapan tarif sangat bervariasi sehingga tarif rumah sakit dapat berbeda antara satu
rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Beberapa tujuan penetapan tarif antara lain:
1. Penetapan tarif untuk membiayai semua biaya operasional
Salah satu dasar penetapan tarif yang paling mendasar adalah bagaimana tarif dapat
membiayai semua biaya operasional rumah sakit atau dikenal dengan cost recovery.
Cost recovery adalah nilai dalam persentase yang menentukan bagaimana suatu
rumah sakit dapat menutupi biaya operasionalnya. Rumus yang digunakan untuk
menghitung cost recovery adalah realisasi pendapatan dibagi dengan realisasi
belanja. Besaran persentase tersebut disebut recovery rate. Jika nilai recovery rate
100%, maka rumah sakit memiliki surplus. Dalam penyelenggaraan rumah sakit,
istilah profit dianggap tabu, meskipun perhitungan surplus dan profit menggunakan
formula yang sama yaitu surplus = total pendapatan – total belanja. Namun,
penggunaan istilah surplus dianggap lebih tepat sebab menggambarkan orientasi
rumah sakit yang tidak mengejar keuntungan
2. Penetapan Tarif untuk untuk Pembiayaan Subsidi Silang Subsidi silang dibutuhkan
rumah sakit sebab tidak semua unit kerja merupakan revenue centre. Ada beberapa
unit kerja di rumah sakit yang merupakan cost centre. Contoh unit-unit kerja yang
merupakan cost centre adalah ruang operasi, apotik, laboratorium, radiologi, rawat
inap, poliklinik, centre-centre, dan sebagainya. Sedangkan unit-unit yang
cenderung cost centre adalah Central Steril Supply Department/Laundry, Instalasi
Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah sakit, Manajemen, Komite- komite, dan
sebagainya. Sebagian lainnya merupakan unit yang kemampuan menghasilkan
surplusnya kecil seperti instalasi gawat darurat, intensive care unit. Hal ini
disebabkan terbatasnya kapasitas yang dimilikinya serta panjangnya durasi
pelayanan yang harus disajikannya.
Oleh karena itu, diperlukan subsidi silang karena rumah sakit merupakan sistem
dimana semua unit ini harus ada untuk penyelenggaraan kesehatan. Rumah sakit
tidak dapat beroperasi tanpa kehadiran salah satu dari unit- unit tersebut.
Perencanaan subsidi silang secara komprehensif akan mendukung kualitas
pelayanan kesehatan yang disajikan. Sebaiknya, pemberlakuan subsidi silang secara
sporadis tanpa kalkulasi yang cermat berpotensi menimbulkan masalah dalam
jangka Panjang

10
3. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Tarif juga sangat berperan
dalam menentukan kualitas pelayanan. Tarif rumah sakit yang rendah secara
sepintas nampak dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan. Namun,
masyakarat membutuhkan bukan hanya akses, tetapi akses terhadap pelayanan
kesehatan berkualitas. Untuk mampu menyajikan pelayanan kesehatan berkualitas,
rumah sakit perlu memiliki tarif yang rasional. Pelayanan kesehatan memerlukan
tenaga professional, bahan habis pakai yang memenuhi standar, alat yang
terkalibrasi, dan sebagainya. Kesemuanya itu membutuhkan biaya. Oleh karena itu,
prinsip penetapan tarif di rumah sakit bukanlah menetapkan tarif serendah
rendahnya sebab biaya penyelenggaraan Kesehatan berkualitas tentu memiliki
satuan biaya yang rasional. Pemerintah menetapkan pola tarif nasional berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan 85 tahun 2015. Penetapan Tarif untuk Meningkatkan
Mutu Pelayanan
4. Penetapan Tarif untuk Tujuan Lain
Tujuan lain dari tarif adalah untuk menghasilkan keunggulan bersaing. Dalam
situasi dimana lingkungan persaingan ketat, maka tarif dapat menjadi salah satu
keunggulan bersaing. Oleh karena itu, penepatan tarif perlu memperhatikan
lingkungan industri, struktur pasar, dan analisa pesaing

2.6. Jenis Pembayaran (Umum, Assuransi dan BPJS Kesehatan)

11
BAB III

KESIMPULAN

BAB III KESIMPULAN

12
DAFTAR PUSTAKA

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/116591/permenkes-no-85-tahun-2015

dasar-penentuan-harga-pelayanan-di-rumah-sakit&catid=9:dunia-management&Itemid=5

Kamalia, Laode. 2021. Pengantar Sistem Pembiayaan Sektor Kesehatan. Bandung; Penerbit
Media Sains Indonesia.

Suyitno. “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Penetapan Harga Dan Fasilitas Terhadap
Kepuasan Pasien”. Jurnal of Applied Business Administration, Vol 2, No 1, (2018): 129-143.

13

You might also like