You are on page 1of 9

KELENGKAPAN INFORMASI PENUNJANG DALAM PENENTUAN

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE HUMERUS PASIEN


RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI

Yenny Astuti Dian Rahayu1, Ninawati2, Bambang Widjokongko3,


STIKes Mitra Husada Karanganyar
yenny.adinda@yahoo.com1, nina_kiyut@yahoo.com2, budi_asri@yahoo.com3

ABSTRACT

Supporting information is information that is very important to determine the accuracy of the code, the complete
information that can be read by the coder, the more precise and accurate code generated. Based on the results of a
preliminary survey of the 10 document medical records with a diagnosis of fracture of the humerus in dr. Moewardi
years 2013-2015 showed that 30% complete and 70% incomplete at 40% there is no description of open / closed
fracture and 30% there are no sheets anamnesa. The porpose this study was to determine the completeness of supporting
information in determining the accuracy of diagnosis codes facture humerus. This type of research is descriptive
retrospective study. Population is a document medical records of patients hospitalized with a diagnosis of fracture of
the humerus in 2013-2015 with a sample size of 71 documents with the technique of sampling using saturated sample,
the research instruments using checklists and interview guides, observation data collection and interviews, while for
the data processing that is by way of collection (collecting), editing (editing), classification (classification), tabulation,
data presentation and analysis of descriptive data. The results showed that completeness of the information supporting
there are 54 DRM (85.72%) and incomplete documents as much as 17 DRM (23.94%), the highest completeness of the
information on multiple fracture of 70 DRM (98.59%) and the lowest in the description of the type of fracture, namely
61 DRM (85.92%). As for accuracy, accurate code as much as 24 DRM (33.80%) and the code is not accurate 47 DRM
(66.20%). Conclusions from this research is the completeness of the information supporting the highest supporting
information regarding multiple fracture and low of supporting information regarding the type of fracture. Suggested
medics fill out a form complete physical examination to help the coder to determine an accurate code.

Keywords : Supporting Information, Accuracy, Fracture humerus


Bibliography : 14 (2006 - 2015)

ABSTRAK

Informasi penunjang adalah Informasi yang sangat penting untuk menentukan keakuratan kode, semakin lengkap
informasi yang dapat dibaca oleh koder maka semakin tepat dan akurat sebuah kode yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
survey pendahuluan terhadap 10 dokumen rekam medis dengan diagnosis fracture humerus di RSUD dr. Moewardi
tahun 2013-2015 menunjukan bahwa 30% lengkap dan 70% tidak lengkap yaitu 40% tidak terdapat keterangan open /
closed fracture dan 30% tidak terdapat lembar anamnesa.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kelengkapan informasi
penunjang dalam penentuan keakuratan kode diagnosis facture humerus. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan
pendekatan studi retrospektif. Populasi adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis fracture
humerus tahun 2013-2015 dengan besar sampel sebanyak 71 dokumen dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik sample jenuh, instrumen penelitian menggunakan checklist dan pedoman wawancara, pengumpulan data secara
observasi dan wawancara sedangkan untuk pengolahan data yaitu dengan cara pengumpulan (collecting), edit (editing),
klasifikasi (classification), tabulasi, penyajian data dan Analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan
bahwa dokumen lengkap terdapat 54 DRM (85,72%) dan dokumen tidak lengkap 17 DRM (23,94%), kelengkapan

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 80


tertinggi pada keterangan multiple fracture yaitu 70 DRM (98,59%) dan terendah pada keterangan jenis fracture yaitu 61
DRM (85,92%). Sedangkan untuk keakuratan, kode akurat sebanyak 24 DRM (33,80%) dan kode tidak akurat 47 DRM
(66,20%). Simpulan dari penelitian ini adalah kelengkapan informasi penunjang tertinggi yaitu informasi penunjang
mengenai multiple fracture dan terendah yaitu informasi penunjang mengenai jenis fracture. Disarankan petugas medis
mengisi formulir pemeriksaan fisik secara lengkap guna membantu koder dalam menentukan kode yang akurat.

Kata kunci : Informasi penunjang, Keakuratan, Fracture Humerus


Kepustakaan : 14 ( 2006 – 2015)

PENDAHULUAN (30%) yang sudah lengkap informasi penunjang


diagnosisnya. Ketidaklengkapan tersebut dikarenakan
Rekam medis merupakan salah satu bagian yang penting 4 dokumen tidak terdapat informasi penunjang
di rumah sakit dalam membantu pelaksanaan pemberian mengenai jenis fracture, sedangkan 3 dokumen yang
pelayanan kepada pasien. Hal ini berkaitan dengan lain dikarenakan tidak ada informasi pada lembar
isi rekam medis yang mencakup riwayat penyakit anamnesa (kosong). Hal tersebut dapat berpengaruh
pasien, yang meliputi beberapa hal untuk digunakan pada hasil pengkodean diagnosis berdasarkan ICD-
sebagai dasar pemberian pelayanan selanjutnya dan 10 sehingga mempengaruhi tingkat keakuratan kode
dasar penentuan diagnosis. Salah satu kegiatan yang diagnosis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, maka dari
dilakukan dibagian rekam medis adalah koding. Koding itu peneliti ingin menarik judul penelitian “Kelengkapan
adalah kegiatan mengklasifikasikan dan memberikan Informasi Penunjang Dalam Penentuan Keakuratan
kode terhadap diagnosis penyakit. Pemberian kode Kode Diagnosis Fracture Humerus Pasien Rawat Inap
harus menggunakan standar identifikasi dan klasifikasi Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.
penyakit yang sesuai dengan International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem
Tenth Revision (ICD-10), serta harus tepat dan akurat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan kode METODE
diagnosis ada 3 yaitu, Tenaga Medis (Dokter pemberi
diagnosa), Tenaga Rekam Medis (Coder), dan Tenaga Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan
kesehatan lainnya (Depkes, 2006). retrospektif. Populasi adalah dokumen rekam medis
rawat inap pasien Fracture humerus di Rumah Sakit
Menurut De Jong (2010) Fraktur humerus adalah Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta dengan besar
fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh sampel 71 dokumen. Teknik pengambilan sampel
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. yaitu sampling total. Instrumen yang digunakan adalah
Pada kasus fracture humerus kelengkapan informasi checklist dan daftar pertanyaan. Cara pengumpulan data
penunjang juga dapat mempengaruhi tingkat keakuratan dilakukan dengan observasi dan wawancara. Analisis
kode diagnosis karena dalam penetapan kode akhir coder data secara deskriptif.
harus mengetahui informasi tentang letak (site), jenis
fracture (open, close), dan jumlah fracture. Informasi
penunjang yang dibutuhkan antara lain terdapat pada
HASIL
lembar RM1, anamnesa, radiologi (rontgen), dll.

1. Gambaran umum
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta dari 10 dokumen yang
Rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta adalah rumah
diteliti dengan diagnosis Fractur Humerus terdapat 7
sakit milik Pemerintah Provinsi jawa tengah yang
dokumen (70%) yang belum lengkap dan 3 dokumen
terletak di Kotamadya Surakarta dan merupakan

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 81


Rumah Sakit tipe A pendidikan. Rumah sakit Dr. Tabel 4.2
Moewardi juga menjadi Rumah Sakit Pendidikan Rekapitulasi item kelengkapan informasi
(Teaching Hospital) bagi calon dokter Fakultas penunjang diagnosis fracture humerus pasien
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS tahun 2013-2015
I).
Tidak
2. Tingkat kelengkapan informasi penunjang pada Informasi Lengkap
Lengkap
dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan Penunjang N
Diagnosis
diagnosis fracture humerus di RSUD Dr. Moewardi N % N %
Surakarta.
Lembar 71 65 91,55 6 8,45
Dokumen rekam medis dapat dikatakan lengkap anamnesa
apabila mencantumkan informasi penunjang yang
dapat menegakkan diagnosis dan juga menunjang Keterangan 71 61 85,92 10 14,08
open/closed
keakuratan kode. Informasi yang harus tercantum
pada dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan
Keterangan
diagnosis fracture humerus antara lain informasi multiple 71 70 98,59 1 1,41
tentang site/lokasi, jenis fracture, dan keterangan fracture
multiple fracture jika ada. Informasi tersebut dapat
diketahui dari lembar ringkasan masuk dan keluar, Presentase kelengkapan informasi penunjang
lembar anamnesa dan pemeriksaan fisik, dan lembar pada kasus fracture humerus yang tertinggi adalah
hasil pemeriksaan penunjang. mengenai keterangan multiple fracture sebanyak
98,59% (70 dokumen) lengkap hal ini dikarekan
Tabel 4.1 petugas medis selalu menuliskan keterangan
Kelengkapan informasi penunjang diagnosis multiple fracture jika terdapat lebih dari satu
fracture humerus pasien rawat inap di RSUD Dr. fracture. Sedangkan presentase terendah terdapat
Moewardi Surakarta tahun 2013-2015 pada keterangan jenis fracture yaitu sebanyak
85,92% (61 dokumen) lengkap, hal ini dikarenakan
diagnosis yang ditulis dokter pada lembar RM 1
Kelengkapan Informasi masih ada yang tidak tertulis keterangan mengenai
N Prosentase
Penunjang Diagnosis jenis fracture (open/closed).

Lengkap 54 76,06% 3. Tingkat keakuratan kode pada dokumen rekam


medis pasien rawat inap dengan diagnosis fracture
Tidak Lengkap 17 23,94%
humerus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Jumlah 71 100%
Kode diagnosis dapat dikatakan akurat apabila
semua kata yang ada dalam diagnosis sudah ter-
Dari tabel diatas menunjukan bahwa tingkat
include dalam sebuah kode yang tepat dan sesuai
kelengkapan informasi penunjang diagnosis fracture
dengan ICD-10.
humerus pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi
tahun 2013-2015 terdapat 76,06% lengkap yaitu
sebanyak 54 dokumen rekam medis dan 23,94%
tidak lengkap yaitu sebanyak 17 dokumen rekam
medis.

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 82


Tabel 4.3 b. Pada kasus fracture berdasarkan multiple fracture
Keakuratan kode diagnosis fracture humerus Dari 15 dokumen rekam medis dengan kasus
pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi fracture berdasarkan multiple fracture terdapat
Surakarta tahun 2013-2015 33,33% (5 dokumen) akurat dan 66,67% (10
dokumen) tidak akurat.
Keakuratan c. Pada kasus fracture berdasarkan penyebab yang
No N Prosentase
Kode Penyakit lain
1. Akurat 24 33,80% Dari 8 dokumen rekam medis dengan kasus
2. Tidak Akurat 47 66,20%
fracture berdasarkan fracture yang lain terdapat
Jumlah 71 100%
62,5% (5 dokumen) akurat dan 37,5% (3
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa tingkat
dokumen) tidak akurat.
keakuratan kode diagnosis fracture humerus pasien
rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2013-2015
terdapat 33,80% akurat yaitu sebanyak 24 dokumen
rekam medis dan 66,20% tidak akurat yaitu sebanyak PEMBAHASAN
47 dokumen rekam medis.
1. Tingkat kelengkapan informasi penunjang
Tabel 4.4 pada dokumen rekam medis pasien rawat inap
dengan diagnosis fracture humerus di RSUD Dr.
Rekapitulasi item keakuratan kode diagnosis Moewardi.
fracture humerus pasien rawat inap di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tahun 2013-2015
Berdasarkan tabel 4.1 dapat kita ketahui bahwa dari
71 sampel terdapat 76,06% (54 dokumen) lengkap
Tidak
Keakuratan Akurat dan 23,94% (17 dokumen) tidak lengkap, alasan
No N akurat
Kode Penyakit ketidak lengkapan tersebut antara lain :
N % N %
Jenis fracture
1. 48 14 29,17 34 70,83 a. Tidak ada lembar anamnesa (kosong)
(open/closed)
Multiple Dari 71 dokumen yang diteliti terdapat 8,45% (6
2. 15 5 33,33 10 66,67
fracture dokumen) diantaranya tidak ada informasi pada
3.
Penyebab yang
8 5 62,5 3 37,5 lembar anamnesa (kosong), informasi yang ada
lainnya
pada lembar anamnesa dapat membantu koder
Jumlah 71 29 33,80 47 66,20
dalam melakukan pengkodean yaitu tentang
letak/site fracture yang dapat dilihat dari gambar
Berdasarkan 71 sampel yang diteliti terdapat anatomi dan juga dari keterangan yang tertera
berbagai kasus fracture diantaranya adalah kasus pada kolom ekstremitas. Menurut PERMENKES
fracture berdasarkan jenis fracture (open/close) RI No. 269/MENKES/III/2008 pada Bab II
sebanyak 48 dokumen, multiple fracture sebanyak pasal 3 ayat 2 tentang jenis dan isi rekam medis
15, dan penyebab yang lainnya misalnya ORIF disebutkan bahwa formulir yang harus ada
sebanyak 8 dokumen. Menurut tabel diatas dapat dalam dokumen rekam medis pasien rawat inap
diketahui bahwa keakuratan kode diagnosis fracture salah satunya adalah lembar hasil anamnesis,
humerus pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada lembar tersebut sekurang- kurangnya
Surakarta dibagi menjadi 3 kasus: harus mencangkup keluhan utama dan riwayat
penyakit, maka dari itu lembar anamnesis
a. Pada kasus fracture berdasarkan jenis fracture dianggap penting.
(open/closed)
Dari 48 dokumen rekam medis dengan kasus Hal ini juga diperkuat dengan teori Hatta
fracture berdasarkan jenis fracture terdapat (2013) yang menyatakan bahwa sesudah pasien
29,17% (14 dokumen) akurat dan 70,83% (34 memberikan masukan secara subjektif, dokter
dokumen) tidak akurat.

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 83


akan memeriksa keadaan pasien secara objektif fracture (jika ada). Informasi tersebut bisa dilihat
dan ditulis pada formulir pemeriksaan fisik. pada formulir anamnesa, ringkasan masuk dan
Tanpa pemeriksaan fisik proses pembedahan keluar (RM1), resume medis, lembar operasi, dan
tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu lembar lembar pemeriksaan penunjang (rontgen). Dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik harus ada dalam lembar anamnesa pada kasus fracture humerus kita
setiap dokumen rekam medis dan juga harus dapat memperoleh informasi tentang letak, jenis dan
terisi informasi penunjang yang informatif untuk multiple fracture melalui gambar anatomi tubuh dan
menunjang keakuratan kode diagnosis. keterangan pada kolom ekstremitas pada lembar
pemeriksaan fisik. Dari lembar ringkasan masuk
b. Keterangan tentang jenis fracture dan keluar (RM1) kita dapat memperoleh informasi
Dari 71 dokumen yang diteliti terdapat 14,08% tentang letak, jenis dan multiple fracture melalui
(10 dokumen) tidak ada keterangan tentang diagnosis yang ditulis dokter pada kolom diagnosis.
jenis fracture (open/closed), dimana keterangan Dari lembar resume medis kita dapat memperoleh
jenis fracture juga dapat membantu koder dalam informasi tentang letak, jenis dan multiple fracture
menentukan kode yang akurat karena kode melalui keterangan yang tertulis pada kolom keluhan
tambahan untuk jenis fracture (additional code) utama, riwayat sekarang dan dignosis utama.
merupakan kode digit ke-5 pada pengkodean
kasus fracture. Menurut ICD-10 kode tambahan Menurut Kresnowati dan Dyah (2013)
untuk keterangan open/closed terdapat dibawah ketidaklengkapan informasi penunjang pada
sub blok yaitu kode .0 untuk kode jenis fracture dokumen rekam medis dipengaruhi oleh
tertutup (closed) sedangkan kode .1 untuk kode kelengkapan pencatatan yang dilakukan tenaga
jenis fracture terbuka (open). medis yang terkait seperti dokter penanggungjawab
pasien dan perawat. Terkadang dalam penulisan
c. Keterangan tentang multiple fracture diagnosis yang perlu dikode (misalnya pada lembar
Dari 71 dokumen yang diteliti terdapat 1,41% (1 RM1) tenaga medis terkait hanya mencantumkan
dokumen) tidak ada informasi tentang multiple kondisi utamanya saja, tanpa rincian yang cukup
fracture yaitu informasi yang dapat mengubah untuk penentuan kode yang tepat. Akan tetapi hal ini
kode akhir pada kasus fracture humerus. dapat diatasi oleh seorang koder yang handal dengan
cara mencari keterangan tambahan yang mungkin
Kelengkapan informasi penunjang sangat penting dicantumkan dalam lembar-lembar lain. Kresnowati
dalam proses penentuan kode diagnosis yang dan Dyah (2013) juga menyatakan bahwa kualitas
akurat, maka dari itu seorang koder tidak hanya kode ditentukan oleh data dasar yang ditulis tenaga
melihat informasi penunjang pada salah satu lembar medis. Hal ini dapat diketahi bahwa yang berperan
rekam medis saja melainkan harus mereview semua dalam kelengkapan dokumen rekam medis tidak
informasi pada lembar yang ada dalam dokumen hanya petugas rekam medis, melainkan dokter
rekam medis, seperti teori dari Kasim dan Erkadius penanggungjawab pasien dan perawat juga berperan
(2013) yang menyatakan bahwa pengodean harus penting terutama pada kelengkapan informasi
selalu dimulai dari pengkajian (review) teliti rekam penunjang yang ditulis oleh petugas medis, karena
medis pasien. Hal ini dilakukan guna memperoleh informasi penunjang dapat digunakan koder sebagai
gambaran jelas secara menyeluruh dari dokumentasi penentuan dalam pemilihan kode ICD-10 sehingga
rekam medis tentang masalah dan asuhan yang dapat menghasilkan kode yang akurat.
diterima pasienya.
Dampak negatif yang diakibatkan oleh
Menurut hasil wawancara dengan petugas koder ketidaklengkapan dokumen rekam medis yaitu pada
kelengkapan informasi penunjang pada kasus saat pengajuan klaim biaya perawatan kepada pihak
fracture humerus harus ada informasi tentang letak/ BPJS dimana pihak BPJS hanya akan membayar
site, jenis fracture (open/closed), dan multiple klaim apabila dokumen yang diajukan lengkap. Hal

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 84


ini tertulis pada Perpres No. 12 tahun 2013 pasal 38 formulir rekam medis yang lain seperti pada lembar
yaitu BPJS wajib membayar fasilitas kesehatan atas anamnesa, ringkasan masuk dan keluar (RM1),
pelayanan yang diberikan kepada peserta (pasien) lembar operasi, dan lembar rontgen. Hal ini sesuai
paling lambat 15 hari sejak dokumen klaim diterima dengan teori Kasim dan Erkadius (2014) yang
lengkap. Dari peraturan tersebut dapat diketahui menyatakan bahwa pengodean harus selalu dimulai
bahwa dokumen rekam medis yang digunakan dari pengkajian (review) teliti rekam medis pasien.
untuk pengajuan klaim BPJS harus lengkap. Apabila Hal ini dilakukan guna memperoleh gambaran jelas
dokumen rekam medis belum lengkap dan pihak secara menyeluruh dari dokumentasi rekam medis
BPJS tidak bisa mencairkan pembayaran pengajuan tentang masalah dan asuhan yang diterima pasienya.
klaim maka akan merugikan pihak peserta (pasien),
maka dokumen akan dikembalikan kepada pihak Kata kunci (leadterm) yang digunakan koder dalam
rumah sakit bagian rekam medis dan petugas proses pengkodean adalah diagnosis yang tertera
rekam medis harus kembali mereview kelengkapan pada lembar resume medis dan ringkasan masuk
informasi serta keakuratan kode diagnosis. dan keluar, setelah koder menemukan kode yang
dianggap tepat koder menuliskan pada lembar
Kerugian yang harus ditanggung pasien apabila ringkasan masuk keluar (RM1) dan resume medis,
pihak BPJS tidak bisa mencairkan klaim yaitu peserta akan tetapi peneliti masih menjumpai pada lembar
(pasien) akan dikenakan biaya perawatan yang lebih resume medis koder tidak selalu menuliskan kode
mahal karena biaya tidak ditanggung oleh jaminan pada kolom kode diagnosis. Menurut wawancara
kesehatan. Sedangkan dampak lain yang munkin dengan petugas koder hal ini dikarenakan apabila
bisa terjadi yaitu saat pasien mengajukan tuntutan pasien yang dirawat merupakan pasien BPJS kode
kepada pihak rumah sakit misalnya terjadi kesalahan yang ada di resume medis sudah ter-include pada
pemberian prosedur perawatan maka salah satu SIMRS maka koder tidak perlu menuliskan kembali
sarana yang dimiliki rumah sakit adalah dokumen pada lembar resume medis.
rekam medis, karena informasi yang tertulis pada
dokumen rekam medis sangat bernilai dimata hukum Hal ini belum sesuai dengan PMK No.36 tahun 2012
sebagai bukti telah dilakukan perawatan kepada tentang rahasia kedokteran yang menyatakan bahwa
pasien, maka dibutuhkan dokumen rekam medis pengertian rekam medis adalah berkas yang berisikan
yang lengkap agar dapat meminimalisir kerugian catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pihak rumah sakit. pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan
lain yang diberikan kepada pasien, termasuk
dalam bentuk elektronik, dari peraturan ini dapat
kita ketahui bahwa meskipun pendokumentasian
2. Tingkat keakuratan kode pada dokumen rekam
rekam medis sudah berbasis elektronik akan tetapi
medis pasien rawat inap dengan diagnosis
pendokumentasian dalam bentuk catatan harus tetap
fracture humerus di RSUD Dr. Moewardi.
dilakukan. Keakuratan kode diagnosis tersebut
dibagi menjadi 3 antara lain:
Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita ketahui bahwa
tingkat keakuratan kode diagnosis fracture humerus
a. Keakuratan kode diagnosis fracture humerus
adalah 39,44% akurat yaitu sebanyak 28 dokumen
berdasarkan jenis fracture
rekam medis dan 60,56% tidak akurat yaitu sebanyak
Kode mengenai jenis fracture yaitu tidak adanya
43 dokumen rekam medis. Menurut hasil wawancara
kode tambahan .0 untuk jenis fracture tertutup
dengan petugas koder proses pengkodean pada
dan .1 untuk jenis fracture terbuka, dari 48
kasus fracture humerus petugas dalam menentukan
dokumen rekam medis dengan kasus fracture
kode mengacu pada diagnosis yang ada pada
berdasarkan jenis fracture terdapat 29,17% (14
lembar resume medis, selain itu petugas juga harus
dokumen) akurat dan 70,83% (34 dokumen)
mereview terlebih dahulu dokumen rekam medis
tidak akurat.
pasien dengan melihat informasi yang ada pada

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 85


Contoh : Diagnosis Lain : CF. Humerus 1/3

Diagno sis : CF. Humeri 1/3 tengah (d) Informasi penunjang : jenis fracture :
Utama closed fracture
Informasi : jenis fracture : closed Kode RS : S06.0
penunjang fracture S42.4
S42.0
Kode RS : S42.3
Kode ICD-10 : S42.30 S42.70

Berdasarkan WHO pada ICD-10 tentang jenis Berdasarkan WHO dalam ICD-10 dimana dalam
fracture (open/closed) yaitu .0 untuk kode closed mengkode kasus fracture yang ada pada bagian
fracture dan .1 untuk kode open fracture dan tubuh yang sama maka kode yang tepat adalah
apabila ada fracture yang tidak teridentifikasi kode .7 pada karakter ke-4 disetiap sub blok, dan
maka diberi kode .0 sebagai fracture tertutup untuk pengkodean multiple fracture pada bagian
(closed fracture). Menurut wawancara dengan tubuh yang berbeda maka kode yang tepat adalah
petugas coding dapat diketahui bahwa koder antara T00-T05. Berdasarkan hasil wawancara,
sudah menggunakan additional code pada saat koder sudah mengetahui aturan dan tata cara
mengkode diagnosis kasus fracture, akan tetapi pengkodean untuk kasus multiple fracture
peneliti masih banyak menjumpai kode diagnosis alangkah lebih baiknya apabila teori yang sudah
kasus fracture yang belum akurat dikarenakan dikuasai koder tersebut dapat diterapkan pada
tidak adanya kode tambahan mengenai jenis saat melakukan pengkodean pada kasus multiple
fracture. Hal ini dikarenakan petugas coding yang fracture seperti pada contoh nomor sampel 34
melakukan pengkodean tidak hanya satu orang diatas, maka kode yang lebih tepat untuk CF.
saja melainkan ada beberapa petugas sehingga Humerus 1/3 medial dan CF. Clavicula (d) 1/3
kesalahan yang terjadi pada hasil pengkodean medial bukan lagi S42.3 dan S42.0 tetapi berubah
tidak hanya disebabkan oleh satu orang coder menjadi S42.70 Multiple fracture of clavicle,
saja, maka dari itu diperlukan komunikasi antar scapula, and humerus (closed).
petugas coding dan juga kekonsistenan dalam
penentuan kode diagnosis fracture agar dapat c. Keakuratan kode diagnosis karena penyebab
meminimalisasi kesalahan pengkodean. yang lainnya
Penyebab yang lainnya yaitu ketidak akuratan
b. Keakuratan kode diagnosis fracture humerus kode karena faktor yang lain, Dari 8 dokumen
berdasarkan multiple fracture rekam medis dengan kasus fracture berdasarkan
Kode multiple fracture yaitu kode dua atau fracture yang lain terdapat 62,5% (5 dokumen)
lebih fracture pada kolom diagnosis utama yang akurat dan 37,5% (3 dokumen) tidak akurat.
seharusnya bisa digabung menjadi satu kode Misalnya pada kasus fracture humerus diagnosis
tetapi masih dikode sendiri-sendiri, dari 15 yang tertulis pada kolom diagnosa utama adalah
dokumen rekam medis dengan kasus fracture post ORIF yang merupakan kelanjutan prosedur
berdasarkan multiple fracture terdapat 33,33% (5 yang telah dilakukan pada perawatan sebelumnya.
dokumen) akurat dan 66,67% (10 dokumen) tidak
akurat, dikarenakan pada kasus fracture multiple Pada sampel nomor 36
kode yang tertera pada dokumen rekam medis Diagnosis Utama : post ORIF OF.
belum digabung menjadi satu kode melainkan Humeri 1/3 distal
masih dikode sendiri-sendiri. fracture
Contoh: Post ORIF
Pada sampel nomor 34 Kode RS : S42.40
Diagnosis Utama : Contusional Kode ICD-10 : Z47.0
Hemoragic

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 86


Berdasarkan contoh diatas kode yang dihasilkan 2013-2015 terdapat 33,80% (24 dokumen) akurat
koder belum akurat karena pertama untuk kode dan 66,20% (47 dokumen) tidak akurat.
OF. Humeri 1/3 distal kode yang dihasilkan koder
S42.40 padahal terdapat informasi penunjang
tentang jenis fracture yaitu open fracture, hal
ini belum sesuai dengan aturan pada ICD-10 DAFTAR PUSTAKA
volume 1 bahwa kode untuk open fracture adalah
.1 sedangkan .0 digunakan untuk kode closed Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
fracture seharusnya kode yang dihasilkan S42.41. Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI. Jakarta:
Kedua, kode yang tertulis pada kolom diagnosis PT Rineka cipta.
adalah S42.40 sedangkan pada kolom diagnosis
utama tertulis post ORIF maka kode yang lebih De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor :
tepat adalah Z47.0. Sjamsuhidajat. Jakarta : EGC.

Menurut WHO dalam ICD-10 volume 1, kode Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman
Z47.0 Follow-up care involving removal of Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis
fracture plate and other internal fixation device Rumah Sakit di Indonesia. Revisi II. Jakarta :
digunakan jika pasien yang datang kerumah sakit Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
hanya untuk melepas pen atau menindaklanjuti
prosedur perawatan yang telah dilakukan . 2008. Permenkes Nomor
sebelumnya, maka kode yang dihasilkan tidak 269/MENKES/PER/III tentang Rekam Medis.
lagi S42.41 Fracture of lower end of humerus Jakarta: Kemenkes RI.
(open) tetapi berubah menjadi Z47.0 Follow-
up care involving removal of fracture plate and Hatta GR. 2014. Pedoman Manjemen Informasi
other internal fixation device karena pasien Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan.
datang tidak lagi menderita patah tulang tetapi Jakarta: UI-Press.
menindaklanjuti prosedur yang telah diberikan
pada saat pasien dirawat inap sebelumnya yaitu Hoppenfield, Stanley. 2011.Treatment and Rehabilitation
pada saat pasien mengalami patah tulang. of Fractures. Jakarta : EGC.

Kasim F dan Erkadius. 2013. Sistem Klasifikasi Utama


Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan
SIMPULAN
di Indonesia. Dalam Hatta Gemala R (ed.).
Pedoman Manjemen Informasi Kesehatan di
1. Tingkat kelengkapan informasi penunjang pada
Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI-
kasus fracture humerus di RSUD Dr. Moewardi tahun
Press.
2013-2015 terdapat 76.06% (54 dokumen) lengkap
dan 23.94% (17 dokumen) tidak lengkap. Presentase
Kresnowati L dan Ernawati D.2013.Analisis Faktor-
kelengkapan informasi penunjang pada kasus
Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Koding
fracture humerus yang tertinggi adalah mengenai
Diagnosis Dan Prosedur Medis Pada
keterangan multiple fracture sebanyak 98,59% (70
Dokumen Rekam Medis Di Rumah Sakit Kota
dokumen) lengkap, sedangkan presentase terendah
Semarang. Semarang: LPPM Udinus.
terdapat pada keterangan jenis fracture yaitu
sebanyak 85,92% (61 dokumen) lengkap.
Kusumaningrum, D. 2015. Kelengkapan Informasi
Penunjang Dalam Penentuan Keakuratan
2. Tingkat keakuratan diagnosis fracture humerus
Kode Diagnosis Utama Ftacture Femur
pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 87


Pasien Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2014. [Karya Tulis Ilmiah]. Karanganyar :
STIKes Mitra Husada

Machfoedz, I. 2013. Metodologi Penelitian


(Kuantitatif dan Kualitatif). Yogyakarta:
Fitramaya.

Presiden Republik Indonesia. 2013. Perpres RI


No. 12 tentang Jaminan Kesehatan.
Jakarta : Presiden RI

Reksoprodjo, S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu


Bedah Bagian Ilmu Bedah. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfa Beta.

World Heath Organization. 2010. International


Statistical Classification Of Diseases
And Related Health Problems(ICD-
10, Volume
1,2,3), Geneva: WHO.

Kelengkapan Informasi Penunjang dalam Penentuan Keakuratan 88

You might also like