You are on page 1of 33

Edunesia : Jurnal Ilmiah Pendidikan p-ISSN 2722-5194

Vol 2 No 1 Januari 2021 e-ISSN 2722-7790

Peran Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh di Tengah


Wabah Covid - 19

Siti Sabaniah1; Dadan F Ramdhan2; Siti Khozanatu Rohmah3


1,2,3 Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Sunan Gunung Djati, Indonesia
1Corresponding Email: Sitisabaniah27@gmail.com , Phone Number : 0838 xxxx xxxx

Article History: Abstract: Distance Learning should be well prepared from planning, implementing, to
Received: Sept 09, 2020 evaluating learning. This encourages research to examine how the role of teachers in the
Revised: Sept 24, 2020 learning process is seen from the learning process. The focus of this research is to describe the
Accepted: Sept 24, 2020 Role of Teachers in the Implementation of Distance Learning, from the planning,
Published: Jan 01, 2021 implementation, and evaluation of learning. This research uses a descriptive qualitative
research model. This research was conducted at MI Mathlau'ul Huda with the subject of the
research being the teachers, in this case the teachers were given questionnaires and interviews
Keywords: to find out some indicators of the teacher's role, (1) the teacher's role as a source of learning in
Covid Outbreak 19, distance learning the teacher provided the source of learning among them namely the theme
Distance Learning, books and programs that the government made through television namely on TVRI; (2) the
Teacher Role. teacher's role as a demonstrator in this distance learning where the teacher provides facilities
such as media for example with video media to help students in the learning process; (3) the
teacher's role as a motivator gives the teacher motivating students. The motivation provided
by the teacher also varies, there are those who provide motivation with rewards and also those
that go directly to students (4) the role of the teacher as a manager in distance learning here
the teacher acts as a manager of learning so that learning can be directed according to the basic
competencies and learning objectives that must be achieved; (5) the teacher's role as an
evaluator here the teacher's role is to provide an evaluation in order to know the extent to
which students master a learning material.

Kata Kunci: Abstrak: Pembelajaran Jarak Jauh seyogianya harus dipersiapkan dengan baik dari mulai
Peran Guru, perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi pembelajaran. Hal ini mendorong
Pembelajaran Jarak penelitian untuk mengkaji bagaimana peran guru dalam proses pembelajaran yang dilakukan
Jauh, Wabah Covid 19. dilihat dari proses pembelajarannya. Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, dari mulai perencanaan, pelaksanaan,
___________________ dan evaluasi pembelajaran. Penelitian ini menggunakan model penelitian deskriptif kualitatif.
How to cite: Penelitian ini dilakukan di MI Mathlau’ul Huda dengan subjek penelitiannya adalah para
Sabaniah, S., Ramdhan, guru, dalam hal ini para guru diberikan angket dan wawancara untuk mengetahui beberapa
D.F., & Rohmah, S.K. indikator dari peran guru, (1) peran guru sebagai sumber belajar, dalam pembelajaran jarak
(2021). Peran Guru dalam jauh guru memberikan sumber belajar, yaitu buku tema dan program yang pemerintah buat
Pelaksanaan Pembelajaran melalui televisi yaitu di TVRI; (2) peran guru sebagai demonstrator, pada pembelajaran jarak
Jarak Jauh di Tengah
jauh ini dimana guru memberikan fasilitas seperti, media contohnya dengan media video
Wabah Covid-19. Edunesia
: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 2 untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran; (3) peran guru sebagai motivator, guru
(1): 43-54 memberikan motivasi kepada peserta didik. Motivasi yang diberikan guru juga beragam ada
yang memberikan motivasi dengan reward dan juga ada yang melalui langsung kepada
peserta didik (4) peran guru sebagai pengelola, dalam pembelajaran jarak jauh disini guru
berperan sebagai pengelola pembelajaran, agar pembelajaran dapat terarah sesuai dengan
This is an open access article
under the CC-BY-NC-ND kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai; (5) peran guru sebagai
license evaluator disini guru berperan untuk memberikan evaluasi agar mengetahui sejauh mana
peserta didik menguasai suatu materi pembelajaran. Terakhir mengenai faktor pendukung
dan penghambat peran guru dalam pelaksanan pembelajaran jarak jauh.

43
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Reseach in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

A. Pendahuluan
Pandemi menimbulkan tantangan khusus bagi pendidik karena dalam situasi ini
pembelajaran dilakukan secara online. Tentu saja, hal ini merupakan tantangan baru bagi
pendidik, mulai dari metode pengajaran hingga individu di setiap mata pelajaran yang
diajarkan oleh masing-masing guru. Pendidikan adalah hubungan antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan pendidikan yang muncul di lingkungan pendidikan. Siswa akan
menjadi faktor penentu sehingga dapat mempengaruhi segala yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Wibowo, 2018). Pendidikan dapat diartikan dengan
adanya suatu proses yang menggunakan metode untuk membuat mereka mengerti,
pengetahuan dan bagaimana berperilaku saat dibutuhkan (Syah, 2014).
Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah
upaya sadar dan terencana untuk menciptakan suasana proses pendidikan dan
pembelajaran, oleh karena itu, peserta didik secara aktif mengembangkan potensi mereka
untuk memiliki kekuatan spiritual, kontrol diri, kepribadian, kecerdasan mulia dan
keterampilan yang mereka butuhkan sendiri, bangsa dan masyarakat. Di negara ini, telah
terjadi perubahan kurikulum yang memengaruhi perkembangan pendidikan. Dengan
demikian, pendidikan adalah standar pengajaran di sekolah. Keberhasilan atau kegagalan
dalam mengajar tergantung pada proses pengajaran yang dilakukan oleh guru. Mengajar
adalah upaya sadar oleh seorang guru untuk membantu peserta didik sehingga mereka
dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk memberikan
pengetahuan kepada peserta didik. Belajar juga dapat didefinisikan sebagai interaksi
belajar dan mengajar. Belajar terjadi sebagai proses interaksi antara guru dan peserta
didik, dalam proses belajar, belajar dan mengajar saling terkait. Pendidikan dapat
mencapai tujuannya jika pembelajaran masuk akal dengan pelatihan yang tepat. Di sisi
lain, pendidikan tidak akan mencapai tujuannya jika pembelajaran tidak ada artinya
dengan persiapan yang tidak memadai. Menurut Brunner's Learning Theory, ini adalah
metode pembelajaran yang optimal dan deskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran
adalah untuk mendukung proses pembelajaran (Sulaiman, 2010).
Teori belajar memperhatikan hubungan antara variabel yang menentukan hasil
belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori belajar memperhatikan
bagaimana seseorang mempengaruhi pembelajaran orang lain, atau mencoba
mengendalikan variabel-variabel dalam teori belajar untuk memfasilitasi pembelajaran.
Mengajar pada dasarnya adalah upaya untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan proses pembelajaran (Sardiman, 2012).
Pembelajaran dapat diartikan secara luas sebagai tindakan guru untuk mengambil
tindakan yang dapat mempengaruhi dan mengubah perilaku peserta didik. Dapat
dikatakan bahwa pembelajaran berhasil jika pembelajaran dapat dilakukan sesuai dengan
sistem kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan tempat proses pembelajaran
berlangsung. Peran guru dalam proses pendidikan, khususnya, sebagai komunikator
informasi dan penyelenggara (Wibowo, 2018). Definisi mengajar dan belajar secara umum,
dalam proses mengajar sendiri peran guru tidak dapat dikecualikan. Karena dalam hal ini,
belajar adalah interaksi antara guru yang menyebabkan perubahan perilaku. Di sekolah,
guru adalah salah satu faktor utama dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Karena itu,
proses tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil
pembelajaran yang sesuai dengan yang diinginkan. Tidak mengherankan, berbagai filosofi

44
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Research in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

dan metode pengajaran telah muncul di Indonesia yang terlihat baru dan modern, terlepas
dari sumber pandangan mereka sebelumnya, bahkan jauh sebelum itu. (Juhji,2016).
Menurut Djamarah (2011) Guru dapat dipahami sebagai orang yang mengajar di
tempat-tempat tertentu, memberikan pendidikan formal tambahan dan memberikan
terapi reguler di masjid serta di rumah. Dari beberapa pandangan yang disajikan di atas,
dapat dipahami bahwa guru adalah posisi yang terkait dengan orang tertentu, dan posisi
ini wajib untuk mengajar dan belajar siswa yang terlibat dalam siswa.Beberapa ahli
menguji serta meneliti mengenai teori-teori belajar, seperti teori pembelajaran konstruktif,
teori pembelajaran terintegrasi, teori belajar aktif, teori pembelajaran kontekstual. Di sini
guru membuat referensi yang baik dan percaya pada perubahan yang dapat
meningkatkan kualitas peserta didik. Seorang guru adalah orang yang bertanggung jawab
untuk mengajar di lembaga pendidikan tertentu. Dalam kosakata bahasa Indonesia yang
besar, seorang guru dapat dipahami sebagai orang yang mengajar di sekolah, gedung,
lokasi belajar, perguruan tinggi dan universitas. Pada proses pembelajaran yang dilakukan
hari ini, metode pembelajaran pun tidak bisa berjalan sebagai mana mestinya, karena
terkendala dengan adanya wabah covid-19, hal ini menjadi tantangan para guru untuk
menentukan metode pembelajaran yang dapat di terapkan di masa pandemi.
Beberapa metode pembelajaran diterapkan selama pandemi, tetapi masih semua
terbatas dalam hal institusi pendidikan dan guru sebagai staf pengajar. Karena wabah ini
didefinisikan sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang mengkhawatirkan
dunia dan penyebaran virus dengan sangat mudah, kita harus sadar bahwa virus ini
ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan pernapasan dari orang yang
terinfeksi. Ketika wabah COVID-19 terus menyebar, orang harus mengambil tindakan
untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengurangi dampak wabah ini, dan mendukung
upaya pengendalian penyakit. Perlindungan anak-anak dan lembaga pendidikan sangat
penting. Kehati-hatian harus diambil untuk mencegah kemungkinan penyebaran COVID-
19 di sekolah, itulah sebabnya pemerintah menyerukan pendidikan di rumah.
Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar terganggu oleh pembelajaran jarak
jauh, inovasi dalam metode pembelajaran jarak jauh juga dirangsang oleh beberapa
lembaga pendidikan. Berkenaan dengan lembaga pendidikan yang saat ini memiliki
program pembelajaran jarak jauh, masyarakat umum sangat menyadari bahwa ini adalah
salah satu lembaga pendidikan yang menyediakan pendidikan dengan sistem
pembelajaran jarak jauh. (Sailah, 2011). Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ), dalam
perkembangannya, sistem pembelajaran jarak jauh sangat diuntungkan dari
perkembangan teknologi pengajaran, yang dapat diisi dengan kebutuhan akan pendidikan
yang luas dan luas. Sementara Kearsey mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh
adalah pembelajaran yang direncanakan di tempat lain atau di luar. Dengan demikian,
pembelajaran jarak jauh memerlukan metode pengajaran khusus, metodologi khusus,
komunikasi antara siswa dan guru (Yerusalem, 2015). Kemajuan pesat dalam teknologi
telah mengarah pada penciptaan model pembelajaran jarak jauh yang fleksibel dan cerdas,
serta akses terbuka ke pendidikan. Karena peran guru dalam proses belajar mengajar
secara umum, peran guru tidak dapat dikecualikan, karena belajar adalah interaksi antara
guru dan siswa (Wibowo, 2018).
Meskipun wabah COVID-19 secara signifikan mempengaruhi peran guru dalam
berinteraksi dengan siswa, apakah keberadaan pembelajaran jarak jauh memungkinkan

45
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Reseach in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

peran guru untuk berinteraksi dengan benar. Berdasarkan latar belakang masalah diatas
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan peneliti sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran jarak jauh di MI Mathla’ul Huda di tengah wabah
COVID 19?
2. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran jarak jauh di MI Mathla’ul Huda di
tengah wabah COVID 19?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi oleh guru dalam
pembelajaran jarak jauh di tengah wabah COVID 19?.

B. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan untuk menggali,
memahami dan menggambar kan suatu objek penelitian. Dimana data kualitatif adalah
pendekatan yang diperoleh dari wawancara, dokumentasi dan angket, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktirptif. Menurut Moleong, penelitian
ini merupakan penelitian yang dapat menghasilkan data bersifat deskriptif berupa kata-
kata berbentuk tulisan maupun lisan yang bersumber dari orang-orang dan perilaku yang
diamati (Meleong, 2014). Menurut Arikunto (2013) menjelaskan bahwa penelitian studi
kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap
suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu.
Dilihat dari wilayah penelitiannya, penelitian study kasus hanya meliputi daerah
atau subjek yang sangat sempit, tetapi tinjauan dari sifat penelitian, penelitian studi kasus
lebih mendalam. Penelitian ini akan dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Mathla’Ul Huda
Baleendah Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat Republik Indonesia. Waktu penelitian
dilaksanakan pada Tahun Ajaran 2020/2021 yaitu pada Semester I bulan juni s.d selesai.
Menurut Sutrisno pengamatan adalah proses yang bertautan, proses ini yang terdiri dari
berbagai proses biologis dan psikologis (Sugiyono, 2013).Untuk menentukan sampling
berikut, peneliti menggunakan teknik yaitu secara Non Probability Sampling (Purposive
sampling) yang dimana sampel dipilih sesuai dengan yang dikendaki peneliti, sehingga
sampel mewakili karakteristik yang diinginkan.alasan mengapa peneliti menggunakan
Non Probability sampling karena hanya beberapa guru yang menjadi sampel di sekolah
tersebut karena keterbatasan guru yang hadir ketika penelitian. Sejalan dengan teori
menurut Arikunto (2010) purposive sampling yang digunakan oleh peneliti mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam mengambil sampelnya. Instrumen
pengumpulan data yang digunakan yaitu angket/kuisioner dan wawancara.
Pemberian angket/kuisioner dan wawancara digunakan untuk mendapatkan hasil
bagaimana peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh pada mata pelajaran
matematika yang telah disesuaikan dengan indikator peran guru. Pemberian
angket/kuisioner dan wawancara dilaksanakan satu hari. Pertanyaan pada
angket/kuisioner yaitu sejumlah 11 pernyataan dan untuk wawancara sejumlah 13
pertanyaan. Proses pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
analisis untuk data hasil studi angket yaitu menggunakan statistik deskriptif. Analisis
dilakukan untuk mengetahui presentase nilai peran guru dalam setiap hasil angket;
dokumentasi dilakukan sebagai bentuk pengumpulan data dan sebagai penunjang untuk
bukti telah dilaksanakannya penelitian; analisis terhadap data hasil wawancara dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut (a) membuat transkrip hasil wawancara; (b)
mereduksi/memilah data dari transkrip hasil wawancara hingga mendapatkan

46
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Research in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

keterangan dan/atau pendapat dari responden yang diperlukan dalam penelitian; (c)
menyusun kesimpulan hasil wawancara.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Proses Pembelajaran Jarak Jauh Di MI Mathla’ul Huda
Proses Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi Pembelajaran, dari
mulai perencanaan pembelajaran, media pembelajaran, sampai pada metode pembelajaran
yang di gunakan dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Hasil penelitian yang
dilakukan dilihat dari beberapa isntrumen penelitian dari mulai angket, wawancara dan
program penugasan yang guru buat sampai dengan evaluasi pembelajaran. Maka dapat
dilihat Kondisi Pembelajaran di MI Mathla’ul Huda.
a. Perencanaan Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru dimasa pandemi dilakukan
dengan cara pembelajaran jarak jauh, proses perencanaan yang sedari awal itu dilakukan
secara langsung semua di ubah menjadi pembelajaran jarak jauh dikarenakan kebijakan
pendidikan yang dikeluarkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan melalui Surat
Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan dalam masa darurat
Penyebaran Corona virus Disease (COVID-19) dimana surat edaran ini
mempertimbangkan beberapa pelaksanaan yang harus dilakukan satuan pendidikan
dalam pencegahan COVID-19 salah satunya yaitu dengan mengadakan pembelajaran
secara daring.
b. Media Pembelajaran
Dalam pembelajaran, media adalah salah satu alat pendukung untuk berjalannya
suatu proses pembelajaran. Dengan menggunakan media pada proses pembelajaran dapat
mempermudah guru dalam memberikan pemahaman kepada peserta didik. Maka dari itu
media merupakan hal penting dalam suatu proses pembelajaran. Menurut Miftah (2013)
menyatakan berkenaan dengan perkembangan teknologi pembelajaran, peranan media
menjadi sangat penting.
c. Metode Pembelajaran
Metode yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran jarak jauh dibagi menjadi
dua kategori yaitu kelas 1,2, dan 3, kelas 4,5, dan 6. Bagi kategori kelas 1,2, dan 3
pembelajaran dilaksanakan dengan sistem aplikasi daring yang dibuat oleh guru dan di
sampaikan kepada wali murid untuk membimbing siswa. Melalui metode ini materi
disampaikan secara langsung oleh guru, aplikasi daring juga membuka ruang diskusi bagi
peserta didik yang ingin bertanya di waktu yang sama. Untuk kategori kelas 4,5, dan 6
pembelajaran dilaksanakan dengan sistem diskusi terarah melalui aplikasi daring yang
sudah dibuat oleh guru kelas.
d. Evaluasi pembelajaran
Proses evaluasi umumnya berpusat pada siswa. Ini berarti evaluasi dimaksudkan
untuk menngamati hasil belajar siswa dan berupaya menentukan bagaimana kesempatan
belajar. Dari pendapat di atas evaluasi dimaksudkan untuk mengamati suatu proses
pengajaran, di dalamnya meliputi peranan guru, strategi pengajaran, materi kurikulum,
dan prinsip-prinsip belajar yang diterapkan pada pengajaran. Itu sebabnya evaluasi
menempati kedudukan penting dalam rancangan kurikulum dan rancangan pengajaran.

47
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Reseach in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

2. Peran Guru dalam Pembelajaran Jarak Jauh


Saat ini, dunia sedang digemparkan dengan keadaan yang sangat
memprihatinkan, dimana dunia sedang dilanda suatu wabah penyakit yang menyebar ke
setiap penjuru dunia termasuk negara Indonesia. Wabah penyakit tersebut adalah wabah
virus baru yang disebut dengan corovirus jenis baru (SARS-CoV-2) dan penyakitnya
disebut Corona Virus Desease 2019 (COVID-19). Virus ini berasal dari Wuhan, China yang
ditemukan pada akhir bulan Desember 2019. Karena hal tersebut, pembelajaran berubah
dari yang biasanya pembelajaran dilaksanakan tatap muka menjadi pembelajaran jarak
jauh yang tidak mengadakan kegiatan tatap muka antara siswa dan guru.
a. Peran Guru sebagai sumber belajar dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Pada perencanaan pembelajaran jarak jauh ini guru-guru berperan sebagai sumber
belajar dan pengelola dari prosesnya pembelajaran. Namun banyak perubahan dalam hal
ini dengan adanya wabah covid-19, dengan adanya wabah yang terjadi maka
pembelajaran menjadi pembelajaran jarak jauh.
Dengan ini kita bisa lihat juga dari hasil angket yang telah peneliti berikan
kebeberapa guru di MI Mathla’Ul Huda sebagai b erikut:

Gambar 1. Hasil Persentase Soal Nomor 1 dan 2


Dari gambar diagram lingkaran diatas, terdapat hasil jawaban dari soal nomor 1
yaitu mengenai peran guru sumber belajar dalam pembelajaran jarak jauh di tengah
wabah covid-19. Ternyata dalam hal ini peran guru dalam perencanaan pembelajaran
jarak jauh sebanyak 50% menjawab bahwa masih bisa menguasai materi untuk di
terapkan pada pembelajaran jarak jauh. Dalam hal ini, guru pun di tuntut untuk bisa
merancang sebagaimana mesti nya untuk mengajar peserta didik walaupun dengan
pembelajaran jarak jauh, walaupun 50% guru belum bisa merancang pembelajaran
sedemikian.
b. Peran Guru sebagai Demonstator dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Sesuai hasil wawancara dengan S2 mengenai implementasi media pembelajaran
jarak jauh dengan menggunakan Grup Whats app, bahwa banyak keterbatasan dalam
menggunakan media pada masa pandemi ini banyak keterbatasan dalam pemberian
media. Pada proses pembelajaran, media pengajaran merupakan wadah dan penyalur
pesan dari sumber pesan, dalam hal ini guru, kepada penerima pesan, dalam hal ini
peserta didik. Dalam batasan yang lebih luas, memberikan batasan media pengajaran
sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga mendorong terjadinya proses belajar pada

48
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Research in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

diri peserta didik. Dengan hasil data wawancara diatas dapat di perkuat dengan hasil data
anngket di bawah ini:

Gambar 2. Hasil Presentase nomor 3 dan Nomor 4


Berdasarkan hasil pada diagram presentase soal diatas, peran guru untuk peserta
didik bisa memahami materi dalam pembelajaran jarak jauh, hasilnya 66,7% “Sangat
Baik”, dengan keadaan wabah covid-19 guru tidak terlepas dengan peranan nya sebagai
pendidik. Dalam ini guru merencanakan bagiamana peserta didik bisa lebih memahami
sebagaimana guru telah menvapaikan materi dengan media WhatsApp, namun guru
berusaha bagaimana peserta didik bisa mengerti pelajaran dengan pembelajaran jarak
jauh. Berdasarkan hasil pada diagram persentase guru apakah sudah menerapkan strategi
atau metode pembejaran dalam pembelajaran jarak jauh, hasilnya 100% “Sudah
Menerapkan”. Peran guru sebagai demonstrator disini guru masih menggunakan strategi
atau metode untuk menyapaikan pembelajaran jarak jauh walaupun dengan keadaan
ditengah wabah Covid-19. Media pembelajaran merupakan alat bantu untuk guru dalam
pelaksanaan pembelajaran. Dengan adanya media mempermudah guru dalam
menyampaikan suatu materi kepada peserta didik agar lebih mudah memahami materi
terutama pada mata pelajaran.
c. Peran Guru Sebagai Motivator dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Pada proses pelaksanaan pembelajaran tentunya perlu untuk guru memberikan
motivasi kepada peserta didik. Dengan adanya motivasi dari guru maka akan
menumbuhkan rasa percaya diri pada diri peserta didik untuk terus berlatih dan
berkembang menjadi lebih baik. Peran seorang guru sebagai motivator dalam proses
motivasi belajar adalah salah satu aspek dinamis yang paling penting. Sering terjadi
bahwa peserta didik dengan prestasi akademik yang buruk bukan disebabkan oleh
kurangnya kemampuan, tetapi oleh kenyataan bahwa mereka tidak memiliki motivasi
untuk belajar, sehingga ia tidak mencoba menggunakan semua kemampuannya. Karena
itu, guru harus lebih kreatif dalam merangsang motivasi siswa. Diantaranya adalah
penjelasan tentang tujuan yang ingin dicapai, membangkitkan minat peserta didik,
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dalam belajar, pujian yang wajar untuk
keberhasilan setiap siswa, mengevaluasi, mengomentari pekerjaan peserta didik dan
menciptakan persaingan dan kerja sama antara peserta didik dan guru.

49
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Reseach in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

Gambar 3. Hasil Presentase Soal Nomor 5


Berdasarkan hasil pada diagram presentase soal mengenai apakah guru masih
memotivasi peserta didik pada proses pembelajaran jarak jauh, hasilnya 100% untuk guru
memotivasi walaupun dalam pembelajaran jarak jauh. Sehingga dari hasil di atas
menunjukkan bahwa peran guru sebagai motivator tetap dilaksanakan, karena dengan
guru memberikan motivasi kepada siswa akan meningkatkan semangat peserta didik
dalam belajar. Dalam hal ini motivasi penting untuk diberikan kepada peserta didik.
Sejalan dengan Sanjaya (2006) menyatakan Peran seorang guru sebagai motivator
dalam proses motivasi belajar adalah salah satu aspek dinamis yang paling penting.
Berdasarkan Hasil Pada diagram presentase soal guru selalu memotivasi secara langsung (
Via telepon/ video call) kepada peserta didik, hasilnya 88,3 % “ Selalu”. Melihat dari hasil
presentase soal Nomor 5 dan Nomor 6 disini peran guru dalam motivator peserta didik
masih dilakukan oleh para guru, dengan ini guru masih memotivasi peserta didik dalam
pembelajaran jarak jauh, sedangkan 16,7% guru masih memotivasi peserta didik
walaupun secara tidak langsung. Namun para guru tidak terkepas dengan peranan guru
sebagai motivator kepada peserta didik
d. Peran Guru sebagai pengelola dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Pada proses pembelajaran jarak jauh ini, harusnya para guru membuat atau
mempunyai metode alternatif dalam melakukan pembelajaran, karna metode adalah salah
satu peran guru dalam pengelolaan pembelajaran ketika pembelajaran jarak jauh. Pada
pembelajaran jarak jauh sendiri memang dalam perkembangan teori metode pembelajaran
itu baru bisa di praktikkan pada masa perguruan tinggi / Universitas, sedangkan dalam
proses penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Adapun hasil angket yang telah peneliti berikan kebeberapa responden sebagai
berikut:

Gambar 4. Hasil Presentase Nomor 7 dan Nomor 8

50
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Research in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

Berdasarkan hasil presentase diatas, peran guru dalam pengelolaan yaitu 100%
“Ada” guru masih mengelola peserta didik pada pembelajaran jarak jauh. Namun
pengelolaan dalam pembelajaran jauh tidak sama dengan pembelajaran pada mestiya.
Banyak keterbatasan dalam mengeolala pembelajaran dengan metode yang seadanya.
Tidak terlepas dengan telepon/ video call.
Berdasarkan hasil presentase diatas pengelolaan pembelajaran pada pembelajaran
jarak jauh guru selalu mengelompokkan peserta didik, hasilnya 83,3% guru masih
menggunakan metode pengelompokan peserat didik. Akan tetapi 16,7% guru masih
belum memakai metode pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran jarak jauh.
Namun sebagain besar masih memkai metode pengelompokan peserta didik dengan Via
Daring.
e. Peran Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh
Evaluasi merupakan bagian dari proses pembelajaran yang secara keseluruhan
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengajar, melaksanakan evaluasi yang dilakukan
dalam kegiatan pendidikan mempunyai arti yang sangat utama, karena evaluasi
merupakan alat ukur atau proses untuk mengetahui tingkat pencapaian keberhasilan yang
telah dicapai peserta didik atas bahan ajar atau materi-materi yang telah disampaikan,
sehingga dengan adanya evaluasi maka tujuan dari pembelajaran akan terlihat secara
akurat dan meyakinkan. Para guru masih berperan untuk mengevaluasi pembelajaran
jarak jauh

Gambar 5. Hasil presentase Nomor 9 dan Nomor 10


Berdasarkan hasil presentase guru selalu melaksanakan evaluasi dalam
pembelajaran jarak jauh, hasilnya 83,3% “Selalu” guru menggunakan evaluasi meski
pembelajaran jarak jauh dengan beberapa pemberian nilai via daring. Namun 16,7%
“pernah” evaluasi peserta didik secara berkala. Berdasarkan hasil presentase di atas, guru
masih adakah hambatan mengevaluasi peserta didik saat pembelajaran jarak jauh, hasil
nya 83,3% “Pernah” terhambat dalam proses mengevaluasi peserta didik saat
pembelajaran jarak jauh. Karena ketika evaluasi pembelajaran jarak jauh tidak sama
dengan pembelajaran jarak jauh. Namun dalam proses pembelajaran jarak jauh para guru
tidak bisa menggunakan evaluasi secara langsung yang biasa di gunakan dalam
pembelajaran langsung, maka dalam hal ini para guru menyepakati untuk menggunakan
evaluasi yang dapat menunjang proses pembelajaran jarak jauh /Daring, dalam hal ini
para guru menggunakan Group WhatsApp. Untuk menyampai evaluasi pembelajaran.

51
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Reseach in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

3. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pembelajaran Jarak Jauh


Sehingga dapat di simpulkan faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran
jarak jauh yaitu :
a) Faktor pendukung dari pemerintah yang membuat program pembelajaran melalui
televisi.
b) Faktor pendukung dari sekolah yang memberikan dana internet setiap bulannya.
c) Faktor pendukung dari orang tua yang bekerja sama dalam membimbing peserta didik
pada pelaksanaan pembelajaran jarak jauh
d) Faktor Penghambat dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Sehingga dapat di simpulkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran
jarak jauh yaitu :
a) Tidak semua siswa dan orangtua mampu memenuhi kebutuhan seperti kuota internet
dan tidak semua orangtua memiliki handphone canggih.
b) Kurangnya pengetahuan orangtua tentang penggunaan aplikasi internet.
c) Pengumpulan tugas yang terlambat dikarenakan hanya memiliki satu handphone.
d) Guru kesulitan dalam menjelaskan materi apabila siswa merasa kesulitan.

Gambar 6. Hasil Presentase Nomor 11


Berdasarkan hasil persentase diatas, pembelajaran jarak jauh 50% pembelajaran
jarak jauh masih bisa diterapkan di Mi, namun 50% guru berpendapat pembelajaran jarak
jauh belum dapat di terapkan di MI. Pada Hasil Wawancara, Program Penugasan, dan
Angket yang telah di berikan kepada responden (Guru), dari 10 guru kelas , 6 Guru
dijadikan Sample dalam penelitian kali ini mengenai Peran Guru dalam Pembelajaran
Jarak Jauh menghasilkan 94% menyatakan bahwa peranan guru sangat berpengaruh pada
proses pembelajaran yang dilakukan.

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penlitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: Kondisi umum pembelajaran jarak jauh di MI Mathla’ul Huda terlaksana dengan
baik dan sesuai dengan intruksi dari pemerintah yang mengharuskan pembelajaran
dilakukan secara daring dalam situasi pandemi COVID-19 yang dimana pembelajaran
tidak dapat dilaksanakan secara tatap muka di kelas.
Peranan guru dalam pembelajaran jarak jauh ini ada beberapa indikator yang
peneliti ambil yaitu peran guru sebagai sumber belajar, demonstrator, motivator,
pengelola, dan evaluator. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa penerapan

52
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Research in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

kelima indikator tersebut terlaksana dengan baik. Pelaksanaan tersebut meliputi : (1)
peran guru sebagai sumber belajar dalam pembelajaran jarak jauh ini guru memberikan
beberapa sumber belajar diataranya yaitu pada buku tema dan program yang pemerintah
buat melalui televisi yaitu di TVRI; (2) peran guru sebagai demonstrator pada
pembelajaran jarak jauh ini guru membantu siswa dalam proses memahami suatu materi
yang dimana guru memberikan fasilitas seperti media contohnya dengan media video
untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran; (3) peran guru sebagai motivator
guru disini tetap memotivasi siswa walaupun pembelajaran dilakukan secara daring.
Motivasi yang diberikan guru juga beragam ada yang memberikan motivasi dengan
reward dan juga ada yang melalui langsung kepada siswa dan ada juga yang memotivasi
siswa melalui kerja sama dengan orang tua. (4) peran guru sebagai pengelola dalam
pembelajaran jarak jauh disini guru berperan sebagai pengelola pembelajaran agar
pembelajaran dapat terarah sesuai dengan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran
yang harus dicapai; (5) peran guru sebagai evaluator disini guru berperan untuk
memberikan evaluasi agar mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai suatu materi
pembelajaran. Dalam pembelajaran jarak jauh ini ada beberapa faktor pendukung dan
faktor penghambat. Faktor pendukung tersebut yaitu (1) faktor pendukung dari
pemerintah yang membuat program pembelajaran melalui televisi; (2) faktor pendukung
dari sekolah yang memberikan dana internet setiap bulannya; (3) Faktor pendukung dari
orang tua yang bekerja sama dalam membimbing siswa pada pelaksanaan pembelajaran
jarak jauh. Faktor penghambat tersebut yaitu (1) tidak semua siswa dan orang tua mampu
memenuhi kebutuhan seperti kuota internet dan tidak semua orang tua memiliki
handphone canggih; (2) kurangnya pengetahuan orangtua tentang penggunaan aplikasi
internet; (3) pengumpulan tugas yang terlambat dikarenakan hanya memiliki satu
handphone; (4) guru kesulitan dalam menjelaskan materi apabila siswa merasa kesulitan.

Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2013). Penelitian tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, S. B. (2011). Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rieneka
Cipta.

Juhji. (2016). Peran Guru dalam Pendidikan . Jurnal Ilmiah Pendidikan , 14-18.

Meleong, l. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sailah, I. (2011). Penyelenggaraan Model Pembelajaran Pendidikan Jarak Jauh di


perguruan tinggi . Kementrian pendidikan Nasional , hal.4.

Sardiman, A. (2012). Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta : Raja Grapindo
Persada.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Penddikan ( Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif. Dan R&D).
Bandung : Afabeta.

Sulaiman, a. (2010). Implikasi Dalam Proses Pendidikan. JURNAL INKLUSI, 30-33.

53
Sabaniah, S., Ramdhan, D.F., & Rohmah, S.K. Educational Reseach in Indonesia (Edunesia)

https://doi.org/10.51276/edu.v2i1.77

Syah, .. (2014). PSIKOLOGI PENDIDIKAN . BANDUNG : PT. Remaja Rosda Karya.

Wibowo, I. S. (2018). Hubungan Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Terhadap


Prestasi Belajar Siswa . Jurnal Gentala Pendidikan Dasar , 30-33.

Yerusalem, M. R. (2015). Desain dan Implementasi Sistem pembelajaran jarak jauh Di


Program Studi Sistem Komputer. Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 9-10.

54
WABAH DAN PERINGATAN PERJALANAN
DALAM PERSEPSI WISATAWAN

Imam Nur Hakim


Direktorat Kajian Strategis
Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif
E-mail: imamnurhakim@kemenpar.go.id

ABSTRACT
Travel risk factors are always becoming tourist considerations to make decisions. The
most important travel risks are health problems and the disease that exist in the
destination. That existence often affects the perception of tourists. This perception is
also exacerbated by the emergence of travel warnings issued by related institutions.
Thus, perceptions of travel risks and travel warnings simultaneously influence
travelers' decisions. Using a descriptive qualitative approach through a literature
review, this study found several internal and external indicators that influence tourist
perceptions of disease, as well as indicators that influence their perception of travel
warnings as an emphasis on the current situation that occurs in affected tourist
destinations. These indicators need to be considered as an effort to respond and
restore the situation if Indonesia is later affected by a disease and travel warnings.

Keywords: Disease, Travel Warnings, Travel Risk, Tourism

Pendahuluan

Setiap perjalanan wisata, identik dan tidak pernah lepas dari kemungkinan

risiko yang akan dijumpai. Mulai dari keberangkatan hingga kembalinya wisatawan

ketempat asal. Namun, tidak semua risiko tersebut dipersepsikan dan dipahami sama

oleh wisatawan. Perbedaan ini penting untuk dipahami, karena persepsi terhadap

risiko, secara langsung memengaruhi keputusan wisatawan dalam memilih destinasi

tujuan wisata (Garg, 2013). Pada dasarnya. kecenderungan menghindari risiko

muncul karena adanya kebutuhan wisatawan untuk mendapatkan keselamatan,

kedamaian, dan stabilitas saat memilih tujuan perjalanan (Garg, 2013). Mereka lebih

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 31


Imam Nur Hakim

memprioritaskan komponen tersebut dalam memilih destinasi tujuan wisata dan

menghindari faktor lain yang mengeliminasi kebutuhan tersebut. Salah satu yang

menjadi penghalang adalah keberadaan wabah dan masalah kesehatan. Masalah

kesehatan, wabah dan pariwisata merupakan bagian integral dari "pengalaman

wisata" yang memengaruhi kepuasan dan kualitas hidup wisatawan (Lawton & Page,

1997 dalam Maditinos & Vassiliadis, 2008). Sehingga permasalahan wabah dan

kesehatan tidak pernah lepas dari pertimbangan wisatawan selama proses

mengambil keputusan.

Sejak beberapa dekade silam, kemunculan wabah dan masalah kesehatan

berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata, terutama jika destinasinya terkena

wabah dan masalah kesehatan. Sebagai contoh, Wabah MERS-CoV di Korea

setidaknya menghilangkan 2,1 Juta kunjungan atau setara dengan US$ 2.6 Juta

kerugian pendapatan devisa pariwisata (Joo et al., 2019; Keogh-Brown and Smith,

2008). Pada kasus wabah SARS, negara terdampak seperti China, Hongkong,

Vietnam, dan Singapore, juga mengalami kehilangan rata-rata US$ 20 Juta serta

hilangnya 3 juta pekerjaan dibidang pariwisata (WTTC, 2003 dalam Rosselló et al.,

2017). Demikian sebaliknya, upaya untuk memberantas wabah dapat meningkatkan

kembali performa sektor pariwisata. Upaya pemberantasan wabah Dengue, Malaria,

Yellow Fever dan Ebola, telah mengembalikan setidaknya 10 juta wisatawan di seluruh

dunia serta meningkatkan devisa sebesar US$ 12 Juta (Rosselló et al., 2017). Namun,

tidak semua wabah, secara global berpengaruh terhadap penurunan angka

kunjungan wisatawan (Rosselló et al., 2017). Seperti pada wabah Avian Flu yang tidak

berdampak signifikan pada pariwisata global (Kuo, Chen, Tseng, Ju, & Huang, 2008;

Cooper, 2005; McAleer, Huang, Kuo, Chen, & Chang, 2010). Artinya, tidak semua

keberadaan wabah memengaruhi sikap wisatawan dalam mengambil keputusan

berwisata. Perbedaan sikap terhadap wabah yang terjadi dalam perbedaan rentang

waktu tersebut mengindikasikan adanya perbedaan persepsi wisatawan.

32 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

Secara khusus, keberadaan wabah dan masalah kesehatan di destinasi wisata

tujuan, membuat lembaga terkait, memberikan perhatian berupa peringatan

perjalanan bagi wisatawan. Peringatan perjalanan tersebut biasa disebut travel

warning, travel alert, travel advice maupun travel advisories. Peringatan perjalanan, pada

dasarnya ditujukan untuk melindungi wisatawan dari ancaman yang serius

(Mylonopoulos et al., 2016b). Kebijakan ini seringkali dikeluarkan oleh negara

(Zuckerman and Leggat, 2006) dan lembaga berwenang lain (Mylonopoulos et al.,

2016b) sebagai implementasi dari kewajibannya untuk melindungi warga negaranya

dari potensi ancaman (Arsika et al., 2018). Bentuknya yang berjenjang sesuai tingkat

keparahan, membuat peringatan perjalanan ini secara dinamis memiliki pengaruh

dan efek yang berbeda. Menurut Noble, kebijakan peringatan perjalanan dapat

memengaruhi kepatuhan atas keyakinan, niat, dan sikap wisatawan (Noble et al.,

2012). Artinya unsur peringatan perjalanan memengaruhi keputusan perjalanan

wisatawan melalui perubahan persepsi mereka terhadap destinasi wisata terdampak.

Kajian ini bertujuan untuk menemukan faktor yang dapat memengaruhi persepsi

wisatawan saat destinasi tujuan wisatanya terdampak wabah dan peringatan

perjalanan. Hadirnya wabah telah menjadi kekhawatiran potensial wisatawan

terhadap kesehatan mereka (Maditinos and Vassiliadis, 2008). Adanya peningkatan

perjalanan ke negara-negara tropis (termasuk Indonesia), juga membuat peran

konsultasi terkait kesehatan semakin dibutuhkan wisatawan. Sehingga faktor-faktor

yang memengaruhi persepsi wisatawan terhadap destinasi terdampak seperti

persepsi risiko terhadap wabah, kebutuhan untuk pencegahan, manajemen penyakit

ketika bepergian serta prioritas keselamatan pribadi wisatawan, semakin dibutuhkan

oleh (Rack et al., 2006). Dengan menemukan indikator pembentuk persepsi tersebut,

pemangku kepentingan dapat segera mengetahui respon pasar terhadap wabah dan

peringatan perjalanan saat Indonesia terdampak, serta menentukan strategi penetrasi

pasar sebagai upaya pemulihan paska wabah.

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 33


Imam Nur Hakim

Metode

Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model analisis

deskriptif. Pendekatan ini dilakukan dengan mengumpulkan literasi terkait tema dan

mengkategorikannya dalam kelompok indikator berpengaruh. Kajian ini

menggunakan referensi ilmiah sekunder dalam bentuk jurnal, buku, prosiding dan

rujukan ilmiah terkait lainnya sebagai sumber data. Penulis menginduksi 21 artikel

ilmiah dari 16 jurnal internasional, 1 buku dan 1 prosiding seminar internasional

selama periode 2003 hingga 2019, mengingat beberapa kejadian wabah terjadi dalam

kurun waktu tersebut. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui indikator yang

memengaruhi persepsi wisatawan terhadap wabah dan peringatan perjalanan.

Pembahasan

Setiap perjalanan wisata, tidak lepas dari kemungkinan risiko yang akan

dijumpai. Secara umum terdapat dua jenis risiko yang dinilai oleh wisatawan selama

perjalanan, yaitu risiko yang datang dari destinasi tujuan dan risiko dari diri

wisatawan (WHO, 2012 dalam Leggat & Franklin, 2013). Setiap risiko memiliki

pengaruh terhadap persepsi wisatawan dan disebabkan oleh beragam faktor

(Albattat, 2017; Uraiporn and E., 2009). Diantara risiko yang ditemui selama

berwisata, faktor kesehatan dan penerimaan risiko wisatawan terkait kesehatan

menjadi penentu yang paling dipertimbangkan (Steffen et al., 2003). Isu kesehatan dan

risiko terpapar wabah menjadi bahan pertimbangan wisatawan dalam menentukan

aman tidaknya destinasi untuk dikunjungi. Ditambah, isu kesehatan dan wabah di

destinasi wisata menjadi krusial belakangan ini. Perjalanan wisata berpotensi

menciptakan masalah global. Hal ini karena pergerakan antar negara berisiko besar

memicu masalah kesehatan dan penularan wabah dari asal maupun tujuan

wisatawan (Albattat, 2017; LaRocque et. Al., 2012).

34 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

Kenaikan signifikan perjalanan wisatawan, secara epidemiologis, juga

menempatkan wisatawan sebagai kelompok yang paling rentan terkena beragam

penyakit (LaRocque et al., 2012) dari berbagai sebab (Angell and Cetron, 2005;

Callahan and Hamer, 2005; Chen et al., 2009; Freedman et al., 2006; Kotton et al., 2005),

sehingga membuat mereka mencari nasihat perjalanan terkait kesehatan dan wabah

sebelum berwisata (Dahlgren et al., 2006). Meskipun demikian, tidak semua

wisatawan memiliki tingkat kesadaran risiko yang sama. Beberapa dari mereka tidak

melakukan persiapan ketika berkunjung ke destinasi terdampak (Rack et al., 2006),

sebagian lainnya memiliki tingkat kesadaran terhadap risiko wabah yang tinggi dan

membuat mereka lebih siap untuk berkunjung (CHUO, 2007; Pennings et al., 2002).

Hal ini menunjukkan adanya perbedaan perilaku saat masa krisis terjadi yang dipicu

keragaman tingkat persepsi dan sikap wisatawan terhadap risiko (Pennings et al.,

2002). Sehingga, penting untuk memahami persepsi risiko wisatawan terhadap

wabah.

Persepsi Risiko Terhadap Wabah

Persepsi risiko menjadi pertimbangan keputusan perjalanan wisatawan

(Reisinger and Mavondo, 2006). Demikian juga terhadap risiko terkait wabah. Risiko

ini membentuk dan membedakan persepsi wisatawan secara internal dan eksternal.

Faktor internal berkaitan dengan persepsi individu wisatawan terhadap risiko wabah

dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal meliputi persepsi wisatawan terhadap

destinasi tujuan wisata. Penulis mendapati beberapa indikator yang memengaruhi

persepsi risiko wisatawan terhadap wabah, diantaranya:

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 35


Imam Nur Hakim

Tabel 1. Indikator yang memengaruhi persepsi risiko wisatawan terhadap wabah

Internal Eksternal

Indikator Sumber Indikator Sumber

Kondisi Destinasi Mylonopoulos, Moira,


Jenis Wabah WHO, 2012
Tujuan & Papagrigoriou, 2016

Keberadaan Fasilitas Mylonopoulos, Moira,


Tingkat Risiko Zimmer, 2012
Perawatan Medis & Papagrigoriou, 2016

Perubahan Tingkat Mylonopoulos, Moira, Keberadaan Dan


Rosselló et al., 2017
Risiko & Papagrigoriou, 2016 Lokasi Wabah

Kondisi Kehidupan Mylonopoulos, Moira,


Usia Rack et al., 2006
Destinasi Tujuan & Papagrigoriou, 2016

R. C. LaRocque et al.,
Kondisi Kesehatan
2011; Kotton et al., Unfiltered Information Kim & Kim, 2018
Wisatawan
2005; (Hill et al., 2006)

Kondisi Negara
Rosselló et al., 2017 Exposure Media Sosial Kim & Kim, 2018
Wisatawan

Rack et al., 2006; Chen


Durasi Berkunjung et al., 2009; Callahan & Konten Media Yang & Cho, 2017
Hamer, 2005

Tujuan Wisata Angell & Cetron, 2005 Lokasi Wisata WHO, 2012

Status Vaksinasi WHO, 2012 Musim WHO, 2012

Tingkat Risiko
WHO, 2012 Panjangnya Paparan WHO, 2012
Tertular

Leggat & Franklin, Aktivitas dan Jenis


Tingkat Ancaman WHO, 2012
2013 Wisata,

Kemampuan
Mengukur Risiko Zimmer, 2012
Wisata

Zimmermann,
Pengalaman
Hattendorf, Blum,
Berkunjung
Nüesch, & Hatz, 2013

Usia dan durasi berkunjung menjadi faktor internal yang memengaruhi

persepsi risiko terhadap wabah. Wisatawan berusia muda dan berkunjung dengan

durasi lama, lebih rentan terdampak risiko kesehatan selama perjalanan (Rack et al.,

36 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

2006; Chen et al., 2009; Callahan & Hamer, 2005). Selain itu, wisatawan yang

berkunjung lebih lama, membutuhkan lebih banyak edukasi terkait kesehatan,

vaksinasi dan pengobatan pribadi dibandingkan wisatawan jangka pendek (Callahan

& Hamer, 2005). Ini menandakan, kondisi kesehatan terkini (R. C. LaRocque et al.,

2011; Kotton et al., 2005; Hill et al., 2006) dan vaksinasi (WHO, 2012 dalam Rosselló et

al., 2017) menjadi pertimbangan yang memengaruhi persepsi mereka sebelum

melakukan perjalanan. Artinya, wisatawan dengan kondisi kesehatan yang baik, telah

melakukan vaksinasi, tidak berusia muda dan berwisata dengan durasi singkat,

berpeluang lebih besar untuk berkunjung ke destinasi (paska) terdampak wabah.

Faktor internal lain yang menjadi penentu perjalanan adalah tujuan wisata

(Angell & Cetron, 2005) dan pengalaman berkunjung sebelumnya (Zimmermann et

al., 2013). Meskipun keberadaan wabah, menjadi risiko yang diperhitungkan

wisatawan dalam memilih tujuan wisata (Rosselló et al., 2017), seringkali wisatawan

yang memiliki riwayat berkunjung di destinasi terdampak, bersikap acuh dan datang

tanpa persiapan. Mereka menganggap telah mengerti apa yang harus dilakukan

(Dahlgren et al., 2006) dan tidak merubah persepsi risiko antara sebelum dan sesudah

perjalanan, sampai mereka mengalami hal serupa di tempat tersebut (Zimmermann

et al., 2013). Sehingga, wisatawan repeater dengan tingkat traumatis yang rendah

(tidak memiliki pengalaman terdampak wabah sebelumnya) dapat menjadi prioritas

pasar.

Jenis wabah juga menjadi faktor penting yang memengaruhi persepsi

wisatawan terhadap risiko tertular dari waktu ke waktu (WHO, 2012 dalam Rosselló

et al., 2017; Zimmer, 2012), risiko saat berwisata (WHO, 2012 dalam Rosselló et al.,

2017), perubahan status risiko (Mylonopoulos et al., 2016), serta tingkat ancaman

tertular (Leggat, 2013). Hubungan ini tampak pada perubahan sikap wisatawan

dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Artinya,

semakin tinggi tingkat ancaman, pemahaman risiko tertular secara umum (dan saat

berwisata), serta semakin baik kemampuan wisatawan dalam mengukur risiko

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 37


Imam Nur Hakim

wabah, maka akan semakin memengaruhi persepsi mereka dalam menentukan

keputusan untuk berkunjung. Sifatnya yang dinamis, menjadikan setiap jenis wabah

memengaruhi persepsi wisatawan sesuai perbedaan latar belakang termasuk asal

mereka. Wisatawan dari negara maju, lebih sensitif terhadap risiko yang dijelaskan

sebelumnya (Rosselló et al., 2017). Bahkan, negara dengan risiko wabah atau penyakit

dapat memberi dampak negatif kepada negara tetangganya (Rosselló et al., 2017).

Artinya, jika Indonesia terdampak wabah, maka wisatawan dari negara tetangga

yang masuk dalam kategori negara maju akan lebih sensitif serta terpengaruh

dibandingkan wisatawan yang datang dari negara berkembang dan jauh.

Dari sisi eksternal, beberapa hal terkait destinasi tujuan, dipertimbangkan

wisatawan saat akan berkunjung ke destinasi terdampak wabah. Pertimbangan

tersebut dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang destinasi

tujuan, serta sebaran informasi tentang destinasi tujuan.

Dari sudut pandang destinasi tujuan, keberadaan wabah di destinasi, lokasi

destinasi terdampak, musim berlangsung, jenis aktivitas wisata dan panjangnya

paparan wabah diadaptasi dari penelitian Rosello (2017) dan WHO (2012). Sedangkan

kondisi kehidupan di destinasi tujuan, tingkat higienitas, serta keberadaan fasilitas

perawatan medis, diambil dari penelitian Mylonopoulos, et, al. (2016).

Keberadaan dan lokasi destinasi terdampak wabah, menjadi pertimbangan

eksternal yang penting. Bahkan, keberadaan wabah seringkali menjadi sebab

turunnya angka kunjungan wisatawan (Rosselló et al., 2017) seperti yang terjadi

akibat wabah SARS di China, Hongkong, Vietnam dan Singapore (WTTC, 2003 dalam

Rosselló et al., 2017). Namun pada beberapa kasus, seperti Avian flu, keberadaannya

tidak memengaruhi pariwisata global secara signifikan (Kuo, Chen, Tseng, Ju, &

Huang, 2008; Cooper, 2005; McAleer, Huang, Kuo, Chen, & Chang, 2010) dan hanya

memengaruhi wilayah dimana wabah tersebut terjadi (Kuo et al., 2007). Menurut

WHO (2012), panjangnya paparan wabah di destinasi juga memengaruhi persepsi

wisatawan. Wabah dengan paparan yang lebih panjang akan memberikan lebih

38 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

banyak dampak. Begitu juga lokasi dan sebaran wabah seperti perbandingan antara

SARS dan Avian flu sebelumnya, Semakin global sebaran wabah, semakin massif

dampaknya. Indikator ini penting untuk menentukan langkah pemulihan paska

wabah. Dimana destinasi yang terdampak paling parah dan lama, perlu melakukan

upaya pemulihan paling intensif sebelum dipromosikan kembali. Sebaliknya,

destinasi yang terdampak paling ringan dan pulih dengan cepat, dapat lebih dulu

dipromosikan. Dengan asumsi, bahwa wisatawan lebih memilih destinasi yang tidak

terdampak wabah dibandingkan yang terdampak atau terdampak lebih parah.

Aktifitas wisata dan musim yang sedang berlangsung, juga memengaruhi

persepi wisatawan terkait wabah. Saat terjadi wabah, lazimnya, aktifitas wisata akan

dibatasi. Namun, terdapat kelompok yang cenderung terbuka dan paling tertutup

menghadapi situasi ini. Kelompok yang cenderung terbuka adalah wisatawan dengan

tujuan wisata visiting friend & relatives (VFR). Wisatawan jenis ini lebih mungkin untuk

berkunjung ke negara asalnya meskipun dengan risiko kesehatan yang potensial

(Angell and Cetron, 2005). Sehingga, wisatawan dengan tujuan VFR diasumsikan

lebih mudah beradaptasi dengan wabah. Artinya, kampanye untuk kembali

mengunjungi rekan dan keluarga dapat dijadikan solusi pemasaran paska pemulihan.

Sebaliknya, kelompok yang paling tertutup adalah wisatawan dengan riwayat

transplantasi organ tubuh (SOT). Wisatawan dengan riwayat SOT memiliki

kebutuhan dan tingkat penerimaan risiko yang lebih kompleks. Mereka lebih selektif

dan detail dalam mempersepsikan pencegahan wabah dibandingkan jenis wisatawan

lain (Kotton et al., 2005). Menurut Kotton et al. (2005), mereka masuk dalam kategori

wisatawan yang paling rentan dengan gangguan kesehatan serta banyak

menghindari aktifitas wisata tertentu. Sehingga kelompok ini tidak relevan untuk

menjadi prioritas pasar paska wabah.

Faktor eksternal lain yang memengaruhi persepsi wisatawan, adalah kondisi

kehidupan, tingkat higienitas dan keberadaan fasilitas perawatan medis di destinasi

tujuan. Menurut Mylonopoulos, et, al. (2016) ketiga faktor ini menjadi indikator yang

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 39


Imam Nur Hakim

dipertimbangkan wisatawan. Pemangku kepentingan pariwisata, perlu

mempertimbangkan faktor tersebut dalam upaya pencegahan, pengendalian dan

pemulihan destinasi paska wabah. Jika dihubungkan dengan indikator Health and

Hygiene dalam The Travel & Tourism Competitiveness Report 2019 (WEF, 2019), sebagai

alat ukur pencapaian pariwisata global, maka jumlah dokter dalam setiap 1000

populasi, jumlah kamar perawatan dalam setiap 10.000 populasi, dapat mewakili

komponen untuk menjawab keberadaan fasilitas perawatan medis, sedangkan

kebersihan sanitasi dan air minum serta sedikitnya jumlah penyakit wabah, dapat

menjadi komponen untuk menjawab kondisi kehidupan dan tingkat higienitas suatu

negara, khususnya destinasi pariwisata.

Sebaran informasi di destinasi tujuan juga menjadi faktor eksternal yang

dipertimbangkan. Di masa wabah, keberadaan informasi yang “unfiltered”, tingkat

kekuatan social media exposure dari destinasi wisata serta konten media yang dipakai,

dapat memengaruhi persepsi wisatawan. Ketiga indikator tersebut diadaptasi dari

penelitian Kim & Kim (2018) dan Yang & Cho (2017).

Umumnya, wisatawan akan mencari informasi tentang destinasi tujuan

sebelum berangkat. Dalam tahap ini, media berperan secara makro untuk

meningkatkan kepercayaan dan persepsi publik terhadap keamanan negara tujuan

melalui kampanye media massa (Mao et al., 2010). Namun, banyaknya informasi,

tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat pemahaman risiko wisatawan. Pada

kasus wabah MERS, informasi yang tidak terfilter, berpotensi meningkatkan

ketakutan berlebihan terhadap wabah (Kim and Kim, 2018). Hal ini disebabkan

karena ketidakjelasan informasi, beralih fungsi menjadi rumor dan menghasilkan

ketakutan berlebihan yang tidak perlu. Perlu ada pemahaman terintegrasi agar media

memberitakan konten yang informatif dan membangun. Sehingga, media massa

secara konsisten dapat membangun kepercayaan internasional, mulai dari

transparansi ketika terjangkit, keterbukaan ketika menangani, hingga kejujuran saat

wabah telah hilang dari destinasi. Pemangku kepentingan juga perlu mengedukasi

40 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

masyarakat untuk mengonsumsi dan menyebarkan informasi kredibel terkait wabah.

Pergerakan informasi yang dikonsumsi dan disebarkan melalui konten media sosial

secara global, bukan hanya dapat memengaruhi persepsi seseorang terhadap risiko

(Kim and Kim, 2018), namun juga reaksi dan sikap wisatawan terhadap wabah (Yang

and Cho, 2017). Artinya, konten yang disebar melalui media sosial, sangat

memengaruhi pandangan wisatawan terhadap Indonesia, khususnya destinasi wisata

tujuan. Terlebih, media sosial dan internet menjadi rujukan wisatawan untuk

mendapatkan rekomendasi terkait kesehatan dan wabah sebelum berwisata

(Dahlgren et al., 2006; R. LaRocque et al., 2010).

Persepsi Risiko Terhadap Peringatan Perjalanan Terkait Wabah

Selain individu, persepsi risiko terhadap wabah, juga diterjemahkan oleh

pengambil kebijakan dalam bentuk tindakan preventif maupun antisipatif. Tindakan

ini disebut “peringatan perjalanan” (Beirman, 2006). Peringatan tersebut bisa

berjangka waktu pendek maupun panjang dan memiliki beragam tingkatan

keparahan. Beberapa penamaan yang lazim digunakan diantaranya travel warning,

travel alert, travel advice dan travel advisories.

Pada dasarnya, peringatan perjalanan ditujukan untuk melindungi wisatawan

dari ancaman serius (Mylonopoulos et al., 2016b). Kebijakan ini seringkali

dikeluarkan oleh negara (Zuckerman and Leggat, 2006), sebagai kewajiban untuk

melindungi warga negaranya dari berbagai potensi ancaman (Arsika et al., 2018).

Peringatan perjalanan biasanya merupakan pemberitahuan resmi yang dikeluarkan

pemerintah kepada warga negaranya dalam bentuk imbauan/larangan untuk tidak

bepergian ke negara atau wilayah tertentu dalam rangka merespon situasi berbahaya

yang sedang terjadi (Arsika et al., 2018). Selain negara, peringatan perjalanan serupa

juga diberikan oleh lembaga berwenang lain (Mylonopoulos et al., 2016b) seperti

lembaga kesehatan dan lembaga terkait isu yang dihadapai. Rekomendasi peringatan

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 41


Imam Nur Hakim

perjalanan oleh lembaga kesehatan ini sering kali dijadikan rujukan, bukan hanya

oleh wisatawan sebagai individu, namun juga oleh negara.

Jika persepsi wisatawan terhadap risiko wabah, secara internal dan eksternal

memengaruhi cara pandang mereka terhadap destinasi tujuan, maka rekomendasi

yang dikeluarkan melalui kebijakan peringatan perjalanan, juga dapat memengaruhi

kepatuhan atas keyakinan, niat, dan sikap wisatawan (Noble et al., 2012). Artinya,

unsur peringatan perjalanan menjadi pertimbangan wisatawan. Meskipun, seringkali

keberadaannya memperburuk stigma mereka terhadap destinasi tujuan terdampak

wabah. Bahkan, keberadaan peringatan perjalanan terkait wabah sering menjadi

sebab adanya pembatasan dan pelarangan arus perjalanan wisata (Mylonopoulos et

al., 2016b). Indikator yang memengaruhi persepsi wisatawan terhadap peringatan

perjalanan terkait wabah, selanjutnya dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 2. Indikator yang memengaruhi persepsi risiko wisatawan terhadap peringatan


perjalanan terkait wabah

Indikator Persepsi Risiko Terhadap Peringatan Perjalanan Terkait Wabah

Indikator Sumber

Persepsi Wisatawan terhadap Risiko Leggat & Franklin, 2013; Noble et al., 2012a

Pemahaman dan Kekhawatiran tentang


Leggat & Franklin, 2013; Noble et al., 2012a
Risiko

Pilihan Strategi Pengelolaan Risiko Leggat & Franklin, 2013; Noble et al., 2012a

Lembaga yang Mengeluarkan Peringatan


Mylonopoulos, Moira, & Kikilia, 2016
Perjalanan

Kesadaran, Pengetahuan, dan Pemanfaatan Paris, 2013 dan Global Sources, 2014 dalam
Peringatan Perjalanan Tsang, Wong, & Prideaux, 2018

Kualitas dan kredibilitas Informasi


Tsang, Wong, & Prideaux, 2018
Peringatan Perjalanan

Mylonopoulos, Moira, & Papagrigoriou,


Penekanan Media (Nasional dan Global)
2016; Page, 2009

Keberadaan Asuransi Perjalanan Page, 2009; Tsang, Wong, & Prideaux, 2018

42 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

Respon wisatawan terhadap peringatan perjalanan terkait wabah dipengaruhi

oleh beberapa hal, diantaranya, persepsi terhadap risiko, pemahaman dan

kekhawatiran tentang risiko serta pilihan strategi pengelolaan risiko yang diambil

(Leggat & Franklin, 2013). Sebagaimana dibahas sebelumnya, persepsi wisatawan

terkait risiko wabah, memainkan peran penting dalam memengaruhi cara pandang

wisatawan terhadap destinasi tujuan. Persepsi tersebut seringkali melebihi kondisi

aktualnya saat destinasi juga terdampak peringatan perjalanan. Persepsi risiko

terhadap peringatan perjalanan juga dipengaruhi oleh pemahaman dan tingkat

kekawatiran, serta kemampuan wisatawan mengendalikan wabah. Disamping itu,

kecenderungan untuk menghindari destinasi terdampak diperparah dengan

absennya asuransi perjalanan (Page, 2009). Saat terjadi wabah, wisatawan cenderung

memperhatikan ketersediaan polis asuransi. Artinya, peringatan perjalanan terkait

wabah hanya akan berdampak pada wisatawan yang paham bagaimana wabah

tersebut membahayakan mereka. Namun, mereka yang paham, dan tetap

memutuskan untuk berangkat, adalah wisatawan yang memahami cara

mengendalikan risiko wabah, seperti pencegahan, perawatan, ketersediaan asuransi

serta strategi dalam mengelola risiko terkait wabah.

Persepsi terhadap peringatan perjalanan terkait wabah juga dipengaruhi oleh

lembaga yang mengeluarkan peringatan dan formalitas tingkat peringatan

(Mylonopoulos et al., 2016a), kualitas informasi peringatan (Rack et al., 2006) serta

kredibilitas informasi peringatan dari sudut pandang wisatawan (Monterrubio, 2013).

Semakin kredibel sebuah lembaga yang mengeluarkan peringatan perjalanan,

semakin formal konten peringatannya, semakin berkualitas informasi yang

disampaikan, maka semakin patuh wisatawan terhadap peringatan perjalanan

tersebut.

Umumnya, peringatan perjalanan dikeluarkan oleh negara asal wisatawan,

sebagai kewajiban untuk melindungi warganya. Peringatan perjalanan ini

dirumuskan bersama kementerian terkait dan memiliki perbedaan tingkat keparahan

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 43


Imam Nur Hakim

yang menjadikan peringatan ini juga memiliki perbedaan tingkat kelonggaran.

Semakin tinggi peringatan (level 4 atau warna hitam), semakin mengharuskan

warganya untuk meninggalkan destinasi maupun membatalkan perjalanannya ke

negara tersebut (Mylonopoulos et al., 2016a). Selain negara, pihak pemberi peringatan

perjalanan terkait wabah lainnya adalah tenaga medis dan lembaga kesehatan.

Berbeda dengan peringatan perjalanan negara, peringatan perjalanan oleh tenaga

medis (termasuk apoteker) bertujuan agar wisatawan mengetahui risiko yang

mungkin dihadapi saat melakukan perjalanan (Ziegler, 2013; Kodkani et al., 2008).

Peringatan tersebut mempertimbangkan beberapa faktor preventif seperti

pendampingan pelatihan kesehatan, pengetahuan tentang risiko kesehatan,

pemberian informasi terbaru seputar wabah serta penanganannya (vaksinasi) hingga

informasi tempat berobat di destinasi tujuan (Ziegler, 2013). Lembaga kesehatan

global juga berperan di lingkup eksternal sebagai pihak berwenang lain yang

mengeluarkan peringatan perjalanan. Terdapat beberapa lembaga kesehatan

internasional yang rutin mengeluarkan rekomendasi kesehatan sebagai tindakan

preventif, seperti CDC, WHO dan lembaga terkait lainnya. Indonesia dapat merujuk

lembaga tersebut, untuk mengetahui kemungkinan potensi penyebaran wabah,

hingga lebih lanjut menganalisis dampaknya terhadap sirkulasi wisatawan.

Seluruh lembaga berwenang yang mengeluarkan peringatan perjalanan

tersebut, tidak secara sama dianggap setara oleh wisatawan, sehingga menimbulkan

perbedaan persepsi terhadap kualitas informasi (Rack et al., 2006) serta

kredibilitasnya (Monterrubio, 2013). Peringatan perjalanan resmi, lebih dapat

dipercaya dibandingkan sumber organik lainnya (Monterrubio, 2013). Namun dalam

prosedurnya, seringkali media membuat ukuran keparahan tersebut melebihi

keadaan yang sebenarnya. Penekanan Media dalam fungsinya sebagai penyebar

informasi peringatan perjalanan, menjadi pertimbangan penting dalam memengaruhi

persepsi wisatawan (Page, 2009). Media selalu memiliki peran untuk meng-emphasize

dan melebih-lebihkan risiko aktual. Hal tersebut menjadi sebab ragunya wisatawan

44 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

terhadap kualitas informasi peringatan perjalanan. Namun, dalam penelitian page

(2009), didapati hal sebaliknya. Kecenderungan wisatawan untuk menghindari

destinasi terdampak justru muncul setelah peringatan perjalanan resmi diberitakan

secara massif oleh media lokal dan internasional (Page, 2009; Mylonopoulos et al.,

2016). Wisatawan bahkan lebih memilih berita di televisi, platform online, atau

aplikasi seluler daripada laman resmi pemerintah yang mengeluarkan peringatan

perjalanan (Rack et al., 2006). Dalam hal ini, Indonesia perlu mencermati kembali

sejauh mana peran media dalam memengaruhi persepsi risiko wisatawan terhadap

peringatan perjalanan. Perbedaan antara wisatawan dari asal negara, tingkat

pendidikan, budaya dan indikator lainnya bisa jadi membedakan cara mereka

mempresepsikan kualitas peringatan tersebut.

Meskipun peringatan perjalanan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran

terhadap risiko wabah, banyak wisatawan mengacuhkan peringatan tersebut,

terutama peringatan perjalanan yang dikeluarkan oleh negara (Tsang et al., 2018).

Hanya sebagian kecil wisatawan di negara berkembang yang memilih untuk

berkonsultasi terlebih dahulu dengan pre-travel provider sebelum melakukan

perjalanan (Sanford, 2002). Bahkan, sebagian besar wisatawan tidak mengetahui

risiko kesehatan selama perjalanan. Dalam penelitian Rack, 50% wisatawan tidak

mengerti risiko perjalanan yang akan dihadapi. Sedangkan, hanya 14% yang mengerti

dan berkonsultasi dengan penasehat perjalanan (Rack et al., 2006). Di Inggris,

penelitian serupa mengungkapkan bahwa sembilan dari sepuluh responden tidak

mengetahui peringatan perjalanan yang dikeluarkan pemerintah, sementara setengah

dari responden menyatakan bahwa mereka tetap melanjutkan perjalanan meskipun

telah mengetahuinya (Paris, 2013 dalam Tsang et al., 2018). Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat kesadaran atas peringatan perjalanan juga memengaruhi persepsi dan

sikap wisatawan terhadap keputusan mereka untuk tetap pergi dan peduli terhadap

wabah di destinasi tujuan wisata.

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 45


Imam Nur Hakim

Simpulan dan Saran

Risiko terhadap wabah dan peringatan perjalanan, memengaruhi persepsi

wisatawan terutama dalam pengambilan keputusan berkunjung. Sehingga, penting

untuk memperhatikan indikator internal dan eksternal yang membentuk persepsi

tersebut. Melalui indikator tersebut, pemangku kepentingan perlu melakukan upaya

pemulihan yang tepat, guna meningkatkan expenditure dan pertumbuhan rata-rata

secara signifikan (Rosselló et al., 2017). Pada prinsipnya, semakin cepat kembali ke

situasi awal, semakin siap suatu destinasi terdampak wabah menerima kembalinya

wisatawan. Untuk itu, pemahaman terhadap persepsi wisatawan terkait wabah dan

peringatan perjalanan sangat diperlukan untuk menjangkau wisatawan dan melihat

celah pasar secara lebih efektif. Bagian terpenting lain yang harus diperhatikan dari

pemulihan paska wabah adalah mengembalikan kepercayaan wisatawan terhadap

destinasi tujuan yang persepsinya berubah selama wabah berlangsung. Upaya

pemulihan tersebut hanya efektif jika disertai proses yang transparan melalui

pendekatan komunikasi secara masal dan individu agar wisatawan dapat melihat,

mengalami dan memahami proses eliminasi risiko terkait wabah.

Pemangku kepentingan juga perlu memerhatikan kinerja media, termasuk

kualitas konten, waktu persebaran informasi serta strategi penempatanya. Selain

menjadi komponen yang paling masif merubah persepsi wisatawan, media juga

berperan aktif dalam memengaruhi persepsi wisatawan terhadap destinasi tujuan.

Perlu ada kesepahaman antar pemangku kepentingan untuk memastikan kinerja

media agar selalu konsisten mendukung proses pemulihan paska wabah, di lingkup

nasional dan global. Selain itu upaya pembenahan destinasi terdampak wabah juga

harus dilakukan beriringan. Jika nantinya terdampak, Indonesia tidak hanya bisa

mengandalkan upaya pencegahan wabah yang dilakukan wisatawan di negara asal.

Karena, meskipun tersedia, hanya sedikit wisatawan yang berminat mendatangi

fasilitas konsultasi kesehatan sebelum perjalanan (Kogelman et al., 2014). Perlu

46 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

sebuah sistem untuk mengedepankan protokol kesehatan di perbatasan pintu masuk,

destinasi wisata, akomodasi dan lingkup sebaran wisatawan lainnya. Penting juga

untuk memastikan komponen utama seperti kelayakan perbandingan jumlah tenaga

medis, jumlah kamar serta upaya pencegahan lain sebagai prioritas paska wabah.

Upaya tersebut hendaknya diaplikasikan dengan baik bukan hanya di daerah

perkotaan, namun juga pedesaan. Keseluruhan upaya ini dilakukan untuk terus

memperbaiki dan meningkatkan citra destinasi yang sempat tergerus oleh

keberadaan wabah. Karena, unsur citra dan daya tarik destinasi yang baik, menjadi

pengecualian wisatawan untuk tetap berkunjung (Page, 2009). Kombinasi antara

pesan citra yang tersampaikan, daya tarik destinasi dan aktifitas wisata yang

menggiurkan, kesadaran tentang risiko terhadap wabah serta peringatan perjalanan

yang dapat diantisipasi, menjadi output pemulihan pasar yang perlu segera

diprioritaskan.

Untuk dapat mengetahui sejauh mana persepsi terhadap risiko wabah dan

peringatan perjalanan secara faktual memengaruhi wisatawan, perlu dilakukan

kajian lanjutan. Kajian tersebut, digunakan untuk melengkapi batasan masalah

dengan menguji indikator yang ditemukan dalam kajian ini secara kuantitatif.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada peneliti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,

yang telah membantu penulis untuk menemukan referensi yang relevan dan reliabel

untuk kajian ini.

Daftar Pustaka

Albattat, A., 2017. Current Issue in Tourism: Diseases Transformation as a Potential


Risks for Travellers.

Angell, S., Cetron, M., 2005. Health Disparities among Travelers Visiting Friends and
Relatives Abroad. Ann. Intern. Med. 142, 67–72. https://doi.org/10.7326/0003-
4819-142-1-200501040-00013

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 47


Imam Nur Hakim

Arsika, I., Jaya, I., Satyawati, N., 2018. Kebijakan Travel Warning dan Pembatasan Hak
Berwisata. Pandecta Res. Law J. 13, 24–36.
https://doi.org/10.15294/pandecta.v13i1.15115

Beirman, D., 2006. A Travel Industry Perspective on Government Travel Advisories,


in: Tourism in Turbulent Times: Towards Safe Experiences for Visitors. pp.
309–319. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-044666-0.50029-4

Callahan, M. V., Hamer, D.H., 2005. On the medical edge: preparation of expatriates,
refugee and disaster relief workers, and Peace Corps volunteers. Infect. Dis.
Clin. North Am. 19, 85–101. https://doi.org/10.1016/j.idc.2004.10.010

Chen, L.H., Wilson, M.E., Davis, X., Loutan, L., Schwartz, E., Keystone, J., Hale, D.,
Lim, P.L., McCarthy, A., Gkrania-Klotsas, E., Schlagenhauf, P., Network, G.S.,
2009. Illness in long-term travelers visiting GeoSentinel clinics. Emerg. Infect.
Dis. 15, 1773–1782. https://doi.org/10.3201/eid1511.090945

Chuo, H., 2007. Theme Park Visitors’ Responses to the SARS Outbreak in Taiwan.
Adv. Hosp. Leis., Advances in Hospitality and Leisure 3, 87–104.
https://doi.org/10.1016/S1745-3542(06)03006-2

Cooper, M., 2005. Japanese Tourism and the SARS Epidemic of 2003. J. Travel Tour.
Mark. 19, 117–131. https://doi.org/10.1300/J073v19n02_10

Dahlgren, A.-L., DeRoo, L., Steffen, R., 2006. Prevention of travel-related infectious
diseases: Knowledge, practices and attitudes of Swedish travellers. Scand. J.
Infect. Dis. 38, 1074–1080. https://doi.org/10.1080/00365540600868354

Freedman, D., Weld, L., Kozarsky, P., Fisk, T., Robins, R., Sonnenburg, F., Keystone,
J., Pandey, P., Cetron, M., 2006. Spectrum of Disease and Relation to Place of
Exposure among Ill Returned Travelers. N. Engl. J. Med. 354, 119–130.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa051331

Garg, A., 2013. A study of tourist perception towards travel risk factors in tourist
decision making. Asian J. Tour. Hosp. Res. 7, 47–57.

Hill, D.R., Ericsson, C.D., Pearson, R.D., Keystone, J.S., Freedman, D.O., Kozarsky,
P.E., DuPont, H.L., Bia, F.J., Fischer, P.R., Ryan, E.T., 2006. The Practice of
Travel Medicine: Guidelines by the Infectious Diseases Society of America.
Clin. Infect. Dis. 43, 1499–1539. https://doi.org/10.1086/508782

Joo, H., Maskery, B.A., Berro, A.D., Rotz, L.D., Lee, Y.-K., Brown, C.M., 2019. Economic
Impact of the 2015 MERS Outbreak on the Republic of Korea’s Tourism-Related
Industries. Heal. Secur. 17, 100–108. https://doi.org/10.1089/hs.2018.0115

Keogh-Brown, M.R., Smith, R.D., 2008. The economic impact of SARS: How does the
reality match the predictions? Health Policy (New. York). 88, 110–120.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2008.03.003

48 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

Kim, Sunhee, Kim, Seoyong, 2018. Exploring the Determinants of Perceived Risk of
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) in Korea. Int. J. Environ. Res. Public
Health 15, 1168. https://doi.org/10.3390/ijerph15061168

Kodkani, N., Jenkins, J.M., Hatz, C.E., 2008. Travel Advice Given by Pharmacists. J.
Travel Med. 6, 87–93. https://doi.org/10.1111/j.1708-8305.1999.tb00838.x

Kogelman, L., Barnett, E., Chen, L., Quinn, E., Yanni, E., Wilson, M., Benoit, C.,
Karchmer, A., Ooi, W., Jentes, E., Hamer, D., 2014. Knowledge, Attitudes, and
Practices of US Practitioners Who Provide Pre-Travel Advice. J. Travel Med. 21.
https://doi.org/10.1111/jtm.12097

Kotton, C., Ryan, E., Fishman, J., 2005. Prevention of Infection in Adult Travelers After
Solid Organ Transplantation. Am. J. Transplant 5, 8–14.
https://doi.org/10.1111/j.1600-6143.2004.00708.x

Kuo, H.-I., Chang, C.-L., Huang, B.-W., Chen, C.-C., McAleer, M., 2007. Avian flu and
international tourism demand: A panel data analysis. MODSIM07 - Land,
Water Environ. Manag. Integr. Syst. Sustain. Proc. 1892–1898.

Kuo, H.-I., Chen, C.-C., Tseng, W.-C., Ju, L.-F., Huang, B.-W., 2008. Assessing impacts
of SARS and Avian Flu on international tourism demand to Asia. Tour. Manag.
29, 917–928. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.tourman.2007.10.006

LaRocque, R., Rao, S., Tsibris, A., Lawton, T., Barry, M., Marano, N., Brunette, G.,
Yanni, E., Ryan, E., 2010. Pre‐travel Health Advice‐Seeking Behavior Among
US International Travelers Departing From Boston Logan International
Airport. J. Travel Med. 17, 387–391. https://doi.org/10.1111/j.1708-
8305.2010.00457.x

LaRocque, R.C., Rao, S.R., Lee, J., Ansdell, V., Yates, J.A., Schwartz, B.S., Knouse, M.,
Cahill, J., Hagmann, S., Vinetz, J., Connor, B.A., Goad, J.A., Oladele, A.,
Alvarez, S., Stauffer, W., Walker, P., Kozarsky, P., Franco-Paredes, C.,
Dismukes, R., Rosen, J., Hynes, N.A., Jacquerioz, F., McLellan, S., Hale, D.,
Sofarelli, T., Schoenfeld, D., Marano, N., Brunette, G., Jentes, E.S., Yanni, E.,
Sotir, M.J., Ryan, E.T., 2012. Global TravEpiNet: A National Consortium of
Clinics Providing Care to International Travelers—Analysis of Demographic
Characteristics, Travel Destinations, and Pretravel Healthcare of High-Risk US
International Travelers, 2009–2011. Clin. Infect. Dis. 54, 455–462.
https://doi.org/10.1093/cid/cir839

Leggat, P., Franklin, R., 2013. Risk Perception and Travelers. J. Travel Med. 20, 1–2.
https://doi.org/10.1111/j.1708-8305.2012.00663.x

Maditinos, Z., Vassiliadis, C., 2008. Crises and disasters in tourism industry: Happen
locally, affect globally, in: Management of International Business E-Book.

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 49


Imam Nur Hakim

Mao, C.-K., Ding, C.G., Lee, H.-Y., 2010. Post-SARS tourist arrival recovery patterns:
An analysis based on a catastrophe theory. Tour. Manag. 31, 855–861.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2009.09.003

McAleer, M., Huang, B.-W., Kuo, H.-I., Chen, C.-C., Chang, C.-L., 2010. An
Econometric Analysis of SARS and Avian Flu on International Tourist Arrivals
to Asia. Environ. Model. Softw. 25, 100–106.
https://doi.org/10.1016/j.envsoft.2009.07.015

Monterrubio, C., 2013. Destination image and crime in Mexico: An analysis of foreign
government travel advice. Pasos. Rev. Tur. y Patrim. Cult. 11, 33–45.
https://doi.org/10.25145/j.pasos.2013.11.036

Mylonopoulos, D., Moira, P., Kikilia, A., 2016a. The travel advice as an inhibiting
factor of tourist movement. TIMS. Acta 10, 13–26.
https://doi.org/10.5937/timsact10-9902

Mylonopoulos, D., Moira, P., Papagrigoriou, A., 2016b. The Travel Advisory as an
Obstacle to Travel and Tourism. Case Study-The Greek Economic Crisis. Int. J.
Res. Tour. Hosp. 2, 1–13.

Noble, L., Willcox, A., Behrens, R., 2012. Travel Clinic Consultation and Risk
Assessment. Infect. Dis. Clin. North Am. 26, 575–593.
https://doi.org/10.1016/j.idc.2012.05.007

Page, S.J., 2009. Current issue in tourism: The evolution of travel medicine research: A
new research agenda for tourism? Tour. Manag. 30, 149–157.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.tourman.2008.04.011

Pennings, J.M.E., Wansink, B., Meulenberg, M.T.G., 2002. A note on modeling


consumer reactions to a crisis: The case of the mad cow disease. Int. J. Res.
Mark. 19, 91–100. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S0167-8116(02)00050-2

Rack, J., Wichmann, O., Kamara, B., Günther, M., Cramer, J., Schönfeld, C., Henning,
T., Schwarz, U., Mühlen, M., Weitzel, T., Friedrich-Jänicke, B., Foroutan, B.,
Jelinek, T., 2006. Risk and Spectrum of Diseases in Travelers to Popular Tourist
Destinations. J. Travel Med. 12, 248–253.
https://doi.org/10.2310/7060.2005.12502

Reisinger, Y., Mavondo, F., 2006. Cultural Differences in Travel Risk Perception. J.
Travel Tour. Mark. 20, 13–31. https://doi.org/10.1300/J073v20n01_02

Rosselló, J., Santana Gallego, M., Awan, A., 2017. Infectious disease risk and
international tourism demand. Health Policy Plan. 32.
https://doi.org/10.1093/heapol/czw177

Sanford, C., 2002. Pre-travel advice: an overview. Prim. Care Clin. Off. Pract. 29, 767–
785. https://doi.org/10.1016/S0095-4543(02)00046-5

50 JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020


Wabah dan Peringatan Perjalanan Dalam Persepsi Wisatawan

Steffen, R., deBernardis, C., Baños, A., 2003. Travel epidemiology—a global
perspective. Int. J. Antimicrob. Agents 21, 89–95.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S0924-8579(02)00293-5

Tsang, N., Wong, O., Prideaux, B., 2018. An evaluation of the effectiveness of travel
advisories with a specific focus on Hong Kong’s outbound travel alert system.
J. Vacat. Mark. 24, 307–323. https://doi.org/10.1177/1356766717725563

Uraiporn, K., E., M.K., 2009. Socio‐demographic constraints to travel behavior. Int. J.
Cult. Tour. Hosp. Res. 3, 81–94. https://doi.org/10.1108/17506180910940360

WEF, 2019. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2019.

Yang, S., Cho, S.-I., 2017. Middle East respiratory syndrome risk perception among
students at a university in South Korea, 2015. Am. J. Infect. Control 45, e53–e60.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ajic.2017.02.013

Ziegler, C.C., 2013. Travel-Related Illness. Crit. Care Nurs. Clin. North Am. 25, 333–
340. https://doi.org/10.1016/j.ccell.2013.02.015

Zimmer, R., 2012. The pre-travel visit should start with a “risk conversation.” J. Travel
Med. 19, 277–280. https://doi.org/10.1111/j.1708-8305.2012.00631.x

Zimmermann, R., Hattendorf, J., Blum, J., Nüesch, R., Hatz, C., 2013. Risk Perception
of Travelers to Tropical and Subtropical Countries Visiting a Swiss Travel
Health Center. J. Travel Med. 20, 3–10. https://doi.org/10.1111/j.1708-
8305.2012.00671.x

Zuckerman, J., Leggat, P.A., 2006. Principles and Practice of Travel Medicine. J. Travel
Med. https://doi.org/10.2310/7060.2003.2585

Profil Penulis

Imam Nur Hakim, S.Sn., adalah seorang peneliti pariwisata di Kementerian

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Kepakaran utama penulis

adalah pariwisata, sedangkan lingkup ketertarikannya adalah pemasaran dan

komunikasi pariwisata. Penulis adalah lulusan S1 Seni Rupa, dan sedang menempuh

Pendidikan Magister Manajemen Pemasaran.

JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 51

You might also like