Professional Documents
Culture Documents
“HUBB”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu:
Hasan Maftuh M.A
Oleh:
Kelompok 7
KELAS 1C
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.Ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada bapak Hasan Maftuh M.A sebagai dosen pengampu mata
kuliah Akhlak Tasawuf yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A.Latar Belakang.....................................................................................................1
B.Rumusan Masalah................................................................................................1
C.Tujuan Penulisan Makalah...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A.Makna dan Landasan Teori..................................................................................2
B.Konsep Al-Hubb dalam Al-Qur’an......................................................................2
C.Aktualisasi Mahabbah..........................................................................................4
D.Alat dan Proses untuk Mencapai Mahabbah........................................................6
E.Tokoh yang Mengembangkan Mahabbah............................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................10
A.Kesimpulan.........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahabbah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau
cinta yang mendalam, dan hubb adalah cinta lawan dari benci. Mahabbah
jika dihubungkan dengan cinta maka dapat dipahami bahwa dengan
melazimi sesuatu akan dapat menimbulkan keakraban yang merupakan
awal dari munculnya rasa cinta. Mahabbah kepada Tuhan adalah
mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, tidak
melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan dosa, baik dosa kecil
maupun dosa besar.
Dalam kehidupan di dunia, manusia memerlukan yang namanya
mahabbah kepada Tuhan. Karena dengan mahabbah kepada Tuhan kita
tidak akan terlalu cinta kepada sesuatu yang akan kita tinggalkan, seperti
mencintai harta benda yang kita miliki secara berlebih. Padahal kita tahu
bahwa harta tersebut hanyalah titipan dari Allah SWT. Seperti yang
diucapkan oleh al-Gazali “barang siapa yang mencinai sesuatu tanpa
kaitannya dengan al-mahabbah kepada Tuhan adalah suatu kebodohan
dan kesalahan karena hanya Allah yang berhak dicintai”
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna dari Al-Hubb ?
2. Bagaimana konsep Al-Hubb dalam Al-Qur’an?
3. Bagaimana cara untuk aktualisasi mahabbbah?
4. Apa saja alat dan proses untuk mencapai mahabbah?
5. Siapa tokoh yang mengembangkan mahabbah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui makna dari Al-Hubb
2. Mengetahui konsep Al-Hubb dalam Al-Qur’an
3. Mengetahui cara untuk aktualisasi mahabbah
4. Mengetahui alat dan proses dalam mencapai mahabbah
5. Mengetahui tokoh yang mengembangkan mahabbah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
cintai. Manusia tidak akan mampu menjalani hidup tanpa rasa cinta, tanpa
cinta kehidupan manusia akan gersang, hati menjadi keras dan tanpa
adanya perasaan cinta maka seseorang sangat sulit untuk mentaati
segala perintah Allah swt., begitupun dengan Rasul-Nya. Jika rasa cinta
telah tumbuh dan mengakar kuat dalam diri seseorang, maka dengan
mudahnya seseorang tersebut akan beramal shalih dalam artian
melakukan ketaatan (menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.
1. Dalil-dalil Al-Qur’an tentang Mahabbah :
QS.Al-Baqarah ayat 165 :
َو ِمَن الَّن اِس َم ْن َّي َّت ِخُذ ِمْن ُدْو ِن ِهّٰللا َاْن َد اًد ا ُّي ِحُّبْو َن ُهْم َك ُحِّب ِهّٰللاۗ َو اَّلِذْي َن ٰا َم ُنْٓو ا َاَش ُّد ُح ًّب ا ِهّٰلِّلۙ َو َلْو
َيَر ى اَّلِذْي َن َظ َلُم ْٓو ا ِاْذ َيَر ْو َن اْلَع َذ اَۙب َاَّن اْلُقَّو َة ِهّٰلِل َج ِمْيًع اۙ َّو َاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد اْلَع َذ اِب
3
b. Mencintai orang yang mencintai Allah swt : Jenis cinta ini
merupakan suatu faktor yang mendorong masuknya Islam dan
penyebab dikeluarkannya dari kekufuran. Seseorang yang
memahami cinta dan berupaya mempertahankannya maka
itulah sosok yang paling dicintai oleh Allah swt.
c. Cinta karena Allah dan untuk Allah : Jenis cinta Ini dikatakan
lurus apabila manusia memiliki komitmen untuk mencintai
sesuatu karena Allah swt. Tak ada cinta kecuali karena Allah dan
untuk Allah.
d. Cinta bersama Allah : Jenis cinta ini merupakan cinta kemusyrikan.
Orang yang mencintai sesuatu bersamaan dengan cintanya
kepada Allah, bukan untuk Allah dan bukan karena Allah swt. Ini
merupakan bentuk cinta bagi orang-orang yang termasuk golongan
musyrik. (Ahmad Tarmudzy, 2003: 58)
C. Aktualisasi Mahabbah
1. Sikap Diri
Wujud cinta manusia kepada Tuhan, bukan hanya dengan kalimat
indah untuk kekasihnya. Bukti cinta bisa dilihat dalam 3 cara yaitu,
begitu sayang dan cinta dengan kekasih Allah, begitu keras dengan
musuh Allah, dan memiliki sifat tidak peduli delaan dari pencela. Di
dalam diri mereka mengalir rasa cinta yang dalam dan Allah pun
sebaliknya. Al-Quran surat Al-Maidah ayat 54 yang berbunyi:
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َم ْن َّيْر َتَّد ِم ْنُك ْم َع ْن ِد ْيِنٖه َفَس ْو َف َيْأِتى ُهّٰللا ِبَقْو ٍم ُّيِح ُّبُهْم َو ُيِح ُّبْو َنٓٗهۙ َاِذ َّلٍة
4
َع َلى اْلُم ْؤ ِمِنْيَن َاِع َّز ٍة َع َلى اْلٰك ِفِر ْيَۖن ُيَج اِهُد ْو َن ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َو اَل َيَخ اُفْو َن َلْو َم َة ۤاَل ِٕىٍم ۗ ٰذ ِلَك َفْض ُل ِهّٰللا
2. Sikap Sosial
Aktualisasi cinta kepada Allah bukan hanya keindahan sikap tetapi
juga dengan memberikan perhatian sesama meringankan beban
mereka, misalnya menjengukketika sakir, memberi makan, minum,
dan lain-lain. Dimana sikap sosial tersebut tidak lain kecuali sikap
kepada sesama, terutama kepada mereka yang lebih membutuhkan.
QS. Al-Baqarah ayat 195:
َو َاْنِفُقْو ا ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َو اَل ُتْلُقْو ا ِبَاْيِد ْيُك ْم ِاَلى الَّتْهُلَك ِۛة َو َاْح ِس ُنْو ۛا ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِسِنْيَن
َو اَّلِذ ْيَن َتَبَّوُء و الَّد اَر َو اِاْل ْيَم اَن ِم ْن َقْبِلِه ْم ُيِح ُّبْو َن َم ْن َهاَجَر ِاَلْيِه ْم َو اَل َيِج ُد ْو َن ِفْي ُص ُد ْو ِرِهْم
ٰۤل ٰٓل
َح اَج ًة ِّمَّم ٓا ُاْو ُتْو ا َو ُيْؤ ِثُرْو َن َع ى َاْنُفِس ِه ْم َو َلْو َك اَن ِبِه ْم َخ َص اَص ٌةۗ َو َم ْن ُّيْو َق ُش َّح َنْفِسٖه َفُاو ِٕىَك ُهُم
اْلُم ْفِلُحْو َۚن
5
Arti: “ Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan
telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada
mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya
sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya
dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب الَّتَّواِبْيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ْيَن
Arti: “Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang
yang menyucikan diri.”
6
Allah SWT berfirman:
َو َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن الُّر ْو ِۗح ُقِل الُّر ْو ُح ِم ْن َاْم ِر َر ِّبْي َو َم ٓا ُاْو ِتْيُتْم ِّم َن اْلِع ْلِم ِااَّل َقِلْياًل
wa yas-aluunaka 'anir-ruuh, qulir-ruuhu min amri robbii wa maaa
uutiitum minal-'ilmi illaa qoliilaa
Artinya :
"Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh, katakanlah,
"Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan
hanya sedikit." (QS. Al-Isra' 17: 85).
Selanjutnya, hadits yang menjelaskan bahwa roh telah berada dalam diri
manusia sejak usia 4 bulan di dalam kandungan:
ان النا س يجمع خلقه فى بطن امه ار بعين يوما نطفة ثم يكون
علقة مثل ذ لك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم ير سل اليه الملك
فينفخ فيه الر ح
7
E. Tokoh yang Mengembangkan Mahabbah
Rabi'ah al-Adawiyah adalah salah seorang tokoh sufi terkemuka. Ia
lahir di Basrah sekitar tahun 95 atau 99 H/ 713 dan 717 Miladiah. Dan
meninggal di tahun 801 M. Rabi'ah al-Adawiyah terkenal dengan konsep
mahabbah-nya, seperti yang diketahui dalam jawaban atas pertanyaan:
Ketika Rabi'ah ditanya: "Apakah kau cinta kepada Tuhan yang Maha
Kuasa? 'ya'. Apakah kau benci kepada syeitan? 'tidak, cintaku kepada
Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk rasa benci
kepada syeitan."
Rabi-ah juga menyatakan bahwa:
"Saya melihat Nabi dalam mimpi, Dia berkata: Oh Rabi'ah, cintakah kamu
kepadaku? Saya menjawab, Oh Rasulullah, siapa yang menyatakan tidak
cinta? Tetapi cintaku kepada pencipta memalingkan diriku dari cinta atau
membenci kepada makhluk lain.
Menurut al-Saraf sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution
bahwa mahabbah itu mempunyai tiga tingkatan:
1. Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, suka
menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam
berdialog dengan Tuhan senantiasa memuji-Nya.
2. Cinta orang yang siddiq, yaitu orang yang kenal kepada Tuhan,
pada kebesaran-Nya, pada ilmu-Nya, dan lainnya. Cinta yang
dapat menghilangkan tabur yang memisahkan diri seseorang dari
Tuhan, dan dengan demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang
ada pada Tuhan.
3. Cinta orang arif, yaitu orang yang tahu betul kepada Tuhan.
Cintanya yang serupa ini timbul karena telah tahu betul kepada
Tuhan.
Ajaran yang dibawa oleh Rabi'ah adalah versi baru dalam
kehidupan kerohanian, dimana tingkat zuhud yang diciptakan oleh Hasan
Basri yang bersifat khauf dan raja' dinaikkan tingkatnya oleh Rabi'ah al-
Adawiyah ke tingkat zuhud yang bersifat hubb (cinta).
Rabi'ah betul-betul hidup dalam keadaan zuhud dan hanya berada
dekat dengan Tuhan. Ia banyak beribadah, bertobat, dan menjauhi hidup
8
duniawi, dan menolak segala bantuan materi yang diberikan orang
kepadanya. Bahkan dia menolak rumah yang diberikan oleh teman-
temannya dan berkata: "aku takut kalau-kalau rumah ini akan mengikat
hatiku, sehingga aku terganggu dalam amalku untuk akhirat."
Kecintaan Rabi'ah al-Adawiyah kepada Tuhan, antara lain tertuang dalam
syair-syair berikut:
الھي أنارت النجوم ونامت العیون وغلقت الملوك أبوابھا وخال كل
9
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Di dalam Al-Qur’an, cinta seringkali diistilahkan dengan kata Al–
hubb ( )الحب, berasal dari kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan yang berarti
suka, cinta, senang, mencintai secara mendalam (enggan kehilangan apa
yang dicintainya). Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Ada empat
jenis cinta yang harus dipisahkan antara satu sama lain, yaitu : Cinta
Allah , mencintai orang yang mencintai Allah, cinta karena Allah dan
untuk Allah, dan cinta bersama Allah.
Terdapat 3 aspek dalam aktualisasi mahabbah yaitu : Sikap diri,
sikap sosial, dan sikap-sikap yang dicintai Allah. Para ahli tasawuf
menjelaskan Ada tiga alat yang dapat digunakan untuk mencapai
mahabbah dan berhubungan dengan Allah. Pertama, al-qalb ( ) القلبhati
sanubari, sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Allah. Kedua, roh (
) الروحsebagai alat untuk mencintai Allah. Ketiga sir ( ) سر, yaitu alat
untuk melihat Allah.
Salah satu tokoh yang mengembangkan mahabbah adalah Rabi’ah
al-Adawiyah, Rabi'ah al-Adawiyah sangat menerapkan sikap zuhud dan
hanya berada dekat dengan Tuhan. Ia banyak beribadah, bertobat, dan
menjauhi hidup duniawi, dan menolak segala bantuan materi yang
diberikan orang kepadanya. Bahkan ia menolak lamaran kawin, dengan
alasan bahwa dirinya hanya milik Tuhan yang dicintainya, dan siapapun
yang ingin kawin dengannya, harus meminta izin kepada Tuhan.
10
DAFTAR PUSTAKA
11