You are on page 1of 14

MAKALAH HUKUM DAGANG DAN SURAT-SURAT BERHARGA

“Resume Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga”

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang dan
Surat-Surat Berharga

Dosen Pengampu:

Bpk. H. Nandang Apipudin, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Naufal Daffa Kalfaris (C1A220703)

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SUBANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

yang diberikan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Resume

Hukum Dagang dan Surat-surat Berharga” ini dapat diselesaikan.

Tujuan pembuatan makalah ini sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah

Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga di program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Universitas Subang.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis

meminta kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya bisa lebih baik lagi. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua rekan kelompok yang telah membantu dalam

pengerjaan makalah ini.

Subang, 08 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

BAB I.....................................................................................................................................

PENDAHULUAN.................................................................................................................

Latar Belakang.......................................................................................................................

BAB II....................................................................................................................................

PERMASALAHAN...............................................................................................................

BAB III..................................................................................................................................

PEMBAHASAN....................................................................................................................

PENGERTIAN HUKUM DAGANG....................................................................................

BAB IV..................................................................................................................................

PENUTUP..............................................................................................................................

KESIMPULAN......................................................................................................................

SARAN..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring berkembangnya masyarakat, maka berkembang pula hukum yang berlaku.


Jika melihat sejarah manusia kebelakang, maka kita akan tahu bahwa kehidupan
sekarang ini adalah revolusi dari kehidupan di masa lalu. Begitu pula hal nya dengan
hukum.

Kemajuan dalam bidang teknologi sangat berpengaruh terhadap sektor


perdagangan. Hal ini terlihat dalam kehendak setiap orang atas segala hal yang
berkaitan dengan urusan perdagangan dapat bersifat praktis, aman, dan dapat
dipertanggungjawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayarannya. Dalam dunia
perdagangan kemungkinan pembayaran dengan uang tunai akan memiliki banyak
resiko. Selain menjadi incaran orang jahat terhadap barang bawaannya, juga akan
menyulitkan saat membawa uang tersebut karena terlalu berat untuk mata uang tunai.

Oleh karena itu, masyarakat tidak lagi bertransaksi menggunakan uang secara
mutlak, artinya masyarakat dapat menggunakan atau menerbitkan surat berharga
sebagai alat pembayaran mutlak. Surat-surat itu mudah diperdagangkan karena
menunjukan suatu nilai tertentu yang dapat dialihkan dari satu tangan ke tangan lain.
BAB II

PEMASALAHAN

Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas lebih terarah dan
sesuai dengan sasaran yang diharapkan maka penting bagi penulis untuk merumuskan
permasalahan yang akan dibahas. Karena pokok permasalahan ini merupakan acuan bagi
penelitian supaya hasilnya diharapkan sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Dagang?.


2. Apa saja tugas pokok Perdagangan?
3. Apakah yang dimaksud dengan Surat Berharga?.
4. Apa saja fungsi dari Surat Berharga?.
5. Apa saja jenis-jenis Surat Berharga?
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG

Pada zaman dahulu kala, tatkala manusia hidup dalam alam primitif, bentuk
perdagangan yang ada adalah Dagang Tukar (bentuk perdagangan yang pertama). Jika
seseorang ingin memiliki sesuatu, yang tidak dapat dibuatnya sendiri, ia berusaha
memperolehnya dengan cara bertukar, yakni dengan sesuatu barang yang tidak perlu
baginya.

Demikianlah hanya barang dengan barang sajalah yang dipertukarkan (pertukaran


in natura) misalnya tembakau dengan padi. Pertukaran-pertukaran semacam ini hanyalah
suatu pertukaran yang terbatas sekali, perhubungan pertukaran yang tetap, suatu pasar
belum ada.

Di mana dalam dagang tukar ini terdapat berbagai kesulitan, yaitu antara lain:

1. Orang yang satunya harus mempunyai barang yang diminta oleh orang yang lainnya
dan nilai pertukarannya kira-kira harus sama. Hal ini berarti, seorang penjahit, yang
hanya mempunyai baju saja, pasti akan mati kelaparan, sebelum ia dapat menemukan
orang yang mempunyai beras dan yang ingin ditukarkannya dengan baju pula.

2. Barang yang akan dipertukarkan harus dapat dibagi-bagi. Kesulitan yang timbul
adalah apabila dua ekor ayam dapat ditukarkan (nilainya sama) dengan sebuah celana,
maka amat sulitlah ia untuk dipertu- karkan seekor ayam dengan separuh celana.1

Lagi pula semakin banyak kebutuhan manusia, akan semakin banyak kesulitan dalam
pertukaran itu. Oleh karena itu, dengan segera orang memakai beberapa benda untuk
1
Bab 1 Pengertian Perdagangan dan hukum Dagang hlm. 1.
membandingkan nilai segala barang lain dengan nilai beberapa benda tertentu.
Disamping itu, benda tersebut harus disukai oleh umum. Benda-benda yang khusus
dipergunakan untuk dipertukarkan dengan barang-barang yang diperlukan disebut alat
tukar (garam, kulit kerang, potongan logam, dan lain-lain).

Segala hal yang dalam pengertian ini memudahkan pertukaran dan kini
memungkinkan pertukaran seluas-luasnya disebut uang (jadi uang -alat tukar).2

Tugas Pokok Perdagangan

a. Membawa atau memindahkan barang-barang dari tempat yang


berkelebihan (surplus) ke tempat yang kekurangan (minus).
b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.
c. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam jumlah yang besar sampai
mengakibatkan bahaya kekurangan.3

B. DEFINISI SURAT BERHARGA

Hukum surat berharga merupakan salah satu dari ruang lingkup hukum bisnis
yang berkembang dengan cepat di Indonesia. Surat berharga adalah sebuah dokumen
yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran
sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar kepada pihak-pihak yang memegang
surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak
ketiga kepada kepada siapa surat berharga itu dialihkan.4

Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas
kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban
dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar
uang. Surat berharga adalah sepucuk surat yang bernilai uang, serta memberikan hak

2
Bab 1 Pengertian Perdagangan dan hukum Dagang hlm. 2.
3
Bab 1 Pengertian Perdagangan dan hukum Dagang hlm. 5.
4
Zainal Asikin, Hukum Dagang, Cet 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal : 73
kepada pemegangnya atas apa yang tercantum di dalamnya. Ddan surat berharga ini
mudah dan dapat diperdagangkan.5
Surat berharga adalah surat yang semua orang menganggap surat tersebut
berharga, contoh saham, obligasi, wesel, cek dll.

Fungsi dari surat berharga itu sendiri dapat dikelompokkan sebagai :


a. Alat pembayaran, contoh: cek, bilyet giro dan wesel bayar (sebagai alat ukur).
b. Surat bukti investasi, contoh: obligasi, surat saham.6

1. Syarat Materil dan Formal Surat Berharga


Syarat materil surat berharga ada empat :
a. Nilai nominal surat berharga sama dengan perikatan dasar yang melatarbelakanginya.
b. Surat berharga dapat sebagai alat bukti.Surat berharga mudah dialihkan.
c. Ada dua klausul surat berharga :
- aan order (atas nama) yang peralihannya dengan endosemen
- aan toonder (atas tunjuk) yang peralihannya dari tangan ke tangan
d. Surat berharga dapat diperjualbelikan.7
Dengan adanya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Syarat formal surat berharga dapat dilihat pada masing-masing peraturan yang
mengaturnya. Contoh wesel, diatur dalam pasal 100 KUHD; cek diatur dalam pasal 178
KUHD; bilyet giro diatur dalam SEBI (Surat Edaran Bank Indonesia).8

2. Fungsi Surat Berharga


Dalam Bab 6 dan 7 KUHD, fungsi surat berharga secara umum dibedakan dalam:
a) Surat sanggup membayar atau janji untuk membayar. Dalam surat ini
penandatangan berjanji atau menyanggupi membayar sejumlah uang kepada
5
Ibid
6
Ibid., hal : 76
7
Ida Nadirah, Hukum Dagang dan Bisnis Indonesia, (Medan : Ratu Jaya, 2017), hal : 89.
8
Ibid
pemegang atau orang yang menggantikannya. Termasuk bentuk ini adalah surat
sanggup.
b) Surat perintah membayar. Dalam surat ini penerbit memerintahkan kepada tertarik
untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya. Termasuk
dalam bentuk surat ini adalah surat wesel dan cek.
c) Surat pembebasan hutang. Dalam surat ini penerbit memberi perintah kepada
pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang yang menunjukan
dan menyerahkan surat ini. Termasuk dalam bentuk surat ini adalah kwitansi atas
unjuk.9

C. Jenis-Jenis Surat Berharga

D. Surat Berharga Dalam KUHD

Ketentuan tersebut diatur dalam Buku I bagian 6 dan bagian 7 KUHD, berisikan
tentang:

a. Wesel
Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata ‘wesel’ di dalamnya, diberi
tanggal dan ditandatangani disuatu tempat, dimana penerbit (trekker) memberi
perintah tak bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah
uang pada hari bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk penerbit yang
disebut penerima (nemer) atau penggantinya disuatu tempat tertentu.10

Jenis-jenis surat wesel:

1) Wesel Atas Pengganti Penerbit

Pasal 102 ayat 1 KUHD menentukan, bahwa penerbit dapat menerbitkan surat wesel
yang berbunyi atas pengganti penerbit. Maksudnya ialah, penerbit menunjuk kepada

9
Zainal Asikin, op. cit. hal : 74 (buku yang telah disebutkan diatas)
10
Ibid., hal : 240
dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, kekhususan bentuk surat wesel semacam
ini ialah bahwa kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.11

2) Wesel Atas Penerbit Sendiri

Pasal 102 ayat 2 KUHD menentukan, bahwa surat wesel dapat diterbitkan atas
penerbit sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa penerbit memerintahkan kepada dirinya
sendiri untuk membayar, atau penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak
tertarik (tersangkut).12

3) Wesel Untuk Rekening Orang Ketiga


Ada juga terjadi bahwa seseorang menarik suatu wesel atau permintaan dan untuk
rekening orang atau pihak ketiga. Pada umumnya di penarik semacam ini adalah
suatu bentuk bank.
Pasal 102 ayat 3 KUHD menentukan, bahwa surat wesel dapat diterbitkan untuk
rekening orang ketiga. Penerbitan surat wesel dalam bentuk ini bisa terjadi jika
seorang ketiga itu untuk tagihannya memungkinkan diterbitkan surat wesel, artinya ia
mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia minta kepada
pihak lain untuk menjadi penerbit surat wesel atas perhitungannya itu. Di atas
dikatakan, bahwa pada umumnya si penarik wesel semacam ini adalah bank,
maksudnya adalah dimana orang ketiga itu mempunyai rekening.
Bank inilah yang bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang
ketiga yang menyuruh diterbitkannya wesel atas perhitungan rekeningnya.13

b. Cek

Cek adalah suatu surat berharga yang memuat kata cek yang bertanggal dan
menyebutkan tempat penerbitannya, yang merupakan perintah tanpa syarat kepada
bankir untuk membayar sejumlah uang kepada pihak-pihak pemegang atau
pembawanya di tempat tertentu.14

11
Ida Nadirah, op. cit, hal : 97
12
Ibid., hal : 98
13
Ibid.
14
Farida Hasyim, op. cit. hal : 249
Di dalam KUHD, ketentuan mengenai surat cek terdapat dalam buku kesatu Bab
VII Pasal 178 sampai dengan Pasal 229, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
1936.15

Jenis-jenis surat cek16:

1. Surat cek atas pengganti penerbit (Pasal 183 ayat 1 KUHD)

Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek atas pengganti


penerbit” ini adalah pasal 183 ayat 1 KUHD, yang menyatakan bahwa surat cek
dapat diterbitkan atas pengganti penerbit. Kekhususan bentuk ini ialah nama
pemegang pertama (penerima) tidak disebutkan sehingga penerbit sama dengan
pemegang pertama (penerima). Surat cek bentuk ini berkalusula atas pengganti
(aan order). Jika diperalihkan kepada orang lain harus dilakukan dengan
endosemen.

2. Surat cek atas penerbit sendiri (Pasal 183 ayat 3 KUHD)

Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek atas penerbit sendiri”
ini adalah pasal 183 ayat 3 KUHD, yang menyatakan bahwa surat cek dapat
diterbitkan atas penerbit sendiri. Kekhususan bentuk ini adalah penerbit sama
dengan tersangkut. Jadi perintah membayar itu dari bankir kepada bankir. Ini
terjadi apabila kantor pusatnya menerbitkan surat cek atas kantor cabang.

3. Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (Pasal 183 ayat 2 KUHD)

Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek untuk perhitungan


orang ketiga” ini adalah pasal 183 ayat 2 KUHD, yang menyatakan bahwa surat
cek dapat diterbitkan atas perhitungan orang ketiga. Namun demikian ada kalanya
terjadi, bahwa penerbit dianggap telah menerbitkan surat cek atas perhitungan
dirinya sendiri, jika dari surat cek tersebut atau dari surat advisnya tidak ternyata
untuk perhitungan siapa surat itu diterbitkan.

4. Surat cek inkaso (Pasal 183a ayat 1 KUHD)


15
Ida Nadirah, op. cit. hal : 107
16
Ibid., hal : 110-112
Yang membuka kemungkinan timbulnya bentuk “surat cek inkaso” ini adalah
pasal 183a ayat 1 KUHD, yang menyatakan bahwa jika dalam surat cek penerbit
memuatkan kata-kata harga untuk dipungut atau inkaso atau dalam pemberian
kuasa atau kata-kata lainnya yang berarti memberi perintah untuk menagih
semata-mata, penerima boleh melaksanakan segala hak yang timbul dari surat cek
tersebut, tetapi ia tidak bisa mengendosemenkannya kepada orang lain, kecuali
dengan cara memberi kuasa. Pengertian endosemen inkaso ialah memindahkan
hak kuasa menagih, bukan hak milik atas tagihan.

Cek sendiri memiliki batasan waktu penggunaan. Untuk cek yang


diterbitkan dan dibayarkan di Indonesia, harus diunjukkan dalam tenggang waktu
70 hari, sejak tanggal penerbitannya (Pasal 206 KUHD) ditambah 6 bulan
tenggang waktu sebelum kadaluwarsa (Pasal 299 KUHD).17

17
Zainal Asikin, op. cit. hal : 90
BAB IV

PENUTUP

E. KESIMPULAN

Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga adalah surat pengkuan utang, wesel, saham, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun
pasar uang. Surat berharga adalah sepucuk surat yang bernilai uang, serta memberikan hak
kepada pemegangnya atas apa yang tercantum di dalamnya.

F. SARAN

Ada baiknya pada saat kita melaksanakan transaksi itu harus ada bukti transaksinya yang bisa di
sebut sebagai surat surat berharga di dalam hukum bisnis, agar transaksi dapat
dipertanggungjawabkan dan pula dapat dijadikan sebagai tanda bukti jika terjadi hal-hal tertentu.
Karena tidak tahu apa jadinya kita, bila bertransaksi tanpa bukti transaksi dan sebagainya, ada
saja kita ditipu dengan partner sendiri atau bagaimana lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal. 2013.“ Hukum Dagang Cet. I “. Jakarta: Rajawali Pers

Nadirah, Ida. 2017.” Hukum Dagang dan Bisnis Indonesia “. Medan: Ratu Jaya.

Hasyim, Farida. 2013.” Hukum Dagang, Cet. 4 “. Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti, R., dan Tjitrosudibio R. 2006.” Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-
Undang Kepailitan, Cet 31 “. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Muhammad, Abdulkadir. 2006.” Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Cet. 6 “.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

You might also like