You are on page 1of 11

PERBANDINGAN BIAYA PENGGUNAAN SCAFFOLDING (STEIGER) DENGAN

PERANCAH KONVENSIONAL (BAMBU) PEKERJAAN STRUKTUR PELAT DAN


BALOK BETON

Deni Bagus Saputra1 , Vendie Abma2


1
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
Islam Indonesia
Email: 12511327@students.uii.ac.id
2
Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
Islam Indonesia
Email: vendie.abma@uii.ac.id

Abstract : Project is an organized effort to achieve goals and objectives by using available
resources and budget funds. Often the implementation of project activities in the field is not in
accordance with the initial planning that can lead to irregularities, such as deviations in costs
and implementation schedules. Cost itself is very important and crucial in a construction project
or management of a project, where costs determine the success of a project. In the implementation
of construction projects, each job becomes very important in determining the amount of costs,
including determining the method used or the tools used to help the sustainability of a project.
The choice of tools must consider efficiency or efficiency in terms of costs, where this becomes
important in the finances of a project. This is also done on the Banjarmangu 2 Puskesmas
development project in Banjarnegara Regency, where in this project using scaffolding (steiger)
as a tool to establish the structure of the building, even though the selection of scaffolding here
had become a polemic because the project volume was not too large and preferred to use
scaffolding (steiger) compared to conventional scaffolding (bamboo). From the results of the
analysis and calculations that have been done using the mapping method, the results of the costs
incurred in the use of scaffolding (steiger) with the amount of Rp. 14,336,000, and the costs of
using conventional scaffolding (bamboo) amounting to Rp. 12,485,750. so the difference in costs
incurred by the two scaffolds is Rp. 1,850,250 with scaffolding having a higher level of waste
compared to conventional scaffolding (bamboo) in the Banjarmangu 2 Puskesmas construction
project.
Keywords: Cost Comparison, Scaffolding (Steiger), Conventional (Bamboo)
I. PENDAHULUAN Penulis menemukan hal yang menjadi sebuah
Perkembangan pembangunan proyek permasalahan yaitu berdirinya sebuah
konstruksi di Indonesia pada masa kini kian bangunan puskesmas di Kecamatan
pesat. Hal ini dapat dilihat melalui program Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara.
pemerintah yang berkonsentrasi pada Permasalahan yang sangat mencolok adalah
infrastruktur dan sarana bagi masyarakat pada pembangunan puskesmas tersebut dalam
terutama pada proyek konstruksi. Agar proyek pengerjaan menggunakan scaffolding sebagai
dikatakan berhasil, dalam pembuatan alat bantu berdirinya bangunan tersebut.
bangunan proyek konstruksi dibutuhkan Dimana telah diketahui sebelumnya bahwa
pertimbangan mengenai tenaga kerja masih sedikit penyedia jasa penyewaan
konstruksi, mesin atau alat, dan material yang scaffolding sehingga mengakibatkan
dibutuhkan. Menurut Soeharto (1997). tingginya nilai jual ataupun sewa scaffolding
di Banjarnegara. Namun tidak bisa dipungkiri
Semakin meningkatnya pembangunan
pula bahwa bambu memiliki tingkat
infrastruktur terutama pembangunan
kebutuhan yang lebih banyak dibandingkan
konstruksi, semakin meningkat pula
dengan scaffolding. Bambu di Banjarnegara
persaingan di dunia usaha terutama persaingan
memiliki harga jual yang bisa dibilang cukup
pada perusahaan penyewaan peralatan
tinggi. Oleh karena itu, hal tersebut yang
konstruksi seperti perancah scaffolding.
menjadi permasalahan bagi penulis untuk
Perancah scaffolding merupakan salah satu
memprtimbangkan apakah scaffolding
alat yang banyak tersedia di perusahaan
menjadi alat yang efektif pada pekerjaan
penyedia jasa konstruksi dan merupakan alat
Puskesmas Banjarmangu 2 dibandingkan
yang sering kita jumpai pada proyek
dengan perancah menggunakan bambu, dan
konstruksi baik proyek konstruksi berskala
mempertimbangkan selisih biaya yang
kecil maupun besar. Namun pada masa kini
dikeluarkan antara kedua alat
masih terdapat banyak sekali perancah tiang
tersebut.Information Modeling).
yang menggunakan bambu untuk membantu
berdirinya proyek konstruksi. Perancah II. TINJAUAN PUSTAKA
bambu yang masih sering dijumpai ini Astiana, (2015) melakukan penelitian tugas
sebenarnya kurang efektif dan efisien. akhir dengan judul “Value Engineering antara
Dikatakan kurang efektif dan efisien karena Perancah Konvensional dengan Scaffolding
dalam pelaksanaannya menimbulkan biaya pada Proyek Konstruksi” yang berlokasi di
yang tinggi, penggunaan bahan yang lebih Proyek Pembangunan Gedung Bertingkat
banyak, dan waktu pengerjaannya yang lebih SMPN 10 Denpasar Bali dengan tujuan Untuk
lama. mengetahui perbedaan value engineering
Di Kabupaten Banjarnegara sebagian besar antara perancah konvensonal dengan
masyarakat masih menggunakan bambu scaffolding pada proyek konstruksi Gedung
sebagai alat bantu berdirinya sebuah bertingkat di SMPN 10 Denpasar. Dan hasil
bangunan, hal ini dikarenakan nilai jual atau perhitungan didapatkan hasil Penggunaan
sewa scaffolding di daerah Banjarnegara perancah konvensional lebih mahal daripada
cukup tinggi dibandingkan dengan kota scaffolding, namun perlu di ingat dalam
lainnya. Disisi lain proyek pembangunan memilih cara konvensional juga perlu
gedung di Banjarnegara tidak diizinkan oleh diperhatikan waktu pelaksanaan proyek agar
pemerintah Kabupaten Banjarnegara jika waktu yang tersedia tidak tersedot untuk
mendirikan bangunan dengan skala besar, kegiatan bongkar pasang perancah dan ini bisa
sehingga terdapat beberapa pertimbangan menghemat biaya proyek terutama biaya
mengenai pemilihan penggunaan scaffolding tenaga kerja.
dalam bentuk bambu di Kabupaten Hunta, (2015) melakukan penelitian tugas
Banjarnegara yang sering sekali dijumpai akhir dengan judul “Efisiensi Penggunaan
dikarenakan faktor skala bangunan yang tidak Perancah Besi dan Perancah Bambu pada
besar ataupun tinggi. Pembangunan Gedung SKPD1 Tipe A”
dengan lokasi proyek Gedung pemerintahan III. LANDASAN TEORI
Provinsi Gorontalo (kawasan blok plan) 3.1 Manajemen Proyek
beralamat di Jl. Bengawan Solo, Desa Ayula Manajemen proyek merupakan penerapan
Utara, Kabupaten Bone Bolango. Dengan sebuah ilmu pengetahuan, cara teknis yang
tujuan Untuk meninjau perancah yang lebih baik dengan sumber daya terbatas, keahlian,
efisien dilihat dari faktor biaya dan waktu dan keterampilan agar mendapatkan hasil
pelaksanaan. Hasil yang didapatkan dengan yang optimal dalam hal biaya, mutu, kinerja
membandingkan kedua perancah tersebut waktu, dan keselamatan kerja untuk mencapai
yang akan mempermudah dalam pemilihan sasaran dan tujuan yang tepat (Husen, 2009).
perancah yang baik digunakan dalam Dalam proyek terdapat unsur-unsur
pekerjaan konstruksi. Dan hasil perhitungan manajemen proyek yaitu, kegiatan yang harus
didapatkan biaya penggunaan perancah diperhatikan dalam pelaksanaanya seperti,
bambu sebesar Rp. 64.986.735 dan scaffolding Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan
dengan cara membeli sebesar Rp. dan Pengendalian. Husen (2009) menguraikan
358.351.500. Sedangkan penggunaan kegiatan manajemen proyek sebagai berikut:
scaffolding dengan cara menyewa 1. Perencanaan (Planning)
menghasilkan biaya sebesar Rp. 35.802.260 Pada kegiatan perencanaan dilakukan
terdapat selisih sebesar Rp. 322.599.741. Dari antisipasi tugas dan kondisi dengan
sini bisa disimpulkan penggunaan perancah menetapkan tujuan dan sasaran yang harus
scaffolding dengan cara menyewa lebih dicapai.
efisien dari segi biaya dibandingkan dengan 2. Pengorganisasian (Organizing)
membeli baru atau menggunakan perancah Pada kegiatan pengorganisasian dilakukan
bambu. identifikasi dan pengelompokan jenis-jenis
pekerjaan, menentukan pendelegasian
Rafik dan Cahyani (2018) melakukan
wewenang, dan tanggungjawab personel.
penelitian tugas akhir dengan judul “Analisis
3. Pelaksanaan (Actuating)
Perbandingan Biaya Penggunaan Perancah
Pada kegiatan ini, konsep pelaksanaan
Kayu Galam dan Perancah Besi
serta personil yang terlibat sudah
(Scaffolding)” yang berlokasi pada
ditetapkan dan kemudian secara detail
Pembangunan Gedung Kantor Badan Pusat
menetapkan program, jadwal, alokasi
Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan di
biaya dan sumber dana yang digunakan.
Jl Trikora Banjarbaru. Dengan tujuan
4. Pengendalian (Controling)
Menghitung biaya penggunaan perancah kayu
Pada kegiatan pengendalian dilakukan
galam dan perancah besi dalam harga beli dan
untuk memastikan program dan aturan
sewa guna mengetahui jenis perancah mana
kerja yang ditetapkan tercapai dengan
yang lebih ekonomis untuk digunakan. Dan
penyimpangan paling minimal dan
hasil perhitungan didapatkan Berdasarkan
mendapatkan hasil yang memuaskan.
analisis perhitungan dalam luasan 1 m²
diperoleh biaya pekerjaan perancah kayu 3.2 Biaya Proyek
galam sebesar Rp. 147.057,81,- , pekerjaan Menurut Raharjaputra (2009) biaya
perancah besi dalam harga sewa Rp. merupakan pengorbanan atau pengeluaran
201.033,81,-. Biaya pekerjaan perancah kayu yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau
galam lebih murah 26,85 % dibanding biaya perorangan yang bertujuan untuk memperoleh
perancah besi dalam harga sewa. manfaat lebih dari aktivitas yang dilakukan
Biaya perancah besi dalam harga beli Rp. tersebut. Jadi biaya proyek itu sendiri adalah
2.214.161,06,-. Biaya pekerjaan perancah besi suatu pengeluaran yang dikeluarkan untuk
dalam harga beli 15 kali biaya pekerjaan membangun suatu kegiatan, dalam hal ini
perancah kayu galam dan 11 kali biaya kegiatan yang dimaksud adalah dalam hal
perancah besi dalam harga sewa. proyek konstruksi. Biaya merupakan yang
sangat penting dan krusial, karena tanpa biaya
semua kegiatan tidak akan berjalan dam tidak
akan memperoleh sesuatu sesuai keinginan.
Untuk itu dibutuhkan manajemen biaya dalam 1. Anggaran Biaya Kasar (Taksiran)
proyek yang meliputi proses-proses yang Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), yaitu
berhubungan dengan perencanaan, estimasi, dengan menggunakan harga satuan tiap
penganggaran, pembiayaan, pendanaan, meter persegi.
pengolahan dan pengendalian biaya. 2. Anggaran Biaya Teliti
Jenis-jenis Biaya Proyek Konstruksi itu Anggaran biaya teliti merupakan anggaran
sendiri meliputi: biaya bangunan atau proyek yang
1. Biaya Langsung (Direct Cost) perhitungannya dihitung dengan cermat
Biaya langsung adalah biaya yang dan teliti sesuai dengan syarat dan
berhubungan langsung dengan konstruksi ketentuan penyusunan anggaran biaya.
atau bangunan.
2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) 3.4 Pekerjaan Struktur Bngunan
Menurut Sastroatmadja (1984) biaya tidak Struktur adalah bagian yang membentuk
langsung adalah biaya yang tidak secara bangunan seperti sloof, dinding, pondasi, ring,
langsung berhubungan dengan konstruksi kolom, kuda-kuda, dan atap. Menurut
sebuah proyek bangunan, tetapi harus ada Priambodo (2011) struktur merupakan tiang
dan tidak boleh ditiadakan dari proyek. bangunan yang menjadi kekuatan utama dari
bangunan. Kegunaan dari struktur bangunan
3.3 Rencana Anggaran Biaya adalah untuk meneruskan beban bangunan
Menurut Finda (2011) rencana anggaran biaya bagian atas menuju bangunan bagian bawah
merupakan perhitungan banyaknya biaya kemudian menyebarkannya ke tanah.
yang diperlukan sehubungan dengan Struktur bangunan pada umumnya terdiri dari
pelaksanaan bangunan atau proyek seperti dua bagian, yaitu:
upah, bahan, serta biaya-biaya lainnya. 1. Komponen Struktur Bangunan Bagian
Sedangkan anggaran biaya merupakan harga Bawah (sub struktur)
bahan bangunan yang diperhitungkan dengan Struktur bagian bawah yaitu bagian
cermat dan teliti. Anggaran biaya di masing- bangunan yang terletak dibawah
masing daerah pada suatu bangunan yang permukaan tanah meliputi pondasi, sloof,
sama akan berbeda-beda dikarenakan galian tanah, timbunan, maupun pile cap.
perbedaan dari upah tenaga kerja dan harga a) Pondasi
suatu barang. Menurut Brown (1995), pondasi
Jika dirumuskan secara umum RAB proyek merupakan bagian paling bawah dari
merupakan total penjumlahan dari hasil suatu struktur bangunan yang berfungsi
perkalian antara volume suatu item pekerjaan meneruskan beban bangunan bagian
dengan harga satuan pekerjaan. Bahasa atas ke lapisan tanah atau batuan yang
matematis yang dapat dituliskan adalah berada di bawahnya.
sebagai berikut: b) Sloof
RAB = Σ [V × Hsp] (1) Menurut Kusdjono (1984) sloof
Keterangan: merupakan balok beton bertulang yang
Σ = Penjumlahan memiliki fungsi untuk pendukung
V = volume komponen pekerjaan beban yang berada diatas pondasi dan
Hsp = harga satuan pekerjaan untuk menahan beban dinding
Berdasarkan pengertian diatas dapat diatasnya serta merupakan bagian yang
disimpulkan bahwa rencana anggaran biaya menyatukan dan mengompakkan antara
merupakan perhitungan banyaknya biaya pondasi untuk menerima berbagai
yang dikeluarkan dalam pelaksanaan suatu beban dari atas.
bangunan atau proyek yang meliputi biaya 2. Komponen Struktur Bangunan Bagian
upah tenaga kerja, biaya suatu bahan, dan Atas.
biaya lain-lain. terdapat dua cara dalam Struktur bagian atas yaitu bagian bangunan
menyusun anggaran biaya, yaitu sebagai yang terletak diatas permukaan tanah.
berikut:
a. Kolom 3. Sebagai struktur sementara untuk
Menurut Dipohusodo (1996) kolom membantu pelaksanaan pemasangan bata,
merupakan komponen struktur atau plesteran, dan pengecatan.
tiang penyangga sebuah bangunan yang Menurut Alkon (1997) terdapat beberapa
memiliki fungsi menyangga beban bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam satu
aksial tekan vertikal dengan bagian scaffolding (steiger), komponen-komponen
tinggi yang tidak ditopang paling tidak tersebut akan dijabarkan satu per satu berikut
tiga kali dimensi lateral terkecil. ini:
b. Balok a. Diagonal Bracing atau Cross Brace
Menurut Sutaryo dan Kusdjono (1984) Diagonal bracing merupakan bagian dari
balok merupakan kayu atau beton kelengkapan scaffolding yang terdiri dari
maupun baja yang dipasang didalam dua pipa yang saling bersilangan dan
ruangan untuk menahan rangka langit- dihubungkan dibagian tengahnya yang
langit plafon. Plat lantai, dinding, dan berguna sebagai pengikat masing-masing
beratnya sendiri merupakan beban- main frame agar dapat berdiri dengan
beban yang dipikul oleh balok.. tegak.
c. Pelat Lantai b. Main Frame
Pelat lantai adalah struktur datar Main frame merupakan komponen utama
(planar) yang secara khas terbuat dari yang terdiri dari berbagai macam tipe
material yang menyatu, yang tingginya ukuran. Main frame memiliki fungsi
kecil dibandingkan dengan dimensi sebagai pengatur lebar dan ketinggian
lainnya (Schodeck 1991). scaffolding.
d. Pelat Atap c. Brace Locking
Menurut Puspantoro (1984) atap adalah Brace locking memiliki letak yang berada
bagian bangunan yang merupakan di badan main frame yang berfungsi untuk
mahkota mempunyai fungsi untuk pengunci antar cross brace dan main frame
menambah keindahan dan sebagai sehingga dapat saling terikat.
pelindung bangunan dari panas dan d. Adjusted jack atau Jack Base
hujan. adalah bagian scaffolding yang berfungsi
untuk meratakan ketinggian scaffolding
3.4 Scaffolding (Steiger)
agar main frame berdiri dengan rata yang
Perancah scaffolding atau (steiger) merupakan
ketinggiannya dapat diatur sesuai dengan
konstruksi pembantu pada pekerjaan
kebutuhan.
bangunan gedung yang berbentuk suatu sistem
e. Catwalk atau Deck atau Platfrom
modular dari pipa atau tabung logam,
Catwalk memiliki fungsi untuk tempat
meskipun juga dapat menggunakan bahan-
berpijak antara main frame yang digunakan
bahan lain. Scaffolding dibuat dipabrik tetapi
untuk akses para pekerja.
dapat dirangkai dilokasi pembangunan
f. Joint Pin
konstruksi (Heinz Frick, 2002).
Joint pin memiliki fungsi untuk pengunci
Fungsi scaffolding itu sendiri adalah:
dan penyambung antar suatu main frame
1. Sebagai pelindung bagi para pekerja lain,
dengan main frame diatasnya.
seperti pekerja yang berada di bawah dapat
g. U-Head
terlindungi dari jatuhnya bahan atau alat
Bentuknya yang menyerupai huruf U
dan sebagai tempat bekerja yang aman bagi
membuat bagian ini dinamakan u-head
pekerja sehingga keselamatan kerja
yang merupakan bagian teratas dari sebuah
terjamin.
scaffolding yang memiliki fungsi menahan
2. sebagai struktur sementara untuk menahan
balok suri atau balok yang menyalurkan
beton yang belum mampu memikul
beban dari bekisting ke scaffolding yang
beratnya sendiri (pada pelaksanaan
ketinggiannya dapa diatur.
pengecoran).
Pemasangannya adalah dengan
menyambungkan pipa screw u-head ke
main frame kemudian dikunci. Sedangkan telah dijabarkan dalam landasan teori diatas.
yang berbentuk U dipasangkan ke balok Hal ini agar memudahkan untuk melakukan
suri yang lebarnya sesuai dengan ukuran u- pemesanan dengan jumlah yang pasti pada
head yang akan dipasangkan beksiting jasa penyedia penyewaan perancah
dibagian atasnya. scaffolding atau penjual perancah
konvensional. Metode mapping yang nantinya
3.5 Perancah Konvensional (Bambu)
akan digunakan ini dapat dilakukan dengan
Menurut Frick (2002) Bambu atau kayu
cara memperhatikan dengan cermat gambar
adalah jenis material perancah yang banyak
bangunan yang akan dipasangi scaffolding
digunakan pada pekerjaan konstruksi
atau perancah. Setelah itu, buatlah plot ukuran
terdahulu dan bahkan masih tetap digunakan
scaffolding di dalam gambar bangunan
hingga kini, akan tetapi lebih terbatas untuk
tersebut. Untuk memudahkan anda, secara
bangunan rumah ataupun bangunan yang tidak
umum luas scaffolding standard memiliki
terlalu tinggi dan berat. Perancah dari bambu
ukuran sekitar 1,2 meter x 1,8 meter dengan
atau kayu pada bagian pangkalnya haruslah
tinggi 1,7 meter atau dapat juga
berukuran ˃ ø 7 cm atau kayu berukuran 5 x 7
menyesuaikan jack base dan u head yang ada.
cm agar cukup mampu menahan factor tekuk
yang ditimbulkan. Bambu yang digunakanpun 4.2 Teknik Pengumpulan Data
haruslah bambu tua yang biasanya berarna Berikut ini pengumpulan data menurut cara
kuning jernih atau hijau tua, berserat padat, yang telah diperoleh:
berbintik-bintik, putih pada pangkalnya, 1. Data Primer
permukaannya mengkilat, dan pada bagian Data Primer yaitu data yang diperoleh
buku-bukunya tidak boleh pecah. langsung dilapangan sebagai objek
Adapun keuntungan pemakaian perancah dari penulisan. Metode wawancara mendalam
bambu adalah: dipergunakan untuk memperoleh data
1. Harga bambu relatif murah dengan narasumber yang akan
2. Dapat dengan baik menerima getaran, diwawancarai, dikumpulkan dan diolah
tumbukan, dan perlakuan yang kasar sendiri oleh peneliti langsung dari objek
atau subjek penelitian. Data primer juga
IV. METODE PENELITIAN
disebut sebagai data asli yang diperoleh
4.1 Tinjauan Umum
dari hasil survey dan pengamatan dalam
Penulis pada penelitian ini menganalisa
proses pengerjaan proyek.
perbandingan biaya penggunaan perancah
Berikut merupakan hasil data primer
scaffolding (steiger) dengan perancah
melalui wawancara langsung:
konvensional (bambu) pada pekerjaan struktur
a. Wawancara di Proyek Pembangunan
pelat dan balok beton. Sehingga didapat
Puskesmas Banjarmangu 2.
berapa biaya yang dikeluarkan jika
menggunakan perancah scaffolding (steiger) b. Wawancara dengan Perusahaan
dan berapa biaya yang dikeluarkan jika Penyewaan Scaffolding (Steiger)
menggunakan perancah konvensional c. Wawancara dengan Penjual Bambu
(bambu), apakah terdapat selisih biaya pada 2. Data Sekunder
masing-masing alat tersebut dan efisien mana Data sekunder adalah data pendukung
penggunaan perancah scaffolding (steiger) seperti data-data teknis dari proyek
atau perancah konvensional (bambu). pembangunan Puskesmas Banjarmangu 2
Dalam hal ini penulis menggunakan metode di Kabupaten Banjarnegara. Data ini
mapping agar dapat membuat perhitungannya berupa shop drawing, RAB (Rencana
secara lebih akurat mengenai jumlah Anggaran Biaya), data perusahaan
scaffolding (steiger) maupun perancah penyewaan perancah scaffolding (steiger),
konvensional yang diperlukan untuk data harga perancah konvensional
bangunan tersebut, namun untuk melihat (bambu), data analisis harga satuan
akurasinya penulis membandingkan dengan pekerjaan perda kabupaten banjarnegara.
menggunakan dua metode perhitungan yang
4.3 Diagram Alir Penelitian 5.3 Analisis
5.3.1 Menghitung Kebutuhan Biaya
Perancah Scaffolding (Steiger)
Dalam menghitung kebutuhan scaffolding
dilakukan dengan cara menggunakan teknik
mapping. Teknik mapping ini biasa digunakan
para perencana sebuah proyek konstruksi
untuk mendapat hasil perhitungan kebutuhan
scaffolding agar sesuai dengan kebutuhan
penyewaan scaffolding sehingga tidak terjadi
keborosan terhadap kebutuhan scaffolding
suatu proyek dan mendapatkan jumlah
scaffolding sesuai dengan yang di inginkan.
Berikut merupakan gambar sketsa ploting
perancah scaffolding (steiger) tiap Lantai.
A. Lantai 1

Gambar 2. Sketsa Kebutuhan Scaffolding


(Steiger) Lantai 1
Dari hasil plotting shop drawing kebutuhan
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian perancah scaffolding (steiger) Lantai 1 pada
proyek pembangunan Puskesmas
V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Banjarmangu 2, didapatkan hasil dengan
5.1 Data jumlah 66 set.
1. Data Primer Sedangkan untuk ketinggian 4 m diperlukan
a. Data wawancara proyek puskesmas tambahan leader frame sejumlah kebutuhan
banjarmangu 2 main frame yaitu 66 set dengan total semua
b. Data wawancara instansi penyewaan kebutuhan dalam ketinggian 4 m adalah
scaffolding (steiger) sejumlah 132 buah main frame dan 132 buah
c. Data wawancara pada pemilik bambu leader frame.
bentang. Berikut merupakan perhitungan kebutuhan
2. Data Sekunder scaffolding Lantai 1.
a. Shop drawing bangunan
b. Data RAB (Rencana Anggaran Biaya)
c. Data perusahaan penyewaan perancah
scaffolding (steiger) dan data harga
perancah konvensional (bambu)
A. Lantai 1
Kebutuhan perancah scaffolding (steiger) 2. Tabel 4 Rincian Biaya Sewa Kebutuhan
selengkapnya dapat dilihat dari rincian Scaffolding Lantai 2
berikut:
1. Tabel 1 Rincian Kebutuhan Sewa
Scaffolding (Steiger) Lantai 1

2. Tabel 2 Rincian Perhitungan Biaya


5.3.2 Rekapitulasi Biaya Perancah
Sewa Kebutuhan Scaffolding Lantai 1
Scaffolding (Steiger)
Setelah dilakukan perhitungan secara
menyeluruh untuk perancah scaffolding
(steiger) didapatkan hasil sebagai berikut:
Tebel 5 Total Biaya Perancah Scaffolding
(Steiger)

B. Lantai 2
Untuk Lantai 2 dilakukan plotting kembali 5.3.3 Menghitung Perancah Konvensional
dari shop drawing, tetapi pengecoran (Bambu)
dilakukan hanya pada ring balok Dalam menghitung kebutuhan perancah
dikarenakan tidak terdapat plat lantai. bambu dilakukan juga menggunakan metode
mapping dengan ketentuan-ketentuan sesuai
yang tertara pada bab IV. Dimana
mempertimbangkan terlebih dahulu posisi
plotting pada shop drawing dimulai dari
memperhatikan balok kemudian diteruskan
kepada pelat lantai.
A. Lantai 1
Berikut merupakan gambar sketsa ploting
kebutuhan perancah konvensional
(bambu):

Gambar 3. Sketsa Kebutuhan Scaffolding


(Steiger) Lantai 2
Adapun kebutuhan dapat dilihat pada rincian
sebagai berikut:
1. Tabel 3 Rincian Kebutuhan Sewa
Scaffolding (Steiger) Lantai 2

Gambar 4. Sketsa Kebutuhan Perancah


Konvensional (Bambu) Lantai 1
Dari hasil sketsa ploting menggunakan teknik Sedangkan lantai 2 memiliki perbedaan tinggi
mapping diatas menghasilkan kebutuhan dengan lantai 1 yaitu dengan elevasi 3,8 m,
bambu dengan jumlah 382 batang. Sementara sehingga bambu lantai 2 menggunakan ukuran
tali ijuk yang digunakan setiap bambu adalah bambu dengan panjang 3,8 m.
2m. berikut merupakan perhitungan biaya Adapun kebutuhan bambu dapat dilihat pada
penggunaan perancah konvensional (bambu) rincian sebagai berikut:
lantai 1:
1. Tabel 8 Rincian Kebutuhan Perancah
1. Tabel 6 Rincian Kebutuhan Perancah Konvensional (Bambu) Lantai 2
Konvensional (Bambu) Lantai 1

2. Tabel 9 Rincian Biaya Kebutuhan


2. Tabel 7 Rincian Biaya Kebutuhan Perancah Konvensional (Bambu) Lantai 2
Perancah Konvensional (Bambu) Lantai 1

5.3.4 Rekapitulasi Biaya Perancah


B. Lantai 2 Konvensional (Bambu)
Setelah dilakukan perhitungan secara
menyeluruh untuk perancah konvensional
(bambu) didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 10 Total Biaya Perancah Konvensional
(Bambu)

5.4 Selisih Biaya Antara Perancah


Scaffolding (Steiger) dengan Perancah
Konvensional (Bambu)
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan
hasil perbandingan antara perancah
Gambar 5. Sketsa Kebutuhan Perancah
Konvensional (Bambu) Lantai 2
scaffolding (steiger) dengan perancah
konvensional (bambu) dari lantai 1 sampai
Berdasarkan hasil analisis, untuk lantai 2, dengan lantai 2, dengan total biaya:
bagian yang dilakukan pengecoran hanya pada Total biaya perancah scaffolding (steiger):
ring balok dikarenakan lantai 2 tidak adanya Rp 13.319.000
pelat lantai, sehingga jumlah kebutuhan Total biaya perancah konvensional (bambu):
bambu lebih sedikit dibandingkan lantai 1 Rp 11.359.000
yaitu sejumlah 162 batang. Dikarenakan Selisih Biaya Keseluruhan:
bambu lantai 2 dilakukan pemasangan bambu Rp 1.960.000
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, antara
dengan jumlah 1 bambu yang dipasang sejajar
perancah scaffolding (steiger) dengan
ke arah vertikal agar bambu tetap kuat dan perancah konvensional (bambu) terdapat
kokoh dalam berdiri diperlukan penambahan selisih biaya yang cukup besar. Jadi biaya
bambu sejumlah 25 batang dibagian tengah pekerjaan perancah scaffolding lebih mahal
dengan dipasang secara horizontal dan diikat dibanding perancah bambu, namun dalam hal
dengan tali ijuk. Sehingga tali ijuk yang ini pemilihan perancah scaffolding (steiger)
dibutuhkan untuk lantai 2 adalah pada bagian pada pembangunan gedung Puskesmas
atas dan bagian bawah yaitu 2x2 meter = 4 Banjarmangu 2 kurang terlalu tepat
meter tiap bambu. dikarenakan selisih perancah cukup besar.
Dari hasil wawancara sendiri, praktisi Adapun rekapitulasi selengkapnya mengenai
dilapangan pemilihan perancah scaffolding perbedaan penggunaan perancah scaffolding
(steiger) dikarenakan pemasangan yang lebih (steiger) dengan perancah konvensional
praktis sehingga dapat menghemat waktu (bambu) adalah sebagai berikut:
pemasangannya dan menghemat jumlah
Tabel 11 Rekapitulasi Perbedaan Perancah
pekerja yang melakukan pemasangan Scaffolding (Steiger) dengan Perancah
perancah tersebut sehingga pekerja lain dapat Konvensional (Bambu)
mengerjakan kegiatan lain.
5.5 Pembahasan
Setelah membandingkan total rencana
anggaran biaya yang diperoleh dari perancah
scaffolding (steiger) dengan perancah
konvensional (bambu) terdapat
selisih/perbedaan harga penggunaan kedua
perancah tersebut. Penggunaan perancah
scaffolding (steiger) lebih mahal sebesar Rp
3.901.000 dibandingkan dengan penggunaan
perancah konvensional (bambu).
Hal ini disebabkan karena penelitian tidak
dihitung dengan menambahkan jumlah
pekerja dan biaya pembongkaran. Sedangkan
untuk volume proyek yang juga tidak terlalu
besar sehingga kebutuhan bambu tidak Gambar 6. Grafik Perbandingan Perancah
sebanyak jika proyek tersebut memiliki Scaffolding (Steiger) Dengan Perancah
Konvensional (Bambu)
kapasitas besar atau volume besar. Padahal
dalam hal ini kebutuhan scaffolding pada 6. KESIMPULAN DAN SARAN
proyek ini lebih sedikit, dikarenakan gambar 6.1 Kesimpulan
rencana proyek memiliki tingkat kesulitan Dari hasil analisi dan pembahasan, didapatkan
untuk dilakukannya pemasangan scaffolding, beberapa hasil dengan kesimpulan sebagai
dimana ukuran ruangan yang lebih kecil berikut:
dibandingkan dengan ukuran scaffolding 1. Total biaya penggunaan perancah jika
menyebabkan penempatan scaffolding tidak menggunakan scaffolding (steiger)
bisa diterapkan dalam bagian yang pada pembangunan proyek Puskesmas
semestinya. Banjarmangu 2 adalah senilai Rp
Tetapi ada juga penyebab lain terjadinya 13.319.000
perbedaan selisih antara perancah scaffolding 2. Total biaya penggunaan perancah jika
(steiger) dengan perancah konvensional menggunakan bambu pada
(bambu) dimana harga scaffolding didaerah pembangunan Puskesmas Banjarmangu
Banjarnegara memiliki harga yang cukup 2 adalah senilai Rp 11.369.000
tinggi sehingga mengakibatkan rincian biaya 3. Selisih perbandingan biaya antara
pun lebih tinggi dibanding kota-kota besar perancah scaffolding (steiger) dengan
lainnya. Kemudian perbedaan dari bambu itu perancah konvensional (bambu) adalah
sendiri walaupun bisa dibilang harga bambu senilai Rp 1.960.000
memiliki harga yang lumayan besar yaitu 4. Presentase slisih antara perancah
hampir separuh dari harga sewa scaffolding, scaffolding (steiger) dengan perancah
namun bambu disini memiliki keuntungan konvensional (bambu) adalah senilai
dimana letak/posisi pohon bambu milik Bapak 8%
Supri yang tidak terlalu jauh dari lokasi Dengan demikian perancah scaffolding
proyek sehingga dapat mengurangi biaya (steiger) jauh lebih mahal dibandingkan
mobilisasi ke lokasi proyek. dengan perancah konvensional (bambu). Hal
tersebut dikarenakan analisis tidak Hunta, Y. R. (2015). Efisiensi Penggunaan
mempertimbangkan perhitungan jumlah Perancah Besi dan Perancah Bambu
pekerja dan upah pembongkaran perancah. pada Pembangunan Gedung SKPD 1
Tipe A. Universitas Negeri Gorontalo.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan Husen, A. (2009). Manajemen Proyek.
yang telah dilakukan, maka penulis Yogyakarta: Andi Offset.
menyarankan : Ibrahim, H.Bachtiar. 1993. Rencana Dan
1. Berdasarkan hasil pembahasan, maka Estimate Real Of Cost. Cetakan ke-2.
pembangunan proyek pembangunan Jakarta : Bumi Aksara.
gedung Puskesmas Banjarmangu 2
sebaiknya menggunakan perancah Priambodo, T. (2011). Struktur dan
konvensional (bambu), dikarenakan biaya Konstruksi Rumah Menengah. Jakarta:
yang lebih murah. Griya Kreasi.
2. Bagi peneliti yang ingin melanjutkan Puspantoro, B. 1984. Konstruksi Bangunan
penelitian sejenis agar dapat meneliti Gedung Vol. I. Andi Offset.
diantaranya: Yogyakarta.
a. Menganalisis dengan perhitungan
jumlah pekerja Rafik, A., & Cahyani, R. F. (2018). Analisis
Perbandingan Biaya Penggunaan
b. Biaya pembongkaran
Perancah Kayu Galam dan Perancah
c. Waktu pekerjaan Besi (Scaffolding). Jurnal Gradasi
d. Dan diperhitungkan pada pekerjaan Teknik Sipil, Volume 2, No. 1.
dinding.
Schodeck. (1991). Struktur (Alih Bahasa:
DAFTAR PUSTAKA Suryoatmojo). Jakarta: PT. Eresco.

Alkon. (1997). Penggunaan Scaffolding atau Soeharto, I. (1997). Manajemen Proyek.


Perancah. Jakarta. Jakarta: Erlangga.

Astiana, T. (2015). Value Engineering antara Stephens, 1985. Pengertian Bekisting.


Perancah Konvensional dengan (http://e-journal.uajy.ac.id. Diakses
Scaffolding pada Proyek Konstruksi. tanggal 05 mei 2016).
Tugas Akhir. Universitas 17 Agustus Sutaryo & Kusdjono. (1984). Kamus Istilah
1945, Surabaya. Teknik Sipil. Departemen Pendidikan
Brown, R.W. 1995. Practical Foundation dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Engineering Handbook. MC Graw- Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hill. New York. Jakarta.

Dipohusodo, I. (1996). Manajemen Proyek


dan Konstruksi (Edisi 1, Vol. 1).
Yogyakarta: Kanisius.
Finda. (2011, November 2). Pengertian
Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Frick, H., & Pujo, L. S. (2002). Ilmu
Konstruksi Perlengkapan dan Utilitas
Bangunan, Seri Konstruksi Arsitektur 4.
Yogyakarta: Kanisius.
Hendra S. Raharja Putra. (2009). Manajemen
Keuangan dan Akutansi Untuk
Eksekutif Perusahaan, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

You might also like