You are on page 1of 15

MAKALAH

HUKUM RIBA

“ Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh 3 (Mu’amalah, Jinayah, dan
Siyasah)”

Dosen Pengampu : H. Moh. Sobirin, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Ade Tri Maulana


2. Aulia Fitria
3. Naela Azka
4. Winda Julia Nur Aini

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FALKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA

TAHUN AKADEMIK 2023


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fiqh 3 (Muamalah, Jinayah, dan
Siyasah)” dengan sebaik-baiknya meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rosulullah SAW


beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari
akhir. Serta tidak lupa mengharapkan syafa’atnya sehingga kita dapat berkumpul
bersama-sama di surga-Nya Allah SWT.

Dalam menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang


terbaik. Tetapi kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah kami yang akan datang.

Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih


kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah
memberikan dorongan, semangat dan masukan.

Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah SWT. Aamiin

Tegal, 03 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

A. Pengertian Dan Hukum Riba ..................................................................... 2


B. Macam- Macam Riba ...................................................................................4
C. Hikmah Keharaman Riba ............................................................................8
BAB III PENUTUP ..............................................................................................10
A. Kesimpulan ................................................................................................10
B. Saran ...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai bagian dari hukum Islam yang mana merupakan suatu
prinsip yang sangat besar dan terdapat pijakan berupa keadilan dalam
memperhatikan kemaslahatanmanusia seluruhnya. Berdasarkan prinsip-
prinsip agung yang diuraikan dalam makalahini, dapat diketahui bahwa
muamalah dalam jual beli tidak dapat dikeluarkan darimubah kepada
haram kecuali jika ada sesuatu yang diperingatkan, misalnya
karenamenjurus kepada kedzaliman terhadap salah satu pihak, berupa riba,
kedustaan, penipuan, dengan berbagai ragamnya, ketidak tahuan dan
pengecohan dengan segala jenisnya. Semua itu adalah contoh kedzaliman
terhadap salah satu pihak.
Uraian dalam makalah ini hanyalah sekedar mengantarkan pada
pemahaman pembaca dan sebagai alat bantu dalam memudahkan pembaca
dalam mendapatkan suatu informasi dan referensi baru terkait masalah
muamalah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan
diatas, maka penulis menuliskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan hukum riba ?
2. Apa saja macam-macam riba ?
3. Apa hikmah dari keharaman riba ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui pengertian dan hukum riba.
2. Dapat mengetahui macam-macam riba.
3. Dapat mengetahui hikmah dari keharaman riba.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Hukum Riba


Secara bahasa, riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam,
riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang
mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang
dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh waktu
mengembalikan uang pinjaman itu.1
Tidak diragukan lagi, bahwa yang diharamkan di dalam al-Qur'an
dan Hadits adalah riba. Al Qur'an telah meng- haramkan riba dalam 4 ayat
yang berbeda, di mana ayat yang pertama (30:39) diturunkan di Mekkah
dan 3 ayat lainnya diturunkan di Madinah (4:161, 3:130-2, dan 2:275-81)
Pada tahap pertama, Al Qur'an menolak anggapan bahwa riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan, sebagai suatu
perbuatan untuk mendekatkan diri atau bertaqarrub kepada Allah. Allah
SWT berfirman: "Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya) " ( ar ruum : 39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk, Allah
mengancam akan memberikan balasan yang yang keras kepada orang
Yahudi yang memakan riba Allah SWT berfirman: "Maka, disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi. Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang darinya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan

1
Abdul Rohman Ghazaly,dkk, FIQH MUAMALAT, ( Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2010), Hal. 217.

2
yang banl Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara
mereka itu siksa yang pedih" (an-Nisaa 160-161).
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu
tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir ber pendapat bahwa
pengambilan bunga dengan tingkat yang orang-orang cukup tinggi
merupakan fenomena yang banyak dipraktik kan pada masa tersebut.
Allah berfirman: "Hat yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan" (ali-Imran: 130).
Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharam kan
apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman
Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu Dan, jika
kamu bertobat (dan pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu
tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya" (al-Baqarah: 278-79), Ayat ini
diturunkan menjelang wafatnya Rasulullah saw dan sekaligus sebagai ayat
pamungkas yang diturunkan terkait dengan riba.
Berdasarkan penjelasan ayat ini, jelaslah bahwa Allah dan Rasul-
Nya memberikan kecaman yang keras bagi orang orang yang mengambil
riba Allah dan Rasul-Nya mengu mandangkan perang bagi para pelaku
riba Selain itu, ayat elanjutnya juga memberikan pemahaman bahwa Al
Qur'an telah memberikan perbedaan antara konsep pemiagaan (jual beli)
dengan riba, dan melarang bagi kaum beriman untuk mengambil sisa-sisa
riba, serta memberikan perintah kepada mereka untuk hanya mengambil
pokok hartanya yang di- pinjamkan tanpa adanya tambahan Di samping
itu, jika memungkinkan, memberikan keringanan bagi para peminjam
yang sedang dalam kondisi kesulitan (bangkrut).
Secara jelas, Rasulullah saw telah melarang riba dengan kata-kata
yang tidak ambigu (menimbulkan multitafsir) Rasulullah saw tidak hanya

3
memberikan larangan bagi orang yang mengambil riba saja, akan tetapi
juga memberikan laknat kepada orang yang memberikan tambahan (riba),
orang yang melakukan pencatatan transaksi ribawi, serta orang yang
menjadi saksi dalam transaksi tersebut.2 Lebih lanjut, Rasulullah saw
menjelaskan bahwa orang yang dengan sengaja mengambil riba itu identik
atau sama dengan orang yang melakukan perzinahan sebanyak 36 kali,
atau setara dengan melakukan perzinahan dengan ibu kandungnya.

B. Macam-Macam Riba
1. Riba Al-Nasi’ah
Kata Nasi'ah berasal dari kata dasar (fi'il madli) nasa'a yang
bermakna menunda, menangguhkan, menunggu, atau merujuk pada
tambahan waktu yang diberikan kepada peminjam untuk membayar
kembali pinjamannya dengan memberikan tambahan' atau 'nilai lebih
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa riba an-nasiah itu sama atau
identik dengan bunga atas pinjaman.3
Menurut Satria Efendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran
atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar
oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa risiko sebagai imbalan
dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam Riba
nasiah ini terjadi dalam utang piutang, oleh karena itu disebut juga
dengan riba duyun dan disebut juga dengan riba jahiliyah sebab
masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan suatu
kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis
pinjaman yang dikenal dengan sebutan riba. Juga disebut dengan riba
jali atau qathi. sebab jelas dan pasti diharamkannya oleh al- Qur'an
Praktik riba nasiah ini pernah dipraktikkan oleh kaum Thaqif yang
biasa meminjamkan uang kepada Bani Mughirah Setelah waktu
pembayaran tiba, kaum Mughirah berjanji akan membayar lebih

2
Hadis diriwayatkan oleh imam muslim dari Jabir, Tirmizi dan Ahmad
3
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, ( Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2015), Hal. 195

4
banyak apabila mereka diberi tenggang waktu pembayaran Sebagian
tokoh sahabat Nabi, seperti paman Nabi, Abbas dan Khalid bin Walid,
pernah mempraktikkannya, sehingga turun ayat yang
mengharamkannya. Ayat pengharaman riba ini membuat heran orang
musyrik terhadap larangan praktek riba, karena telah menganggap jual
beli itu sama dengan riba. Sebagaimana dalam surat al baqoroh ayat
275.
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).
Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung
tiga unsur
1. Adanya tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan.
2. Tambahan itu tanpa risiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang
waktu yang diperoleh si peminjam.
3. Tambahan itu disyaratkan dalam pemberian piutang dan tenggang
waktu.

Tambahan dalam membayar utang oleh orang yang berutang ketika


membayar dan tanpa ada syarat sebelumnya. Hal itu dibolehkan,
bahkan dianggap perbuatan ihsan (baik) dan Rasulullah pernah
melakukannya? Di mana beliau pernah berutang kepada seseorang
seekor hewan Kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih tua
umurnya daripada hewan yang beliau utangi itu, kemudian beliau
bersabda: Artinya: "Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang
yang paling baik dalam membayar utangnya" (HR. Bukhari Muslim),

5
Untuk membedakan mana tambahan yang termasuk riba atau tindakan
terpuji. Para fuqaha menjelaskan, tambahan pembayaran utang yang
termasuk riba jika hal itu disyaratkan pada waktu akad Artinya
seseorang mau memberikan utang dengan syarat ada tambahan dalam
pengembaliannya. Ini adalah tindakan yang tercela karena ada
kezaliman dan pemerasan. Adapun tambahan yang terpuji itu tidak
dijanjikan pada waktu akad. Tambahan itu diberikan oleh orang yang
berutang ketika ia membayar yang sifatnya tidak mengikat hanya
sebagai tanda rasa terima kasih kepada orang yang telah memberikan
utang kepadanya.

2. Riba Fadhal
Jenis kedua adalah yang disebut riba fadhal Menurut Ibnu Qayyum,
riba fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang
diharamkannya riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal
diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah
jelas keharamannya. Maka Rasul melarang menjual emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma,
kecuali dengan sama banyak dan secara tunai. Barang siapa yang
menambah atau minta tambah, masuklah ia pada riba. Yang mengambil
dan yang memberi sama hukumnya (HR. Bukhari).
Dari pengertian di atas, para fuqaha menyimpulkan bahwa riba
fadhal ialah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara benda-
benda sejenis, seperti emas dengan emas, perak dengan perak.
Semua agama samawi (Islam, Yahudi, dan Nasrani) mengharamkan
riba karena dianggap sebuah praktik yang sangat membayakan. Di
dalam kitab perjanjian lama ayat 25 pasal 22 kitab keluaran
sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq "jika kamu meminjamkan harta
kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah kamu bersikap seperti
orang yang mengutangkan, jangan kamu meminta keuntungan
hartamu". Hal senada dikemukakan pada ayat 35 pasal 25 kitab imamat,

6
"jika saudaramu membutuhkan sesuatu maka tanggunglah. Jangan kau
meminta darinya keuntungan dan manfaat". Paus Pius berkata
"sesunggulya pemakan riba mereka kehilangan harga diri kemuliaan
dalam hidup di dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikapankan
setelah mereka mati"
Al-Qur'an menyinggung keharaman riba secara kronologis di
berbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah swt. surat ar-
Ruum ayat 39.
‫ّٰللاِ َۚو َما ٓ ٰاتَ ْيت ُ ْم ِِّم ْن زَ ٰكوةٍ ت ُ ِر ْيد ُْونَ َوجْ هَ ه‬
ِ‫ّٰللا‬ ِ َّ‫َو َما ٓ ٰات َ ْيت ُ ْم ِ ِّم ْن ِ ِّربًا ِلِّيَ ْرب َُو ۠ا فِ ْٓي ا َ ْم َوا ِل الن‬
‫اس فَ ََل يَ ْرب ُْوا ِع ْندَ ه‬
ٰٰۤ ُ
َ‫ض ِعفُ ْون‬ْ ‫ولىِٕكَ ُه ُم ْال ُم‬ ‫فَا‬

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
ber- tambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS.:
30/39).
3. Riba yad
Dalam macam riba yad, riba adalah kelebihan dalam transaksi yang
terjadi akibat adanya penundaan. Penundaan dalam riba yad adalah
penundaan serah terima salah satu atau kedua barang yang
ditransaksikan. Transaksi dapat berupa tukar menukar ataupun jual
beli. Adanya penundaan tersebut, menyebabkan munculnya perubahan
nominal harga yang dibayarkan menjadi lebih tinggi.
Contoh dari riba jenis ini di dalam kehidupan sehari-hari adalah
penjualan motor akan dihargai dengan 12 juta rupiah bila dibayar
secara tunai. Sementara jika pembeli akan membayar motor tersebut
secara kredit, maka akan dihargai senilai 15 juta rupiah. Baik pembeli
ataupun penjual tidak akan menetapkan berapa jumlah nominal yang
harus dibayar sampai transaksi selesai.
4. Riba Qardh

7
Jenis riba qardh merupakan tambahan nilai yang diperoleh karena
dilakukannya pengembalian pokok nominal hutang dengan beberapa
syarat yang berasal dari pemberi hutang. Contoh dari riba tersebut di
dalam kehidupan sehari-hari adalah pemberian hutang 100 juta oleh
seorang rentenir, tapi terdapat bunga senilai 20 persen dalam waktu 6
bulan.
5. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah merupakan tambahan ataupun kelebihan jumlah
nominal pelunasan hutang yang sudah melebihi pokok jumlah
pinjaman. Umumnya, hal tersebut terjadi karena peminjam tidak bisa
membayarnya sesuai waktu yang telah disepakati.
Adapun contoh dari riba jenis ini adalah proses transaksi
peminjaman uang senilai 20 juta dengan ketentuan waktu
pengembalian yaitu 6 bulan. Apabila tidak bisa membayarkan secara
tepat waktu, maka akan ada nominal tambahan dari total pinjaman.4

C. Hikmah Keharaman Riba


Islam dengan tegas dan pasti mengharamkan riba. Hal itu untuk
menjaga kemaslahatan hidup manusia dari kerusakan moral (akhlak).
sosial, dan ekonominya. Menurut Yusuf Qardhawi, para ulama telah
menyebutkan panjang lebar hikmah diharamkannya riba secara rasional,
antara lain:
1. Riba berarti mengambil harta orang lain tanpa hak.
2. Riba dapat melemahkan kreativitas manusia untuk berusaha atau
bekerja, sehingga manusia melalaikan perdagangannya,
perusahaannya. Hal ini akan memutus kreativitas hidup manu di
dunia. Hidupnya bergantung kepada riba yang diperolehnya tanpa
usaha. Hal ni merusak tatanan ekonomi.

4
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-riba/#4_Riba_Qardh

8
3. Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang
piutang. Keharaman riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari
sifat lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral sangat tinggi.
4. Biasanya orang memberi utang adalah orang kaya dan orang yang
berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari orang
yang miskin sangat bertentangan dengan sifat rahmah Allah swt. Hal
ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial.

Adapun Sayyid Sabiq berpendapat, diharamkannya riba karena di


dalamnya terdapat empat unsur yang merusak:

1. Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong


menolong. Semua agama terutama Islam sangat menyeru tolong
menolong dan membenci orang yang mengutamakan kepentingan
pribadi dan egois serta orang yang mengeksploitasi kerja orang lain.
2. Riba akan melahirkan mental pemboros yang tidak mau bekerja,
menimbulkan penimbunan harta tanpa usaha tak ubahnya seperti
benalu (pohon parasit) yang nempel di pohon lain. Islam menghargai
kerja keras dan menghormati orang yang suka bekerja dan menjadikan
kerja sebagai sarana mata pencaharian. menuntun orang kepada
keahlian dan akan mengangkat semangat seseorang.
3. Riba sebagai salah satu cara menjajah.
4. Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjaman kepada yang
memerlukan dengan baik untuk mendapat pahala bukan
mengekploitasi orang lemah."

Dampak negatif yang diakibatkan dari riba sebagaimana tersebut di atas


sangat berbahaya bagi kehidupan manusia secara individu, keluarga,
masyarakat dan berbangsa. Jika praktik riba ini tumbuh subur di
masyarakat, maka terjadi sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan
penganiayaan terhadap kaum lemah. Orang kaya semakin kaya dan
miskin semakin tertindas.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara bahasa, riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, nba
berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang
mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jurlah uang
yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh
waktu mengembalikan uang pinjaman itu. Riba semacam ini disebut
dengan riba nasiah Dalam riba nasiah mengandung tiga unsur, yaitu:
a. Adanya tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan.
b. Tambahan itu tanpa risiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang
waktu yang diperoleh si peminjam.
c. Tambahan itu disyaratkan dalam pemberian piutang dan tenggang
waktu.
2. Pembagian riba: Pertama riba nasiah (telah dijelaskan) Kedua riba
fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang
diharamkannya riba nasiah. Dengan kata lain, bahwa riba fadhal
diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah
jelas keharamannya. Maka Rasul melarang menjual emas dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan
kurma, kecuali dengan sama banyak dan tunai. Ketiga riba yad adalah
kelebihan dalam transaksi yang terjadi akibat adanya penundaan.
Keempat riba qardh merupakan tambahan nilai yang diperoleh karena
dilakukannya pengembalian pokok nominal hutang dengan beberapa
syarat yang berasal dari pemberi hutang. Dan yang ke lima Riba
jahiliyah merupakan tambahan ataupun kelebihan jumlah nominal
pelunasan hutang yang sudah melebihi pokok jumlah pinjaman.
3. Seluruh ulama dan agama samawi sepakat mengharamkan riba karena
dampaknya sangat negatif di antaranya:

10
a. Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong
menolong.
b. Riba akan melahirkan satu kelas di masyarakat yang hidup mewah
tanpa bekerja. Ia ibarat benalu yang tumbuh yang merugikan pihak
lain.
c. Riba penyebab adanya penjajahan.
d. Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjamankepada yang
memerlukan untuk mendapat pahala bukan mengeksploitasi orang
lemah.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menjadi sarana
pendorong bagi mahasiswa dalam berfikir aktif dan kreatif dalam
menghadapi permasalahan yang ada. Demikian makalah yang kami
buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para
pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas,dimengerti, dan lugas. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman, dkk, Fiqh Muamalah, Jakarta: Prenada Media Group,


2010.

Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar Fiqh Muamalat. Yogyakarta:


Pustaka Kencana.

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-riba/#4_Riba_Qardh

12

You might also like