Makalah Arkan

You might also like

You are on page 1of 14

MUSAQAH,MUZARA’AH DAN MUKHARABAH SERTA

PERMASALAHAN BAGI HASIL MUDHARABAH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Fiqh Muamalah Bidang Hukum Tata Negara (Siyasah Syari’iyyah)

Fakultas Syariah Dan Hukum Islam

Oleh:

ARKAN HERMAWAN

NIM.742352021069

MUH.AHSABUL KAHFI

NIM.742352021052

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH SYARI’IYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Puji dan syukur kami, senantiasa tercurah atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
menghendaki segala sesuatu di tangan-Nya, sehingga tak sedikitpun yang lepas
dari ketentuan dan ketetapan-Nya. Sholawat serta salam kita kirimkan kepada
Nabi Muhammad saw. karena berkatnyalah kita mampu mengenal agama yang
benar yaitu Dinul Islam. Alhamdulillah atas hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul
“Musaqah,Muzara’ah Dan Mukharabah Serta Permasalahan Bagi Hasil
Mudharabah”

Selanjutnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu dosen yang
telah membimbing dalam mata kuliah Fiqh Muamalah sehingga kami mampu
mengerjakan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terimah kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala urusan kita. Aamiin yaa rabbal alamiin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bone 13 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang

B Rumusan Masalah

C Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A Kerja Sama Atar Lahan Pertnian

B Bagi Hasil (Mudharabah)

BAB III PENUTUP

A Kesimpulan

B Saran

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kerjasama dalam bidang pertanian sudah sering terjadi di masyarakat.


Terkadang seseorang mempunyai pohon namun ia tidak mampu merawat dan
membuahkannya. Atau ia mempunyai tanah pertanian, namun ia tidak mampu
mengurus dan memanfaatkannya. Sedangkan di lain pihak ada orang lain yang
tidak memiliki pohon atau tanah, namun ia mampu merawat dan mengurusnya.

Di antara bentuk kerjasama dalam bidang pertanian adalah musaqah,


muzara'ah dan mukhabarah serta bagi hasil. Musaqah, muzara'ah dan mukhabarah
serta bagi hasil termasuk jenis pekerjaan yang telah dilakukan orang- orang sejak
dahulu kala, karena kebutuhan mereka kepada keduanya. Jadi sistem musaqah,
muzara'ah, mukhabarah dibolehkan demi kebaikan kedua belah pihak. Semua
kerjasama yang dibolehkan syara' berlangsung berdasarkan keadilan dan dalam
rangka mewujudkan kebaikan serta menghilangkan kerugian. Oleh karena itu
makalah ini disusun untuk membahas lebih lanjut mengenai kerjasama antar lahan
pertanian dan bagi hasil.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana yang dimaksud dengan kerjasama antar lahan pertanian


(musaqah, muzara’ah, mukharabah)
2. Bagaimana yang dimaksud dengan bagi hasil (mudharabah)

C.Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud kerjasama antar lahan pertanian


(musaqah,muzara’mukharabah)
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud demgan bagi hasil (mudharabah)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.Kerjasama Antar Lahan

1. Pengertian Al-Musaqah

Al-musaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena pepohonan
penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur.
Karena itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).

Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si


penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

2. Landasan Syariah Musaqah

Al-Hadits

Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Abu Thalib
r.a. bahwa Rasulullah SAW telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai
penggarap dan pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu
Bakar, Umar, Ali serta keluaraga-keluarga mereka sampai hari ini dengan
rasio 1/3 dan 1/4 . semua telah dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin pada
zaman pemerintahannya dan semua pihak yang telah mengetahuinya, akan
tetapi tidak seorang pun yang menyanggahanya. Berarti ini adalah ijma’
sukuti (konsensus) dari umat.

Ibnu umar berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah dan
tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan
menggunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka
memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.

3. Rukun Dan Syarat Musaqah


Rukun musaqah adalah:
a) Pihak pemasok tanaman

3
b) Pemeliharaan tanaman
c) Tanaman yang dipelihara
d) Akad

Syarat musaqah adalah:

a) Ahli dalam akad


b) Menjelaskan bagian penggarap
c) Membebaskan pemilik dari pohon
d) Hasil dari pohon dibagi dua antara pihak-pihak yang
melangsungkan akad sampai batas akhir,yakni menyeleruh sampai
akhir

Tidak disyaratkan untuk menjelaskan mengenai jenis benih,pemilik


benih,kelayakan kebun,serta ketetapan waktu.

4. Berakhirnya akad musaqah


Menurut para ulama fiqh,berakhirnya akad musaqah apabila:
a) Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis
b) Salah satu pihak meninggal dunia
c) Ada udzhur yang membuat salah satu pihaktidak boleh
melanjutkan akad

Dalam udzur, disini para ulama berbeda pendapat tentang apakah


akad al musaqah itu dapat diwarisi atau tidak. Ulama Malikiyah
berpendapat, bahwa al- musaqah adalah akad yang boleh diwarisi, jika
salah satu meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya karena ada
udzur dari pihak petani. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa akad al-
musaqah tidak boleh tidak boleh dibatalkan meskipun ada udzur, dan
apabila petani penggarap mempunyai halangan, maka wajib petani
penggarap itu menunjuk salah seorang untuk melanjutkan pekerjaan itu.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa akad al-musaqah sama dengan akad
al-muzara’ah, yaitu akad yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak.
Maka dari itu masing-masing pihak boleh membatalkan akad itu. Jika

4
pembatalan itu dilakukan setelah pohon berbuah, dan buah itu dibagi dua
antara pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

5. Pengertian al-Muzara’ah

Secara etimologi,muzara'ah berarti kerja sama di bidang pertanian antara


pihak pemilik tanah dan petani penggarap. Secara terminologi terdapat
beberapa definisi muzara'ah yang dikemukakan ulama fiqh Ulama Malikiyah
mendefinisikan:

‫َِأ ْش ٌَرك ِةٌُفىٌالُّ ْز ِرع‬

“perserikatan dalam pertanian”

6. Landasan syariah muzara’ah


Al-Hadits
Diriwayatkan dari ibnu umar bahwa rasulullah saw. Pernah
memberikan tanah khaibar kepada penduduknya (waktu itu itu mereka
masih yahudi) untuk di garap dengan imbalan pembagian hasil buah-
buahan dan tanaman.
Diriwayatkan oleh bukhari dari jabir yang mengatakan bahwa
bangsa arab senantiasa mengolah tanah nya secara muzaraah denga rasio
bagi hasil 1/3 : 2/3, 1⁄4 : 3⁄4, 1⁄2 : 1⁄2, maka rasulullah pun bersabda,
“hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barang siapa
tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahan lah tanahnya.”

Ijma

Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “tidak ada satu
rumah pun di madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara
muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4 . Hal ini telah dilakukan
oleh Sayyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul
Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali”

7. Rukun Dan Syarat Muzara’ah

5
Jumhur ulama yang membolehkan akad muzara'ah mengemukakan rukun dan
syarat yang harus dipenuhi, sehingga akad dianggap sah.

Rukun muzara'ah menurut mereka sebagai berikut:

a) Pemilik tanah.
b) Petani penggarap.
c) Objek al-muzara'ah, yaitu antara manfaat tanah dan hasil kerja petani.
d) Ijab dan kabul.Contoh ijab dan kabul:"Saya serahkan pertanian saya ini
kepada engkau untuk digarap dan hasilnya nanti kita bagi berdua". Petani
penggarap menjawab: "Saya terima tanah pertanian ini untuk digarap
dengan imbalan hasilnya dibagi dua", Jika hal ini telah terlaksana, maka
akad ini telah sah dan mengikat Namun, ulama Hanabilah mengatakan
bahwa penerimaan (kabul akad muzara'ah tidak perlu dengan ungkapan,
tetapi boleh juga dengan tindakan, yaitu petani langsung menggarap tanah
itu.

Adapun syarat-syarat muzara'ah, menurut jumhur ulama sebagai berikut: tanah

a) Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus sudah balig
dan berakal.
b) Syarat yang menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas, sehingga
benih yang akan ditanam itu jelas dan akan menghasilkan
c) Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:
 Menurut adat di kalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan
menghasilkan. Jika tanah itu tanah tandus dan kering sehingga tidak
memungkinkan untuk dijadikan tanah pertanian, maka akad muzara'ah
tidak sah.
 Batas-batas tanah itu jelas.
 Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap.
Apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah pertanian itu
maka akad muzara'ah tidak sah.
d) Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut:

6
 Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas
 Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang tanpa boleh ada
pengkhususan.
 Pembagian hasil panen itu ditentukan: setengan, sepertiga, atau
seperempat, sejak dari awal akad, sehingga tidak timbul perselisihan di
kemudian hari, dan penentuannya tidak boleh berdasarkan jumlah
tertentu secara mutlak, seperti satu kwintal untuk pekerja, atau satu
karung, karena kemungkinan seluruh hasil panen jauh di bawah itu
atau dapat juga jauh melampaui jumlah itu.
e) Syarat yang menyangkut jangka waktu juga harus dijelaskan dalam akad
sejak semula, karena akad muzara'ah mengandung makna akad al-ijarah
(sewa-menyewa atau upah-mengupah) dengan imbalan sebagian hasil
panen. Oleh sebab itu, jangka waktunya harus jelas. Untuk penentuan
jangka waktu ini biasanya disesuaikan dengan adat setempat.

Untuk objek akad, jumhur ulama yang membolehkan al- muzara'ah, mensyaratkan
juga harus jelas, baik berupa jasa petani, sehingga benih yang akan ditanam
datangnya dari pemilik tanah, maupun pemanfaatan tanah, sehingga benihnya dari
petani.

8. Pengertian Mukharabah
Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah/
tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi
antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama,
sedangkan biaya, dan benihnya dari penggarap tanah.
Perbedaan antara muzara'ah dan mukhabarah hanya terletak
dari benih tanaman. Dalam muzara'ah, benih tanaman berasal dari
pemilik tanah, sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari
pihak penggarap
Pada umumnya, kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada
perkebunan yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, dan

7
kacang. Namun, tidak tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya
relatif murah pun dilakukan kerja sama muzara'ah.
9. Landasan Syariah Mukharabah
Al-Hadits
Perkataan Nabi Muhammad SAW atau biasa kita kenal dengan
Hadist menjadi panduan untuk kehidupan umat Muslim. Ada beberapa
Hadist yang dipakai untuk merujuk kepada akad mudharabah:Dari Abu
Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya jual
beli itu harus dilakukan suka sama suka, " (HR. al-Baihaqi dan Ibnu
Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
10. Rukun dan Syarat Mukharabah
Rukun mukharabah menurut jumhur ulama antara lain:
a. Pemilik tanah
b. Petani atau penggarap
c. Objek mukharabah
d. Ijab dan Kabul,keduanya secara lisan

Adapun syarat dalam mukharabah,diantaranya:

a. Pemilik kebun dan penggarap harus orang yang baligh dan berakal.
b. Benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan.
c. Lahan yang menghasilkan, jelas batas batasnya, dan
diserahkansepenuhnya
d. kepada penggarap. Pembagian untuk masing-masing harus jelas
penentuannya.
e. Jangka waktu harus jelas menurut kebiasaan.
11. Berakhirnya Muzara’ah dan Mukharabah
Beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya muzara’ah dan
mukharabah:
a. Habis masa muzara’ah dan mukhabarah
b. Salah seorang yang akad meninggal

8
c. Adanya udzur. Menurut ulama Hanafiyah, diantara uzur yang
mennyebabkan batalnya muzara’ah, antara lain:
 Tanah garapan terpaksa dijual, misalnya untuk membayar hutang.
 Penggarap tidak dapat mengelola tanah (sakit, jihad di jalan Allah,
dll).

B.Bagi Hasil (Mudharabah)

1. Pengertian Bagi Hasil (Mudharabah)


Mudharabah atau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu
bentuk akad kerja sama antara kedua belah pihak, dimana pihak
pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan pihak
kedua sebagai pengelola dana (mudharib).1 Pemilik dana memberikan
dananya secara utuh kepada pengelola dana untuk diusahakan
dan kemudian hasilnya akan dibagi, besarnya nisbah yang dibagi
hasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama diawal akad
perjanjian. Apabila terjadi kerugian yang diakibatkan oleh
pengelola dana, maka pengelola dana tersebut harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut. Namun apabila kerugian tersebut tidak
disengaja (bukan kesalahan mudharib) maka pemilik dana yang akan
menanggung kerugian itu.
Menurut fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa
mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga
keuangan syariah kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha
yang produktif. Dalam pembiayaan ini posisi lembaga keuangan
sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola,
sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib
2. Landasan Syriah Mudharibah
Al-Hadits
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,serta tidak membeli

9
hewan ternak.Jika persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola dana)
harusmenanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
Abbas didengar Rasulullah saw, beliau membenarkannya.”(Hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani Rahimahullahu Ta’ala
dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu’anhu).
3. Rukun Dan Syarat Mudharabah
Rukun dari mudharabah yaitu:
a. Pelaku,terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana
b. Objek mudharabah, berupa: modal dan kerja
c. Ijab kabul/serah terima
d. Nisbah keuntungan
syarat-syarat mudaharabah
a. Modal harus berupa satuan atau alat tukar uang (naqd).
b. Modal yang diserahkan harus jelas dan diketahui.
c. Keuntungan antara pengelola dan pemilik modal harus
ditentukan dan seterusnya
d. diketahui,seperti setengah, seperempat, sepertiga, dan
seterusnya.Mudharabah harus bersifat tak terbatas (muthlaqah).
Artinya, pemodal tidak boleh membatasi pengelola modal
dalam menjalankan perniagaan, baik terkait tempat, jenis
barang, dan waktu perniagaan. Pendapat ini dikemukakan oleh
madzhab Asy-Syafi‟i dan Maliki. Adapun menurut madzhab
Abu Hanifah dan Ahmad, mudharabah tidak harus disyaratkan
bersifat muthlaqah.

10
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Musaqah menurut pengertian bahasa adalah bentuk masdar dari akar kata
As-Saqyu. Pengertiannya adalah mempekerjakan seseorang untuk memelihara dan
menjaga kebun kurma atau anggur atau lainnya dengan imbalan bagian yang
ditentukan dari hasilnya.

Pengertian muzara'ah secara etimologis berasal dari kata al-Zar'u


yang berarti penanaman atau pengolahan.Adapun muzara'ah secara terminologis
adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap.
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil
panen. Mukhabarah merupakan kerjasama antara pemilik lahan dan petani
penggarap dengan melakukan kesepakatan bahwa hasil panen dibagi kepada
pemilik lahan dengan petani penggarap dan hasil dari panen tersebut dibagi sesuai
kesepakatan antar keduannya, sedangkan benih dan biaya ditanggung penggarap.

Mudharabah secara istilah dimaknai sebagai akad di antara dua pihak,


pemilik modal dan pengelola modal untuk menjalankan usaha, sehingga
keuntungan yang diperoleh akan dibagi bersama dengan jumlah yang telah
disepakati bersama saat kontrak.

B.Saran

Dalam penyampaian makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak


kekerungan yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan
inspirasi dari para pembaca dalam hal membantu menyempurnakan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq. 2018. Fiqh Muamalah.
Jakarta:Prenamedia Group.

Al Fauzan, Saleh. 2005. Fiqh Sehari-hari. Jakarta: Gema Indah Press.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani. Ghazali, Abdul Rahman, dkk. 2010. Fiqh Muamalah.
Jakarta: Kencana.

Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh muamalah. Jakarata: Kencana.

Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia. Rasjid, Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru
Algensido.

Sarong, A. Hamid, dkk. 2009. Fiqh. Banda Aceh: Bandar Publishing.

Sholahuddin, Muhammad. 2011. Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan, dan Bisnis


Syari’ah.

Jakarta: IKAPI.

Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. Syafe’i, Rachmat.
2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. Syarifudin, Amir. 2003.
Garis-garis Besar Fiqh. Bogor: Kencana.

http://blog.umy.ac.id/sapto/2013/05/10/muzaraah-dan-mukhabarah/

https://shonz512.wordpress.com/musaqah/

12

You might also like