You are on page 1of 18

Kualitas Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam

Mengembangkan Nilai-Nilai Nasionalisme Siswa


(Sekolah Menengah Atas Homeschooling Primagama Palembang)

Nurmalia Dewi, Aim Abdulkarim


Universitas Pendidikan Indonesia
nurmalia_dewi@ymail.com

Abstract
There is a lot of stigma in the community regarding the quality of homeschooling learning
that is not as good as formal schools. This study aims to determine learning planning, the
process of learning civic education, the development of nationalism values of students in
Palembang Primagama Homeschooling High School. This research applies qualitative
methods with triangulation techniques. The results of the study show that the learning of civic
education is not much different in terms of planning such as in formal schools, the teacher
prepares plans for implementing learning, prepares material, and conveys the competencies
to be achieved supported by internet technology used by students and teachers. The visible
differences can be seen from the homeschooling learning process in the flexibility of time and
place chosen based on the request of students and parents, more closely between teachers and
students in the learning process because there is only one student and one teacher. The
development of nationalism values is also carried out by schools and teachers through
community classes that are held every Saturday.

Keywords: Citizenship Education; Homeschooling; Nationalism

Abstrak

Banyak stigma di lingkungan masyarakat terkait kualitas pembelajaran di homeschooling


yang tidak sebaik sekolah formal. Penelitian ini bertujuan mengetahui perencanaan
pembelajaran, proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, pengembangan nilai-nilai
nasionalisme siswa di Sekolah Menengah Atas homeschooling Primagama Palembang.
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dengan triangulasi teknik. Hasil penelitian
menunjukkan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak jauh berbeda dalam hal
perencanaan seperti di sekolah formal, guru mempersiapkan rencanan pelaksanaan
pembelajaran, menyiapkan materi, dan menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
didukung teknologi internet yang digunakan siswa dan guru. Perbedaan yang nampak terlihat
dari proses pembelajaran homeschooling dalam fleksibilitas waktu dan tempat yang dipilih
berdasarkan keinginan siswa dan orang tua, lebih terjalin kedekatan antara guru dan siswa
dalam proses pembelajaran karena hanya terdapat satu siswa dan satu guru. Pengembangan
nilai-nilai nasionalisme juga dilakukan oleh sekolah dan guru melalui kelas komunitas yang
dilakukan setiap Sabtu.

Kata Kunci: Homeschooling; Nasionalisme; Pendidikan Kewarganegaraan

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 98


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan tonggak peradaban suatu bangsa, karena dengan pendidikan


yang baik akan menunjang kemajuan dan kualitas bangsa tersebut di mata dunia. Di Indonesia
pendidikan sudah banyak mengalami kemajuan, hal tersebut tidak luput dari peran pemerintah
maupun pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan. Secara nasional menurut Undang-
Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (dalam
Winataputra dan Budimansyah, 2012, hlm. 90), secara imperative digariskan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Dalam Undang-Undang di atas telah ditegaskan bahwa pendidikan di Indonesia
memiliki fungsi yang sangat baik demi putra putri bangsa, yakni untuk menjadikan warga
negara yang berakhlak baik dan berintelektual. Terkait dengan pendidikan yang ada di
Indonesia, sekarang ini banyak didirikan sekolah mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini
(PAUD), taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP),
sekolah menengah atas (SMA), dan perguran tinggi (PT) baik yang swasta maupun negeri
serta pendidikan formal, non formal dan informal. Sebagai warga negara, semua anak negeri
tidak ada alasan lagi untuk tidak bersekolah, untuk belajar dan memajukan pendidikan yang
ada di Indonesia. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945
Pasal 31 tentang hak dan kewajiban warga negara, yang menyatakan bahwa “Setiap warga
negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”.
Berbicara mengenai sekolah, di Indonesia telah dikenal cara belajar terbaru anak yang
berbeda dengan lingkungan sekolah formal pada umumnya yakni Homeschooling.
Homeschooling adalah metode pendidikan alternatif yang dilakukan di rumah, dibawah
pengarahan orangtua atau tutor pendamping, dan tidak dilaksanakan di tempat formal lainnya
seperti di sekolah negeri, sekolah swasta, atau di institusi pendidikan lainnya dengan model
kegiatan belajar terstruktur dan kolektif.
Homeshooling adalah sebuah sistem pendidikan alternatif yang saat ini menjadi
pilihan orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Dimana
keberadaannya sah, diakui, sama dan sederajat dengan sekolah formal sesuai hukum

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 99


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Indonesia. Homeschooling, menurut buku Sekolah Rumah sebagai Satuan Pendidikan


Kesetaraan, yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan
Nasional adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan
oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dimana proses belajar mengajar
dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang
unik dapat berkembang secara maksimal.
Banyak stigma yang sering di dengar di lingkungan masyarakat terkait kualitas
pembelajaran di homeschooling yang tidak sebaik sekolah formal. Oleh sebab itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian khususnya mengenai bagaimana kualitas pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan dan pengembangan nilai-nilai nasionalisme di homeschooling
Primagma Palembang. Penulis ingin mengetahui bagaimana perencanaan pembelajaran,
proses pembelajaran, dan bagaimana sekolah dan guru menanamkan nilai-nilai nasionalisme
pada siswa.

Kerangka Teori
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
penyempurnaan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang semula dikenal
dalam Kurikulum 2006. Dalam kurikulum 2013, PKn berganti nama menjadi PPKn, namun
secara umum antara PPKn dengan PKn memiliki pengertian dan tujuan yang sama. Secara
internasional baik PPKn maupun PKn memiliki satu nama yang tidak pernah berubah yaitu
civic education. PKn secara umum dapat diartikan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang
diajarkan tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik.
Cogan mengartikan civic education sebagai “the foundational course work in school
designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult live”,
yaitu suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga
negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat (Ganeswara,
dkk, 2008, hlm. 1). Sedangkan menurut Nu’man Somantri (2001, hlm. 299) Pendidikan
Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang
diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari
pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih
siswa berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 100


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Selain Nu’man Somantri masih banyak ahli yang mengutarakan pengertian dari
Pendidikan Kewarganegaraan, diantaranya John Mahoney yang merumuskan:
Civic education includes and involves those teaching, that type of teaching method,
those student activities, those administrative supervisory-which the school may utilize
purposively to make for better living together in the democratic way for
(synonymously) to develop better civic behaviours (Mahoney dalam Nurmalina dan
Syaifullah, 2008: 2).
Menurut pengertian tersebut, ruang lingkup PKn meliputi seluruh kegiatan sekolah
termasuk ekstra kurikuler seperti kegiatan di dalam dan di luar kelas, diskusi, dan organisasi
kegiatan siswa.
Sementara itu ahli lain yang bernama Jack Allen dari buku yang ditulis oleh Komala
Nurmalina, merumuskan batasan atau pengertian civic education sebagai berikut:
Civic education properly defined, as the product of the entire program of the school,
certainly not simply of the social studies program, and assuredly not merely of a
course in civics. But civics has an important function to perform. It confronts the
young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of
citizenship function, as right and responsibilities in a democratic context (Allen dalam
Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm. 2).
Berdasarkan pengertian di atas, civic education atau PKn didalamnya termasuk
pengalaman, minat, kepentingan pribadi, masyarakat dan negara, yang dinyatakan dalam
kualitas pribadi seseorang. Hal ini ditegaskan dengan pendapat Stanley Dimond yang
mengemukakan “civic education in addition has also acquired a board meaning almost
synonymous with desirable personal qualities, which are displayed in human association”.
Berbeda dengan pengertian yang diutarakan oleh Allen tentang civic education, NCSS
(National Council for Social Studies) merumuskan pengertian PKn sebagai berikut:
Civic education is a process comprosing all the positive influences which are intended
to shape a citizen’s view to his role in society. It comes partly from formal schooling,
partly from parental influence, and partly from learning outside the classroom and the
home. Through civic education our youth are helped to gain an understanding of our
national ideals, the common good, and the process of self govermment (dalam
Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm. 3).
Dari pengetian menurut NCSS di atas, batasan-batasan PKn lebih luas meliputi
pengaruh-pengaruh positif dari: (a) pendidikan di sekolah, (b) pendidikan di rumah, (c)
pendidikan di luar kelas dan sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam
memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional, membuat keputusan yang cerdas dalam
berbagai masalah pribadi, masyarakat, dan negara. Serupa dengan pengertian yang diutarakan
oleh NCSS tentang pengertian Pendidikan Kewarganegaraan, Donald W. Robinson dalam

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 101


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

bukunya “Promosing Practices in Civic Education” menggambarkan pengertian sebagai


berikut:
Civic education is a process comprising all the positive influences which are intended
to shape a citizen’s view of his in society civic education is, therefore, far more than a
course of study. It comes partly from formal schooling, partly from parental influence,
and partly from learning outside the classroom and the home. Through civic
education our youth are helped to gain an understanding of our nation ideals, the
common good and the process. More than ever before, civic education today seeks to
create citizens who are informed, analytic, committed to democratic values, and
actively involved in society. Because civic education is a living process rather than a
set of immutable beliefs to be transmitted to youth, it accomplishes its objectives by
responding creatively to changing conditions (Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm.
69).
Dari uraian tersebut jelas bahwa ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan sangat
luas, karena mencakup berbagai pengaruh positif yang berasal dari pendidikan formal di
sekolah, pendidikan orang tua di rumah, serta pendidikan yang diperoleh melalui belajar
diruang kelas maupun di luar rumah (masyarakat) disamping itu PKn berupaya
mengembangkan warga negara yang analitis, menghargai akan nilai-nilai demokratis, serta
aktif dalam kegiatan di masyarakat (Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm. 70). Selanjutnya
John J. Cogan (dalam Nurmalina dan Syaifullah, 2008, hlm. 3) merumuskan civic education
sebagai mata pelajaran dasar yang dirancang untuk mempersiapkan para warga negara muda
untuk mendorong peran aktif mereka di masyarakat setelah mereka dewasa.
Tidak terlepas dari pengertian-pengertian PKn menurut para ahli di atas, pada
dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan atau civic education memiliki konteks sebagai
pendidikan karakter bangsa. Seperti halnya fungsi pendidikan secara nasional menurut
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioan (Sisdiknas)
(dalam Winataputra dan Budimansyah, 2012, hlm. 90), secara imperative digariskan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demoktaris dan
bertanggung jawab.
Karena itu idealisme pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan manusia sebagai warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab secara filosofis, sosio-politis dan
psikopedagogis merupakan misi suci dari pendidikan kewarganegaraan (Winataputra dan

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 102


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Budimansyah, 2012, hlm. 90). Secara khusus seperti dapat dicermati dalam penjelasan Pasal
37 ayat (1) bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Maka dari itu
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu konsep keilmuan, instrumentasi, dan praktis
pendidikan yang utuh, dapat menumbuhkan civic intelligence, dan civic participation serta
civic responsibility sebagai anak bangsa dan warga negara Indonesia (Winataputra dan
Budimansyah, 2012, hlm. 90).
Selain sebagai pendidikan karakter bangsa, PKn pun memiliki pengertian sebagai
pendidikan pengembangan watak warga negara. Seperti yang diutarakan oleh Ganeswara
bahwa, PKn secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga negara
yang cerdas dalam seluruh jalur dan jenjang pendidikan (Ganeswara, dkk. 2011, hlm. 1).
Oleh karena berdasarkan banyaknya pengertian dan batasan-batasan PKn yang telah
disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa PKn atau Pendidikan Kewarganegaraan atau
civic education adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki cita-cita untuk menjadikan manusia
menjadi warga negara yang memiliki rasa kecintaan terhadap negaranya serta memiliki
kecerdasan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nasionalisme

Anderson (2008) melihat nasionalisme sebagai sebuah ide atau komunitas yang
dibayangkan, imagined communities. Dibayangkan karena setiap anggota dari suatu bangsa,
bahkan yang terkecil sekalipun, tidak mengenal seluruh anggota dari bangsa tersebut. Istilah
dibayangkan (imagined) ini penting, menurut Anderson, mengingat bahwa anggota-anggota
dari nation itu kebanyakan belum pernah bertemu satu sama lain, tetapi pada saat yang sama
di benak mereka hidup suatu bayangan bahwa mereka berada dalam suatu kesatuan komuniter
tertentu. Disebabkan terutama hidup dalam bayangan (dalam arti positif) manusia yang juga
hidup dan berdinamika, nasionalisme di sini dimengerti sebagai sesuatu yang hidup, yang
terus secara dinamis mengalami proses pasang surut, naik turun. Pandangan yang demikian
ini mengandaikan bahwa nasionalisme merupakan sesuatu yang hidup, yang secara dinamis
berkembang serta bentuk-bentuk baru sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Nilai
lama dari nasionalisme adalah perjuangan kemerdekaan sedangkan generasi baru akan

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 103


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

sepenuhnya mengisi nasionalisme dengan pembangunan sebagai upaya mengisi hasil


perjuangan generasi terdahulu.
Nasionalisme dapat dipahami dari sudut pandang antropologi dan politik. Dalam
dimensi antropologi, nasionalisme dipandang sebagai sistem budaya yang mencakup
kesetiaan, komitmen, emosi, perasaan kepada bangsa dan negara, dan rasa memiliki bangsa
dan negara itu. Dalam dimensi ini, Anderson mengatakan bahwa nation (bangsa) adalah suatu
komunitas politik yang terbatas dan berdaulat yang dibayangkan (imagined communities).
Komunitas politik itu dikatakan sebagai imagined communities sebab suatu komunitas tidak
mungkin mengenal seluruh warganya, tidak mungkin saling bertemu, atau saling mendengar.
Akan tetapi, mereka memiliki gambaran atau bayangan yang sama tentang komunitas mereka.
Suatu bangsa dapat terbentuk, jika sejumlah warga dalam suatu komunitas mau
menetapkan diri sebagai suatu bangsa yang mereka angankan atau bayangkan (Anderson
dalam Yuliati, 2009:1). Karena komitmen dan keinginan untuk mengikatkan diri dalam
komunitas bangsa ini, dapat muncul kesetiaan yang tinggi pada nation state (Negara
kebangsaan). Bahkan banyak warga suatu negara kebangsaan rela mengorbankan jiwa-raga
untuk membela bangsa dan negara meraka. Senada dengan Benedict Anderson, Ernest Renan
(Abdullah 2001:49) mengatakan bahwa unsur utama dalam pembentukan suatu bangsa adalah
le desir de’etre ensemble (keinginan untuk bersatu). Abdoel Moeis, seorang tokoh Sarekat
Islam, pada tahun 1917 telah mengartikan nasionalisme sebagai perasaan cinta kepada bangsa
dan tanah air, yang diungkapkannya pada harian Sinar Djawa, 25 Oktober 1917 sebagai
berikut:
Kalaoe kita mengingat akan nasib boeroeknja tanah air dan bangsa kita, jang beratoes
tahoen selaloe berada dalam koengkoengan orang lain sadja, maka berdebarlah dada,
timboellah soeatoe perasaan jang menggojang segala oerat saraf kita, perasaan kasihan
kepada bangsa dan tanah air itoe (Sinar Djawa, 25 Oktober 1917 dalam Yuliati,
2009:1).

Dalam dimensi politik, nasionalisme merupakan ideologi yang meyakini bahwa


kesetiaan tertinggi individu harus diserahan kepada negara kebangsaan, yaitu suatu negara
yang penduduknya memiliki hak dan kewajiban sama serta mau mengikatkan dirinya dalam
suatu negara (Kohn, 1984:11). Demikian juga Soekarno, presiden, pertama Indonesia,
mengatakan bahwa bangsa adalah sebuah kontruksi yang dihasilkan oleh sebuah visi yang
diperjuangkan. Dalam pengertian politik ini, prinsip-prinsip utama dalam nasionalisme adalah
kebebasan, kesatuan, keadilan, dan kepribadian yang menjadi orientasi kehidupan kolektif

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 104


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

suatu kelompok untuk mencapai tujuan politik, yaitu negara nasional (kartodirdjo dalam
Yuliati, 2009: 2). Sebagai doktrin politik, nasionalisme merupakan basis serta pembenaran
ideologis bagi setiap bangsa di dunia untuk mengorganisasi diri dalam entitas-entitas yang
bebas atau otonom, dan entitas itu mengambil bentuk negara nasional yang merdeka (Riff
dalam Yulianti, 2009: 2).

Kendati ada beragam definisi tentang nasionalisme, Hans Kohn sebagaimana dikutip
Adisusilo (2011: 6) menggarisbawahi bahwa esensi “the individual is felt to be due the nation
state” (sikap mental, dimana kesetiaan tertinggi dirasakan sudah selayaknya diserahkan
kepada negara bangsa). Dari beberapa makna nasionalisme di atas dapat ditarik suatu
indikator dari nasionalisme, yaitu: (Kesetiaan terhadap bangsa, Kepeduliaan, Perhatian, Rasa
Tanggung Jawab, Pengabdian/Komitmen, Pengorbanan, Kejujuran, Kesetiaan, Kebebasan,
Kesatuan, Keadilan, dan Kepribadian).
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan
sebuah negara (nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan
nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal
maupun eksternal.
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan
(bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan
dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme
mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut. Semangat nasionalisme yang
bisa didapat siswa adalah sebagai berikut: (Belajar dan Berprestasi, Bangga akan Bahasa
Indonesia, Cinta Tanah Air, Patriotisme (menghargai perjuangan para pahlawan, Bangga dan
Melestarikan Kekayaan Budaya Indonesia).

II. METODOLOGI PENELITIAN


Dalam pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan metode
deskriptif analitis (kualitatif). Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek ukuran
kualitas, nilai atau makna yang terdapat dalam suatu fakta atau fenomena. Kualitas, nilai atau
makna ini hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa, atau kata-kata.
Sugiyono (2016:15) menegaskan bahwa:

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 105


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat


pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel
sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2002, hlm. 3), penelitian kualitatif adalah
“prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan triangulasi teknik. Sugiyono (2016:330) dengan triangulasi teknik “berarti
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data
dari sumber yang berbeda”. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
Observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, maka format
pertanyaan berbentuk pertanyaan yang bersifat mendalam dan terperinci. Peneliti membuat
daftar pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi pertanyaan bisa saja bertambah secara spontan saat
dilakukannya tanya jawab, hal ini tergantung pada jawaban narasumber dan kreatifitas
penanya atau peneliti. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti terkait dengan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai nasionalisme siswa SMA
Homeschooling Primagama Palembang adalah dengan mengambil data melalui wawancara
langsung ke responden yakni guru pendidikan kewarganegaraan dan siswa SMA nya. Peneliti
melakukan wawancara dengan berbagai pertanyaan terkait pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan, penanaman nilai-nilai nasionalisme yang dilakukan guru dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, kegiatan khusus yang diadakan pihak
homeschooling untuk menunjang pengembangan nilai-nilai nasionalisme siswa dan hasil
nilai-nilai nasionalisme yang didapatkan oleh siswa SMA di homeschooling Primagama
Palembang.
Observasi digunakan untuk mencatat hasil pengamatan dari aktivitas sebjek penelitian.
Lembar observasi yang dibuat secara berstruktur yang berisikan daftar aktivitas siswa dari
mulai belajar pelajaran PKn hingga saat dievaluasi oleh guru. Lembar observasi yang
digunakan yaitu check list dan rating scale. Pada bagian mengamati sikap dan perilaku siswa
sehari-hari menggunakan check list. Pada bagian keterlaksanaan pembelajaran PKn dan
bagian evaluasi, lembar observasi akan dibuat dalam bentuk rating scale dengan kategorisasi
sebagai berikut: 5=sangat baik, 4=baik, 3=sedang/cukup, 2=kurang, dan 1=sangat kurang.

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 106


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Lembar observasi yang dibuat oleh peneliti untuk dilaksanakan dalam proses penelitian
adalah untuk melihat, mengamati, dan mencatat bagaimana proses pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan yang dilakukan guru dan siswa di Homeschooling Primagama Palembang,
bagaimana pengembangan nilai-nilai nasionalismenya baik dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan maupun pada kegiatan khusus yang diadakan oleh homeschooling
Primagama Palembang.
Semua kegiatan yang dilakukan peneliti, berupa foto-foto serta berbagai dokumen dan
file penunjang saat penelitian dilangsungkan di Homeschooling Primagama Palembang.
Peneliti melihat dan mengambil data dokumentasi terkait dengan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan dan pengembangan nilai-nilai nasionalisme yang dilaksanakan di SMA
Homeschooling Primagama Palembang. Dokumentasi didapatkan baik secara langsung
melalui foto-foto kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa, dokumentasi
(foto) saat wawancara, dan dokumentasi berupa data-data perencanaan pembelajaran dan
nilai-nilai siswa SMA di homeschooling Primagama Palembang.
Data dan informasi yang terkumpul didapatkan melalui observasi secara langsung
yang telah dilakukan, wawancara terhadap guru Pendidikan Kewarganegaraan, siswa, dan
pihak-pihak yang terkait dalam penelitian. Selain itu dilakukan kegiatan studi dokumentasi
guna mendukung data dan informasi yang diperoleh pada saat melakuan penelitian. Studi
dokumentasi dilakukan dengan menganalisis bagaimana perencanaan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan di Homeschooling Primagama Palembang, proses pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan, dan pengembangan nilai-nilai nasionalisme. Setelah
mendeskripsikan data dan informasi yang diperoleh pada saat melakukan penelitian,
kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut
berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan teori-
teori yang sesuai dengan penelitian ini.

HASIL PENELITIAN
Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMA Homeschooling Primagama
Palembang, peneliti ingin mengetahui bagaimana perencanaan, proses, dan hasil belajar
pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan oleh guru dan siswa. Guru menyiapkan hal
apa saja yang akan dilakukan ketika proses belajar dan pembelajaran berlangsung, misalnya

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 107


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar dan


evaluasi pembelajaran. Materi pembelajaran memuat materi pokok, memuat fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator pencapain kompetensi. Metode pembelajaran digunakan oleh pendidik
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
kompetensi dasar yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Media pembelajaran yang
digunakan bisa berupa media cetak, media elektronik dan multimedia misalnya gambar,
video, buku, lembar kerja, dan lain-lain. Sumber belajar yang digunakan sebagai pendukung
dalam proses kegiatan pembelajaran dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber-sumber lain yang relevan. Evaluasi atau penilai dalam pembelajaran
yakni pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapain hasil belajar
siswa.
Kepala sekolah SMA Homeschooling Primagama Palembang menyatakan bahwa
perencanaan pembelajaran yang ada di homeschooling Primagama Palembang dipersiapkan
oleh guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebelum proses
pembelajaran dilaksanakan untuk jangka waktu dua semester (satu tahun). Adapun yang
menyusun perencanaan pembelajaran adalah guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan sesuai dengan tingkatan jenjang pendidikan masing-masing. Guru yang
mengajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) SMA Homeschooling
Primagama Palembang menyatakan bahwa mereka menyusun perencanaan pembelajaran
secara bersama-sama. Mereka mempersiapkan perencanaan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan sebelum proses belajar dan pembelajaran dilaksanakan. Menurut guru-guru
SMA yang mengajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di Homeschooling
Primagama Palembang dapat diketahui bahwa dalam hal perencanaan pembelajaran guru
telah mempersiapakan materi, metode, media, sumber dan penilaian atau evaluasi namun
memang tidak secara lengkap dan maksimal dalam pelaksanaannya di lapangan. Selain itu
pelaksanaan perencanaan pembelajaran lebih banyak dilaksanakan di rumah siswa, jadi
penggunaan media dan metode kurang maksimal. Jika di sekolah formal pada umumnya
tempat belajarnya di kelas dan bersifat tetap namun di SMA Homeschooling Primagama
Palembang tempatnya bisa disesuaikan dengan kesepakan guru dan siswa yakni bisa di
rumah atau ditempat lain yang diinginkan oleh siswa tersebut.
Perencanaan pembelajaran tidak mengacu secara mutlak seperti sekolah formal pada
umumnya, menurut guru yang mengajar pendidikan kewarganegaraan mengatakan bahwa

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 108


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

guru atau tutor bisa mengadaptasikannya dengan kebutuhan siswa dengan mudah dan
dimanapun, termasuk di rumah. Jadi pembelajaran lebih bersifat individual dimana guru
lebih mudah mengamati penyerapan materi pelajaran oleh siswa.

Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan


Proses Pembelajaran di SMA Homeschooling Primagama Palembang adalah
bagaimana kegiatan belajar dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa ketika
belajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Proses pembelajaran yang diharapkan
(ideal) adalah berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreativitas peserta didik,
menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, bermuatan nilai, etika, estetika,
logika, dan kinestetik serta menyediakan pengalaman belajar yang beragam.
Guru yang mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), menyatakan
bahwa proses pembelajaran yang berlangsung antara guru dengan siswa masih berpusat pada
guru, siswa belum bisa secara mandiri mengembangkan kreatifitas dan keaktifan dalam
proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting untuk memberikan motivasi, semangat
dan dukungan kepada siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Pada saat
melaksanakan proses pembelajaran guru hanya fokus kepada satu siswa yang terkadang
memiliki keunikan kepribadian yang berbeda-beda oleh sebab itu guru harus bisa lebih
memahami dan melakukan pendekatan yang baik saat proses pembelajaran berlangsung.
Metode yang digunakan guru masih belum variatif, guru hanya menggunakan metode
ceramah, diskusi, dan tanya jawab.
Siswa mengatakan bahwa proses belajar yang dilakukan kebanyakan dilakukan di
rumah jadi guru datang ke rumah untuk melaksanakan proses pembelajaran secara intensif
antara siswa dan guru. Proses pembelajaran banyak melakukan diskusi dan tanya jawab
terkait materi yang dipelajari. Selain itu proses belajar dan pembelajaran lebih intensif karena
guru hanya fokus pada satu siswa, jadi ketika tidak mengerti dan kurang paham terhadap
materi pembelajaran siswa bisa bertanya dan berdiskusi dengan guru yang mengajar secara
langsung bahkan siswa bisa meminta guru untuk mengulang kembali penjelasan materi agar
siswa bisa lebih memahami. Proses pembelajaran di homeschooling lebih santai dan
menyenangkan karena belajarnya bisa di rumah dan guru-gurunya juga lebih intensif
memberikan pelajaran karena hanya ada satu siswa yang menjadi fokus belajarnya.

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 109


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Jadi, dalam proses pembelajaran bisa lebih intensif dan fokus sebab guru hanya
menjadikan satu objek siswa saja dalam proses pembelajaran. Siswa bisa lebih mudah
bertanya, berdiskusi dan meminta mengulang kembali penjelasan yang disampaikan oleh
guru terkait materi yang dipelajari jika kurang paham atau kurang dimengerti. Proses
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan kualitasnya cukup baik. Proses pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan (PKn) sebagian besar dilaksanakan di rumah siswa. Guru fokus
memberikan pembelajaran kepada satu siswa saja dengan waktu yang cukup fleksibel.
Metode yang digunakan guru tidak terlalu variatif, guru lebih dominan menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab.
Guru juga sering menggunakan media pendukung dalam proses pembelajaran
misalnya penggunaan internet untuk melihat video atau gambar yang mendukung materi
yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak terlalu formal
tetapi lebih santai oleh sebab itu guru harus selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk
semangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Mengenai hasil pembelajaran kualitasnya
juga cukup baik. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru pendidikan
kewarganegaraan pada saat akhir proses pembelajaran. Nilai-nilai siswa pun pada saat
ulangan maupun ujian akhir semester cukup baik. Rata-rata nilai siswa khususnya untuk
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) cukup baik dan mencapai kriteria
ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan oleh Homeschooling Primagama Palembang.

Pengembangan Nilai-Nilai Nasionalisme Siswa


Pengembangan nilai-nilai nasionalisme siswa terkait dengan bagaimana guru
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme kepada siswa di tengah kegiatan
siswa yang tidak tetap dalam hal peraturan jam dan waktu belajar seperti sekolah formal
dimana siswa melakukan kegiatan pembelajaran secara mandiri dan individual di rumah atau
di tempat yang mereka inginkan masing-masing. Guru pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan mengembangan nilai-nilai nasionalisme siswa melalui mata pelajaran PKn.
Guru memberikan dan menanamkan sikap nasionalisme yakni menghubungkan materi dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Selain pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan ada pembahasan tentang nasionalisme. Guru juga selalu menanamkan nilai-
nilai nasionalisme kepada siswa baik dalam proses pembelajaran maupun di lingkungan
sekolah Homeschooling. Guru menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada siswa melalui

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 110


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar untuk belajar dengan baik demi kemajuan bangsa,
memiliki semangat yang tinggi seperti para pahlawan yang telah memperjuangan negara
Indonesia, dan mengingat selalu hari-hari besar nasional bangsa Indonesia sebagai wujud rasa
cinta kepada tanah air.
Siswa mengatakan bahwa mereka memahami nilai-nilai nasionalisme yakni rasa cinta
mereka terhadap tanah air. Walaupun mereka belajar secara individual tetapi mereka tetap
semangat untuk belajar. Mereka juga mendapatkan nilai-nilai nasionalisme dari guru yang
mengajar pendidikan Kewarganegaraan, dengan mempelajari tentang negara Indonesia mulai
dari dasar negara pancasila, sistem pemerintahan yang ada pada negara Indonesia sehingga
timbul rasa cinta siswa kepada bangsa Indonesia. Selain itu guru selalu menanamkan rasa
kecintaan kepada siswa terhadap bangsa Indonesia dalam setiap kegiatan proses pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan. nilai-nilai nasionalisme penting dimiliki oleh setiap warga
Negara Idonesia tidak terkecuali siswa. Di Homeschooling Primagama Palembang
ditanamkan bagaimana pengamalan nilai-nilai nasionalisme dalam pembelajaran oleh guru
yang mengajar pendidikan kewarganegaraan. Bagaimana siswa mencintai tanah air dengan
semangat belajar, jujur, dan bertanggung jawab. Penanaman nilai-nilai nasionalisme dimulai
dari hal yang sederhana yakni bersungguh-sungguh untuk belajar, semangat mengikuti proses
pembelajaran yang dilaksanakan dan memiliki sikap kejujuran.
Pengembangan nilai-nilai nasionalisme pada mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung siswa bersungguh-sungguh
belajar dengan baik, memperhatikan guru ketika sedang menyampaikan materi pembelajaran,
dan memiliki komitmen terhadap kegiatan pembelajaran yang telah disepakati di rumah atau
di lingkungan Homeschooling Primagama Palembang. Dari beberapa nilai nasionalisme yang
ada, peneliti melihat rasa nasionalisme yang sederhana ada pada diri siswa misalnya; rasa
tanggung jawab, komitmen, kejujuran dan perhatian siswa.

Walaupun di SMA Homeschooling Primagama Palembang tidak ada upacara bendera


yang rutin dilaksanakan setiap hari senin seperti sekolah formal pada umumnya, namun pihak
homeschooling bekerja sama dengan guru pendidikan kewarganegaraan melaksanakan satu
kegiatan alternatif sebagai solusi bagi siswa untuk tetap bisa mengaplikasikan
pengembangkan nilai-nilai nasionalisme yakni dengan adanya kelas komunitas yang
dilaksanakan setiap Sabtu. Melalui kelas komunitas, semua siswa Homeschooling Primagama
Palembang dikumpulkan menjadi satu untuk belajar bersama, selain itu siswa juga

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 111


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

dikumpulkan untuk saling mengenal satu sama lain dengan berbagai perbedaan latar
belakang, kebiasaan budaya, agama, dan etnis.
Dalam kelas komunitas siswa diajarkan untuk saling menghargai satu sama lain
walaupun berbeda-beda budaya, agama, dan kebiasaan karena itu adalah bagian dari
keragamana negara Indonesia. Di kelas komunitas juga siswa diajak untuk bersama-sama
melaksanakan perayaan hari-hari besar nasional bangsa Indonesia, misalnya sekolah
mengadakan lomba peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia setiap tanggal 17 Agustus dan
peringatan-peringatan hari besar lainnya. Siswa juga diajak untuk berkunjung ke museum
untuk melihat sejarah bangsa Indonesia pada masa lampau. Berbagai kegiatan sering
dilakukan pada kelas komunitas untuk memupuk rasa nasionalisme sehingga walaupun siswa
tidak melaksanakan pembelajaran di sekolah formal tapi tetap memiliki nilai-nilai
nasionalisme yang tinggi.
Hasil dari kegiatan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan didukung dengan
adanya program kegiatan alternatif yakni kelas komunitas telah terlaksana dengan cukup baik.
Walaupun tetap harus terus diadakan evaluasi agar mengalami peningkatan lebih baik.
Terutama bagi guru pendidikan kewarganegaraan untuk lebih bisa menggali potensi diri
dalam menyampaikan pembelajaran PKn dan menanamkan nilai-nilai nasionalisme supaya
mudah diterima oleh siwa.

III. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini didapatkan hasil yaitu bagaimana pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan, mulai dari perencanaan, proses pembelajaran, dan hasil pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Bagaimana pengembangan nilai-nilai nasionalisme siswa pada
mata pelajaran pendidian kewarganegaraan, bagaimana pengembangan nilai-nilai
nasionalisme melalui kegiatan program khusus yang dilaksanakan, dan hasil nilai-nilai
nasionalisme yang diapatkan siswa. Hasil yang didapatkan berdasarkan rumusan masalah
tersebut bahwa guru pendidikan kewarganegaraan Homeschooling Primagama Palembang
telah membuat perencanaan pembelajaran sebelum kegiatan dilaksanakan dengan cukup baik,
dalam perencanaan pembelajaran tersebut terdapat materi, metode, media, sumber dan
evaluasi belajar.
Proses pembelajaran yang dilakukan juga cukup baik, walaupun sebagian besar
proses pembelajaran dilaksanakan di rumah siswa secara individu namun guru tetap fokus

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 112


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

memberikan materi pembelajaran kepada siswa secara intensif dan metode yang sering
digunakan guru adalah metode ceramah dan tanya jawab. Hasil belajar tergolong baik, standar
penilaian yang diberikan kepada siswa juga sesuai dengan kebijakan pihak homeschooling.
Tidak ada peraturan khusus dari pemerintah maupun pihak Dinas Pendidikan di daerah.
Namun dalam penilaian hasil ujian akhir nasional atau kelulusan siswa harus sesuai dengan
ketentuan pemerintah untuk ujian kesetaraan, sebab standar kelulusan diatur dan ditetapkan
oleh pemerintah.
Pengembangan nilai-nilai nasionalisme dilakukan oleh guru dalam proses
pembelajaran dengan memotivasi dan mengingatkan bagaimana semangat nasionalisme pada
siswa selain itu untuk mendukung pengembangan nilai-nilai nasionalisme diadakan kelas
komunitas setiap hari Sabtu dengan berbagai macam kegiatan misalnya; berkunjung ke
museum, memperingati hari-hari besar nasional dan berkumpulnya siswa bersama-sama
dengan berbagai perbedaan untuk belajar bersama. Hasil nilai-nilai nasionalisme juga
didapatkan siswa baik melalui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang
disampaikan guru maupun melalui kelas komunitas. Siswa memiliki rasa tanggung jawab
untuk belajar dengan baik, memiliki rasa kepedulian, perhatian, komitmen/pengabdian,
kejujuran, kesetiaan, kesatuan dan keadilan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan di sekolah menengah atas (SMA) homeschooling primagama
Palembang, pengembangan nilai-nilai nasionalismenya terlaksana dengan baik.

REFERENSI

Abdullah, Taufik. (2001). Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: Satya Historika.


Anderson, Benedict. (2008). Imagined Communities (Komunitas-Komunitas Terbayang).
Yogyakarta: Insist Press.
Armstrong, Thomas. (2013). Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas. [Terjemahan]. Ahli
bahasa: Prabaningrum. Jakarta: PT Indeks.
Arikunto, S. (2006). Pintar menulis karya ilmiah. Yogyakarta: Josep Bintang.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Cekatan ke-15). Jakarta:
PT Rineka Cipta Jakarta.
Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Buku Pintar Home Schooling. Yogyakarta: FlashBooks.
Aziz, Abdul Wahab., dan Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung: Alpabeta.
Creswell, J. (2015). Riset Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 113


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Danial, E. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Laboratorium PKn.


Darwis, Raanidar. (2008). Hukum Adat. Bandung: Laboratorium PKn Universitas Pendidikan
Indonesia.
DePorter, B., dan Henarcki, M. (2004). Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
(2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
Kemendikbud.
Ganeswara, dkk. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: CV Maulana Media
Grafika.
Griffit, Mary. (2012) . Home Schooling. Bandung: Nuansa.
Hamzah & Kuadrat. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Hasibuan, Minika. (2010). Aku Bisa Menggambar, Berhitung, Membaca, dan Menulis.
Jakarta: Erlangga for kids.
Iriantara, Yosal. (2009). Literasi Media, Apa, Mengapa, Bagaimana. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Kartono, Kartini. (1986). Pengantar Metodologi Riset Sosial. (Cetakan ke-5). Bandung:
Penerbit Alumni.
Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-19. Jakarta:
PT Gramedia.
Komalasari, & Syaifullah. (2009). Kewarganegaraan Indonesia: Konsep, Perkembangan dan
Masalah Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan.
Maximilian, dkk. (2013). The Development of Reading Literacy from Early Childhood to
Adolescence. Empirical Findings from the Bamberg BiKS Longitudinal Studies. Otto
Friedrich: Universität Bamberg Press.
Mulyana & Rakhmat (2014). Komunikasi Antar Budaya. Cetakan ke-14. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Moleong, Lexy. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Abndung: PT Remaja Rosdakarya.
Mullish, dkk. (2016). PIRLS 2016 Reading Framework. USA: Timss & PIRLS. International
Study Center.
Nasution, S. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara.
Nazir, Mohammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurmalina, K., & Syaifullah. (2008). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:
Laboratorium PKn.

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 114


Nurmalia Dewi dan Aim Abdulkarim

Poerwadarminta, WJS. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen P dan K, PN. Balai Pustaka, Jakarta.
Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia, Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Santosa, Ayi Budi & Encep Supriatna. (2008). Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi
Utomo 1908 Hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945). Bandung: Jurusan Pendidikan
Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan
Indonesia.
Sarwono, J. (2013) Mixed Methods, Cara Menggabungkan Riset Kuantitatif dan Riset
Kualitatif Secara Benar. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sternberg, dkk (2011). Applied Intelligence. [Diterjemahankan]: Kecerdasan Terapan. Ahi
Bahasa: Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. (Cetakan ke 23). Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Sinar Grafika Offiset.
Somantri, Nu’man. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tim Puspendik. (2012). Analisis Hasil Belajar Peserta Didik dalam Literasi Membaca Melalui
Studi Internasional PIRLS 2011. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan, Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
The ASEAN Secretariat. (2014). ASEAN State Of Education Report 2013. Jakarta: The
ASEAN Secretariat Public Outreach and Civil Society Division.
UNESCO Institute for Statistics. (2008). International Literacy Statistics: A Review of
Concepts, Methodology and Current Data. Canada: Succursale Centre-Ville Montreal,
Quebec.
Usman, & Akbar. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. (Cetakan ke-2). Jakarta: Bumi
Aksara.
Winatapurta, U. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan Untuk
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Winataputra, U. & Budimansyah, D. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif
Internasional. Bandung: Widya Aksara Press.
Wuryan, Sri., dan Syaifullah. (2006). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung:
Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.

Jurnal AKP, Volume 8, Nomor 1 (Februari 2018) 115

You might also like